Anda di halaman 1dari 34

UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL 2022/2023

Mata kuliah : Teori Pengembangan Kurikulum


Semester/Kelas : I/C
Prodi : Pendidikan Dasar (S2)
Hari / Tanggal : Selasa, 3 Januari 2022
Waktu : 15.15-17.15
Sifat soal : Open Book
Dosen : Dr. F. Aziez, M.Pd

Petunjuk
a. Berdoalah sebelum dan setelah mengerjakan soal.
b. Bacalah soal dengan cermat.
c. Bekerjalah dengan tenang dan jujur.
d. Kerjakan soal di Onclass.

Soal
1. Berikan beberapa definisi kurikulum yang Sdr ketahui. Sertakan sumber definisi
tersebut.
2. Sebutkan beberapa prinsip dan model pengembangan kurikulum.
3. Jelaskan perbedaan antara peninjauan dan perubahan kurikulum.
4. Di antara kurikulum yang pernah Sdr implementasikan, mana menurut Sdr yang
paling mudah dan efektif? Berikan argumentasinya.
5. Apa landasan teoretis yang digunakan dalam pengembangan kurikulum tematik?
Jelaskan jawaban Sdr.
6. Dibandingkan dengan kurikulum mata pelajaran, mana menurut Sdr yang lebih
mudah diimplementasikan dan mana yang lebih efektif? Jelaskan.
7. Jelaskan secara ringkas langkah-langkah pengembangan bahan ajar.
JAWABAN NOMOR 1
1. Definisi Kurikulum:
Secara etimologis kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya
pelari dan curere yang berarti berpacu. Jadi istilah kurikulum pada awalnya berhubungan
dengan kegiatan olahraga pada jaman Romawi kuno di Yunani yang mengandung
pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Secara terminologi istilah
kurikulum yang digunakan dalam dunia pendidikan mengandung pengertian sejumlah
pengetahuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mendapatkan suatu
tingkatan atau ijasah.
Para ahli kurikulum dalam memberikan pengertian, bergerak dari suatu pengertian
yang spesifik menuju kearah pengertian yang lebih umum dan luas. Dalam pengertian
spesifik kurikulum diartikan sebagai daftar mata pelajaran yang harus dipelajari siswa.
Kelompok yang mendefinisikan kurikulum dalam arti luas mengartikan kurikulum sebagai
semua pengalaman belajar yang dialami siswa baik didalam maupun di luar kelas untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian kurikulum yang lebih banyak dibicarakan adalah kurikulum dalam arti
luas yaitu semua pengalaman belajar yang dirancang untuk mencapai tujuan, berikut
disajikan kronologis pengertian kurikulum oleh para ahli:
a. Taba (1962) menyatakan definisi yang terlalu luas tidak fungsional, sebaliknya
meninggalkan segala sesuatu definisi kurikulum kecuali pernyataan tujuan dan garis-
garis besar isi akan menurunkan kedudukan pengalaman belajar menjadi metode. Ia
menyarankan aspek-aspek yang lebih dekat dengan praktek pendidikan atau lebih
spesifik sifatnya dapat dimasukkan dalam kawasan pembelajaran.
b. Doll (1964) berpendapat bahwa kurikulum yang paling banyak diterima telah berubah
dari isi pelajaran yang dipelajari dan daftar pelajaran yang diberikan menuju kepada
semua pengalaman belajar yang disajikan dalam pembelajaran dibawah tanggung
jawab sekolah. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih mencerminkan peristiwa-
peristiwa pendidikan secara lebih cermat. Alasan sekolah didirikan oleh masyarakat
untuk pendidikan yang memungkinkan pembelajaran berkembang sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dan perkembangan ini dapat dicapai melalui
pengalaman belajar yang diperoleh pebelajar.
c. Tyler (1970) mengatakan bahwa kurikulum identik dengan pengajaran.
Pengembangan kurikulum sama dengan merencanakan pengajaran. Oleh karena itu
apabila ingin mengembangkan kuriklulum harus menjawab empat pertanyaaan pokok
yaitu :1) apakah tujuan yang hendak dicapai? 2) pengalaman belajar apakah yang
perlu dipersiapkan untuk mencapai tujuan? 3) bagaimana pengalaman belajar itu
diorganisasi secara efektif? 4) bagaimana menentukan keberhasilan mencapai tujuan?
Menurutnya kurikulum dapat dikembangkan untuk tingkat sekolah, bidang studi
maupun bahan pengajaran.
d. Oliver (1977:32) mengartikan kurikulum sebagai program Pendidikan untuk
mendapatkan pengalaman belajar yang dirancang lembaga Pendidikan untuk diikuti
siswa yang meliputi program studi, program pengalama, program pelayanan dan
kurikulum tersembunyi. Program studi, merupakan daftar pelajaran yang disajikan
dalam suatu program pendidikan. Program pengalaman, merupakan kegiatan-kegiatan
yang mendukung pelajaran yang sering disebut kurikuler. Program pelayanan, yaitu
kegiatan bimbingan yang diberikan sehingga memungkinkan siswa mencapai tujuan
belajar. Sedangkan kurikulum tersembunyi adalah semua pengalaman belajar diluar
program- program sekolah yang secara langsung mempengaruhi pengalaman belajar
siswa.
e. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional/1989 pasal 37 disebutkan,
kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan
memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan disesuaikan dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesesuaian dengan jenis dan jenjang masing- masing satuan
pendidikan.
f. Beane (1986) mengidentifikasi berbagai pengertian kurikulum yang berkembang
sejak tahun 1918 sampai 1986, antara lain :
1) Bobbit (1918) dalam bukunya “The Curriculum” mengartikan kurikulum sebagai
”serangkaian kegiatan yang dilakukan atau dialami pebelajar dengan tujuan
mengembangkan kemampuan melakukan sesuatu yang termasuk dalam
kehidupan orang dewasa dengan sebaik-baiknya dan agar memilki sifat yang
seharusnya dimiliki oleh orang dewasa dalam segala aspeknya”.
2) Caswel dan campebell (1935) dalam bukunya “Curriculum Development”
kurikulum adalah ”semua pengalaman yang dialami pebelajar dibawah bimbingan
guru”.
3) Krug (1957) dalam “Curriculum Planning” Kurikulum adalah serangkaian strategi
pengajaran yang dipergunakan disekolah untuk menyediakan kesempatan
terwujudnya pengalaman belajar bagi anak didik untuk mencapai hasil belajar
yang diinginkan”.
4) Taba (1962) dalam “Curriculum Celevopment: theory into practice”
Kurikulum adalah rencana untuk belajar.
5) Saylor dan Alexander (1966) dalam “Curriculum Planning for Modern School”
Kurikulum adalah semua kesempatan belajar yang disediakan oleh sekolah.
6) Johnson (1967) dalam “Definitions and Models in Curriculum planning”
Kurikulum adalah serangkian hasil belajar yang terencana dan terstruktur.
Kurikulum menentukan atau setidak-tidaknya mengharapkan hasil pelajaran.
Kurikulum tidak menentukan cara yang harus dipakai untuk mencapai hasil.
7) Harnack (1968) dalam karyanya The Tacher: Decision Maker and Curriculum
Planner” kurikulum adalah semua pengalaman belajar mengajar yang dibimbing
dan diarahkan oleh sekolah.
8) Oliver (1977) dalam “Curriculum Improvement”(2edition)” Kurikulum adalah
program pendidikan sekolah dengan fokus pada unsur Pendidikan studi, unsur
pengalaman, unsur pelayanan, dan unsur kurikulum tersembunya
9) Doll (1978) dalam “Curriculum Improvement : Decision Making &
Process”kurikulum adalah isi dan proses formal dan informal dimana pebelajar
memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan keterampilan,
mengubah sikap, apresiasi dan nilai-nilai dibawah tanggung jawab sekolah.
10) Finc dan Crunkilton (1979) dalam bukunya “Curriculum Development in
Vocational and Technical Education” kurikulum adalah sejumlah kegiatan dan
pengalaman belajar yang dialami pebelajar dibawah pengarahan dan tanggung
jawab sekolah.
11) Hass (1980) dalam “Curriculum Planing: A new Approach” (3rd edition).
Kurikulum adalah semua pengalaman yang dialami pebelajar dalam suatu
program pendidikan yang bermaksud untuk mencapai tujuan-tujuan umum dan
tujuan-tujuan khusus yang relevan, yang direncanakan berdasarkan kerangka
teoritik dan penelitian atau praktik-praktik yang profesional masa lalu dan masa
sekarang.
12) Olivia (1982) dalam bukunya “Developing Curriculum” kurikulum adalah rencana
atau program yang menyangkut semua pengalaman yang dihayati anak didik
dibawah pengarahan sekolah.
13) Beane (1986) dalam “Curriculum Planning and Development” menyatakan
bahwa kurikulum dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: 1) kurikulum sebagai
produk, 2) kurikulum sebagai program, 3) kurikulum sebagai belajar yang
direncanakan, dan 4) kurikulum sebagai pengalaman belajar.
Pada umumnya para ahli kurikulum mendefinisikan kurikulum sebagai suatu
rencana untuk memberikan fasilitas dan pengalaman belajar dibawah bimbingan dan
petunjuk sekolah (Winecoff, 1989). Pengalaman belajar yang diorganisasi untuk mencapai
tujuan pendidikan (Boyle, 1981).
Dengan demikian pengertian kurikulum dapat dibagi menjadi dua, meski begitu
perbedaannya bukan sesuatu yang pasti seperti hitam dan putih, akan tetapi dapat dilihat
sebagai kurikulum dalam arti sempit dan kurikulum dalam arti yang luas. Kurikulum
dalam arti yang sempit adalah sekumpulan daftar pelajaran beserta rinciannya yang perlu
dipelajari pebelajar untuk mencapai suatu tingkat tertentu sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Sedangkan kurikulum dalam arti yang luas tidak hanya terbatas pada sejumlah
daftar pelajaran saja, tapi semua pengalaman belajar yang dialami pebelajar.
Pengalaman belajar dapat diperoleh pebelajar di dalam kelas, laboratorium,
mengikuti ceramah, tanya jawab, demonstrasi dan dalam kegiatan olahraga. Oleh karena
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, dan juga derasnya aliran
informasi yang menjadikan globalisasi dunia, memungkinkan pebelajar tidak hanya
mendapatkan pengalaman belajar di sekolah saja tapi juga dari berbagai sumber lainnya.
Dengan begitu, pengertian kurikulum dalam arti pengalaman belajar akan lebih memadai
untuk diacu sebagai pengertian kurikulum.
JAWABAN NOMOR 2

2. Prinsip dan Model Pengembangan Kurukulum


Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum
pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang nantinya akan menjiwai suatu
kurikulum. Dalam mengembangkan sebuah kurikulum, kita dapat menggunakan prinsip-
prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan
sendiri prinsip-prinsip baru.
Prinsip dasar ini dipandang sebagai pandangan dasar yang benar dalam
pengembangan kurikulum. Jenis-jenis prinsip ini dibedakan oleh tingkat keefektifannya
yang dapat kita ketahui lewat tingkat resikonya. Pemahaman akan perbedaan ini sangat
penting untuk diketahui sebelum mulai menetapkan prinsip-prinsip dasar untuk
pengembangan sebuah kurikulum. Dalam Oliva (1991 : 29-30) jenis-jenis prinsip dasar
dalam pengembangan kurikulum adalah:
1. Kebenaran Keseluruhan
Kebenaran Keseluruhan adalah kebenaran yang jelas atau sudah terbukti lewat
eksperimen atau uji coba, dan alasan tersebut dapat diterima tanpa hambatan. Sebagai
contoh, pembahasan yang tepat dan berarti dapat membantu siswa untuk mengetahui
aturan-aturan dan mengalami kemajuan dengan mengerti keterampilan-keterampilan
sebagai syarat mutlak dari pemahaman yang mendasar yang kemudian akan
menghadirkan latihan-latihan yang lebih bermakna.
2. Kebenaran Bagian
Kebenaran Bagian ini maksudnya adalah sebuah kebenaran berdasarkan data yang
terbatas dan kemudian bisa diaplikasikan pada situasi tertentu dan tidak bersifat
umum. Seperti ada sebagian tenaga-tenaga pengajar yang berpendapat bahwa
pencapaian prestasi siswa akan lebih tinggi Ketika siswa itu dikelompokkan pada
jenjang yang sama dalam suatu proses pembelajaran.
3. Dugaan sebagian prinsip-prinsip dasar tidak semuanya benar bisa juga merupakan
sebuah dugaan atau ujicoba, sementara ide-ide atau dugaan- dugaan tersebut nantinya
bisa menjadi dasar keputusan dalam pengembangan sebuah kurikulum.
Nana Syaodih (1997) mengemukakan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Prinsip Umum
Ada beberapa prinsip umum dalam pengembangan sebuah kurikulum. Seperti juga
yang disampaikan oleh Subandijah, prinsip umum ini meliputi:
a) Prinsip relevansi
Prinsip relevansi adalah keserasian pendidikan dengan tuntutan masyarakat,
dimana pendidikan tersebut bisa dikatakan relevan jika hasil dari pendidikan dapat
berguna bagi masyarakat. Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah haruslah
memiliki kesesuaian (relevansi), sehingga kurikulum tersebut bisa bermanfaat bagi
berbagai pihak yang terkait.
Ada dua relevansi yang perlu kita perhatikan: pertama adalah relevansi
internal, yaitu kesesuaian antara setiap komponen (anatomi) kurikulum yang
dikembangkan (tujuan, isi, metode, evaluasi) harus saling terkait; kedua yaitu
relevansi eksternal, maksudnya adalah program kurikulum yang dikembangkan
sekolah harus sesuai dan mampu menjawab tuntutan dan perkembangan kehidupan
masyarakat dimana siswa nantinya akan hidup dan bersosialisasi (lokal, regional,
maupun global)
b) Prinsip fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur dan fleksibel. Hal ini berarti dalam
penyelenggaraan sebuah proses dan program pendidikan harus memperhatikan
kondisi perbedaan yang ada dalam diri setiap peserta didik. Setiap siswa memiliki
kemampuan dan potensi yang berbeda-beda, begitu juga dengan lokasi sekolah yang
berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang berbeda-beda pula. Kurikulum
yang baik adalah kurikulum yang bisa diterapkan secara lentur dan telah disesuaikan
dengan karakteristik dan potensi setiap siswa, selain itu juga disesuaikan dengan
dinamika kehidupan masyarakat.
Isi kurikulum secara nasional boleh sama (standar isi), namun dalam
penerapannya di setiap sekolah, harus bisa dikelola secara kreatif, inovatif dengan
menggunakan pendekatan yang luwes (fleksibel) sehingga kurikulum tersebut bisa
diterima dan pada akhirnya mampu memberi dampak positif terhadap kehidupan yang
lebih baik (internal maupun eksternal).
c) Prinsip kontinuitas
Kurikulum sebagai wahana belajar yang dinamis perlu dikembangkan secara
terus menerus dan juga berkesinambungan. Kesinambungan dalam pengembangan
sebuah kurikulum menyangkut hubungan yang saling berkaitan antara tingkat dan
jenis program pendidikan atau bidang studi.
Isi program dan penerapan kurikulum di setiap lembaga Pendidikan harus
mampu memberi bekal bagi setiap siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan
dan potensi yang dimilikinya secara berkesinambungan dan juga berkelanjutan
(kontinuitas). Perkembangan anak dan proses belajarnya harus terus berjalan tanpa
batas. Oleh karena itu program dan pengalaman belajar di setiap sekolah harus bisa
memberi inspirasi bagi setiap anak untuk terus maju sehingga mencapai ketuntasan.
Keberlanjutan harus dapat terjadi secara paralel antar kelas pada satu jenjang
pendidikan, keberlanjutan antar jenjang pendidikan, maupun keberlanjutan antara
jenjang pendidikan dengan tugas-tugas kehidupan di masyarakat (life skill). Oleh
karena itu ketika setiap satuan Pendidikan mengembangkan sebuah kurikulum,
maka harus juga membaca dan mengetahui bagaimana program kurikulum di
satuan pendidikan yang lainnya (horizontal maupun vertikal).
d) Prinsip praktis
Kurikulum memiliki prinsip praktis yaitu bahwa kurikulum mudah
dilaksanakan, menggunakan alat-alat yang sederhana dan biayanya juga murah.
Prinsip ini disebut juga sebagai prinsip efisiensi.
e. Prinsip efektivitas
Efektivitas dalam kegiatan berkenaan dengan sejauh mana hal yang
direncanakan dan diinginkan dapat dilaksanakan atau dapat dicapai. Kurikulum juga
harus memungkinkan setiap personil (sesuai dengan fungsi dan perannya) masing-
masing untuk dapat menerapkannya secara mudah dengan menggunakan biaya secara
proporsional dan efisien. Perlu juga disadari bahwa walaupun kurikulum yang
dikembangkan sangat baik, akan tetapi sulit untuk diterapkan karena memerlukan
peralatan yang langka dan biaya yang sangat mahal, maka kurikulum tersebut tidak
akan bisa memberi dampak positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan.
Penggunaan seluruh sumber daya baik itu piranti kurikulum, sumber daya
manusia maupun sumber finansial harus dapat menjamin tercapainya tujuan atau
membawa hasil secara optimal, maka itulah yang dimaksud dengan makna dari
prinsip efektivitas.
2. Prinsip Khusus
Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan sebuah
kurikulum, prinsip-prinsip ini berkenaan dengan:
• Tujuan pendidikan
• Pemilihan isi pembelajaran
• Proses belajar-mengajar
• Pemilihan media dan alat pengajaran
• Pemilihan kegiatan penilaian

Model Pengembangan Kurikulum

Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata atau
representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta
lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi
realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan
dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk
mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk
mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.

Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar (Zainal
Abidin (2012: 137). Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis
tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang
salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia) model
adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan dengan
model pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk
kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.

Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk


mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk
memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik
dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.

Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat
menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan
menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah model dapat menjelaskan
beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh
pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses yang
bersifat kompleks, dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.

Berikut Model-model Pengembangan Kurikulum

a. Model Tyler

Model Tyler adalah model yang paling dikenal bagi perkembangan kurikulum dengan
perhatian khusus pada fase perencanaan, dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and
Instruction. The Tyler Rationale, suatu proses pemilihan tujuan pendidikan, dikenal luas dan
dipraktekkan dalam lingkungan kurikulum. Walaupun Tyler mengajukan suatu model yang
komprehensif bagi perkembangan kurikulum, bagian pertarna dari model Tyler, pemilihan
tujuan, mendapat banyak perhatian dari pendidik lain.
Tyler menyarankan perencana kurikulurn (1) mengidentifikasi tujuan umurn dengan
mengumpulkan data dari tige sumber, yaitu pelajar, kehidupan diluar sekolah dan mata
pelajaran. Setelah mengidentifikasi beberapa tujuan umurn, perencana (2) memperbaiki
tujuan-tujuan ini dengan menyaring melalui dua saringan, yaitu filsalat pendidikan dan
filsafat sosial di sekolah, dan pembelajaran psikologis. (3) tujuan umum yang lolos saringan
menjadi tujuan-tujuan pengajaran.

Sumber data yang dimaksud Tyler adalah (a) kebutuhan dan minat siswa; dengan meneliti
kebutuhan dan minat siswa, pengembang kurikulum mengidentifikasi serangkaian tujuan
yang potensial. (b) analisa kehidupan kontemporer di lingkungan lokal dan masyarakat pada
skala besar merupakan iangkah selanjutnya dalam proses merumuskan tujuan-tujuan umurn;
dari kebutuhan masyarakat mengalir banyak tujuan pendidikan yang potensial. (c) mata
pelajaran.

Dari ketiga sumber di atas diperoleh tujuan yang luas dan umum yang masih kurang tepat,
sehingga Oliva menyebutnya tujuan pengajaran. Apabila rangkaian tujuan yang mungkin
diterapkan telah ditentukan, diperlukan proses penyaringan untuk rnenghilangkan tujuan yang
tidak penting dan bertentangan. (a) Saringan Filsafat; Tyler menyarankan guru untuk
membuat garis besar nilai yang merupakan komitmen sekolah. (b) Saringan Psikologis; untuk
menerapkan saringan psikologis, guru harus mengklarifikasi prinsip-prinsip pembelajaran
yang tepat. Psikologi pembelajaran tidak hanya mencakup temuan-temuan khusus dan jelas
tetapi juga melibatkan rumusan dari teori pembelajaran yang membantu menggarisbawahi
asal usul proses pembelajaran, bagaimana proses itu terjadi, pada kondisi seperti apa,
bagaimana mekanismenya dan sebagainya.

B. Model Taba (Converter Model)

Taba menggunakan pendekatan akar rumput (grass-roots approach) bagi perkembangan


kurikulum. Taba percaya kurikulum harus dirancang oleh guru dan bukan diberikan oleh
pihak berwenang. Menurut Taba guru harus memulai proses dengan menciptakan suatu unit
belajar mengajar khusus bagi murid-murid mereka disekolah dan bukan terlibat dalam
rancangan suatu kurikulum umum. Karena itu Taba menganut pendekatan induktif yang
dimulai dengan hal khusus dan dibangun menjadi suatu rancangan umum.

A. Producing Pilot Units (membuat unit percontohan) yang mewakili peringkat kelas
atau mata pelajaran. Taba melihat langkah ini sebagai penghubung antara teori dan
praktek.
1. Diagnosis of needs (diagnosa kebutuhan). Pengembang kurikulum memulai
dengan menentukan kebutuhan- kebutuhan siswa kepada siapa kurikulum
direncanakan.

2. Formulation of objectives (merumuskan tujuan). Setelah kebutuhan siswa


didiagnosa, perencana kurikulum memerinci tujuan – tujuan yang akan
dicapai.

3. Selection of content (pemilihan isi). Bahasan yang akan dipelajari berpangkal


langsung dari tujuan-tujuan

4. Organization of content (organisasi isi). Setelah isi/bahasan dipilih, tugas


selanjutnya adalah menentukan pada tingkat dan urutan yang mana mata
pelajaran ditempatkan.

5. Selection of learning experiences (pemilihan pengalaman belajar). Metodologi


atau strategi yang dipergunakan dalam bahasan harus dipilih oleh perencana
kurikulum.

6. Orgcmzation of learning activities (organisasi kegiatan pembelajaran). Guru


memutuskan bagaimana mengemas kegiatan-kegiatan pembelajaran dan dalam
kombinasi atau urutan seperti apa kegiatan-kegiatan tersebut akan digunakan.

7. Determination of what to evaluate and of the ways and means of doing it


(Penentuan tentang apa yang akan dievaluasi dan cara serta alat yang dipakai
untuk melakukan evaluasi). Perencana kurikulum harus memutuskan apakah
tujuan sudah tercapai. Guru rnemilih alat dan teknik yang tepat untuk menilai
keberhasilan siswa dan untuk menentukan apakah tujuan kurikulum sudah
tercapai.

8. Checking for balance and sequence (memeriksa keseimbangan dan urutan).


Taba meminta pendapat dari pekerja kurikulurn untuk melihat konsistensi
diantara berbagai bagian dari unit belajar mengajar, untuk melihat alur
pembelajaran yang baik dan untuk keseimbangan antara berbagai macam
pembalajaran dan ekspresi.
B. Testing Experimental Units (menguji unit percobaan). Uji ini diperlukan untuk
mengecek validitas dan apakah materi tersebut dapat diajarkan dan untuk mcnetapkan
batas atas dan batas bawah dari kemampuan yang diharapkan.

C. Revising and Consolidating (revisi dan konsolidasi). Unit pembelajaran dimodifikasi


menyesuaikan dengan keragaman kebutuhan dan kemampuan siswa, sumber daya
yang tersedia dan berbagai gaya mengajar sehingga kurikulum dapat sesuai dengan
semua tipe kelas.

D. Developing a framework (pengembangan kerangka kerja). Setelah sejumlah unit


dirancang, perencana kurikulum harus memeriksa apakah ruang lingkup sudah
memadai dan urutannya sudah benar.

E. Installing and disseminating new units (memasang dan menyebarkan unit-unit baru).
Mengatur pelatihan sehingga guru-guru dapat secara efektif mengoperasikan unit
belajar mengajar di kelas mereka.

C. Model Wheeler

Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler (1967) mempunyai
argumen tersendiri pengembangan kurikulum (curriculum developers) dapat menggunakan
suatu proses melingkar (a cycle process), yang namanya setiap elemen saling berhubungan
dan bergantungan. Pendakatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum
pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah kurikulum pada dasarnya memiliki
bentuk rasional. Setiap langkah (phase)nya merupakan pengembangan secara logis terhadap
model sebelumnya, di mana secara umum langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-
langkah sebelumnya telah diselesaikan. Sebagai mantan akademisi Univerrsity of Western
Australia, Wheeler mengembangkan ide-idenya sebagimana yang telah dilakukan pleh Tayler
dan Taba. Wheeler menawarkan lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis temporer,
akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Dari lima langkahnya ini, sangat tampak
bahwa Wheeler mengembangkan lebih lanjut apa yang telah dilakukan Tyler dan Taba meski
hanya dipresentasikan agak berbeda.
Langkah-langkah atau phases Wheeler (Wheeler’s phases) adalah: Selection of aims, goals,
and objectives (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya). Selection of learning exprerinces to
help achieve these aims, goals and objectives (seleksi pengalaman belajar untuk membantu
mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.)

1. Selection of content through which certain types of experiences may be offered


(Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungking ditawarkan)
2. Organization and intergration of learning exprinces and content with respect to the
teaching learning process (organisasi dan intergrasi pengalaman belajar dan isi yang
berkenaan dengan proses belajar dan mengajar)

3. Evalution of esch phase and the problem of goals (evaluasi setiap fase dan masalah-
masalah tujuan)

D. Model Nicholis

Dalam bukunya, developing curriculum: A Participial Guide (1978), Audrey dan Howard
Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang cukup tegas mencakip elemen-elemen
kurikulum dengan jelas dan ringkas. Buku tersebut sangat popular di kalangan pendidik,
khususnya di Inggirs, di mana pengembangan kurikulum pada tingkat sekolah sudah lama
ada. Nicholas menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional,
khususnya kebutuhan untuk kurikulum yag munculnya dari adanya perubahan situasi.
Mereka berpendapat bahwa :” ...change should be planed and introduced on a rational and
valid this according to logical process, and this has not been the case in the vast majority of
changes that have already taken place” Audrey dan Nichllos mendifisikan kembali
metodenya Tyler, Taba, Wheeller dengan menekan pada kurikulum proses yang bersiklus
atau bentuk lingkaran, dan ini dilakuakan demi langkah awal, yaitu analisis situasi
(situasional analysis). Kedua penulis ini mengukapkan bahwa sebelum elemen-elemen
tersebut diambil atau dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan situasi di mana keputusan
kurikulum itu harus dibuat harus diperrtimbangkan dengan secara mendetail dan serius.
Dengan demikian, analisis situasi menjadi langkah pertama (preliminary stage) yang
membuat para pengembang kurikulum memahami faktor-faktor yang akan mereka
kembangkan. Terdapat lima langkah atau tahap (stage) yang diperlukan dalam proses
pengembangan secara kontinu (continue curriculum process). Langkah-langkah terbut
menurut Nicholls adalah:

1. Situsional analysis (analisis situasional)


2. Selection of objectives (seleksi tujuan)

3. Selection ang organization of content (seleksi dan organisasi isi)

4. Selction and organization of methods (seleksi dan organisasi metode)

5. Evaluation (evaluasi)

Masuknya fase analisis situasi (situasioanal analysis) merupakan suatu yang disengaja untuk
memaksa para pengembang kurikulum lebih reposintif terhadap lingkungan dan secara
khusus dengan kebutuhan anak didik, kedua penulis ini menekankan perlunya memakai
pendekatan yang lebih komprehensif untuk mendiagnosis semua faktor menyangkut semua
situasi dengan diikuti penggunaan pengetahuan dan pengertian yang berasal dari analisis
tersebut dalam perencanaan kurikulum.

E. Model Skilbeck

Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum Austalia ( Australia’s


Curriculum Development Center), mengembangkan suatu interaksi altertnatif atau model
dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau model dinamis bagi model proses kurikulum.
Dalam sebuah artikelnya, Skilbeck (1976) mengajurkan suatu pendekatan dan
mengembangkan kurikulum pada tingkat sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah di dasarkan
pada pengembangan kurikulum (SCBD), sehingga Skilbeck memberikan suatu model yang
membuat pendidik dapat mengembangkan kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal
ini, Skilbeck mempertimbangkan model dynamic in nature.

Skilbeck berkata bahwa model dapat diaplikasikan secara bersama dalam pengembangan
kurikulum, observasi dan penilaian sistem kurikulum, dan aplikasi nilai dari model tersebut
terletak pada pilihan pertama. Mengingat susunan model ini secara logis termasuk kategori
rational by natur, namun Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak terjurumus pada
perangkap (trap) pengembangan kuriulum (curriculum development) perlu mendahulukan
rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langkah (stage) tersebut secara
bersamaan.

JAWABAN NOMOR 4

3. Jelaskan perbedaan antara peninjauan dan perubahan kurikulum.

Peninjauan dan perubahan kurikulum adalah dua hal yang berbeda. Peninjauan
kurikulum apabila sebagian besar Kurikulum yang lama masih dilaksanakan hanya
dilakukan penyempurnaan penyempurnaan contohnya Kurikulum 2013 yang
disempurnakan dengan revisi pada tahun 2017, namanya menjadi kurikulum 2013 revisi .

Sedangkan perubahan kurikulum terjadi pada sebagian besar kurikulum lama tidak
lagi dilaksnakan dan diganti dengan kurikulum yang baru. contohnya kurikulum 2013
diganti dengan kurikulum merdeka.

Perubahan boleh jadi disebabkan karena adanya jarak antara ekspektasi dengan
kenyataan berbeda, juga output yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan
ilmu pengetahuan oleh karenanya perubahan dan peninjauan krikulum adalah hal yang
wajib selain karena kurikulum disusun untuk menyiapkan bangsa menyambut masa depan
peninjauan bisa dilakukan dalam kurun waktuyang pendek, boleh jadi 6 bulan, 1 tahun , 2
tahun sedangkan perubahan dilakukan setelah evaluasi pelaksanaan kurikulum biasanya
setelah masa tugas menteri berakhir sehingga ada kesan ganti mentri ganti kurikulum.
JAWABAN NOMOR 4

4. Di antara kurikulum yang pernah Sdr implementasikan, mana menurut Sdr yang paling
mudah dan efektif? Berikan argumentasinya.

Ada beberapa kurikulum yang sudah saya implementasikan diantaranya adalah


kurikulum KTSP, Kurikulum 13 dan Kurikulum Merdeka. Mnurut saya, yang efektif
adalah kurikulum 13 karena sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada kurikulum
2013 juga sebenamya menyimpan keunggulan yang tidak sedikit, akan tetapi
kelemahannya juga sebaliknya sangat ban yak. Keunggulan dan kelemahan kurikulum
2013 sebagai berikut:

( 1) Siswa dituntut untuk aktif; kreatif daninovatif dalam pemecahan masalah.

(2) Penilaian didapat dari semua aspek. Pengambilan nilai siswa bukan hanya didapat
dari nilai ujian saja tetapi juga dari nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan lain lain.
(3) Ada pengembangan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan
ke dalam semua program studi.

( 4) Kurikulum berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi


( 5) Kompetensi menggambarkan secara hoIistik: domain sik:ap, keterampilan, dan
pengetahuan.

( 6) Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan


(misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangansa.ft skills
dan hard skills, kewirausahaan).

(7) Kurik:ulum 2013 tanggap terhadap perubahan so sial yang terjadi pada tingkat lokal,
nasional, maupun global. Untuk tingkat SD, penerapan sikap masih dalam ruang lingkup
lingkungan sekitar

(8) Standar penilaian mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (sikap,


keterampilan, dan pengetahuan secara proporsional).

(9) Menuntut adanya remediasi secara berkala.

(10) Tidak memerlukan dokumen kurik:ulum yang lebih rinci karena Pemerintah
menyiapkan semua komponen kurik:ulum, bahkan buku teks dan pedoman pembahasan

sudah tersedi a.

(11) Si:fat pembelajaran kontekstual.

(12) Meningkatkan motivasi mengajar dengan meningkatkan kompetensi profes~


pedagog~ sosial, dan personal.

( 13) Buku dan kelengkapan dokumen disiapkan lengkap sehingga memicu dan memacu
guru untuk membaca dan menerapkan budaya literasi dan membuat guru memiliki
keterampilan membuat RPP, dan menerapkan pendekatan scientific secara benar.
JAWABAN NOMOR 5

5. Apa landasan teoretis yang digunakan dalam pengembangan kurikulum tematik?


Jelaskan jawaban Sdr.

Landasan Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik mempunyai tiga landasan pokok yaitu: Landasan Filosofis, Landasan
Psikologis, dan Landasan Yuridis. Agar terlihat jelas akan dipaparkan satu per satu dari tiga
landasar tersebut.

a. Landasan Filosofis

Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat
yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanism. Aliran progresivisme
memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian
sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman murid .
14

Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung murid (direct experiences) sebagai


kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau
bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengalamannya melalui interaksi dengan obyek,
fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja
dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing
murid.

Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus
menerus. Keaktifan murid yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam
perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat murid dari segi keunikan/
kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya. Lebih jauh aliran rekonstruktivisme
mengemukakan ide sentralnya tentang perkembangan manusia. Aliran ini meyakini bahwa
pendidikan tidak lain adalah tanggung jawab sosial, karena memang eksistensinya untuk
pengembangan masyarakat. Oleh sebab itu aliran ini menekankan pada pembentukan
kepribadian subjek didik yang berorientasi pada masa depan. Karena menurut pendapat
mereka bahwa segala sesuatu yang diidamkan untuk masa depan suatu masyarakat mesti
ditentukan secara jelas oleh pendidikan.

Dengan demikian, jelas bahwa landasan filosofis sangat berpengaruh dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik karena dalam proses pembelajaran sangat memperhatikan subjek didik
sebagai objek yang harus dikembangkan sesuai dengan karakteristik minat, bakat, dan
kemampuan yang dimiliki anak tersebut.

b. Landasan Psikologis

Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi


perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan
terutama dalam menentukan isi/ materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada murid
agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran
tematik tersebut disampaikan kepada murid dan bagaimanan pula murid harus
mempelajarinya.

Pendekatan tematik ini didasari oleh Psikologi Gestalt yang menyatakan bahwa keseluruhan
keterpaduan itu lebih berarti daripada bagian-bagiannya. Hal ini disebabkan adanya
sinergistik efek (efek keterpaduan) yang ditimbulkan sebagai hasil dari keterpaduan tersebut.
Prinsip belajar menurut Psikologi Gestalt:
1. Dasar situasi belajar secara keseluruhan ditentukan oleh adanya keterpaduan antara
berbagai bagian, bukan oleh bagian-bagian yang terpisah.
2. Bagian-bagian dari situasi belajar hanya mengandung arti apabila berhubungan dengan
situasi belajar secara keseluruhan.
3. Faktor yang memadukan bagian-bagian situasi belajar adalah motivasi peserta didik atas
dorongan guru.
4. Adanya efek keterpaduan yang timbul merupakan interaksi antar berbagai bagian situasi
dalam belajar
5. Belajar adalah proses perkembangan. Peserta didik sebagai suatu organisme yang
berkembang, kesediaan mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan
jiwa batiniah, tetapi juga perkembangan karena lingkungan dan pengalaman.
6. Murid sebagai organisme keseluruhan. Murid belajara tidak hanya inteleknya saja, tapi
juga emosional dan jasmaniahnya. Maka guru sebagai pendidik harus mampu
membentuk pribadi murid nya.
7. Terjadi transfer belajar. Belajar pada dasarnya yang terpenting pada penyesuaian untuk
mendapatkan respons yang tepat. Bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai betul-betul
maka dapat dipindahkan untuk kemampuan yang lain.
8. Belajar adalah reorganisasi pengalaman. Pengalaman adalah suatu interaksi antara
seseorang dengan lingkungannya. Belajar itu baru timbul apabila menemui situasi/sosial
baru. Dalam menghadapi itu ia akan menggunakan segala pengalaman yang dimilikinya.
9. Belajar berlangsung terus menerus. Murid memperolah pengetahuan tak hanya di
sekolah tetapi juga di luar sekolah. Dalam pergaulan, memperoleh pengalaman sendiri-
sendiri, karena itu sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di rumah dan
masyarakat, agar semua turut serta dalam membantu perkembangan murid secara
harmonis.

Berdasarkan prinsip-prinsip Psikologis Gestal tersebut, maka tujuan pembelajaran


tematik adalah sebagai berikut:

1. Membentuk pribadi yang harmonis dan sanggup bertindak dalam menghadapi berbagai
situasi yang memerlukan keterampilan pribadi.
2. Menyesuaikan pembelajaran dengan peserta didik.
3. Memperbaiki dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode
pengajaran.
4. Mengetahui pencapaian indikator yang telah ditetapkan.
5. Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam
pembelajaran maupun efektivitas pembelajaran.
6. Memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan pengetahuan, keterampilan dan
sikap murid .
7. Sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial,pengayaan, dan
pemantapan).

c. Landasan Yuridis

Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau
peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di Sekolah Dasar. Landasan
yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan
bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya

(pasal 9).

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapat pelayanan pendidikan
sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan yang melekat padanya ( Bab V Pasal 1-b).
JAWABAN NOMOR 6

6. Dibandingkan dengan kurikulum mata pelajaran, mana menurut Sdr yang lebih mudah
diimplementasikan dan mana yang lebih efektif? Jelaskan.

Karena saya mengajar kelas rendah yaitu pada kelas 3 sekolah dasar maka
menurut saya yang efektif adalah tematik. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran
terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga
memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa, Indrawati 2009.
Pembelajaran tematik adalah yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam
pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema
“Air” dapat ditinjau dari mata pelajaran fisika, biologi, kimia, dan matematika. Lebih
luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain, seperti IPS, bahasa, dan seni.

Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi


kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk
memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematik adalah epitome dari
seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif menjawab
pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan
penghayatan secara alamiah tentang dunia di sekitar mereka.
Pembelajaran Tematik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat
diterapkan pada siswa kelas rendah (yaitu: siswa kelas I, II dan III) di Sekolah Dasar.
Konsep pembelajaran tematik telah tercantum di dalam KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan). Di dalam KTSP tersebut dijelaskan bahwa pembelajaran tematik
adalah pendekatan yang harus digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran di Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Karena itu, bagi guru SD terutama guru kelas rendah (I, II
dan III) yang peserta didiknya masih berperilaku dan berpikir secara konkret, kegiatan
pembelajaran sebaiknya dirancang terpadu dengan menggunakan tema sebagai
pemersatu kegiatan pembelajarannya. Dengan cara ini maka pembelajaran untuk siswa
kelas I, II, dan III dapat menjadi lebih bermakna, lebih utuh dan sangat kontekstual
dengan dunia anak-anak. Artinya, dalam pembelajaran bahasa siswa tidak hanya berkutat
pada konstrak teori bahasa, tetapi ditekankan pada sikap dan pemakaian bahasa yang
kontekstual.

Arti Penting Pembelajaran Tematik menurut Departemen Pendidikan Nasional


November, 2006 :

o Menekankan keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif sehingga siswa
memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri
berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.
o Menekankan penerapan konsep belajar sambil melakukan.

Ciri khas pembelajaran tematik:

1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan anak usia sekolah dasar;
2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari
minat dan kebutuhan siswa;
3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar
dapat bertahan lebih lama;
4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa;
5) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi,
dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Landasan Pembelajaran Tematik

Landasan filosofis:
(1). Progresivisme,
Proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah
kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa.
(2). Konstruktivisme,
Anak mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena,
pengalaman dan lingkungannya.
(3). Humanisme,
Melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensi, dan motivasi yang dimilikinya.

Landasan psikologis:
(1). Psikologi perkembangan untuk menentukan tingkat keluasan dan kedalamannya isi
sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik
(2).Psikologi belajar untuk menentukan bagaimana isi/materi pembelajaran disampaikan
kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.

Landasan yuridis:
(1). UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(2). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Kelebihan Pembelajaran Tematik :


Menurut Kunandar (2007:315), Pembelajaran tematik mempunyai kelebihan yakni:
a. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.
b. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
d. Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didiksesuai dengan persoalan yang
dihadapi.
e. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama
f. Memiliki sikap toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
g. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam
lingkungan peserta didik.

Sedangkan Menurut Departemen Pendidikan Nasional November, 2006 keuntungan


pembelajaran tematik ialah:
1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar
antar matapelajaran dalam tema yang

JAWABAN NOMOR 7

7. Jelaskan secara ringkas langkah-langkah pengembangan bahan ajar.

Konsep Pengembangan Bahan Ajar

Seels & Richey (dalam Gatot, 2008) menyatakan bahwa pengembangan adalah proses
menerjemahkan spesifikasi produk ke dalam bentuk fisik. Gatot (2008) menyatakan bahwa
“pengembangan dapat dimaknai sebagai tindakan menyediakan sesuatu dari tidak tersedia
menjadi tersedia atau melakukan perbaikan-perbaikan dari sesuatu yang tersedia menjadi
lebih sesuai, lebih tepatguna dan lebih berdayaguna”.

Hasil simpulan di atas sesuai dengan pendapat Banathy tentang pengembangan bahan
ajar. Banathy (dalam Gatot, 2008) menyatakan bahwa pengembangan bahan ajar adalah suatu
proses yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi isi dan
strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran secara lebih
efektif dan lebih efisien.

Pengembangan bahan ajar merupakan wujud pengembangan strategi pembelajaran


yang sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu yang diadaptasi dari teori-teori pembelajaran
(Syahid, 2003). Lebih lanjut, Syahid menjelaskan bahwa pengembangan bahan ajar ini bukan
hanya didasarkan atas kepentingan pengembang, melainkan merupakan altematif pemecahan
masalah pembelajaran. Mahasiswa bukan hanya berinteraksi dengan dosen, melainkan juga
dapat berinteraksi dengan sumber belajar yang digunakan untuk mencapai hasil yang
diinginkan.

Pengembangan bahan ajar ini memiliki tujuan. Gatot (2008) menyampaikan tujuan di
atas melalui kutipan berikut.

Pengembangan bahan ajar memiliki tujuan terencana, yaitu (1) mempersiapkan


kegiatan pembelajaran dalam berbagai situasi supaya dapat berlangsung secara optimal, (2)
meningkatkan motivasi pengajar untuk mengelola kegiatan belajar mengajar, dan (3)
mempersiapkan kegiatan belajar mengajar dengan mengisi bahan-bahan yang selalu baru,
ditampilkan dengan cara baru dan dilaksanakan dengan strategi pembelajaran yang baru pula.

Mbulu (2004:6) menyatakan ada empat tujuan, yaitu (1) diperolehnya bahan ajar yang
sesuai dengan tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran, (2) tersusunnya
bahan ajar sesuai struktur isi mata pelajaran dengan karakteristiknya masing-masing, (3)
tersintesiskan dan terurutkannya topik-topik mata pelajaran secara sistematis dan logis, dan
(4) terbukanya peluang pengembangan bahan ajar secara kontinu mengacu pada
perkembangan IPTEK. Kemendiknas (2007) merumuskan tiga tujuan, yaitu (1) memperjelas
dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal, (2) mengatasi
keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta didik maupun pengajar, dan (3)
dapat digunakan secara tepat dan bervariasi.

Pengembangan bahan ajar harus didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu agar tujuan
di atas dapat diwujudkan. Olivia (dalam Mbulu, 2004:7) memberikan sepuluh prinsip
pengembangan bahan ajar, yaitu (1) perubahan kurikulum diminta dan diperlukan sekali, (2)
kurikulum adalah produk zamannya, (3) perubahan kurikulum pada masa yang lebih akhir
selalu berkaitan dengan tumpang tindih dengan perubahan kurikulum sebelumnya, perubahan
kurikulum salah satu akibat dari perubahan masyarakat, (5) pengembangan kurikulum
didasarkan pada suatu proses pembuatan pilihan dari sejumlah alternatif, (7) pengembangan
kurikulum tidak pernah berakhir, (8) pengembangan kurikulum lebih efektif ketika dilakukan
secara komprehensif, tidak sebagai proses bagian per bagian, (9) pengembangan kurikulum
lebih efektif ketika dilakukan dengan mengikuti suatu proses sistematik, dan (10)
pengembangan kurikulum dimulai dari kurikulum itu sendiri. Mbulu (2004:8) sendiri
memberikan tujuh prinsip pengembangan bahan ajar, yaitu (1) bertahap, artinya dilaksanakan
mulai dari kelompok dan jenis mata pelajaran sampai dengan menetapkan isi dari setiap mata
pelajaran, (2) menyeluruh, artinya dilaksanakan dengan memandang isi setiap pelajaran
secara menyeluruh tidak bagian per bagian, (3) sistematik, artinya dilaksanakan dengan
memandang isi mata pelajaran sebagai kesatuan utuh dan melalui proses yang berulang-
ulang, (4) luwes, artinya dapat menerima hal-hal baru yang belum tercakup dalam isi mata
pelajaran pada saat pengimplementasiannya, (5) validitas keilmuan, artinya bahan ajar
didasarkan pada tingkat validitas dari topik yang ditata urutannya dan dijabarkan
keterhubungannya harus benar-benar dapat dipercaya, (6) berorientasi pada pebelajar, artinya
harus sesuai dengan karakteristik pebelajar dan memperhatikan kebutuhan serta
perhatian/minat pebelajar, dan (7) berkesinambungan, artinya pengembangan bahan ajar
merupakan proses yang tidak berhenti sekali jalan, tetapi merupakan proses yang
menghubungkan setiap kegiatan pengembangan, yaitu merancang, mengevaluasi, dan
memanfaatkan.

Dengan merujuk UNESCO, Kemendiknas (2007) merumuskan syarat bahan ajar yang
baik. Syarat-syarat bahan ajar atau buku teks yang berkualitas diuraikan melalui kutipan
berikut. Syarat-syarat bahan ajar atau buku teks yang berkualitas adalah (1) bahan ajar
memiliki peran penting untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan berkualitas tinggi,
(2) bahan ajar merupakan produk dari proses yang lebih besar dari pengembangan kurikulum,
(3) isi bahan ajar memasukkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, mengintegrasikan proses
pedagogis yang mengajarkan secara damai terhadap penyelesaian konflik, kesetaraan gender,
nondiskriminasi, praktik-praktik dan sikap-sikap lain yang selaras dengan kebutuhan untuk
belajar hidup bersama, (4) bahan ajar memfasilitasi pembelajaran untuk mendapatkan hasil-
hasil spesifik yang dapat diukur dengan memperhatikan berbagai perspektif, gaya
pembelajaran, dan modalitas berbeda (pengetahuan, keterampilan, dan sikap), (5)
memperhitungkan level konseptual, lingkungan linguistik, latar belakang dan kebutuhan
pebelajar di dalam membentuk isi dan mendesain model pembelajaran, (6) bahan ajar
memfasilitasi pembelajaran yang dapat mendorong partisipasi dan pengalaman secara merata
dan setara oleh semua pebelajar yang terlibat dalam proses pembelajaran, dan (7) bahan ajar
dapat dijangkau dari sisi biaya, memiliki daya tahan lama, dan dapat diakses oleh semua
pebelajar.
Syarat penyusunan bahan ajar juga disampaikan Tjipto Utomo dan Kees Ruijter
(dalam Mbulu, 2004:88). Syarat-syarat tersebut adalah (1) memberikan orientasi terhadap
teori, penalaran teori, dan cara-cara penerapan teori dalam praktik, (2) memberikan latihan
terhadap pemakaian teori dan aplikasinya, (3) memberikan umpan balik tentang kebenaran
latihan itu, (4) menyesuaikan informasi dan tugas sesuai tingkat awal masing-masing peserta
didik, (5) membangkitkan minat peserta didik, (6) menjelaskan sasaran belajar kepada peserta
didik, (7) meningkatkan motivasi peserta didik, dan (8) menunjukkan sumber informasi yang
lain.

Gatot (2008) juga menambahkan bahwa “bahan ajar yang baik harus dapat memenuhi
tuntutan kurikulum yang berisi kompetensi-kompetensi yang ditentukan”. Materi-materi ajar
terarah sesuai dengan tuntutan kurikulum. Kompetensi-kompetensi yang diberikan sesuai
dengan kurikulum.

Untuk bahan ajar berbasis web, Purnomo (2009) memberikan syarat terkait konten
web yang baik. Syarat konten web yang baik dijelaskan berikut ini.

Materi Pembelajaran. Berisi material pembelajaran yang akan disampaikan melalui


berbagai jenis format. Format tersebut seperti teks, gambar, foto, grafik, slide presentasi,
animasi, HTML, audio (narasi, audio streaming, audio recorded), video (video recorded,
video streaming).

Interaksi dan komunikasi. Berisi konten yang memfasilitasi proses interaksi dan
komunikasi baik antara siswa dan siswa maupun siswa dan trainer, secara langsung
(synchronous) maupun tidak langsung (asynchronous).

Tugas, tes dan evaluasi siswa. Konten yang berisi aktivitas penugasan, tes serta
evaluasi bagi siswa.

Sumber daya digital (digital resources). Konten berisi berbagai sumber daya
pembelajaran berbentuk digital dan/atau online
Informasi. Berisi informasi yang ingin disampaikan pada user mengenai pengajaran
yang akan diikuti. Bentuk modul informasi ini dapat berupa silabus, berita dan informasi,
pengumuman dsb.

Bahan ajar dapat juga ditinjau dari segi kemenarikan dan penggunaan bahasa agar
dapat dimanfaatkan dengan efektif. Greene & Petty (dalam Hakim 2001) menyatakan bahwa
ciri bahan ajar yang berkualitas adalah (1) dapat menarik perhatian, (2) membangkitkan
motivasi belajar, (3) memuat illustrasi yang menarik, (4) penggunaan bahasa yang jelas, (5)
adanya keterkaitan dengan pelajaran yang lain, dan (6) terhindar dari konsep yang samar-
samar.

Untuk mengembangkan bahan ajar, Gatot (2008) memberikan empat tahapan.


Tahapan-tahapan tersebut dijabarkan melalui uraian berikut. Tahapan pengembangan bahan
ajar meliputi (1) mengidentifikasi aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang menjadi acuan pemilihan bahan ajar, (2) mengidentifikasi jenis-jenis materi bahan ajar,
(3) memilih bahan ajar yang sesuai dengan butir pertama, dan (4) memilih sumber bahan ajar.

Mbulu (2004:77) juga menawarkan sebuah prosedur pengembangan bahan ajar


melalui tiga tahap. Ketiga tahap tersebut adalah (1) tahap merancang, yaitu menerjemahkan
pengetahuan/teori yang bersifat umum ke dalam bentuk yang terinci, meliputi mengkaji
kompetensi, analisis pembelajaran, analisis isi, seleksi isi, penataan urutan isi, dan struktur
isi, (2) tahap menilai, dilakukan untuk uji kelayakan draft awal, mencakup penilaian formatif,
revisi, dan sumatif, dan (3) tahap pemanfaatan, mencakup kegiatan pengembangan pembaca
dan pengembangan bahan pembelajaran.

Kemendiknas (2008) menyatakan bahwa pengembangan bahan ajar dimulai dari (1)
standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) indikator, (4) materi pembelajaran, (5) kegiatan
pembelajaran, dan (6) bahan ajar. Berdasarkan kedua rujukan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa pengembangan bahan ajar dimulai dari (1) identifikasi standar
kompetensi, (2) identifikasi kompetensi dasar, (3) identifikasi indikator, (4) identifikasi
materi bahan ajar dan memilih bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum, (5) merancang
kegiatan pembelajaran, dan (6) memilih jenis dan menyusun bahan ajar.

Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan bahan


ajar sering dikemas menjadi pembelajaran elektronik (e-Learning). Dalam pengembangan
pembelajaran elektronik (e-Learning), Wahono (2006) memberikan tiga aspek yang harus
diperhatikan, yaitu (1) aspek rekayasa perangkat lunak, (2) aspek desain pembelajaran, dan
(3) aspek komunikasi visual.

Berdasarkan aspek rekayasa perangkat lunak (software), Wahono (2006) menjelaskan


sembilan faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan pembelajaran elektronik
(e-Learning). Kesembilan faktor ini dijelaskan sebagai berikut. (1) efektif dan efisien dalam
pengembangan maupun penggunaan media pembelajaran (operasional perangkat lunak tidak
membutuhkan spesifikasi yang kompleks), (2) reliabilitas (kehandalan, tidak mudah hang),
(3) maintainabilitas (dapat dipelihara atau dikelola dengan mudah), (4) usabilitas (mudah
digunakan dan sederhana dalam pengoperasiannya), (5) ketepatan pemilihan jenis
aplikasi/software /tool, (6) kompatibilitas (dapat diinstalasi/dijalankan di berbagai hardware
dan software yang ada), (7) pemaketan program media pembelajaran terpadu dan mudah
dalam eksekusi, (8) dokumentasi program media pembelajaran yang lengkap, dan (9)
reusabilitas (sebagian atau seluruh program media pembelajaran dapat dimanfaatkan kembali
untuk mengembangkan media pembelajaran lain).

Berdasarkan aspek desain pembelajaran, Wahono (2006) memberikan faktor-faktor


yang harus dipertimbangkan pengembangan pembelajaran elektronik (e-Learning). Faktor-
faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut: (1) kejelasan tujuan pembelajaran (rumusan,
realistis), (2) relevansi tujuan pembelajaran dengan /kurikulum, (3) cakupan dan kedalaman
tujuan pembelajaran, (4) ketepatan penggunaan strategi pembelajaran, (5) interaktivitas, (6)
pemberian motivasi belajar, (7) kontekstualitas dan aktualitas, (8) kelengkapan dan kualitas
bahan bantuan belajar, (9) kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran, (10) kedalaman
materi, (11) kemudahan untuk dipahami, (12) sistematis, runut, alur logika jelas, (13)
kejelasan uraian, pembahasan, contoh, simulasi, latihan, (14) konsistensi evaluasi dengan
tujuan pembelajaran, (15) ketepatan dan ketetapan alat evaluasi, dan (17) pemberian umpan
balik terhadap hasil evaluasi.

Berdasarkan aspek komunikasi visual, Wahono (2006) menjelaskannya faktor-faktor


yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan pembelajaran elektronik (e-Learning).
Faktor-faktor tersebut dijelaskan berikut ini: (1) komunikatif, sesuai dengan pesan dan dapat
diterima/sejalan dengan keinginan sasaran, (2) kreatif dalam ide berikut penuangan gagasan,
(3) sederhana dan memikat, (4) audio (narasi, sound effect, backsound, musik), (5) visual
(desain perwajahan, tipografi, warna), (6) media bergerak (animasi, film), (7) layout
interactive (ikon navigasi). sama;3) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam
dan berkesan; 4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata
pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; 5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat
dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; 6) Siswa lebih
bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan
suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain; 7)
Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan dapat dipersiapkaan
sekaligus.

Anda mungkin juga menyukai