Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PRAKTIKUM MATA KULIAH SURVEILANCE

(HASIL SURVEI KUESIONER ASI EKSKLUSIF)

Disusun Oleh:
Kelompok 3 Reg. 2B
1. Adinda Tri Wulandari (P27835121049)
2. Amanda Hamidah (P27835121095)
3. Desy Ariani (P27835121074)
4. Endang Roro Nastiti (P27835121077)
5. Maulidyah Aisyah Putri N. (P27835121058)
6. Muhammad Wahyu Dwi F. (P27835121059)
7. Nabila Nuril Afifah (P27835121061)
8. Shelineroos Wananda Putri (P27835121063)
9. Vina Nur Mufridatus S. (P27835121094)

Dosen Pembimbing:
Ani Intiyati, SKM., M.Kes

PROGRAM STUDI D-3 GIZI


JURUSAN GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penyusun tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk
menyelesaikan “Kuisioner Pemberian Asi Eksklusif” ini. Tak lupa pula penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen surveillance kami
yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini penyusun buat
berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan, buku panduan serta sumber dari internet.
Selain itu, kinerja dari setiap anggota kelompok juga menjadi salah satu faktor utama
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penyusun mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surabaya, Agustus 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penelitian
1.3 Metode Penelitian
1.4 Kerangka Konsep
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Identitas Bayi
2.2 Akses Pelayanan Kesehatan
2.3 Perlindungan Sosial
2.4 Kesehatan Lingkungan & Perumahan
2.5 Pola Asuh
2.6 Perilaku Pemberian ASI & MP-ASI
2.7 Pengukuran Anthropometri
2.8 Asi Ekslusif
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Master Tabel
2. Bukti Wawancara

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air Susu Ibu (biasa disingkat sebagai ASI) ialah makanan atau minuman
terbaik bagi bayi karena mengandung segala zat gizi yang dibutuhkan bayi untuk
masa pertumbuhannya (Aryani, 2010). Mengingat manfaat besar dari ASI untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi, United Nation International Children’s
Emergency Fund (UNICEF) dan Word Health Organizatin (WHO) menganjurkan
memberikan ASI Eksklusif, yakni pemberian asi segera setelah bayi lahir hingga
usia 6 bulan tanpa pemberian makanan dan minuman lain (Nurhayati, 2008).
Isu mengenai pemberian ASI menjadi perhatian banyak Negara karena
persoalan mengenai kesehatan anak menjadi salah satu indikator dalam pencapaian
Sustainable Development Goals (SDGs) di sektor kesehatan. Selain tujuan
menyusui yang sekedar memberikan susu pada bayi, terjadi pula sebuah peristiwa
alamiah yang merupakan awal perekatan emosi antara ibu dan bayi, sebuah peristiwa
pembentukan multi kecerdasan bagi generasi penerus bumi (Kusumawardhani,
2010). Namun, kecenderungan penurunan dalam pemberian ASI masih banyak
dijumpai di Negara maju maupun Negara berkembang. Untuk itu perlu adanya
peningkatan pengetahuan akan pentingnya ASI Eksklusif sejak dini yaitu pada saat
ibu dinyatakan hamil sampai ibu melahirkan sehingga dapat meningkatkan motivasi
ibu dalam menyusui secara ASI Eksklusif.
Pemberian ASI belum dimanfaakan secara optimal oleh ibu-ibu bahkan
disinyalir ada kecenderungan makin banyak ibu-ibu yang tidak memberikan ASI-
nya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain terbatasnya pengetahuan,
sikap dan keterampilan petugas kesehatan tentang cara pemberian informasi dan
nasehat menyusui, hingga cara pemberian ASI yang baik dan benar kepada ibu dan
keluarganya, sosio kultural ibu (umur, pengetahuan, pendidikan, sikap dan makin
banyaknya ibu-ibu yang bekerja). Hal ini sangat berpengaruh terhadap pemberian
ASI eksklusif.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan umum:
1. Memperoleh besaran masalah perilaku gizi dalam pemberian ASI Eksklusif
tingkat Nasional, Provinsi, bahkan Kabupaten/Kota.
2. Memperoleh faktor determinan terjadinya determinan masalah perilaku gizi
dalam praktek pemberian ASI Eksklusif di Indonesia.
Tujuan Khusus:
1. Mengetahui tingkat pemahaman orang tua mengenai pemberian ASI eksklusif.
2. Mengetahui pola asuh (baik dan kurang) orang tua terhadap bayi.
3. Mengkaji hubungan antara pola asuh orang tua terhadap bayi dengan masalah gizi
bayi pada masa pemberian ASI eksklusif.

1.4 Metode Penelitian


Pada penugasan mata kuliah surveilance ini, digunakan metode penelitian
kualitatif yaitu wawancara dan studi pustaka (study research).Pengumpulan data
(proses memperoleh keterangan) terhadap pembuktian informasi dilakukan dengan

1
wawancara mendalam. Dengan peneliti yang mendatangi responden atau ibu yang
sedang melakukan asi eksklusif pada bayinya. Peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan yang telah disiapkan lalu responden memberikan jawaban dari
pertanyaan tersebut.
Desain penelitian : Desain Penelitian Survei
Populasi : Ibu menyusui ASI
eksklusif
Sampel : 27 ibu yang sedang melakukan ASI eksklusif
Tempat : 6 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Timur
Waktu : Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus

1.5 Kerangka Konsep

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. IDENTITAS BALITA DAN RIWAYAT PENYAKIT

Bayi baru lahir adalah masa kehidupan bayi pertama di luar rahim dimana
terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan dalam rahim menjadi di luar
rahim. seperti yang dikatakan Cunningham 2012, pada masa ini terjadi pematangan
organ hampir di semua sistem. Selama masih dalam kandungan janin relatif aman
terhadap kontaminasi mikroorganisme karena telah terlindungi oleh berbagai organ
tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi pada
cairan amnion. Oleh sebab itu, ketika lahir bayi belum memiliki imunitas untuk
membentengi tubuh dari suatu penyakit atau patogen sehingga menyebabkan infeksi
pada bayi. Menurut Manuaba 2012, gejala bayi yang mengalami infeksi adalah malas
minum, bayi tertidur, tampak gelisah, pernafasan cepat, berat badan cepat menurun,
terjadi diare dengan segala manifestasinya, panas badan bervariasi sampai meningkat,
pergerakan aktivitas bayi makin menurun.
Penyakit infeksi yang terjadi pada bayi sebagian besar disebabkan oleh
pemberian asupan gizi yang kurang terhadap kebutuhan gizi hariannya. sehingga
cenderung bayi memiliki imunitas rendah dan mengalami infeksi. Direktorat Gizi
Masyarakat melakukan program intervensi gizi spesifik seperti pada bayi dan balita
yakni mencakup 1000 HPK minimal mencapai 90%. Sasaran tersebut meliputi
konseling dan promosi PMBA, suplementasi zat gizi mikro pada balita, penanganan
anak dengan masalah gizi, dll. Berdasarkan hasil survey dari kelompok kami terhadap
27 bayi hingga balita mengenai riwayat penyakit infeksi yaitu sebanyak 37,04% dari
keseluruhan sampel, dan yang tidak memiliki riwayat penyakit sebanyak 62,96% dari
keseluruhan sampel. Dari data tersebut menunjukkan bahwa kesehatan bayi dan balita
harus terus ditingkatkan yaitu dengan cara pembinaan dan pemeriksaan mulai sejak
masa ibu mengandung. apabila terjadi infeksi pada bayi secara berkelanjutan segera
menuju ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

2.2. AKSES PELAYANAN KESEHATAN BALITA

Kategori Jumlah Persen

3
Dalam 12 bulan terakhir . apakah ( ) pernah YA 8,33%
sakit?
9
1. Ya 2. Tidak

18

TIDAK 16,67%

Apakah saat balita sakit melakukan


pemeriksaan/pengobatan ke praktek
dokter/bidan/perawat/puskesmas/klinik/RS? YA, SETIAP KALI
1. Ya, setiap kali saat sakit SAAT SAKIT
14 12,96%
2. Ya, tidak setiap kali saat sakit

3. Tidak pernah/belum berobat ke fasyankes

YA, TIDAK 13 12,04%


SETIAP KALI
SAAT SAKIT

Apakah ( ) memiliki buku KIA (Buku


kesehatan Ibu dan Anak)?
YA, DAPAT 12 11,11%
1. Ya, dapat menunjukkan MENUNJUKKAN

2. Ya, tidak dapat menunujukkan (disimpan


di kader/posyandu)
YA, TIDAK
3. Pernah memilki tetapi hilang DAPAT
MENUNJUKKAN 15 13,89%
4. Tidak pernah memiliki

4
PERNAH 0 0
MEMILIKI
TETAPI HILANG

TIDAK PERNAH 0 0
MEMILIKI

Apakah ( ) mendapatkan imunisasi sebagai YA, 17


berikut : BERDASARKAN
CATATAN 15,74%
1. Ya, berdasarkan catatan

2. Ya, berdasarkan pengakuan

3. Tidak dilakukan YA, 10


BERDASARKAN
4. Tidak berlaku 9,26%
PENGAKUAN
5. Tidak tahu

Kesehatan anak sejak masih janin dalam kandungan hingga berusia 18 tahun harus
terus diupayakan agar kualitas kesehatannya yang baik. Hal ini bertujuan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yaitu menjadi anak yang sehat, cerdas, dan
berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian anak. Pada hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2017 menunjukkan AKN sebesar 15 per 1.000 kelahiran
hidup, AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKABA per 32 per 1.000 kelahiran hidup.
Dari data yang diperoleh sebanyak 15,74% anak mendapatkan imunisasi berdasarkan catatan,
dan 9,26% anak mendapatkan imunisasi berdasarkan pengakuan. Tidak terlepas dari sasaran
survei kelompok kami yaitu rentan usia 0 sampai dengan balita maka untuk menekan angka
kematian anak maka dilakukan upaya seperti pelayanan kesehatan sejak neonatal, dan
imunisasi lengkap pada anak. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit
yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain TBC, difteri, tetanus, hepatitis B,
pertussis, campak, rubella, polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru.
Berdasarkan hasil survei kelompok kami, yaitu pada rentan usia 0 sampai dengan
balita yaitu dalam 12 bulan terakhir sebanyak 8,33% balita mengalami sakit, dan 16,67%
anak tidak mengalami sakit. Sebanyak 12,96% balita melakukan pemeriksaan/pengobatan ke
praktek dokter/bidan/perawat/puskesmas/klinik/RS, dan sebanyak 12,04% balita tidak setiap
kali sakit melakukan pemeriksaan ke tempat pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan
persentase balita yang mengalami sakit lebih sedikit dibandingkan balita yang tidak
mengalami sakit selama 12 bulan terakhir. Dalam hal ini tingkat pencapaian untuk
mengoptimalkan kualitas kesehatan bayi dan anak masih baik. Untuk tindakan pemeriksaan
ke tempat pelayanan kesehatan hampir sama persentase data yang diperoleh, yang berarti

5
masyarakat mempercayai para tenaga kesehatan untuk memeriksa kesehatan balita lebih
lanjut. Keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat suatu negara. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menjelaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat. Pada hasil di atas juga menunjukkan orang tua tidak memeriksakannya ke
pelayanan kesehatan setiap kali balita sakit, hal ini menunjukkan dari segi pengetahuan orang
tua untuk merawat balitanya secara mandiri menanganinya dengan tepat dan baik.
Pengetahuan dan pendidikan yang tinggi orang tua akan berdampak pada kesehatan bagi
anak, dan berpengaruh terhadap tindakan yang harus dilakukan.
Menurut informasi pada setiap Dinas Kesehatan di berbagai wilayah, catatan
kesehatan ibu dan anak juga dapat dilihat melalui buku KIA yang dapat diperoleh pada
Polindes, Puskesmas Pembantu (Pustu), Puskesmas, rumah sakit, tempat praktik bidan,
dokter, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dokter spesialis anak serta sarana pelayanan
kesehatan lainnya milik Pemerintah atau Swasta. Pada dasarnya buku KIA berisi mencakup
seluruh aktivitas dan perencanaan mulai dari janin dalam kandungan sampai lahir dan anak
berusia tahun. Panduan pola asuh anak bisa dilihat dan dipelajari bagi orang tua apabila anak
engalami permasalahan penyakit. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, sebanyak
11,11% orang tua dapat menunjukkan kepemilikan buku KIA, dan sebanyak 13,89% tidak
dapat menunjukkan karena disimpan di kader/posyandu.

2.3. PERLINDUNGAN SOSIAL

Berdasarkan informasi dari kementerian keuangan bahwa program


perlindungan sosial pada hakikatnya memiliki tujuan mulia untuk kemiskinan dan
kerentanan sosial melalui upaya peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk
dalam melindungi dirinya dari bencana dan kehilangan pendapatan. perlindungan
sosial terdiri dari bantuan sosial dan jaminan sosial. Bantuan sosial adalah transfer
uang, barang, dan jasa dari pemerintah kepada penduduk miskin/rentan miskin tanpa
mensyaratkan adanya kontribusi iuran tertentu. Sedangkan jaminan sosial adalah
perlindungan dengan skema asuransi yang mensyaratkan adanya besaran iuran
tertentu kepada para pesertanya.
Dari hasil survey yang telah kelompok kami lakukan bahwa terdapat 90,96%
rumahtangga tidak mendapat bantuan sosial, dan sisanya sebanyak 9,26% mendapat
bantuan sosial. Kategori bantuan sosial yang kami gunakan pada kali ini seperti PKH,
BLT Dana desa, BPNT, program kartu prakerja, BLT minyak goreng, dan lainnya
sesuai yang diterima rumah tangga tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa data
penduduk miskin secara persentase yang rendah <10%. Kemiskinan didefinisikan
sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi
hak‐hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang

6
bermartabat. Masyarakat yang berpenghasilan rendah lebih rentan mengalami krisis
ekonomi sehingga dapat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan.
Beberapa permasalahan bantuan sosial antara lain akurasi yang masih sangat
rendah, sasaran setiap program yang berbeda-beda, pemutakhiran data sektoral yang
tidak terintegrasi, kepemilikan data dan akses dokumen kependudukan masyarakat
miskin/rentan miskin yang masih terbatas, penyaluran yang lambat dan tidak tepat
sasaran, masih adanya tumpang tindih target penerima, lemahnya komunikasi dan
koordinasi kedaruratan yang masih lemah, kelompok demografi lanjut usia dan
difabel yang belum mendapat perhatian, serta kurang optimalnya sosialisasi dan
edukasi kepada calon penerima bantuan.

2.4. KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERUMAHAN

Jenis Pernyataan Jumlah Persen

Air kemasan 9 33,3%

Sumur 3 11,1%

Air isi ulang 2 7,4%


Air Minum
Eceran 1 3,7%

PDAM 1 3,7%

Air Aqua 2 7,4%

≥ 10 meter 23 85,1%
Jarak dari
sumber air
≤ 10 meter 4 14,8%

Air isi ulang 6 22,2%

Air Sumur bor 3 11,1%


masak/mandi
Air eceran 3 11,1%

7
Mata air 2 7,4%

Sumur gali
4 14,8%
terlindungi

PDAM 9 33,3%

Ya 27 100%
Memiliki
jamban
Tidak - -

Leher angsa 21 77,7%

Kloset duduk 1 3,7%

Kloset Plengsengan
3 11,1%
tanpa tutup

Cemplung
2 7,4%
tanpa tutup

Tinja Septic Tank 27 100%

Got 24 88,8%

Lubang sawah 1 3,7%


Limbah
Lubang tanah 1 3,7%

Septic Tank 1 3,7%

Diangkut 11 40,7%

Pembuangan
Dibakar 15 55,5%

8
Dibuang
1 3,7%
sendiri

● Air Minum dan Jarak Dari Sumber Air


Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan pada Maret
2019, dari sekitar dua ratus enam puluh juta orang Indonesia sebesar 89,27%
diantaranya yang memiliki akses terhadap air minum layak sebesar 73,65%
yang memiliki sumber air minum bersih. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/2010 mengatur tentang
persyaratan kualitas air minum. Air minum yang dimasukkan dalam
Permenkes tersebut adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
Sumber air minum bersih adalah sumber air minum yang terdiri dari
air minum kemasan, air isi ulang, leding, dan (sumur bor/pompa, sumur
terlindung serta mata air terlindung) dengan jarak ke tempat penampungan
limbah/kotoran/tinja terdekat >10 meter. Akses air minum layak adalah
sumber air minum yang terdiri dari leding, air hujan, sumur bor/pompa, sumur
terlindung serta mata air terlindung dan sumber air minum kemasan/air isi
ulang.
Sehingga dari data survey yang telah dilakukan kelompok kami,
seluruh responden memenuhi sumber air minum bersih.

● Air Masak/Mandi
Air yang kita gunakan sehari-hari seperti minum, memasak, mandi dan
lainnya harus dalam keadaan bersih sehingga kita dapat terhindar dari penyakit
yang disebabkan karena kualitas air buruk.
Dengan menggunakan air bersih kita dapat terhindar dari penyakit
seperti diare, kolera, disentri, tipes, cacingan, penyakit kulit hingga keracunan.
Untuk itu wajib bagi seluruh anggota keluarga dalam menggunakan air bersih
setiap hari dan menjaga kualitas air tetap bersih di lingkungannya.

Berikut tips dalam menjaga kualitas air bersih di lingkungan.


➢ Pisahkan jarak antara sumber air dengan jamban dan tempat
pembuangan sampah minimal 10 meter
➢ Sumber mata air harus dilindungi dari bahan pencemar
➢ Sumur gali, sumur pompa, kran umum dan mata air harus dijaga
bangunannya agar tidak rusak
➢ Lantai sumur sebaiknya kedap air (diplester) dan tidak retak, bibir
sumur dan dinding sumur harus diplester dan sumur ditutup
➢ Ember penampung air dilengkapi dengan penutup dan gayung
bertangkai, dijaga kebersihannya.
➢ Air harus dijaga kebersihannya dengan tidak ada genangan air di
sekitar sumber air, dan dilengkapi dengan saluran pembuangan air,
tidak ada kotoran, tidak ada lumut, pada lantai/dinding sumur.

9
Akses air cuci/masak/mandi/dll yang layak menggunakan sumur bor/pompa,
sumur terlindung serta mata air terlindung. Dari data yang telah dilakukan
kelompok kami, seluruh responden memenuhi sumber air masak/mandi.

● Jamban dan Kloset


Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit.
Jamban sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan
penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh
penghuni rumah. Dari data kelompok kami 100% memiliki jamban.

Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :


➢ Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)
Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari
gangguan cuaca dan gangguan lainnya.
➢ Bangunan tengah jamban Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah
jamban, yaitu:
- Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter
dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana
(semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi
harus diberi tutup.
- Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan
mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem
Pembuangan Air Limbah (SPAL).
➢ Bangunan Bawah Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan
pengurai kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya
pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa
penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dari data survey yang telah dilakukan kelompok kami, data paling banyak
terdapat pada 77,7% persen yang menggunakan kloset leher angsa.

● Tinja
Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai
penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari
kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian
cairnya akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur
resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter
untuk mengelola cairan tersebut. Terdapat 100% responden menggunakan
tinja septic tank.

● Limbah
Untuk menyalurkan limbah cair rumah tangga diperlukan sarana
berupa sumur resapan dan saluran pembuangan air limbah rumah tangga.
Limbah cair rumah tangga yang berupa tinja dan urine disalurkan ke tangki
septik yang dilengkapi dengan sumur resapan. Limbah cair rumah tangga yang
berupa air bekas yang dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi, dan sarana
cuci tangan disalurkan ke saluran pembuangan air limbah.

Prinsip Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga adalah:

1
a) Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur dengan air
dari jamban
b) Tidak boleh menjadi tempat perindukan vektor
c) Tidak boleh menimbulkan bau
d) Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai licin dan rawan
kecelakaan
e) Terhubung dengan saluran limbah umum/got atau sumur resapan.

Dari data survey yang telah dilakukan kelompok kami, data paling banyak
terdapat pada 88,8% persen yang menggunakan limbah got

● Pembuangan
Berdasarkan hasil survey 55,5% pembuangan sampah dengan cara
dibakar, hal tersebut sebenarnya tidak baik untuk kesehatan. Pengelolaan
sampah dengan metode pembakaran akan menyebabkan berbagai
permasalahan yaitu asap yang dihasilkan pembakaran menyebabkan
pencemaran udara. Menurut lembaga EFA asap membakar sampah dapat
melepas zat beracun ke udara seperti zat Nitrogen oksida, Karbon monoksida
dan Partikel polusi. Selain menghasilkan zat zat beracun, pembakaran sampah
juga akan berakibat pada kesehatan seperti iritasi, gangguan pernapasan,
mengganggu sistem reproduksi bahkan bisa menyebabkan kanker dan
kematian. Pengamanan sampah yang aman adalah pengumpulan,
pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan atau pembuangan dari material
sampah dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan
lingkungan.

Kegiatan Pengamanan Sampah Rumah Tangga dapat dilakukan dengan :


- Sampah tidak boleh ada dalam rumah dan harus dibuang setiap hari -
pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
- Pemilahan sampah dilakukan terhadap 2 (dua) jenis sampah, yaitu
organik dan anorganik. Untuk itu perlu disediakan tempat sampah
yang berbeda untuk setiap jenis sampah tersebut. Tempat sampah harus
tertutup rapat.
- Pengumpulan sampah dilakukan melalui pengambilan dan pemindahan
sampah dari rumah tangga ke tempat penampungan sementara atau
tempat pengolahan sampah terpadu.
- Sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan sementara
atau tempat pengolahan sampah terpadu diangkut ke tempat
pemrosesan akhir

2.5. POLA ASUH

1
Pola asuh atau mendidik anak pada hakikatnya merupakan upaya nyata dari
orang tua untuk mengembangkan totalitas potensi yang ada pada diri anak. Masa
depan anak di kemudian hari tergantung pada pengalaman yang diperoleh anak,
termasuk pola asuh yang diberikan orang tua (Nafratilawati, 2015). Anak sangat
membutuhkan zat gizi untuk pertumbuhan dan aktivitasnya, oleh karena itu jumlah
kualitas makanan harus mencukupi agar anak mendapat perawatan dan gizi yang baik,
pertumbuhan dan sel otaknya akan berkembang dengan baik.
Kategori penilaian dari kelompok kami mengenai pola asuh yaitu anak mulai
usia ≥6 bulan. Pola asuh orang tua terhadap anak dibedakan lagi menjadi 2 yakni pola
asuh makan dan pola asuh kesehatan seperti memberikan kolostrum, memberikan asi
eksklusif selama 6 bulan, anak diberi makan buah,sayuran, nasi dan lauk pauk. Dari
segi kesehatan pola asuhnya seperti mencuci tangan dgn sabun, memeriksa kuku,
telinga, dll. Dalam hal ini berdasarkan hasil yang diperoleh yaitu sebanyak 59,88%
orang tua sudah menerapkan pola asuh dengan benar, dan sebanyak 40,12% orang tua
tidak melakukan pola asuh yang diharapkan. Hampir sebagian besar orang tua tidak
menerapkannya karena kategori yang dipilih tidak memenuhi syarat yaitu umur anak.
Bagi ibu yang memiliki anak dgn usia ≤6 bulan tidak dapat dimasukkan dalam
penilaian pola asuh.
2.6. Perilaku Pemberian ASI Dan MP-ASI

Jenis Pernyataan Jumlah Persen

Segera melakukan IMD Ya 23 85%

Tidak 4 15%

Mulai diletakkan di dada/perut < 5 menit 16 59%

> 5 menit 11 41%

Lama proses peletakkan bayi < 1 jam 22 81%

> 1 jam 5 19%

Yang dilakukan terhadap Diberikan 27 100%


kolostrum
Tidak diberikan 0 0%

Pernah disusui Pernah 25 92%

Tidak pernah 1 4%

1
Belum pernah 1 4%

Masih diberi ASI Ya 20 74%

Tidak 8 26%

Dalam 24 jam terakhir diberi Ya 17 63%


makanan/minuman selain ASI
Tidak 10 37%

Sebelum disusui pernah diberi Ya 4 15%


minuman/makanan selain ASI
Tidak 22 81%

Tidak tahu 1 4%
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan kelompok kami, hasil
menunjukkan bahwa 67% responden (18 orang) sudah sangat baik dalam berperilaku
ketika pemberian ASI maupun MP-ASI kepada si bayi. Mereka melakukan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) segera mungkin dengan cara meletakkan bayi pada dada/ perut
ibu sesaat setelah lahir selama lebih dari 30 mnt - 1 jam. Inisiasi menyusu dini (IMD)
menjadi hal yang penting untuk menentukan keberhasilan anak nantinya. Hal ini
dikatakan Ketua Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Metabolik Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Dr. dr. Damayanti Sjarif Sp.A bahwa, Inisiasi menyusu dini sebaiknya
dilakukan kurang lebih satu jam pertama sesudah bayi lahir. Hal ini dapat menentukan
keberhasilan anak nantinya karena perkembangan otak akan lebih baik serta
mencegah kematian neonatal dini pada anak. Bahkan 100% responden (semua ibu)
telah memberikan kolostrum pada sang bayi. Kolostrum adalah asupan yang
mengandung protein dan vitamin A dalam jumlah tinggi. Komposisi ini baik untuk
kesehatan pencernaan bayi yang baru dilahirkan. Kandungan immunoglobulin pada
kolostrum juga membantu melindungi usus bayi yang baru saja dilahirkan.
Lalu, untuk sisanya yakni sebanyak 30% dari 26% responden (7 orang) yang
cukup baik dalam memberikan perlakuan yang benar ketika memberi ASI atau MP-
ASI dan 7% responden (2 orang) masih kurang baik dalam memberikan perlakuan
yang benar ketika memberi ASI atau MP-ASI kepada si bayi. Hal ini perlu menjadi
perhatian khusus karena hal tersebut dapat berdampak dalam jangka panjang. Perilaku
seorang ibu ketika memberikan ASI maupun MP-ASI yang kurang benar dapat
berdampak pada asupan yang diterima si bayi. Tanpa melakukan proses IMD, ibu
akan lebih susah mengeluarkan ASI dikarenakan ransangan yang seharusnya didapat
oleh ibu dari si bayi tidak diperoleh. Sulitnya keluar ASI dapat membuat ibu dan bayi
stres dan justru akan semakin mempersulit keluarnya ASI, lalu terhalanglah ASI
Ekslusif yang semestinya dilalui.

2.7. Pengukuran Anthropometri

Jenis Pernyataan Jumlah Persen

1
Sehat 27 27%
Kondisi kesehatan saat pengukuran
Sakit 0 0%

Berat badan Sesuai 21 78%

Tidak sesuai 6 22%

Panjang badan Sesuai 19 70%

Tidak sesuai 8 30%


Pemantauan panjang/ tinggi badan balita oleh kader posyadu sudah selayaknya
juga dilakukan secara rutin seperti halnya pengukuran berat badan, sehingga kejadian
stunting ataupun terjadinya penyakit tertentu dapat diketahui secara dini dapat
diberikan saran dan tindaklanjut. Dari hasil pengukuran juga dapat menjadi acuan
dalam menentukan status gizi balita. Status gizi balita merupakan salah satu indikator
kesehatan dalam keberhasilan pencapaian MDGs (Millennium Development Goals).
Variabel status gizi balita yang diukur adalah berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)/
panjang badan (PB) berdasarkan umur. Terdapat empat bentuk indikator antropometri
untuk mengetahui status gizi balita, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur atau panjang badan menurut umur (TB/U)/(PB/U), dan berat
badan menurut tinggi badan atau berat badan menurut panjang badan (B B/TB)/
(BB/PB), (KepMenKes R1,2010).
Dapat dilihat dari hasil survey kelompok kami, bahwa kondisi yang sehat
belum tentu memiliki berat badan dan tinggi badan yang sesuai. Meskipun 100%
responden (balita) sehat ketika pengukuran, tetapi yang memiliki berat badan sesuai
dengan usianya hanya 78% responden (21 balita) dan yang memiliki tinggi badan
sesuai dengan usianya hanya 70% responden (19 balita). Tinggi badan menurut umur
menggambarkan status gizi secara kronis yang menggambarkan pendek. Salah satu
penyebabnya adalah kurangnya konsumsi zat gizi mikro, energi dan protein dalam
waktu yang cukup lama. Sedangkan berat badan menurut tinggi memberikan
gambaran masalah gizi bersifat akut. Penyebabnya adalah mengidap penyakit tertentu
dan kekurangan asupan gizi yang menyebabkan kurus (Riskesdas, 2010).

2.8. ASI Ekslusif

ASI Ekslusif Jumlah Persen

Iya 17 63%

Tidak 10 37%

Rumus % ASI-EKSKLUSIF 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑦𝑖 𝐴𝑆𝐼−𝐸𝑘𝑠𝑘𝑙𝑢𝑠𝑖𝑓


𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑦𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 X
=

Dari 27 responden yang telah kami wawancara, masih banyak responden yang
1
tidak memberikan ASI Ekslusif kepada bayinya. Terdapat 17 dari 27 ibu atau 63%
yang berhasil memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Sehingga hal itu perlu
menjadi perhatian khusus bagi orang tua, kader, ahli gizi, bahkan pemerintah. Karena
salah satu manfaat ASI eksklusif paling penting ialah bisa menunjang sekaligus
membantu proses perkembangan otak dan fisik bayi. Hal tersebut dikarenakan, di usia
0 sampai 6 bulan seorang bayi tentu saja sama sekali belum diizinkan mengonsumsi
nutrisi apapun selain ASI.
Tidak berhasilnya memberikan ASI Eksklusif dapat dikarenakan berbagai
faktor. Faktor-faktor tersebut dapat disebabkan dari internal maupun eksternal. Faktor
internal antara lain, pengetahuan ibu, puting lecet, ASI keluar sedikit, atau ibu merasa
tidak memiliki waktu lebih. Sedangkan untuk faktor eksternal antara lain kurangnya
dukungan keluarga, posisi peletakan yang kurang benar, lingkungan yang tidak
nyaman, atau hasutan orang lain. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi penghalang
besar bagi para ibu apabila tidak segera disingkirkan. Perlu diadakan sosialisasi dan
pemberian contoh secara langsung bagaimana cara menyusui yang benar agar tidak
terjadi puting lecet atau kesakitan lainnya.

1
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pengamatan yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa masih
banyak ibu yang tidak memberikan ASI Ekslusif kepada bayinya. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal. Contoh beberapa
faktor tersebut antara lain terbatasnya pengetahuan, hingga cara pemberian ASI yang
baik dan benar kepada ibu dan keluarganya, sosio kultural ibu (umur, pengetahuan,
pendidikan, sikap dan makin banyaknya ibu-ibu yang bekerja). Hal ini sangat
berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif.
Sulitnya keluar ASI dapat membuat ibu dan bayi stres dan justru akan semakin
mempersulit keluarnya ASI, lalu terhalanglah ASI Ekslusif yang semestinya dilalui.

3.2 Saran
Perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan ibu mengenai pentingnya
pemberian ASI eksklusif. Pola konsumsi makanan bagi ibu juga perlu diperhatikan.
Sebaiknya pada trimester ketiga asupan gizinya harus selalu terpenuhi agar setelah
melahirkan ASI dapat langsung keluar.

1
DAFTAR PUSTAKA

Faridawati, D., & Sudarti, S. (2021). Analisis Pengetahuan Masyarakat Tentang Dampak
Pembakaran Sampah Terhadap Pencemaran Lingkungan Desa Tegalwangi Kabupaten
Jember. Jurnal Sanitasi Lingkungan, 1(2), 50-55.
Fuada, N., Salimar, S., & Irawati, A. (2014). Kemampuan kader posyandu dalam melakukan
pengukuran panjang/tinggi badan balita. Indonesian Journal of Health Ecology, 13(3),
229-239.
KEMENKES, RI. (2014). PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS
MASYARAKAT.

KEMENKES, RI. (2020, Januari 12). Manfaat Air Bersih dan Menjaga Kualitasnya.
Retrieved from https://promkes.kemkes.go.id/:
https://promkes.kemkes.go.id/manfaat-air-bersih-dan-menjaga-kualitasnya

Kusmiyati. (2013, Desember 23). IMD Satu Jam Pertama Penting, Ini Alasannya. Health
news: Liputan6.com
Susanti, M. I. (2020). Air dan Kesehatan. Infodatin, 1-12.

1
LAMPIRAN

1. Master Tabel

*Dengan panduan sebagai berikut:


Penyakit Infeksi
1) aman = ≤ 1iya (penyakit ringan)
2) was-was = ≤ 2 iya
3) bahaya = ≥ 3 iya
Akses Pelayanan Kesehatan Balita
1) baik = sudah sesuai prosedur
2) cukup = ada ≤ 2 yg tdk sesuai prosedur
3) kurang = ada ≥ 3 yg tdk sesuai prosedur
Kesehatan Lingkungan & Perumahan
1) baik = >90%
2) cukup = 70% - 90%
3) kurang = <70%
Perlindungan Sosial
1) ya (dapat)
2) tidak

1
Pola Asuh
1) baik = >90%
2) cukup = 70% - 90%
3) kurang = <70%
Asi Ekslusif
1) ya
2) tidak
Perilaku Pemberian Asi & MP-ASI
1) baik = >90%
2) cukup = 70% - 90%
3) kurang = <70%
Pemberian PMT
1) tidak menerima program bantuan PMT
2) menerima program bantuan PMT dan sesuai tujuan program
3) menerima program bantuan PMT, namun tdk sesuai tujuan program
MPASI Yang Diberikan
1) blm mendapatkan MP-ASI
2) baik = >90% sesuai prosedur
3) cukup = 70% - 90% sesuai prosedur
4) kurang = <70% sesuai prosedur

2. Bukti Wawancara

Anda mungkin juga menyukai