Anda di halaman 1dari 6

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Landasan Pengembangan Kurikulum dapat meniadi titik tolak sekaligus titik sampai. Titik tolak
yaitu pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembahaman tertentu seperti penemu.an teori
belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi sekolah. Titik sampai berarti
kuirikulum harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat merealisasikan perkembangan
tertentu, seperti dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tuntutan-tuntutan sejarah masa lalu,
perbedaan latar belakang murid, nilai-nilai filsafat suatu masyarakat dan tuntutan-tuntutan kultur
tertentu.
KURIKULUM DAN LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
1. Pengembangan Kurikulum
Saylor
&
No Aspek
Ausbrey Haan
Hilda Taba
Alexander
1. Sosiologi Contenporary The variety background of - The analysis society
children
- The analysis of culture
- Current conception of the
funtions of the school
Saylor
&
No Aspek
Ausbrey Haan
Hilda Taba
Alexander
2. Filosofis
An Expression Methods & values of e free of values
society
3. Psikologis Child as a - Dynamic of childrens Psycology of learning
learner
learning
- Learning theories
- Theory
of
individual - The concept of development
growth
- The transfers of learning
- Complex factor that
4.
Contribute
to
childrens - Social and culture learning
personality growth.
- The extension of learning
5. Scientific
- The nature of knowledge
- The content of the disciplines
Kata "kurikulum" berasal dari satu kata bahasa asing yang berarti "jalur pacu", dari secara tradisional
kurikulum sekolah disajikan seperti itut (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang . ( Zais 1976 : 6). Zais
mengemukakan kurikulum adalah :
Kurikulum sebagai program pelajaran,
Kurikulum sebagai isi pelajaran,
Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan,
Kurikulum sebagai pengalaman dibawah tanggung jawab sekolah,
kurikulum sebagai suatu rencama (tertulis) untuk dilaksanakan.
Tanner dan Tanner (1980) mengungkapkan konsep-konsep kurikulum yaitu:
Kurikulam sebagai pengetahuan yang diorganisasikan,
Kurikulum sebagai modus mengajar,
Kurikulum sebagai arena pengajaran,
Kurikulum sebagai pengalaman
kurikulum sebagai pengalaman belajar terbimbing,
Kurikulum sebagai kehidupan terbimbing,
Kurikulum sebagai suam rencana pembelajaran,
Kurikulum sebaga sistem produksi sceara teknologis,
Kurikulum sebagai tujuan.
a. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah.
Kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal. Pada pendidikan formal terdapat
jenjang jenjang pendidikan yang selalu berakhir dengan ijazah atau Surat Tanda Tamat Behijar
(STTB). Seseorang yang telah menyelesaikan satu jenjang pendidikan, melalui suatu jalur
pacuan terdiri dari berbagai mata pelajaran/bidang studi beserta isi pelajarannya dan berakhir

pada ijazah. Para pendidik profesional juga memandang curriculum as the relatively
standardize grown coveret by students in their rece toward the finish line (diploma)" (Zais, 1976
: 6 ).
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat kiranya disimpulkan bahwa kurikulum mempakan
jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus dilalui untuk
meraih ijazah.
b. Kurikulum sebagai mata pelajaran dan isi pelajaran.
Merupakan sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus diselesaikan oleh
siswa sebagai ilmu atau pengetahuan yang ditempuh. Kurikulum terdiri dari berbagai mata
pelajaran sudah sejak lama ada, bahkan sampai sekarang masili sering terbaca ataupun
terdengar. Schubert (1986) mengemukakan bahwa penyebutan kurikulum yang demikian sama
halnya menyamakan kurikulum dengan mata pelajaran (Sumantri, 1988 : 2). Lebih jauh, orang
sering menyebut bahwa isi dari pelajaran tertentu dalam program dikatakan sebagai kurikulum
(Zais, 1976 : 7). Dengan demikian, tidaklah mengejutkan apabila ada orang mengemukakan
kurikulum sebagai mata pelajaran dan isi pelajaran.
c. Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran.
Winecoff (1988 : 1), mengemukakan : "The curriculum is generally difined as a plan the
developed Ii facilitate the teachingfleaming process under the direction and guidance of a
school, college or university and its members. "Defenisi kurikulum oleh Winecoff (1988),
kurikulum didefenisikan sebagai suatu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses
mengajar/belajar di dalam arahan dan bimbingan sekolah, akademi atau universitas dan para
anggota stafnya. Alexander dan Saylor (1974 dalam Bondi dan Wiles, 1989 : 7) mengungkapkan
pula bahwa kurikulum sebagai suatu rancangan untuk menyediakan seperangkat kesempatan
belajar agar mencapai tujuan.
d. Kurikulum sebagai hasil Belajar.
Popham dan Baker mendefiniskan kurikulum sebagai 'All planner leaming out comes for whkh
the scholl is responsible" Tanner & Tanner, 1980 : 24). Diutarakan oleh Popham dan Baker
bahwa semua rencana hasit belajar (Kamig out comes) yang merupakan tanggung jawab sekolah
adalah kurikulum, defenisi ini mengubah pandangan penanggung jawab sekolah dari kurikulum
sebagai alat menjadi kurikulum sebagai tujuan.
Tanner & Tanner (1980 :43) Kurikulum sebagai rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman,
yang secara sistematis dikembangkan dengan bantuan sekolah (atau universitas) agar
memungkinkan siswa menambah penguasaan pengetahuan dan pengalamannya. kurikulum
sebagai hasil belajar mempakan serangkaian hasil belajar yang diharapkan.
e. Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
Dari empat konsep kurikulum dapat kita menandai bahwa setiap orang yang terlibat dalam
pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh pengalam belajar. Foshay mengamati
bahwa sebelum tahun 1930-an istilah kurikulum dideferusikan sebagai "semua pengalaman
seorang siswa yang diberikan dibawah bimtbingan sekolah" (Tanner & Tanner, 1980: 14)
sedangkan Krug (1956 dalam Zais, 1976 : 8) menunjukkan kurikulum sebagai "All the means
employed by the school to provide students with opportunities for desirable leaming
experiences". Jelas defenisi Krug ini menunjukkan kepada kita bahwa Berdasarkan defenisi
kurikulum, belajar tersebut dapat diperoleh di dalam sekolah maupun di luar sekolah sepanjang
direncanakan atau dibimbing pihak sekolah. Dengan demikian, kurikulum sebagai pengalaman
belajar mencakup pula tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan sesuatu.
Dari empat konsep kurikulum dapat kita menandai bahwa setiap orang yang terlibat dalam
pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh pengalam belajar.
Guru dapat memilih satu atau lebih konsep kurikulum yang dijadikan acuannya. Dalam UU RI No.
2 tahun 1989 pasal 1 (9) menyebutkan bahwa : " kurikulum adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai isi dan bahan" serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar " (Depdikbud, 1989: 3), sedangkan dalam pasal 37 menyebutkan: "
kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan
nasioanal, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan
jenjang masingmasing satuan pendidikan " (Depdikbud, 1989 : 15).
2. Landasan Pengembangan Karikalum
Kurikulum merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan
dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada
dalam masyarakat (Depdikbud, 1986: 1).
(Zais, 1976 : 17) pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimna
pembuatan kurikulum akan berjalan dan meliputi pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Siapa akan dilibatkan dalam pembuatan kurikulum, guru, administrator, orang tua, atau siswa ?
2. Apa prosedur yang akan digunakan dalam pembuatan kurikulum, petunjuk administratif, konlisi
fakultas (staf pengajar) atau konsultasi universitas ?
3. jika komisi yang digunakan, bagaimana mereka akan diatur ?
Bondi dan Wiles (1989 : 87) mengemukakan babwa pengembangan kurikulum yang terbaik adalah
proses yang meliputi banyak hal yakni :
1. kemudahan-kemudahan suatu analisis tujuan,
2. rancangan suatu program,
3. penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan,
4. peralatan dalam evaluasi proses ini Secara singkat pengembangan kurikulum adalah suatu
perbuatan kompleks yang mencakup berbagai jenis keputusan (Taba, 1962 : 6).
Dalam landasan program dan pengembangan dikemukakan bahwa pengembangan kurikulum
mengacu pada tiga unsur, yaitu :
1. Nilai dasar yang mempakan falsafah dalam penyelidikan manusia seutuhnya,
2. Fakta empirik yang tercermin dari pelaksanaan kurikulum, baik berdasarkan penilaian
kurikulum studi, maupun surve lainnya.
3. Landasan teori yang menjadi arahan pengembangan dan kerangka penyorotannya (Depdikbud,
1986 : 1).
Hal yang dikemukakan dalam "Landasan Program dan Pengembangan Kurikulum" merupakan
contoh adanya landasan-landasan pengembangan kurikulum, yang acapkali disebut sebagai
determinan (faktor-faktor penentu) pengembangan kurikulum:
a. Landasan Filosofis.
Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh
masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan (dalam arti seluas-luasnya)
(Raka, Joni, 1983 : 6). Segala kehendak yang dimiliki oleh masyarakat memberikan arah pada
pendidikan. Dengan demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan
pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup
dalam masyarakat merupakan landasan filosofis penyelenggaraan pendidikan. Filsafat boleh
jadi didefinisikan sebagai suatu studi tentang : hakikat realitas, hakikat ilmu pengetalman,
hakikat sistem nilai, hakikat nilai kebaikan, hakikat keindahan dan hakikat pikiran (Winecoff,
1988: 13).
b. landsaan Sosial- Budaya - Agama.
Realitas sosial-budaya-agama dalam masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan
kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum. Masyarakat adalah
suatu kelompok individu-individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam kelompokkelompok berbeda ( Zais, 1976 : 157; Raka Joni, 1983 : 5 ). Masyarakat sebagai kelompok
individu-individu mempunyai pengaruh terhadap individu-individu dan sebaliknya, individuindividu itu pada taaf-taraf tertentu juga mempunyai pengaruh terhadap masyarakat (Raka Joni,
1983 :5) Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihomati oleh individu-individu dalam
masyarakat tersebut, mencakup nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya. Oleh kreena

nilai agama berhubungan dengan kepereayaan, maka pada umumnya bersifat langgeng sampai
masyarakat pemeluknya melepaskan kepereayaannya (Rika Joni, 1983 : 5). Nilai-nilai sosialbudaya masyarakat bersumber pada basil karya akal budi manusia, sehingga dalam mencrima,
menyebarluaskan, melestrikan dan atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya.
c. Landasan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik ( siswa) meng hadapi lingkungan hidup
yang mengalami perubahan yang semakin pesat ( Raka Joni, 1983: 25 ). Oleh karena itu,
kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi (Zais,
1987: 157). Namun dengan demikian menurut Damd Joesoep (1982 dalam Raka Joni, 1983 :
40) bahwa sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat ntuk perkembangan melalui
proses pendidikan ada tiga yaitu : pikiran ( logika), perasaan (estetika), dan kemuan (etika).
Ilmu pengetahuan dan tehnologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada pikiran atau logika,
sedangkan seni bersumber pada perasaaan atau estetika.
d. Landasan perkembangan masyarakat.
Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkin pada msyarakat tertentu
perkembangannya tersebut sangat lambat tetapi masyarakat lainnya cepat baik sanggat cepat
(Nana Sy Sukmadinata, 1988:66). Perkembangan masyarakat juga dipengaruhi oleh falsafah
hidup, nilai-nilai, ipteks, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Nilai-nilai sosial budaya
agama akan merupakan penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan
masyarakat. lpteks mendukung kegiatan msyarakat, dan kebutuhan msyarakat akan membantu
menetapkan perkembangan yang dilaksanakan. Perkembangan masyarakat akan menuntut
tersedianya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka, diperlukan
rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan
masyarakat itu sendiri.
Komponen dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum.
1. Komponen kurikulum
Tyler (1950 dalam Tabs, 1962 : 422) mengemukakan bahwa "it is important as a part of a
compherensive theory or organization to indkate just what kinds of elements. An in a given currkulum it
is important to identify the partkular elements that shall be used" Dari pemyataan Tyler tersebut,
tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum.
Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 110) menemukan empat konaporten dari anatomi tubuh
kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau isi penyampaian, serta evaluasi.
Berdasarkan uraian tentang komponen-komponen kurikulum sebelumnya, yakni komponen kurikulum
yang terdiri dari : tujuan, materil pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.
a. Tujuan.
Tujuan sebagai komponen kurikulum mempakan kekuatan-kekuatan fundamental yang sangat
mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk selmh program
pendidikan (Zais, 1976 : 297). Dalam kenyataannya aspek-aspek pendidikan selalu
mempertanyakan tentang tujuan. Lebili lanjut Zais (1976 : 307) mengklasifikasik" tujuan menjadi
tiga yakni aims, goal, dan objetives, yang ketiganya mempakan suatu hirarki vertikal.
Tujuan pendidikan nasional merupukan tujuan kurikulum tertinggi yang bersumber pada falsafah
bangsa (pancasila) dan kebutuhan masyarakat tertuang dalam GBHN dan UU-SPN. Tujuan
kelembagaan (tujuan institusional) mempakan tujuan yang menjabarkan tujun pendidikan nasional,
bersumber pada tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karekteristik mata pelajaran bidang
studi, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan yang terbawah dari hirarki tuju"
kurikulum Indonesia adalah tujuan pengajaran.
Tujuan pengajuan terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajoran (TUP) dan
Tujuan Kbusus Pengajaran (TKP). Hirarki tujun kurikulum secara vertikal di Indonesia seperti
terurai sebelumnya, tersurat seperti terurai sebelumnya,
Jenjang Tujuan
Dokumen
Penanggung Jawab
Tujuan Pendidikan UU SPN & GBHN
Menteri Dikbud

Tujuan
Kelembagaan
Tujuan Kurikuler

Kurikulum
Lembaga
GBBP

Tujuan Pengajaran

GBPP &
Pembelajaran

Tiap Kepala Sekolah


Guru Mata Pelajaran /
Bidang Studi / Kelas
Rancangan Guru Mata Pelajaran

tersurat sampai dengan Kurikulum Yang Disempumakan (KYD) SD/SLTP/SLTA tahun 1984/1985
atau 1985/1986. Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja berkembang atau
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan atau perkembangan zaman.
b. Materi pengalaman belajar.
Hal yang mempakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan
menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai
dengan dan paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalumya
dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976: 322).
Namun demikian sebenarnya tidak
cukup hanya isi bahan ajaran saja yang dipikirkan dalam
kegiatan kurikulum, maka kurikulum secara pasti mencakup seleksi, dan organisasi materi dan
pengalaman belajar (Taba, 1962 : 266).
Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang
terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan
sebagai kegiatan belajar tentang atau Belajar bagaimana disiplin berpikir dan strata disiplin thou.
c. Organisasi.
Perbedaan antara belajar di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian
secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan
pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuantujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Namun demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian
kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan kompleks. Sukar dan kompleknya pengorganisasian
kurikulum dikareakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi serta pengetahuan yang ada
tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan masalah proses pembelajaran (Sumantri,
1988 : 23).Masalah-masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada ruang lingkup (scope),
sekuensi kontinuitas, dan integrasi.

d. Evaluasi.
Evaluasi merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369).
Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar sisiwa (basi k dan proses) mampun
keefektifan kurikulum dan pembelajaran, Lebih lanjut Zais (1976 : 378) Evaluasi kurikulum secara
luas tidak hanya menilai dokumen tertulis, tempat yang lebih penting adalah kurikulum yang
diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian yang meliputi interaksi siswa,
guru, material, dan lingkungan. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum secara keseluruhan baik
evaluasi belajar sisiwa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai
dasan pengembangan kurikulum.
Pengertian dan Pentingnya Motivasi
Motivasi berasal dari kata Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan motivasi.
Motivate sendiri berarti alasan, sebab dan daya penggerak (Echols, 1984). Motif adalah keadaan dalam
diri seseorang yang mendorong individu tersebut amok melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna
mencapai tujuan yang diinginkan (Suryabrata, 1994). Secara serupa Winkels (1987) mengemukakan
bahwa motif adalah penggerak dalam diri seseorang mau melakukan aktifitas-aktifitas tertentu dalam
mencapai suatu tujun tertentu pula.
Motivasi belajar adalah keseluruhan dari penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar, menjamin kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winskel, 1987). Siswa yang

mempunyai motiasi belajar tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit putus
kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).
ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi dikemukakan Brown (1981) sebagai
berikut:
1. tertarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh
2. tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan
3. mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya
4. terutama kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas; ingin identitas
dirinya diakui oleh orang lain
5. tindakan, kebiasaan, dan moralnya selalu dalam kontrol diri; selalu mengingat pelajaran
dan mempelajarinya kembali
6. selalu terkontrol oleh lingkungannya.
Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah:
1. tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu lama
2. ulet dalam menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas atas prestasi
yang diperoleh
3. menunjukkan minat yang besar terhadap bermacam-macam masalah belajar
4. lebih suka bekerja sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain
5. tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin
6. dapat mempertahankan pendapatnya
7. tidak mudah melepaskan apa yang diyakini; senang mencari dan memecahkan masalah.
Suatu hal yang penting adalah bila kita ingin anak belajar dengan baik (tingkat 5), maka haruslah
terpengaruh tingkat 1-4. Anak yang lapar, merasa tidak aman, yang tidak dikasihi, yang tidak diterima
sebagai anggota masyarakat kelas, yang guncang harga dirinya, tidak akan dapat belajar dengan baik.
Banyak macam motivasi dan para ahli meneliti tentang bagaimana asal dan perkembangannya dan
menjadi suatu "daya" dalam mengarahkan kelainan seseorang. Motivasi diakui sebagai hal yang sangat
penting bagi pelajaran di sekolah.
Ada sejumlah tokoh yang meneliti soal motivasi belajar ini.
1. Hewitt (1968) mengemukakan bahwa "attentional set artinya anak itu suka bekerja sama
dengan anak-anak lain dan dengan guru, ia mengharapkan penghargaan dari teman-temannya
dan mencegah celaan mereka, dan ingin mendapatkan harga dirinya di kalangan kawan
sekelasnya. Selanjutnya anak itu memperoleh motivasi anak menguasai pelajaran (matery),
termasuk penguasaan kemampuan intelektual. Dengan reinforcement yakni penghargaan atas
keberhasilannya motivasi itu dapat dipupuk. Taraf motivasi tertinggi menurut hewitt ialah
motivasi untak "achievemenf' atau keberhasilan yang merupakan syarat agar anak ini didorong
oleh kemauannya sendiri dan merasa kepuasan dalam mengatasi tugas-tugas yang kian
bertambah sulit dan berat. Bila taraf ini tercapai, maka anak itu sanggup untuk belajar sendiri.

Anda mungkin juga menyukai