Pasar Faktor
Pembayaran Faktor Produksi Pendapatan
Produksi
Pajak Pajak
PEMERINTAH
RTP RTK
Pendapatan
Pengeluaran
Pemerintah
Tabungan
Investasi
Pendapatan Konsumsi
Pasar Barang/Jasa
Pinjaman
Ekspor Impor
Pasar Luar Negeri
Dari kelima pengeluaran agregat tersebut berarti produksi dan konsumsi didalam negeri
dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Produksi yang dihasilkan dari dalam negeri (Pdn) dan produksi yang dihasilkan
dari luar negeri (Pln)
2. Konsumsi yang berasal dari produksi dalam negeri (Cdn) dan konsumsi yang
bearasal dari produksi luar negeri (C ln).
3. Investasi yang berasal dari dalam negeri (I dn) dan Investasi yang berasal dari
mancanegara (I ln)
4. Pengeluaran Pemerintah terdiri dari belanja pemerintah untuk barang-barang dan
jasa-jasa yang dihasilkan dalam negeri (G dn) juga barang-barang dan jasa-jasa
yang berasal dari luar negeri (G ln).
Oleh karena itu pengeluaran agregat yang berasal dari dalam negeri dapat diformulasikan
sebagai berikut:
AE = C dn + I dn + G dn + X
AE = C + I + G + X – (C ln + I ln + G ln)
Oleh karena C ln + I ln + G ln berasal dari Impor (M), maka persamaan dapat dirubah
menjadi:
AE = C + I + G + X – M, atau :
Y =C+I+G+X–M
Selisih antara Ekspor dan Impor (X – M) disebut dengan Ekspor neto. Jika Ekspor lebih
besar dari Impor maka ekspor neto adalah positif yang berarti menambah Pendapatan
Nasional (Y) atau Pengeluaran Agregat (AE). Jika Ekspor lebih kecil dari Impor, maka
Ekspor neto adalah negatif yang berarti mengurangi Pendapatan Nasional (Y) atau
Pengeluaran Agregat (AE).
Persamaan di atas berarti menyatakan bahwa pengel;uaran (AE) atau Pendapatan
Nasional (Y) adalah penjumlahan dari Konsumsi, Investasi, Belanja Pemerintah dan
Ekspor Neto
Peningkatan ekpor ataupun penurunan ekspor suatu negara ke negara lain selain
fakto di atas lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dari penduduk negara
tujuan ekspor. Ekspor dapat menurun jika pendapatan atau daya beli masyarakat
pemebeli dari luar negeri mengalami penurunan. Demikian pula sebaliknya, ekspor bisa
menurun jika pendapatan atau daya beli masyarakat tujuan ekspor menurun. Oleh sebab
itu Ekspor tidak dipengaruhi besar kecilnya Pendapatan Nasional tetapi Ekspor secara
langsung mempengaruhi besar klecilnya Pendapatan Nasional. Sperti yang dialami
Indonesia pada saat negera-negara maju mengalaimi krisis keuangan dimana daya beli
masyarakat negara maju menurun. Akibatnya ekspor Indonesia mengalami penurunan
yang sangat drastis sehingga pengeluaran agregat menurun dan gilirannya menurunkan
tingkat pertumbuhan yang telah direncanakan.
Seperti diterangkan di atas, berarti Ekspor merupakan pengeluaran otonom yaitu
tidak dipengaruhi besar kecilnya Pendapatan Nasional. Sama sperti pengeluaran yang
lainn ya seperti Investasi perusahaan (I) dan Pengeluaran pemerintah (G). Oleh karena
itu, fungsi Ekspor dapat digambarkan sebagai berikut:
Ekspor
Ekspor (X 1)
Ekspor (X 0)
Ekspor (X 2)
0 Pendapatan Nasional
FUNGSI IMPOR (IMPORT, M)
Seperti dijelaskan di depan, Konsumsi yang dilakukan rumah tangga Konsumen,
Perusahaan membeli barang modal dan belanja pemerintah akan barang dan jasa selain
berasal dari dalam negeri juga berasal dari luar negeri atau berasal dari Impor. Itu berarti
penggunaan barang Impor dilakukan oleh Rumah Tangga Konsumen (RTK), Rumah
Tangga Produsen (RTP) juga Rumah Tangga Pemerintah. Dalam analisis ekonomi
makro, diasumsikan bahwa Impor terutama dilakukan oleh Rumah Tangga Konsumen
(RTK). Besar kecilnya Impor tergantung pada tingkat Pendapatan, yang berarti pula
tergantung pada besarnya Pendapatan Nasional. Jadi, fungsi Impor sangat berhubungan
erat dengan Pendapatan Nasional. Hubungan Impor dengan Pendaapatan Nasional adalah
positif. Semakin tinggi Pendapatan Nasional semakin tinggi Impor. Sebaliknya jika
Pendapatana Nasional mengalami penurunan Impor juga akan berkurang. Persamaan
fungsi Impor dapat diilustrasikan sebagai berikut:
M = M0 + m Y
Dimana M0 dalam persamaan tersebut adalah Impor dasar yaitu besarnya Impor yang
tidak dipengaruhi oleh besarnya Pendapatan Nasional. Jika pendapatan Nasional (Y)
sama dengan nol, maka Impor adalah sebesar M0. M0 ini misalnya pengusaha yang akan
menambah kapasitas produksinya dengan mengimpor dari luar newgeri. Keinginan
pengusaha ini tentunya tidak harus dipengaruhi oleh besarnya pendapatan. Pemerintah
hendak membeli pesawat tempur F16 dari AS, ini juga tidak dipengaruhi oleh besarnya
Pendapatan Nasional. Sedangkan m adalah kecondongan untuk mengimpor (Marginal
Proponsity to Import, MPI). m ini menunjukkan pertmbahan Impor apabila terjadi
pertambahan Pendapatan Nasional.
Fungsi Impor dalam jangka pendek biasanya yang berubah adalah besaran dalam
Impor dasarnya (M0). Sedangkan dalam jangka panjnag fungsi Impor akan berubah dan
yang berubah adalalah MPInya. Hal ini disebabkan prilaku konsumsi (digambarkan
dengan berubahnya MPI) masyarakat terhadap barang-barang dan jasa-jasa Impor akan
berubah dalam dalam jangka panjang, tidak dapat sewaktu-waktu berubah. Fungsi Impor
dalam jangka pendek dan jangka panjang dapat dijelaskan pada gambar 6.3 berikut:
Gambar 6.3. Fungsi Impor
M0
M 0= M 0 + m Y 0
M1
Pada gambar di atas fungsi Impor jangka pendek bergeser dari M0 ke M1 karena
terjadi perubahan dalam Impor dasar (M0) bukan karena perubahan MPI. Sedangkan
fungsi Impor jangka panjang berubah seiring dengan perubahan MPInya. Pergeseran dari
M0 ke M1 menggambarkan kecondongan mengimpor (MPI,m) berkurang. Perubahan
selera masyarakat terhadap produk yang dihasilkan di dalam negeri dapat merubah
kecendrungan ini. Masyarakat semakin lama semakin menyukai produk dalam negeri
misalnya karena mutu yang semakin baik, harga yang semakin kompetitip dan sesuai
dengan selera masyarakat akan menurunkan MPI. Sebaliknya pergeseran dari M0 ke M3
menggambarkan kecondongan mengimpor (MPI, m) bertambah. Perubahan selera
masyarakat terhadap produk luar negeri, harga murah, mutu yang lebih murah akan
merubah prilaku Impor masyarakat sehingga MPI atau m meningkat
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN TERBUKA: CARA TABEL
Jika diketahui data-data perekonomian seperti contoh pada bab 4 dan bab 5 (ingat
bahwa C = Rp 1.000 + 0,75 Yd, I = Rp 500 Milyar dan G = Rp 300 Milyar). Ditambah
dengan data-data Ekspor (X) sebesar Rp 300 Milyar dan Impor (M) sebagai fungsi
Pendapatan Nasional dimana M = 0,15 Y maka keseimbangan Pendapatan Nasional dapat
dijelaskan pada Gambar 6.2
Y Tx C S I G X M AE
0 400 700 - 1.100 500 300 500 - 2.000
1.000 400 1.450 -850 500 300 500 150 2.600
2.000 400 2.200 -600 500 300 500 300 3.200 Ekspansi
3.000 400 2.950 -350 500 300 500 450 3.800
4.000 400 3.700 -100 500 300 500 600 4.400
5.000 400 4.450 150 500 300 500 750 5.000 Seimbang
6.000 400 5.200 400 500 300 500 900 5.600
7.000 400 5.950 650 500 300 500 1050 6.200 Kontraksi
8.000 400 6.700 900 500 300 500 1200 6.800
Pada tabel 6.2 Pendapatan Nasional (Y) antara 0 sampai Rp 5.000 milyar terjadi
kondisi perekonomian yang ekpansif. Perekonomian mengalammi ekspansi karena
pengeluaran agregat (AE) melebihi pendapatan nasional atau produksi barang dan jasa.
Misalnya pada saat pendapatan nasional Rp 2.000, pengeluaran agregat (merupakan
penjumlahan dari seluruh pengeluaran Konsumsi (C) , Investasi (I) dan Pengeluaran
pemerintah (G) dan Ekspor (X) serta Impor (M)) sebanyak Rp 3.200 Milyar. Kekurangan
produksi ini menyebabkan pengusaha untuk menambah supplai barang dan jasa. Hal
inilah yang menyebabkan kondisi perekonomian berada pada keadaan ekspansi. Keadaan
sebaliknya terjadi pada pendapatan nasional dari Rp 6.000 milyar sampai Rp 8.000
milyar. Kondisi perekonomian mengalami kontraksi karena pada saat itu pengeluaran
agregat melebihi pendapatan nasional atau produksi barang dan jasa. Misalnya pada saat
pendapatan nasional sebesar Rp 7.000 Milyar, peneglauaran agregat sebanyak Rp 6.200
Milyar. Keadaan ini menyebabkan pengusaha akan mengurangi produksinya sebab
banyak barang dan jasa yang tidak laku terjual. Pada pendapatan nasional sebesar Rp
5.000 milyar posisi keseimbangan tercipta. Pada kondisi ini pendapatan nasional persis
sama dengan pengeluaran agregat yakni sebesar Rp 5.000 milyar pula.
Melihat posisi keseimbangan pendapatan nasional yang diterangkan di atas adalah
melihat posisi keseimbangan dengan cara pendapatan dan pengeluaran. Cara ini
membandingkan antara pendapatan nasional atau produksi nasional dengan pengeluaran
agregat yaitu posisi dimana Y = C + I. + G + X - M
Selain cara pengeluaran dan pendapatan, seperti yang telah diterangkan
sebelumnya, posisi keseimbangan pendapatan ansional dapat dilihat dengan cara bocoran
(leakages) dan suntikan (injection). Cara ini dengan membandingkan antara penjumlahan
Tabungan agregat (S), Impor (M) dan Pajak (Tx) dengan Investasi agregat (I), Ekspor
(X) dan Pengeluaran Pemerintah (G) yaitu posisi dimana M + S + Tx = I + G + X.
Dengan cara ini, posisi keseimbangan tercapai pada pendapatan nasional sebesar Rp
1.300 milyar juga sebab pada pendapatan nasional sebesar itu, Investasi ditambah
Pengeluaran pemerintah dan Ekspor persis sama dengan Tabungan ditambah Pajak dan
Impor yaitu sebesar Rp 1.300 milyar.
Jadi dengan melihat tabel, pendapatan nasional keseimbangan dapat ditentukan
melalui 2 cara yaitu :
1. Cara pendapatan dan pengeluaran : Y = C + I + G + X - M
Rp 5.000 milyar = Rp 4.450 milyar + Rp 500 milyar + Rp 300 milyar + Rp 500
milyar - Rp 750 milyar
Rp 5.000 milyar = Rp 5.000 milyar
2. Cara Suntikan dan bocoran : X + I + G = S + Tx + M
Rp 500 milyar + Rp 500 milyar + Rp 300 milyar = Rp 150 milyar + Rp 400 milyar
+ Rp 750 milyar
Rp 1.300 milyar = Rp 1.300 milyar
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN 3 SEKTOR: CARA ALJABAR
Seperti halnya dengan cara melihat tabel, pendekatan aljabar ini dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu:
1. Pendapatan dan pengeluaran agregat : Y = C + I + G + X - M
2. Suntikan dan bocoran : M + S + Tx = I + G + X
I. Fungsi konsumsi di atas adalah sebesar C = 1.000 Milyar + 0,75 Yd. Sementara
Investasi (I) adalah sebesar Rp 500 Milyar dan Pengeluaran Pemerintah (G) sebesar
Rp 300 Milyar dan Pajak sebesar Rp 400 Milyar. Maka tingkat keseimbangan
pendapatan nasional adalah sebesar:
Y=C+I+G+X-M
Y = Rp 1.000 Milyar + 0,75 Yd + Rp 500 Milyar + Rp 300 Milyar + Rp
500 milyar – 0,15 Y
Oleh karena Yd = Y - Tx, maka:
Y = Rp 1.000 Milyar + 0,75 (Y – Tx) + Rp 500 Milyar + Rp 300 Milyar +
Rp 500 milyar – 0,15 Y
Dimana Tx = Rp 400 Milyar , maka:
Y = Rp 1.000 Milyar + 0,75 (Y – Rp 400 Milyar) + Rp 1.300 Milyar -
0,15 Y
Y = Rp 2.300 Milyar + 0,75 Y – Rp 300 Milyar - 0,15 Y
Y = Rp 2.000 Milyar + 0,60 Y
Y – 0,60 Y = Rp 2.000 Milyar
0,40 Y = Rp 2.000 Milyar
Y = Rp 2.000 Milyar/0,40
Y = Rp 5.000 Milyar
II. Fungsi tabungan yang diperoleh sebelumnya adalah sebesar S = - Rp 1.000 + 0,25
Yd. Sementara Investasi (I) sebesar Rp Rp 500 Milyar , Pengeluaran Pemerintah (G)
sebesar Rp 300 Milyar dan Ekspor (X) sebesar Rp 500 milyar, maka tingkat
keseimbangan pendapatan nasional adalah:
M + S + Tx = I + G + X
0, 15 Y - Rp 1.000 Milyar + 0,25 Yd + Rp 400 Milyar = Rp 500 Milyar + Rp 300
milyar + Rp 500 milyar
0,15 Y – Rp 1.000 milyar + 0,25 (Y – Tx) + Rp 400 milyar = Rp 500 milyar + Rp 300
milyar + Rp 500 milyar
0,15 Y + 0,25 (Y – Rp 400 milyar) + Rp 400 milyar = Rp 500 Milyar + Rp
800 milyar + Rp 1.000
milyar
0,15 Y + 0,25 (Y – Rp 400 Milyar) = Rp 2.300 Milyar – Rp
400 milyar
0,15 Y + 0,25 Y – Rp 100 Milyar = Rp 1.900 Milyar
0,40 Y = Rp 1.900 Milyar + Rp
100 Milyar
0,40 Y = Rp 2.000 milyar
Y = Rp 5.000 milyar
Konsumsi
dan Cara Pengeluaran & Pendapatan
Investasi
Y=AE
7.000
E
6.000
C+I+G+X-M
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
450
Pendapatan Nasional
Tabungan Cara Suntikan & Bocoran
dan
Investasi
S + Tx + M
2.000
E
I+G+X
1.000
0
4.000 5.000 6.000
- 900
Pendapatan Nasional
MULTIPLIER 4 SEKTOR
Pendapatan nasional akan terus mengalami perubahan dari satu waktu ke waktu
yang lainnya. Dalam perekonomian 3 sektor penyebab perubahan pendapatan nasional
keseimbangan disebabkan oleh Konsumsi (C), Investasi (I), Pengeluaran pemerintah (G),
Tabungan (S) dan Pajak (Tx) . Pertambahan Konsumsi dan Investasi juga Pengeluaran
pemerintah akan menambah pendapatann nasional keseimbangan. Sedangkan Pajak (Tx)
dan Tabungan (S) akan mengurangi Pendapatan Nasional. Berapa besar perubahan
pendapatan nasional yang disebabkan oleh perubahan C, I, G, S dan Tx disebut dengan
multiplier. Besarnya perubahan ini disebut dengan angka multiplier
Pada contoh hipotetis di atas pada saat belum terjadi pertambahan Investasi,
Pengeluaran pemerintah dan Pajak, pendapatan nasional keseimbangan adalah sebesar Rp
4.000 Milyar. Ketika terjadi pertambahan Investasi sebesar Rp 500 Milyar dan
Pengeluaran pemerintah sebesar Rp 300 Milyar dan juga Pajak sebesar Rp 400 Milyar,
pendapatan nasional keseimbangan menjadi Rp 6.000 Milyar. Jadi terjadi pertambahan
pendapatan nasional sebanyak Rp 2.000 Milyar (Rp 6.000 Milyar – Rp 4.000 milyar)
akibat pertambahan Investasi sebesar Rp 500 Milyar, Pengeluaran Pemerintah sebanyak
Rp 300 Milyar juga Pajak sebesar Rp 400 Milyar. Jadi nilai atau angka multiplier
menggambarkan perbandingan jumlah pertambahan atau pengurangan dalam pendapatan
nasional dengan jumlah pertambahan atau pengurangan dalam pengeluaran agreagat.
a - b T0 + I + G
Y = ------------------- , atau dapat ditulis menjadi :
1–b
1
Y = ----- a - b T0 + I + G
1–b
1 1
----- atau ---------- adalah angka atau nilai multiplier untukInvestasi dan Pengeluaran
1- b 1 - MPC
Pemerintah (G). Sedangkan angka multiplier untuk pajak tak langsung adalah :
- b T0
----------
1 – MPC
Jadi dalam sistem pajak tidak langsung besarnya angka multiplier dapat dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1
k untuk Investasi (k I) = ---------
1- MPC
1
k untuk Pengeluaran Pemerintah (kG) = -----------
1 – MPC
-b
k untuk Pajak (kTx) = ------------
1 - MPC
Dengan menggunakan contoh hipotetis pada bab 4, keseimbangan pendapatan nasional
sebelum ada Pengeluaran pemerintah dan Pajak adalah:
Y=C+I
Y = Rp 1.000 Milyar + 0,75 Y+ Rp 500 Milyar
Y = Rp 1.000 Milyar + 0,75 Y + Rp 500 Milyar
Y - 0,75 Y = Rp 1.000 Milyar + Rp 500 Milyar
0,25 Y = Rp 1.500 Milyar
Y = Rp 1.500 Milyar/0,25
Y = Rp 6.000 Milyar
Setelah ada Pajak (Tx) sebesar Rp 400 Milyar dan Pengeluaran pemerintah (G) sebesar
Rp 300 Milyar maka keseimbangan pendapatan nasional menjadi sebesar Rp 6.000
Milyar. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa setelah terjadi pertambahan
pengeluaran agregat, pendapatan nasional tetap sebesar Rp 6.000 Milyar? Hal ini
disebabkan oleh satu sisi G akan menambah pendapatan nasional Di sisi lain, Tx juga
mengurangi pendapatan nasional. Walaupun nilainya berbeda dimana Δ G = Rp 300
Milyar dan ΔTx = Rp 400 Milyar, tetapi efeknya terhadap pertambahan pendapatan
nasional (ΔY) adalah sama.
1
Δ Y = ----------- Δ Rp 300 Milyar
1 – 0,75
Δ Y = 4 x Rp 300 Milyar
Δ Y = Rp 1.200 Milyar
Setelah pertambahan Pajak (Δ Tx) sebesar Rp 400 Milyar, maka pengurangan
Pendapatan Nasional sebesar:
- b Tx
Δ Y = ----------- Δ Tx
1 – MPC
- 0,75
Δ Y = ---------- Δ Rp 400 Milyar
1 – 0,75
Δ Y = - 3 x Rp 400 Milyar
Δ Y = - Rp 1.200 Milyar
Dari contoh di atas terlihat bahwa pertambahan G sebesar Rp 400 Milyar dan Tx sebesar
Rp 300 Milyar sama-sama mempengaruhi Pendapatan Nasional sebesar Rp 1.200 Milyar.
G menambah Pendapatan Nasional, Tx mengurangi Pendapatan Nasional. G bersifat
suntikan (injection) dan Tx bersifat bocoran (leakage).
a+I+G
Y = ------------------- , atau dapat ditulis menjadi :
1 – b + bt
1
Y = ----------- a+I+G
1 – b + bt
1 1
---------- atau --------------------- adalah angka atau nilai multiplier untuk Investasi
1- b + bt 1 – MPC + MPC t
Pengeluaran Pemerintah (G). Sedangkan angka multiplier untuk pajak tak langsung
adalah :
-b
------------
1 – b + bt
Jadi dalam sistem pajak langsung besarnya angka multiplier dapat dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1
k untuk Investasi (k I) = -----------
1- b + bt
1
k untuk Pengeluaran Pemerintah (kG) = ----------
1 – b + bt
-b
k untuk Pajak (kTx) = -----------
1 – b + bt
Dibandingkan dengan angka multiplier pajak tak langsung, besarnya angka multiplier
pajak langsung nilainya lebih kecil. Hal ini disebabkan pajak langsung mempunyai angka
penyebut yang lebih besar yaitu ditambah dengan (bt)