Anda di halaman 1dari 40

TUGAS INDIVIDU 1

PENGEMBANGAN KURIKULUM

NAMA : OVIELIA PUTRI RAHMAN

NIM : 8206121005

DOSEN PENGAMPU : Sriadhi,M.Pd.,M.Kom.,Ph.D

Dr.Farihah,M.Pd

PROGRAM STUDI ( S2 ) TEKNOLOGI PENDIDIKAN

PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

1442H /2021M
KATA PENGANTAR

Puji dan ucapan rasa syukur penulis haturkan kepada sang pencipta Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan kasih sayang nya selalu hadir untuk penulis sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini. Sasaran penyusunan tugas ini dimaksud sebagai komponen penilaian di
dalam kegiatan mata kuliah Pendekatan Sistem dalam Pendidikan dan juga sebagai kegiatan
penulis dalam menyusun tugas untuk mampu memahami pembahasan yang berkenaan dengan
pembelajaran ini.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Dosen Pengampu mata kuliah ini,
Sriadhi,M.Pd.,M.Kom.,Ph.D dan Ibu Dr.Farihah,M.Pd atas kebaikannya dalam membimbing
penulis menyelesaikan makalah ini. Kepada kedua orang tua , penulis mengucapkan banyak
terima kasih karena telah mendukung penulis setiap hari agar selalu sehat dan semangat dalam
menjalankan tugas yang diberikan.

Penulis menyadari, bahwa isi ataupun penyusunan makalah ini dirasa belum sempurna
seperti makalah lain sehingga sangat diperlukan kritik dan saran dari para pembaca. Akhir kata,
penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua mahasiswa dalam menggapai tujuan
pembelajaran.

Tebing Tinggi, 10 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii

BAB I. Definisi dan konsep kurikulum................................................................................ 1

BAB II. Landasan Pengembagan Kurikulum..................................................................... 9

BAB III. Jenis dan ragam Kurikulum.................................................................................. 15

BAB IV. Perkembangan Kurikulum di Indonesia..............................................................19


BAB V. Kurikulum sesuai Tuntutan Revolusi Industri 4.0dan Masyarakat

Industri 5.0............................................................................................................................. 26

BAB IV. Kurikulum Merdeka Belajar Kampus merdeka................................................. 29


DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 35

ii
BAB I

DEFINISI DAN KONSEP KURIKULUM

A. Definisi Kurikulum
Berikut definisi kurikulum menurut pendapat para ahli :

1. Hamalik

Hamalik dalam Joko (2008:78-79) memberikan beberapa tafsiran kurikulum dalam tiga
hal, yaitu:
a. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran
yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah
pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua
atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan Logis
b. Kurikulum sebagai Rencana Pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program
pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para
siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan
perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan
pembelajaran.
c. Kurikulum sebagai Pengalaman Belajar. Dalam hal ini kurikulum merupakan
serangkaian pengalaman belajar. Pengertian ini menunjukkan, bahwa kegiatan-
kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga
kegiatan-kegiatan di luar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas antara intra dan
ekstrakurikulum.

2. Soetopo dan Soemanto

Soetopo dan Soemanto memiliki 5 definisi tentang kurikulum, yaitu: (Joko,2008:80)


a. Kurikulum dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang
program pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun.

1
b. Kurikulum dilukiskan sebagai bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan
oleh para guru di dalam melaksanakan pelajaran untuk murid-muridnya.

c. Kurikulum adalah suatu usaha untuk menyampaikan asas-asas dan ciri-ciri yang
penting dari suatu rencana pendidikan dalam bentuk yang sedemikian rupa
sehingga dapat dilaksanakan oleh guru di sekolah.

d. Kurikulum diartikan sebagai tujuan pengajaran, pengalaman-pengalaman


belajar, alat-alat pelajaran dan cara-cara penilaian yang direncanakan dan
digunakan dalam pendidikan.

e. Kurikulum dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan


dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan tertentu.

3. Mac Donald
Mac Donald berpendapat bahwa sistem persekolahan terbentuk atas empat subsistem,
yaitu: (Joko,2008:80)
a. Teaching, merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru.
b. Learning, merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan sisa sebagai respon
terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh guru.
c. Instruction, keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan
dengan terjadinya interaksi belajar-mengajar.
d. Curriculum, merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam
proses dalam kegiatan belajar-mengajar.

Terdapat beberapa ahli kurikulum di bawah ini : (Suparlan,2012:38-39)


1. Hilda Taba, Kurikulum adalah rencana pembelajaran.
2. Caswell dan Campbell, kurikulum adalah semua pengalaman yang siswa punya
dibawah petunjuk guru.
3. Beauchaump, Kurikulum adalah dokumen tertulis yang memuat banyak bahan,
tetapi pada dasarnya adalah sebuah rencana untuk pendidikan siswa selama
pembelajaran mereka di sekolah.

Dan ada beberapa lagi para tokoh yang mendefinisikan tentang kurikulum, seperti
yang di tuliskan oleh Ali Mudlofir (2011:1-2) dalam bukunya yang berjudul

2
Aplikasi Perkembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam :
1. Ronald C. Doll
Menurutnya Kurikulum sekolah yaitu muatan dan proses, baik formal maupun
informal yang diperuntukkan bagi pembelajar untuk memperoleh pengetahuan
dan pemahaman, mengembangkan keahlian dan mengubah apresiasi sikap dan
nilai dengan bantuan sekolah.
2. Maurice Dulton
Ia menjelaskan bahwa Kurikulum dipahami sebagai pengalaman-pengalaman
yang didapatkan oleh pembelajaran di bawah naungan sekolah.
3. Colin J. Marsh dan George Willis
Dalam bukunya Curriculum Alternative Approaches mendefinisikan
kurikulum seperti berikut:
a. Kurikulum adalah semacam subjek permanen seperti tata bahasa,
membaca, logika, retorika, matematika dan mahakarya dunia Barat yang
sangat baik membubuhkan pengetahuan esensial di dalamnya.
b. Kurikulum adalah subjek-subjek yang sangat berguna untuk hidup di
masyarakat kontemporer.
c. Kurikulum adalah pembelajaran yang direncanakan untuk sekolah yang
mapan.
d. Kurikulum adalah seluruh pengalaman pembelajar yang didapatkan di
bawah bimbingan sekolah.
e. Kurikulum adalah semua pengalaman yang didapatkan oleh peembelajar
dalam tempaan hidup.
Dalam buku lain yang ditulis oleh Anin Nurhayati (2010:2-3) berjudul
Inovasi Kurikulum menyebutkan juga beberapa tokoh yang mendefinisikan
kurikulum.
1. Ralp Tyler (1949)
Ralp Tyler mendefinisikan kurikulum sebagai semua pelajaran-
pelajaran murid yang direncanakan dan dilakukan pihak sekolah
untuk mencapai tujuan pendidikannya.

3
2. E. Eisner (1979)
Dia mengatakan dengan kurikulum kita mengartikannya dengan
pengalaman-pengalaman yang ditawarkan kepada murid di bawah
petunjuk dan bimbingan sekolah.
3. A. Glatthorn (1987) 
Kurikulum ialah rencana-rencana yang dibuat untuk membimbing
dalam belajar di sekolah yang biasanya meliputi dokumen, level
secara umum, dan akualisasi dari rencana-rencana itu dikelas, sebagai
pengalaman murid yang telah dicatat dan ditulis oleh seorang ahli,
pengalaman-pengalaman tersebut ditempatkan dalam lingkungan
belajar yang juga mempengaruhi apa yang dipelajari.

B. Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang seiring dengan perkembangan teori dan
praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang
digunakannya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata
pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh peserta didik. Anggapan
ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno,dimana dalam lingkungan atau hubungan
tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yaitu kurikulum sebagai “... a
raccecourse of subject matter to be mastered” (Robert S. Zais, 1976:7 dalam
Sukmadinata, 1997:4). Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, jika ditanya tentang
kurikulum akan memberi jawaban seputar bidang studi atau mata-mata pelajaran.
Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan
pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar. Menurut
Caswel dan Campell dalam buku mereka yang terkenal Curriculum Development
(1935), kurikulum ... to be composed of all the experiences children have under the
guidance of teachers. Perubahan penekanan pada pengalaman ini lebih jelas
ditegaskan oleh Roland C. Doll (1974:22 dalam Sukmadinata, 1997:4):
“The commonly accepted definition of curriculum has changed from content
of courses of study and list of subjects and courses to all the experiences which are
offered to learners under the auspices or direction of the school..”

4
Definisi Doll tidak hanya ditunjukan adanya perubahan penekanan dari isi
kepada proses, tetapi juga menunjukan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang
sangat sempit kepada yang lebih luas. Apa yang dimaksud dengan pengalaman siswa
yang diarahkan atau menjadi tanggung jawab sekolah mengandung makna yang
cukup luas. Pengalaman tersebut dapat berlangsung di berbagai tempat seperti
sekolah, di rumah ataupun di lingkup masyarakat, dengan guru atau tanpa guru,
berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun tidak. Definisi tersebut juga mencakup
berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya pengalaman tersebut serta berbagai
fasilitas yang mendukungnya.
Mauritz Johnson (1967:30 dalam Sukmadinata, 1997:5) mengajukan
keberatan terhadap Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan muncul apabila
terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan
kurikulum, tetapi pengajaran. Kurikulum hanya menggambarkan atau mengantisipasi
hasil dari pengajaran. Johnson membedakan dengan tegas antara kurikulum dengan
pangajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan dan pelasanaan, seperti
perencanaan isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran, sedangkan
kurikulum hanya berkenaan dengan hasi-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh
siswa. Menurut Johnson kurikulum adalah ... a structured series of intended learning
outcomes (Johnson, 167:130 dalam Sukmadinata, 1997:5).
Terlepas dari pro dan kontara terhadap pendapat Mauritz Jonhson, beberapa
ahli melihat kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Salah seorang
diantaranya adalah Mac Donald (1965:3 dalam Sukmadinata, 1997:5) Menurutnya,
terbentuk sistem persekolahan atas empat sub sistem, yaitu mengajar, belajar,
pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching) adalah kegiatan atau perlakuan
profesional yang diberikan oleh guru . Belajar ((learning) yaitu kegiatan atau upaya
yang dilakun siswa sebagai respons terhadap kegiatan yang diberikan oleh guru.
Keseluruhan dari kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya
interaksi belajar mengajar disebut pembelajaran (intruction). Kurikulum merupakan
suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar
mengajar.

5
Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana
(curriculum plan) dengan kurikulum yang fungsional (functioning curriculum).
Menurut Beauchamp (1968:6 dalam Sukmadinata, 1997:5) ia lebih memberikan
tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran.
Pelaksanaan itu sudah masuk pengajaran. Selanjutnya, dokumen tertulisnya saja,
melainkan harus dinilai dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas.
Kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan suatu
yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur
linhkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas. Rencana tertulis
merupakan dokumen kurikulum (curriculum document or inert curriculum),
sedangkan yang dioperasikan di kelas merupakan kurikulum fungsional (functioning,
live operative curriculum).
Hilda Taba (1962 dalam Sukmadinata, 1997:6) memunyai pendapat yang
berbeda dengan pendapat-pendapat yang berbeda dengan pendapat-pendapat itu.
Perbedaan antara kurikulum dan pengajaran menurut dia bukan terletak pada
implementasinya, tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan
cakupan tujuan isi dan metode khusus menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba
keduanya membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum
atau tujuan jangka panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang
lebih khusus atau tujuan dekat.

Bagan 1.2 Kontinum kurikulum dan pengajaran

Umum - Jangka Panjang Khusus - Jangka Pendek

KURIKULUM PEMBELAJARAN

Menurut Taba, batas antara keduannya sangat relatif, bergantung pada


tafsiran guru. Sebagai contoh, dalam kurikulum (tertulis), is harus digambarkan
serinci, sekhusus mungkin agar mudah dipahami guru, tetapi cukup luas dan umum

6
sehingga memungkinkan mencakup semua bahan yang dapat dipilih oleh guru sesuai
dengan kebutuhan dan minat siswa serta kemampuan guru. Kurikulum memberikan
pegangan bagi pelaksanaan pengajaran dikelas, tetapi merupakan tugas dan tanggung
jawab guru untuk menjabarkannya.

Suatu kurikulum, seperti kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah


atau perguruan tinggi, kurikulum sekolah umum, kejuruan, dan lain-lain ini
merupakan perwujudan atau penerapan teori-teori kurikulum. Teori-teori tersebut
merupakan hasil pengkajian, penelitian, dan pengembangan para ahli kurikulum.
Menurut, Robert S. Zais (1976) dalam Sukmadinata (1997:6), kurikulum sebagai
bidang studi mencakup (1) the range of subject metters with which it is concerned
(the substantive structure), and (2) the procedures of inquiry and practice that it
follows (the syntactical structure)” Menurut George A. Beauchamp (1976:58-59
dalam Sukmadinata, 1997:5) kurikulum sebagai bidang studi membentuk teori
kurikulum sebagai ...a set of related statment thet gives meaning to a schools’s
curicculum by pointing up the relationships among its element and by directing its
development, its use, and its evaluation.

Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi (1) konsep
kurikulum, (2) penentuan kurikulum, (3) pengembangan kurikulum, (4) desain
kurikulum, (5) implementasi dan (6) evaluasi kurikulum.

Selain sebagai bidang studi menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai


rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan
bagian dari sistem persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum berisi
tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat
pengajaran dan jadwal waktu pengajran. Sebagai suatu sisten, kurikulum merupakan
bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem
sekolah. Kurikulum sebagai suatu sistem menyangkut penentuan segala kebijakan
tentang kurikulum , susunan personalia dan prosedur pengembangan kurikulum,
penerapan, evaluasi , dan penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum adalah

7
dalam pengembangan, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya, baik sebagai
dokumen tertulis maupun aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis.

Mengenai fungsi sistem kurikulum ini, lebih lanjut Beauchamp (1975:60 dalam
Sukmadinata, 1997:5) menggambarkan:

...(1) the choice of arena for curriculum decision making, (2) the selection and
involvement of person in curriculum planning, (3) organization for and techniques
used in curriculum planning, (4) actual writing of a curriculum, (5) implementing the
curriculum, (6) evaluation the curriculum, and (7) providing for feedback and
modification of the curriculum.

Apa yang dikemukakan oleh Beauchamp bukan hanya menunjukan fungsi


tetapi juga struktur dari sistem kurikulum, yang secara garis besar berkenaan dengan
pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum.

8
BAB II

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Landasan Dalam Pengembangan Kurikulum di Pendidikan


Acuan dalam sebuah kurikulum merupakan rancangan pendidikan memiliki taraf
strategis di seluruh segi pendidikan. Kontribusi dari kedudukan kurikulum sangat krusial
di dalam berkembangnya kehidupan manusia, oleh sebab itu struktur dalam menyusun
sebuah kurikulum tidak boleh dilakukan dengan landasan yang tidak akurat.
Ibarat orang membangun sebuah bangunan tanpa menggunakan struktur bangunan
yang kuat, maka bangunan tersebut tidak akan mampu berdiri bertahan lama. Demikian
halnya program pendidikan sebagai bangunan dengan landasan kurikulum sebagai
pondasi nya yang kuat, maka akan dihasilkan manusia yang terdidik sinkron dengan
hakikat kemanusiaan, baik di kehidupan masa kini maupun memapaki kehidupan di masa
yang akan datang.
Pelaksanaan landasan yang akurat untuk mengembangkan kurikulum tidak hanya
dilakukan oleh para penyusun kurikulum di bagian makro(pusat), tetapi yang utama
sekali oleh para pengembang kurikulum dalam meningkatkan operasional nya yaitu para
kepala sekolah sebagai satuan pendidikan, guru, supervisor yaitu pengawas pendidikan,
dewan sekolah atau komite pendidikan serta pihak-pihak yang terkait.

B. Landasan-landasan Kurikulum
a. Landasan filosofis
Konsep dari landasan filosofis ini adalah sebagai dasar pemikiran yang
mendalam demi tercapainya apa yang diinginkan melalui kurikulum tadi.
Di Negara Indonesia dikenal dengan pancasila nya adalah sebagai
landasan dari perencanaan kurikulum.
Filsafat memiliki peran penting di dalam pengembangan kurikulum.
Menurut pemikiran Elly Yuliawati dalam Soleman (2020:11) isi dari
filsafat kurikulum adalah :
1. Perenialisme Aliran ini dikaitkan tentang kebenaran dan keindahan dari
pada warisan budaya ataupun dampak sosial. Di aliran ini juga

9
pengetahuan merupakan hal penting daripada kegiatan sehari-hari.
aliran ini menganut paham absolut yaitu kebenaran yang sifatnya
universal, tak terikat oleh tempat dan waktu.
2. Essensialisme. Dalam aliran filsafat ini menerapkan warisan budaya
pengetahuan dan juga keterampilan merupakan hal penting untuk
dimiliki peserta didik. Mata pelajaran yang berbasis umum dianggap
sebagai kurikulum yang berguna di dalam kehidupan bermasyarakat.
Contoh: dalam adat minang menjunjung tinggi falsafah “adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah” yang mana adat dan agama harus
seiring sejalan menjadi pondasi pegangan hidup. Dan falsafah “alam
takambang jadi guru” maksudnya seseorang diharapkan bisa belajar
dari segala kejadian yang terjadi di alam dan manusia harus mampu
menyesuaikan diri, mengembangkan potensi dan mampu
mengaplikasikan ke dalam kehidupannya.
3. Eksistensialisme. Aliran ini menyatakan bahwa individu itu sendiri
yang menjadi dirinya sumber pengetahuan yaitu tentang makna dari
hidup. Untuk memahami kehidupan, manusia berfilsafat pada dirinya
“bagaimana saya hidup dan apa tujuan saya hidup?
4. Progresivisme. Aliran ini berpusat pada orang yang belajar, mengalami
variasi pengalaman dan proses belajar itu sendiri. Aliran ini menjadi
sebuah landasan bagi pengembangan belajar orang yang belajar
tersebut.
Contoh: anak yang mendapatkan nilai ujian yang rendah tidak lulus
KKM , maka peserta didik melaksanakan remedial untuk meningkatkan
nilai ujian nya. Salah satu hal untuk mengikuti remedial adalah peserta
didik melakukan proses belajar lagi dan hal ini termasuk ke dalam
aliran filsafat progresivisme.
5. Rekonstruktivisme. Aliran ini adalah lanjutan dari filsafat
progresivisme yaitu mengakar pada pemecahan masalah berfikir kritis.
Pada aliran ini terjadi perubahan peradaban manusia di masa depan dan
juga lebih ditekankan hasil belajar daripada proses.

10
Masing-masing dari aliran filsafat diatas, memiliki perannya masing-
masing. Dari aliran filsafat satu sampai tiga, menghadirkan Model
Kurikulum Subjek-Akademis. Aliran filsafat Progresivisme
memunculkan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sedangkan aliran
filsafat rekonstruktivisme melahirkan pengembangan Model Kurikulum
Interaksional.
Dalam praktek pengembangan kurikulum, kelima aliran filsafat
yang dibahas tidak luput dari kelebihan dan kekurangan di dalamnya.
Penggunaan aliran filsafat dipakai secara selekfif dengan menyepakati dan
memfasilitasi beragam kepentingan yang menyangkut pendidikan. Di
berbagai Negara khususnya Indonesia, mengalami pergeseran dalam
pengembangan kurikulum dimana Negara Indonesia lebih memusatkan pada
aliran filsafat rekonstruktivisme.

b. Landasan Psikologis
Bidang dalam psikologi yang mengawali pengembangkan
kurikulum diuraikan oleh Nana Syaodih Sukmadinata dalam Syamsul
(2018:80), ada 2 hal yang utama yaitu: Psikologi perkembangan dan psikologi
belajar. Definisi dari psikologi perkembangan adalah karakteristik perilaku
siswa berkembang dimana hasil didikan itu sejalan dengan kebutuhan usia.
Disini mengulas hakikat perkembangan, tahapan perkembangan, aspek
perkembangan, tugas perkembangan individu serta hal-hal yang saling
berkaitan dengan perkembangan individu. Semua dapat menjadi bahan
pertimbangan yang menjadi dasar pengembangan kurikulum. Sementara
psikologi belajar terdiri dari tahapan perkembangan belajarnya melalui proses
meniru, latihan dan pembiasaan.
Berbeda pandangan dengan Nana, Ella menyebutkan bahwa teori-teori
psikologis merupakan permulaan adanya Kurikulum Berbasis kompetensi
(KBK). Dalam pandangan Spencer, bahwa kompetensi adalah karakteristik
yang dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu..

11
Selanjutnya, Spencer (2003:9) mengemukakan ada 5 kompetensi yang
dimiliki oleh seseorang yaitu :
1. Motif, merupakan suatu hal yang dipikirkan oleh manusia kemudian
timbul suatu reaksi/tindakan untuk berbuat sesuatu. Contoh: seseorang
memiliki motivasi tinggi untuk bisa mendapatkan beasiswa pendidikan,
maka seseorang tersebut menetapkan sebuah motif /tujuan bersungguh-
sungguh, fokus dalam belajar, dan dia harus bertanggung jawab untuk
konsisten atas hal yang sudah dia tetapkan.
2. Bawaan, merupakan karakteristik yang dimiliki untuk merespon berbagai
hal-hal dalam sebuah situasi
3. Konsep diri, merupakan sikap dari individu yang mana sikap nanti akan
diukur melalui tes untuk mengetahui nilai seseorang dalam melakukan
sesuatu.
4. Pengetahuan, merupakan bekal ilmu yang dimiliki individu dalam bidang
tertentu.
5. Keterampilan, merupakan kemampuan individu tersebut dalam melakukan
sebuah tugas baik fisik ataupun mental.
Berdasarkan kelima tipe kompetensi di atas, kompetensi tersebut memiliki
implikasi pada perencanaan SDM ataupun dalam pendidikan. Kompetensi
yang terkait ke dalam bidang pengetahuan dan juga keterampilan mudah
untuk dikembangkan dengan diadakan pelatihan yang tepat untuk melihat
kemampuan individu itu.
c. Landasan Sosial-budaya
Kurikulum sama halnya dengan sebuah rancangan pendidikan. Oleh sebab
itu, kurikulum dimaksud dalam penentuan pelakasanaan dan juga hasil
pendidikan. Pendidikan mencakup di dalamnya mengenai pengetahuan,
keterampilan, nilai hidup dan sebagai bekal yang sangat bermanfaat untuk
kehidupan dan lingkungan bermasyarakat.
Adanya peserta didik yang berawal dari masyarakat memperoleh
pendidikan yang berasal dari pendidikan formal dan informal di dalam ruang

12
lingkup bermasyarakat. Dengan beragam nya karakteristik budaya di tiap-tiap
daerah, ini menjadi landasan dan juga merupakan acuan bagi pendidikan.
Melalui pendidikan yang ditempuh oleh peserta didik harapan yang
didapat adalah agar mampu memahami dan dapat membangun kemajuan di
dalam kehidupan masyarakat. Dalam tujuan, isi dan proses pendidikan adalah
mampu menyesuaikan kebutuhan kondisi, karakteristik dan perkembangan
yang ada dalam masyarakat.
Di setiap daerah memiliki cara sistem sosial-budaya sebagaimana
disesuaikan dengan siklus kehidupan dan hubungan antar masyarakat. Aspek
dalam sosial-budaya yakni aturan nilai-nilai tentang cara berkehidupan dan
berperilaku bagi warga masyarakat. Nilai-nilai yang ada dapat berupa dalam
aspek agama, budaya, politik maupun nilai kehidupan lainnya. Seiring adanya
perkembangan di dalam masyarakat maka nilai tersebut turut berkembang
pula. Menuntut setiap warganya untuk selalu mau menyesuaikan terhadap
tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar daerah tersebut.
Nana Syaodih sukmadinata menyatakan dalam Armiadi (2017:188) bahwa
dengan adanya pendidikan manusia dapat mengenal peradaban yang terjadi di
masa lalu, peradaban sekarang dan membuat peradaban di masa yang akan
datang.
Maka, kurikulum yang akan dikembangkan sepatutnya untuk selalu
mempertimbangkan dan berpatokan pada perkembangan sosial budaya dalam
lingkup masyarakat baik tingkat nasional maupun dunia.
d. Landasan Teknologi
Memasuki abad ke-21, ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami
kemajuan yang pesat. Adanya teori-teori baru yang terus bermunculan,
menyebabkan berkembang teknologi terbarukan.
Orang-orang dulu menganggap bahwa kemajuan teknologi mustahil tidak
mungkin untuk dilakukan. Nyatanya sekarang, berkat kemajuan akal manusia
tentang ilmu pengetahuan dan teknologi, handphone yang dulunya hanya
sebagai alat komunikasi berbicara dan mengirim pesan, sekarang sudah
tercipta smartphone yang tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi

13
berbicara, tetapi menjadi sebuah alat multifungsi,, bisa dilakukan video call,
mencari informasi maupun menjadi sebuah alat yang digunakan untuk belajar
melalui virtual class. Komputer juga yang dulunya sebagai sarana untuk
dipelajari, maka kini computer atau tablet sudah menjadi bagian dari alat
untuk belajar bagi peserta didik.
Pada abad pengetahuan sekarang ini, hal yang perlu dimiliki ialah
masyarakat yang mempunyai semangat untuk tetap mau belajar sepanjang
hidupnya (long life education) dan juga mengikuti standar pengetahuan yang
tinggi. Masyarakat harus memiliki sifat yang terampil. Dalam landasan IT ini
diharapkan perihal kurikulum untuk dapat mengatasi kemajuan perkembangan
teknologi hingga nantinya para peserta didik dapat mengikuti sekaligus
mengembangkan ipteknya untuk kemaslahatan hidup manusia.

Kesimpulan
Ibarat seseorang ingin membangun sebuah bangunan dengan tidak menggunakan struktur
bangunan yang kuat, maka rumah tersebut tidak akan mampu berdiri bertahan lama.
Demikian hal nya program pendidikan sebagai bangunan dengan landasan kurikulum
sebagai strukturnya, maka akan dihasilkan manusia yang terdidik sinkron dengan hakikat
kemanusiaan, baik di kehidupan masa kini maupun memapaki kehidupan di masa yang
akan datang.
Mengenai landasan kurikulum, ada 4 hal yang menjadi dasar adanya landasan-landasan
pengembangan kurikulum sebagaimana berikut: landasan filosofis, landasan psikologis,
landasan sosial-budaya, , landasan teknologi. Landasan filosofis berkaitan tentang
pemikiran tentang sebuah nilai dalam pendidikan, landasan psikologis membahas
mengenai perkembangan peserta didik, landasan sosial-budaya yang berkaitan tentang
perkembangan sosial yang terjadi di dalam masyarakat dan juga landasan teknologi
berkaitan teknologi dalam kehidupan masyarakat.

14
BAB III

JENIS DAN RAGAM KURIKULUM

A. Jenis-jenis kurikulum
Beberapa pola organisasi kurikulum, yang dienal juga dengan sebutan macam-macam
kurikulum atau tipe-tipe kurikulum. Macam-macam kurikulum tersebut adalah :
1. Sparated Subject Curriculum
Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah satu sama
lainnya. Kurikulum mata pelajaran terpisah (Sparated Subject Curriculum) berarti
kurikulumnya dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang
mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya. Konsekuensinya, anak didik
harus semakin banyak mengambil mata pelajaran. 

Tyler dan Alexander dalam Abdullah (2010:141) menyebutkan bahwa jenis


kurikulum ini digunakan dengan school subject, dan sejak beberapa abad hingga saat
ii pun masih banyak didapatkan diberbagai lembaga pendidikan. Kurikulum ini terdiri
dari mata pelajaran- mata pelajaran, yang tujuan pembelajarannya adalah anak didik
harus menguasi bahan dari tiap-tiap mata pelajaran yang telah ditentukan secara logis,
sistematis, dan mendalam. Soetopo & Soemanto dalam Zaini (2009:68)

2. Correlated Curriculum
Zaini (2009: 68) menuliskan Kurikulum adalah suatu bentuk kurikulum yang
menunjukkan hubungan antara satu mata pelajaran dengan pelajaran lainnya, tetapi
tetap memperhatikan cirri atau karakteristik tiapa bidang studi tersebut, sehinnga
ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas. 

Zaini (2009:69), ada beberapa cara lain menghubungkan pelajaran dalam kegiatan
kurikulum. Korelasi tersebut dengan memperhatikan tipe korelasinya, yaitu :

15
a. Korelasi okkasional / incidental
Artinya secara kebetulan ada hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan mata
pelajaran yang lainnya. Misalnya : pada pelajaran bidang studi IPA dapat
dihubungkan juga dengan pelajaran Geografi dan Antropologi.

b. Korelasi Sistematis
Artinya korelasi atau hubungan yang telah direncanakan oleh guru secara sistematis,
dengan mengambil suatu pokok permasalahn yang diperbincangkan dalam beberapa
bidang studi. Misalnya masalah ibadah haji dalam pelajaran Fiqh yang dihubungkan
dengan pelajaran Sejarah Islam. (Zaini,2009:69)

3. Broad Fields Curriculum


Kurikulum Broad Fields kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Kurikulum ini
menghilangkan atau menghapuskan batas-batas mata pelajaran dan menyatukan mata
pelajaran yang berhubungan erat. Phenik adalah orang pertama yang mencetuskan
tipe Broad Fields ini. Keinginan Phenik adalah agar pendidik mengerti jenis-jenis arti
perkembangan kebudayaan yang efektif; mengerti manfaat yang didapatkan dari
berbagai ragam disiplin ilmu; dan upaya mendidik anak agar menghasilkan suatu
masyarakat yang beradab.(Abdullah Idi,2010:144)

Zaini (2009: 70) mengemukakan dalam kurikulum sekolah dikenal dengan 6 Broad
Fields, yaitu :
a. Pendidikan Agama Islam (Al- Qur’an dan Al- Hadits, Akidah Akhlak, Sejarah
Kebudayaan Islam dan Fiqh.
b. Ilmu Pengetahuan Sosial (Sejarah, Geografi, Ekonomi)
c. Bahasa (Tata Bahasa, Mengarang, Menyimak, Kesusasteraan dan Pengetahuan
Bahasa)
d. Ilmu Pengetahuan Alam (Fisika, Biologi, Kimia)
e. Matematika (Berhitumg, Aljabar, Geometri, Aritmatika)
f. Kesenian (Seni Tari, Seni Lukis, Seni Suara, Seni Pahat, dan Seni Drama).

16
Keunggulan kurikulum Broad Fields adalah adanya kombinasi mata pelajaran
sehingga manfaatnya akan semakin dirasakan, dan memungkinkan adanya mata
pelajaran yang kaya akan pengertian dan mementingkan prinsip dasar serta
generalisasi.
Sedangkan kelemahannya adalah hanya memberikan pengetahuan secara dangkaldan
tidak mendalam, urutan penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan
sistematis. 
4. Integrated Curriculum
Kurikulum ini menyajiakn bahan pembelajaran secara unit dan keseluruhan tanpa
mengadakan batas-batas antara satu mata pelajarandengan yang lainnya. Dimana
suatu unit mempunyai tujuan yang mengandung makna bagi siswa yang dituangkan
dalam bentuk masalah. Untuk memecahkan masalah, anak atau siswa diarahkan untuk
melakukan kegiatan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Integrated Curriculum dapat dibedakan dalam beberapa bentuk antara lain :


a. The Child Centered Curriculum
Dalam perencanaan kurikulum ini, faktor kebutuhan anak menjadi perhatian utama,
sehingga pembelajaran yang dilakukan mempunyai arti penting dalam rangka
memecahkan masalah yang dihadapi anak didik. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
misalnya kebutuhan yang berhungna dengan pribadi, kebutuhan hubungan sosial dan
kebutuhan ekonomi.
b. The Social Function Curriculum
Dalam pengembangan kurikkulum ini didasarkan pada lingkungan sosial anak didik,
sehingga pelajaran yang diperoleh memeiliki fungsi dan makna bagi kehidupan
sehari-hari dan tidak terpisah dengan kondisi masyarakat.
c. Activity / Experience Curriculum
Kurikulum ini didasarkan bahwa nak didik hanya dapat belajar dari pengalaman yang
diperoleh melalui kegiatan tau aktifitas riil. Belajar hanya terjadi pada proses interaksi
yang aktif. Berpikir hanya dapat dikembangakan melalui problem solving. Masalah
akan dimunculkan dan akan ditentukan oleh anak didik sendiri, sehingga kurikulum
ini tidak dapat direncanakan sebelumnya, karena masalah akan muncuk dari buah

17
pikiran dan aktifitas anak didik secara spontan. Dari proses pemecahan masalah itulah
anak didik akan memperoleh pengetahuan berbagai disiplin ilmu, dalam bentuk
terintegrasi.

d. Core Curriculum

Zaini (2009:73-74) menyatakan bahwa Kurikulum merujuk pada pengalaman belajar


yang fundamental bagi peserta didik. Pengalaman belajar itu berasal dari kebutuhan
individual mauun kelompok dan kebutuhan social sebagai warga masyarakat dan Negara.
Kurikuluum ini pada awalnya merupakan bahan atau mata pelajaran yang harus diketahui
oleh semua anak didik pada setiap tingkatan.

18
BAB IV

PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

Secara historikal, perkembangan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia beserta tujuan


yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1) Kurikulum 1947
Kurikulum pertama di masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu
penyebutan lebih populer menggunakan Leer Plan (Rencana Pelajaran) ketimbang istilah
Curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi
melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan
pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda.
Rencana Pelajaran 1947 ini lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara,
dan masyarakat daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian
sehari-hari, perhatiaan terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Pada masa itu juga dibentuk
kelas masyarakat yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti
pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya, agar anak yang tak mampu sekolah ke
jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

2) Kurikulum 1952
Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran terurai 1952. Kurikulum ini sudah
mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari
kurukulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa,
karsa, karya dan moral (pancawardhana).
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi : moral, kecerdasan,
emosional, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

19
3) Kurikulum 1964
Kali ini beri nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang
menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang Sekolah Dasar (SD), sehingga
pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral.
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi : moral, kecerdasan,
emosional, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada
pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

4) Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu dilakukannya
perubahan struktur kurikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan
dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan
pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

5) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (management
by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK),
materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Pada kurikulum ini juga
menekankan pada pentingnya pelajaran matematika sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan
sehari-hari.

20
Walau demikian, perubahan kurikulum selalu berpijak pada prinsip-prinsip tertentu.
Sekadar contoh, prinsip kurikulum Sekolah Dasar (SD) 1975, diantaranya: (1) prinsip
fleksibilitas program, (2) prinsip efesiensi dan efektivitas; (3) prinsip berorientasi pada tujuan;
(4) prinsip pendidikan seumur hidup.

6) Kurikulum 1984
Dari evaluasi Kurikulum 1975 dan masukan-masukan lain yang relevan, ditemukan
masalah-masalah yang melatarbelakangi perbaikan Kurikulum 1975 dan ditetapkannya
Kurikulum 1984, yaitu sebagai berikut:
(1) Adanya beberapa unsur baru dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1983
yang perlu ditampung dalam Kurikulum Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah).
(2) Masih terdapatnya kesenjangan baik antara program kurikulum dengan pelaksanaannya
di sekolah maupun antara program kurikulum dengan kebutuhan lapangan kerja dan
kebutuhan pendidikan pendidikan tinggi.
(3) Masih belum sesuainya materi kurikulum berbagai mata pelajaran dengan taraf
kemampuan anak didik.
(4) Adanya kelemahan-kelemahan isi kurikulum dalam berbagai mata pelajaran pada jenis
dan jenjang pendidikan, antara lain terlalu syaratnya materi kurikulum yang harus
dijalankan, termasuk pelajaran matematika.
(5) Adanya perbedaan kemajuan pendidikan antara suatu daerah dengan daerah lainnya,
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan perkembangan dari pertumbuhan masyarakat,
lingkungan kehidupan masing-masing daerah, serta ilmu dan teknologi.
(6) Adanya kesenjangan antara jumlah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan daya
tampung Perguruan Tinggi (PT).

Sehingga dapat dipahami bahwa Kurikulum 1984 memiliki kekhususan yaitu mengusung
process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang Disempurnakan”. Posisi siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Aktive
Learning (SAL).

21
Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujtuan interaksional. Didasari oleh pandangan
bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di
sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang petama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai
siswa.
Dalam kajian Karso dijelaskan bahwa, materi Kuirkulum 1984 pada dasarnya tidak
banyak berbeda dengan materi Kurikulum 1875, yang berbeda adalah organisasi pelaksanaan,
sehingga dengan demikian Kurikulum 1984 dapat dilaksanakan dengan menggunakan bahan-
bahan dan buku-buku serta sarana yang sudah ada sebelumnya.

7) Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai
UU No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Hal ini berdampak
kepada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke
sistem caturwulan. Tujuan pengajaran lebih ditekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

8) Kurikulum 2004
Kurikulum ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan
berbasis kompetensi dititikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
(kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan.
Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang
mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu
dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran. Kurikulum
ini berorientasi pada hasil dan dampak dari proses pendidikan serta keberagaman individu dalam
menguasai semua kompetensi.

9) Kurikulum 2006

22
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP). Awal 2006 uji coba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan
proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan
kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi sekolah
berada.
Hal ini dapat disebabkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL),
standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan
pendidikan telah ditetapkan oleh Depertemen Pendidikan Nasional—yang kini bernama
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Jadi pengembangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) di bawah koordinasi dan sepervisi
pemerintah Kabupatena/Kota.

10) Kurikulum 2013


Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013. Kurikulum 2013
merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam rintisan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Sederhananya,
pengembangan Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan atas beberapa kurikulum yang
berlaku sebelumnya.
Selain itu, penataan kurikulum pada Kurikulum 2013 dilakukan sebagai amanah dari UU
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Peraturan Presiden
(Perpres) No. 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN).
Kurikulum 2013 dikembangkan untuk meningkatkan capaian pendidikan dengan dua
strategi utama, yaitu peningkatan efektifitas pembelajaran pada satuan pendidikan dan
penambahan waktu pembelajaran di sekolah.
Sedangkan efektifitas pembelajaran dicapai melalui tiga tahap, yaitu:

23
1) Efektifitas interaksi, akan tercipta dengan adanya harmonisasi iklim akademi dan budaya
sekolah. Efektifitas interaksi dapat terjaga apabila kesinambungan manajemen dan
kepemimpinan pada satuan pendidikan.
2) Efektifitas pemahaman, menjadi bagian penting dalam pencapaian efektifitas
pembelajaran. Efektifitas tersebut dapat dicapai apabila pembelajaran yang
mengedepankan pengalaman personal siswa melalui observasi, asosiasi, bertanya,
menyimpulkan dan mengkomunikasikan.
3) Efektivitas penyerapan, dapat tercipta manakala terdapat kesinambungan antaraa
pembelajaran horizontal dan vertikal.
Penerapan Kurikulum 2013 diimplementasikan dengan adanya penambahan jam
pelajaran. Hal tersebut sebagai akibat dari adanya perubahan proses pembelajaran yang semula
dari siswa diberi tahu menjadi siswa yang mencari tahu. Selain itu, akan merubah pula proses
penilaian yang semula berbasis output menjadi berbasis proses dan output.
Menurut Sulaiman (2014), Kurikulum 2013 menekankan kompetensi sikap, pengetahuan
dan keterampilan secara terpadu. Singkatnya, kurikulum 2013 berorientasi pada kondisi
terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara ketiga kompetensi tersebut.
Hal itu sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdknas) sebagaimana tersurat dalam penjelasan pasal 35, yaitu: kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar yang telah disepakati.
Hal ini sejalan pula dengan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang telah
dirintis pada tahun 2004 dengan mencangkup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
secara terpadu.

Kesimpulan
Perjalanan pendidikan di Indonesia memiliki keunikannya sendiri. Perkembangannya
dinamis seiring pergantian pengendali kekuasaan. Hal ini pun berpengaruh besar terhadap sistem
dan proses pendidikan secara nasional, termasuk perubahan kurikulum sebagai salah satu
instrumen penentu.
Secara historikal, pengembangan kurikulum di dunia pendidikan Indonesia dapat
diuraikan sebagai berikut: Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964, Keempat

24
Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004,
Kurikulum 2006, dan Kurikulum 2013. Setiap periode tersebut memiliki kurikulumnya masing-
masing; yang tentu saja memiliki karakter dan kekhasannya sendiri.
Pembahasan terkait berbagai hal tentang pendidikan khususnya tentang sejarah
perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia tentu tak cukup dibahas dalam makalah
sederhana ini. Untuk itu, sebagai pemakalah saya menyarankan agar pembaca berkenan mencari
dan mengkaji sumber lain yang membahas secara detail, sehingga pengetahuan tentang hal
tersebut lebih luas dan memberi efek positif pada upaya kita semua dalam memperdalam sejarah
perkembangan kurikulum di Indonesia itu sendiri, dari dulu hingga sekarang.

25
BAB V

KURIKULUM SESUAI TUNTUTAN REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN MASYARAKAT


INDUSTRI 5.0

Munculnya revolusi industri 4.0 membut fase kemajuan perihal teknologi. Pada revolusi
industri 4.0, teknologi manufaktur sudah termasuk bagian dari tren otomasi dan pertukaran data.
Hal tersebut mencakup sistem cyber-fisik, internet of things (IoT), komputasi awan, dan
komputasi kognitif. Lahirnya teknologi digital saat ini pada revolusi industri 4.0 sangat terlihat
dalam aspek kehidupan manusia diseluruh dunia.

Revolusi industri 4.0 ini memiliki beberapa tantangan yang dihadapi yakni kurangnya
keterampilan yang memadai, masalah kemanan teknologi komunikasi, keandalan stabilitas mesin
produksi, ketidak mampuan untuk berubah oleh pemangku kepentingan, serta banyaknya
kehilangan pekerjaan karena berubah menjadi otomasi. Teknologi ini mampu berdampak positif
terletak pada bagaimana individu tersebut meminimalisir resiko dan peluang yang muncul di
transformasi revolusi industri 4.0 yang terjadi berbeda dengan apa yang dialami manusia
sebelumnya.

Belum usai Revolusi Industri 4.0, telah muncul revolusi Society 5.0 (masyarakat 5.0).
Konsep ini muncul dalam “Basic Policy on Economic and Fiscal Management and Reform
2016” yang merupakan bagian inti dari rencana strategis yang diadopsi Kabinet Jepang, Januari
2016.

Society 5.0 disebut sebagai masyarakat yang dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan
permasalahan sosial dengan memanfaatkan bermacam inovasi yang lahir di era Revolusi industri
4.0 seperti Internet on Things (internet untuk segala sesuatu), Artificial Intelligence (kecerdasan
buatan), Big Data (data dalam jumlah besar), dan robot berfungsi untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia.

Society 5.0, sebuah masa di mana masyarakat berpusat pada manusia yang
menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial oleh sistem yang
mengintegrasikan ruang dunia maya dan ruang fisik. Society 5.0 berperan dalam

26
menyeimbangkan pembangunan ekonomi dan menyelesaikan masalah sosial. Tiga aspek
kurikulum yang dibutuhkan adalah kemampuan dalam memecahkan masalah kompleks, mampu
berpikir kritis, dan mengembangkan kreativitas. Kemampuan mendengarkan secara aktif yang
dibutuhkan sampai tahun 2015, diprediksi akan menghilang dari sepuluh kemampuan tersebut.

Kurikulum dalam revolusi Society 5.0 ini adalah cara berpikir yang dilakukan peserta
didik. Cara berpikir ini harus selalu dikenalkan dan dibiasakan untuk beradaptasi di masa depan,
yaitu dengan cara analitis, kritis, dan kreatif. Cara berpikir ini disebut cara berpikir tingkat tinggi
atau disebut HOTS akronim dari Higher Order Thinking Skills). Berpikir ala HOTS bukan
berpikir seperti biasa-biasa saja,akan tetapi berpikir secara kompleks, berjenjang, dan sistematis.

Kemampuan HOTS dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas. Yakni dengan
memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep pengetahuan berbasis
aktivitas. Ini dapat mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.
Para pendidik diperkenankan untuk memilih aneka model pembelajaran, seperti discovery
learning, project based learning, problem based learning, dan inquiry learning. Model tersebut
akan mengajari dan mengembangkan nalar kritis peserta didik.

Pembiasaan HOTS juga bisa diperoleh dengan peserta didik dengan cara dikenalkan dan
merasakan langsung situasi dunia nyata. Dengan mengenali dunia nyata, para peserta didik akan
mengenal kompleksitas permasalahan yang ada. Seperti masalah lingkungan hidup, kesehatan,
kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai
aspek kehidupan. Peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran
untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator bagi peserta didik untuk menawarkan arah
dalam menemukan solusinya. Harapannya, solusi yang dimunculkan bukanlah solusi usang atau
bahkan sekadar copy paste. Tapi solusi yang memiliki nilai kebaruan sesuai konteks situasi yang
baru pula. Itulah kreativitas dan inovasi.
Pengenalan dunia nyata tidak hanya sebatas lingkungan sekitar. Tapi lingkungan
universal yang bisa dijelajahi menggunakan fasilitas laman daring. Kegiatan ini mampu
meningkatkan kualitas diri peserta didik yakni terbukanya wawasan global sebagai bagian dari
masyarakat dunia.

27
Kesimpulan

Berdasarkan dari penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa kurikulum yang


dilaksankan sesuai tuntutan revolusi 4.0 dan masyarakat 5.0 adalah menjalankan pendidikan
dengan mengedepankan cara berpikir HOTS yakni berpikir analitis, kritis, dan kreatif . Dimana
HOTS ini harus selalu dikenalkan dan dibiasakan kepada peserta didik agar mampu beradaptasi
dan mampu menyelesaikan permasalahan di masa depan

Para pendidik di dalam menjalani society 5.0 dalam pembelajaran adalah berperan
sebagai fasilitator dengan menawarkan arah dan menemukan solusi yang tepat dalam konteks
situasi, pendidik harus mampu menghasilkan inovasi dan menciptakan kreativitas terbarukan.
Kegiatan pengenalan dunia nyata tidak hanya sebatas dari lingkungan sekitar akan tetapi peserta
didik bisa menjelajah di situs maya untuk meningkatkan wawasan yang luas terkait pembelajaran
serta tetap bijak dalam menggunakan teknologi untuk hal positif.

28
BAB VI

KURIKULUM MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA

A. Konsep Kampus Merdeka Belajar

Kampus merdeka merupakan perpanjangan dari program merdeka belajar yang


masih hangat diperbincangkan di bidang pendidikan, hanya saja kampus merdeka
memberikan mahasiswa kebebasan untuk tiga semester mencari pengalaman belajar
diluar jurusannya. Tidak lepas dari itu statement ini merupakan langkah terciptanya
peningkatan kualitas pendidikan yang dicetuskan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nadiem Makarim (Dirjen Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan,2020).
Pendidikan selalu mengupayakan terciptanya peserta didik yang selalu melakukan
pembaharuan dalam setiap waktu. Tidak hanya mampu berpendidikan tinggi tetapi
mampu untuk menjadi agen perubahan dalam lingkup kecil maupun besar. Satuan
pendidikan yang paling berpengaruh adalah perguruan tinggi karena disini terbentuk
kematangan dalam menempuh pendidikan dan diharapkan menjadi perubahan dalam
berpikir dan bertindak.
Oleh sebab itu, perguruan tinggi diharapkan mampu melakukan inovasi-inovasi
dalam setiap proses pembelajarannya dalam setiap proses pembelajarannya yakni
pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa agar mendukung tercapainya lulusan yang
berkualitas yang siap menghadapi situasi zaman yang terus berubah.
Pemerintah juga mengambil alih fungsi dalam pembaharuan pendidikan, dan
disinilah pemerintah menciptakan konsep kampus merdeka belajar. Dimana salah satu
dari konsep ini adalah memberikan kebebasan selama tiga semester untuk melakukan
tindakan yang membutuhkan pengalaman belajar maupun pengalaman sosial, dengan
tidak menyampingkan teknologi dan tiga semester ini dilakukan diluar program studi. Hal
ini dilakukan untuk dapat melahirkan lulusan terbaik dari perguruan tinggi yang akan
terjun menjadi agen perubahan terbesar dalam kemajuan peradaban.
Mahasiswa tidak hanya menjadi lulusan terbaik yang pandai dalam berteori akan
tetapi mampu merealisasikan teori. Terjun kelapangan dengan bekal ilmu yang dalam

29
untuk terobosan yang relevan. Demi kemajuan pendidikan yang tidak pernah
berkesudahan. Untuk dapat terlibat dalam kebijakan ini mahasiswa dimaksud harus
berasal dari program studi yang terakreditasi, dan aktif yang terdaftar pada PDDikti
Bentuk kegiatan umum ada konsepkampus merdeka ialah: pertukaran
pelajar,magang, Asistensi mengajar di satuan pendidikan, penelitian, proyek
kemanusiaan,kegiatan wirausaha, proyek independen,membangun desa/kuliah kerja nyata
tematik(Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan,2020).
Adapun pokok kebijakan pemerintah terkait dengan kampus merdeka belajar
sebagai terobosan terbaru ialah:
a. Pembukaan program studi baru dengan arahan kebijakan saat ini:
1. PTN dan PTS diberi otonomi untuk membuka prodi baru jika:
a) perguruan tinggi tersebut memiliki akreditasi A dan B
b) prodi dapat diajukan jika ada kerjasama dengan mitraperusahaan,
organisasi nirlaba,institusi multilateral, atau universitas Top 100
ranking QS
c) prodi baru tersebut bukan dibidang kesehatan dan pendidikan
2. Kerja sama dengan organisasi mencakup penyusunan kurikulum, praktik
kerja, dan penempatan kerja. kementerian akan bekerja sama dengan PT dan
mitra prodi untuk melakukan pengawasan.
3. Prodi baru tersebut otomatis akan mendapatkan akreditasi C prodi baru yang
tengah diajukan oleh PT berakreditasi A dan B akan otomatis mendapatkan
akreditasi C dan BANPT
4. Tracer studi wajib dilakukan setiap tahun.

b. Sistem akreditasi peguruan tinggi dengan arahan kebijakan:


1) Akreditasi yang sudah ditetapkan oleh BAN-PT tetap berlaku 5 tahun dan
akan diperbaharui secara otomatis. Perguruan tinggi yang terakreditasi B
atau C dapat mengajukan kenaikan akreditasi kapanpun secara sukarela

30
2) Peninjauan kembali akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ada indikasi
penurunan mutu, misalnya: Adanya pengaduan masyarakat (disertai
dengan bukti yang konkret)
3) jumlah pendaftar dan lulusan dari PT/Prodi tersebut menurun drastis lima
tahun berturut-turut (ketentuan lebih lanjut tentang penurunan kualitas
akan diatur melalui peraturan Dirjen terkait)
Akreditasi A akan diberikan bagi prodi yang berhasil mendapatkan
akreditasi internasional. Akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan
melalui keputusan menteri.
4) pengajuan re-akreditasi PT dan Prodi dibatasi paling cepat 2 tahun setelah
mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Tracer study wajib dilakukan
setiap tahun

c. Perguruan tinggi negeri badan hukum, dengan arahan ke depannya:


1) Persyaratan untuk menjadi BH (Badan Hukum) dipermudah bagi PTN
BLU (Badan Layanan Umum) & Satker (Satuan Kerja)
2) PTN BLU dan Satker dapat mengajukan perguruan tingginya untuk
menjadi badan hukum tanpa ada akreditasi minimum
3) PTN dapat mengajukan permohonan menjadi BH kapanpunapabila
merasa sudah siap

d. Hak belajar tiga semester di luar program studi, denga arahan kebijakan:
1) Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secata
sukarela (dapat mengabil atau tidak):
2) dapat mengambil sks di luar perguruan tinggi sebanyak 2 semester
(setara dengan 40 sks)
3) ditambah lagi, dapat mengambil sks di prodi yang berbeda di PT yang
sama sebanyak 1 semester (setara dengan 20 sks)
4) dengan kata lain sks yang wajib diambil di prodi asal adalah sebanyak
5 semester dari total semester yang harus dijalankan (tidak berlaku
untuk prodi kesehatan).

31
Terkait dengan SKS ada perubahan definisi atau paradigma, yakni:
 Sks merupakan jam kegiatan
 Semua jenis kegiatan (belajar di kelas dan diluar kelas seperti magang, pertukaran
pelajar, proyek di desa dan sebagainya) harus dipandu oleh seorang dosen yang
telah ditentukan oleh PT
 Mahasiswa dapat mengambil daftar kegiatan selama 3 semester tersebut dengan
pilihan program dari pemerintah dan program yang disetujui rector. (Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2020)

Dikutip dari video talk show youtube, kampus merdeka dapat disimpulkan
dengan uraian berikut, terkait dengan hak belajar tiga semester di luar program
studi, beliau memberikan analogi dengan mengatakan kurang lebih “bayangkan
semua mahasiswa kita suatu hari harus berenang ke suatu pulau di laut terbuka,
pada saat ini semua perenang-perenang kita itu hanya dilatih satu gaya saja, (satu
gaya itu adalah prodinya dia). dan juga dia hanya dilatih di kolam renang, (kolam
renang itu kampus)”. Oleh karenanya dalam hal ini, bagaimana mahasiswa
tersebut dapat berenang dengan baik atau menyesuaikan diri berenang di laut
terbuka, sedangkan laut terbuka memiliki kondisi yang bervariatif dan mahasiswa
(perenang) tersebut dilatih di kolam renang (kampus).
Oleh karena itu dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa, hendaknya
mahasiswa jangan hanya dilatih di dalam kampus, karena kondisi atau
permasalahan di kehidupan nyata akan lebih beraneka ragam. Sebagaimana yang
disampaikan Mendikbud kurang lebih bahwa hampir tidak ada profesi di dunia
nyata yang hanya menggunakan satu rumpun ilmu, semua profesi di dunia nyata
membutuhkan kombinasi dari beberapa disiplin ilmu. (Kemendikbud RI, 2020)
Kemudian pada sebuah wawancara, ketika ditanya kurang lebih tentang
bagaimana korelasi prodi di perguruan tinggi dengan karier mahasiswa. Beliau
mengemukakan kurang lebih bahwa menurut beliau, dengan perubahan sekarang
yang begitu cepat, yang terpenting dalam periode pendidikan tinggi adalah

32
menemukan kehausan untuk terus belajar. jatuh cinta dengan proses pembelajaran.
Dan mulai meraba-raba kira-kira di area mana kita punya passion (kegemaran).
Kemudian, ada beberapa alasan yang diungkapkan Mendikbud terkait
dengan alasan mengapa sistem pendidikan tinggi di Indonesia yang hanya
berfokus pada satu prodi tidak baik. yang pertama, dari segi menemukan jati diri
anak. masih terdapat mahasiswa yang merasa tidak cocok dengan prodinya. beliau
mengungkapkan bahwa “kita tidak bisa menemukan titik temu untuk hati
mahasiswa untuk menemukan passionnya dia. yang kedua, semua skill untuk
profesi ujung-ujungnya harus belajar lagi di dalam profesi itu. karena sangat
berbeda kondisi kerja dengan kondisi di dalam kampus.
Beliau mengemukakan kurang lebih, “agar anak-anak kita pada saat keluar
dari kampus tidak tenggelam di laut terbuka, jangan dilatih hanya di kolam
renang, sekali-sekali pergi ke pantai latihan di laut”. menurut beliau inilah konsep
tiga semester kampus merdeka itu esensinya adalah degree S1 yang efektif adalah
hybrid (campuran), kombinasi dia di latih di dalam komunitas akademis tetapi
juga sekali-sekali dia dilatih di dalam komunitas di luar kampus. Seperti
mengerjakan proyek desa, bakti sosial, enterpreneurship, magang di perusahaan.
Menurutnya gelar S1 tidak bisa hanya tanggung jawab universitas saja, namun S1
harus merupakan suatu program gotong royong civil society, universitas, swasta,
dan antar universitas, sekat-sekatnya harus di break down. dikarenakan di dalam
universitas, masih terdapat sekat-sekat yang luar biasa, dan yang terbaik untuk
mahasiswa adalah kolaborasi antara fakultas baik di dalamuniversitas maupun di
luar untukmenciptakan subjek-subjek yang lintasdisiplin, dan beliau
mengemukakan kurang lebih bahwa strateginya adalah harus ada percampuran
harus ada diversifikasi daripada kurikulum S1.
Kemudian dari segi penerapan dalam pembelajaran untuk menunggu
semua universitas berubah, akan kelamaan maka kurang lebih beliau
mengemukakan bahwa mereka (mahasiswa) untuk sementara dilatih jangan hanya
di kolam renang saja tetapi juga di luar. dan dapat pula dengan mensimulasikan
kolam renang menjadi seolah seperti laut, dengan mengubah desain kolam renang.
contohnya pembelajaran yang tadinya pasif merupakan cara lama. maka di dalam

33
classroom semakin banyak mengerjakan project based learning maka semakin
relevan ke laut terbuka. Efektivitas suatu manusia di era sekarang, bukan
efektivitas dia sebagai individu tetapi seberapa efektif dia dalam bekerja dalam
tim.(CNN Indonesia, 2020)

34
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi. (2010) Pengembangan Kurikulum Teori & Praktek. (Jogjakarta : AR-RUZZ
MEDIA.
Ali Mudlofir. (2011) Aplikasi Perkembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Anin Nurhayati. (2010) Inovasi Kurikulum, Yogyakarta: Teras
Armiadi, A. (2017). Pengembangan Landasan Kurikulum Pendidikan. Jurnal Al Mabhats, 2(2),
177-200

Bahri, S. (2019). Pengembangan Kurikulum Berbasis Multikulturalisme Di Indonesia (Landasan


Filosofis Dan Psikologis Pengembangan Kurikulum Berbasis Multikulturalisme).
JURNAL ILMIAH DIDAKTIKA: Media Ilmiah Pendidikan dan Pengajaran, 19(1), 69-88

Muhammad Joko Susilo. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Muhammad Zaini.(2009) Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta:TERAS
Oemar Hamalik (2006) Foundations of Curriculum , Jakarta : Bumi Aksara.
R,Dewantara.(2010) Pengertian dan Definisi Kurikulum. Diakses dari
http://rinosusilodewantara.blogspot.co.id/2010/02/pengertian-dan-definisi-kurikulum-
dalam.html.
Siregar, N., Sahirah, R., & Harahap, A. A. (2020). Konsep Kampus Merdeka Belajar di Era
Revolusi Industri 4.0. Fitrah:Journal of Islamic Education, 1(1),141–157

Soleman, N. (2020). Dinamika Perkembangan Kurikulum di Indonesia. Foramadiahi, 12(1), 1-


14

Spencer and Spencer. (2003). Competence At Work: Model For Superior Peformance. John
Wiley And Sons, Inc

Sukmadinata, Nana Syaodih (1997) Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta : PT Raja
Grafindo.

35
Suparlan (2012) Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum & Materi Pembelajaran, (Jakarta :
Bumi Aksara.

36
37

Anda mungkin juga menyukai