Anda di halaman 1dari 21

BAB 6

KESEIMBANGAN PENDAPATAN NASIONAL 4 SEKTOR ATAU


PEREKONOMIAN TERBUKA

Pembahasan tentang keseimbangan Pendapatan Nasional sebelumnya yang terdiri


keseimbangan 2 dan 3 sektor adalah keseimbangan perekonomian tertutup. Maksudnya
adalah perekonomian yang tidak memasukkan unsure luar negeri. Pada kenyataannya
adalah bahwa tidak ada satu negarapun di dunia ini yang tidak melakukan hubungan
dengan luar negeri. Barang-barang dan jasa-jasa yang dikonsumsi di dalam negeri tidak
semuanya berasal dari produksi perusahaan-perusahaan yang ada di dalam negeri.
Sebagian barang-barang dan jasa-jasa tersebut berasal dari produksi perusahaan-
perusahaan yang berada di luar negeri. Seperti pesawat udara, mobil dan lainnya tidak
semuanya dihasilkan di dalam negeri. Umumnya diperoleh atau dibeli dari Jepang, Korea
Selatan, Amerika Serikat dan Eropa. Barang-barang dan jasa-jasa yang dibeli dari lura
negeri disebut dengan Impor (M). Sebaliknya, tidak semua produksi barang-barang dan
jasa-jasa yang dihasilkan di dalam negeri dikonsumsi oleh penduduk di dalam negeri.
Sebagian barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan perusahaan dalam negeri dibeli
oleh penduduk negara lain. Seperti misalnya, Karet, CPO dan lainnya sebagian dibeli
penduduk Jepang, Amerika, Eropa dan penduduk negara lainnya yang berasal dari luar
negeri. Pembelian barang-barang dan jasa-jasa dari luar negeri disebut dengan Ekspor
(X). Impor barang-barang dan jasa-jasa di satu sisi penduduk dalam negeri memperoleh
barang-barang dan jasa-jasa disisi lain penduduk dalam negeri mengeluarkan uang utnuk
mendapatkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut. Ekspor barang-barang dan jasa-jasa di
satu sisi penduduk dalam negeri memperoleh uang sebagai pembayaran atas penjualan
barang-barang dan jasa-jasa tersebut. Uang tersebut berbentuk devisa.
Dengan memasukkan Ekspor dan Impor barang dan jasa, maka aliran sirkulasi
dalam perekonomian seperli diperlihatkan pada gambar 6.1.
Gambar 6.1. Sirkulasi Aliran Pendapatan 4 Sektor

Pasar Faktor
Pembayaran Faktor Produksi Pendapatan
Produksi

Pajak Pajak
PEMERINTAH
RTP RTK

Pendapatan
Pengeluaran
Pemerintah
Tabungan
Investasi
Pendapatan Konsumsi
Pasar Barang/Jasa

PENGUSAHA Pasar Uang

Pinjaman

Ekspor Impor
Pasar Luar Negeri

Perekonomian 4 sektor atau perekonomian terbuka pada gambar 6.1.


memasukkan Impor dan Ekspor. Keadaan ini mengakibatkan timbulnya pasar berikutnya
yaitu pasar luar negeri. Pada dasarnya sama dengan pasar barang dan jasa tetapi yang
membedahkan adalah teritorialnya. Impor berarti barang-dan jasa yang berasal dari luar
negeri dan ekspor adalah barang dan jasa di jual keluar negeri.
Dalam perekonomian terbuka berarti pengeluaran agregat terdiri atas
pemngeluaran-pengeluaran yang meliputi:
1. Penegluarn Konsumsi (C) yaitu pengeluaran rumah tangga konsumen
terhadap produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan di dalam negeri.
2. Investasi (I) yaitu pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga konsumen
untuk menambah kapasitas produksi
3. Pengeluaran Pemerintah (G) yaitu penegluaran yang dilakukan rumah
tangga pemerintah untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan di dalam negeri.
4. Ekspor (X) yaitu pemeblian yang dilakukan oleh penduduk negara lain atas
produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh perusahaan-
perusahaan yang ada di dalam negeri.
5. Impor (M) yaitu pembelian yang dilakukan penduduk dalamnegeri atas
produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan perusahaan-
perusahaan yang berada di luar negeri.

Dari kelima pengeluaran agregat tersebut berarti produksi dan konsumsi didalam negeri
dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Produksi yang dihasilkan dari dalam negeri (Pdn) dan produksi yang dihasilkan
dari luar negeri (Pln)
2. Konsumsi yang berasal dari produksi dalam negeri (Cdn) dan konsumsi yang
bearasal dari produksi luar negeri (C ln).
3. Investasi yang berasal dari dalam negeri (I dn) dan Investasi yang berasal dari
mancanegara (I ln)
4. Pengeluaran Pemerintah terdiri dari belanja pemerintah untuk barang-barang dan
jasa-jasa yang dihasilkan dalam negeri (G dn) juga barang-barang dan jasa-jasa
yang berasal dari luar negeri (G ln).
Oleh karena itu pengeluaran agregat yang berasal dari dalam negeri dapat diformulasikan
sebagai berikut:

AE = C dn + I dn + G dn + X

Pengeluaran agregat pada perekonomian terbuka selain pengeluaran domestik yaitu C dn


+ I dn + G dn, juga pengeluaran yang dilakukan oleh penduduk negara lain atas produksi
barang-barang dan jasa-jasa domestik yaitu disebut dengan Ekspor (X).
Pengeluaran agregat selain berasal dari dalam negeri atau domestik juga berasal
dari mancanegara. Oleh sebab itu pengeluaran agregat dapat dibagi menjadi:

C = Cdn + Cln, atau C dn = C – C ln


I = I dn + I ln, atau I dn = I – I ln
G = G dn + G ln, atau G dn = G – G ln

Dengan memasukkan persamaan di atas, maka persamaan pengeluaran agregat dalam


negeri dapat dibeentuk sebagai berikut:

AE = (C – C ln) + (I – I ln) + (G – G ln) + X

Persamaan tersebut dapat dirubah menjadi:

AE = C + I + G + X – (C ln + I ln + G ln)

Oleh karena C ln + I ln + G ln berasal dari Impor (M), maka persamaan dapat dirubah
menjadi:
AE = C + I + G + X – M, atau :
Y =C+I+G+X–M

Selisih antara Ekspor dan Impor (X – M) disebut dengan Ekspor neto. Jika Ekspor lebih
besar dari Impor maka ekspor neto adalah positif yang berarti menambah Pendapatan
Nasional (Y) atau Pengeluaran Agregat (AE). Jika Ekspor lebih kecil dari Impor, maka
Ekspor neto adalah negatif yang berarti mengurangi Pendapatan Nasional (Y) atau
Pengeluaran Agregat (AE).
Persamaan di atas berarti menyatakan bahwa pengel;uaran (AE) atau Pendapatan
Nasional (Y) adalah penjumlahan dari Konsumsi, Investasi, Belanja Pemerintah dan
Ekspor Neto

FUNGSI EKSPOR (EXPORT, X)


Ekspor suatu negara ke negara lain sangat penting operanannya dalam
mempengaruhi Pendapatan Nasional suatu negara. Ekspor akan meningkatkan
Pendapatan Nasional. Demikian pula sebaliknya penurunan ekspor dapat menurunkan
Pendapatan Nasional dan pada giliramnnya akan menurunkan pengeluaran agregat dan
pertumbuhan ekonomni suatu negara. Di Indonesia porsi Ekspor dalam Pengeluaran
agregat sekita 20 persen. Itu berarti perekonomian dapat mengalami penyusutan atau
peningkatan sebesar 20 persen jika Ekpor mengalami kendala. Negara-negara Eropa
Barat seperti Perancis, Jerman, Italia dan Inggris serta Canada merupakan negara yang
sangat mengandalkan perdagangan luar negeri. Porsi Ekspor dan Impor negara tersebut
sekitar 30 sampai 40 persen dari GDP. Semakin terbuaka sutu negara semakin besar pula
peranan ekspor dan semakin besar pula pengeruh luar negeri terhadap perekonomian
dalam negeri.
Suatu negara dapat melakukan ekspor ke negara lain disebabkan oleh:
1. Memilki produksi yang tidak dimiliki oleh negara lain
2. Mutu barang yang dihasilkan. Mutu atau kulaitas yang lebih baik dapat
meningkatkan ekspor walaupun negara pembeli mungkin bisa menghasilkan
produk yang sama.
3. Harga yang lebih murah. Harga yang lebih murah dan mutu yang lebih baik dapat
mengakibatkan produk ekspor lebih disukai oleh penduduk negara pembeli.

Peningkatan ekpor ataupun penurunan ekspor suatu negara ke negara lain selain
fakto di atas lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dari penduduk negara
tujuan ekspor. Ekspor dapat menurun jika pendapatan atau daya beli masyarakat
pemebeli dari luar negeri mengalami penurunan. Demikian pula sebaliknya, ekspor bisa
menurun jika pendapatan atau daya beli masyarakat tujuan ekspor menurun. Oleh sebab
itu Ekspor tidak dipengaruhi besar kecilnya Pendapatan Nasional tetapi Ekspor secara
langsung mempengaruhi besar klecilnya Pendapatan Nasional. Sperti yang dialami
Indonesia pada saat negera-negara maju mengalaimi krisis keuangan dimana daya beli
masyarakat negara maju menurun. Akibatnya ekspor Indonesia mengalami penurunan
yang sangat drastis sehingga pengeluaran agregat menurun dan gilirannya menurunkan
tingkat pertumbuhan yang telah direncanakan.
Seperti diterangkan di atas, berarti Ekspor merupakan pengeluaran otonom yaitu
tidak dipengaruhi besar kecilnya Pendapatan Nasional. Sama sperti pengeluaran yang
lainn ya seperti Investasi perusahaan (I) dan Pengeluaran pemerintah (G). Oleh karena
itu, fungsi Ekspor dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6.2. Fungsi Investasi

Ekspor

Ekspor (X 1)

Ekspor (X 0)

Ekspor (X 2)

0 Pendapatan Nasional
FUNGSI IMPOR (IMPORT, M)
Seperti dijelaskan di depan, Konsumsi yang dilakukan rumah tangga Konsumen,
Perusahaan membeli barang modal dan belanja pemerintah akan barang dan jasa selain
berasal dari dalam negeri juga berasal dari luar negeri atau berasal dari Impor. Itu berarti
penggunaan barang Impor dilakukan oleh Rumah Tangga Konsumen (RTK), Rumah
Tangga Produsen (RTP) juga Rumah Tangga Pemerintah. Dalam analisis ekonomi
makro, diasumsikan bahwa Impor terutama dilakukan oleh Rumah Tangga Konsumen
(RTK). Besar kecilnya Impor tergantung pada tingkat Pendapatan, yang berarti pula
tergantung pada besarnya Pendapatan Nasional. Jadi, fungsi Impor sangat berhubungan
erat dengan Pendapatan Nasional. Hubungan Impor dengan Pendaapatan Nasional adalah
positif. Semakin tinggi Pendapatan Nasional semakin tinggi Impor. Sebaliknya jika
Pendapatana Nasional mengalami penurunan Impor juga akan berkurang. Persamaan
fungsi Impor dapat diilustrasikan sebagai berikut:
M = M0 + m Y
Dimana M0 dalam persamaan tersebut adalah Impor dasar yaitu besarnya Impor yang
tidak dipengaruhi oleh besarnya Pendapatan Nasional. Jika pendapatan Nasional (Y)
sama dengan nol, maka Impor adalah sebesar M0. M0 ini misalnya pengusaha yang akan
menambah kapasitas produksinya dengan mengimpor dari luar newgeri. Keinginan
pengusaha ini tentunya tidak harus dipengaruhi oleh besarnya pendapatan. Pemerintah
hendak membeli pesawat tempur F16 dari AS, ini juga tidak dipengaruhi oleh besarnya
Pendapatan Nasional. Sedangkan m adalah kecondongan untuk mengimpor (Marginal
Proponsity to Import, MPI). m ini menunjukkan pertmbahan Impor apabila terjadi
pertambahan Pendapatan Nasional.
Fungsi Impor dalam jangka pendek biasanya yang berubah adalah besaran dalam
Impor dasarnya (M0). Sedangkan dalam jangka panjnag fungsi Impor akan berubah dan
yang berubah adalalah MPInya. Hal ini disebabkan prilaku konsumsi (digambarkan
dengan berubahnya MPI) masyarakat terhadap barang-barang dan jasa-jasa Impor akan
berubah dalam dalam jangka panjang, tidak dapat sewaktu-waktu berubah. Fungsi Impor
dalam jangka pendek dan jangka panjang dapat dijelaskan pada gambar 6.3 berikut:
Gambar 6.3. Fungsi Impor

Fungsi Impor Jk Pendek Fungsi Impor Jk Panjang


M2
M M
M 1= M 0 + m Y 1

M0
M 0= M 0 + m Y 0

M1

0 Pendapatan Nasional 0 Pendapatan Nasional

Pada gambar di atas fungsi Impor jangka pendek bergeser dari M0 ke M1 karena
terjadi perubahan dalam Impor dasar (M0) bukan karena perubahan MPI. Sedangkan
fungsi Impor jangka panjang berubah seiring dengan perubahan MPInya. Pergeseran dari
M0 ke M1 menggambarkan kecondongan mengimpor (MPI,m) berkurang. Perubahan
selera masyarakat terhadap produk yang dihasilkan di dalam negeri dapat merubah
kecendrungan ini. Masyarakat semakin lama semakin menyukai produk dalam negeri
misalnya karena mutu yang semakin baik, harga yang semakin kompetitip dan sesuai
dengan selera masyarakat akan menurunkan MPI. Sebaliknya pergeseran dari M0 ke M3
menggambarkan kecondongan mengimpor (MPI, m) bertambah. Perubahan selera
masyarakat terhadap produk luar negeri, harga murah, mutu yang lebih murah akan
merubah prilaku Impor masyarakat sehingga MPI atau m meningkat
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN TERBUKA: CARA TABEL

Jika diketahui data-data perekonomian seperti contoh pada bab 4 dan bab 5 (ingat
bahwa C = Rp 1.000 + 0,75 Yd, I = Rp 500 Milyar dan G = Rp 300 Milyar). Ditambah
dengan data-data Ekspor (X) sebesar Rp 300 Milyar dan Impor (M) sebagai fungsi
Pendapatan Nasional dimana M = 0,15 Y maka keseimbangan Pendapatan Nasional dapat
dijelaskan pada Gambar 6.2

Tabel 6.2. Keseimbangan Pendapatan Nasional Terbuka

Y Tx C S I G X M AE
0 400 700 - 1.100 500 300 500 - 2.000
1.000 400 1.450 -850 500 300 500 150 2.600
2.000 400 2.200 -600 500 300 500 300 3.200 Ekspansi
3.000 400 2.950 -350 500 300 500 450 3.800
4.000 400 3.700 -100 500 300 500 600 4.400
5.000 400 4.450 150 500 300 500 750 5.000 Seimbang
6.000 400 5.200 400 500 300 500 900 5.600
7.000 400 5.950 650 500 300 500 1050 6.200 Kontraksi
8.000 400 6.700 900 500 300 500 1200 6.800

Pada tabel 6.2 Pendapatan Nasional (Y) antara 0 sampai Rp 5.000 milyar terjadi
kondisi perekonomian yang ekpansif. Perekonomian mengalammi ekspansi karena
pengeluaran agregat (AE) melebihi pendapatan nasional atau produksi barang dan jasa.
Misalnya pada saat pendapatan nasional Rp 2.000, pengeluaran agregat (merupakan
penjumlahan dari seluruh pengeluaran Konsumsi (C) , Investasi (I) dan Pengeluaran
pemerintah (G) dan Ekspor (X) serta Impor (M)) sebanyak Rp 3.200 Milyar. Kekurangan
produksi ini menyebabkan pengusaha untuk menambah supplai barang dan jasa. Hal
inilah yang menyebabkan kondisi perekonomian berada pada keadaan ekspansi. Keadaan
sebaliknya terjadi pada pendapatan nasional dari Rp 6.000 milyar sampai Rp 8.000
milyar. Kondisi perekonomian mengalami kontraksi karena pada saat itu pengeluaran
agregat melebihi pendapatan nasional atau produksi barang dan jasa. Misalnya pada saat
pendapatan nasional sebesar Rp 7.000 Milyar, peneglauaran agregat sebanyak Rp 6.200
Milyar. Keadaan ini menyebabkan pengusaha akan mengurangi produksinya sebab
banyak barang dan jasa yang tidak laku terjual. Pada pendapatan nasional sebesar Rp
5.000 milyar posisi keseimbangan tercipta. Pada kondisi ini pendapatan nasional persis
sama dengan pengeluaran agregat yakni sebesar Rp 5.000 milyar pula.
Melihat posisi keseimbangan pendapatan nasional yang diterangkan di atas adalah
melihat posisi keseimbangan dengan cara pendapatan dan pengeluaran. Cara ini
membandingkan antara pendapatan nasional atau produksi nasional dengan pengeluaran
agregat yaitu posisi dimana Y = C + I. + G + X - M
Selain cara pengeluaran dan pendapatan, seperti yang telah diterangkan
sebelumnya, posisi keseimbangan pendapatan ansional dapat dilihat dengan cara bocoran
(leakages) dan suntikan (injection). Cara ini dengan membandingkan antara penjumlahan
Tabungan agregat (S), Impor (M) dan Pajak (Tx) dengan Investasi agregat (I), Ekspor
(X) dan Pengeluaran Pemerintah (G) yaitu posisi dimana M + S + Tx = I + G + X.
Dengan cara ini, posisi keseimbangan tercapai pada pendapatan nasional sebesar Rp
1.300 milyar juga sebab pada pendapatan nasional sebesar itu, Investasi ditambah
Pengeluaran pemerintah dan Ekspor persis sama dengan Tabungan ditambah Pajak dan
Impor yaitu sebesar Rp 1.300 milyar.
Jadi dengan melihat tabel, pendapatan nasional keseimbangan dapat ditentukan
melalui 2 cara yaitu :
1. Cara pendapatan dan pengeluaran : Y = C + I + G + X - M
Rp 5.000 milyar = Rp 4.450 milyar + Rp 500 milyar + Rp 300 milyar + Rp 500
milyar - Rp 750 milyar
Rp 5.000 milyar = Rp 5.000 milyar
2. Cara Suntikan dan bocoran : X + I + G = S + Tx + M
Rp 500 milyar + Rp 500 milyar + Rp 300 milyar = Rp 150 milyar + Rp 400 milyar
+ Rp 750 milyar
Rp 1.300 milyar = Rp 1.300 milyar
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN 3 SEKTOR: CARA ALJABAR
Seperti halnya dengan cara melihat tabel, pendekatan aljabar ini dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu:
1. Pendapatan dan pengeluaran agregat : Y = C + I + G + X - M
2. Suntikan dan bocoran : M + S + Tx = I + G + X

I. Fungsi konsumsi di atas adalah sebesar C = 1.000 Milyar + 0,75 Yd. Sementara
Investasi (I) adalah sebesar Rp 500 Milyar dan Pengeluaran Pemerintah (G) sebesar
Rp 300 Milyar dan Pajak sebesar Rp 400 Milyar. Maka tingkat keseimbangan
pendapatan nasional adalah sebesar:
Y=C+I+G+X-M
Y = Rp 1.000 Milyar + 0,75 Yd + Rp 500 Milyar + Rp 300 Milyar + Rp
500 milyar – 0,15 Y
Oleh karena Yd = Y - Tx, maka:
Y = Rp 1.000 Milyar + 0,75 (Y – Tx) + Rp 500 Milyar + Rp 300 Milyar +
Rp 500 milyar – 0,15 Y
Dimana Tx = Rp 400 Milyar , maka:
Y = Rp 1.000 Milyar + 0,75 (Y – Rp 400 Milyar) + Rp 1.300 Milyar -
0,15 Y
Y = Rp 2.300 Milyar + 0,75 Y – Rp 300 Milyar - 0,15 Y
Y = Rp 2.000 Milyar + 0,60 Y
Y – 0,60 Y = Rp 2.000 Milyar
0,40 Y = Rp 2.000 Milyar
Y = Rp 2.000 Milyar/0,40
Y = Rp 5.000 Milyar

II. Fungsi tabungan yang diperoleh sebelumnya adalah sebesar S = - Rp 1.000 + 0,25
Yd. Sementara Investasi (I) sebesar Rp Rp 500 Milyar , Pengeluaran Pemerintah (G)
sebesar Rp 300 Milyar dan Ekspor (X) sebesar Rp 500 milyar, maka tingkat
keseimbangan pendapatan nasional adalah:
M + S + Tx = I + G + X
0, 15 Y - Rp 1.000 Milyar + 0,25 Yd + Rp 400 Milyar = Rp 500 Milyar + Rp 300
milyar + Rp 500 milyar
0,15 Y – Rp 1.000 milyar + 0,25 (Y – Tx) + Rp 400 milyar = Rp 500 milyar + Rp 300
milyar + Rp 500 milyar
0,15 Y + 0,25 (Y – Rp 400 milyar) + Rp 400 milyar = Rp 500 Milyar + Rp
800 milyar + Rp 1.000
milyar
0,15 Y + 0,25 (Y – Rp 400 Milyar) = Rp 2.300 Milyar – Rp
400 milyar
0,15 Y + 0,25 Y – Rp 100 Milyar = Rp 1.900 Milyar
0,40 Y = Rp 1.900 Milyar + Rp
100 Milyar
0,40 Y = Rp 2.000 milyar
Y = Rp 5.000 milyar

KESEIMBANGAN PENDAPATAN NASIONAL: CARA GRAFIK


Garis Y = C + I + G + X – M adalah garis dengan sudut 45 0. Sepanjang garis
merupakan posisi keseimbangan yaitu pendapatan nasional sama dengan pengeluaran
agregat. Pada gambar 6.4 dengan pendekatan pendapatan dan pengeluaran posisi
keseimbangan terletak di titik E. Pada titik tersebut garis pengeluaran agregat (C + I + G
+ X - M) memotong garis keseimbangan 450. Pada saat berpotongan, pendapatan nasional
dan pengeluaran agregat sebesar Rp 5.000 milyar. Dengan adanya Pengeluaran agregat
sebesar tersebut, pendapatan nasional keseimbangan sebesar Rp 5.000 milyar. Jika garis
C + I + G + X – M berada di atas garis Y = AE berarti pengeluaran agregat lebih besar
dari pendapatan nasional. Pada saat ini kondisi perekonomian pada situasi ekspansi,
dimana para pengusaha akan menaikkan produksi sampai pendapatan nasional mencapai
Rp 5.000 milyar . Demikian juga sebaliknya, apabila garis C + I + G + X – M di bawah
garis Y = AE berarti pengeluaran agregat lebih kecil dari pendapatan nasional. Keadaan
ini menyebabkan perekonomian menjadi kontraksi yaitu terjadi npengurangan produksi
barang dan jasa dari pengusaha atau RTP.
Dengan pendekatan suntikan dan bocoran, posisi keseimbangan terletak di titik E.
Pada titik tersebut garis Impor, Tabungan (S) dan Pajak (Tx) berpotongan dengan garis
Investasi agregat (I), Ekspor (X) dan Pengeluaran pemerintah (G) . Kedua garis tersebut
berpotongan pada Pendapatan Nasional sebesar Rp 5.000 milyar. Di sebelah kiri titik E,
berarti Investasi (I) , Ekspor (X) dan Pengeluaran pemerintah (G) lebih besar dari
tabungan (S), Impor (M) dan Pajak (Tx) yang berarti pula pengeluaran agregat lebih
besar dari pendapatan nasional atau produksi nasional. Pengusaha akan termotivasi untuk
menambah produksi sehingga mencapai posisi keseimbangan dimana pengeluaran
agregat sama dengan pendapatan nasional. Kondisi ini disebut perekonomian dalam
keadaan ekspansi. Di sebelah kanan atau atas titik E , berarti Tabungan, Impor dan Pajak
(S + M + Tx) lebih besar dari Investasi, Ekspor dan Pengeluaran pemerintah (I + X + G).
Pengeluaran agregat lebih kecil dari pada Pendapatan Nasional atau produksi nasional.
Kondisi kontraksi akan terjadi karena pengusaha akan mengurangi produksinya.
Akibatnya produksi nasional akan berkurang. Keadaan ini akan terus berlangsung sampai
posisi keseimbangan di titik E tercapai. Posisi keseimbanganakan tercapai pada
pendapatan nasional sebesar Rp 5.000 Milyar.
Gambar 6.4. Keseimbangan Pendapatan Nasional 4 Sektor

Konsumsi
dan Cara Pengeluaran & Pendapatan
Investasi

Y=AE
7.000
E
6.000
C+I+G+X-M

5.000

4.000

3.000

2.000

1.000
450

0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000


6.000 7.000

Pendapatan Nasional
Tabungan Cara Suntikan & Bocoran
dan
Investasi
S + Tx + M

2.000
E
I+G+X
1.000

0
4.000 5.000 6.000
- 900
Pendapatan Nasional
MULTIPLIER 4 SEKTOR
Pendapatan nasional akan terus mengalami perubahan dari satu waktu ke waktu
yang lainnya. Dalam perekonomian 3 sektor penyebab perubahan pendapatan nasional
keseimbangan disebabkan oleh Konsumsi (C), Investasi (I), Pengeluaran pemerintah (G),
Tabungan (S) dan Pajak (Tx) . Pertambahan Konsumsi dan Investasi juga Pengeluaran
pemerintah akan menambah pendapatann nasional keseimbangan. Sedangkan Pajak (Tx)
dan Tabungan (S) akan mengurangi Pendapatan Nasional. Berapa besar perubahan
pendapatan nasional yang disebabkan oleh perubahan C, I, G, S dan Tx disebut dengan
multiplier. Besarnya perubahan ini disebut dengan angka multiplier
Pada contoh hipotetis di atas pada saat belum terjadi pertambahan Investasi,
Pengeluaran pemerintah dan Pajak, pendapatan nasional keseimbangan adalah sebesar Rp
4.000 Milyar. Ketika terjadi pertambahan Investasi sebesar Rp 500 Milyar dan
Pengeluaran pemerintah sebesar Rp 300 Milyar dan juga Pajak sebesar Rp 400 Milyar,
pendapatan nasional keseimbangan menjadi Rp 6.000 Milyar. Jadi terjadi pertambahan
pendapatan nasional sebanyak Rp 2.000 Milyar (Rp 6.000 Milyar – Rp 4.000 milyar)
akibat pertambahan Investasi sebesar Rp 500 Milyar, Pengeluaran Pemerintah sebanyak
Rp 300 Milyar juga Pajak sebesar Rp 400 Milyar. Jadi nilai atau angka multiplier
menggambarkan perbandingan jumlah pertambahan atau pengurangan dalam pendapatan
nasional dengan jumlah pertambahan atau pengurangan dalam pengeluaran agreagat.

ANGKA MULTIPLIER 3 SEKTOR


Pajak Tidak Langsung atau Pajak Tetap
Besarnya angka multiplier dapat dicari dengan cara sebagi berikut:
Y=C+I+G
Y = a + b Yd + I + G
Karena dalam 3 sektor Yd = Y – Tx , maka persamaan menjadi:
Y = a + b (Y – Tx) + I + G
Dimana Tx = T0, maka:
Y = a + b (Y – T0) + I + G
Y = a + bY – bT0 + I + G
Y – bY = a - b T0 + I + G
(1 – b ) Y = a - b T0 + I + G

a - b T0 + I + G
Y = ------------------- , atau dapat ditulis menjadi :
1–b

1
Y = ----- a - b T0 + I + G
1–b

1 1
----- atau ---------- adalah angka atau nilai multiplier untukInvestasi dan Pengeluaran
1- b 1 - MPC

Pemerintah (G). Sedangkan angka multiplier untuk pajak tak langsung adalah :
- b T0
----------
1 – MPC

Jadi dalam sistem pajak tidak langsung besarnya angka multiplier dapat dapat
disimpulkan sebagai berikut:

Jika dimisalkan angka multiplier disimbolkan dengan k, maka:

1
k untuk Investasi (k I) = ---------
1- MPC

1
k untuk Pengeluaran Pemerintah (kG) = -----------
1 – MPC

-b
k untuk Pajak (kTx) = ------------
1 - MPC
Dengan menggunakan contoh hipotetis pada bab 4, keseimbangan pendapatan nasional
sebelum ada Pengeluaran pemerintah dan Pajak adalah:

Y=C+I
Y = Rp 1.000 Milyar + 0,75 Y+ Rp 500 Milyar
Y = Rp 1.000 Milyar + 0,75 Y + Rp 500 Milyar
Y - 0,75 Y = Rp 1.000 Milyar + Rp 500 Milyar
0,25 Y = Rp 1.500 Milyar
Y = Rp 1.500 Milyar/0,25
Y = Rp 6.000 Milyar

Setelah ada Pajak (Tx) sebesar Rp 400 Milyar dan Pengeluaran pemerintah (G) sebesar
Rp 300 Milyar maka keseimbangan pendapatan nasional menjadi sebesar Rp 6.000
Milyar. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa setelah terjadi pertambahan
pengeluaran agregat, pendapatan nasional tetap sebesar Rp 6.000 Milyar? Hal ini
disebabkan oleh satu sisi G akan menambah pendapatan nasional Di sisi lain, Tx juga
mengurangi pendapatan nasional. Walaupun nilainya berbeda dimana Δ G = Rp 300
Milyar dan ΔTx = Rp 400 Milyar, tetapi efeknya terhadap pertambahan pendapatan
nasional (ΔY) adalah sama.

Setelah pertambahan Investasi (Δ G) sebesar Rp 300 Milyar, maka pertambahan


Pendapatan Nasional sebesar:
1
Δ Y = ----------- Δ G
1 – MPC

1
Δ Y = ----------- Δ Rp 300 Milyar
1 – 0,75

Δ Y = 4 x Rp 300 Milyar
Δ Y = Rp 1.200 Milyar
Setelah pertambahan Pajak (Δ Tx) sebesar Rp 400 Milyar, maka pengurangan
Pendapatan Nasional sebesar:
- b Tx
Δ Y = ----------- Δ Tx
1 – MPC

- 0,75
Δ Y = ---------- Δ Rp 400 Milyar
1 – 0,75

Δ Y = - 3 x Rp 400 Milyar
Δ Y = - Rp 1.200 Milyar

Dari contoh di atas terlihat bahwa pertambahan G sebesar Rp 400 Milyar dan Tx sebesar
Rp 300 Milyar sama-sama mempengaruhi Pendapatan Nasional sebesar Rp 1.200 Milyar.
G menambah Pendapatan Nasional, Tx mengurangi Pendapatan Nasional. G bersifat
suntikan (injection) dan Tx bersifat bocoran (leakage).

Pajak Langsung atau Pajak Proporsional


Besarnya angka multiplier dapat dicari dengan cara sebagi berikut:
Y=C+I+G
Y = a + b Yd + I + G
Karena dalam 3 sektor Yd = Y – Tx , maka persamaan menjadi:
Y = a + b (Y – Tx) + I + G
Dimana Tx = t Y, maka:
Y = a + b (Y – tY) + I + G
Y = a + bY – btY + I + G
Y – bY + bt Y = a + I + G
(1 – b + bt ) Y = a + I + G

a+I+G
Y = ------------------- , atau dapat ditulis menjadi :
1 – b + bt
1
Y = ----------- a+I+G
1 – b + bt

1 1
---------- atau --------------------- adalah angka atau nilai multiplier untuk Investasi
1- b + bt 1 – MPC + MPC t

Pengeluaran Pemerintah (G). Sedangkan angka multiplier untuk pajak tak langsung
adalah :
-b
------------
1 – b + bt

Jadi dalam sistem pajak langsung besarnya angka multiplier dapat dapat disimpulkan
sebagai berikut:

Jika dimisalkan angka multiplier disimbolkan dengan k, maka:

1
k untuk Investasi (k I) = -----------
1- b + bt

1
k untuk Pengeluaran Pemerintah (kG) = ----------
1 – b + bt

-b
k untuk Pajak (kTx) = -----------
1 – b + bt
Dibandingkan dengan angka multiplier pajak tak langsung, besarnya angka multiplier
pajak langsung nilainya lebih kecil. Hal ini disebabkan pajak langsung mempunyai angka
penyebut yang lebih besar yaitu ditambah dengan (bt)

PENGARUH PAJAK TERHADAP KESEIMBANGAN PENDAPATAN NASIONAL:


CARA GRAFIK

Pada perhitungan keseimbangan Pendapatan Nasional di atas, G, I dan juga C


akan menaikkan Pendapatan Nasional. Sementara S dan Tx akan mengurangi
Pendapatan Nasional. Oleh karena pada contoh di atas, Konsumsi dan Tabungan
merupakan suatu persamaan atau fungsi, maka Pajak secara langsung akan mempengauhi
fungsi Konsumsi dan Tabungan. Dampak Pajak terhadap fungsi Konsumsi dan Tabungan
berbeda antara Pajak langsung dan Tidak langsung. Pajak langsung akan mempengaruhi
MPC (Marginal Propensity to Consume). Sedangkan Pajak Tak langsung mempengaruhi
Konsumsi Dasar (C0) pada fungsi Konsumsinya. Demikian juga terhadap fungsi
Tabungan. MPS (Marginal Propensity to Saving) akan berubah pada pajak langsung dan
Tabungan Dasar (S0) akan terpengaruh pada Pajak Tidak Langsung. Oleh karena semua
besaran tersebut mengalami penurunan, maka keseimbangan Pendapatan Nasional juga

Anda mungkin juga menyukai