Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PERKEMBANGAN KURIKULUM DENGAN BUKU TEKS

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Telaah Bahasa Indonesia


SMA

Dosen Pengampu : Rapika Muspita Sari, M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok VII

Adelima Suryanti Sianturi (20053096)

Nevita Shella (20053104)

Nurfadillah Hasibuan (20053088)

Sintia Fadillah (20053085)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ASAHAN

2021-2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami ucapkan
puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada
kami sehingga dapat menyelesaikan makalah “Telaah Bahasa Indonesia SMA” untuk memenuhi
tugas mata kuliah yang diberikan oleh Ibu Rapika Muspita Sari, M.Pd selaku dosen pengampu.
Makalah yang kami susun akan membahas tentang “Perkembangan Kurikulum dengan Buku
Teks”.

Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan tugas makalah
ini.Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami susun masih
banyak kekurangan, baik tulisan, susunan, kalimat, maupun tata bahasanya.Oleh karena itu,
dengan ringan tangan kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca.Akhir kata kami
mengucapkan terimakasih kepada ibu dosen pengampu dan teman-teman sekalian yang sudah
terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Wabillahi Taufik Walhidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kisaran, 01 Mei 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengeertian Kurikulum
B. Komponen-komponen Dalam Kurikulum
C. Fungsi dan Peranan Kurikulum
D. Landasan Pengembangan Kurikulum
E. Model Pengenbangan Kurikulum
F. Perkembangan Kurikulum
G. Pengertian Buku Teks
H. Fungsi dan Tujuan Buku Teks
I. Karakteristik Buku Teks yang Baik
J. Dasar-dasar Penulisan Buku Teks yang Baik

BAB III PENUTUP

A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis


dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam
pendidikan, maka dalam penyusunannya harus mengacu pada landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum
(makro) atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi
juga harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum (mikro)
yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lainnya yang terkait dengan
tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan
pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenis dan jenjang pendidikan. Dengan
posisinya yang penting tersebut, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa
dilakukan secara sembarangan, akan tetapi harus didasarkan pada berbagai pertimbangan, atau
landasan agar dapat dijadikan dasar pijakan dalam menyelenggarakan proses pendidikan,
sehingga dapat memfasilitasi tercapainya tujuan pendidikan dan pembelajaran secara lebih
efisien dan efektif.

Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting, sehingga apabila
kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak menggunakan landasan atau
fundasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut
akan mudah rubuh dan rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki
dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang akan
dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri. Istilah
kurikulum sering dimaknai plan for learning (rencana pendidikan). Sebagai rencana pendidikan
kurikulum memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, urutan isi dan proses
pendidikan.

Secara historis, istilah kurikulum pertama kalinya diketahui dalam kamus Webster tahun
1856. Pada mulanya istilah kurikulum digunakan dalam dunia olah raga, yakni suatu alat yang
membawa orang dari start sampai ke finish. Kemudian pada tahun 1955, istilah kurikulum
dipakai dalam bidang pendidikan, dengan arti sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan.
Secara etimologi kata kurikulum diambil dari bahasa Yunani, Curere berarti jarak yang harus
ditempuh oleh pelari dari mulai start sampai finish. Pengertian inilah yang kemudian diterapkan
dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa arab, kurikulum sering disebut dengan istilah al-
manhaj, berarti jalan yang terang yang dilalui manusia dalam bidang kehidupannya. Maka dari
pengertian tersebut, kurikulum jika dikaitkan dengan pendidikan, menurut Muhaimin, maka
berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kurikulum?
2. Apa saja konponen-komponen dalam kurikulum?
3. Apa fungsi dan peranan kurikulum?
4. Apa yang menjadi landasan pengembangan kurikulum?
5. Apa saja model dalam perkembangan kurikulum?
6. Bagaimana proses perkembangan kurikulum?
7. Apa yang dimaksud dengan buku teks?
8. Apa saja fungsi dan tujuan buku teks?
9. Bagaimanakah karakteristik buku teks yang baik?
10. Apa saja dasar-dasar penulisan buku teks?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kurikulum.
2. Untuk mengetahui apa saja komponen-komponen yang ada dalam kurikulum.
3. Untuk mengetahui fungsi dan peranan dari kurikulum.
4. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi landasan suatu kurikulum.
5. Untuk mengetahui model dalam perkembangan kurikulum.
6. Untuk mengetahui proses perkembangan kurikulum.
7. Untuk mengetahui pengertian dari buku teks.
8. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan buku teks.
9. Untuk mengetahui karakteristik buku teks yang baik.
10. Untuk mengetahui dasar-dasar dalam penulisan buku teks.s
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum

Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai definisi yang berbeda oleh para pakar dalam bidang
pengembangan kurikulum, dikerenakan setiap pakar memiliki dasar filsafat yang berbeda-beda.
Walaupun berbagai perbedaan tersebut, namun tetap saja memiliki kesamaan, yaitu kurikulum
digunakan sebagai alat untuk mencapai keberhasilan dari tujuan pendidikan. Istilah kurikulum
berasal dari bahasa latin, yaitu “Curriculae” yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar,
materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. Ada banyak
definisi tentang kurikulum. Definisi yang disampaikan oleh Saylor dan Alexander sejajar dengan
pendapat Hilda Taba bahwa "a curriculum is a plan forlearning". Sedangkan B. Othanel Smith,
W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai "a sequence of potential
experiences is set up in the school for the purpose of disciplining children and youth in group
ways of thinking and acting". Sedangkan menurut David Pratt dalam “Curriculum Design and
Development”, mendefinisikan: a curriculum is a organized set of formal educational and or
training intention. Melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman secara potensial dapat
diberikan kepada anak dan remaja, agar mereka dapat berfikir dan berbuat sesuai dengan
masyarakatnya.

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar


yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai,
pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan/ ahli
kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur
masyarakat lainnya. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para
pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang
dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga, maupun masyarakat.

Di Indonesia pemahaman tentang kurikulum tertera pada Undang- Undang Republik


Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional:

1. Pasal I ayat 19 disebutkan bahwa: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kagiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
2. Pasal 36 ayat 3 disebutkan bahwa: Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip divervikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah, dan siswa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan:

1. Pasal 1 ayat 13 disebutkan bahwa: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan


pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
2. Pasal 1 ayat 15 disebutkan bahwa: Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan.

Kurikulum memiliki berbagai komponen yang satu dengan lainnya saling berkaitan menjadi
suatu sistem, komponen yang saling berkaitan ini menjadi suatu sistem yang hanya memiliki satu
tujuan, tujuan itu adalah tujuan dari pendidikan yang tujuan ini juga merupakan tujuan dari
kurikulum. Berdasarkan pada pengertianpengertian kurikulum tersebut peneliti menyimpulkan
bahwa kurikulum merupakan suatu perangkat pembelajaran dalam satuan ajar pendidikan yang
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, kurikulum juga berfungsi bagi sekolah
untuk menunjang perkembangan siswanya seperti untuk menyusun atau mengorganisasikan
belajar dan mengadakan evalusi belajar siswa.

B. Komponen-komponen Dalam Kurikulum

Unsur atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah:

1. Tujuan.
2. Isi atau materi (Bahan Ajar).
3. Proses (Strategi Mengajar) atau Sistem penyampaian dari media.
4. Evaluasi.

Keempat komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain. Suatu kurikulum harus memiliki
kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan
perkembangan masyarakat. kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai
dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses,
isi dan tujuan kurikulum.

1. Tujuan Tujuan dari kurikulum memegang peranan yang sangat penting, akan
mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum
yang lainnya. Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama,
perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi masyarakat. Kedua, didasari oleh
pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah
negara.
2. Bahan Ajar Untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan
ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan subsubtopik tertentu. Tiap topik atau
subtopik mengandung ide-ide pokok yang relevan dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Topiktopik atau subtopik tersebut tersusun dalam sekuens tertentu yang membentuk
sekuens bahan ajar.
Ada beberapa cara untuk menyusun sekuens bahan ajar, yaitu:
a) Sekuens Kronologis. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandung urutan
waktu. Peristiwa-peristiwa sejarah, perkembangan historis, penemuan-penemuan
ilmiah dan sebagainya dapat disusun berdasarkan sekuens kronologis.
b) Sekuens Kausal. Siswa dihadapkan pada peristiwa-peristiwa yang menjadi sebab
atau pendahulu dari sesuatu peristiwa atau situasi lain.
c) Sekuens Struktural. Bagian-bagian bahan ajar suatu bidang studi mempunyai
struktur tertentu. Penyusunan sekuens bahan ajar bidang studi tersebut perlu
disesuaikan dengan strukturnya.
d) Sekuens Logis dan Psikologis. Menurut sekuens logis bahan ajar dimulai dari
bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana kepada yang kompleks,
tetapi menurut sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan kepada bagian
yang , dari yang kompleks kepada yang sederhana.
e) Sekuens Spiral. Bahan ajar dipusatkan pada topik atau pokok bahan tertentu. Dari
topik atau pokok tersebut bahan diperluas dan diperdalam.
f) Rangkaian Kebelakang. Dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah
terakhir dan mundur kebelakang.
3. Strategi Mengajar Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau
metode mengajar. Pada waktu guru mengajar sekuens suatu bahan ajar. Ia juga harus
memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai untuk menyajikan bahan ajar dengan
urutan seperti itu. Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar, yaitu:
a) Reception/ Exposition Learning–Discovery Learning Reception/ Exposition
Learning keseluruhan bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir
atau bentuk jadi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Siswa tidak dituntut
untuk mengolah atau melakukan aktivitas lain kecuali menguasainya. Dalam
discovery learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut
untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan ajar
serta membuat kesimpulankesimpulan.melalui kegiatan-kegiatan tersebut siswa
akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi
dirinya.
b) Rote Learning–Meaningful Learning Dalam Rote Learning bahan ajar
disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan arti atau makna bagi siswa.
Siswa menguasai bahan ajar dengan menghafalkannya. Dalam Meaningful
Learning penyampaian bahan menggunakan maknanya bagi siswa.
c) Group Learning–Individual Learning Pelaksanaan discovery learning menuntut
aktivitas belajar yang bersifat individual atau dalam kelompok-kelompok kecil.
4. Media Mengajar Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat
yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar, hal ini mengandung pengertian
yang luas yaitu menggambarkan pengertian media yang cukup luas, mencakup berbagai
bentuk perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual, serta berbagai bentuk
alat penyaji perangsang belajar, berupa alat-alat elektronika seperti mesin pengajaran,
film, audio cassette, video cassette, televisi, dan komputer.
5. Evaluasi Pengajaran Evaluasi ditujukan untuk menilai proses pelaksanaan mengajar
secara keseluruhan. Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik, demikian juga dalam
pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar. Umpan balik tersebut
digunakan untuk mengadakan berbagai usaha penyempurnaan baik bagi penentuan dan
rumusan tujuan mengajar, penentuan sekuens bahan ajar, strategi, dan media mengajar.
6. Penyempurnaan Pengajaran Hasil-hasil evaluasi, baik evaluasi hasil belajar, maupun
evaluasi pelaksanaan mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik bagi
penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut. Komponen apa yang disempurnakan, dan
bagaimana penyempurnaan tersebut dilaksanakan. Sesuai dengan komponenkomponen
yang dievaluasi, pada dasarnya semua komponen mengajar mempunyai kemungkinan
untuk disempurnakan.

Berdasarkan pada komponen-komponen kurikulum tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa


komponen kurikulum merupakan bagian-bagian dari tubuh kurikulum yang satu sama lainnya
saling bergantung, meskipun berjalan secara terpisah maupun secara bersamaan komponen
kurikulum ini tetap mengacu pada sistem pendidikan.

C. Fungsi dan Peranan Kurikulum


a. Peranan Kurikulum

Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis


mengemban peranan sebagai berikut :

1. Peranan Konservatif , salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentransmisikan dan
menafsirkan warisan sosial kepada generasi muda. Dengan demikian , sekolah sebagai
suatu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku para siswa dengan
nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai
suatu proses sosial. Karena pendidikan itu sendiri pada hakekatnya berfungsi pula
menjembatani antara siswa dengan orang dewasa di dalam proses pembudayaan yang
semakin berkembang menjadi lebih kompleks, dan disinilah peranan kurikulum turut
membantu proses tersebut.
2. Peranan Kritis / Evaluatif,kebudayaan senantiasa berubah dan sekolah tidak hanya
mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai, memilih unsur-unsur
kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam hal ini, kurikulum turut aktif berpartisipasi
dalam kontrol sosial dan menekankan pada unsur berpikir kritis. Niali –nilai social yang
tidak sesuai lagi dengan keadaan masa mendatang dihilangkan dan diadakan modifikasi
dan perbaikan, sehingga kurikulum perlu mengadakan pilihan yang tepat atas dasar
kriteria tertentu.
3. Peran Kreatif, kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti
mencipta dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan
masa yang akan datang dalam masyarakat. Guna membantu setiap individu
mengembangkan semua potensi yang ada padanya, maka kurikulum menciptakan
pelajaran, pengalaman, cara berpikir, kemampuan dan keterampilan yang baru yang dapat
bermanfaat bagi masyarakat.

D. Fungsi Kurikulum.

Secara umum fungsi kurikulum adalah sebagai alat untuk membantu peserta didik untuk
mengembangkan pribadinya ke arah tujuan pendidikan. Kurikulum itu segala aspek yang
mempengaruhi peserta didik di sekolah, termasuk guru dan sarana serta prasarana lainnya.
Kurikulum sebagai program belajar bagi siswa, disusun secara sistematis dan logis , diberikan
oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai program belajar, kurikulum adalah niat,
rencana dan harapan.

Menurut Alexander Inglis, fungsi kurikulum meliputi :

1. Fungsi Penyesuaian, karena individu hidup dalam lingkungan , sedangkan lingkungan


tersebut senantiasa berubah dan dinamis, maka setiap individu harus mampu
menyesuaikan diri secara dinamis. Dan di balik lingkungan pun harus disesuaikan dengan
kondisi perorangan, disinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan menuju
individu yang well adjusted.
2. Fungsi Integrasi, kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh
karena individu itu sendiri merupakan bagian integral dari masyarakat, maka pribadi yang
terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau
pengintegrasian masyarakat.
3. Fungsi Deferensiasi, kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap
perbedaanperbedaan perorangan dalam masyarakat. Pada dasarnya deferensiasi akan
mendorong orang berpikir kritis dankreatif, dan ini akan mendorong kemajuan social
dalam masyarakat.
4. Fungsi Persiapan, kurikulum berfungsi mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan
studi lebih lanjut untuk jangkauan yang lebih jauh atau terjun ke masyarakat.
Mempersiapkan kemampuan sangat perlu, karena sekolah tidak mungkin memberikan
semua apa yang diperlukan atau semua apa yang menarik minat mereka.
5. Fungsi Pemilihan, antara keperbedaan dan pemilihan mempunyai hubungan yang
erat.Pengakuan atas perbedaan berarti pula diberikan kesempatan bagi seseorang untuk
memilih apa yang dinginkan dan menarik minatnya. Ini merupakan kebutuhan yang
sangat ideal bagi masyarakat yang demokratis, sehingga kurikulum perlu diprogram
secara fleksibel.
6. Fungsi Diagnostik, salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu dan
mengarahkan para siswa agar mereka mampu memahami dan menerima dirinya sehingga
dapat mengembangkan semua potensi yang dimiliki.Ini dapat dilakukan bila mereka
menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang dimiliki melalui eksplorasi dan
prognosa. Fungsi kurikulum dalam mendiagnosa dan membimbing siswa agar dapat
mengembangkan potensi siswa secara optimal.

a. Fungsi praksis dari kurikulum adalah meliputi :

1. Fungsi bagi sekolah yang bersangkutan yakni sebagai alat untuk mencapai tujuan –
tujuan pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan
pendidikan sehari-hari.
2. Fungsi bagi sekolah yang diatasnya adalah untuk menjamin adanya pemeliharaan
keseimbangan proses pendidikan.
3. Fungsi bagi masyarakat dan pemakai lulusan .

E. Landasan Pengembangan Kurikulum

Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari


sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa pengembangan
kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis? Anak-anak berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik informal, formal, maupun non formal dalam lingkungan
masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu
kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan
titik tolak dalam melaksanakan pendidikan.

Pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap
pengembangan kurikulum, yaitu:

1. Landasan Filosofis Kurikulum

Landasan yang pertama adalah landasan filosofis. Filsafat membahas segala permasalahan
manusia, termasuk pendidikan, yang disebut filsafat pendidikan. Filsafat memberikan arah dan
metodologi terhadap praktik-praktik pendidikan. Kemudian, praktik-praktik pendidikan
memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat. Hal
inilah yang menyebabkan landasan filosofis menjadi landasan penting dalam pengembangan
kurikulum. Menurut Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013, Landasan filosofis dalam
pengembangan kurikulum menentukan kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum,
sumber dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasil belajar,
hubungan peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan alam di sekitarnya.
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu. Masing masing negara memiliki pandangan
filosofis yang berbeda-beda. Di Indonesia, filsafat bangsa berlandaskan kepada Pancasila. Semua
tujuan negara harus bardasarkan sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Menurut Hidayat
(2015, hlm. 35), dalam pengembangan kurikulum, filsafat menjawab hal-hal mendasar bagi
pengembangan kurikulum, antara lain kemana peserta didik akan dibawa? Masyarakat yang
bagaimana yang akan dikembangkan melalui pendidikan tersebut? Apa hakikat pengetahuan
yang akan dibelajarkan kepada peserta didik? Dan bagaimana proses pendidikan harus
dijalankan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut begitu mendasar dan harus dijawab oleh filsafat.
Selanjutnya (Hidayat, 2015. 35) juga menambahkan fungsi filsafat yaitu untuk menentukan arah
tujuan pendidikan, untuk menentukan isi atau materi pelajaran yang harus dipelajari, untuk
menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan dan untuk menentukan tolok ukur keberhasilan
proses pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum senantiasa bertalian erat dengan filsafat
pendidikan karna filsafat pendidikan mengandung nilai-nlai atau cita-cita masyarakat.
Berdasarkan cita-cita tersebut, terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan peserta didik.
Filsafat pendidikan menjadi landasan dan sumber untuk menentukan arah dan tujuan yang
hendak dicapai dengan alat yang disebut dengan kurikulum. Jadi, landasan filosofis tidak
terpisahkan dari kegiatan pengembangan kurikulum karna berdasarkan landasan inilah
ditentukan arah dan tujuan pelaksanaan pendidikan.

B. Landasan Psikologis Kurikulum

Dalam proses pendidikan yang tejadi adalah proses interaksi antar individu. Manusia berbeda
dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis sebenarnya
merupakan karakter psikofisik seseorang sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai
bentuk perilaku interaksi dengan lingkungannya. Menurut Hidayat (2015, hlm. 36), psikologi
merupakan salah satu azas dalam pengembangan kurikulum yang harus dipertimbangkan oleh
para pengembang kurikulum. Hal ini dikarenakan posisi kurikulum dalam proses pendidikan
memegang peranan sentral. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antarmanusia , yaitu antara
siswa dengan pendidik,dan juga antara siswa dengan manusia lainnya. Artinya, landasan
piskologi harus melandasi penyusunan kurikulum karna psikologi berkaitan dengan perilaku
manusia. Dalam pengembangan kurikulum, minimal ada dua landasan psikologi yang
mempengaruhinya, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya diperlukan
untuk merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, serta memilih metode dan teknik
penilaian.

Menurut Sukamadinata (2011, hlm. 46), psikologi perkembangan membahas perkembangan


individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai
dengan dewasa. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa psikologi perkembangan mempelajari
seorang manusia sebelum dia dilahirkan ke bumi, yaitu sejak dua insan yang berbeda jenis
kelamin menghasilkan sel telur hingga sel itu menjadi bayi kemudian bertumbuh dewasa.
Selanjutnya, (Sukamadinata, 2011, p. 52) mendefinisikan psikologi belajar sebagai suatu studi
tentang bagaimana individu belajar. Secara sederhana, belajar dapat diartikan sebagai perubahan
tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan tingkah laku baik yang
berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotor dan terjadi karena proses pengalaman dapat
dikategorikan sebagai proses belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi karena insting
atau karena kematangan serta pengaruh hal-hal yang bersifat kimiawi tidak termasuk belajar.
Maka, psikologi belajar adalah suatu studi tentang bagaimana individu mengalami perubahan
tingkah laku dari segi pengetahuan, sikap dan juga keterampilan.

Hidayat (2015, hlm. 36) menjelaskan bahwa azas psikolgis berkaitan dengan perilaku
manusia, sehubungan dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran, perilaku manusia
berkenaan dengan psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak. Hal ini meliputi teori-
teori yang berhubungan dengan individu dalam proses belajar serta perkembangannya.
Implikasinya, kurikulum disusun dari sejumlah materi pelajaran yang mengandung pengetahuan
yang luas, dan disusun dalam organisasi yang terpisah satu sama lain, namun akan berassosiasi
dalam mental siswa, sehingga akan menghasilkan manusia intelek.

C. Landasan Sosial Budaya

Kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan pada suatu negara atau wilayah
tertentu. Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan masyarakat-masyarakat yang tidak asing
dengan masyarakat. Dengan pendidikan, diharapkan lahir manusia-manusia yang bermutu,
mengerti, dan mampu membangun masyarakat. Oleh sebab itu, tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan, dan perkembangan
masyarakat setempat. Sekolah merupakan institusi yang berperan utama untuk menciptakan arah
masyarakat. Namun, para pekerja kurikulum merupakan kunci penting untuk menentukan isi,
pengalaman dan lingkungan pendidikan. Untuk menjadi mesyarakat yang maju, peserta didik
bisa belajar di lingkungan masyarakat atau di lingkungan keluarga. Sukamadinata) 2011, hlm.
57) mengataakan bahwa pendidikan itu awalnya diterima secara informal dan non formal.
Sebelum mengenal sekolah atau pendidikan formal, peserta didik dipastikan sudah mendapatkan
pendidikan di lingkungan keluarga dan di lingkungan masyarakat.

Landasan sosial budaya berkenaan dengan penyampaian kebudayaan, proses sosialisasi


individu, dan rekonstruksi masyarakat. Masyarakat mempunyai norma-norma yang harus dikenal
dan mewujudkan peserta didik dalam bentuk perilakunya. Karna peserta didik harus hidup dalam
masyarakat, maka masyarakat harus dijadikan seabagai suatu faktor yang harus dipertimbangkan
dalam pengembangan kurikulum. Hidayat (2015, hlm. 31) mengatakan bahwa kurikulum suatu
satuan pendidikan berfungsi bagi masyarakat dan pihak pengguna lulusan. Kurikulum akan
menentukan kualitas lulusan melalui penyusunan isi kurikulum yang sesuai dengan keahlian dan
kompetensi lulusan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian, landasan sosiologis
tidak terpisahkan dari proses penyusunan atau pengembangan kurikulum karna masyarakat
merupakan tempat siswa hidup, dan siswa harus diajarkan bagaimana caranya hidup berdasarkan
tuntutan masyarakat melalui pelaksanaan pendidikan yang terus lebih baik.
D. Landasan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS)

Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup
yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Perubahan masyarakat mencakup nilai yang
disepakati oleh masyarakat tersebut. Sedangkan masyarakat mencakup nilai yang disepakati oleh
masyarakat dapat pula disebut sebagai kebudayaan. Oleh karena itu kebudayaan dapat dikatakan
sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi (Zais, 1976:157). Akan tetapi, terdapat
tiga nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu;
pikiran (logika), perasaan (estetika), dan kemauan (etika). Ilmu pengetahuan teknologi adalah
nilai-nilai yang bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaan
atau estetika.

Menurut Hidayat (2015, hlm. 47), ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang
dsususn secara sistematis yang dihasilkan melalui penelitian ilmiah, sedangkan teknologi adalah
aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan.
Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Keduanya mengalami perkembangan secara bersama-
sama. Sejak abad pertengahan, ilmu pengetahuan telah berkembang pesat. Selanjutnya dalam
hubungannya dengan pendidikan, Hidayat (2015, hlm. 47), menambahkan bahwa perkembangan
teknologi industri mempunyai hubungan timbale balik dengan pendidikan. Industri dengan
teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau
tidak langsung dibutuhkan dalam pelaksanaan pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya
manusia yang handal untuk mengapplikasikan teknologi tersebut.

Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubahan yang


semakin pesat, temasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, maka
pengembangan kurikulum sekolah haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
(IPTEKS). Sukmadinata (1988, hlm. 82) mengemukakan bahwa perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi isi materi pendidikan. Sedangkan
secara tidak langsung memberikan tugas kepada pendidikan untuk membekali masyarakat
dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
(IPTEKS) juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Dengan kata
lain, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan landasan-landasan kurikulum yang harus
dibangun dengan kokoh.

Lebih jauh lagi, Hidayat (2015, hlm. 47) mengatakan “baik secara langsung atau tidak
langsung, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh terhadap pendidikan.”
Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri
dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung
atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia
yang handal untuk mengapplikasikannya. Selanjutnya, Oliva & Gordon (2013, hlm. 369)
mengatakan “it is widely recognized that access to technology in the education environment has
increased exponentially in recent years. The increased role the technology in the workplace,
school environment, and society makes it imperative that people be able to function in a variety
of media literacies.” Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mampu mengubah
tatanan hidup manusia terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi. Dengan demikian,
kurikulum harus bisa mengakomodasi dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

F. Model Pengembangan Kurikulum


a. Model Pengembangan Kurikulum

Dalam pelaksanaannya, pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui 7 model. Adapun


model yang dimaksud yaitu Model Administrative, Pendekatan Grass Roots, Model Beauchamp,
Model Demonstrasi, Model Pemecahan Masalah, Model Rogers dan Model Taba Terbalik.

1. Model Administrative (Top Down Approach)

Model pertama adalah administratif dimana model ini dilakukan oleh pihak-pihak yang
memiliki wewenang atau kebijakan terkait. Alurnya adalah dari atas ke bawah, artinya
pemerintah bertugas untuk menyiapkan rancangan pembelajaran. Rancangan tersebut nantinya
akan dilakukan oleh satuan pendidikan di wilayah pemerintahan tersebut dan operasinya akan
dilakukan oleh para guru dalam pembelajaran. Segala macam proses mulai dari konsep umum,
landasan yang dipakai, analisis kebutuhan, rumusan kurikulum semuanya dilakukan oleh
pemerintah. Pihak terkait hanya berperan sebagai pelaksana di tingkat bawah untuk diterapkan
pada peserta didik nantinya.

2. Model Pendekatan Grass Roots (Grass Roots Approach)

Model ini merupakan kebalikan dari model administratif, dimana pengembangan kurikulum
pada model administratif dilakukan oleh pemerintah secara penuh. Pada model pendekatan grass
roots, satuan pendidikan atau sekolah yang mengembangkan model pembelajaran untuk
diterapkan dalam proses pembelajaran. Biasanya hal ini muncul karena sekolah atau guru merasa
kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan dan keadaan
yang terjadi di lapangan. Sebagai konsekuensi, sekolah harus mampu mengembangkan ide-ide
inovatif dan memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Keterbukaan akan masukan dan saran dari luar juga harus dimiliki oleh sekolah agar dalam
penyusunannya ke depan dapat berjalan lebih baik.

Dalam pelaksanaannya, pengembangan kurikulum yang dilakukan bisa dilakukan secara


menyeluruh atau untuk sebagian mata pelajaran tertentu saja. Hal ini tergantung dengan
kebutuhan satuan pendidikan yang terkait didalamnya. Pengembangan juga dapat dilakukan
untuk aspek-aspek lain seperti strategi dan metode pembelajaran, tujuan pembelajaran, visi dan
misi, dan lain-lain.
3. Model Beauchamp

Sesuai dengan namanya, model ini dikembangkan oleh Beauchamp yang merupakan ahli di
bidang kurikulum. Ia mengemukakan ada 5 tahap pengembangan kurikulum, pertama adalah
menentukan ruang lingkup pengembangan. Mula-mula dapat dilakukan di lingkup kelas,
kemudian diperluas ke sekolah, lalu dapat diperluas lagi ke tingkat regional atau bahkan
nasional. Kedua adalah penetapan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya yang didalamnya
terdapat ahli kurikulum. Ketiga yaitu pembentukan dewan sebagai koordinator dengan tugas
sebagai tim penilai dari pelaksanaan kurikulum sebelumnya, pemilihan materi, dan penulis
kurikulum yang baru.

Tahap keempat yaitu implementasi kurikulum dengan tugas menetapkan kurikulum baru
yang telah ditetapkan. Terakhir adalah evaluasi terhadap pelaksanaan yang sedang berjalan,
apakah sudah sesuai dengan tujuan atau belum. Model ini dapat menjadi alternatif yang cukup
cocok karena melibatkan ahli-ahli kurikulum.

4. Model Demonstrasi

Model demonstrasi sebenarnya mirip dengan model grass roots, yaitu sama-sama datang dari
satuan pendidikan atau dari bawah. Didalamnya terdapat guru yang nantinya akan bekerja sama
dengan para ahli dalam mengadakan pengembangan kurikulum. Namun, ruang lingkupnya
terbatas hanya pada beberapa sekolah yang berada di sekitarnya saja. Model ini dianggap yang
paling sederhana karena skalanya yang kecil.

5. Model Pemecahan Masalah

Perubahan sosial merupakan dasar dari model pemecahan masalah. Dalam prosesnya, model
ini melibatkan seluruh pihak untuk sama-sama terlibat yaitu peserta didik, wali murid, dan pihak
sekolah sendiri. Melibatkan wali murid secara tidak langsung dapat membantu memecahkan
permasalahan yang ada di masyarakat karena orang wali murid merupakan bagian dari
masyarakat. Ada dua langkah yang ditempuh dalam menyusun kurikulum model ini. pertama
melakukan kajian mendalam atas data-data yang diperoleh sebagai dasar penyusunan. Data yang
dimaksud harus valid dan reliabel sehingga ada dasar yang kuat atas pengambilan keputusan.

G. Perkembangan Kurikulum
a. Sejarah Perkmbangan Kurikulum Di Indonesia

Kurikulum di Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 telah mengalami 9 kali
perubahan diantaranya adalah pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004,
2006 dan 2013. Berbeda dengan itu, kemendikbud memaparkan tentang sejarah
perkembangan kurikulum yaitu : perkembangan kurikulum terdiri dari pertama
kurikulum 1947, kedua kurikulum 1954, ketiga kurikulum kurikulum 1968, keempat
kurikulum 1973 (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan), kelima kurikulum 1975, keenam
kurikulum 1984, ketujuh kurikulum 1994, kedelapan kurikulum 1997 (revisi) kurikulum
1994), sembilan kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), kesepuluh
kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), kesebelas kurikulum 2013.
Perubahan orientasi, desain, model dan lain sebagainya dengan tujuan utama untuk
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan nasional serta mensejajarkan
dengan pendidikan-pendidikan yang ada di dunia.

b. Masa Orde Lama (1945 – 1965)

1. Kurikulum 1947, “Rentjana Pelajaran 1947”

Pada masa kemerdekaan muncul kurikulum yang namanya yaitu kurikulum 1947 istilah
yang digunakan dalam bahasa Belanda disebut “leer plan” artinya rencana pelajaran, dan
istila curriculum dalam bahasa Inggris kurang familiar dikalangan masyarakat. Sifat bersifat
politisi adalah satu ciri kurikulum 1947 karena dari awalnya berkiblat pendidikan belanda yang
durubah untuk kepentingan nasional. Dapat di pahami bahwa sistem pendidikan kolonial
dikenal dengan sistem yang sangat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibangun dengan
membedakan layanan pendidikan bagi anak-anak Belanda, anak-anak timur asing dan anak
pribumi. Golongan pribumi dibagi menjadi golongan strata sosial bawah dan
priyai.7F8Pelaksanaan kurikulum 1947 tidak menekankan pada aspek kognitif namun
hanya mengutamakan pendidikan karakter seperti membangun rasa nasionalisme. Aspek
selanjutnya yang menjadi tujuan utama dalam kurikulum Rentjana pelajaran 1947.
Struktur program dalam Rentjana pelajaran 1947 dibagi menjadi dua bagian, yaitu struktur
program menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Adapun struktur mata
pelajaran pada kurikulum Rentjana pelajaran 1947 bersifat terpisah-pisah atau dalam konteks
kurikulum disebut dengan separated curriculum.

Berikut ini ciri-ciri Kurikulum 1947:

a. Sifat kurikulum kurikulum mata pelajaran yang terpisah (1946-1947).


b. Penganar disekolah menggunakan.
c. Dalam jenjang pendidikan memiliki jumlah mata pelajaran yang berbeda.
Berdasarkan deskripsi diatas, dapat dipahami bahwa konsep kurikulum Rentjana
pelajaran 1947 masih bersifat sederhana, yaitu hanya sebagai rencana pembelajaran
yang akan dilaksanakan atau di implementasikan dalam pembelajaran dikelas.
Dengan demikian bahwa kurikulum belum mencakup seluruh pengalaman yang
akan diperoleh peserta didik baik dalam kelas maupun luar kelas.

2. Kurikulum 1952 “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”

Pada tahun 1952 dilakukan perbaikan pada kurikulum di Indonesa yang kemudian dikenal
dengan kurikulum 1952. Kurikulum ini lebih memerinci setiap mata pelajaran yang
kemudian di beri nama “Rentjana Pelajaran Terurai 1952” dan belum menggunakan
istilah kurikulum. Kerangka kurikulum 1952 reatif sama dengan kurikulum 1947. Namun
demikian, sistem pendidikan nasional sudah menjadi tujuan kurikulum ini. UU No.
4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah
mempengaruhi munculnya kurikulum 1950 ini. Bagaimana cara hidup yang baik sangat
penting untuk di hubungkan dengan karakter yang menjadi pintu tujuan sebuah perbaikan
kurikulum. Dan kehidupan nyata di masyarakat (tematik) menjadi hal yang paling
menonjol dan sekaligus menjadi ciri khas kurikulum 1952 ini. Dalam konteks Rentjana
Pelajaran Terurai 1952, mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang
study, yaitu : 1) Moral, 2) Kecerdasan, 3) Emosionalistik / artistik 4) Keterampilan
dan 5) Jasmani.

3. Kurikulum 1964 Rentjana Pendidikan 1964

Kurikulum di Indonesia pada tahun 1964 mengalami penyempurnaan kembali.


Konsep pembelajaran aktif, kreatif dan produktif menjadi isu-isu yang dikembangkan pada
Rentjana Pendidikan 1964. Konsep tersebut mewajibkan setiap sekolah membimbing anak
agar mampu memikirkan sendiri pemecahan pemecah masalah (problem solving) terhadap
berbagai masalah yang ada. Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep kurikulum
pada era ini lebih bersifat bagaimana peserta didik bersikap aktif, kreatif dan produktif
menemukan solusi terhadap berbagai masalah yang berkembang dan ada di masyarakat.
Cara belajar yang digunakan kurikulum 1964 adalah sebuah metode yang disebut dengan gotong
royong terpimpin. Selain itu, hari krida ditetapkan pada hari sabtu oleh pemerintah. Hari
Krida artinya pada hari tersebut peserta didik diberikan kebebasan untuk berlatih
berbagai kegiatan disesuaikan dengan minat dan bakat masing-masing. Seperti kegiatan
kebudayaan, kesenian, olahraga dan berbagai bentuk permainan. Kurikulum 1964
direncana agar mampu menjadi alat untuk mencetak manusia Indonesia Pancasilais yang
sosialis dengan sifat-sifat seperti yang termaktub dalam Tap MPRS No. II tahun 1960.

b. Masa Orde Baru (1966-1998)


1. Kurikulum 1968

Sifat politis melekat erat pada awal munculnya kurikulum 1968, mengganti
kurikulum 1964 yang dicitrakan sebagai hasil dari pemerintahan “Orde Lama”.
Jika dilihat dari aspek tujuannya, upaya untuk meningkatkan rasa cinta tanah air, kuat
dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan jasmani, moral, budi
pekerti dan keyakinan beragama lebih di tekankan pada kurikulum 1968.

Perubahan dari pancawardana menjadi pembinaan jiwa pancasila terjadi pada


kurikulum 1968. UUD 1945 menjadi kiblat dalam penerapan kurikulum ini secara
murni dan konsekuen. Jumlah dari keseluruhan matapelajaran pada kurikulum 1968
berjumlah sembilan mata pelajaran. Pelajaran dikurikulum ini bersifat teoritis, tidak
mengaitkan dengan permasalahan nyata yang terjadi di lapangan.13F14Kelahiran kurikulum
1968 karena adanya pertimbangan politik ideologis yang dianut pemerintah saat itu, yaitu
orde baru. Correlated subject curriculum menjadi ciri khas struktur kurikulum 1968,
artinya bahwa materi pada jenjang pendidikan rendah memiliki korelasi untuk jenjang
pendidikan pada jenjang selanjutnya.14F15Kurikulum 1968 identik dengan muatan mata
pelajaran teoritis, tidak berkaitan dengan ketentuan obyektif dilapangan atau kehidupan
nyata (tematik) adapun metode pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum ini sangat
tergantung oleh ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an.

2. Kurikulum 1975

Pembangunan nasional melatarbelakangi kelahiran kurikulum 1975 akibat dari


banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi, terutama sejak tahun 1969. Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi program maupun kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan pembaharuan tersebut. Kurikulum 1975 merupakan kurikulum yang
bersifat sentralistik atau dibuat oleh pemerintah pusat dan sekolah-sekolah hanya
menjalankan. Kurikulum 1975 berprinsip tujuan dari pendidikan harus efektif dan
efisien. Kurikulum 1975 banyak mendapatkan kritik dari pelaksana di lapangan. Guru
dibuat sibuk menulis perincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.

Prinsip Implementasi Kurikulum 1975Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968


memiliki beberapa prinsip pelaksanaan, diantarannya adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan harus berorientasi pada tujuan.


2. Menggunakan pendekatan integratif dalam arti bahwa agar tujuan pembelajaran
menjadi tujuan yang inyegratif.
3. Dalam daya dan waktu menekankan keefisien dan keefektifannya.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan (PPSI). Perubahan
tingkah laku peserta didik menjadi tujuan utama dari kurikulum ini.
5. Stimulus dan respon yang dipengaruhi oleh psikologi tingkah laku. Karena
tujuannya adalah perubahan tingkah laku maka teori pembelajaran yang
digunakan adalah teori belajar behavioristik.

Pedoman dan Ketentuan Kurikulum 1975Kurikulum 1975 memuat beberapa pedoman dan
ketentuan, yaitu:

1. Tujuan instruksional adalah suatu tujuan yang hendak dicapai lembaga dalam
melaksanakan program pendidikan. Tujuan ini berlaku mulai sekolah dasar
sederajat sampai dengan sekolah menengah atas sederajat.
2. Desain program kurikulum adalah suatu kerangka umum program pengajaran yang
akan diberikan kepada setiap satuan pendidikan.
3. Garis-garis program pengajaran.
4. Sistem Penyajian dengan Pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
(PPSI)Pendekatan PPSI merupakan suatu konsep pembelajaran yang berasumsi
bahwa proses belajar mengajar yang senantiasa. diarahkan pada pencapaian tujuan.
Selain itu, pendekatan PSSI merupakan suatu sistem yang saling berkaitan dari
satu instruksi yang terdiri dari urutan, desain tugas yang progresif begi individu
yang belajar.
5. Sistem Penilaian Sistem penilaian dalam kurikulum 1975 dilakukan setiap akhir
pelajaran atau pada akhir satuan pembelajaran. Hal ini yang membedakan antara
sistem penilaian pada kurikulum 1975 dan kurikulum sebelumnya. Sistem penilaian
kurikulum ini dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunkaan dalam
proses kegiatan belajar mengajar. Dengan sendirinya guru-guru dituntut melakukan
penilaian pada setiap akhir satuan pembelajaran.

c. Kurikulum 1984 Kurikulum 1975 yang Disempurnakan

Kurikulum 1984 merupakanpenyempurnaan dari kurikulum 1975 dan mengunakan


pendekatan proses. Dalam hal ini faktor tujuan tetap penting messkipun sudah
menggunakan pendekatan proses. Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975
yang disempurnakan". Subjek belajarnya adalah siswa. Model seperti ini yang dinakan
aktif learning karena siswa yang akan selalu aktif dalam pembelajaran. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Namun banyak sekolah yang
menerapkan dengan baik dan alhasil siswa tidak melaksanakan pembelajaran dengan baik
dan hanya gaduh di kelas.

d. Kurikulum 1994 (Separate Subject Curriculum)

Kurikulum 1975 dan kurikulum 1984 dipadukan menjadi kurikulum 1994.


Kurikulum 1994 dilaksanakan sesuai dengan UndangUndang no.2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada kurikulum ini terjadi perubahan dari sistem
semester ke sistem catur wulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran kurikulum ini yaitu lebih
berorientasi pada materi pelajaran dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah.

Tujuan dan proses kurang berhasil dipadukan. Muatan nasional dan muatan lokah
sangat banyak porsinya. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Berbagai kepentingan kelompokkelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjadi kurikulum yang super
padat dan hasilnya juga kurang bagus. Berdasarkan study dokumentasi yang telah
dijelaskan dalam bukunya Hari Suderadjat, kurikulum 1994 dapat dikemukakan bahwa
kurikulum tersebut mempunyai beberapa kekurangan dan kelebihan.

Kelemahan Kurikulum 1994Kurikulum 1994 merupakan kurikulum yang berorientasikan


pada mata pelajaran yang dikenal dengan yang dikenal dengan sebutan Separate Subject
Curriculum, yang di organisasikan dalam mata pelajaran yang terpisah-pisah sehingga
sering juga disebut sebagai Separate Subject Curriculum. Secara umum kurikulum ini
mempunyai beberapa kelemahan antara lain yaitu :

1. Garis-garis program pembelajaran diorganisasikan dalam mata pelajaran sesuai


dengan disiplin keilmuan. Organisasi kurikulum seperti ini dapat menghilangkan
kesatuan bidang study, yang mengakibatkan tidak adanya perolehan yang
integral pada siswa.
2. Pembelajaran kurang disingkronkan dengan aspek sosial yang itu sangat penting
untuk dirinya. Karena pada akhirnya mereka harus bergaul dengana lingkungan
sosialnya
3. Materi pembelajaran hanya fokus pada hafalan saja dari ilmuan terdahulu dan
tidak memahami kandungannya. Dari situ dapat dilihat anak tidak mengkritisi apa
yang mereka dapatkan namun hanya menghafalkan teori yang ada. Dengan begini
dalam pembelajaran ini anak menjadi pasif.
Dibawah ini adalah kekurangan dari kurikulum 1994 yaitu sebagai berikut :
1. Materi bahan ajar sangat banyak kurang di sesuaikan dengan jam mata
pelajarannya.
2. Kurikulum disuatu yang sesuai dengan potensi daerah tidak memanfaatkan
siswa yang mempuyai keahlian sesuai dengan potensi daerahnya.
3. Ada beberapa mata pelajaran yang belum sinkron dengan kehidupan dan
lingkungan, terutama yang berhubungan dengan bidang keilmuan lain atau
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Kurang mengembangkan daya fikir dalam pengembangan strategi belajar.
5. Masih ada susunan yang kurang sistematis padahal yang namanya
kurikulum semuanya harus tertata rapidan sistematis.
6. Saling ketergantungan antara pokok bahasan antar mata pelajaran
sering tidak terjadi, misal antara mata pelajaran matematika dan fisika,
sehingga dampak adanya mata pelajaran fisika yang sulit dipelajari karena
pokok bahasan pada matematika belum diberikan.
7. Pada beberapa mata pelajaran tertentu ada materi esensial yang kurang dan
disisi lain kelebihan materi yang kurang esensial.

Kemudahan Kurikulum 1994Di samping kelemahan yang disebutkan diatas


kurikulum 1994 memiliki beberapa kemudahan antara lain yaitu :
1. Dalam dokumen kurikulum materi sudah di siapkan secara keseluruhan maka
guru sangat mudah dalam menyusun mata pelajaran yang akan diajarkan.
2. Setiap mata pelajaran berdiri sendiri maka guru mudah untuk merubahnya.
3. Karena berbasiss aspek kognitif dalam penilaian maka sangat mudah di lakukan
oleh guru.

Kurikulum 1994 memiliki prinsip Link and Matchyaitu prinsip tentang pentingnya
keterkaitan pendidikan dengan dunia kerja atau industri. Sekolah harus mampu menyiapkan
tenaga-tenaga kerja yang terampil yang dibutuhkan oleh industri. Sebaliknya dunia industri juga
harus bersinergi dengan lembaga-lembaga pendidikan. Pada akhirnya kurikulum ini banyak
dikritik karena pendidikan menjadi kepanjangan tangan dari proses industrialisasi dan
tidak memanusiakan manusia (dehumanisasi).

d. Masa Revormasi (1999 – Sekarang)


a. Kurikulum 2004, “KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)”

Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah suatu konsep pendekatan, strategi


kurikulum yang menekankan pada penguasaan berbagai kompetensi tertentu. Peserta
didik tidak hanya menguasai pengetahuan dan pemahaman, tetapi juga keterampilan,
sikap, minat, motivasi dan nilai-nilai agar dapat melakukan sesuatu dengan penuh
tanggung jawab.

b. Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan)”

Salah satu rujukan dalam pengembangan kurikulum di Indonesia adalah kurikulum


KTSP. Pencapaian kompetensi adalah orientasi dari KTSP, maka dari itu KTSP sering
di sebut dengan KBK yang disempurnakan. Unsur standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang melekat pada KBK serta adanya prinsip yang sama dalam pengelolaan
kurikulum yakni yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS). KTSP
mempunyai karakteristik yang sama dengan KBK yaitu guru bebas untuk melakukan
perubahan, revisi dan penambahan dari standar yang sudah di buat pemerintah, mulai dari
tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan
sampai pengembangan silabus.

Badan standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah membuat Standar Kompetensi


dan kompetensi dasar, yang diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang di
jadikan rujukan harus dari kompetensi inti dan Standar kelulusan sedangkan yang
menjadi prinsip pengembangan adalah KBS yang dirancang untuk memberdayakan
daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan dan mengelola serta menilai
proses dan hasil pembelajaran sesuai dengan daerahnya masing-masing. KTSP lahir
dari semangat dari daerah-daerah bahwasannya pendidikan tidak hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat saja melainkan juga menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah, oleh sebab itu dilihat dari pola atau model kurikulum pengembangannya
KTSP merupakan salah satu model kurikulum bersifat desentralisasi.

c. Kurikulum 2013

Kurikulum KTSP dianggap belum sempurna dan masih banyak kekurangan, apalagi
saat ini adalah era digital yang apa-apa bisa dilakukan dengan teknologi maka KTSP
harus segera dirubah menjadi kurikulum 2013. Berkembangnya teknologi adalah salah satu
alasan yang relevan untuk menyempurnakan sebuah kurikulum. Sejarah pergantian dan
perubahan kurikulum tidak terlepas dari sejarah yang menaunginya. Sejarah yang
melatarbelakangi lahirnya kurikulum KTSP merupakan bentuk implementasi Undang-
undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Substansi kurikulum ini adalah peraturan pemerintah No.19 tahun 2005 tapi
isi dan arah pengembangan pembelajaran masih memiliki keberhasilan, karakteristik
dalam paket kompetensi yang ada pada KTSP yang memiliki kesamaan juga dengan
karakteristik kurikulum KBK. Berkaitan dengan pengembangan kurikulum, kurikulum
2013 lebih menekankan pada pendidikan karakter, dengan harapan melahirkan insan yang
produktif, kreatif, inovatif dan berkarakter. Meningkatkan proses dan hasil belajar yang
diarahkan kepada pembentukan budi pekerti dan peserta didik yang berakhlak mulia
sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan adalah
tujuan pendidikan karakter pada kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menekankan
pengembangan kompetensi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anak didik secara holostik.
Kompetensi pengahuan, ketrampilan dan sikap ditentukan oleh rapor dan merupakan
penentuan kenaikan kelas dan kelulusan anak didik.

H. Pengertian Buku Teks

Buku teks adalah buku yang berisi uraian bahan tentang mata pelajaran atau bidang studi
tertentu, yang disusun secara sistematis dan telah diseleksi berdasarkan tujuan tertentu, orientasi
pembelajaran, dan perkembangan siswa untuk diasimilasikan (Muslich, 2010:50). Menurut
Lange dalam (Tarigan, 2009:12) Buku teks adalah buku standar/buku setiap cabang studi dan
dapat terdiri atas dua tipe yaitu buku pokok/utama dan buku suplemen atau tambahan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa buku teks adalah buku yang
terdiri dua tipe yaitu buku pokok dan suplemen yang digunakan untuk menunjang pelajaran
tertentu, disusun secara sistematis guna memberikan pemahaman sesuai kebutuhan pembacanya
yaitu pesarta didik.

Hall-Quest dalam buku Tarigan mengatakan “buku ajar adalah rekaman pemikiran rasial yang
disusun buat maksud-maksud dan tujuan instruksional”. Ahli lain seperti Lange menyatakan
“buku teks (ajar) adalah buku standar atau buku setiap cabang khusus studi dan terdiri dari dua
tipe yaitu buku pokok atau utama dan suplemen atau tambahan”. Kurikulum dan buku teks
merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan karena kurikulum adalah suatu hal yang
sangat menentukan atau paling sedikit dapat mengantisipasi sesuatu hal yang akan terjadi. Oleh
karena itu kurikulum harus menunjjukkan pada apa yang seharusnya dipelajari oleh peserta didik
(whats is to be learned), bukan mengapa hal itu harus dipelajari (why it should be learned).

I. Fungsi dan Tujuan Buku Teks

Secara umum buku merupakan kumpulan kertas yang berisi informasi yang berguna bagi
pembacanya. Dilihat dari isi dan penyajiannya, buku teks berfungsi sebagai pedoman bagi siswa
dan guru dalam melakukan proses pembelajaran. Buku ajar memiliki beberapa fungsi, yaitu:
buku ajar sebagai bahan referensi siswa, buku ajar sebagai bahan evaluasi, buku ajar sebagai alat
bantu pendidik dalam melaksanakan kurikulum, buku ajar sebagai salah satu penentu metode
atau teknik pengajaran yang akan digunakan pendidik.

Fungsi buku teks sebagai pedoman bagi siswa, antara lain:

a. Mempersiapkan diri secara individu atau kelompok sebelum kegiatan belajar di kelas.
b. Berinteraksi dalam proses pembelajaran di kelas.
c. Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru.
d. Mempersiapkan diri untuk tes atau ujian formatif dan sumatif.

Sedangkan bagi guru buku teks berfungsi sebagai berikut:

a. Membuat desain pembelajaran.


b. Mempersiapkan sumber-sumber belajar lain.
c. Mengembangkan bahan belajar yang kontekstual.
d. Memberikan tugas.
e. Menyusun bahasan evaluasi.

Sedangkan menurut Andi Prastowo fungsi bahan ajar atau buku teks yaitu:

Fungsi bagi pendidik sebagai berikut:

a. Menghemat waktu pendidik dalam mengajar


b. Mengubah peran pendidik dari seorang pengajar menjadi seorang fasilitator.
c. Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif.
d. Pedoman bagi pendidik yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses
pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang semestinya diajarkan kepada
peserta didik.
e. Alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran.

Fungsi bagi peserta didik sebagai berikut:

a. Peserta didik dapat belajar tanpa harus ada pendidik atau teman.
b. Peserta didik dapat belajar kapan saja dan di mana saja ia kehendaki.
c. Peserta didik dapat belajar sesuai kecepatannya masingmasing.
d. Peserta didik dapat belajar menurut yang dipilihnya sendiri.
e. Membantu potensi peserta didik menjadi pelajar yang mandiri.
f. Pedoman bagi peserta didik yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses
pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya
dipelajari atau dikuasai.

Berdasarkan uraian tersebut fungsi buku teks bukan sekadar sumber informasi saja melainkan
berfungsi untuk membuat bahan evaluasi, memilih media dan metode yang tepat, sebagai
panduan belajar siswa untuk lebih siap dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas, sebagai
bahan untuk siswa mengulangi materi pembelajaran yang telah dipelajar.

J. Karakteristik Buku Teks Yang Baik

Buku teks sebagai bahan ajar memiliki peranan yang penting karena merupakan salah satu
komponen dalam proses belajar mengajar. Buku teks merupakan komponen yang menopang
tercapainya tujuan pengajaran. Dalam buku teks terdapat bahanmateri pelajaran yang disajikan
pada siswa untuk dipelajari. Bahan pengajaran yang terdapat dalam buku teks inilah yang
diharapkan dapat mewarnai tujuan, mendukung tercapainya isi tujuan atau tingkah laku yang
diharapkan siswa. Bagi siswa dan guru, salah satu buku yang sangat diperlukan ialah buku teks.
Buku teks berfungsi sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar dalam mata pelajaran tertentu.
Mata pelajaran Seni Budaya misalnya, memerlukan buku teks, demikian pula dengan mata
pelajaran lainnya. Semakin baik kualitas buku teks, maka semakin sempurna pengajaran mata
pelajaran tersebut. Buku teks pada mata pelajaran Seni Budaya yang bermutu, tentu akan
meningkatkan kualitas dan hasil pengajaran yang baik pula pada mata pelajaran tersebut. Buku
teks sebagai bahan ajar dapat memfasilitasi karakteristik pengguna baik guru maupun siswa
dengan persayaratan sebagai berikut:

1. Sesuai dengan tujuan.


2. Mudah dipahami.
3. Menarik untuk dibaca dan dipelajarai.
4. Merangsang daya piker.
5. Runtut sistematis.

Menurut Tuhusetya 2007 buku teks yang baik adalah yang komunikatif dan dapat
mengembangkan kemampuan siswa. Hal ini menggambarkan bahwa buku teks yang baik dapat
mengkomunikasikan tujuan materi yang ditulis dan materi yang ada dalam buku teks dapat
meningkatkan kemampuan siswa baik dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan. Greene dan
Petty dalam Traigan 2009: 20 –21, juga telah menyusun cara penilaian buku teks dengan sepuluh
kriteria. Kriteria tersebut adalah:

1. Buku teks haruslah menarik minat terutama siswa dalam menggunakannya.


2. Buku teks haruslah mampu memberikan motivasi kepada para siswa yang
menggunakannya.
3. Buku teks haruslah memuat ilustrasi yang menarik hati siswa yang memanfaatkannya.
4. Buku teks seyogyanya mempertimbangkan aspek linguistik sehingga sesuai dengan
kemampuan para siswa yang menggunakannya.
5. Buku teks seharusnya antara isi pelajaran-pelajaran lainnya saling berhubungan erat,
lebih baik lagi jika menunjangnya dengan rencana sehingga semuanya merupakan suatu
kebulatan yang utuh dan terpadu.
6. Buku teks haruslah dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para siswa
yang menggunakannya.
7. Buku teks haruslah dengan sadar dan tegas menghindari konsep yang samar-samar dan
tidak biasa, agar tidak sempat membingungkan para siswa yang menggunakannya.
8. Buku teks haruslah mempunyai sudut pandang atau point of view yang jelas dan tegas,
sehingga pada akhirnya menjadi sudut pandang para pamakainya yang setia.
9. Buku teks haruslah mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan
orang dewasa.
10. Buku teks haruslah dapat menghargai perbedaan- perbedaan pribadi para siswa
pemakainya. Bila ditelaah lebih mendalam kriteria yang dikemukakan di atas, maka dapat
diidentifikasikan sepuluh butir yang dapat digunakan sebagai titik tolak dalam penentuan
kualitas buku teks, yaitu meliputi minat siswa, motivasi, ilustrasi, lunguistik terpadu,
menggiatkan, aktivitas, kejelasan konsep, titik pandang, pemnatapan nilai, dan
penghargaan perbedaan pribadi.

Buku teks berkaitan erat dengan kurikulum yang berlaku. Oleh karena itu buku teks haruslah
relevan dan menunjang pelaksanaan kurikulum. Dari penjelasan di atas, dapat diuraikan kembali
oleh Hoesein 1997: 188 –190 dalam modifikasi maupun kriteria yang ditetapkan dalam urutan
sebagai berikut:

1. Sudut pandangan point of view. Buku teks harus mempunyai landasan, prinsip dan sudut
pandang tertentu yang menjiwai atau melandasi buku teks secara keseluruhan. Sudut
pandangan ini dapat berupa teori dari jiwa, bahasa dan sebagainya.
2. Kejelasan konsep. Konsep-konsep yang digunakan dalam suatu buku teks harus jelas dan
tegas. Ketidakjelasan, kesamaran perlu dihindari agar siswa atau pembaca juga
memperoleh kejelasan, pemahaman, dan pengertian.
3. Relevan dengan kurikulum. Buku teks ditulis untuk digunakan di sekolah- sekolah. Oleh
karena itu, tidak ada pilihan lain bahwa buku teks harus relevan dengan kurikulum yang
berlaku di sekolah.
4. Menarik minat. Buku teks ditulis untuk siswa, karena itu penulis buku teks harus
mempertimbangkan minat-minat siswa sebagai pemakai buku teks tersebut. Semakin
sesuai buku teks dengan minat siswa, semakin tinggi daya tarik buku teks tersebut.
5. Menumbuhkan motivasi. Motivasi bersal dari kata motif yang berarti daya pendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Dengan motivasi diartikan sebagai penciptaan
kondisi yang ideal, sehingga seseorang ingin, mau, senang mengerjakan sesuatu. Buku
teks yang baik adalah buku teks yang dapat membuat siswa ingin, mau, senang
mengerjakan apa yang diinstruksikan di dalam buku tersebut. Apalagi bila buku teks
tersebut dapat menggiring siswa ke arah penumbuhan motivasi instrinsik.
6. Menstimulasi aktifitas siswa. Buku teks yang baik adalah buku teks yang dapat
merangsang, menantang, dan menggiatkan aktivitas siswa. Di samping tujuan dan bahan,
faktor metode sangat menentukan dalam hal ini.
7. Ilustratif. Buku teks harus disertai dengan ilustrasi yang mengena dan menarik. Ilustrasi
yang cocok pastilah memberikan daya penarik tersendiri serta memperjelas hal yang
dibicarakan.
8. Mudah dipahami. Buku teks haruslah mudah dimengerti oleh para pemakainya, yakni
siswa. Pemahaman harus didahului oleh komunikasi yang tepat. Faktor utama yang
berperan adalah bahasa. Oleh karena itu bahasa buku teks haruslah sesuai dengan bahasa
siswa, kalimatnya efektif, terhindar dari makna ganda, sederhana, sopan, dan menarik.
9. Menunjang mata pelajaran lain. Buku teks mengenai seni budaya dan keterampilan
misalnya, disamping menunjang mata pelajaran seni budaya dan keterampilan juga
menunjang mata pelajaran lainnya.
10. Menghargai perbedaan individu. Buku teks yang baik tidak membesar- besarkan
perbedaan individu tertentu.Perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat, ekonomi, sosial,
budaya setiap individu tidak dipermasalahkan tetapi diterima sebagaimana adanya.
11. Memantapkan nilai-nilai. Buku teks yang baik berusaha untuk memantapkan nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat. Uraian-uraian yang menjurus kepada penggoyahan nilai-
nilai yang berlaku pantas dihindarkan. Untuk memperjelas dan memantapkan
pemahaman terhadap uraian tersebut, maka di bawah ini uraian-uraian tersebut
divisualisasikan ke dalam skema berikut ini.

K. Dasar – dasar Penulisan Buku Teks

Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup
suatu masyarakat atau bangsa. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan wahana untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Guna mewujudkan tujuan di
atas diperlukan usaha yang keras dari masyarakat maupun pemerintah.

Menurut (Muslich, 2010:133-168) terdapat 4 landasan dalam penulisan buku teks yakni:

1. Landasan Keilmuan.

Landasan pertama yang perlu diperhatikan dalam penulisan buku teks adalah landasan
keilmuan. Ini berarti bahwa setiap penulis buku teks harus memahami dan menguasai teori yang
berkaitan dengan bidang keilmuan atau bidang studi yang ditulisnya. Seperti penulis buku teks
Biologi harus memahami dan menguasai teori yang berkaitan dalam bidang studi Biologi. Begitu
pula penulis buku teks Kimia, Fisika, Matematika, Bahasa Indonesia harus memahami dan
menguasai teori yang terkait dengan bidang studi yang ditulisnya. Secara teknis, landasan
keilmuan ini meliputi keakuratan materi, cakupan materi, danpendukung materi.

2. Landasan Ilmu Pendidikan dan Keguruan

Landasan kedua yang perlu diperhatikan dalam penulisan buku teks adalah landasan
pendidikan dan keguruan, terutama hal hal yang terkait hakikat belajar, pembelajaran konseptual,
pembelajaran model pakem, pengembangan aktivitas, kreativitas, dan motivasi siswa, berikut
penjelasannya.

a. Hakikat Belajar

Belajar merupakan salah satu faktor yang memengaruhi dan berperan penting dalam
pembentukan pribadi dan prilaku individu. Bahkan, sebagian besar perkembangan individu
berlangsung melalui pembelajaran.

b. Pembelajaran Kontekstual

Pendekatan kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan antara materi dan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yakni
konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, dan penilaian
sebenarnya. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkanlebih bermakna.

c. Pembelajaran Model Pakem

Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi pendidikan di Indonesia adalah


pelaksanaan pembelajaran yang dipandang masih belum efektif. Indikasinya adalah adanya
praktik pembelajaran yang cendrung membosankan bahkan membuat siswa menjadi terktekan
pendekatan dan metode yang digunakan tampak kurang bervariasi karena didominasi oleh
pemberian informasi yang berlebihan, untuk mengantisipasinya, pembelajaran model pakem
dipandang lebih efektif. Pakem adalah akronim dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan.d. Pengembangan Aktivitas, Kreativitas, dan Motivasi Siswa.

Efektivitas pembelajaran banyak bergantung kepada kesiapan dan cara belajar yang dilakukan
oleh siswa, baik yang dilakukan secara mandiri, maupun kelompok. Sehubungan dengan itu,
sajian buku teks hendaknya dapat memadu dalam pengembangan aktivitas, kreativitas, dan mot
ivasi siswa di dalam pembelajaran

3. Landasan Kebutuhan Siswa

Landasan ketiga yang perlu diperhatikan dalam penulisan buku teks adalah landasan
kebutuhan siswa. Hal itu dikarenakan landasan kebutuhan ini erat kaitannya dengan motivasi,
maka pemahaman tentang teori motivasi perlu diperdalam. Motivasi dapat diartikan sebagai
kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya
dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu maupun dari
luar individu. Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap
kualitas prilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja, maupun dalam
kehidupan lainya.

4. Landasan Keterbacaan Materi dan Bahasa yang digunakan

Landasan keempat yang perlu diperhatikan dalam penulisan buku teks adalah landasan
keterbacaan materi dan bahasa yang digunakan. Landasan ini diperlukan karena buku teks
merupakan sarana komunikasi siswa dalam pembelajaran. Sebagai sarana komunikasi, materi,
dan redaksi sajian yang terdapat dalam buku teks harus bisa dipahami siswa. secara teknis,
indicator yang mendukung aspek keterbacaan materi dan bahasa yang digunakan dalam buku
teks adalah komunikatif, diaglogis dan interaktif, lugas, keruntutan alur pikir, kohernsi,
kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar, dan penggunaan istilah dan simbol atau
lambang yang sesuai dengan perkembangan peserta didik.

Menurut BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) buku teks harus memenuhi 4 kelayakan
yaitu:

a. Kelayakan Isi

Kelayakan isi, terdapat tiga indikator yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Kesesuaian uraian materi dengan kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) yang
terdapat dalam kurikulum mata pelajaran yang bersangkutan Indikator kesesuaian uraian
materi dengan KI dan KD ini diarahkan pada hal berikut:
a. Kelengkapan materi
b. Keluasan materi
c. Kedalaman materi
2. Keakuratan materi
Indikator keakuratan materi diarahkan pada sasaran berikut:
a. Akurasi konsep dan definisi
b. Akurasi prinsip
c. Akurasi prosedur
d. Akurasi contoh, fakta, dan ilustrasi
e. Akurasi Sosial
3. Materi pendukung pembelajaran (Muslich, 2010:292)
Indikator materi pendukung pembelajaran diarahkan pada hal-hal berikut:
a. Kesesuaiannya dengan perkembangan ilmu dan teknologi
b. Keterkinian fitur, contoh, dan rujukan
c. Penalaran(reasoning)
d. Pemecahan masalah (problem solving)
e. Keterkaitan antarkonsep
f. Komunikasi (write and talk)
g. Penerapan (aplikasi)
h. Kemenarikan materi
i. Mendorong untuk mencari informasi lebih jauh
j. Materi pengayaan (enrichment)
b. Kelayakan Penyajian
Kelayakan penyajian, ada tiga indikator yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Teknik Penyajian
Indikator teknik penyajian buku teks ada tiga poin, yaitu sistematika penyajian,
keruntutan penyajian, dan keseimbangan antar-bab.
2. Penyajian Pembelajaran
Indikator penyajian pembelajaran dalam buku teks diarahkan pada Berpusat Pada
Siswa, Mengembangkan Keterampilan proses, Memerhatikan Aspek Keselamatan
Kerja
3. Kelengkapan Penyajian
Indikator kelengkapan penyajian dalam buku teks diarahkan pada hal-hal berikut.
a. Bagian Pendahuluan
Pada bagian awal buku teks terdapat prakata, petunjuk penggunaan, dan daftar isi
atau daftar simbol atau notasi. Prakata adalah sebuah pengantar dari penulis yang
berisi ulasan tentang maksud dan metode yang digunakan penulis dalam menulis
bukunya (Iyan, 2007:14).
b. Bagian Isi
Penyajian materi dalam buku teks dilengkapi dengan gambar, ilustrasi, tabel,
rujukan atau sumber acuan, soal latihan atau rangkuman setiap bab.
c. Bagian Penyudah
Pada akhir buku teks terdapat daftar pustaka, indeks subyek, daftar istilah
(glosarium), daftar simbol atau notasi dapat dicantumkan pada akhir buku.
4. Kelayakan Bahasa
Kelayakan bahasa, terdapat 3 indikator yang harus diperhatikan, yaitu :
(Muslich, 2010:303)
a. Kesesuaian dengan Tingkat Perkembangan Siswa
Indikator pemakaian bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa,yaitu: kesesuaian dengan tingkat perkembangan intelektual, kesesuaian
dengan Tingkat Perkembangan Sosial Emosional.
b. Kekomunikatifan
Indikator pemakain bahasa yang komunikatif diarahkan pada hal-hal berikut :
1. Keterbacaan Pesan
2. Keterbacaan Kaidah Bahasa Indonesia
3. Keruntutan dan Keterpaduan Alur Pikir.
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan

Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting, sehingga apabila
kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak menggunakan landasan atau
fundasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut
akan mudah rubuh dan rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki
dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang akan
dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri. Istilah
kurikulum sering dimaknai plan for learning (rencana pendidikan). Sebagai rencana pendidikan
kurikulum memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, urutan isi dan proses
pendidikan.

Kurikulum di Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 telah mengalami 9
kali perubahan diantaranya adalah pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004, 2006 dan 2013. Berbeda dengan itu, kemendikbud memaparkan tentang sejarah
perkembangan kurikulum yaitu : perkembangan kurikulum terdiri dari pertama
kurikulum 1947, kedua kurikulum 1954, ketiga kurikulum kurikulum 1968, keempat
kurikulum 1973 (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan), kelima kurikulum 1975, keenam
kurikulum 1984, ketujuh kurikulum 1994, kedelapan kurikulum 1997 (revisi) kurikulum
1994), sembilan kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), kesepuluh
kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), kesebelas kurikulum 2013.
Perubahan orientasi, desain, model dan lain sebagainya dengan tujuan utama untuk
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan nasional serta mensejajarkan
dengan pendidikan-pendidikan yang ada di dunia.

B. Saran

Makalah ini disusun untuk mempermudah pembaca dalam mencari materi ataupun informasi
yang berkaitan dengan kurikulum dan buku teks.
DAFTAR PUSTAKA

http://ejournal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/view/132

https://jurnalevaluasipendidikan123.blogspot.com/2019/01/teori-dan-landasan-penulisan-buku-
teks_17.html?m=1

https://ilmu-pendidikan.net/pustaka/buku/fungsi-tujuan-dan-manfaat-penggunaan-buku-teks-
pelajaran-dalam-pembelajaran

https://text-id.123dok.com/document/lq5elp0wq-karakteristik-buku-teks-buku-teks.html

Dra. Charnisjatin, M.Pd dan Permana Ferdy Hardian, M.Pd. . 2020, Telaah Kurikulum.
Universitas Muhammadiyah Malang : UMMTRESS

Kholilah, Siti dan Nila Sudarti.2018. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Lampung : Swalova
Publishing
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai