Petunjuk
a. Berdoalah sebelum dan setelah mengerjakan soal.
b. Bacalah soal dengan cermat.
c. Bekerjalah dengan tenang dan jujur.
d. Kerjakan soal di Onclass.
Soal
1. Berikan beberapa definisi kurikulum yang Sdr ketahui. Sertakan sumber definisi
tersebut.
2. Sebutkan beberapa prinsip dan model pengembangan kurikulum.
3. Jelaskan perbedaan antara peninjauan dan perubahan kurikulum.
4. Di antara kurikulum yang pernah Sdr implementasikan, mana menurut Sdr yang
paling mudah dan efektif? Berikan argumentasinya.
5. Apa landasan teoretis yang digunakan dalam pengembangan kurikulum tematik?
Jelaskan jawaban Sdr.
6. Dibandingkan dengan kurikulum mata pelajaran, mana menurut Sdr yang lebih
mudah diimplementasikan dan mana yang lebih efektif? Jelaskan.
7. Jelaskan secara ringkas langkah-langkah pengembangan bahan ajar.
JAWABAN NOMOR 1
1. Definisi Kurikulum:
Secara etimologis kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya
pelari dan curere yang berarti berpacu. Jadi istilah kurikulum pada awalnya berhubungan
dengan kegiatan olahraga pada jaman Romawi kuno di Yunani yang mengandung
pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Secara terminologi istilah
kurikulum yang digunakan dalam dunia pendidikan mengandung pengertian sejumlah
pengetahuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mendapatkan suatu
tingkatan atau ijasah.
Para ahli kurikulum dalam memberikan pengertian, bergerak dari suatu pengertian
yang spesifik menuju kearah pengertian yang lebih umum dan luas. Dalam pengertian
spesifik kurikulum diartikan sebagai daftar mata pelajaran yang harus dipelajari siswa.
Kelompok yang mendefinisikan kurikulum dalam arti luas mengartikan kurikulum sebagai
semua pengalaman belajar yang dialami siswa baik didalam maupun di luar kelas untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian kurikulum yang lebih banyak dibicarakan adalah kurikulum dalam arti
luas yaitu semua pengalaman belajar yang dirancang untuk mencapai tujuan, berikut
disajikan kronologis pengertian kurikulum oleh para ahli:
a. Taba (1962) menyatakan definisi yang terlalu luas tidak fungsional, sebaliknya
meninggalkan segala sesuatu definisi kurikulum kecuali pernyataan tujuan dan garis-
garis besar isi akan menurunkan kedudukan pengalaman belajar menjadi metode. Ia
menyarankan aspek-aspek yang lebih dekat dengan praktek pendidikan atau lebih
spesifik sifatnya dapat dimasukkan dalam kawasan pembelajaran.
b. Doll (1964) berpendapat bahwa kurikulum yang paling banyak diterima telah berubah
dari isi pelajaran yang dipelajari dan daftar pelajaran yang diberikan menuju kepada
semua pengalaman belajar yang disajikan dalam pembelajaran dibawah tanggung
jawab sekolah. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih mencerminkan peristiwa-
peristiwa pendidikan secara lebih cermat. Alasan sekolah didirikan oleh masyarakat
untuk pendidikan yang memungkinkan pembelajaran berkembang sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dan perkembangan ini dapat dicapai melalui
pengalaman belajar yang diperoleh pebelajar.
c. Tyler (1970) mengatakan bahwa kurikulum identik dengan pengajaran.
Pengembangan kurikulum sama dengan merencanakan pengajaran. Oleh karena itu
apabila ingin mengembangkan kuriklulum harus menjawab empat pertanyaaan pokok
yaitu :1) apakah tujuan yang hendak dicapai? 2) pengalaman belajar apakah yang
perlu dipersiapkan untuk mencapai tujuan? 3) bagaimana pengalaman belajar itu
diorganisasi secara efektif? 4) bagaimana menentukan keberhasilan mencapai tujuan?
Menurutnya kurikulum dapat dikembangkan untuk tingkat sekolah, bidang studi
maupun bahan pengajaran.
d. Oliver (1977:32) mengartikan kurikulum sebagai program Pendidikan untuk
mendapatkan pengalaman belajar yang dirancang lembaga Pendidikan untuk diikuti
siswa yang meliputi program studi, program pengalama, program pelayanan dan
kurikulum tersembunyi. Program studi, merupakan daftar pelajaran yang disajikan
dalam suatu program pendidikan. Program pengalaman, merupakan kegiatan-kegiatan
yang mendukung pelajaran yang sering disebut kurikuler. Program pelayanan, yaitu
kegiatan bimbingan yang diberikan sehingga memungkinkan siswa mencapai tujuan
belajar. Sedangkan kurikulum tersembunyi adalah semua pengalaman belajar diluar
program- program sekolah yang secara langsung mempengaruhi pengalaman belajar
siswa.
e. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional/1989 pasal 37 disebutkan,
kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan disesuaikan dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesesuaian dengan jenis dan jenjang masing- masing satuan
pendidikan.
f. Beane (1986) mengidentifikasi berbagai pengertian kurikulum yang berkembang
sejak tahun 1918 sampai 1986, antara lain :
1) Bobbit (1918) dalam bukunya “The Curriculum” mengartikan kurikulum sebagai
”serangkaian kegiatan yang dilakukan atau dialami pebelajar dengan tujuan
mengembangkan kemampuan melakukan sesuatu yang termasuk dalam
kehidupan orang dewasa dengan sebaik-baiknya dan agar memilki sifat yang
seharusnya dimiliki oleh orang dewasa dalam segala aspeknya”.
2) Caswel dan campebell (1935) dalam bukunya “Curriculum Development”
kurikulum adalah ”semua pengalaman yang dialami pebelajar dibawah bimbingan
guru”.
3) Krug (1957) dalam “Curriculum Planning” Kurikulum adalah serangkaian strategi
pengajaran yang dipergunakan disekolah untuk menyediakan kesempatan
terwujudnya pengalaman belajar bagi anak didik untuk mencapai hasil belajar
yang diinginkan”.
4) Taba (1962) dalam “Curriculum Celevopment: theory into practice”
Kurikulum adalah rencana untuk belajar.
5) Saylor dan Alexander (1966) dalam “Curriculum Planning for Modern School”
Kurikulum adalah semua kesempatan belajar yang disediakan oleh sekolah.
6) Johnson (1967) dalam “Definitions and Models in Curriculum planning”
Kurikulum adalah serangkian hasil belajar yang terencana dan terstruktur.
Kurikulum menentukan atau setidak-tidaknya mengharapkan hasil pelajaran.
Kurikulum tidak menentukan cara yang harus dipakai untuk mencapai hasil.
7) Harnack (1968) dalam karyanya The Tacher: Decision Maker and Curriculum
Planner” kurikulum adalah semua pengalaman belajar mengajar yang dibimbing
dan diarahkan oleh sekolah.
8) Oliver (1977) dalam “Curriculum Improvement”(2edition)” Kurikulum adalah
program pendidikan sekolah dengan fokus pada unsur Pendidikan studi, unsur
pengalaman, unsur pelayanan, dan unsur kurikulum tersembunya
9) Doll (1978) dalam “Curriculum Improvement : Decision Making &
Process”kurikulum adalah isi dan proses formal dan informal dimana pebelajar
memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan keterampilan,
mengubah sikap, apresiasi dan nilai-nilai dibawah tanggung jawab sekolah.
10) Finc dan Crunkilton (1979) dalam bukunya “Curriculum Development in
Vocational and Technical Education” kurikulum adalah sejumlah kegiatan dan
pengalaman belajar yang dialami pebelajar dibawah pengarahan dan tanggung
jawab sekolah.
11) Hass (1980) dalam “Curriculum Planing: A new Approach” (3rd edition).
Kurikulum adalah semua pengalaman yang dialami pebelajar dalam suatu
program pendidikan yang bermaksud untuk mencapai tujuan-tujuan umum dan
tujuan-tujuan khusus yang relevan, yang direncanakan berdasarkan kerangka
teoritik dan penelitian atau praktik-praktik yang profesional masa lalu dan masa
sekarang.
12) Olivia (1982) dalam bukunya “Developing Curriculum” kurikulum adalah rencana
atau program yang menyangkut semua pengalaman yang dihayati anak didik
dibawah pengarahan sekolah.
13) Beane (1986) dalam “Curriculum Planning and Development” menyatakan
bahwa kurikulum dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: 1) kurikulum sebagai
produk, 2) kurikulum sebagai program, 3) kurikulum sebagai belajar yang
direncanakan, dan 4) kurikulum sebagai pengalaman belajar.
Pada umumnya para ahli kurikulum mendefinisikan kurikulum sebagai suatu
rencana untuk memberikan fasilitas dan pengalaman belajar dibawah bimbingan dan
petunjuk sekolah (Winecoff, 1989). Pengalaman belajar yang diorganisasi untuk mencapai
tujuan pendidikan (Boyle, 1981).
Dengan demikian pengertian kurikulum dapat dibagi menjadi dua, meski begitu
perbedaannya bukan sesuatu yang pasti seperti hitam dan putih, akan tetapi dapat dilihat
sebagai kurikulum dalam arti sempit dan kurikulum dalam arti yang luas. Kurikulum
dalam arti yang sempit adalah sekumpulan daftar pelajaran beserta rinciannya yang perlu
dipelajari pebelajar untuk mencapai suatu tingkat tertentu sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Sedangkan kurikulum dalam arti yang luas tidak hanya terbatas pada sejumlah
daftar pelajaran saja, tapi semua pengalaman belajar yang dialami pebelajar.
Pengalaman belajar dapat diperoleh pebelajar di dalam kelas, laboratorium,
mengikuti ceramah, tanya jawab, demonstrasi dan dalam kegiatan olahraga. Oleh karena
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, dan juga derasnya aliran
informasi yang menjadikan globalisasi dunia, memungkinkan pebelajar tidak hanya
mendapatkan pengalaman belajar di sekolah saja tapi juga dari berbagai sumber lainnya.
Dengan begitu, pengertian kurikulum dalam arti pengalaman belajar akan lebih memadai
untuk diacu sebagai pengertian kurikulum.
JAWABAN NOMOR 2
Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata atau
representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta
lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi
realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan
dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk
mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk
mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar (Zainal
Abidin (2012: 137). Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis
tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang
salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia) model
adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan dengan
model pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk
kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.
Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat
menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan
menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah model dapat menjelaskan
beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh
pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses yang
bersifat kompleks, dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.
a. Model Tyler
Model Tyler adalah model yang paling dikenal bagi perkembangan kurikulum dengan
perhatian khusus pada fase perencanaan, dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and
Instruction. The Tyler Rationale, suatu proses pemilihan tujuan pendidikan, dikenal luas dan
dipraktekkan dalam lingkungan kurikulum. Walaupun Tyler mengajukan suatu model yang
komprehensif bagi perkembangan kurikulum, bagian pertarna dari model Tyler, pemilihan
tujuan, mendapat banyak perhatian dari pendidik lain.
Tyler menyarankan perencana kurikulurn (1) mengidentifikasi tujuan umurn dengan
mengumpulkan data dari tige sumber, yaitu pelajar, kehidupan diluar sekolah dan mata
pelajaran. Setelah mengidentifikasi beberapa tujuan umurn, perencana (2) memperbaiki
tujuan-tujuan ini dengan menyaring melalui dua saringan, yaitu filsalat pendidikan dan
filsafat sosial di sekolah, dan pembelajaran psikologis. (3) tujuan umum yang lolos saringan
menjadi tujuan-tujuan pengajaran.
Sumber data yang dimaksud Tyler adalah (a) kebutuhan dan minat siswa; dengan meneliti
kebutuhan dan minat siswa, pengembang kurikulum mengidentifikasi serangkaian tujuan
yang potensial. (b) analisa kehidupan kontemporer di lingkungan lokal dan masyarakat pada
skala besar merupakan iangkah selanjutnya dalam proses merumuskan tujuan-tujuan umurn;
dari kebutuhan masyarakat mengalir banyak tujuan pendidikan yang potensial. (c) mata
pelajaran.
Dari ketiga sumber di atas diperoleh tujuan yang luas dan umum yang masih kurang tepat,
sehingga Oliva menyebutnya tujuan pengajaran. Apabila rangkaian tujuan yang mungkin
diterapkan telah ditentukan, diperlukan proses penyaringan untuk rnenghilangkan tujuan yang
tidak penting dan bertentangan. (a) Saringan Filsafat; Tyler menyarankan guru untuk
membuat garis besar nilai yang merupakan komitmen sekolah. (b) Saringan Psikologis; untuk
menerapkan saringan psikologis, guru harus mengklarifikasi prinsip-prinsip pembelajaran
yang tepat. Psikologi pembelajaran tidak hanya mencakup temuan-temuan khusus dan jelas
tetapi juga melibatkan rumusan dari teori pembelajaran yang membantu menggarisbawahi
asal usul proses pembelajaran, bagaimana proses itu terjadi, pada kondisi seperti apa,
bagaimana mekanismenya dan sebagainya.
A. Producing Pilot Units (membuat unit percontohan) yang mewakili peringkat kelas
atau mata pelajaran. Taba melihat langkah ini sebagai penghubung antara teori dan
praktek.
1. Diagnosis of needs (diagnosa kebutuhan). Pengembang kurikulum memulai
dengan menentukan kebutuhan- kebutuhan siswa kepada siapa kurikulum
direncanakan.
E. Installing and disseminating new units (memasang dan menyebarkan unit-unit baru).
Mengatur pelatihan sehingga guru-guru dapat secara efektif mengoperasikan unit
belajar mengajar di kelas mereka.
C. Model Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler (1967) mempunyai
argumen tersendiri pengembangan kurikulum (curriculum developers) dapat menggunakan
suatu proses melingkar (a cycle process), yang namanya setiap elemen saling berhubungan
dan bergantungan. Pendakatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum
pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah kurikulum pada dasarnya memiliki
bentuk rasional. Setiap langkah (phase)nya merupakan pengembangan secara logis terhadap
model sebelumnya, di mana secara umum langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-
langkah sebelumnya telah diselesaikan. Sebagai mantan akademisi Univerrsity of Western
Australia, Wheeler mengembangkan ide-idenya sebagimana yang telah dilakukan pleh Tayler
dan Taba. Wheeler menawarkan lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis temporer,
akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Dari lima langkahnya ini, sangat tampak
bahwa Wheeler mengembangkan lebih lanjut apa yang telah dilakukan Tyler dan Taba meski
hanya dipresentasikan agak berbeda.
Langkah-langkah atau phases Wheeler (Wheeler’s phases) adalah: Selection of aims, goals,
and objectives (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya). Selection of learning exprerinces to
help achieve these aims, goals and objectives (seleksi pengalaman belajar untuk membantu
mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.)
3. Evalution of esch phase and the problem of goals (evaluasi setiap fase dan masalah-
masalah tujuan)
D. Model Nicholis
Dalam bukunya, developing curriculum: A Participial Guide (1978), Audrey dan Howard
Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang cukup tegas mencakip elemen-elemen
kurikulum dengan jelas dan ringkas. Buku tersebut sangat popular di kalangan pendidik,
khususnya di Inggirs, di mana pengembangan kurikulum pada tingkat sekolah sudah lama
ada. Nicholas menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional,
khususnya kebutuhan untuk kurikulum yag munculnya dari adanya perubahan situasi.
Mereka berpendapat bahwa :” ...change should be planed and introduced on a rational and
valid this according to logical process, and this has not been the case in the vast majority of
changes that have already taken place” Audrey dan Nichllos mendifisikan kembali
metodenya Tyler, Taba, Wheeller dengan menekan pada kurikulum proses yang bersiklus
atau bentuk lingkaran, dan ini dilakuakan demi langkah awal, yaitu analisis situasi
(situasional analysis). Kedua penulis ini mengukapkan bahwa sebelum elemen-elemen
tersebut diambil atau dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan situasi di mana keputusan
kurikulum itu harus dibuat harus diperrtimbangkan dengan secara mendetail dan serius.
Dengan demikian, analisis situasi menjadi langkah pertama (preliminary stage) yang
membuat para pengembang kurikulum memahami faktor-faktor yang akan mereka
kembangkan. Terdapat lima langkah atau tahap (stage) yang diperlukan dalam proses
pengembangan secara kontinu (continue curriculum process). Langkah-langkah terbut
menurut Nicholls adalah:
5. Evaluation (evaluasi)
Masuknya fase analisis situasi (situasioanal analysis) merupakan suatu yang disengaja untuk
memaksa para pengembang kurikulum lebih reposintif terhadap lingkungan dan secara
khusus dengan kebutuhan anak didik, kedua penulis ini menekankan perlunya memakai
pendekatan yang lebih komprehensif untuk mendiagnosis semua faktor menyangkut semua
situasi dengan diikuti penggunaan pengetahuan dan pengertian yang berasal dari analisis
tersebut dalam perencanaan kurikulum.
E. Model Skilbeck
Skilbeck berkata bahwa model dapat diaplikasikan secara bersama dalam pengembangan
kurikulum, observasi dan penilaian sistem kurikulum, dan aplikasi nilai dari model tersebut
terletak pada pilihan pertama. Mengingat susunan model ini secara logis termasuk kategori
rational by natur, namun Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak terjurumus pada
perangkap (trap) pengembangan kuriulum (curriculum development) perlu mendahulukan
rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langkah (stage) tersebut secara
bersamaan.
JAWABAN NOMOR 4
Peninjauan dan perubahan kurikulum adalah dua hal yang berbeda. Peninjauan
kurikulum apabila sebagian besar Kurikulum yang lama masih dilaksanakan hanya
dilakukan penyempurnaan penyempurnaan contohnya Kurikulum 2013 yang
disempurnakan dengan revisi pada tahun 2017, namanya menjadi kurikulum 2013 revisi .
Sedangkan perubahan kurikulum terjadi pada sebagian besar kurikulum lama tidak
lagi dilaksnakan dan diganti dengan kurikulum yang baru. contohnya kurikulum 2013
diganti dengan kurikulum merdeka.
Perubahan boleh jadi disebabkan karena adanya jarak antara ekspektasi dengan
kenyataan berbeda, juga output yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan
ilmu pengetahuan oleh karenanya perubahan dan peninjauan krikulum adalah hal yang
wajib selain karena kurikulum disusun untuk menyiapkan bangsa menyambut masa depan
peninjauan bisa dilakukan dalam kurun waktuyang pendek, boleh jadi 6 bulan, 1 tahun , 2
tahun sedangkan perubahan dilakukan setelah evaluasi pelaksanaan kurikulum biasanya
setelah masa tugas menteri berakhir sehingga ada kesan ganti mentri ganti kurikulum.
JAWABAN NOMOR 4
4. Di antara kurikulum yang pernah Sdr implementasikan, mana menurut Sdr yang paling
mudah dan efektif? Berikan argumentasinya.
(2) Penilaian didapat dari semua aspek. Pengambilan nilai siswa bukan hanya didapat
dari nilai ujian saja tetapi juga dari nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan lain lain.
(3) Ada pengembangan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan
ke dalam semua program studi.
(7) Kurik:ulum 2013 tanggap terhadap perubahan so sial yang terjadi pada tingkat lokal,
nasional, maupun global. Untuk tingkat SD, penerapan sikap masih dalam ruang lingkup
lingkungan sekitar
(10) Tidak memerlukan dokumen kurik:ulum yang lebih rinci karena Pemerintah
menyiapkan semua komponen kurik:ulum, bahkan buku teks dan pedoman pembahasan
sudah tersedi a.
( 13) Buku dan kelengkapan dokumen disiapkan lengkap sehingga memicu dan memacu
guru untuk membaca dan menerapkan budaya literasi dan membuat guru memiliki
keterampilan membuat RPP, dan menerapkan pendekatan scientific secara benar.
JAWABAN NOMOR 5
Pembelajaran tematik mempunyai tiga landasan pokok yaitu: Landasan Filosofis, Landasan
Psikologis, dan Landasan Yuridis. Agar terlihat jelas akan dipaparkan satu per satu dari tiga
landasar tersebut.
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat
yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanism. Aliran progresivisme
memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian
sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman murid .
14
Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus
menerus. Keaktifan murid yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam
perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat murid dari segi keunikan/
kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya. Lebih jauh aliran rekonstruktivisme
mengemukakan ide sentralnya tentang perkembangan manusia. Aliran ini meyakini bahwa
pendidikan tidak lain adalah tanggung jawab sosial, karena memang eksistensinya untuk
pengembangan masyarakat. Oleh sebab itu aliran ini menekankan pada pembentukan
kepribadian subjek didik yang berorientasi pada masa depan. Karena menurut pendapat
mereka bahwa segala sesuatu yang diidamkan untuk masa depan suatu masyarakat mesti
ditentukan secara jelas oleh pendidikan.
Dengan demikian, jelas bahwa landasan filosofis sangat berpengaruh dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik karena dalam proses pembelajaran sangat memperhatikan subjek didik
sebagai objek yang harus dikembangkan sesuai dengan karakteristik minat, bakat, dan
kemampuan yang dimiliki anak tersebut.
b. Landasan Psikologis
Pendekatan tematik ini didasari oleh Psikologi Gestalt yang menyatakan bahwa keseluruhan
keterpaduan itu lebih berarti daripada bagian-bagiannya. Hal ini disebabkan adanya
sinergistik efek (efek keterpaduan) yang ditimbulkan sebagai hasil dari keterpaduan tersebut.
Prinsip belajar menurut Psikologi Gestalt:
1. Dasar situasi belajar secara keseluruhan ditentukan oleh adanya keterpaduan antara
berbagai bagian, bukan oleh bagian-bagian yang terpisah.
2. Bagian-bagian dari situasi belajar hanya mengandung arti apabila berhubungan dengan
situasi belajar secara keseluruhan.
3. Faktor yang memadukan bagian-bagian situasi belajar adalah motivasi peserta didik atas
dorongan guru.
4. Adanya efek keterpaduan yang timbul merupakan interaksi antar berbagai bagian situasi
dalam belajar
5. Belajar adalah proses perkembangan. Peserta didik sebagai suatu organisme yang
berkembang, kesediaan mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan
jiwa batiniah, tetapi juga perkembangan karena lingkungan dan pengalaman.
6. Murid sebagai organisme keseluruhan. Murid belajara tidak hanya inteleknya saja, tapi
juga emosional dan jasmaniahnya. Maka guru sebagai pendidik harus mampu
membentuk pribadi murid nya.
7. Terjadi transfer belajar. Belajar pada dasarnya yang terpenting pada penyesuaian untuk
mendapatkan respons yang tepat. Bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai betul-betul
maka dapat dipindahkan untuk kemampuan yang lain.
8. Belajar adalah reorganisasi pengalaman. Pengalaman adalah suatu interaksi antara
seseorang dengan lingkungannya. Belajar itu baru timbul apabila menemui situasi/sosial
baru. Dalam menghadapi itu ia akan menggunakan segala pengalaman yang dimilikinya.
9. Belajar berlangsung terus menerus. Murid memperolah pengetahuan tak hanya di
sekolah tetapi juga di luar sekolah. Dalam pergaulan, memperoleh pengalaman sendiri-
sendiri, karena itu sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di rumah dan
masyarakat, agar semua turut serta dalam membantu perkembangan murid secara
harmonis.
1. Membentuk pribadi yang harmonis dan sanggup bertindak dalam menghadapi berbagai
situasi yang memerlukan keterampilan pribadi.
2. Menyesuaikan pembelajaran dengan peserta didik.
3. Memperbaiki dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode
pengajaran.
4. Mengetahui pencapaian indikator yang telah ditetapkan.
5. Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam
pembelajaran maupun efektivitas pembelajaran.
6. Memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan pengetahuan, keterampilan dan
sikap murid .
7. Sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial,pengayaan, dan
pemantapan).
c. Landasan Yuridis
Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau
peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di Sekolah Dasar. Landasan
yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan
bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya
(pasal 9).
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapat pelayanan pendidikan
sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang melekat padanya ( Bab V Pasal 1-b).
JAWABAN NOMOR 6
6. Dibandingkan dengan kurikulum mata pelajaran, mana menurut Sdr yang lebih mudah
diimplementasikan dan mana yang lebih efektif? Jelaskan.
Karena saya mengajar kelas rendah yaitu pada kelas 3 sekolah dasar maka
menurut saya yang efektif adalah tematik. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran
terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga
memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa, Indrawati 2009.
Pembelajaran tematik adalah yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam
pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema
“Air” dapat ditinjau dari mata pelajaran fisika, biologi, kimia, dan matematika. Lebih
luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain, seperti IPS, bahasa, dan seni.
o Menekankan keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif sehingga siswa
memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri
berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.
o Menekankan penerapan konsep belajar sambil melakukan.
1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan anak usia sekolah dasar;
2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari
minat dan kebutuhan siswa;
3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar
dapat bertahan lebih lama;
4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa;
5) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi,
dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan filosofis:
(1). Progresivisme,
Proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah
kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa.
(2). Konstruktivisme,
Anak mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena,
pengalaman dan lingkungannya.
(3). Humanisme,
Melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensi, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan psikologis:
(1). Psikologi perkembangan untuk menentukan tingkat keluasan dan kedalamannya isi
sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik
(2).Psikologi belajar untuk menentukan bagaimana isi/materi pembelajaran disampaikan
kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Landasan yuridis:
(1). UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(2). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
JAWABAN NOMOR 7
Seels & Richey (dalam Gatot, 2008) menyatakan bahwa pengembangan adalah proses
menerjemahkan spesifikasi produk ke dalam bentuk fisik. Gatot (2008) menyatakan bahwa
“pengembangan dapat dimaknai sebagai tindakan menyediakan sesuatu dari tidak tersedia
menjadi tersedia atau melakukan perbaikan-perbaikan dari sesuatu yang tersedia menjadi
lebih sesuai, lebih tepatguna dan lebih berdayaguna”.
Hasil simpulan di atas sesuai dengan pendapat Banathy tentang pengembangan bahan
ajar. Banathy (dalam Gatot, 2008) menyatakan bahwa pengembangan bahan ajar adalah suatu
proses yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi isi dan
strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran secara lebih
efektif dan lebih efisien.
Pengembangan bahan ajar ini memiliki tujuan. Gatot (2008) menyampaikan tujuan di
atas melalui kutipan berikut.
Mbulu (2004:6) menyatakan ada empat tujuan, yaitu (1) diperolehnya bahan ajar yang
sesuai dengan tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran, (2) tersusunnya
bahan ajar sesuai struktur isi mata pelajaran dengan karakteristiknya masing-masing, (3)
tersintesiskan dan terurutkannya topik-topik mata pelajaran secara sistematis dan logis, dan
(4) terbukanya peluang pengembangan bahan ajar secara kontinu mengacu pada
perkembangan IPTEK. Kemendiknas (2007) merumuskan tiga tujuan, yaitu (1) memperjelas
dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal, (2) mengatasi
keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta didik maupun pengajar, dan (3)
dapat digunakan secara tepat dan bervariasi.
Pengembangan bahan ajar harus didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu agar tujuan
di atas dapat diwujudkan. Olivia (dalam Mbulu, 2004:7) memberikan sepuluh prinsip
pengembangan bahan ajar, yaitu (1) perubahan kurikulum diminta dan diperlukan sekali, (2)
kurikulum adalah produk zamannya, (3) perubahan kurikulum pada masa yang lebih akhir
selalu berkaitan dengan tumpang tindih dengan perubahan kurikulum sebelumnya, perubahan
kurikulum salah satu akibat dari perubahan masyarakat, (5) pengembangan kurikulum
didasarkan pada suatu proses pembuatan pilihan dari sejumlah alternatif, (7) pengembangan
kurikulum tidak pernah berakhir, (8) pengembangan kurikulum lebih efektif ketika dilakukan
secara komprehensif, tidak sebagai proses bagian per bagian, (9) pengembangan kurikulum
lebih efektif ketika dilakukan dengan mengikuti suatu proses sistematik, dan (10)
pengembangan kurikulum dimulai dari kurikulum itu sendiri. Mbulu (2004:8) sendiri
memberikan tujuh prinsip pengembangan bahan ajar, yaitu (1) bertahap, artinya dilaksanakan
mulai dari kelompok dan jenis mata pelajaran sampai dengan menetapkan isi dari setiap mata
pelajaran, (2) menyeluruh, artinya dilaksanakan dengan memandang isi setiap pelajaran
secara menyeluruh tidak bagian per bagian, (3) sistematik, artinya dilaksanakan dengan
memandang isi mata pelajaran sebagai kesatuan utuh dan melalui proses yang berulang-
ulang, (4) luwes, artinya dapat menerima hal-hal baru yang belum tercakup dalam isi mata
pelajaran pada saat pengimplementasiannya, (5) validitas keilmuan, artinya bahan ajar
didasarkan pada tingkat validitas dari topik yang ditata urutannya dan dijabarkan
keterhubungannya harus benar-benar dapat dipercaya, (6) berorientasi pada pebelajar, artinya
harus sesuai dengan karakteristik pebelajar dan memperhatikan kebutuhan serta
perhatian/minat pebelajar, dan (7) berkesinambungan, artinya pengembangan bahan ajar
merupakan proses yang tidak berhenti sekali jalan, tetapi merupakan proses yang
menghubungkan setiap kegiatan pengembangan, yaitu merancang, mengevaluasi, dan
memanfaatkan.
Dengan merujuk UNESCO, Kemendiknas (2007) merumuskan syarat bahan ajar yang
baik. Syarat-syarat bahan ajar atau buku teks yang berkualitas diuraikan melalui kutipan
berikut. Syarat-syarat bahan ajar atau buku teks yang berkualitas adalah (1) bahan ajar
memiliki peran penting untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan berkualitas tinggi,
(2) bahan ajar merupakan produk dari proses yang lebih besar dari pengembangan kurikulum,
(3) isi bahan ajar memasukkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, mengintegrasikan proses
pedagogis yang mengajarkan secara damai terhadap penyelesaian konflik, kesetaraan gender,
nondiskriminasi, praktik-praktik dan sikap-sikap lain yang selaras dengan kebutuhan untuk
belajar hidup bersama, (4) bahan ajar memfasilitasi pembelajaran untuk mendapatkan hasil-
hasil spesifik yang dapat diukur dengan memperhatikan berbagai perspektif, gaya
pembelajaran, dan modalitas berbeda (pengetahuan, keterampilan, dan sikap), (5)
memperhitungkan level konseptual, lingkungan linguistik, latar belakang dan kebutuhan
pebelajar di dalam membentuk isi dan mendesain model pembelajaran, (6) bahan ajar
memfasilitasi pembelajaran yang dapat mendorong partisipasi dan pengalaman secara merata
dan setara oleh semua pebelajar yang terlibat dalam proses pembelajaran, dan (7) bahan ajar
dapat dijangkau dari sisi biaya, memiliki daya tahan lama, dan dapat diakses oleh semua
pebelajar.
Syarat penyusunan bahan ajar juga disampaikan Tjipto Utomo dan Kees Ruijter
(dalam Mbulu, 2004:88). Syarat-syarat tersebut adalah (1) memberikan orientasi terhadap
teori, penalaran teori, dan cara-cara penerapan teori dalam praktik, (2) memberikan latihan
terhadap pemakaian teori dan aplikasinya, (3) memberikan umpan balik tentang kebenaran
latihan itu, (4) menyesuaikan informasi dan tugas sesuai tingkat awal masing-masing peserta
didik, (5) membangkitkan minat peserta didik, (6) menjelaskan sasaran belajar kepada peserta
didik, (7) meningkatkan motivasi peserta didik, dan (8) menunjukkan sumber informasi yang
lain.
Gatot (2008) juga menambahkan bahwa “bahan ajar yang baik harus dapat memenuhi
tuntutan kurikulum yang berisi kompetensi-kompetensi yang ditentukan”. Materi-materi ajar
terarah sesuai dengan tuntutan kurikulum. Kompetensi-kompetensi yang diberikan sesuai
dengan kurikulum.
Untuk bahan ajar berbasis web, Purnomo (2009) memberikan syarat terkait konten
web yang baik. Syarat konten web yang baik dijelaskan berikut ini.
Interaksi dan komunikasi. Berisi konten yang memfasilitasi proses interaksi dan
komunikasi baik antara siswa dan siswa maupun siswa dan trainer, secara langsung
(synchronous) maupun tidak langsung (asynchronous).
Tugas, tes dan evaluasi siswa. Konten yang berisi aktivitas penugasan, tes serta
evaluasi bagi siswa.
Sumber daya digital (digital resources). Konten berisi berbagai sumber daya
pembelajaran berbentuk digital dan/atau online
Informasi. Berisi informasi yang ingin disampaikan pada user mengenai pengajaran
yang akan diikuti. Bentuk modul informasi ini dapat berupa silabus, berita dan informasi,
pengumuman dsb.
Bahan ajar dapat juga ditinjau dari segi kemenarikan dan penggunaan bahasa agar
dapat dimanfaatkan dengan efektif. Greene & Petty (dalam Hakim 2001) menyatakan bahwa
ciri bahan ajar yang berkualitas adalah (1) dapat menarik perhatian, (2) membangkitkan
motivasi belajar, (3) memuat illustrasi yang menarik, (4) penggunaan bahasa yang jelas, (5)
adanya keterkaitan dengan pelajaran yang lain, dan (6) terhindar dari konsep yang samar-
samar.
Kemendiknas (2008) menyatakan bahwa pengembangan bahan ajar dimulai dari (1)
standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) indikator, (4) materi pembelajaran, (5) kegiatan
pembelajaran, dan (6) bahan ajar. Berdasarkan kedua rujukan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa pengembangan bahan ajar dimulai dari (1) identifikasi standar
kompetensi, (2) identifikasi kompetensi dasar, (3) identifikasi indikator, (4) identifikasi
materi bahan ajar dan memilih bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum, (5) merancang
kegiatan pembelajaran, dan (6) memilih jenis dan menyusun bahan ajar.