PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum adalah suatu sistem yang mempunyai komponen-komponen yang saling
berkaitan erat dan menunjang satu sama lain. Komponen-komponen kurikulum tersebut terdiri
dari tujuan, materi pembelajaran, metode, dan evaluasi. Dalam bentuk sistem ini kurikulum akan
berjalan menuju suatu tujuan pendidikan dengan adanya saling kerja sama diantara seluruh
subsistemnya. Apabila salah satu dari variabel kurikulum tidak berfungsi dengan baik maka
sistem kurikulum akan berjalan kurang baik dan maksimal.
Berangkat dari bentuk kurikulum tersebut, maka dalam pelaksanaan kurikulum sangat
diperlukan suatu pengorganisasian pada seluruh komponennya. Dalam proses pengorganisasian
ini akan berhubungan erat dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengontrolan. Sedangkan manajemen adalah salah satu displin ilmu yang implikasinya
menerapkan proses-proses tersebut.Maka dalam penerapan pelaksanaan kurikulum, seorang yang
mengelola lembaga pendidikan harus menguasai ilmu manajemen, baik untuk mengurus
pendidikan ataupun kurikulumnya.
Pengelolaan kurikulum merupakan suatu pola pemberdayaan tenaga pendidikan dan
sumberdaya pendidikan lainnya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kurikulum itu sendiri hal
yang sangat menetutukan kebehasilan kegiatan belajar mengajar secara maksimal.
Pengelolaan kurikulum berkaitan dengan pengelolaan pengalaman belajar yang
membutuhkan stretegi tertentu sehingga menghasilkan produktifitas belajar bagi siswa. Dengan
demikian, kami ingin memberikan pemaparan dalam suatu pengelolaan kurikulum. Dan kami
berniat untuk membuat suatu makalah yang berjudul Pengelolaan Kurikulum.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengelolaan kurikulum?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia?
3. Bagaimana Prinsip dan Fungsi Pengelolaan Kurikulum?
4. Jelaskan Komponen-Komponen Kurikulum!
5. Bagaimana Pengembangan Kurikulum?
6. Bagaimana Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan!
7. Jelaskan Pendekatan-Pendekatan Kurikulum!
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan Konsep dasar pengelolaan kurikulum?
2. Menjelaskan Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia?
3. Menjelaskan Prinsip dan Fungsi Pengelolaan Kurikulum?
4. Menjelaskan Komponen-Komponen Kurikulum!
5. Menjelaskan Pengembangan Kurikulum?
6. Menjelaskan Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan!
7. Menjelaskan Pendekatan-Pendekatan Kurikulum!
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2 Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum baru masuk khazanah perbendaharaan kata dalam dunia pendidikan di
Indonesia pada sekitar tahun 1968, sejak kelahiran Kurikulum sebelumnya, yaitu Rencana
Pelajaran 1950. Ketika itu, istilah yang digunakan dalam dunia pendidikan adalah rencana
pelajaran, bukan kurikulum.[2]
Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata dalam Bahasa Latin ”curir” yang artinya
pelari, dan ”curere” yang artinya ”tempat berlari”. Pengertian awal kurikulum adalah suatu jarak
yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis start sampai dengan finish. Dengan demikian,
istilah kurikulum pada awalnya berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi kuno di
Yunani, dan kemudian diadopsi ke dalam dunia pendidikan.[3]
Pengertian tersebut kemudian digunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian
sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta
didik dalam menempuh pendidikan di lembaga pendidikan.[4]
In The Curriculum, the first textbook published on the subject, in 1918, John Franklin Bobbitt
said that curriculim, as an idea, has its roots in the Latin word for race-course, explaining the
curriculum as the course of deeds and experiences through which children become the adults
they should be, for success in adult society. Furthermore, the curriculum encompasses the entire
scope of formative deed and experience occurring in and out of school, and not experiences
occurring in school; experiences that are unplanned and undirected, and experiences
intentionally directed for the purposeful formation of adult members of
society (www.wikipedia.com)[5].
Secara bebas, kutipan tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: “Di dalam The
Curriculum, buku teks pertama yang diterbitkan tentang mata kuliah itu pada tahun 1918, John
Franklin Bobbit mengatakan bahwa kurikulum, sebagai satu gagasan, memiliki akar kata Bahasa
Latin “race course” (tempat berlari), yang menjelaskan bahwa kurikulum sebagai mata pelajaran
dan pengalaman yang harus diperoleh anak-anak sampai menjadi dewasa, agar kelak sukses
setelah menjadi dewasa. Lebih dari itu, kurikulum merupakan keseluruhan kegiatan dan
pengalaman yang diperoleh di dalam dan di luar sekolah, pengalaman yang direncanakan dan
yang tidak direncanakan, serta pengalaman yang secara sungguh-sungguh diarahkan untuk
mencapai tujuan pembentukan warga masyarakat orang dewasa[6].
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan dan sekaligus
indikator mutu pendidikan. Indonesia tercatat lima kali merevisi kurikulum pendidikan dasar dan
menengah. Revisi kurikulum tersebut bertujuan untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, guna mengantisipasi perkembangan jaman, serta
memberikan acuan bagi penyelenggaraan pembelajaran di satuan pendidikan[7].
Kurikulum kemudian mempunyai dua makna. Pertama, sebagai sejumlah mata pelajaran
yang harus dipelajari oleh siswa. kedua, satu program pembelajaran khusus. Dalam kasus
kemudian kurikulum pada umumnya menjelaskan tentang proses pengajaran, pembelajaran, dan
bahan penilaian pendidikan yang diberikan kepada peserta didik.[8]
Untuk memperkaya khasanah pengetahuan secara lebih mendalam Anda perlu membaca
pendapat para ahli kurikulum berikut ini[9]:
1. J. Lioyad Trump dan Delmas F. Miller
Kurikulum adalah metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program,
perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal
struktural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
2. Saylor dan Alexander
Kurikulum adalah tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan
lain, di dalam dan di luar kelas, yang berada dibawah tanggungjawab sekolah.
3. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores
Kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan
pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
4. Alice Miel
Kurikulum adalah segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh
anak di sekolah
Beberapa definisi kurikulum yang diambil dari beberapa sumber atau referensi dapat
disebutkan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 2.1 Beberapa Definisi Kurikulum[10]
No. Pakar Definisi
1 John Franklin Curriculum, as an idea, has its roots in the Latin
Bobbit, (1918) word for race-course, explaining the curriculum as
the course of deeds and experiences through which
children become the adults they should be, for
success in adult society.
2 Hilda Taba Curriculum is a plan for learning.
(1962)
3 Caswell and Curriculum is all of the experiences children have
Campbell under the guidance of teachers.
(1935)
4 Edward A. A curriculum consists of the means used to achieve or
Krug (1957) carry out given purposes of schooling.
5 Beauchamp A curriculum is a written document which may
(1972) contain many ingredients, but basically it a plan for
the
6 Saylor dan “The total effort of school to going desired outcomes
Alexander
in school and out school situations”.
Kemudian menurut Depdikbud dalam Dimyati dan Mudjiono, 2013, hal. 268,
menyatakan bahwa kurikulum merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis sehingga perlu
dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan
yang ada dalam masyarakat[11].
Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[12]
2.4 Komponen-Komponen Kurikulum
Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen tertentu.
2.4.4 Komponen evaluasi
Pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah berakhir (Oliva, 1988).
Proses tersebut meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Merujuk pada pendapat
tersebut, maka dalam konteks pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari pengembangan dari kurikulum itu sendiri. Melalui evaluasi, dapat
ditentukan nilai dan arti kurikulum, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu
kurikulum dapat dipertahankan atau tidak, bagian mana yang harus disempurnakan. Evaluasi
merupakan komponen untuk melihat efektivitas pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum
evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai
atau belum, atau evaluasi digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang
ditetapkan. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven (1967) adalah evaluasi sebagai fungsi sumatif
dan evaluasi sebagai fungsi formatif[27].
2.5 Pengembangan Kurikulum
2.5.1 Konsep Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan agar kurikulum
yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional[28].
Definisi yang dikemukakan terdahulu menggambarkan pengertian yang membedakan
antara apa yang direncanakan (kurikulum) dengan apa yang sesungguhnya terjadi di kelas
(instruction/pengajaran). Memang banyak ahli kurikulum yang menentang pemisahan ini, tetapi
banyak pula yang menganut pendapat adanya perbedaan antara keduanya. Kelompok yang
menyetujui pemisahan itu beranggapan bahwa kurikulum adalah rencana yang mungkin saja
terlaksana tapi mungkin saja tidak, sedangkan apa yang terjadi di sekolah/kelas adalah sesuatu
yang benar-benar terjadi yang mungkin berdasarkan rencana tetapi mungkin juga berbeda atau
bahkan menyimpang dari apa yang di rencanakan. Perbedaan titik pandangan ini tidak sama
dengan perbedaan cara pandang antara kelompok ahli kurikulum dengan ahli pengajaran. Baik
ahli kurikulum maupun pengajaran mempelajari fenomena kegiatan kelas, tetapi dengan latar
belakang teoretis dan tujuan yang berbeda[29].
Menyusun silabus yang berisi pokok-pokok bahasan atau topik dan sub-topik tiap mata
pelajaran/mata kuliah termasuk tanggung jawab pengajar disekolah atau jurusan.
Demikian pula halnya dalam penyusunan pedoman intruksional, karena guru/dosenlah
yang bertanggung jawab untuk merencanakan menyusun, menyampaikan dan mengevaluasi
satuan peljaran. Maka karena itu tiap guru atau dosen seorang pengembang kurikulum.
2.6 Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Pertautan antara satu komponen dan komponen pendidikan
lainnya dapat dilihat pada bagan berikut[35]:
Dari gambar 1 nampak bahwa pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan
peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan.
Pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal. Guru sebagai pendidik di sekolah
telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru. Ia telah mempelajari ilmu,
keterampilan, dan seni sebagai guru. Ia juga telah dibina untuk memiliki kepribadian sebagai
pendidik. Guru melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dengan rencana dan persiapan yang
matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang jelas, bahan-bahan yang disusun secara sistematis
dan rinci, dengan cara dan alat-alat yang telah dipilih dan dirancang secara cermat.
Adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan
di sekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah.
Kalau kurikulum merupakan syarat mutlak, hal itu berarti bahwa kurikulum merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran. Setiap praktik pendidikan diarahkan pada
pencapaian tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan,
pengembangan pribadi, kemampuan sosial ataupun kemampuan bekerja. Untuk menyampaikan
bahan pelajaran, ataupun mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan metode
penyampaian serta alat-alat bantu tertentu. Untuk menilai hasil dan proses pendidikan, juga
diperlukan cara dan alat-alat penilaian tertentu pula. Keempat hal tersebut, yaitu tujuan, bahan
ajar, metode dan alat, serta penilaian merupakan komponen-komponen utama kurikulum.
Dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa berlangsung.
Interaksi ini selalu terjadi dalam lingkungan fisik, alam, social budaya, ekonomi, politik dan
religi[36].
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum
mengarahkan segala bentuk aktifitas pendidikan demi tercapaianya tujuan-tujuan pendidikan.
Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan memberikan pedoman dan pegangan
tentang jenis, lingkup, dan urutan isi serta proses pendidikan. Dengan kata lain, mutu bangsa di
kemudian hari bergantung pada pendidikan yang ditempuh oleh anak-anak sekarang, terutama
melalui pendidikan formal yang diterima di sekolah. Apa yang akan dicapai disekolah,
ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi barangsiapa yang menguasai kurikulum memegang
nasib bangsa dan Negara. Maka dapat dipahami bahwa kurikulum sebagai alat Bantu yang vital
bagi perkembangan bangsa sehingga dapat dipahami bahwa betapa pentingnya usaha
mengembangkan kurikulum[37].
Posisi sentral ini menunjukkan bahwa di setiap unit pendidikan kegiatan kependidikan
yang utama adalah proses interaksi akademik antara peserta didik, pendidik, sumber dan
lingkungan. Posisi sentral ini menunjukkan pula bahwa setiap interaksi akademik adalah jiwa
dari pendidikan. Dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan atau pengajaran pun tidak dapat
dilakukan tanpa interaksi dan kurikulum adalah desain dari interaksi tersebut. Dalam posisi ini
maka kurikulum merupakan bentuk akuntabilitas lembaga pendidikan terhadap masyarakat.
Setiap lembaga pendidikan, apakah lembaga pendidikan yang terbuka untuk setiap orang ataukah
lembaga pendidikan khusus haruslah dapat mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya
terhadap masyarakat. Lembaga pendidikan tersebut harus dapat memberikan "academic
accountability" dan "legal accountability" berupa kurikulum. Oleh karena itu jika ada yang ingin
mengkaji dan mengetahui kegiatan akademik apa dan apa yang ingin dihasilkan oleh suatu
lembaga pendidikan maka ia harus melihat dan mengkaji kurikulum. Jika seseorang ingin
mengetahui apakah yang dihasilkan ataukah pengalaman belajar yang terjadi di lembaga
pendidikan tersebut tidak bertentangan dengan hukum maka ia harus mempelajari dan mengkaji
kurikulum lembaga pendidikan tersebut[38].
Dalam pengertian "intrinsic" kependidikan maka kurikulum adalah jantung pendidikan
Artinya, semua gerak kehidupan kependidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang
direncanakan kurikulum. Kehidupan di sekolah adalah kehidupan yang dirancang berdasarkan
apa yang diinginkan kurikulum. Pengembangan potensi peserta didik menjadi kualitas yang
diharapkan adalah didasarkan pada kurikulum. Proses belajar yang dialami peserta didik di kelas,
di sekolah, dan di luar sekolah dikembangkan berdasarkan apa yang direncanakan kurikulum.
Kegiatan evaluasi untuk menentukan apakah kualitas yang diharapkan sudah dimiliki oleh
peserta didik dilakukan berdasarkan rencana yang dicantumkan dalam kurikulum. Oleh karena
itu kurikulum adalah dasar dan sekaligus pengontrol terhadap aktivitas pendidikan. Tanpa
kurikulum yang jelas apalagi jika tidak ada kurikulum sama sekali maka kehidupan pendidikan
di suatu lembaga menjadi tanpa arah dan tidak efektif dalam mengembangkan potensi peserta
didik menjadi kualitas pribadi yang maksimal[39].
Secara singkat, posisi kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga. Posisi pertama adalah
kurikulum adalah "construct" yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi di masa
lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan. Pengertian
kurikulum berdasarkan pandangan filosofis perenialisme dan esensialisme sangat mendukung
posisi pertama kurikulum ini. Kedua, adalah kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk
menyelesaikan berbagai masalah social yang berkenaan dengan pendidikan. Posisi ini
dicerminkan oleh pengertian kurikulum yang didasarkan pada pandangan filosofi progresivisme.
Posisi ketiga adalah kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan
masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa
dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan[40].
2.7 Pendekatan-Pendekatan Kurikulum
Para ahli kurikulum selama ini telah mendapatkan sejumlah pendekatan umum dalam
pengembangan kurikulum masing-masing berdasarkan fokus utama tertentu. Cara
pengelompokan oleh para ahli itu agak berlainan, namun apa yang dikemukakan disini boleh
dikatakan telah mencakup kebanyakan dari pendekatan utama dewasa ini. Beberapa Pendekatan
tersebut ialah[41]:
2.7.1 Pendekatan bidang studi (pendekatan subjek atau disiplin ilmu)
Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar organisasi
kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah dan geografi, atau ipa, ips dan sebagainya seperti
yang lazim kita dapati dalam sistem pendidikan kita sekarang disemua sekolah dan universitas.
Disini dpaat dibedakan “macro-organiser” “organizer” dan “micro-organizer” misalnya:
Macro organizer : Matematika
Orgabize : aljabar, Geometri, Kalkulus.
Micro organize : Aljabar I, Aljabar II, dan sebaginya
Yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan proses dalam
disiplin ilmu tertentu. Tipe organisasi ini sesuai dengan falsafah realisme. Pendekatan ini paling
mudah dibandingkan dengan pendekatan lainya. Kurikulum ini terutama didasarkan atas
determinan hakikat pengetahuan dengan mengabaikan ketiga determinan lainya.
2.7.2 Pendekatan interdisipliner
Berikut beberapa pendekatan interdisipliner dalam pengembangan kurikulum.
a. Pendekatan broad-field
Pendekatan ini berusaha menginteregasikan beberapa disiplin atau matapelajaran yang
saling berkaitan agar siswa siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau
kehampaan akan tetapi merupakan bagian dari kehidupan manusia.
b. Pendekatan Kurikulum Inti (Core Curriculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan
berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah social atau personal.
Kurikulum ini berusaha menghilangkan tembok pemisah yang tak wajar antara berbagai
disiplin ilmu agar siswa dapat menerapkan secara fungsional pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya dari berbagai disiplin ilmu guna memecahkan masalah social personal masa kini.
c. Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum Perguruan Tinggi. Dengan “core”
dimaksud dari semua disiplin ilmu yang dianggap layak dimiliki oleh tiap orang terdidik dan
terpelajar.
d. Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikulum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua (atau lebih) disiplin tradisional menjadi
bidang studi baru.
Semua pendekatan interdisipliner ini mempunyai tujuan yang sama, yakni agar mengajar-
belajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami dalam konteks kehidupan kita.
2.7.3 Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini juga disebut Rekonstruksi Sosial karena memfokuskan kurikulum pada
masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi , ledakan penduduk,
rasialisme, interdepensi global, kemiskinan, malapetaka akibat kemajuan teknologi, perang dan
damai, keadilan social, hak asasi manusia, dan lain-lain.
Dalam gerakan rekonstruksionisme ini terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda
pandangannya tentang kurikulum, yakni rekonstruksionisme konservatif dan rekonstruksionisme
radikal.
Kedua pendirian yang saling bertentangan ini, baik yang konservatif maupun yang
radikal, mempunyai unsur kesamaan . masing-masing berpendirian bahwa missi sekolah, ialah
untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat.
2.7.4 Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa, jadi “student-centered”, dan mengutamakan
perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian internal dari proses belajar.
Para pendidik humanistikyakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus
dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberi hasil maksimal.
Pendidikan yang berpusat pada siswa menfokuskan kurikulum pada kebutuhan siswa baik
personal maupun social.
Di Perguruan Tinggi topic-topik yang dapat dibicarakan antara lain mengenai cara belajar
mandiri, mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah lulus, membentuk integritas pribadi, dan
sebagainya.
Kurikulum humanistik didasarkan atas apa yang kadang-kadang disebut “psikologi
humanistik” yang erat hubungannya dengan psikologi lapangan (field psychology) dan teori
kepribadian (khususnya maslow). Pendekatan humanistic tampak terutama dalam proses
interaksi dalam kelas, dalam suasana belajar, dalam cara menyajikan pelajaran, jadi bukan dalam
orientasi falsafahnya.
2.7.5 Pendekatan “Accoutability”
Menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan
dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka. Akuntabilitas yang sistematis pertama
kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang industry pada permulaan abad ini.
Walaupun akuntabilitas pendidikan bukan sesuatu yang baru, pendekatan ini mulai
mendominasi kurikulum dalam seperempat abad akhir-akhir ini.
Suatu sistem yang accountable menentukan standard an tujuan spesifik yang jelas serta
mengukur efektifitasntya berdasarkan taraf keberhasilan siswa mencapai standar itu.
Gerakan ini telah mulai dirasakan di perguruan tinggi sewaktu di Amerka Serikat dituntut
agar universitas memperlihatkan dan membuktikan keberhasilannya yang berstandar tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kurikulum mempunyai dua makna. Pertama, sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus
dipelajari oleh siswa. kedua, satu program pembelajaran khusus. Dalam pengelolaanya harus
dilakukan bersama yang harus dilakukan baik oleh pencetus pendidikan ataupun penjalan
kurikulum, pengelolaan kurikulum tidak dapat dipisahkan dari guru atau dosen yang
menjalankanya, sebaik-baiknya kurikikulum apabila tidak diaplikasikan dengan baik tentulah
tidak dapat diambil manfaatnya. Oleh Karena itu sangat diperlukan oleh guru atau dosen
mengerti tentang kurikulum yang akan diajarkan.
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca bisa lebih mengetahui tentang
Pengelolaan Kurikulum. Terlebih khusus lagi kepada mereka calon guru, semoga bisa menjadi
bahan pelajaran yang baik, dan semoga bisa diterapkan nanti ketika kita sudah bekerja menjadi
seorang guru.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Faisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta : Gema Islami
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Muryani, Sri. 2011. E-Jurnal Satya Widya, Vol 29, No. 2. Salatiga : Program Studi Pendidikan
Ekonomi FKIP – UKSW.
Mustofa. 2010. Modul Mata Kuliah Kurikulum dan Buku Teks Ekonomi. Yogyakarta: UNY
Nasution, S. 2012. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Permendiknas UU No. 20 Tahun 2003.
Suparlan. 2012. Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. 2013. Manajemen
Pendidikan. Bandung: Alfabeta