Anda di halaman 1dari 8

Nama : Ni Nyoman Karmiti

NIM : 14.1.10.7.1.260

1. Judul jurnal : Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian asi eksklusif pada ibu
menyusui di kelurahan pedalangan kecamatan banyumanik kota semarang
Peneliti : Meiyana Dianning Rahmawati (2010)
Resume :
ASI adalah makanan yang sempurna bagi bayi dan mengandung semua
nutrien yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang selama sekurang- kurangnya 6
bulan pertama (1). Pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi
berumur nol sampai 6 bulan disebut ASI eksklusif (2). Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 1997 dan 2002, lebih Bari 95% ibu pernah menyusui bayinya. Namun,
menyusui dalam satu jam pertama cenderung menurun 8% pada 1997 menjadi 3,7% pada
2002. Berdasarkan penelitian yang sama, cakupan ASI eksklusif 6 bulan menurun dari
42,4% pada 1997 menjadi 39,5% pada 2002. Sementara itu, penggunaan susu formula
justru meningkat lebih dari tiga kali lipat selama lima tahun dari 10,8% pada 1997
menjadi 32,5 % pada 2002 (3). Tahun 2002 sampai 2003, didapati data jumlah
pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari
total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi,
yakni, 46% pada bayi usia 2 sampai 3 bulan dan 14% pada bayi usia 4 sampai 5 bulan.
Yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah 2 bulan telah diberi susu formula dan
satu dari tiga bayi usia 2 sampai 3 bulan telah diberi makanan tambahan (4). Departemen
Kesehatan pada tahun 2004 menyatakan Ibu yang memberikan ASI secara eksklusif
kepada bayinya sampai berumur 6 bulan saat ini masih rendah, yaitu kurang dari 2% dari
jumlah totai ibu melahirkan (2). Pada anak usia 2 sampai 4 tahun yang diberi ASI kurang
dari 6 bulan hanya sekitar 5,6% (Susenas 2006) (5).Data dari Puskesmas Padangsari
bulan Desember tahun 2007 melaporkan pemberian ASI eksklusif hanya mencapai
3,37%. Persentase pemberian ASI eksklusif terbesar di Kelurahan Padangsari yaitu 5,8%,
kedua kelurahan Pedalangan sebesar 1,16%, dan terakhir kelurahan Jabungan sebesar 0%
(6). Hal ini masih j£uh dari target pemerintah, yaitu pada tahun 2000 paling kurang 80%
ibu memberikan ASI eksklusif (7). Data tersebut menunjukkan di kelurahan Pedalangan
ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif masih rendah, maka tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui mengapa pemberian ASI eksklusif di kelurahan Pedalangan masih
rendah, faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhinya.
Kesimpulan dari penelitian tersebut :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui di
kelurahan Pedalangan kecamatan Banyumanik kota Semarang antara lain usia ibu, status
pekerjaan ibu, urutan kelahiran bayi dan dukungan petugas kesehatan.
2. Faktor yang paling berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui
di kelurahan Pedalangan kecamatan Banyumanik kota Semarang adalah status pekerjaan
ibu dimana responden yang tidak bekerja berpeluang untuk memberikan ASI eksklusif
kepada bayinya 4 kali dibanding responden yang bekerja.
2. Judul jurnal : Tingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang nutrisi selama
kehamilan di bidan praktik mandiri sriatun pacitan
Peneliti : Anik Sulistiyanti dan Aprilia Andarwati (2013)
Resume :
A. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, kepandaian, atau segala
sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran) (Suharso dan
Retnoningsih, 2009, h.515). Pengetahuan tercakup dalam domain kognitif
mempunyai enam tingkatan yaitu :
1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (aplication), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya dan dapat diartikan
sebagai penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis), merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu indikator ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis), menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentukkeseluruhan yang baru
atau suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi
yang ada.
6. Evaluasi (evaluation), hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, yang didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah
ada ( Notoatmodjo, 2012, h.138-140).
B. Sikap
Sikap merupakan suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif,
predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana,
sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (Azwar,
2012,h.5).
Sikap dikatakan sebagai respons evaluatif karena bentuk reaksi yang
dinyatakan sebagai sikap tersebut didasari oleh proses evaluasi diri individu yang
memberi kesimpulan terhadap suatu stimulus dalam bentuk nilai baik – buruk, positif
– negatif, menyenangkan – tidak menyenangkan yang kemudian mengkristalkan
sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2012, h.15).
Sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu :
1. Komponen kognitif (cognitive)
Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu
pemilik sikap yang berisi kepercayaan mengenai apa yang berlaku atau apa yang
benar bagi objek kita. (Azwar, 2012, h.26). Komponen kognitif berkaitan erat
dengan pengetahuan yang diperoleh dari opini yang terbangun dari masyarakat.
Stereotip merupakan aspek kognitif dari sikap. Stereotip merupakan gambaran
seseorang yang terabadikan dalam pikiran secara menetap atau keyakinan tentang
sifat – sifat pribadi yang dimiliki individu dalam kelompok atau kategori sosial, baik
yang berkonotasi positif maupun yang berkonotasi negatif (Taufik, 2010, h.120-3)
2. Komponen afektif (affective)
Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subjektif
seseorang terhadap suatu objek sikap. Aspek reaksi emosional atau perasaan banyak
dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai (Azwar, 2012, h.26-7).
Emosi atau perasaan membuat kecenderungan untuk mengarah terhadap sesuatu
yang secara intuitif dinilai sebagai hal yang baik, atau menjauhi dari sesuatu yang
secara intuitif dinilai buruk atau berbahaya (Surya, 2003, h.89).
3. Komponen konatif (conative)
Komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan
berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang
dihadapi. Kecenderungan berperilaku menunjukan bahwa komponen konatif tidak
hanya dapat dilihat secara langsung, akan tetapi meliputi pula bentuk – bentuk
perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang
(Azwar, 2012, h.27).
C. Ibu Hamil
Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis. Setiap wanita
yang memiliki organ reproduksi sehat, yang telah mengalami menstruasi, dan
melakukan hubungan seksual dengan seorang pria yang organ reproduksinya sehat,
sangat besar kemungkinan mengalami kehamilan (Mandriwati, 2007 : 3).
D. Nutrisi Kehamilan
Nutrisi merupakan salah satu kebutuhan dasar ibu hamil. Nutrisi adalah
makanan dan zat gizi dalam makanan yang berguna bagi kesehatan. Zat gizi atau
nutrien merupakan zat – zat makanan yang terkandung dalam suatu bahan pangan
yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh (Kristiyanasari, 2010,h.2).
Kesimpulan dari penelitian tersebut :
1. Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi selama kehamilan di BPM Sriatun
Pacitan menunjukkan prosentase tertinggi adalah tingkat pengetahuan responden dengan
kategori cukup dan sikap ibu hamil tentang nutrisi selama kehamilan di BPM Sriatun
Pacitan menunjukkan prosentase tertinggi adalah sikap responden dengan kategori
cukup.
2. Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang pengertian nutrisi di BPM Sriatun Pacitan
adalah tingkat pengetahuan responden dengan kategori baik.
3. Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang kebutuhan zat – zat makanan pada ibu hamil di
BPM Sriatun Pacitan adalah tingkat pengetahuan responden dengan kategori kurang.
4. Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang dampak gangguan nutrisi selama hamil di
BPM Sriatun Pacitan adalah tingkat pengetahuan responden dengan kategori cukup.
5. Sikap ibu hamil secara kognitif tentang nutrisi selama kehamilan di BPM Sriatun
Pacitan tingkat pengetahuan responden dengan kategori cukup.
6. Sikap ibu hamil secara afektif tentang nutrisi selama kehamilan di BPM Sriatun
Pacitan adalah tingkat pengetahuan responden dengan kategori cukup.
7. Sikap ibu hamil secara konatif tentang nutrisi selama kehamilan kehamilan di BPM
Sriatun Pacitan adalah tingkat pengetahuan responden dengan kategori baik.
3. Judul jurnal : Hubungan pola pemberian makanan pendamping asi (mp-asi) dengan
status gizi pada balita usia 6-12 bulan di desa kaliori kecamatan kalibagor kabupaten
banyumas
Peneliti : Ratna Kartika Dewi, Ika Pantiawati dan Ossie Happinasari (2010)
Resume :
A. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang
telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi.
Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur untuk mengembangkan
kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima bermacam-macam
makanan dengan berbagai tekstur dan rasa (Sulistijani, 2004).
B. Status Gizi
Menurut Supariasa (2002), status gizi adalah keadaan akibat dari
keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat gizi
dalam seluler tubuh.
C. Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Balita
Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan adalah umum disetiap negara di dunia. Penduduk dimanapun akan
beruntung dengan bertambahnnya pengetahuan mengenai gizi dan cara menerapkan
informasi tersebut untuk orang yang berbeda tingkat usia dan keadaan fisiologis
(Krisno, 2004). Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta
adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung
menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada
umur dibawah 2 tahun (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI, 2000).
Konsumsi pangan yang tidak cukup energi biasanya juga kurang dalam satu
atau lebih zat gizi esensial lainnya. Konsumsi energi dan protein yang kurang selama
jangka waktu tertentu akan menyebabkan gizi kurang, sehingga untuk menjamin
pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan balita maka perlu asupan gizi yang cukup
(Krisno, 2004). Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
Kondisi status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat-zat yang akan
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal
(DepKes RI 2002).
Kesimpulan dari penelitian tersebut :
Pola pemberian MP-ASI pada balita usia 6-12 bulan Desa Kaliori Kecamatan Kalibagor
Kabupaten Banyumas tahun 2010 sebagian besar mempunyai pola pemberian MP-ASI
cukup baik yaitu sebanyak 25 balita atau 51% dengan status gizi baik yaitu sebanyak 43
orang responden atau 88%. Terdapat hubungan yang cukup kuat antara pola pemberian
makanan pendamping ASI (MP–ASI) dengan status gizi pada balita usia 6-12 bulan di
Desa Kaliori Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas tahun 2010.
4. Judul Jurnal : Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Asi Dengan Tindakan Asi
Eksklusif
Peneliti : NOVA RACHMANIAH (2014)
Ringkasan :
Air Susu Ibu atau yang sering disingkat dengan ASI merupakan satu-satunya
makanan yang terbaik untuk bayi, karena memiliki komposisi gizi yang paling lengkap
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Sugiarti, 2011). Melihat manfaat yang
besar, maka pemberian ASI Eksklusif sangat dianjurkan. Maksud ASI Eksklusif disini
adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa makanan tambahaan lain seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur
susu, biskuit, bubur nasi, dan tim sejak lahir hingga bayi umur 6 bulan (Sugiarti, 2011).
Prevalensi pemberian ASI di Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 40,21%, sedangkan
di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2009 adalah sebesar 60,15% (Dinas Kesehatan Jawa
Tengah, 2009). Jika dilihat standar pencapaian ASI Eksklusif yang ditargetkan dalam
pembangunan nasional dan strategi nasional program peningkatan cakupan pemberian
ASI sebesar 80%. Menurut World Health Organizazion (WHO) dahulu pemberian ASI
Eksklusif berlangsung sampai usia 4 bulan, namun belakangan sangat dianjurkan agar
ASI Eksklusif diberikan sampai anak usia 6 bulan (Firmansyah, 2012). Secara nasional
cakupan pemberian ASI Eksklusif di Indonesia pada tahun 2009 mencapai angka 34,3%.
Menurut penelitian Rohani (2007) menunjukan bahwa tingkat pengetahuan ibu sangat
berpengaruh terhadap pemberian ASI Eksklusif, hal ini ditunjukan akan terjadi
peningkatan pemberian ASI Eksklusif jika disertai dengan peningkatan pengetahuan
tentang ASI Eksklusif (Sugiarti, 2011). Menurut Salfina (2003) mengatakan bahwa
75,6% ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif adalah ibu dengan pendidikan tamat
SD, dan berstatus sebagai pekerja lepas atau buruh (Firmansyah, 2012).
Kesimpulan dari penelitian tersebut :
Terdapat hubungan bermakna antara tingka pengetahuan ibu tentang ASI dengan
tindakan ASI Eksklusif.
5. Judul jurnal : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan K4 Di Puskesmas Baqa
Kota Samarinda Tahun 2016
Peneliti : Artika Dewie (2017)
Resume :
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator penting dalam
menentukan status derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan kesepakatan Sustainable
Development Goals (SDG) tahun 2030 diharapkan angka kematian ibu menurun hingga
70/100.000 KH dan angka kematian bayi menjadi 12/1000 KH dan balita menjadi
25/1.000 KH. Berdasarkan hal itu, Indonesiammempunyai komitmen untuk menurunkan
angka kematian ibu dari 390 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup dan angka kematian bayi dari 68 menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup.
Sebagaimana Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/ 2003
tentang Standar Pelayanan Minimal di bidang kesehatan di kabupaten atau kota sebagai
salah satu usaha untuk menurunkan AKI dan AKB melalui pelayanan kesehatan ibu dan
anak berupa cakupan kunjungan antenatal empat kali (K4) ibu hamil dengan target
sebesar 95% pada tahun 2015. Kunjungan antenatal empat kali (K4) adalah bentuk
pelayanan selama masa kehamilan untuk mendapatkan pelayanan antenatal, yang terdiri
atas minimal satu kali kontak pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan
dua kali pada trimester ketiga. Cakupan K4 di bawah 60% (dibandingkan jumlah sasaran
ibuhamil dalam kurun waktu satu tahun) menunjukkan kualitas pelayanan antenatal yang
belum memadai. Rendahnya cakupan kunjungan antenatal empat kali (K4) menunjukkan
rendahnya kesempatan untuk menjaring dan menangani risiko tinggi obstetrik. Cakupan
pelayanan antenatal meliputi pelayanan K1 sampai dengan pelayanan K4. Pelayananan
antenanatal biasanya diberikan sebelum minggu ke 14, sebelum minggu ke 28 dan
setelah 36 minggu (Saifudin, 2002). Puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara luas. Peran utama Puskesmas adalah memberikan pelayanan yang
bermutu kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk mencapai derajat
kesehatan yang maksimal.
Upaya menurunkan AKI salah satunya yaitu akses terhadap pelayanan pemeriksaan
kehamilan yang mutunya masih perlu ditingkatkan terus. Kematian ibu juga diwarnai
oleh hal-hal non teknis yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti taraf
pengetahuan, sikap dan perilaku ibu hamil yang masih rendah, serta melewati pentingnya
pemeriksaan kehamilan dengan melihat angka kunjungan pemeriksaan
antenatal/kehamilan empat kali (K4) yang masih kurang dari standar acuan nasional
(Prawirohardjo, 2009). Cakupan K4 di Indonesia saat ini berkisar antara 60–70 %,
dimana akan ditingkatkan menjadi 95%. Berdasarkan target nasional cakupan kunjungan
antenatal care sebesar 95 %. Menurut Profil Kesehatan Provinsi Kaltim tahun 2013,
cakupan target K4 di Kaltim tahun 2013 sebesar 85,1 %, dan cakupan K4 untuk Kota
Samarinda sebesar 80,3 %. Sedangkan diPuskesmas Baqa sendiri, cakupan K4 ditahun
2015 sejumlah 85,4 %. Upaya tersebut merupakan cara untuk menurunkan angka
kematian sehingga kunjungan K1 sampai dengan kunjungan K4 merupakan salah satu
indikator pemecahan masalah.
Kesimpulan dari penelitian tersebut :
1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan, paritas dan pekerjaan
dengan kunjungan K4 di Puskesmas Baqa Kota Samarinda Propinsi Kalimantan Timur.
2. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kunjungan K4 di
Puskesmas Baqa Kota Samarinda Propinsi Kalimantan Timur, dimana ibu yang memiliki
pengetahuan baik cenderung melakukan kunjungan K4 dibanding dengan ibu yang
memiliki pengetahuan kurang baik.

Anda mungkin juga menyukai