Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Kurikulum adalah suatu sistem yang mempunyai komponen-komponen yang saling
berkaitan erat dan menunjang satu sama lain. Komponen-komponen kurikulum tersebut terdiri
dari tujuan, materi pembelajaran, metode, dan evaluasi. Dalam bentuk sistem ini kurikulum  akan
berjalan menuju suatu tujuan pendidikan dengan adanya saling kerja sama diantara seluruh
subsistemnya. Apabila salah satu dari variabel kurikulum tidak berfungsi dengan baik maka
sistem kurikulum akan berjalan kurang baik dan maksimal.
Berangkat dari bentuk kurikulum tersebut, maka dalam pelaksanaan kurikulum sangat
diperlukan suatu pengorganisasian pada seluruh komponennya. Dalam proses pengorganisasian
ini akan berhubungan erat dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengontrolan. Sedangkan manajemen adalah salah satu displin ilmu yang implikasinya
menerapkan proses-proses tersebut.Maka dalam penerapan pelaksanaan kurikulum, seorang yang
mengelola lembaga pendidikan harus menguasai ilmu manajemen, baik untuk mengurus
pendidikan ataupun kurikulumnya.
Pengelolaan kurikulum merupakan suatu pola pemberdayaan tenaga pendidikan dan
sumberdaya pendidikan lainnya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kurikulum itu sendiri hal
yang sangat menetutukan kebehasilan kegiatan belajar mengajar secara maksimal.
Pengelolaan kurikulum berkaitan dengan pengelolaan pengalaman belajar yang
membutuhkan stretegi tertentu sehingga menghasilkan produktifitas belajar bagi siswa. Dengan
demikian, kami ingin memberikan pemaparan dalam suatu pengelolaan kurikulum. Dan kami
berniat untuk membuat suatu makalah yang berjudul Pengelolaan Kurikulum.

1.2    Rumusan Masalah
1.         Apa yang dimaksud dengan pengelolaan kurikulum?
2.         Bagaimana Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia?
3.         Bagaimana Prinsip dan Fungsi Pengelolaan Kurikulum?
4.         Jelaskan Komponen-Komponen Kurikulum!
5.         Bagaimana Pengembangan Kurikulum?
6.         Bagaimana Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan!
7.         Jelaskan Pendekatan-Pendekatan Kurikulum!

1.3    Tujuan Penulisan
1.         Menjelaskan Konsep dasar pengelolaan kurikulum?
2.         Menjelaskan Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia?
3.         Menjelaskan Prinsip dan Fungsi Pengelolaan Kurikulum?
4.         Menjelaskan Komponen-Komponen Kurikulum!
5.         Menjelaskan Pengembangan Kurikulum?
6.         Menjelaskan Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan!
7.         Menjelaskan Pendekatan-Pendekatan Kurikulum!
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Konsep Dasar Pengelolaan Kurikulum


2.1.1   Pengertian Pengelolaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata Pengelolaan, mempunyai 4 pengertian,
yaitu[1] :
1.         Pengelolaan adalah proses, cara, perbuatan mengelola;
2.         Pengelolaan adalah proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang
lain;
3.         Pengelolaan adalah proses yang membantu mermuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi;
4.         Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.
Menurut Prajudi Atmosudirjo, 1982 Pengelolaan adalah kegiatan pemanfaatan dan
pengendalian atas semua

2.1.2   Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum baru masuk khazanah perbendaharaan kata dalam dunia pendidikan di
Indonesia pada sekitar tahun 1968, sejak kelahiran Kurikulum sebelumnya, yaitu Rencana
Pelajaran 1950. Ketika itu, istilah yang digunakan dalam dunia pendidikan adalah rencana
pelajaran, bukan kurikulum.[2]
Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata dalam Bahasa Latin ”curir” yang artinya
pelari, dan ”curere” yang artinya ”tempat berlari”. Pengertian awal kurikulum adalah suatu jarak
yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis start sampai dengan finish. Dengan demikian,
istilah kurikulum pada awalnya berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi kuno di
Yunani, dan kemudian diadopsi ke dalam dunia pendidikan.[3]
Pengertian tersebut kemudian digunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian
sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta
didik dalam menempuh pendidikan di lembaga pendidikan.[4]
In The Curriculum, the first textbook published on the subject, in 1918, John Franklin Bobbitt
said that curriculim, as an idea, has its roots in the Latin word for race-course, explaining the
curriculum as the course of deeds and experiences through which children become the adults
they should be, for success in adult society. Furthermore, the curriculum encompasses the entire
scope of formative deed and experience occurring in and out of school, and not experiences
occurring in school; experiences that are unplanned and undirected, and experiences
intentionally directed for the purposeful formation of adult members of
society (www.wikipedia.com)[5].
Secara bebas, kutipan tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Di dalam The
Curriculum, buku teks pertama yang diterbitkan tentang mata kuliah itu pada tahun 1918, John
Franklin Bobbit mengatakan bahwa kurikulum, sebagai satu gagasan, memiliki akar kata Bahasa
Latin “race course” (tempat berlari), yang menjelaskan bahwa kurikulum sebagai mata pelajaran
dan pengalaman yang harus diperoleh anak-anak sampai menjadi dewasa, agar kelak sukses
setelah menjadi dewasa. Lebih dari itu, kurikulum merupakan keseluruhan kegiatan dan
pengalaman yang diperoleh di dalam dan di luar sekolah, pengalaman yang direncanakan dan
yang tidak direncanakan, serta pengalaman yang secara sungguh-sungguh diarahkan untuk
mencapai tujuan pembentukan warga masyarakat orang dewasa[6].
 Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan dan sekaligus
indikator mutu pendidikan. Indonesia tercatat lima kali merevisi kurikulum pendidikan dasar dan
menengah. Revisi kurikulum tersebut bertujuan untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, guna mengantisipasi perkembangan jaman, serta
memberikan acuan bagi penyelenggaraan pembelajaran di satuan pendidikan[7].
Kurikulum kemudian mempunyai dua makna. Pertama, sebagai sejumlah mata pelajaran
yang harus dipelajari oleh siswa. kedua, satu program pembelajaran khusus. Dalam kasus
kemudian kurikulum pada umumnya menjelaskan tentang proses pengajaran, pembelajaran, dan
bahan penilaian pendidikan yang diberikan kepada peserta didik.[8]
Untuk memperkaya khasanah pengetahuan secara lebih mendalam Anda perlu membaca
pendapat para ahli kurikulum berikut ini[9]:
1.         J. Lioyad Trump dan Delmas F. Miller
Kurikulum adalah metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program,
perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal
struktural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
2.         Saylor dan Alexander
Kurikulum adalah tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan
lain, di dalam dan di luar kelas, yang berada dibawah tanggungjawab sekolah.
3.         B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores
Kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan
pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
4.         Alice Miel
Kurikulum adalah segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh
anak di sekolah

Beberapa definisi kurikulum yang diambil dari beberapa sumber atau referensi dapat
disebutkan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 2.1 Beberapa Definisi Kurikulum[10]
No. Pakar Definisi
1 John Franklin Curriculum, as an idea, has its roots in the Latin
Bobbit, (1918) word for race-course, explaining the curriculum as
the course of deeds and experiences through which
children become the adults they should be, for
success in adult society.
2 Hilda Taba Curriculum is a plan for learning.
(1962)
3 Caswell and Curriculum is all of the experiences children have
Campbell under the guidance of teachers.
(1935)
4 Edward A. A curriculum consists of the means used to achieve or
Krug (1957) carry out given purposes of schooling.
5 Beauchamp A curriculum is a written document which may
(1972) contain many ingredients, but basically it a plan for
the
6 Saylor dan “The total effort of school to going desired outcomes
Alexander
in school and out school situations”.

7 Johnson A structural series of intended kearning outcomes.


8 Caswell and Curriculum is all of the experiences children have
Campbell under the guidance of teacher
(1935)
9 J.F. Kerr All the learning which is planned or guided by school,
(1974) whether it is carried on in groups or individually,
inside of or outside the school.
10 Oliva (2004) Curriculum is a plan or program for all experiences
when the learner encounters under the direction of
the school.

Kemudian menurut Depdikbud dalam Dimyati dan Mudjiono, 2013, hal. 268,
menyatakan bahwa kurikulum merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis sehingga perlu
dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan
yang ada dalam masyarakat[11].
Selain itu, menurut  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[12]

2.1.3   Pengertian Pengelolaan Kurikulum


Pengelolaan Pendidikan merupakan penyelenggaraan, pengadministrasian, dan
pengembangan program pendidikan nasional, termasuk pengabdian peningkatan serta
pengembangan sarana fisik dan persoalan pendidikan nasional[13].
Istilah manajemen kurikulum berasal dari dua kata, yaitu “manajemen” dan
“kurikulum”. kurikulum adalah semua kegiatan, pengalaman, dan segala sesuatu yang dapat
memengaruhi perkembangan kepribadian anak, baik yang terjadi di sekolah, halaman sekolah
atau diluar sekolah atas tanggung jawab sekolah agar peserta didik dapat menguasai kompetensi
yang telah ditentukan[14].
Manajemen kurikulum adalah sebagai suatu sistem pengelolaan kurikulum yang
kooperatif, komprehensif, sistemik, dan sistematik dalam rangka mewujudkan ketercapaian
tujuan kurikulum. Dalam pelaksanaannya, manajemen kurikulum harus dikembangkan sesuai
dengan konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Oleh karena itu, otonomi yang diberikan pada lembaga pendidikan atau sekolah dalam
mengelola kurikulum secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian
sasaran dalam visi dan misi lembaga pendidikan atau sekolah tidak mengabaikan kebijaksanaan
nasional yang telah ditetapkan[15].
Hubungan sekolah dengan masyarakat perlu dikelola secara produktif agar masyarakat
merasa memiliki sekolah. Sehingga terbentuk sinergik antara sekolah dengan masyarakat untuk
mewujudkan program-program sekolah. Dengan demikian keterlibatan masyarakat dalam
manajemen kurikulum dimaksudkan agar dapat memahami, membantu dan mengontrol
implementasi kurikulum, sehingga lembaga pendidikan atau sekolah selain dituntut kooperatif
juga mampu mandiri dalam mengidentifikasi kebutuhan kurikulum, mendesain kurikulum,
menentukan prioritas kurikulum, melaksanakan pembelajaran, menilai kurikulum,
mengendalikan serta melaporkan sumber dan hasil kurikulum baik kepada masyarakat maupun
pada pemerintah[16].

2.1.4   Ruang Lingkup Pengelolaan Kurikulum


Ruang lingkup manajemen kurikulum meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
kegiatan kurikulum. Pada tingkat sekolah kegiatan kurikulum lebih mengutamakan untuk 
merealisasikan dan merelevansikan antara kurikulum nasional (standar kompetensi/kompetensi
dasar) dengan kebutuhan daerah dan kondisi sekolah yang bersangkutan, sehingga kurikulum
tersebut merupakan kurikulum yang integritas dengan peserta didik maupun dengan lingkungan.
2.2    Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Dalam buku Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia, kita dapat
menjelaskan sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia. Dalam bentuk tabel, sejarah
perkembangan kurikulum di Indonesia dapat dipaparkan dalam tabel berikut[17].
Tabel 2.2 Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia

No. Kurikulum Keterangan


1. Rencana pelajaran 1947 ·    Menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan,
Mr. Suwandi, membentuk Panitia Penyelidik
Pengajaran, yang antara lain melahirkan Rencana
Pelajaran 1947.
·    Rencana pelajaran 1947 merupakan kurikulum
pertama di Indonesia.
·    Rencana pelajaran yang disusun harus memerhatikan;
(1) mengurangi pendidikan pikiran, (2)
menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan
sehari-hari, (3) memberikan perhatian kepada
kesenian, (4) meningkatkan pendidikan watak, (5)
meningkatkan pendidikan jasmani, dan (6)
meningkatkan kesadaran bernegara dan
bermasyarakat.
·    Istilah kurikulum belum digunakan. Istilah yang
digunakan adalah rencana pelajaran
·    Unsur produk kurikulum adalah : (1) daftar jam
pelajaran atau struktur program, (2) garis-garis besar
program pengajaran.
·    Struktur program dibagi menjadi : (1) struktur
program yang menggunakan Bahasa Pengantar bahasa
daerah, (2) struktur program yang menggunakan
bahasa pengantar Bahasa Indonesia.
·    Kurikulum tersebut termasuk kurikulum dengan mata
pelajaran terpisah-pisah (separated curriculum).
2. Rencana Pelajaran 1950 ·    Kurikulum ini lahir karena tuntutan kelahiran UU
Nomor 4 Tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan
dan pengajaran di sekolah.
·    Kurikulum ini masih relatif sama dengan Rencana
Pelajaran 1947.
·    Istilah kurikulum masih belum digunakan. Istilah
yang dipakai adalah Rencana Pelajaran.
·    Kurikulum ini merupakan kurikulum masih dengan
mata pelajaran terpisah-pisah (separated curriculum).
3. Rencana Pelajaran 1958 ·    Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari
Rencana Peajaran 1950.
·    Kurikulum ini digunakan sampai dengan tahun 1964.
4. Rencana Pelajaran 1964 ·    Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari
Rencana Pelajaran 1958.
·    Kurikulum ini digunakan sampai dengan tahun 1968.
·    Terdapat pembagian kelompok cipta, rasa, karsa, dan
krida.
5. Kurikulum 1968 ·    Kurikulum ini merupakan kurikulum terpadu pertama
di Indonesia.
·    Beberapa mata pelajaran ilmu hayat, ilmu alam dan
sebagainya mengalami fusi menjadi Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) atau yang sekarang sering disebut sains.
·    Struktur program dibagi menjadi (1) pembinaan jiwa
pancasila, (2) pengetahuan dasar, dan (3) kecakapan
khusus.
·    Struktur program untuk sekolah dasar, program
pembinaan jiwa pancasila meliputi mata pelajaran (1)
Pendidikan Agama, (2) Pendidikan Kewarga Negara,
(3) Pendidikan Bahasa Indonesia, (4) Bahasa Daerah,
dan (5) Pendidikan Olahraga.
·    Untuk program pengetahuan dasar meliputi mata
pelajaran (1) Berhitung, (2) IPA, (3) Pendidikan
Kesenian, dan (4) Pendidikan Kesejahteraan Keluarga.
·    Untuk program kecakapan khusus meliputi mata
pelajaran Pendidikan Khusus.
·    Untuk pertama kalinya istilah kurikulum dipakai di
Indonesia.
6. Kurikulum 1975 ·    Kurikulum ini lahir sebagai tuntutan ketetapan MPR
Nomor IV/MPR/1973 tentang GBHN 1973, dengan
tujuan pendidikan “ membentuk manusia Indonesia
untuk pembangunan nasional di berbagai bidang.
·    Struktur program untuk SD meliputi bidang studi (1)
Agama, (2) Pendidikan Moral Pancasila, (3) Bahasa
Indonesia, (4) Ilmu Pengetahuan Sosial, (5)
Matematika, (6) Ilmu Pengetahuan Alam, (7) Olahraga
dan Kesehatan, (8) Kesenian, dan (9) Keterampilan
Khusus.
·    Untuk SMP ditambah dengan bidang studi Bahasa
Daerah, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Keterampilan,
baik yang pilhan terikat atau bebas.
·    Untuk SMA sudah barang tentu ada bidang studi
berdasarkan jurusan, baik IPA dan IPS
·    Untuk SMK dikenal dengan kurikulum 1976
·    GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) untuk
kurikulum 1975 dikenal dengan format yang sangat
rinci.
7. Kurikulum 1984 ·    Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari
kurikulum 1975. Oleh karena itu Kurikulum 1984
dikenal juga sebagai Kurikulum 1975 yang
disempurnakan.
·    Kurikulum 1984 berlaku berdasarkan keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0461/U/1983 tanggal 22 Oktober 1983 tentang
Perbaikan Kurikulum.
·    Pendidikan dasar dan menengah di lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
·    Ada empat aspek yang disempurnakan dalam
Kurikulum 1984, yakni : (1) pelaksanaan PSPB, (2)
penyesuaian tujuan dan struktur program kurikulum,
(3) pemilihan kemampuan dasar serta keterpaduan dan
keserasian antara ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik, (4) pelaksanaan pelajaran berdasarkan
kerundatan belajar yang disesuaikan dengan kecepatan
belajar masing-masing peserta didik.
8. Kurikulum 1994 ·    Kurikulum 1994 merupakan pelaksanaan amanat UU
Nomor 2Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
·    Kurikulum 1994 dilaksanakan berdasarkan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993
tanggal 25 Februari 1993.
·     Kurikulum 1994 berisi 3 lampiran : (1) Landasan,
Program, dan Pengembangan Kurikulum, (2) GBPP,
dan (3) Pedoman Pelaksanaan Kurikulum.
9. Kurikulum Berbasis ·    Kurikulum ini belum diterapkan diseluruh sekolah di
Kompetensi (KBK) Indonesia.
·    Pusat kurikulum, Balitbang Diknas bersama dengan
Direktorat Teknis telah melakukan uji coba dalam
rangka proses pengembangan kurikulum berbasis
kompotensi ini.
·    Berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2005 , Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mempunyai
kewanangan untuk mengembangkan standar nasional
pendidikan, temasuk standar kurikulum yang
digunakan di sekolah-sekolah.
10. Kurikulum Tingkat Satuan ·    KBK sering disebut sebagai jiwa KTSP, karena
Pendidikan (KTSP) KTSP sesungguhnya proses pengembangan KTSP
telah mengambil kaidah-kaidah yang terdapat dalam
KBK.
·    Standar isi dan proses yang digunakan sebagai acuan
dalam penyusunan kurikulum ini dikembangkan oleh
BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan).
·    KTSP disusun oleh satuan pendidikan
sekolah/madrasah bersama dengan semua pemangku
kepentingan disekolah dengan mengacu kepada
standar isi dan proses dalam PP Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sumber : Buku Lima Puluh Tahun Pengembangan Pendidikan Indonesia (dalam suparlan, 2012)
Dari tabel sejarah perkembangan sejarah kurikulum di Indonesia tersebut, dapatlah kita
ambil dua kesimpulan umum sebagai berikut[18].
Pertama, perubahan kurikulum dari waktu ke waktu sebenarnya bukanlah seperti persepsi
publik ‘ganti menteri ganti kurikulum’, karena beberapa perubahan kurikulum tersebut memang
sebagai konsekuensi dari perubahan Undang-Undang tentang sistem pendidikan nasional,
misalnya Rencana Pelajaran 1950 merupakan konsekuensi lahirnya UU Nomor 4 Tahun 1950,
dan Kurikulum 1994 merupakan konsekuensi dari kelahiran UU Nomor 2 Tahun 1989.
Kedua, perubahan dan atau penyempurnaan kurikulum dilakukan rata-rata setiap sepuluh
tahun sekali. Jarak waktu tersebut merupakan jarakwaktu yang cukup rasional karena dalam
waktu sepuluh tahun tersebut, memang sudah sangat mungkin terjadi perubahan dan
perkembangan sosial-ekonomi-politik serta perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang memang menurut adanya perubahan kurikulum.

2.3     Prinsip dan Fungsi Pengelolaan Kurikulum


Prinsip dan fungsi yang harus diperhatikan dalam melaksanakan manajemen kurikulum
adalah beberapa hal sebagai berikut, yaitu[19] :
§   Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek yang harus
dipertimbangkan dalam manajemen kurikulum. Pertimbangan bagaimana agar peserta didik
dapat mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum harus menjadi sasaran dalam
manajemen kurikulum.
§   Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan pada demokrasi yang
menempatkan pengelola, pelaksana dan subjek didik pada posisi yang seharusnya dalam
melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab untuk mencapai tujuan kurikulum.
§    Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam kegiatan manajemen kurikulum
perlu adanya kerjasama yang positif dari berbagai pihak yang terlibat.
§   Efektivitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan manajemen kurikulum harus mempertimbangkan
efektivitas dan efisiensi untuk mencapai tujuan kurikulum, sehingga kegiatan manajemen
kurikulum tersebut memberikan hasil yang berguna dengan biaya, tenaga dan waktu yang
relative singkat.
§   Mengarahkan visi, misi, dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum, proses manajemen
kurikulum harus dapat memperkuat dan mengarahkan visi, misi dan tujuan kurikulum.
Selain prinsip-prinsip tersebut juga perlu mempertimbangkan kebijaksanaan pemerintah
maupun Departemen Pendidikan Nasional, seperti UUSPN No. 20 tahun 2003, kurikulum pola
nasional, pedoman penyelenggaraan program, kebijaksanaan penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah, kebijaksanaan penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), keputusan
dan peraturan pemerintah yang berhubungan dengan lembaga pendidikan atau jenjang/jenis
sekolah yang bersangkutan[20].
Dalam proses pendidikan perlu dilaksanakan manajemen kurikulum untuk memberikan
hasil kurikulum yang lebih efektif, efisien dan optimal dalam memberdayakan berbagai sumber
maupun komponen kurikulum.
Ada beberapa fungsi dari manajemen kurikulum di antaranya[21] :
§   Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum, pemberdayaan sumber maupun
komponen kurikulum dapat ditingkatkan melalui pengelolaan yang terencana dan efektif.
§   Meningkatkan keadilan (equity) dan kesempatan pada siswa untuk mencapai hasil yang
maksimal, kemampuan yang maksimal dapat dicapai peserta didik tidak hanya melalui kegiatan
intrakurikuler, tetapi juga perlu melalui kegiatan ekstra dan kokurikuler yang dikelola secara
integritas dalam mencapai tujuan kurikulum. 
§   Meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik
maupun lingkungan sekitar peserta didik, kurikulum yang dikelola secara efektif dapat
memberikan kesempatan dan hasil yang relevan dengan kebutuhan peserta didik maupun
lingkungan sekitar.
§   Meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran, dengan pengelolaan kurikulum yang profesional, efektif dan terpadu dapat
memberikan motivasi pada kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam belajar.
§   Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar, proses pembelajaran selalu
dipantau dalam rangka melihat konsistensi antara desain yang telah direncanakan dengan
pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian ketidaksesuaian antara desain dengan implementasi
dapat dihindarkan. Di samping itu, guru maupun siswa selalu termotivasi untuk melaksanakan
pembelajaran yang efektif dan efisien, karena adanya dukungan kondisi positif yang diciptakan
dalam kegiatan pengelolaan kurikulum.
§   Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu mengembangkan kurikulum, kurikulum
yang dikelola secara profesional akan melibatkan masyarakat khususnya dalam mengisi bahan
ajar atau sumber belajar perlu disesuaikan dengan cirri khas dan kebutuhan pembangunan daerah
setempat.

2.4     Komponen-Komponen Kurikulum
Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen tertentu.

Bagan tersebut menggambarkan bahwa sistem kurikulum terbentuk oleh empat


komponen-komponen, yaitu komponen tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi pencapaian
tujuan dan komponen evaluasi. Sebagai suatu sistem setiap komponen harus saling berkaitan satu
sama lain. Manakala salah satu komponen yang membentuk sistem kurikulum terganggu atau
tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulum pun akan terganggu pula[22].
2.4.1   Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang ingin diharapkan. Dalam
skala makro rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang
dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan menggambarkan suatu masyarakat yang dicita-
citakan. Misalkan, filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat Indonesia adalah pancasila,
maka tujuan yang diharapkan tercapai oleh suatu kurikulum adalah membentuk masyarakat yang
pancasilais. Dalam skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan dengan visi dan misi serta
tujuan-tujuan yang lebih sempit seperti tujuan setiap mata pelajaran dan tujuan proses
pembelajaran[23].
Tujuan pendidikan mempunyai klasifikasi, dari tujuan yang sangat umum sampai tujuan
khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan
pendidikan diklasifikasika menjadi empat, yaitu [24]:
-            Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)
Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) adalah tujuan yang bersifat paling umum dan
merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya
setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai
dengan rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggara oleh lembaga pendidikan formal,
informal, maupun non formal. Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan dalam bentuk
perilaku yang ideal sesuai pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang dirumuskan oleh
pemerintah dalam bentuk Undang-Undang. TPN merupakan sumber dan pedoman dalam usaha
penyelenggaraan pendidikan. Secara jelas tujuan Pendidikan Nasional yang bersumber dari
sistem nilai Pancasila dirumuskan dalam Undang-Undang No. Tahun, Pasal 3, bahwa Pendidikan
Nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
-            Tujuan Institusional (TI)
Tujuan Institusional (TI) adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan. Dengan kata lain tujuan ini dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus
dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu
lembaga tertentu. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum
yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan oleh setiap jenjang pendidikan seperti
misalnya standar kompetensi pendidikan dasar, menengah, kejuruan dan jenjang pendidikan
tinggi.
-            Tujuan Kurikuler (TK)
Tujuan Kurikuler (TK) adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau
mata pelajaran. Oleh sebab itu tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang
harus dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu
lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler juga pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk
mencapai tujuan lembaga pendidikan. Dengan demikian setiap tujuan kurikuler harus dapat
mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional. Contoh tujuan kurikuler adalah
tujuan bidang studi matematika di SD, tujuan pembelajaran IPS  di SLTP dan lain sebagainya.
Dalam kurikulum yang berpotensi pada pencapaian kompetensi, tujuan kurikuler
menggambarkan standar isi setiap mata pelajaran atau bidang studi yang harus dikuasai siswa
pada setiap satuan pendidikan. Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan instruksional atau
sekarang lebih popular dengan tujuan pembelajaran, merupakan tujuan yang paling khusus.
-            Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP)
Tujuan pembelajaran (TP) merupakan bagian dari tujuan kurikuler, dapat didefinisikan
sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari bahasan
tertentu dalam bidang studi tertentu dalam sekali pertemuan. Karena hanyaguru yang memahami
kondisi di lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan
pembelajaran di suatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran ini adalah tugas guru.
Sebelum guru melakukan proses belajar mengajar, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran
yang harus dikuasai oleh anak didik setelah mereka selesai mengikuti pelajaran. Menurut Bloom,
dalm bukunya Taxonomy of Educational Objectives yang terbit pada tahun 1965, bentuk perilaku
sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan kedalam tiga klasifikasi atau tiga
domain (bidang), yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor.

2.4.2   Komponen Isi/Materi Pembelajaran


Pada komponen isi kurikulum lebih banyak menitikberatkan pada pengalaman belajar
yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam kegiatan proses pembelajaran. Isi kurikulum
hendaknya memuat semua aspek yang berhubungan dengan aspek kognitif (pengetahuan), afektif
(sikap atau perilaku), dan psikomotorik (keterampilan atau skill) yang terdapat pada isi setiap
mata pelajaran yang disampaikan dalam kegiatan proses pembelajaran. Isi kurikulum dan
kegiatan pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan dari semua aspek tersebut[25].
2.4.3   Komponen Metode
Komponen metode ini berkaitan dengan strategi yang harus dilakukan dalam rangka
pencapaian tujuan. Metode yang tepat adalah metode yang sesuai dengan materi dan tujuan
kurikulum yang akan dicapai dalam setiap pokok bahasan. Dalam posisi ini guru hendaknya
tidak menerapkan satu metode saja, tetapi guru dapat menerapkan berbagai metode agar proses
pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan dan mencapai sasaran yang direncanakan.
Dengan demikian rencana yang sudah disusun dapat diterapkan secara optimal[26].

2.4.4    Komponen evaluasi
Pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah berakhir (Oliva, 1988).
Proses tersebut meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Merujuk pada pendapat
tersebut, maka dalam konteks pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari pengembangan dari kurikulum itu sendiri. Melalui evaluasi, dapat
ditentukan nilai dan arti kurikulum, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu
kurikulum dapat dipertahankan atau tidak, bagian mana yang harus disempurnakan. Evaluasi
merupakan komponen untuk melihat efektivitas pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum
evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai
atau belum, atau evaluasi digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang
ditetapkan. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven (1967) adalah evaluasi sebagai fungsi sumatif
dan evaluasi sebagai fungsi formatif[27].

2.5    Pengembangan Kurikulum
2.5.1   Konsep Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan agar kurikulum
yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional[28].  
Definisi yang dikemukakan terdahulu menggambarkan pengertian yang membedakan
antara apa yang direncanakan (kurikulum) dengan apa yang sesungguhnya terjadi di kelas
(instruction/pengajaran). Memang banyak ahli kurikulum yang menentang pemisahan ini, tetapi
banyak pula yang menganut pendapat adanya perbedaan antara keduanya. Kelompok yang
menyetujui pemisahan itu beranggapan bahwa kurikulum adalah rencana yang mungkin saja
terlaksana tapi mungkin saja tidak, sedangkan apa yang terjadi di sekolah/kelas adalah sesuatu
yang benar-benar terjadi yang mungkin berdasarkan rencana tetapi mungkin juga berbeda atau
bahkan menyimpang dari apa yang di rencanakan. Perbedaan titik pandangan ini tidak sama
dengan perbedaan cara pandang antara kelompok ahli kurikulum dengan ahli pengajaran. Baik
ahli kurikulum maupun pengajaran mempelajari fenomena kegiatan kelas, tetapi dengan latar
belakang teoretis dan tujuan yang berbeda[29].

2.5.2   Lembaga yang mengembangkan kurikulum


Untuk menyusun kurikulum nasional, sudah tentu ada lembaga tertentu yang telah
diberikan tugas dan tanggung jawab untuk menyusun atau mengembangkan kurikulum yang
akan digunakan secara nasional. Di indonesia, lembaga itu dikenal sebagai Pusat Kurikulum,
yang berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional (Balitbang
Diknas). Di Negara lain tentu saja ada lembaga seperti itu. Ada beberapa pemangku kepentingan
yang menurut David G. Amstrong biasanya dilibatkan dalam pengembangan kurikulum,
yaitu[30]:
a.         Curriculum specialist (spesialis kurikulum, ahli kurikulum);
b.         Teacher/instructors (guru/instruktur);
c.         Learners (peserta didik);
d.        Principals/corporate unit supervisors (kepala sekolah/unit pengawas sekolah);
e.         Central office administrator/corporeate administrators (administrator kantor
pusat/administrator perusahaan);
f.          Special experts (ahli special);
g.         Lay public representatives (perwakilan masyarakat umum).

2.5.3   Fase-Fase Pengembangan Kurikulum


Model pengembangan kurikulum berikut ini adalah model yang biasanya digunakan
dalam banyak proses pengembangan kurikulum. Dalam model ini kurikulum lebih banyak
mengambil posisi pertama yaitu sebagai rencana dan kegiatan. Ide yang dikembangkan pada
langkah awal lebih banyak berfokus pada kualitas apa yang harus dimiliki dalam belajar suatu
disiplin ilmu, teknologi, agama, seni, dan sebagainya. Pada fase pengembangan ide,
permasalahan pendidikan hanya terbatas pada permasalahan transfer dan transfer. Masalah yang
muncul di masyarakat atau ide tentang masyarakat masa depan tidak menjadi kepedulian
kurikulum. Kegiatan evaluasi diarahkan untuk menemukan kelemahan kurikulum yang ada,
model yang tersedia dan dianggap sesuai untuk kurikulum baru, dan diakhiri dengan melihat
hasil kurikulum berdasarkan ketercapaian tujuan pendidikan yang tertuang di dalam kurikulum.
[31]
Sejarah perkembangan kurikulum sekolah yang digunakan di indonesia telah berlangsung
cukup lama, sejak lahirnya kurikulum yang pertama di indonesia, yakni yang disebut dengan
nama Rencana Pelajaran 1947. Pada waktu itu, istilah kurikulum bahkan belum digunakan sama
sekali. Setelah lahir UU Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikn dan Pengajaran,
lahir pula kurikulum baru sebagai perbaikan dari Rencana Pelajaran 1947 tersebut, sampai
akhirnya kurikulum di indonesia dikenal dengan menggunakan istilah kurikulum yang pertama
kalinya. Perubahan dan perkembangan kurikulum yang satu sampai dengan kurikulum yang
lain  di indonesia bahkan telah memberikan kesan “ganti menteri ganti kurikulum”, padahal
perubahan dan perkembangan kurikulum itu memang satu keniscayaan. Dalam teori dikenal
bahwa perubahan kurikulum pada umumnya terjadi dalam waktu sekitar 10 (sepuluh) tahunan.
Mengapa? Karena selama sepuluh tahunan tersebut, masyarakat telah mengalami banyak
perubahan dalam berbagai bidang, seperti kondisi sosial, ekonomi, politik, dan bahkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kelahiran era millennium pada abad XXI, sebagai contoh, yang telah
melahirkan era teknologi informasi, yang telah menjadikan dunia tanpa batas (the borderless
world). Sudah tentu, semua perubahan itu harus diantisipasi oleh para pengembang kurikulum
(curriculum developer) agar kurikulum yang disusun tidak ketinggalan zaman.[32]
Dalam proses pengembangan tersebut unsur-unsur luar seperti kebudayaan di mana suatu
lembaga pendidikan berada tidak pula mendapat perhatian. Konsep diversifikasi kurikulum
menempatkan konteks sosial-budaya seharusnya menjadi pertimbangan utama. Sayangnya,
karena sifat ilmu yang universal menyebabkan konteks social-budaya tersebut terabaikan.
2.5.4   Langkah-Langkah dalam Pengembangan Kurikulum
Dalam garis besarnya kita dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut[34] :
1.         Kumpulkan keterangan mengenai faktor-faktor yang turut menentukan kurikulum serta latar
belakangnya.
Pertanyaan yang perlu dijawab ialah antara lain :
-            Apakah definisi kurikulum yang akan dikembangkan ?
-            Apakah faktor-faktor utama yang mempengaruhi kurikulum itu?
-            Apa, kepada siapa, apa sebab, bagaimana organisasi bahan yang akan diajarkan?
-            Adakah alternatif lain?
2.         Tentukan, mata pelajaran atau mata kuliah yang akan diajarkan
-            Berhubungan dengan pertimbanagna diatas, mata pelajaran apakah yang dianggap paling
serasi untuk diberikan/
-            Bagimanakan scope dan squencenya?
3.         Rumuskan tujuan tiap matapelajaran.
-            Apakah pada umumnya diharapkan dari siswa?
4.         Tentukan hasil belajar yang diharapkan dari siwa dalam tiap matapelajarn.
-            Apakah standar hasil belajar siswa dalam tiap matapeljaran dalam aspek kognitif, efektif dan
psikomotor?
5.         Tentukan topik-topik tiap mata pelajaran
-            Bagaimanakah menentukan topik tiap mata pelajaran, beserta luas dan urutan bahanya
berhubungan dengan tujuan yang telah dirincikan?
-            Bagaimankah organisasi yang serasi bagi topik-topik itu?
6.         Tentukan syarat-syarat yang dituntut dari siswa
-            Bagaimanakah tingkat perkembangan dan pengetahuan siswa?
-            Apakah syarat agar siswa dapat mengikuti pelajaran?
-            Kegiatan-kegiatan apakah yang harus dapat dilakukan siswa agar dapat mencapai tujuan
pelajaran?
7.         Tentukan bahan yang harus dibaca oleh siswa
-            Sumber bahan apa yang tersedia antara lain diperpustakaan?
-            Sumber bacaan apa yang dapat disediakan?
-            Bacaan apa yang esensial dan bacaan apa sebagai pelengkap atau sebagai rujukan?
8.         Tentukan strategi mengajar yang serasi serta sediakan berbagai sumber/alat peraga proses
belajar mengajar.
-            Berhubungan dengan bahan pelajaran dan taraf perkembangan dan pengetahuan siswa
strategi mengajar yang bagaimana akan paling efektif.
-            Alat instruksional/alat perga apakah yang telah ada dan alat serta sumber apakah dapat
disediakan.
9.         Tentukan alat evaluasi hasil belajar siswa serta skala penilaianya :
-            Alat apa, kegiatan apa yang akan digunakan untuk mengukur taraf kemajuan siswa
-            Bagaimana cara memberi nilai siswa
-            Apakah akan diberi weight yang berbeda untuk aspek tertentu?
10.     Buat desai rencana penilaian kurikulum secara keseluruhan dan strategi perbikanya.
-            Kapan dan berapa kali harus diadakan evaluasi kurikulum serta revisinya?
-            Alat, proses atau prosedur apakah dapat digunakan?
-            Kapan dan berapa kali harus diadakan evaluasi kurikulum serta revisinya?

Menyusun silabus yang berisi pokok-pokok bahasan atau topik dan sub-topik tiap mata
pelajaran/mata kuliah termasuk tanggung jawab pengajar disekolah atau jurusan.
Demikian pula halnya dalam penyusunan pedoman intruksional, karena guru/dosenlah
yang bertanggung jawab untuk merencanakan menyusun, menyampaikan dan mengevaluasi
satuan peljaran. Maka karena itu tiap guru atau dosen seorang pengembang kurikulum.
2.6    Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Pertautan antara satu komponen dan komponen pendidikan
lainnya dapat dilihat pada bagan berikut[35]:
Dari gambar 1 nampak bahwa pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan
peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan.
Pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal. Guru sebagai pendidik di sekolah
telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru. Ia telah mempelajari ilmu,
keterampilan, dan seni sebagai guru. Ia juga telah dibina untuk memiliki kepribadian sebagai
pendidik. Guru melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dengan rencana dan persiapan yang
matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang jelas, bahan-bahan yang disusun secara sistematis
dan rinci, dengan cara dan alat-alat yang telah dipilih dan dirancang secara cermat.
Adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan
di sekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah.
Kalau kurikulum merupakan syarat mutlak, hal itu berarti bahwa kurikulum merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran. Setiap praktik pendidikan diarahkan pada
pencapaian tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan,
pengembangan pribadi, kemampuan sosial ataupun kemampuan bekerja. Untuk menyampaikan
bahan pelajaran, ataupun mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan metode
penyampaian serta alat-alat bantu tertentu. Untuk menilai hasil dan proses pendidikan, juga
diperlukan cara dan alat-alat penilaian tertentu pula. Keempat hal tersebut, yaitu tujuan, bahan
ajar, metode dan alat, serta penilaian merupakan komponen-komponen utama kurikulum.
Dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa berlangsung.
Interaksi ini selalu terjadi dalam lingkungan fisik, alam, social budaya, ekonomi, politik dan
religi[36].
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum
mengarahkan segala bentuk aktifitas pendidikan demi tercapaianya tujuan-tujuan pendidikan.
Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan memberikan pedoman dan pegangan
tentang jenis, lingkup, dan urutan isi serta proses pendidikan. Dengan kata lain, mutu bangsa di
kemudian hari bergantung pada pendidikan yang ditempuh oleh anak-anak sekarang, terutama
melalui pendidikan formal yang diterima di sekolah. Apa yang akan dicapai disekolah,
ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi barangsiapa yang menguasai kurikulum memegang
nasib bangsa dan Negara. Maka dapat dipahami bahwa kurikulum sebagai alat Bantu yang vital
bagi perkembangan bangsa sehingga dapat dipahami bahwa betapa pentingnya usaha
mengembangkan kurikulum[37].
Posisi sentral ini menunjukkan bahwa di setiap unit pendidikan kegiatan kependidikan
yang utama adalah proses interaksi akademik antara peserta didik, pendidik, sumber dan
lingkungan. Posisi sentral ini menunjukkan pula bahwa setiap interaksi akademik adalah jiwa
dari pendidikan. Dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan atau pengajaran pun tidak dapat
dilakukan tanpa interaksi dan kurikulum adalah desain dari interaksi tersebut. Dalam posisi ini
maka kurikulum merupakan bentuk akuntabilitas lembaga pendidikan terhadap masyarakat.
Setiap lembaga pendidikan, apakah lembaga pendidikan yang terbuka untuk setiap orang ataukah
lembaga pendidikan khusus haruslah dapat mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya
terhadap masyarakat. Lembaga pendidikan tersebut harus dapat memberikan "academic
accountability" dan "legal accountability" berupa kurikulum. Oleh karena itu jika ada yang ingin
mengkaji dan mengetahui kegiatan akademik apa dan apa yang ingin dihasilkan oleh suatu
lembaga pendidikan maka ia harus melihat dan mengkaji kurikulum. Jika seseorang ingin
mengetahui apakah yang dihasilkan ataukah pengalaman belajar yang terjadi di lembaga
pendidikan tersebut tidak bertentangan dengan hukum maka ia harus mempelajari dan mengkaji
kurikulum lembaga pendidikan tersebut[38].
Dalam pengertian "intrinsic" kependidikan maka kurikulum adalah jantung pendidikan
Artinya, semua gerak kehidupan kependidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang
direncanakan kurikulum. Kehidupan di sekolah adalah kehidupan yang dirancang berdasarkan
apa yang diinginkan kurikulum. Pengembangan potensi peserta didik menjadi kualitas yang
diharapkan adalah didasarkan pada kurikulum. Proses belajar yang dialami peserta didik di kelas,
di sekolah, dan di luar sekolah dikembangkan berdasarkan apa yang direncanakan kurikulum.
Kegiatan evaluasi untuk menentukan apakah kualitas yang diharapkan sudah dimiliki oleh
peserta didik dilakukan berdasarkan rencana yang dicantumkan dalam kurikulum. Oleh karena
itu kurikulum adalah dasar dan sekaligus pengontrol terhadap aktivitas pendidikan. Tanpa
kurikulum yang jelas apalagi jika tidak ada kurikulum sama sekali maka kehidupan pendidikan
di suatu lembaga menjadi tanpa arah dan tidak efektif dalam mengembangkan potensi peserta
didik menjadi kualitas pribadi yang maksimal[39].
Secara singkat, posisi kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga. Posisi pertama adalah
kurikulum adalah "construct" yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi di masa
lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan. Pengertian
kurikulum berdasarkan pandangan filosofis perenialisme dan esensialisme sangat mendukung
posisi pertama kurikulum ini. Kedua, adalah kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk
menyelesaikan berbagai masalah social yang berkenaan dengan pendidikan. Posisi ini
dicerminkan oleh pengertian kurikulum yang didasarkan pada pandangan filosofi progresivisme.
Posisi ketiga adalah kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan
masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa
dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan[40].

2.7    Pendekatan-Pendekatan Kurikulum
Para ahli kurikulum selama ini telah mendapatkan sejumlah pendekatan umum dalam
pengembangan kurikulum masing-masing berdasarkan fokus utama tertentu. Cara
pengelompokan oleh para ahli itu agak berlainan, namun apa yang dikemukakan disini boleh
dikatakan telah mencakup kebanyakan dari pendekatan utama dewasa ini. Beberapa Pendekatan
tersebut ialah[41]:
2.7.1   Pendekatan bidang studi (pendekatan subjek atau disiplin ilmu)
Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar organisasi
kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah dan geografi, atau ipa, ips dan sebagainya seperti
yang lazim kita dapati dalam sistem pendidikan kita sekarang disemua sekolah dan universitas.
Disini dpaat dibedakan “macro-organiser” “organizer” dan “micro-organizer” misalnya:
Macro organizer      : Matematika
Orgabize                 : aljabar, Geometri, Kalkulus.
Micro organize        : Aljabar I, Aljabar II, dan sebaginya
Yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan proses dalam
disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi ini sesuai dengan falsafah realisme. Pendekatan ini paling
mudah dibandingkan dengan pendekatan lainya. Kurikulum ini terutama didasarkan atas
determinan hakikat pengetahuan dengan mengabaikan ketiga determinan lainya.

2.7.2   Pendekatan interdisipliner
Berikut beberapa pendekatan interdisipliner dalam pengembangan kurikulum.
a.    Pendekatan broad-field
Pendekatan ini berusaha menginteregasikan beberapa disiplin atau matapelajaran yang
saling berkaitan agar siswa siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau
kehampaan akan tetapi merupakan bagian dari kehidupan manusia.
b.    Pendekatan Kurikulum Inti (Core Curriculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan
berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah social atau personal.
Kurikulum ini berusaha menghilangkan tembok pemisah yang tak wajar antara berbagai
disiplin ilmu agar siswa dapat menerapkan secara fungsional pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya dari berbagai disiplin ilmu guna memecahkan masalah social personal masa kini.
c.    Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum Perguruan Tinggi. Dengan “core”
dimaksud dari semua disiplin ilmu yang dianggap layak dimiliki oleh tiap orang terdidik dan
terpelajar.
d.   Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikulum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua (atau lebih) disiplin tradisional menjadi
bidang studi baru.
Semua pendekatan interdisipliner ini mempunyai tujuan yang sama, yakni agar mengajar-
belajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami dalam konteks kehidupan kita.
2.7.3   Pendekatan Rekonstruksionisme
 Pendekatan ini juga disebut Rekonstruksi Sosial karena memfokuskan kurikulum pada
masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi , ledakan penduduk,
rasialisme, interdepensi global, kemiskinan, malapetaka akibat kemajuan teknologi, perang dan
damai, keadilan social, hak asasi manusia, dan lain-lain.
Dalam gerakan rekonstruksionisme ini terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda
pandangannya tentang kurikulum, yakni rekonstruksionisme konservatif dan rekonstruksionisme
radikal.
Kedua pendirian yang saling bertentangan ini, baik yang konservatif maupun yang
radikal, mempunyai  unsur kesamaan . masing-masing berpendirian bahwa missi sekolah, ialah
untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat.

2.7.4   Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa, jadi “student-centered”, dan mengutamakan
perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian internal dari proses belajar.
Para pendidik humanistikyakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus
dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberi  hasil maksimal.
Pendidikan yang berpusat pada siswa menfokuskan kurikulum pada kebutuhan siswa baik
personal maupun social.
Di Perguruan Tinggi topic-topik yang dapat dibicarakan antara lain mengenai cara belajar
mandiri, mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah lulus, membentuk integritas pribadi, dan
sebagainya.
Kurikulum humanistik didasarkan atas apa yang kadang-kadang disebut “psikologi
humanistik” yang erat hubungannya dengan psikologi lapangan (field psychology) dan teori
kepribadian (khususnya maslow). Pendekatan humanistic tampak terutama dalam proses
interaksi dalam kelas, dalam suasana belajar, dalam cara menyajikan pelajaran, jadi bukan dalam
orientasi falsafahnya.

2.7.5   Pendekatan “Accoutability”
Menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan
dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka. Akuntabilitas yang sistematis pertama
kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang industry pada permulaan abad ini.
Walaupun akuntabilitas pendidikan bukan sesuatu yang baru, pendekatan ini mulai
mendominasi kurikulum dalam seperempat abad akhir-akhir ini.
Suatu sistem yang accountable menentukan standard an tujuan spesifik yang jelas serta
mengukur efektifitasntya berdasarkan taraf keberhasilan siswa mencapai standar itu.
Gerakan ini telah mulai dirasakan di perguruan tinggi sewaktu di Amerka Serikat dituntut
agar universitas memperlihatkan dan membuktikan keberhasilannya yang berstandar tinggi.

2.7.6   Pendekatan Pembangunan Nasional


Hingga batas tertentu kurikulum ini terdapat di semua sekolah. Pendekatan ini
mengandung tiga unsur:
1.         Pendidikan Kewarganegaraan
2.         Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional.
3.         Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari.

BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Kurikulum mempunyai dua makna. Pertama, sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus
dipelajari oleh siswa. kedua, satu program pembelajaran khusus. Dalam pengelolaanya harus
dilakukan bersama yang harus dilakukan baik oleh pencetus pendidikan ataupun penjalan
kurikulum, pengelolaan kurikulum tidak dapat dipisahkan dari guru atau dosen yang
menjalankanya, sebaik-baiknya kurikikulum apabila tidak diaplikasikan dengan baik tentulah
tidak dapat diambil manfaatnya. Oleh Karena itu sangat diperlukan oleh guru atau dosen
mengerti tentang kurikulum yang akan diajarkan.

3.2    Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca bisa lebih mengetahui tentang
Pengelolaan Kurikulum. Terlebih khusus lagi kepada mereka calon guru, semoga bisa menjadi
bahan pelajaran yang baik, dan semoga bisa diterapkan nanti ketika kita sudah bekerja menjadi
seorang guru.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Faisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta : Gema Islami
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Muryani, Sri. 2011. E-Jurnal Satya Widya, Vol 29, No. 2. Salatiga : Program Studi Pendidikan
Ekonomi FKIP – UKSW.
Mustofa. 2010. Modul Mata Kuliah Kurikulum dan Buku Teks Ekonomi. Yogyakarta: UNY
Nasution, S.  2012. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Permendiknas UU No. 20 Tahun 2003.
Suparlan. 2012. Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. 2013. Manajemen
Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai