Anda di halaman 1dari 36

Pengertian Kurikulum Dari Berbagai Ahli George A.

Beauchamp (1986) mengemukakan


bahwa : “ A Curriculum is a written document which may contain many ingredients, but
basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”.
Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman
atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel
dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa 5 kurikulum … to be composed of all the
experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ro
nald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content
of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to
learners under the auspices or direction of school. Sedangkan Hilda Taba (1962)
mengemukakan bahwa: “A curriculum usually contains a statement of aims and of specific
objectives; it indicates some selection and organization of content; it either implies or
manifests certain patterns of learning and teaching, whether because the objectives demand
them or because the content organization requires them. Finally, it includes a program of
evaluation of the outcomes”. Pengertian kurikulum menurut Hilda Taba menekankan pada
tujuan suatu statemen, tujuan-tujuan khusus, memilih dan mengorganisir suatu isi, implikasi
dalam pola pembelajaran dan adanya evaluasi. Sementara Unruh dan Unruh (1984)
mengemukakan bahwa “curriculum is defined as a plan for achieving intended learning
outcomes: a plan concerned with purposes, with what is to be learned, and with the result of
instruction”. Ini berarti bahwa kurikulum merupakan suatu rencana untuk keberhasilan
pembelajaran yang di dalamnya mencakup rencana yang berhubungan dengan tujuan, dengan
apa yang harus dipelajari, dan dengan hasil dari pembelajaran. Olivia (1997) mengatakan
bahwa “we may think of the curriculum as a program, a plan, content, and learning
experiences, whereas we may characterize instruction as methods, the teaching act,
implementation, and presentation”. Olivia termasuk orang yang setuju dengan pemisahan
antara kurikulum dengan pengajaran dan merumuskan kurikulum sebagai a plan or program
for all the experiences that the learner encounters under the direction of the school. Pendapat
yang sedikit berbeda tentang kurikulum dikemukakan oleh Marsh (1997), dia mengemukakan
bahwa kurikulum merupakan suatu hubungan antara perencanaan-perencanaan dengan
pengalaman-pengalaman yang seorang siswa lengkapi di bawah bimbingan sekolah. 6 Senada
dengan Marsh, Schubert (1986) mengatakan: “The in
Senada dengan Marsh, Schubert (1986) mengatakan: “The interpretation that teachers give to
subject matter and the classroom atmosphere constitutes the curriculum that students actually
experience”. Pengertian tersebut menggambarkan definisi kurikulum dalam arti teknis
pendidikan. Pengertian tersebut diperlukan ketika proses pengembangan kurikulum sudah
menetapkan apa yang ingin dikembangkan, model apa yang seharusnya digunakan dan
bagaimana suatu dokumen harus dikembangkan. Kebanyakan dari pengertian itu berorientasi
pada kurikulum sebagai upaya untuk mengembangkan diri peserta didik, pengembangan
disiplin ilmu, atau kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik untuk suatu pekerjaan
tertentu. Selanjutnya Dool (1993) memperkuat pendapatnya tentang kurikulum yang ada
sekarang dengan mengatakan: ”Education and curriculum have borrowed some concepts
from the stable, nonechange concept - for example, children following the pattern of their
parents, IQ as discovering and quantifying an innate potentiality. However, for the most part
modernist curriculum thought have adopted the closed version, one where - trough focusing -
knowledge is transmitted, transferred. This is, I believe, what our best contemporary
schooling is all about. Transmission frames our teaching-learning process”. Dengan transfer
dan transmisi maka kurikulum menjadi suatu fokus pendidikan yang ingin mengembangkan
pada diri peserta didik apa yang sudah terjadi dan berkembang di masyarakat. Kurikulum
tidak menempatkan peserta didik sebagai subjek yang mempersiapkan dirinya bagi kehidupan
masa datang tetapi harus mengikuti berbagai hal yang dianggap berguna berdasarkan apa
yang dialami oleh orang tua mereka. Dalam konteks ini maka disiplin ilmu memiliki posisi
sentral yang menonjol dalam kurikulum. Kurikulum, dan pendidikan, haruslah mentransfer
berbagai disiplin ilmu sehingga peserta didik menjadi warga masyarakat yang dihormati.
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam implementasi kurikulum
kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan 7 Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. Peningkatan iman dan takwa; b.
Peningkatan akhlak mulia; c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d.
Keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f.
Tuntutan dunia kerja; g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h. Agama; i.
Dinamika perkembangan global; j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Pasal ini
jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan
Mengenai pengertian kurikulum, banyak sekali pendapat-pendapat yang
diungkapkan oleh para ahli, diantaranya yaitu:

1. UU No. 20 Tahun 2003 – Kurikulum merupakan seperangkat rencana & sebuah


pengaturan berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar & cara yang digunakan sebagai
pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah
tujuan pendidikan nasional.

2. Dr. H. Nana Sudjana Tahun (2005) – Kurikulum merupakan niat & harapan yang
dituangkan kedalam bentuk rencana maupun program pendidikan yang
dilaksanakan oleh para pendidik di sekolah. Kurikulum sebagai niat & rencana,
sedangkan pelaksaannya adalah proses belajar mengajar. Yang terlibat didalam
proses tersebut yaitu pendidik dan peserta didik.

3. Drs. Cece Wijaya, dkk – Mengartikan kurikulum dalam arti yang luas yakni
meliputi keseluruhan program dan kehidupan didalam sekolah.

4. Prof.Dr. Henry Guntur Tarigan – Kurikulum ialah suatu formulasi


pedagogis yang termasuk paling utama dan terpenting dalam konteks proses belajar
mengajar.

5. Harsono (2005) – Mengungkapkan bahwa kurikulum ialah suatu gagasan


pendidikan yang diekpresikan melalui praktik. Pengertian kurikulum saat ini semakin
berkembang, sehingga yang dimaksud dengan kurikulum itu tidak hanya sebagai
gagasan pendidikan, namun seluruh program pembelajaran yang terencana dari
institusi pendidikan nasional.

PROMOTED CONTENT

Kerja hanya 1 jam sehari tapi berpenghasilan 80 Juta perbulan

Di pagi hari serutan buah ini dapat membakar 1 kg lemak!


Dokter Tiongkok ungkap cara memulihkan sendi!

Mereka tadinya miskin sampai mencoba skema ini


6. Prof. Dr. S. Nasution, M. A. – Menjelaskan kurikulum sebagai suatu rencana
yang disusun untuk melancarkan proses kegiatan belajar mengajar di bawah
naungan, bimbingan & tanggunga jawab sekolah / lembaga pendidikan.

7. H. Hasan (1992) – Menurutnya kurikulum itu bersifat fleksibilitas. Yakni sebagai


suatu pemikiran kependidikan bagi diklat, sehingga dalam posisi teoritik, harus
dikembangkan dalam kurikulum sebagai sesuatu yang terencana dan juga dianggap
sebagai kaidah pengembang kurikulum.

8. Prof. Drs. H. Darkir – Menyatakan bahwa kurikulum merupakan alat dalam


mencapai tujuan pendidikan. Jadi, kurikulum ialah program pendidikan dan bukan
program pengajaran, sehingga program itu direncanakan dan dirancang sebagai
bahan ajar dan juga pengalaman belajar.

9. Hamid Hasan (1988) – Berpendapat bahwa konsep kurikulum bisa ditinjau dari 4


sudut yakni:

1. Kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan


penelitian;
2. Sebagai suatu rencana tertulis, yaitu sebagai perwujudan dari kurikulum
sebagai suatu ide, didalamnya berisi tentang tujuan, bahan ajar, aktifitas
belajar, alat-alat atau media, dan waktu pembelajaran;
3. Sebagai suatu kegiatan, merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai
suatu rencana tertulis yakni dalam bentuk praktek pembelajaran;
4. Sebagai suatu hasil, yaitu konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu
kegiatan, melalui ketercapaiannya tujuan kurikulum terhadap peserta didik.

10 Kerr, J.F (1968) – Kurikulum merupakan seluruh pembelajaran yang dirancang


dan dilakukakan secara individu maupun kelompok, baik didalam sekolah maupun
diluar sekolah.
11. George A. Beaucham (1976) – Kurikulum diartikan sebagai dokumen tertulis
yang berisikan seluruh mata pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik
melalui pilihan berbagai disiplin ilmu dan rumusan masalah dalam kehidupan sehari-
hari.

12. Murray Print – Menjelaskan bahwa kurikulum ialah ruang pembelajaran yang


direncanakan, diberikan secara langsung kepada peserta didik oleh sebuah lembaga
pendidikan dan merupakan pengalaman yang bisa dinikmati oleh seluruh peserta
didik ketika kurikulum itu diterapkan.

13. Good V.Carter (1973) – Mengatakan bahwa kurikulum merupakan sekumpulan


kursus ataupun urutan pembelajaran yang sistematik.

14. Inlow (1966) – Kurikulum merupakan suatu usaha menyeluruh yang dirancang


secara khusus guna untuk membimbing peserta didik dalam memperoleh hasil
belajar dari pembelajaran yang sudah ditetapkan.

Baca Juga:  28 Pengertian Motivasi Menurut Para Ahli Terlengkap

15. Daniel Tanner & Laurel Tanner – Mereka mengemukakan pengertian kurikulum


sebagai suatu pengalaman pembelajaran yang terarah, terencana secara sistematis
juga tersusun melalui proses rekontruksi pengetahuan & pengalaman serta berada
dibawah pengawasan lembaga pendidikan sehingga para peserta didik  memiliki
motivasi & minat belajar yang tinggi.

16. Neagley dan Evans (1967) – Mengemukakan kurikulum sebagai sebuah


pengalaman yang telah dirancang dari pihak sekolah untuk membantu peserta didik
dalam mencapai hasil belajar yang baik.

17. Hilda Taba (1962) – Kurikulum dianggap sebagai a plan of learning yang artinya


bahwa kurikulum merupakan sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh
peserta didik.

18. Grayson (1978) – Menjelaskan kurikulum sebagai suatu perencanaan dalam


memperoleh pengeluaran yang diharapkan dari suatu pembelajaran yang telah
diajarkan.

19. Crow and Crow – Kurikulum ialah suatu rancangan dalam pengajaran yang
tersusun secara sistematis untuk menyelesaikan program dalam memperoleh ijazah.

20. William B. Ragam & Robert S. Flaming – Kurikulum merupakan keseluruhan


pengalaman peserta didik yang menjadi tanggung jawab pihak sekolah atau
lembaga.

21. David Praff – Kurikulum merupakan seperangkat organisasi dari pendidikan


formal / pusat-pusat pelatihan pembelajaran.
22. Saylor (1958) – Kurikulum ialah keseluruhan usaha pihak sekolah untuk
mempengaruhi PBM baik secara langsung didalam kelas, tempat bermain, ataupun
di luar sekolah.

23. Valiga, T & Magel, C – Kurikulum merupakan suatu urutan pengalaman yang
telah ditetapkan oleh pihak sekolah untuk mendisiplinkan cara berfikir & bertindak
para peserta didik.

Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakarahli dalam


bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tentang
pengertian maupun definisi kurikulum tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya,
sesuai dengan titik berat inti dan menurutpandangan dari pakar yang bersangkutan.
awalnya istilah kurikulum digunakan  dalam dunia olah raga pada jaman Yunani Kuno.
Curriculum dalam bahasa Yunani berasal dari kata “Curriculae”, “ Curir “ artinya  pelari dan
“ Curere “ artinya ditempuh atau berpacu. Curriculum diartikan jarak yang harus ditempuh
oleh pelari. Mengambil makna yang terkandung dari rumusan tersebut, kurikulum  dalam
pendidikan diartikan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan anak
didik untuk memperoleh ijazah. Kurikulum  sebagai program pendidikan harus mencakup :
(1). Sejumlah mata pelajaran atau organisasi pengetahuan; (2) pengalaman belajar atau
kegiatan belajar; (3) program belajar ( plan for learning ) untuk  siswa ; (4) hasil belajar yang
diharapkan.
Dari rumusan tersebut, kurikulum diartikan “ program dan pengalaman belajar serta hasil-
hasil belajar yang diharapkan, yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang
tersusun secara sistematis, diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah untuk
membantu pertumbuhan  dan perkembangan  pribadi dan kompetensi sosial  siswa.
sederhananya, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh
oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum,
siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu
bukti, bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana
halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan
akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan
yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh
perolehan suatu ijazah tertentu.
Ada empat dimensi tentang konsep dan teori kurikulum, yang menjadi acuan
dalampengertian kurikulum, yaitu:
1.  Kurikulum sebagai ide, adalah cita-cita, keinginan, harapan atau tujuan yang difikirkan
mengenai apa yang terbaik untuk dicapai dalam suatu kegiatan pendidikan (Hasan, 1991),
kebijakan (Schubert, 1986), Teori (Bickman, 1987), Menurut hasan (1991), pada dasarnya
kurikulum sebagai ide ada pada setiap orang. Seorang siswa memiliki satu ide kurikulum
apabila ia berbicara tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan suatu kegiatan pendidikan
dan bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Tentu saja apa yang difikirkannya itu sesuai
dengan tingkat pengetahuan dari wawasan yang dimilikinya. Untuk tingkat siswa, keinginan
atau harapan itu lebih berdasarkan kepentingan lingkungan yang sangat individual.
Guru harus memiliki kurikulum sebagai ide. Kurikulum ini yang kemudian digunakannya
untuk emmbaca dan menafsirkan apa yang tertera dalam dokumen kurikulum. Sebagai guru
sangat sukar, bahkan barangkali tidak mungkin, untuk merealisasikan idenya tersebut untuk
menjadi suatu kurikulum nasional ataupun local. Kalaupun apa yang tertera dalam kurikulum
nasional bersesuaian dengan apa yang difikirkannya, hal tersebut adalah lebih banyak sebagai
suatu kebetulan. Meskipun demikian, guru bukanlah instansi terakhir yang paling berwenang
menentukan apa yang akan terjadi di kelas, oleh karena itu dalam merencanakan kegiatan
kelas ide guru adalah yang berlaku.
2.   Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis tentnag pembelajaran (dokumen
pendidikan). kurikulum sebagai suatu rencana tertulis memiliku format tertentu. Di Indonesia
kita mengenal format matriks yang digunakan kurikulum 1975, kurikulum 1986, kurikulum
1994, dan seterusnya.
3.  Kurikulum sebagai proses kegiatan belajar mengajar (PBM). Pengertian kurikulum sebagai
suatu kegiatan (proses) adalah dimensi kurikulum yang langsung berhadapan dengan realita
lapangan. Disinilah dimensi ide diuji. Apakah ide nasional kurikulum dikenal dan diakui para
pelaksana di lapangan ataukah tidak. Kalau dikenal apakah ide tersebut diterima dan
dikembangkan oleh para pelakasana. Persoalan ini adalah persoalan kurikulum yang paling
kritis dalam keseluruhan proses pengembangan kurikulum. Oleh karena itu (Waring 1979)
mengingatkan bahwa apabila apa yang terjadi di lapangan berbeda secara prinsipal dengan
ide semula maka kurikulum yang diimplementasiaknnya bukan kurikulum semula.
4.  Kurikulum sebagai hasil belajar (output, outcome, benefit, impact). Dimensi kurikulum
sebagai kegiatan (implementasi) terdiri atas dua aspek utama. Pertama adalah aspek
perencanaan guru. Disini guru mengembangkan kurikulum sebagai rencana dan kegiatan
tertulis yang dalam konteks pendidikan Indonesia dikenal dengan nama satuan pelajaran
(Satpel) atau sekarang disebut RPP. Pada dasarnya, satpel ini adalah penafsiran tertulis guru
mengenai mengenai apa yang ada pada dokumen tertulis kurikulum nasional. Dengan
demikian saypel dapat diartikan sebagai kurikulum tertulis guru. Dimensi kurikulum sebagai
suatu kegiatan inilah yang menentukan apa yang diperoleh siswa. Jadi, hasil belajar siswa
ditentukan oleh kurikulum yang dialaminya dan bukan oleh kurikulum dalam bentu sebagai
suatu rencana tertulis. Artinya, apa yang sesungguhnya dialami siswa tidak dapat dikenakan
pada kurikulum sebagaimana yang ditetapkan oleh menteri Pendidikan Nasional.
 

Di Indonesia sendiri istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak


tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di
Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang
lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya
dengan rencana pelajaran.
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program
pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa
melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah
laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah
menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya,
suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai.
Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala
sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat
pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang
pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan
kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran
yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang
pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut
mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah
ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang
agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum
merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pengalaman ini
menyatakan sebagai berikut:
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences
which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine,
1945,h. 14). Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas
dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada
pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan
pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum. 

Definisi dan Pengertian Kurikulum Menurut ahli 

Mengenai kurikulum, berikut adalah definisi maupun pengertian kurikulum


menurut pendapat-pendapat para ahli yang telah diungkapkan, diantaranya yaitu:
1.     UU No. 20 Tahun 2003. Kurikulum merupakan seperangkat rencana & sebuah pengaturan
berkaitan dengan tujuan, isi, bahan ajar & cara yang digunakan sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan nasional.
2.     Dr. H. Nana Sudjana Tahun (2005). Kurikulum merupakan niat & harapan yang
dituangkan kedalam bentuk rencana maupun program pendidikan yang dilaksanakan oleh
para pendidik di sekolah. Kurikulum sebagai niat & rencana, sedangkan pelaksaannya adalah
proses belajar mengajar. Yang terlibat didalam proses tersebut yaitu pendidik dan peserta
didik. 
3.   Crow and Crow. Kurikulum ialah suatu rancangan dalam pengajaran yang tersusun secara
sistematis untuk menyelesaikan program dalam memperoleh ijazah.
4.   Drs. Cece Wijaya, dkk. Mengartikan kurikulum dalam arti yang luas yakni meliputi
keseluruhan program dan kehidupan didalam sekolah.
5.    Prof.Dr. Henry Guntur Tarigan. Kurikulum ialah suatu formulasi pedagogisyang termasuk
paling utama dan terpenting dalam konteks proses belajar mengajar.
6.      Harsono (2005). Mengungkapkan bahwa kurikulum ialah suatu gagasan pendidikan yang
diekpresikan melalui praktik. Pengertian kurikulum saat ini semakin berkembang, sehingga
yang dimaksud dengan kurikulum itu tidak hanya sebagai gagasan pendidikan, namun
seluruh program pembelajaran yang terencana dari institusi pendidikan nasional.
7.  Hamid Hasan (1988). Berpendapat bahwa konsep kurikulum bisa ditinjau dari 4 sudut yakni :
(1) kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian ;
(2) sebagai suatu rencana tertulis, yaitu sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu
ide, didalamnya berisi tentang tujuan, bahan ajar, aktifitas belajar, alat-alat atau media, dan
waktu pembelajaran ; (3) sebagai suatu kegiatan, merupakan pelaksanaan dari kurikulum
sebagai suatu rencana tertulis yakni dalam bentuk praktek pembelajaran ; (4) sebagai suatu
hasil, yaitu konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, melalui ketercapaiannya
tujuan kurikulum terhadap peserta didik.
8.      Kerr, J.F (1968). Kurikulum merupakan seluruh pembelajaran yang dirancang dan
dilakukakan secara individu maupun kelompok, baik didalam sekolah maupun diluar sekolah.
9.    George A. Beaucham (1976). Kurikulum diartikan sebagai dokumen tertulis yang berisikan
seluruh mata pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik melalui pilihan berbagai
disiplin ilmu dan rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 
10.  Good V.Carter (1973). Mengatakan bahwa kurikulum merupakan sekumpulan kursus
ataupun urutan pembelajaran yang sistematik.
11.  Inlow (1966). Kurikulum merupakan suatu usaha menyeluruh yang dirancang secara khusus
guna untuk membimbing peserta didik dalam memperoleh hasil belajar dari pembelajaran
yang sudah ditetapkan.
12. B. Bara, Ch (2008). Mengkonsepkan kurikulum kedalam 4 pengertian yakni: (1) kurikulum
sebagai suatu produk ; (2) sebagai program ; (3) sebagai hasil yang diinginkan atau dicapai ;
& (4) sebagai pengalaman belajar.
13.David Praff. Kurikulum merupakan seperangkat organisasi dari pendidikan formal / pusat-
pusat pelatihan pembelajaran.
14. Donald E. Orlasky, Othanel Smith (1978) & Peter F. Olivva (1982). Menyatakan bahwa
kurikulum pada dasarnya ialah suatu bentuk perencanaan maupun program dari pengalaman
peserta didik  yang diarahkan dan dikembangkan di sekolah.
15. Daniel Tanner & Laurel Tanner. Mereka mengemukakan pengertian kurikulum sebagai
suatu pengalaman pembelajaran yang terarah, terencana secara sistematis juga tersusun
melalui proses rekontruksi pengetahuan & pengalaman serta berada dibawah pengawasan
lembaga pendidikan sehingga para peserta didik  memiliki motivasi & minat belajar yang
tinggi.
16.  Neagley dan Evans (1967). Mengemukakan kurikulum sebagai sebuah pengalaman yang
telah dirancang dari pihak sekolah untuk membantu peserta didik dalam mencapai hasil
belajar yang baik. 
17.  Hilda Taba (1962). Kurikulum dianggap sebagai a plan of learning yang artinya bahwa
kurikulum merupakan sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh peserta didik.
18.  Grayson (1978). Menjelaskan kurikulum sebagai suatu perencanaan dalam memperoleh
pengeluaran yang diharapkan dari suatu pembelajaran yang telah diajarkan.
19.  Prof. Dr. S. Nasution, M. A. Menjelaskan kurikulum sebagai suatu rencana yang disusun
untuk melancarkan proses kegiatan belajar mengajar di bawah naungan, bimbingan &
tanggunga jawab sekolah / lembaga pendidikan. 
20.  S. H. Hasan (1992). Menurutnya kurikulum itu bersifat fleksibilitas. Yakni sebagai suatu
pemikiran kependidikan bagi diklat, sehingga dalam posisi teoritik, harus dikembangkan
dalam kurikulum sebagai sesuatu yang terencana dan juga dianggap sebagai kaidah
pengembang kurikulum. 
21.  Prof. Drs. H. Darkir. Menyatakan bahwa kurikulum merupakan alat dalam mencapai tujuan
pendidikan. Jadi, kurikulum ialah program pendidikan dan bukan program pengajaran,
sehingga program itu direncanakan dan dirancang sebagai bahan ajar dan juga pengalaman
belajar. 
22.  William B. Ragam & Robert S. Flaming. Kurikulum merupakan keseluruhan pengalaman
peserta didik yang menjadi tanggung jawab pihak sekolah atau lembaga.
23.  Murray Print. Menjelaskan bahwa kurikulum ialah ruang pembelajaran yang direncanakan,
diberikan secara langsung kepada peserta didik oleh sebuah lembaga pendidikan dan
merupakan pengalaman yang bisa dinikmati oleh seluruh peserta didik ketika kurikulum itu
diterapkan.
24.  Saylor (1958). Kurikulum ialah keseluruhan usaha pihak sekolah untuk mempengaruhi PBM
baik secara langsung didalam kelas, tempat bermain, ataupun di luar sekolah.
25.  Valiga, T & Magel, C. Kurikulum merupakan suatu urutan pengalaman yang telah
ditetapkan oleh pihak sekolah untuk mendisiplinkan cara berfikir & bertindak para peserta
didik.

Kurikulum sebagai alat dalam pendidikan memiliki berbagai macam fungsi dalam pendidikan
yang sangat berperan dalam kegunannya. Fungsi Kurikulum adalah sebagai berikut...
 Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function) : Kurikulum berfungsi
sebagai penyesuain adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi dilingkungannya karna lingkungan bersifat dinamis artinya dapat berubah-ubah. 
 Fungsi Integrasi (the integrating function) : Kurikulum berfungsi sebagai
penyesuain mengandung makna bahwa kurikulum merupakan alat pendidikan yang
mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utut yang dapat dibutuhkan dan berintegrasi
di masyarakat. 
 Fungsi Diferensiasi (the diferentiating function) : Kurikulum berfungsi sebagai
diferensiansi adalah sebagai alat yang memberikan pelayanan dari berbagai perbedaan
disetiap siswa yang harus dihargai dan dilayani. 
 Fungsi Persiapan (the propaeduetic function) : Kurikulum berfungsi sebagai
persiapan yang mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan mampu
mempersiapkan siswa kejenjang selanjutnya dan juga dapat mempersiapkan diri dapat
hidup dalam masyarakat, jika tidak melanjukan pendidikan.
 Fungsi Pemilihan (the selective function) : Kurikulum berfungsi sebagai pemilihan
adalah memberikan kesempatan bagi siswa untuk menentukan pilihan program belajar
yang sesuai dengan minat dan bakatnya. 
 Fungsi Diagnostik (the diagnostic function) : Kurikulum sebagai
diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum adalah alat pendidikan yang mampu
mengarahkan dan memahami potensi siswa serta kelemahan dalam dirinya. Jika telah
memahami potensi dan mengetahui kelemahannya, maka diharapkan siswa dapat
mengembangkan potensi dan memperbaiki kelemahannya. 
Kurikulum dibuat dan dirancang sebagai alat untuk bisa mencapai tujuan pendidikan secara
universal dalam setiap kegiatan pembelajaran di sekolah dan memiliki komponen utama &
penunjang yang saling terkait diantara keduanya. Adapun komponen-komponen kurikulum
antara lain yaitu:
 Tujuan: Berisikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
 Materi atau isi : Merupakan bahan ajar yang akan disampaikan oleh pendidik kepada
peserta didik
 Media (sarana & prasarana): Alat peraga dan juga sarana prasarana yang menunjang
kegiatan belajar mengajar.
 Strategi : Metode atau taktik yang akan diaplikasikan dalam proses belajar mengajar
 Proses belajar Mengajar : Mengarah pada sebuah proses dalam pembelajaran yang
meliputi segala bentuk apresiasi peserta didik
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
perubahan, Perkembangan Mengenai Kurikulum, telah berganti-ganti.yaitu pada tahun 1947,
1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006.antara lain sebagai berikut
 Tahun 1947- Leer Plan (Rencana Pelajaran) 
 Tahun 1952 - Rencana Pelajaran Terurai 
 Tahun 1964 - Renthjana Pendidikan 
 Tahun 1968 - Kurikulum 1968
 Tahun 1975 - Kurikulum 1975
 Tahun 1984 - Kurikulum 1984
 Tahun 1994 - dan Kurikulum 1999 - Kurikulum 1994 dan Sublemen Kurikulum 1999
 Tahun 2004- Kurikulum Berbasis Kompetensi 
 Tahun 2006- Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 
 Tahun 2013- Kurikulum 2013. 
Kurikulum merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Pengembangan krikulum yang
tepat akan membawa proses pembelajaran yang tepat dan dapat tercapainya pendidikan yang
terbaik bagi peserta didik. Selain itu, di dalam kurikulum terdapat strategi kurikulum, hal
tersebut  berkaitan erat dengan proses pembelajaran, yaitu bagaimana caranya (strategi),
metode, atau kegiatan agar proses pembelajaran berlangsung dengan efektif dan efesiaen
sehingga peserta didik memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan.
Pengertian Landasan Pengembangan Kurikulum
 

Hornby c.s dalam “The Advance Learner’s Dictionary of Current English” (Redja


Mudyahardjo, 2001:8) mengemukakan definisi landasan sebagai berikut: “Foundation … that
on which an idea or belief rest; an underlying principle‟s as the foundations of religious
belief; the basis or starting point…”. Jadi menurut Hornby landasan adalah suatu gagasan
atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, contohnya seperti
landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak. 

Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang
direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.

Dengan demikian landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu


gagasan, asumsi atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan
kurikulum.

Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum,


yaitu:Philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the
individual, dan learning theory. Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri atas empat
komponen, yaitu: komponen tujuan (aims, goals, objectives), isi/materi (contents), proses
pembelajaran (learning activities), dan komponen evaluasi (evaluations). Agar setiap
komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh
sejumlah landasan (foundations), yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat
dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan teori-teori belajar.

Tyler (1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa aspek
yang melandasi suatu kurikulum (school purposes), yaitu: “Use of philosophy, studies of
learners, suggestions from subject specialist, studies of contemporary life, dan use of
psychology of learning”.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa landasan
pokok dalam pengembangan kurikulum dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu:
landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek).

2.    Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum


Secara harfiah filsafat berarti “cinta akan kebijakan” ( love of wisdom), untuk
mengerti dan berbuat secara bijak, ia harus memiliki pengetahuan, dan pengetahuan yang
diperoleh melalui proses berpikir, yaitu berpikir secara mendalam, logis dan sistematis.
Dalam pengertian umum filsafat adalah cara berpikir secara radikal, menyeluruh dan
mendalam (Socrates) atau cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Plato
menyebut filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang kebenaran.
Adapun yang dimaksud dengan landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum
ialah asumsi-asumsi atau rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secara mendalam,
analitis, logis dan sistematis (filosofis) dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan
mengembangkan kurikulum. Penggunaan filsafat tersebut baik dalam pengembangan
kurikulum dalam bentuk program (tertulis), maupun kurikulum dalam bentuk pelaksanaan
(operasional) di sekolah.
Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan
perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu
termasuk yang dianut oleh perorangan sekalipun akan sangat mempengaruhi tehadap
pendidikan yang ingin direalisasikan.
Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk
masalah pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain
sebagai penunjang, di antaranya adalah filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah
penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan. Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang
sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di
Indonesia pada khususnya, yaitu: filsafat Idealisme, Realisme dan filsafat Fragmatisme.
a.      Filsafat idealisme
Menurut filsafat idealisme bahwa kenyataan atau realitas pada hakikatnya adalah
bersifat spiritual daripada bersifat fisik, bersifat mental daripada material. Dengan demikian
menurut filsafat idealisme bahwa manusia adalah mahluk spiritual, mahluk yang cerdas dan
bertujuan. Pikiran manusia diberikan kemampuan rasional sehingga dapat menentukan
pilihan mana yang harus diikutinya.
Berdasarkan pemikiran filsafat idealisme bahwa tujuan pendidikan harus
dikembangkan pada upaya pembentukan karakter, pembentukan bakat insani dan kebajikan
sosial sesuai dengan hakikat kemanusiaannya. Dengan demikian tujuan pendidikan dari mulai
tingkat pusat (ideal) sampai pada rumusan tujuan yang lebih operasional (pembelajaran)
harus merefleksikan pembentukan karakter, pengembangan bakat dan kebajikan sosial sesuai
dengan fitrah kemanusiannya.
Isi kurikulum atau sumber pengetahuan dirancang untuk mengembangkan kemampuan
berpikir manusia, menyiapkan keterampilan bekerja yang dilakukan melalui program dam
proses pendidikan secara praktis. Implikasi bagi para pendidik, yaitu bertanggung jawab
untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terselenggaranya pendidikan. Pendidik
harus memiliki keunggulan. kompetitif baik dalam segi intelektual maupun moral, sehingga
dapat dijadikan panutan bagi peserta didik.
b.      Filsafat Realisme
Filsafat realisme kebalikan dari filsafat idealisme, dimana menurut filsafat realisme
memandang bahwa dunia atau realitas adalah bersifat materi. Dunia terbentuk dari kesatuan
yang nyata, substansial dan material, sementara menurut filsafat idealisme memandang
bahwa realitas atau dunia bersifat mental, spiritual. Menurut realisme bahwa manusia pada
hakikatnya terletak pada apa yang dikerjakannya.
Mengingat segala sesuatu bersifat materi maka tujuan pendidikan hendaknya dirumuskan
terutama diarahkan untuk melakukan penyesusian diri dalam hidup dan melaksanakan
tanggung jawab sosial. Oleh karena itu kurikulum kalau didasarkan pada filsafat realisme
harus dikembangkan secara komprehensif meliputi pengetahuan yang bersifat sains, sosial,
maupun muatan nilai-nilai. Isi kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam bentuk mata
pelajaran karena memiliki kecenderungan berorientasi pada mata pelakaran ( subject
centered)
Implikasi bagi para pendidik terutama bahwa peran pendidik diposisikan sebagai
pengelola pendidikan atau pembelajaran. Untuk itu pendidik harus menguasai tugas-tugas
yang terkait dengan pendidikan khususnya dengan pembelajaran, seperti penguasaan terhadap
metode, media, dan strategi serta teknik pembelajaran. Secara metodologis unrur pembiasaan
memiliki arti yang sangat penting dan diutamakan dalam mengimplementasikan program
pendidikan atau pembelajaran filsafat realisme.
c.       Filosofis Pragmatisme
Filsafat fragmatisme memandang bahwa kenyataan tidaklah mungkin dan tidak perlu.
Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik, plural dan berubah ( becoming). Manusia
menurut fragmatisme adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan sosial. Manusia lahir tanpa
dibekali oleh kemampuan bahasa, keyakinan, gagasan atau norma-norma.
Nilai baik dan buruk ditentukan secara ekseperimental dalam pengalaman hidup, jika
hasilnya berguna maka tingkah laku tersebut dipandang baik. Oleh karena itu tujuan
pendidikan tidak ada batas akhirnya, sebab pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat,
proses rekonstruksi yang berlangsung secara terus menerus. Tujuan pendidikan lebih
diarahkan pada upaya untuk memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan
masalah baru dalam kehidupan individu maupun sosial.
Implikasi terhadap pengembangan isi atau bahan dalam kurikulum ialah harus memuat
pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
Warisan-warisan sosial dan masa lalu tidak mmenjadi masalah, karena fokus pendidikan
menurut faham fragmatisme adalah menyongsong kehidupan yang lebih baik pada saat ini
maupun di masa yang akan datang. Oleh karena itu proses pendidikan dan pembelajaran
secara metodologis harus diarahkan pada upaya pemecahan masalah, penyelidikan dan
penemuan. Peran pendidik adalah memimpin dan membimbing peserta didik untuk belajar
tanpa harus terlampau jauh mendikte para siswa.

3.    Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum


Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan
lingkuingan, sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk
merubah perilaku manusia. Oleh sebab itu dalam mengembangkan kurikulum harus dilandasi
oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku peserta didik itu
harus dikembangkan.
Landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan
yang dilakukan dapat menyesuaikan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi
materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau
pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
Karakteristik perilaku setiap individu pada berbagai tingkatan perkembangan
merupakan kajian dari psikologi perkembangan, dan oleh karena itu dalam pengembangan
kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan
peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam upaya
pengembangannya. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh
melalui proses belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang
diberikan kepada siswa, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan
kelayakannya serta kebermanfaatan materi senantiasa disesuaikan dengan tarap
perkembangan peserta didik.
1.       Perkembangan Peserta didik dan Kurikulum
Pemahaman tentang perkembangan peserta didik sebagaimana diuraikan di atas berimplikasi
terhadap pengembangan kurikulum, antara lain:
a.       Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat,
minat, dan kebutuhannya.
b.      Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari
setiap anak di sekolah, juga perlu disediakan pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat
anak.
c.       Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat kejuruan
maupun akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk
melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
d.      Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung aspek pengetahuan, nilai/sikap, dan
keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari pemahaman tentang peserta didik terhadap proses pembelajaran (actual
curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan
tingkah laku peserta didik.
b.      Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kebutuhan peserta
didik sehingga hasilnya bermakna bagi mereka.
c.       Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
d.      Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
e.       Sistem evaluasi harus dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.

2.       Psikologi belajar dan kurikulum


Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar.
Pembahasan tentang psikologi belajar erat kaitannya dengan teori belajar. Pemahaman
tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya mengenali kondisi
objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami proses belajar dalam rangka
pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaannya.
Sedikitnya ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki
pengaruh terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia pada khususnya. Teori belajar
tersebut adalah: (1) Teori psikologi kognitif (kognitivisme), (2) teori psikologi humanistic,
dan (3) teori psikologi behavioristik.
a.       Teori Psikologi Kognitif (Kognitivisme)
Teori psikologi kognitif dikenal dengan cognitif gestalt field. Teori belajar ini adalah teori
insight. Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt Field. Menurut mereka belajar adalah
proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama.
Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur
yang ada di lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat belajar
merupakan perbuatan yang bertujuan, ekplorasi, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman
atau insight merupakan citra dari atau perasaan tentang pola-pola atau hubungan.
b.      Teori Psikologi Behavioristik
Teori belajar behavioristik disebut juga Stimulus-Respon Theory (S-R). Kelompok ini
mencakup tiga teori yaitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement. Kelompok teori ini
berangkat dari asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki/membawa potensi apa-apa
dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari
lingkungan. Lingkunganlah yang membentuknya, apakah lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat; lingkungan manusia, alam, budaya, maupun religi. Kelompok teori ini tidak
mengakui sesuatu yang bersifat mental. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang
dapat diamati dan menekankan pada pengaruh faktor eksternal pada diri individu.
c.       Teori psikologi humanistik
Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori ini berpandangan
bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor internal, dan bukan
oleh faktor lingkungan. Karena itu teori ini disebut juga dengan “self theory”. Manusia yang
mencapai puncak perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mampu
mengembangkan potensinya dan merasa dirinya itu utuh, bermakna, dan berfungsi atau full
functioning person (Y. Suyitno, 2007:103).
teori humanistik menolak proses mekanis dalam belajar, karena belajar adalah suatu proses
mengembangkan pribadi secara utuh. Keberhasilan siswa dalam belajar tidak ditentukan oleh
guru atau faktor-faktor eksternal lainnya, akan tetapi oleh siswa itu sendiri.

4.    Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum


Landasan   sosiologis   pengembangan   kurikulum  adalah asumsi-asumsi yang
berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa
pengembangan kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis? Anak-anak berasal dari
masyarakat, mendapatkan pendidikan baik informal, formal, maupun non formal dalam
lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat.
Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi
landasan dan titik tolak dalam melaksanakan pendidikan.
Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu agar
menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi, dan
berdasarkan pandangan antrofologi, pendidikan adalah “enkulturasi” atau pembudayaan.
“Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing
terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu
membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut”
(Nana Syaodih Sukmadinata, 1997:58). Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi
warga masyarakat yang diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu
kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama,
berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan
harkat dan martabatnya sebagai mahluk yang berbudaya.
a.       Masyarakat dan Kurikulum
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam
kelompok-kelompok berbeda, atau suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir
tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap
masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri. Dengan demikian, yang membedakan
masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai
implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, dan reaksi seseorang
terhadap lingkungannya sangat tergantung kepada kebudayaan dimana ia hidup.
Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuah fungsi sosial pendidikan, yaitu:
1.    Mengajar keterampilan.
2.    Mentransmisikan budaya.
3.    Mendorong adaptasi lingkungan.
4.    Membentuk kedisiplinan.
5.    Mendorong bekerja berkelompok.
6.    Meningkatkan perilaku etik, dan
7.    Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
b.      Kebudayaan dan Kurikulum
Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita, pengetahuan,
kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nilai yang telah disepakati oleh masyarakat. Daoed
Yusuf (1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujudan dan keseluruhan hasil
pikiran (logika), kemauan (etika) serta perasaan (estetika) manusia dalam rangka
perkembangan kepribadian manusia, pekembangan hubungan dengan manusia, hubungan
manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan:
1.      Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh
karena itu, sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan
pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
2.      Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek
sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam,
seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada
dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi
dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya
sebagai mahluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu
alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum
seperti: nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.

5.    Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pengembangan Kurikulum


Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang
dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu
pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan
teknologi tidak bisa dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang
dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak didasari oleh
penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato, Socrates, Aristoteles, John
Dewey, Archimides, dan lain-lain.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan
temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial,
ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung maupun
tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula
terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal-balik
dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat
dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan
sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.
Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri
seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang
dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi disaat perkembangan
produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan
keterampilan serta kecakapan yang memadai dari para guru dan pelaksana program
pendidikan lainnya. Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi
masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap
pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan,
penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak
langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki
kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.

PENUTUP

1.      Kesimpulan
Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman maupun
kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau menggunakan
landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai
dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional yang telah digariskan dalam UU no. 20 tahun 2003.
Pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap
pengembangan kurikulum, yaitu: Landasan Filosofis, Landasan psikologis, Landasan
Sosiologis dan Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

2.      Saran
Sebagai calon guru, mengingat salah satu fungsi dan peran guru adalah sebagai
pengembang kurikulum. Adapun modal dasar agar dapat menghasilkan kurikulum yang dapat
diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan ( Stake holder), salah satu syaratnya bahwa
kurikulum harus dikembangkan dengan didasarkan pada sejumlah landasan yang tepat, kuat
dan kokoh.

DAFTAR PUSTAKA

Kelly. 1989. The Curriculum. Theory and Practice. London. Paul Chapman Publishing

Kurniasih  dan  Syaripudin,  Tatang.  (  2007).  Landasan  Filosofis Pendidikan dan landasan


Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator MKD Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan
Indonesia.

Mudyahardo,     Redja.   (2001).   Landasan-Landasan   Filosofis Pendidikan.  Bandung: Fakultas


Ilmu Pendidikan UPI.

Robert S. Zais (1976)

Sukmadinata, Nana Syaodih.1997. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung.


Remaja Rosda Karya.

Suyitno, Y. (2007). Landasan Psikologis Pendidikan dalam Landasan Pendidikan. Bandung: Sub


Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Tirtarahardja, Umar dan Sula, La. (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Tyler (1988)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Sinar Grafika

Yusuf,    Syamsu.  (2005).  Psikologi  Perkembangan  Anak  dan Remaja Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Oleh: Wisnu Prawijaya/ NIM: 15105244008

1. Pengertian Pengembangan Kurikulum


Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh pengembang
kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat
menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai pendidikan yang dinamis. Hal ini berarti bahwa kurikulum
harus senantiasa dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pengertian kurikulum yang semakin luas membuat para pelaksana
kurikulum memberikan batasan sendiri terhadap kurikulum. Namun perbedaan pengertian tersebut
tidak menjadi masalah yang besar terhadap pencapaian tujuan pendidikan, apabila pengembangan
kurikulum didasarkan pada landasan dan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Hal ini dimaksudkan
agar pengembangan kurikulum yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari
pendidikan nasional. Perwujudan prinsip, aspek dan konsep kurikulum terletak pada guru. Sehingga
guru memiliki tanggung jawab terhadap tercapainya tujuan kurikulum itu sendiri.

Oleh sebab itu, seorang pelaksana kurikulum perlu mengetahui dan melaksanakan   beberapa
landasan dan prinsip-prinsip menjadi pedoman dalam pengembangan kurikulum. Namum hal ini
sering diabaikan oleh para pelaksana kurikulum, sehingga pencapaian tujuan pendidikan tidak
optimal. Hal ini yang mendasari penulis untuk menyusun makalah ini. Makalah ini memaparkan apa
yang menjadi landasan- landasan dan prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses pengembangan
kurikulum.

1. Landasan Pengembangan Kurikulum


Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam
seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan
dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa
dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.

Dengan landasan yang kokoh kurikulum yang dihasilkan akan kuat, yaitu program pendidikan yang
dihasilkan akan dapat menghasilkan manusia terdidik sesuai dengan hakikat kemanusiannya, baik
untuk kehidupan masa kini maupun menyongsong kehidupan jauh ke masa yang akan datang.
Penggunaan landasan yang tepat dan kuat dalam mengembangkan kurikulum tidak hanya diperlukan
oleh para penyusun kurikulum ditingkat pusat (makro), akan tetapi terutama harus dipahami dan
dijadikan dasar pertimbangan oleh para pengembang kurikulum ditingkat operasional (satuan
pendidikan), yaitu para guru, kepala sekolah, pengawas pendidikan (supervisor) dewan sekolah atau
komite pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait (stacke holder).

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan cukup sentral dalam
perkembangan pendidikan, oleh sebab itu dibutuhkan landasan yang kuat dalam pengembangan
kurikulum agar pendidikan dapat menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas. Adapun yang
menjadi landasan dalam pengembangan kurikulum yaitu:

1. Landasan Filosofis
Landasan Filosofis dalam pengembangan kurikulum, yaitu akan membahas dan mengidentifikasi
landasan filsafat dan ilmplikasinya dalam mengembangkan kurikulum. Filsafat membahas segala
permasalahan manusia, termasuk pendidikan, yang disebut filsafat pendidikan. Filsafatmemberikan
arah dan metodologi terhadap praktik-praktik pendidikan, sedangkan praktik- praktik   pendidikan  
memberikan   bahan-bahan   bagi pertimbangan filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat. Hal inilah
yang menyebabkan landasan filosofis menjadi landasan penting dalam pengembangan kurikulum.
Dalam penyusunan kurikulum di Indonesia yang harus diacu adalah Filsafat pendidikan pancasila.
Filsafat pendidikan dijadikan dasar dan arah sedangkan pelaksanaanya melalui pendidikan.

2. Landasan Psikologis
Landasan Psikologis dalam pengembangan kurikulum, yaitu akan membahas dan mengidentifikasi
landasan psikologis dan ilmplikasinya dalam mengembangkan kurikulum. Dalam proses pendidikan
yang tejadi adalah proses interaksi antar individu. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena
kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis sebenarnya merupakan karakter psiko- fisik seseorang
sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku interaksi dengan lingkungannya.
Dalam pengembangan kurikulum, minimal ada dua landasan psikologi yang mempengaruhinya, yaitu
psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Terdapat Sembilan aspek psikologi yang kompleks
tetapi satu yang dikembangkan dengan perantara berbagai mata pelajaran yang tercantum dalam
kurikulum.

1. Aspek Ketakwaan
2. Aspek Cipta
3. Aspek Rasa
4. Aspek Karsa
5. Aspek Karya (Kreatif)
6. Aspek Karya (Keprigelan)
7. Aspek Kesehatan
8. Aspek Sosial
9. Aspek Individu
10. Landasan Sosial Budaya
Kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Dengan pendidikan diharapkan muncul
masyarakat-masyarakat yang tidak asing dengan masyarakat. Dengan pendidikan diharapkan lahir
manusia- manusia yangbermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakat. Oleh sebab itu
tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan
perkembangan masyarakat.

4. Landasan Yuridis
Kurikulum pada dasaranya adalah produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan menteri
Pendidikan Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh
lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada konstitusi/UUD. Dengan demikian landasan
yuridis pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945 (pembukaan alinia IV dan pasal 31),
peraturan-peraturan perundangan seperti: UU tentang pendidikan (UU No.20 Tahun 2003), UU
Otonomi Daerah, Surat Keputusan dari Menteri Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen Dikti,
peraturan-peraturan daerah dan sebagainya.

1. PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM


Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan
kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat
menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru
menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu
lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan
kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali
prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Sedangkan Asep Herry
Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
1. Prinsip relevansi
Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan,
bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen
tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis),
tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan
masyarakat (relevansi sosilogis).

2. Prinsip Fleksibilitas
Dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan
fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan
situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang
peserta didik.

3. Prinsip kontinuitas
Adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal.
Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan,
baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan
jenis pekerjaan.

4. Prinsip efisiensi
Mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan
sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.

5. Prinsip efektivitas
Mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang
mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

  KURIKULUM SEBAGAI SUATU SISTEM


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Evaluasi Pembelajaran

Dosen Pembimbing :
Dr. Rofiatul Hosna, M.Pd
Oleh :
Lukman Yusuf
M. Zaki Arzaq
Umi Masruroh

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT KEISLAMAN HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG JOMBANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis,
karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya
kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya
memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara
mendalam
Dan pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
komponenKomponen-komponen kurikulum suatu lembaga pendidikan dapat diidentifikasi
dengan cara mengkaji buku kurikulum lembaga pendidikan itu. Dari buku kurikulum tersebut
kita dapat mengetahui fungsi suatu komponen kurikulum terhadap komponen-komponen
kurikulum yang lain.
B.     Rumusan Maslah
  Apakah maksud kurikulum sebagai sistem?
  Apa saja komponen-komponen dalam kurikulum?

BAB II
PEMBAHASAN
Kurikulum Sebagai Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan sejumlah elemen (objek, manusia, kegiatan, informasi, dsb)
yang terkait dalam proses atau struktur dan dianggap berfungsi sebagai satu kesatuan
organisasai dalam mencapai satu tujuan.
Jika pemahaman sistem diatas dipergunakan melihat kurikulum itu ada sejumlah
komponen yang terkait dan berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan. Dengan
demikian, dipandang sistem terhadapa kurikulum, artinya kurikulum itu dipandang memiliki
sejumlah komponen-komponen yang saling berhubungan, sebagai kesatuan yang bulat untuk
mencapai tujuan.
1.      Tujuan Kurikulum
Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang
akan diberikan pada anak didik Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan
nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : " Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab".
2.      Isi/Materi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam
kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis
bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Bidang-
bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada.
Isi/materi kurikulum hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang
dikembangkan dan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan.
Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun
dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a)      Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran
yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran
b)      Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran
c)      Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Kriteria yang dapat membantu pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi
kurikulum. Kriteria itu antara lain:
a)      Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa.
b)      Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.
c)      Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji
d)     Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas
e)      Isi kurikulum dapat menunjanga tercapainya tujuan pendidikan.
3.      Strategi pelaksanaan kurikulum (Proses)
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan
dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal
itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan
strategi pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaan,
mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbingan dan mengatur kegiatan, baik yang secara \
umum berlaku maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran.
Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana kurikulum itu
dilaksanakan disekolah. Kurikulum merupakan rencana, ide, harapan, yang harus diwujudkan
secara nyata disekolah, sehingga mampu mampu mengantarkan anak didik mencapai tujuan
pendidikan. Kurikulum yang baik tidak akan mencapai hasil yang maksimal, jika
pelaksanaannya menghasilkan sesuatu yang baik bagi anak didik. Komponen strategi
pelaksanaan kurikulum meliputi pengajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan dan
pengaturan kegiatan sekolah.
  Evaluasi kurikulum
Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Dalam
konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
ditetapkan telah tercapai atau belum, juga digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan
strategi yang ditetapkan. Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum, dengan
evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran,
keberhasilah siswa, guru dan proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi
dapat dibuat keputusan kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan
yang diperlukan.
  Tujuan evaluasi
a)      Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama yang berkenan
dengan nilai dan arti. S. Hamid Hasan (1988) secara tegas membedakan kedua istilah tersebut
sebagai berikut :
Pemberian nilai dilakukan apabila seorang evaluator memberiokan pertimbanganya
mengenai evaluan tanpa menghubungkanya dengan sesuatu yang bersifat dari luar. Jadi,
pertimbangan yang diberikan sepenuhnya berdasarkan apa evaluan itu sendiri. Sedangkan
arti, berhubungan dengan posisi dan peranan evaluan dalam suatu konteks tertentu. Tentu saja
kegiatan evaluasi yang konfrensif adalah yang meliputi baik proses pemberian keputusan
tentang nilai dan proses keputusan tentang arti.\, tetapi hal ini tidak berarti bahwa
sesungguhnya suatu kegiatan evaluasi harus selalu meliputi keduanya. Pemberian nilai dan
arti ini dalam bahasa yang dipergunakan scrifen (1967) adalah formatif dan sumatif. Jika
formatif dan sumatif merupakan fungsi evaluasi, maka nilai dan arti adalah hasil kegiatan
yang dilakukan oleh evaluasi.
b)      Tujuan dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement). Pemberian
pertimbangan ini pada dasarnya merupakan konsep dasar evaluasi. Melalui pertimbangan
inilah ditentukan nilai dan arti atau makna (wornth dan merried) dari sesuatu yang sedang di
evaluasi. Tanpa pemberian pertimbangan, suatu kegiatan bukanlah bermaksud kategori
kegiatan evaluasi.
Jenis-jenis penilaian meliputi :
a.       Penilaian awal pembelajaran (Input program)
b.      Penilaian proses pembelajaran (Program)
c.       Penilaian akhir pembelajaran.(output program)

BAB III
PENUTUP
  Kesimpulan
Sistem terhadap kurikulum, artinya kurikulum itu dipandang memiliki sejumlah komponen-
komponen yang saling berhubungan, sebagai kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuan.
Dalam komponen kurikulum ada hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu:
a)      Tujuan yang ingin dicapai
b)      Materi yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan
c)      Susunan materi/pengalaman belajar
d)     Evaluasi apakah tujuan yang ditetapkan tercapai (Tyler, 1949).
A. Model – model Konsep Kurikulum
Model konsep kurilkulum yaitu suatu model kurikulum apa yang tertentu yang dilahirkan dari
suatu paham filsafat, psikologis, sosiologi (termasuk didalamnya system politik), serta IPTEK
tertentu. Dimana berbedaan pandangan atas hakikat kehidupan dan manusia yang baik serta
bagaimana memwujudkannya akan melahirkan model pendidikan atau kurikulum yang berbeda
pula. 
Setidaknya dikenal empat model konsep kuriukulum yaitu model kurikulum subjek akademik
model kurikulum pribadi, model kurikulum rekontruksi sosial, dan model kurikulum teknologi.
Secara garis besarnya karakteristik dari masing – masing model kurikulum tersebut diuraikan di
bawah ini. 
a. Kurikulum subjek akademik 
Adalah model kurikulum yang bertujuan untuk mewariskan nilai-nilai dan ajaran-ajaran yang
sudah dikembangkan oleh para ahli dimasa lampau kepada generasi muda masa kini. Oleh
karena itu model pembelajaran dalam kurikulum ini adalah apa-apa yang terdapat dalam buku-
buku tua besar termasuk di dalamnya kitab – kitab suci. Peserta didik diharapkan dapat
menguasai isi buku –buku atau kitab-kitab itu. 
b. Kurikulum pribadi 
Adalah model konsep yang didesain dikembangkan untuk mengembangkan pribadi peserta didik
secara optimal. Materi ajar tidak terpaku pada suatu bidang studi tertentu, akan tetapi
disesuaikan dengan minat dan bakat peserta didik. Peserta didik diberi keleluasaan untuk
mempelajari segala sesuatunya, sedang guru bertugas memberikan layanan yang baik atas
kebutuhan peserta didik. 
c. Kurikulum rekonstruksi sosial
Adalah model kurikulum yang menekankan pentingnya pengembangan individu sebagai pribadi
dan sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses dan upaya
memperbaiki situasi dan kondisi dimana individu tersebut berarti. Isi pendidikan diupayakan
seoptimal mungkin dikaitkan dengan keadaan dan kebuthan masyarakat. Sehingga siswa bisa
mengenal keadaan masyarakat dan berkontrubusi terahadap masyarakat. Untuk itu, siswa
mendapat penekanan pada upaya pemecahan masalah kehidupan masyarakat. Namun ini tidak
berarti mengabaikan materi ajar yang ada dalam bidang studi (subjek akademik), hanya saja
materi yang ada dalam bidang studi itu diberikan atau dipelajari siswa bukan untuk menguasai
konsep dari lapangan studi tersebut semata – mata, akan tetapi digunakan untuk perbaikan atau
pemecahan sosial yang ada. 
d. Model Teknologis 
Kurikulum ini dikembangkan berdasarkan pada kerangka berfikir teknologis yang berbasis pada
ilmu pengetahuan ilmiah. Kurikulum teknologis memiliki sifat hampir sama dengan kurikulum
subjek akademik yaitu mentransfer, akan tetai dalam kurikulum teknologis yang ditransfer ini
adalah ilmu pengetahuan dan teknologi yangharus dikuasai siswa untuk melakukan suatu
bidang kegiatan tertentu, bukannya nilai-nilai yang dianggap baik pada masa lampau. Tujuan
dari kurikulum ini adalah untuk membentuk kemampuan teknis atau kemampuan kerja
(vocational / kompetensi) tertentu. Pembelajaran berorientasi tujuan dengan indicator-indikator
keercapaian yang dirumuskan dengan sangat jelas.

B. Model – model Pengembangan Kurikulum


a. Model Ralph Tyler 
Model ini mengacu pada empat dasar yang harus dijawab, dimana pertanyaan tersebut
merupakan pilar – pilar bangunan kurikulum. Proses pengembangan kurikulum dan
pembelajaran pada dasarnya adalah proses menjawab pertanyaan – pertanyaan tersebut
danjawaban itu merupakan hasil berupa kurikulum.
a) Menetukan Tujuan 
Penetapan tujuan adalah langkah pertama. Dalam tujuan ini harus menggambarkan arah
pendidikan yang akan dituju, jenis kemampuan apa yang harus dimiliki siswa setelah proses
pendidikan. 
Rumusan tujuan kurikulum ini sangat tergantung pada teori dan filsafat pendidikan yang dianut
oleh pengembangnya, berdasarkan berbagai masukan. Dalam pandangan Tyler ada tiga
klasifikasi karakteristik tujuan kurikulum yaitu tujuan kurikulum yang menekankan pada
penguasaan konsep dan teori ilmu pengetahuan (discipline oriented). Tujuan kurikulum yang
menekankan pada pengembangan pribadi atau model humanistic (child centered). Tujuan
kurikulum yang menekankan pada upaya perbaikan kehidupan masyarakat (society centered). 
Dengan merujuk pada tujuan kurikulum di atas, maka sumber – sumber yang dapat dijadikan
rujukan dalam pengembangan kurikulum, menurut Tyler, yaitu pandangan dan pertimbangan
para ahli disiplin ilmu, individu anak (sebagai siswa), dan kehidupan sosial kontenporer. Dalam
praktik, pemisahan tegas seperti kelas di atas tidak ada. Ketiga hal tersebut menyatu meskipun
mungkin ada salah satu karakter yang lebih dominan. 

b) Menentukan pengalaman belajar


Pengalaman belajar yaitu aktivitas siswa dalam beriteraksi dengan lingkungan, dan bagaimana
siswa mereaksi terhadap lingkungan. Pengalaman belajar tidak identik dengan isi pelajaran,
namun secara inhern dalam pengalaman belajar ini sudah mencakup bahan pelajaran apa yang
harus dipelajari siswa. 
Ada beberapa prinsip yangharus dipegang dalam menetukan pengalaman belajar ini, yaitu: 
1) harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai 
2) setiap pengalaman belajar harus memuaskan siswa (senang dalam melakukannya dan sesuai
dengan perkembangan siswa) 
3) setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya melibatkan siswa
4) satu pengalaman belajar bisa mencapai lebih dari satu tujuan

c) Mengorganisasi Pengalaman Belajar 


Pengalaman belajar bisa dibuat dalam bentuk mata pelajaran atau berupa program. Sedangkan
jenis pengorganisasian pengalaman belajar bisa secara vertical atau secara horizontal. Secara
vertical artinya, satu jenis pengalaman belajar dilakukan dalam berbagai tingkat kelas berbeda.
Dengan maksud untuk mengulang-ngulang jenis pengalaman belajar tersebut. Sedangkan
secara horizontal yaitu menghubungkan pengalaman belajar dalam satu bdaing kajian (mata
pelajaran) dengan pengalaman belajar bidang kajian lain yang masih dalam satu tingkat (kelas).  
Tyler mengajukan tiga prinsip untuk mengorganisasi pengalaman belajar agar efektif yaitu;
kesinambungan (countiuty), urutan isi (sequence), integrasi (integration).
Kesnambungan berarti adanya pengulangan yang terus menerus jenis pengalaman untuk
membentuk kemampuan yang ingin dibentuk pada siswa. Contoh salah satu IPS adalah
membentuk kemampuan membaca materi IPS merupakan tujuan yang dipandang sangat
penting, maka pengalaman belajar untuk membentuk kemampuan ini harus diulang dengan cara
yang sama. Kesinambungan merupakan factor penting dalam organisasi secara vertical. 
Urutan isi, diorganisasi sehingga adanya penambahan kedalaman dan keluasan bahan dengan
disesuaikan dengan tingkat kemampuan/perkembangan siswa. Juga adanya urutan dari yang
mudah menuju sulit, dari sederhana menuju yang kompleks. 
Integrasi, yaitu pokok bahasan dalam atu mata pelajaran satu dikaikat dengan mata pelajaran
lainnya sehingga adanya pemahaman yang terintegrasi (holistic). Misalnya dalam pengalaman
belajar dalam bidang matematika bisa dikaitkan dan membantu dalam mata pelajran ekonomi. 

d) Menentukan evaluasi 
Fungsi evaluasi ini kita akan melihat tingkat ketercapaian siswa dalam menguasai pelajaran /
perubahan tingkah laku (fungsi sumatif), dan untuk melihat sejauh mana efektifitas proses
pendidikan untuk mencapai tujuan (fungsi formatif). 

b. Model Zais 
Dalam model ini menekankan dari mana insiatif bermula, siapa personil terlibat, bagaimana
kedudukan personil serta keputusan apa yang diambil oleh personal tersebut. Berdasarkan pada
pemikiran tersebut, dengan merujuk pada pembagian model pengembangan kurikulum dari
Stanley, Smith, dan Shores, Zais menjelaskan tiga model pengembangan kurikulum yaitu model
administrative, model akar rumput (grass root) dan model demonstrasi. 
1) Model Administratif 
Dalam model ini atau disebut dengan top down model, inisiatif pengembangan kurikulum datang
dari pihak pejabat (administrator) pendidikan. Begitu pula dalam kegiatan penunjukan orang –
orang yang terlibat didalamnya beserta tugas-tugas dalam pengembangan kurikulum ditentukan
oleh administrator. Dengan menggunakan garis komando selanjutnya hasil pengembangan
kurikulum disebarluaskan untuk diterapkan di sekolah-sekolah. Karena model ini menggunakan
garis komando dalam kegiatannya, maka model ini disebut pula dengan istilah line staff model.
Prosedur kerja model ini yaitu: 
a) Membentuk tim/panitia pengarah (steering committee). Anggota dari tim ini ditentukan oleh
pejabat pendidikan yang berwenang. Tugas dari tim pengarah ini yaitu merumuskan konsep
dasar kurikulum, menetapkan garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, serta
menetapkan tujuan umum pendidikan. 
b) Membentuk tim/panitia kerja (work committee) untuk menjabarkan kebijakan umum yangtelah
disusun oleh panitia pengarah, yaitu merumuskan tujuan-tujuan pendidikan menjadi tujuan-
tujuan yang lebih operasional, memilih dan menyusun urutan bahan pelajaran, memilih strategi
pembelajaran beserta alat evaluasi yang harus digunakan, serta menyusun pedoman
pelaksanaan kurikulum bagi guru. 
c) Hasil kerja dari tim atau panitia kerja ini selanjutnya diserhakan kepada panitia diatasnya,
yaitu panitia pengarah / perumus bahkan pihak pejabat bisa membentuk panitia penilai khusus
untuk mempertimbangkan dan menilai hasil kerja tim. Setelah selesai maka akan diujicoba
terlebih dahulu dan ini bisa jadi masukan bagi perbaikan-perbaikan dan revisi-revisi tertentu. 
d) Penyebarluasan dan penerapan kurikulum disekolah-sekolah dengan memakai kebijakan dari
pihak berwenang, agar kurikulum bisa digunakan. 

2) Model Grass Root 


Model kebalikan dari administrative. Inisiatif dan kegiatan pengembangan kurukulum datang dari
guru, baik pada level ruang kelas maupun pada level sekolah. Inisiatif ini muncul biasanya
dikarenakan oleh keresahan atau ketidak puasan guru terhadap kurikulum yang berjalan,
selanjutnya para guru berupaya mengadakan inovasi terhadap kurikulum yang sedang berjalan.
Dalam model pengembangan kurikulum ini, peran administrator tidak dominan. Administrator
lebih menonjol sebagai motivator dan fasilitator. Jika memang pada administrator setuju dengan
gerakan para guru. Namun jika upaya pembaharuan para guru itu tidak disetujui maka
administrator bisa menjadi penghalang upaya inovasi guru. 
Model grass root ini hanya mungkin dilaksanakan di Negara yang menerapkan system
desentralilassi pendidikan secara murni. Sertga adanya kemampuan serta komitmen guru yang
baik terhadap pendidikan. 

3) Model Demonstrasi
Model ini pada dasarnya datang dari bawah (grass root), semula merupakan satu upaya
kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunakan dalam skala yang lebih luas. Dalam
model ini guru mengadakan penelitian untuk mengembangkan dan menghasilkan suatu
kurikulum hasil ini bisa digunakan pada sekolah lebih luas. Pengembangan model ini diprakarsai
oleh Departemen Pendidikan dilaksanakan oleh kelompok guru dalam rangka inovasi dan
perbaikan suatu kurikulum. 
Ada beberapa kebaikan dalam menggunakan model ini, 1) kurikulum ini akan lebih nyata dan
praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah diuji dan diteliti secara ilmiah, 2) perubahan
kurikulum dalam sekala kecil atau pada aspek yang lebih khususnya kemungkinan kecil akan
ditolak ileh pihak administrator, akan berbeda dengan perubahan kurikum yang sangat luas dan
komlpeks, 3) hakekat model demonstrasi berskala kecil akan terhindar dari kesenjangan
dokumen dan pelaksanaan di lanpangan, 4) model ini akan menggerakan inisiatif, kreativitas
guru-guru serta memberdayakan sumber-sumber administrasi untuk memenuhi kebutuhan dan
minat guru dalam mengembangkan program yang baru. 
c. Model Beaucahamp
1) Menetapkan arena atau wilayah dimana kurikulum diperuntukan.
2) Menetapkan orang – orang yang akan terlibat dalam pengembangan kurikulum 
3) Menetapkan prosedur yang akan ditempuh. 
4) Implementasi kurikulum, untuk susksesnya kurikulum perlu adanya dukungan sumber daya
yang memadai, diantaranya pemahaman guru, sara dan prasarana, anggaran keuangan yang
memadai, manajemen sekolah. 
5) Evaluasi kurikulum 
a) Evaluasi pelaksanaan kurukulum oleh guru di sekolah
b) Evaluasi terhadap desain kurikulum
c) Evaluasi keberhasilan anak didik
d) Evaluasi system rekayasa kurikulum 

d. Model Taba’s (inverted model)


Teori ini memusatkan pada guru, bahwa guru merupakan factor utama dalam usaha
pengembangan kurikulum. Menurut Taba guru harus aktif penuh dalam pengembangan
kurikulum. Dalam model ini guru memposisikan sebagai innovator dalam penembangan model
kurikulum. Langkah – langkah untuk mengembangkan model ini adalah: 
1) Membuat unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru
Dalam kegiatan ini perlu mempersiapkan (1) perencanaan pada teori – teori yang kuat, (2)
eksperimeen harus dijadikan di dalam kelas dengan menghasilkan data yang empiric dan teruji.
Unit eksperimen ini harus dirancang melalui tahapan sebagai berikut : 
a) Mendiagnosis kebutuhan 
b) Merumusakan tujuan tujuan khusus 
c) Memilih isi 
d) Menggorganisasi ini 
e) Memilih pengalaman belajar 
f) Menggorganisasi pegalaman belajar 
g) Mengevaluasi 
h) Melihat sekuens dan keseimbangan (Taba, 1962 : 347) 
2) Menguji unit eksperimen 
3) Mengadakan revisi 
4) Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (developing a framework) 
Dalam langkah ini ada beberapa pertanyaan yang di hadapi 1) apakah lingkup ini telah
memadai, 2) apakah isi ini telah tersusun secara logis, 3) apakah pembelajaran telah
memberikan peluan terhadap pengembangan intelektual, keterampilan, dan sikap, 4) dan
apakah konsep sudah terakomodasi
5) Implementasi dan Desiminasi 
Dalam langkah ini penyebarluasan ketiap daerah-raerah dan sekolah dan dilakukan pendataan
tentang kesulitan serta permasalahan yang dihadapi guru-guru lapangan. Oleh karena itu perlu
diperhatikan persiapan di lapangan yang berkaitan dengan aspek-aspek penerapan kurikulum. 
e. Model Miller Seller 
1. Klarifikasi orientasi Kurikulum 
Langkah pertama in iada perbedaan dengan kodel sembelumnya. Model ini mengorintasikan
pandangan filosofis dan sosialnya. Orientasi ini mereflesikan pandangan filosofis, psikologis dan
sosiologis terhadap kurikulum yangseharusnya dikembangkan. Klarifikasi orientasi kurikulum
berdasrkan pada transimis, transaksi dan transformasi. 
2. Pengembangan Tujuan 
Setelah melakukan klarifikasi orientasi kurikulum langkah berikutnya adalah mengembangkan
tujuan-tujuan dan mengembangkan tujuan khusus berdasarkan orientasi kurikulum yang
bersangkutan. Tujuan umum dalam konteks adalah merefleksikan pandangan orang (lime age
person) danpandangan (image) kemasyarakatan. Tujuan pemgembangan merupakan tujuan
yang maish relative umum. Olehkarena itu, perlu dikembangkan tujuan – tujuan yang lebih
khusus hingga pada tujuan instruksional. 
3. Identifikas Model Mengajar
Identifikas model mengajar (strategi mengajar) harus sesuai dengan tujuan dan orientasi
kurikulum, pada tahap ini pelaksana kurikulum harus mengidentifikasikan strategi megajar yang
digunakan yang sesuai dengan tujuan dan orientasi kurikulum. Ada beberapa criteria yang harus
perhatikan : 
a) Disesuaikan berdasarkan seluruh tujuan umum maupun tujuan khusus
b) Strukturnya harus sesuai dengan kebutuhan siswa 
c) Guru yang menerapkan kurikulum ini harus sudah memahami secara utuh, sudah dilatih dan
mendukung model’
d) Tersedia sumber- sumber yang esensial dalam pengembangan model
4. Implementasi 
Langkah ini merupakan langkah penerapan kurikulum pada langkah – langkah sebelumnya.
Implementasi sebaiknya harus dilaksanakan berdasrkan komponen-komponen program studi,
identifikasi sumber, peranan,pengembangan professional, penetapan waktu, komunikasi dan
system monitoring. Langkah ini merupakanlangkah akhir dari pengembangan kurikulum. 

C. Sintesis Model-Model Pengembangan 


Dari uraian tentang berbagai model pengembangan kurikulum diatas bias di tarik beberapa hal
mendasar dari model pengembangan kurikulum tersebut, yaitu bahwasannya: 
Pertama, dalam pengembangan kurikulum itu adalah langkah sistematis dalam pengambilan
keputusan tentang komponen kurikulum yang terjalin sedemmikian rupa. 
Kedua, dalam pengembangan kurikulum setidaknya ada dua pendekatan yang bias digunakan
yaitu pendekatan administrasi demana inisiatif dan pelaksanaan pengembangan kurikulum
dilakukan oleh para pejabat pendidikan; dan pendekatan grassroot yaitu inisiatif dan
pelaksanaan pengembangan kurikulum dilakukan oleh para pelaksana kurikulum dilpapangan. 
Ketiga, dalam tataran praktek mungkin suatu model diterapkan secara tegas sebagaimana yang
ada dalam model tersebut, tapi mungkin pula model diterapkan setelah dimodifikasi, disesuaikan
dengan situasi dnakondisi yang ada. 

D. Organisasi Kurikulum 
Kurikulum lebih luas dari pada sekedar rencana pelajaran, tetapi melitputi segala pengalaman
atau proses belajar siswa yang direncanakan dan dilaksanakan di bawah bimbingan lembaga
pendidikan. 
Salah satu aspek yang perlu dipahami dalam pengembangan kurikulum adalah aspek yang
berkaitan dengan organisasi kurikulum. Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain
bahan kurikulum ynag tujuannya untuk mempermudah siswa dalam mempelajari bahan
pelajaran serta mempermudah siswa dalam melakukan kegiatan belajar, sehingga pembelajaran
dapat dicapai secara efektif. 
Ada beberapa factor yang harus dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum diantaranya
berkaitan dengan ruang lingkup (scope) urutan bahan (sequence), kotinutas, keseimbangan, dan
keterpaduan (intergrated). Ruang lingkup (scope) dan urutan bahan pelajran merupakan salah
satu factor harus dipertimbangkan dalam satu kurikulum. 
Ada dua aspek yang harus selalu diperhatikan dalam keseimbangan pada organisasi kurikulum 
1) Keseimbangan terhadap subtansi bahan atau isi kurikulum 
2) Keseimbangan yang berkaitan dengan cara atau proses belajar. 
Keseimbangan subtansi isi kurikulum harus diliihat secara komprehensip untuk kepentingan
siswa sebagai individu, tuntutan masyarakat maupun kepentingan pengembangan seni –
apresiasi dan kinestetik, semuanya harus terakomodasi dalam isi pertimbangan dalam
organisasi kurikulum secara umum ada 2 model organisasi 
a. Kurikulum berdasarkan mata pelajaran (Subject Curriculum) 
1. Mata Pelajaran Terpisah 
Bentuk kurikulum ini sudah lama digunakan dalam dunia pendidikan kita, karena bentuk
kurikulum ini memilikui karakteristik yang sangat sederhana dan mudah dilaksanakan. Tetapi
tidak selamanya yang dianggap mudah dan sederhana tersebut akan mendukung terhadap
efektivitas dan efesiensi pendidikan yang sesuai dengan perkembangan social. Mata pelajaran
yang terpisah – pisah (separated subject curriculum) bertujuan agar generasi muda menganal
hasil-hasil kebudayaan dan pengatahuan umat manusia yang telah dikumpulkan secara berabad
– abad agar mereka tak perlu mencari buku dan menemukan kembali dengan ap ayang telah
diperoleh dari generasi terdahulu (S. Nasution, 1986) 
Secara fungsional bentuk kurikulum ini mempunyai kekurangan dankelebihan, kekurangan pola
mata pelajaran yang terpisah – pisah (separated subject curriculum) yaitu : 
a) Bahan pelajaran yang diberikan atau dipelajari secara terpisah – pisah yang menggambarkan
tidak ada hubungan antara materi satu dengan yang lainnya 
b) Bahan pelajaran yang diberikan atau yang dipelajari siswa tidak bersifat actual 
c) Proses belajar lebih mengutamakan aktivitas guru sedangkan siswa cenderung pasif. 
d) Bahan pelajaran tidak berdasrkan pada aspek permasalahan social yang dihadapi siswa
maupun kebutuhan masyarakat 
e) Bahan pelajaran merupakan informasi maupun pengetahuan dari masa lalu yang terlepas
dengan kejadian masa sekarang dan yang akan datang 
f) Proses dan bahan pelajaran sangat kurang memperhatikan bakat, minat, dan kebutuhan
siswa 
Sedangkan kelebihan pola mata pelajaran yang terpisah – pisah adalah : 
a) BAhan pelajaran disusun secara sistematis, logis sederhana dan mudah dipelajari 
b) Dapat dilaksanakan untuk mewariskan nilai –nilai dan budaya terdahulu 
c) Kurikulum ini mudah diubah dna dikembangkan 
d) Bentuk kurikulum ini mudah dipola, dibentuk didesain mudah untuk diperluas dan
dipersempipt sehingga mudah disesuailan dengan waktu yang ada 
2. Mata Pelajaran Gabubngan (Corelated Curriculum) 
Kurikulum bentuk ini sudah lama digunakan dalam pendidikan kita. Korelasi kurikulum atau
sering disebut broad field pada hakekatnya adalah penyatuan beberapa mata pelajaran yang
sejenis, seperti IPA (didalamnya tergantung ada fisika, biologi dan kimia) dan IPS. Kurikulum ini
merupakan bentuk dari penggabungan rai metode terpisah – pisah. 
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pola kurikulum ini. Kekurangannya adalah : 
a) Bahan pelajarannya yang diberikan kurang sistematis serta kurang begitu mendalam 
b) Kurikulum ini kurang mengunakan bahan pelajaran yang actual yang langsung berhubungan
dengan kehidupan nyata siswa. 
c) Kurikulum ini kurang memperhatikan bakat, minat dan kebutuhan siswa 
d) Apabila prinsip penggabungan belum dipahami kemungkinan bahan pelajaran yang
disampaikan masih terlambat. 
b. Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum) 
Kurikulum ini cenderung lebih memandang bahwa dalam suatu pokok bahawan harus terpadu
secara menyeluruh, keterangan ini dapat dicapai melalui pemusatan pelakajaran pada satu
masalah tertentu dengan alternative pemecahan melalui berbagai disiplin ilmu atau mata
pelajaran yang diperlukan, sehingga pada siswa untuk belajar secara kelompok maupun secara
individu, lebih memberdayakan masyarakat sebagai sumber belajar, memungkinkan
pembelajaran besifat individu terpenuhi. 
Ada beberapa kekurangan maupun kelebihannya dalam kurikulum ini. 
a) ditinjau dari ujian akhir atau tes masuk yang uniform, maka kurikulum ini akan banyak
menimbulkan keberatan
b) kurikulum ini tidak memiliki urutan yang logis dan sistematis 
c) memerlukan waktu yang banyak dan bervariasi sesuai dengan kebutuhan siswa maupun
kelompok 
d) guru belum memiliki kemampuan untuk menerapakan kurikulum berikut ini
e) masyarakat, orang tua dan siswa belum terbiasa dengan kurikulum ini
Sedangkan kelebihan dalam kurikulum ini adalah :
a) Mempelajari pelajaran melakui pemebacahan masalah dengan cara memadukan beberapa
mata pelajaran secara menyeluruh dalam menyeleisakan topic atau permasalahan 
b) Memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar sesuai dengan bakat, minat dan potensi
yang dimilikinya secara individu
c) Memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan permasalah secara komperhensip
dan dapat mengembangankan belajar secara bekerjasama 
d) Mempraktekan nilai – nilai demokrasi dalam pembelajaran 
e) Memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar secara maksimal 
f) Memberikan kepada siswa untuk belajar berdasrkan pada pengalaman langsung 
g) Dapat membantu meningkatkan hubungan antara sekolah dengan masyarakat 
h) Dapat menghilangkan batas – batas yang terdapat dalam pola kurikulum yang lain.  
Adapun kekurangan dalam jenis kurikulum ini adalah : 
a) kurikulum dibuat oleh guru dan siswa sehingga memerlukan kesiapan dan kemampuan guru
secarakhusus dalampengembangan kurikulum seperti ini. 
b) Bahan pelajaran tidak disusun secara logis dan sitematis 
c) Bahan pelajaran tidak bersifat sederhana
d) Dapat memungkinkan kemampuan yang dicapai siswa akan berbeda secara mencolok 
e) Kemungkinan akan memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang banyak itu perlu adanya
pengorganisasian yang lebih optimal dapat mengurangi kekurangan – kekurangan tersebut. 
1) Kurikulum Inti (Core Curriculum) 
Kurikukum inti merupakan kurikulum terpadu. Beberapa karakteristik yang dapat dikaji
dalamkurikulum ini adalah 
a. kurikulum ini direncanakan secara berkelanjutan (continue) selalu berkaitan dan direncanakan
secara terus menerus
b. isi kurikulum dikembangkan merrupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan  
c. isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah maupun problema yang dihadapi secara
actual 
d. isi kurikulum cenderung mengambil atau mengangkat subtansi yang bersifat pribadi maupun
social 
e. isi kurikulum ini lebih difokuskan berlaku untuk semua siswa sehingga kurikulum ini sebagai
kurikulum umum tetapi subtansinya bersifat problema, pribadi, social dan pengalaman yang
terpadu 
2) Social function dan Persistent Situation
Merupakan bagian dari kurikulum terpadu, kurikulum ini didasarkan atas analisis kegiatan –
kegiatan manusia dalam masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan manusia sebagai
individu dan sebagai anggota masyarakat di antaranya : 
a. memelihara dan menjaga keamanan masyarakat 
b. perlindungan dan pelestarian hidup, kekayaan dan sumber alam 
c. komunikasi dan transportasi 
d. kegiatan rekreasi 
e. produksi dan distribusi barang dan jasa 
f. ekspresi rasa keindahan 
g. kegiatan pendidikan
h. integrasi kepribadian 
i. konsumsi benda dan jasa 
Dalam social function ini dapat diangkat berbagai kegiatan – kegiatan manusia yang dapat
dijadikan sebagai topik pembelajaran. Kegiatan – kegiatan manusia di masyarakat setiap saat
akan berubah sesuai dengan perkembangan maupun era globalisasi, sehingga subtansi social
function pun harus bersifat dinamis. 
Secara umum ada 3 kelompok situasi yang akan dihadapi. 
1. situasi – situasi mengenai perkembangan individu manusia diantaranya : 
a) Kesehatan. Manusia perlu memenuhi kebuthhan fisiologis, emosional sosial sampai pada
pencegahan penyakit 
b) Intelektual. Manusia memerlukan kemapuan mengemukakan pendapat, memahami pikiran
orang lain, berhitung, bekerja yang efektif 
c) Moral. Kebebasan individu, tanggung jawab atas diri dan orang lain 
d) Keindahan. Mencari sumbernya pada diri sendiri maupun dalamlingkungan 
2. Situasi untuk perkembangan partisipasi sosial 
a) hubungan antar pribadi. Mengusahan hubungan sosial dan hubungan kerja yang baik dengan
orang lain 
b) keanggotaan antar kelompok. Kerjasama dengankelompok rasional, agama dan nasional 
c) hubungan antar kelompok. Kerja sama dengan kelompok rasional, agama dan nasional,
kelompok sosio – ekonomi. 
3. situasi – situasi untuk perkembangan menghadapi faktor-faktor ekonomi dan daya lingkungan 
a) bersifat alamiah. Gelajala fisik tanaman, binatang, serangga, daya fisik dankimiawi 
b) sumber teknologi. Penggunaan serta pengembangan teknologi 
c) struktur dandaya sosial ekonomi. Mencari nafkah, memperoleh barang – barang jasa
mengusahakan kesejahteraan sosial, mempengaruhi pendapat umum, partisifasi dalam
pemerintahan lokal maupun nasional (S. Nasution) 

E. Experience atau Activity Curriculum 


Sering disebut juga dengan activity curriculum, curriculum ini cenderung mengutamakan
kegiatan-kegiatan atau pengalaman siswa dalam rangka membentuk kemapuan yang
terintegrasi dengan lingkungan maupun dengan potensi siswa. Pada kurikulum ini intinya yaitu
siswa berbuat dan melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya vokasional tetapi tidak
meniadakan aspek intelektual atau akademik yang berkaitan dengan aspek keterampilan atau
kejuruan tersebut. 
Ada 4 tipe pembelajaran proyek yang dapat dikembangkan dalam ctivity curriculum di anaranya :
1) Construction on creative project. Pembelajaran ini bertujuan untuk mengenmbangkan ide –
ide ata merealisasikan suatu ide dalam satu bentuk tertentu misalnya ; membuat payung,
membuat tas dengan metode tertentu, membuat gagasan dan lain – lain.
2) Appreciation on enjoyment project. Pembelajaran ini bertujuan menikmati pengalaman –
pengalaman dalam bentuk apresiasi estetis (estetika), misalnya menyaksikan permainan drama,
mendengarkan musik, menghayati gambar hasil seni, mendengarkan cerita, atau membuat
karangan. 
3) The problem project. Pembelajaran ini bertujuan untuk memecahkan masalah yang bersifat
intelektual tetapi pada subtansi yang ada keterampilannya (vokasional), misalnhya bagaimana
penanggulangan penyebaran flu burung? Permasalahan tersebut memerlukan jawaban yang
bersifat intelektual, tetapi tidak menutup kemungkinan dibahas tentang bagaimana cara
membersihkan kandang unggas dan sebagainya 
4) The drill or specific project. Pembelajaran ini bertujuan untuk memperoleh beberapa itrem
atau tingkat keterampilan, misalnya bagaimana mengoperasikan kamera digital, bagaimana cara
menulis makalah yang benar, dan sebagainnya. 
Ada beberapa keuntungan yang akan diperoleh dalam pembelajaran ini, diataranya : 
1) Siswa akan berpartisipasi sepenuhnya dalam situasi belajar, karena siswa akan mengalami
dan melakukan ecara langsung bebagai kegiatan yang telah direncanakan 
2) Pembelajaran ini akan menerapkan berbagai prinsip-prinsip belajar yang mengoptimalkan
kemampuan siswa dalam pembelajaran 
3) Mengandung aspek estetika, intelektial, vocational dan kreatifitas siswa. 

Anda mungkin juga menyukai