Anda di halaman 1dari 7

Perbezaan suku, ras, bangsa, bahkan agama di Yatsrib

tidak menjadi penghalang bagi Nabi Muhammad untuk

membangun sebuah negara yang bersatu dan

berdaulat, tapi justru menjadi kesempatan baginya

dalam mempersatukan umat yang bahkan sempat

terjebak dalam konflik saudara selama puluhan tahun. 

Inilah negara yang kemudian dikenal dengan Madinah.

Bangsa yang bersatu di tengah kemajemukan

rakyatnya ini mampu berdiri kokoh dengan semangat

persaudaraan bangsa tanah airnya. Bagaimana

kisahnya? Simak selengkapnya. 

Sebelum Rasulullah dan umat Muslim hijrah ke

Madinah dan mendirikan negara baru di sana, terlebih

dahulu Rasul membuat pribumi Yatsrib (nama sebelum

Madinah) beriman. Dengan begitu, jika nanti sudah

tiba saatnya hijrah, umat Muslim Makkah mendapat

sambutan baik dari penduduk setempat. Salah satu


upaya yang Nabi lakukan adalah mendamaikan suku

Aus dan Khazraj yang terjebak dalam konflik saudara

selama puluhan tahun.  Hingga sekali waktu pada 620

M, enam orang dari suku Khazraj datang ke Makkah

untuk menemui Rasulullah. Kedatangan mereka karena

mendengar kabar bahwa pada tahun ini akan diutus

nabi akhir zaman di Makkah. Setelah berhasil

menemui Rasul, mereka akhirnya menyatakan masuk

Islam. Selain karena percaya pada ajaran Nabi,

harapan mereka Rasul bisa menyelesaikan konflik suku

yang sudah cukup melelahkan. (Safyurrahman al-

Mubarakfuri, Rahiqul Makhtum, 2013: 126-127) 

Enam orang ini adalah As’ad bin Zurarah dari Bani

Bajjar, Auf bin al-Harits dari Bani Najjar, Rafi’ bin

Malik dari Bani Zuraiq, Quthbah bin Amir dari Bani

Salamah, Uqbah bin Amir dari Bani Ubai bin Ka’ab, dan

Jabir bin Abdullah dari Bani Ubaid bin Ghanm.


Sekembalinya ke Yatsrib mereka turut menyebarkan

agama Islam dan berhasil mengajak sejumlah

penduduk.  Upaya enam orang ini membuahkan hasil.

Pada tahun ke-11 kenabian, datang 11 penduduk

Yatsrib ke Makkah untuk menemui Rasulullah dan

berbai’at untuk masuk Islam. Peristiwa ini kemudian

dikenal dengan Bai’at ‘Aqabah Pertama. Seperti

kelompok pertama dulu, sepulangnya ke kampung

halaman mereka turut menyebarkan Islam. Selain itu

Nabi juga secara khusus mengutus Mush’ab bin ‘Umair

ke sana sebagai duta yang ditugasi mengajarkan

syari’at Islam. (Safyurrahman al-Mubarakfuri: 133-

134) 

Dua tahun berikutnya atau bertepatan tahun ke-11

dari kenabian, datang 70 penduduk Yatsirb ke

Makkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus

berbai’at kepada Rasulullah. Ini menunjukkan agama


Islam berkembang pesat di Yatsrib sebelum Nabi dan

umat Muslim hijrah. Kini Nabi tidak hanya berhasil

merukunkan Aus dan Khazraj, tetapi juga membuat

mereka memeluk Islam. Mereka inilah yang kelak

disebut dengan Kaum Anshar. (Safyurrahman al-

Mubarakfuri: 136)  Muhajirin dan Anshar  Setelah

berhasil menebar benih-benih komunitas Muslim di

Yatsrib, seiring dengan penindasan kaum Quraisy

Makkah terhadap umat Muslim yang semakin menjadi-

jadi, Nabi Muhammad bersama umatnya hijrah ke

negara yang kelak dinamainya Madinah pada 622 M.

Ada yang menarik pada peristiwa ini, yaitu Nabi

mempersaudarakan kaum Muhajirin sebagai pendatang

dan kaum Anshar sebagai pribumi. 

Allah swt mengapresiasi peristiwa ini dalam beberapa

firman-Nya, salah satunya adalah ayat AL-Qur’an

yang menjelaskan Muhajirin dan Anshar dijamin


masuk surga berikut:  ‫ار ِه ْم َواُ ْو ُذ ْوا فِ ْي‬ ِ َ‫اجر ُْوا َواُ ْخ ِرج ُْوا ِم ْن ِدي‬ َ َ‫فَالَّ ِذي َْن ه‬
ٍ ّ‫َسبِ ْيلِ ْي َو ٰقتَلُ ْوا َوقُتِلُ ْوا اَل ُ َكفِّ َر َّن َع ْنهُ ْم َسي ِّٰاتِ ِه ْم َواَل ُ ْد ِخلَنَّهُ ْم َج ٰن‬
‫ت تَجْ ِريْ ِم ْن تَحْ تِهَا ااْل َ ْن ٰه ۚ ُر‬
‫هّٰللا هّٰللا‬
ِ ‫ثَ َوابًا ِّم ْن ِع ْن ِد ِ ۗ َو ُ ِع ْن َد ٗه ُحس ُْن الثَّ َوا‬  Artinya, “Maka orang
‫ب‬

yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya,

yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang

terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan

pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga

yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai

pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang

baik.” (QS. Ali Imran [3]: 195) (Raghib as-Sirjani, As-

Sirah an-Nabawiyah, tanpa tahun: juz 5, h. 16) 

Ternyata Yatsrib tidak saja terdiri dari rakyat yang

multi suku, ras, dan budaya saja, tetapi juga umat

agama lain yaitu kaum musyrik Yahudi. Hidup

bertetangga antarumat beragama -belum lagi Yahudi

menyimpan dendam terhadap umat Muslim- sangat

mungkin terjadi konflik jika tidak ada tindakan dari

negara. Sebab itu, Nabi kemudian membuat perjanjian


untuk mewanti-wanti hal itu dalam sebuah dokumen

negara yang kemudian dikenal dengan Piagam

Madinah.  Di antara isi butir-butir perjanjian itu

adalah agar kedua belah pihak Muslim dan Yahudi

saling melindungi, menyatakan musuh bersama kepada

siapa saja yang bermaksud menyerang Madinah, dan

siapapun yang melanggar perjanjian ini berarti telah

berbuat zalim. (Safyurrahman al-Mubarakfuri: 127) 

Dari kisah Rasulullah membangun negara Madinah

dapat diambil hikmah bahwa perbedaan bukan menjadi

penghalang untuk menciptakan kerukunan, tetapi

justru peluang untuk mewujUdkan persatuan. Wallahu

a’lam. 

permulaan

perkembangan

klimaks

peleraian

Anda mungkin juga menyukai