Anda di halaman 1dari 4

A.

Kasus Posisi

Pada Januari 2022, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kasus yang


mengoyak rasa kemanusiaan berupa perbudakan modern yang dilakukan oleh seorang
Bupati Langkat di Sumatera Utara. Bermula pada tanggal (19/01/2022), saat Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melakukan upaya penangkapan terhadap Bupati
Langkat Terbit Rencana Perangin Angin (TRP) di rumahnya di daerah Langkat, atas
perkara dugaan suap pengadaan barang dan jasa. KPK justru menemukan terdapat sebuah
bangunan menyerupai kerangkeng manusia (kurungan berterali besi) di area belakang
rumah bupati tersebut. Setelah dilakukan penelusuran, KPK menemukan terdapat lebih
dari 40 orang berada dalam kerangkeng yang luasnya diperkirakan hanya untuk kapasitas
20 orang saja. Kerangkeng manusia ini kemudian dipersoalkan oleh Migrant Care (MC),
MC menilai bahwa temuan kerangkeng manusia itu sebagai bukti adanya perbudakan
modern.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan temuannya


terkait dengan adanya kerangkeng manusia miliki Bupati Langkat nonaktif Terbit
Rencana Perangin angin (TRP). Dalam temuan tersebut, LPSK menemukan bahwa
pengelolaan kerangkeng manusia tersebut turut dibantu oleh anak dan pihak keluarga dari
TRP. Selain itu, kerangkeng manusia itu juga disebut memenuhi unsur tindak pidana
perdagangan orang (TPPO). Orang-orang yang dikurung dalam kerangkeng manusia
buatan Bupati Langkat itu dipaksa untuk bekerja di perkebunan sawit dan peternakan
milik TRP. Dari adanya perbudakan tersebut, polisi menemukan terdapat setidaknya
tujuh orang meninggal dunia dalam proses TPPO, yaitu HS, IS, TS, RG, JS, DP, dan HG.
Polda Sumatera Utara menetapkan delapan orang sebagai tersangka terkait adanya kasus
kerangkeng manusia di rumah TRP. Mereka dipersangkakan dengan Pasal 7 Undang-
Undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO dengan
ancaman hukuman 15 tahun ditambah sepertiga ancaman pokok.
Sedangkan, tersangka yang diduga menampung korban TPPO berinisial SP dan
TS terjerat Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2007 dengan
ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Sumber Artikel

https://www.suara.com/news/2022/03/22/185009/kronologi-dugaan-adanya-perbudakan-
modern-di-rumah-bupati-langkat

B. PEMBAHASAN
Rome Statute 1998 menyatakan bahwa yang dimaksud perbudakan berarti
pelaksanaan salah satu atau semua kekuasaan yang melekat pada hak kepemilikan atas
seseorang dan termasuk penggunaan kekuasaan tersebut dalam perdagangan orang.
Sedangkan definisi dari kerja paksa dalam Pasal 2 ayat (1) Konvensi mengenai Kerja
Paksa, 1930 International Labour Organization yang ialah semua pekerjaan atau jasa
yang dipaksakan pada setiap orang dengan ancaman hukuman apapun dan untuk mana
orang tersebut tidak menyediakan diri secara sukarela. Adapun yang dikategorikan
sebagai kerja paksa berdasarkan ayat (2) nya yaitu setiap pekerjaan atau jasa yang harus
dilakukan berdasarkan undang-undang:
a. wajib dinas militer untuk pekerjaan yang khusus bersifat militer;
b. kewajiban biasa warga negara dari penduduk suatu negara yang merdeka
sepenuhnya;
c. dipaksakan pada setiap orang sebagai akibat keputusan pengadilan dengan
ketentuan bahwa pekerjaan atau jasa tersebut dilaksanakan dibawah perintah dan
pengawasan pejabat pemerintah dan orang tersebut tidak disewa atau ditempatkan
untuk digunakan oleh perorangan secara pribadi, perusahaan atau perkumpulan;
d. dipaksakan dalam keadaan darurat, ialah dalam keadaan perang atau bencana atau
bencana yang mengancam
e. tugas kemasyarakatan dalam bentuk kecil semacam yang dilakukan oleh anggota
masyarakat tersebut secara langsung dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai
kewajiban yang biasa dari warga negara yang dibebankan pada anggota
masyarakat, dengan ketentuan bahwa anggota masyarakat atau wakil mereka
mempunyai hak untuk dimintakan pendapat tentang keperluan pekerjaan itu.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi titik pembeda antara kerja
paksa dan perbudakan adalah, dalam kerja paksa pemberi pekerjaan masih memberikan
hak bagi pekerja untuk mendapatkan upah dan beberapa hak dasar pekerja lainnya,
namun kewajiban yang diberikan bebannya tidak manusiawi sesuai dengan kondisi si
pekerja. Sedangkan dalam perbudakkan, pemberi pekerjaan tidak memberikan sama
sekali upah bahkan hak-hak dasar untuk pekerja dan menjadikan pekerja sebagai
kepemilikan pribadi si pemberi kerja. Dalam kasus ini, maka lebih tepat apabila kita
mengklasifikasikan bahwa tindakan Bupati Langkat tersebut adalah tindakan
perbudakkan karena terpenuhinya unsur-unsur dalam perbudakan sebagai berikut:
a. Tidak adanya kontrak kerja yang pasti antara Pemberi Kerja dan Pekerja
Sampai saat ini tim penyelidikan belum menemukan dokumen kontrak
kerja antara Bupati Langkat dengan Pekerja terhadap untuk bekerja di
perkebunan sawit dan peternakan. Fakta tersebut kemudian semakin
diperparah oleh fakta bahwa Pekerja tersebut tidak mendapatkan upah
sepeser pun. Padahal hak untuk mendapatkan upah merupakan kewajiban
yang harus dipenuhi utama oleh Pemberi Kerja dalam melaksanakan
kontrak kerja. Dengan ketiadaan kontrak kerja yang pasti tersebut, maka
posisi antara Bupati Langkat dengan Pekerja menjadi tidak seimbang dan
tidak ada pembatasan yang jelas terkait hak-hak dan kewajiban-kewajiban
apa yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.
b. Unsur Kepemilikan
Unsur kepemilikan tersebut dibuktikan dari dipaksanya Para Pekerja untuk
disekap di dalam kerangkeng manusia sehingga segala aktivitas yang
dijalankannya diatur paksa oleh Bupati Langkat termasuk dalam urusan
makan dan minum. Fakta tersebut semakin membuat terang bahwa
maksud dari Bupati Langkat disini adalah bukan sama sekali untung
mengadakan hubungan kerjasama (pemberi kerja dan penerima kerja)
kepada Para Pekerja, melainkan ingin mengeksploitasi sebesar-besarnya
tenaga Para Pekerja untuk mendapatkan keuntungannya sendiri.

Pekerja atau buruh adalah seseorang yang bekerja kepada orang lain dengan
mendapatkan upah dan menurut Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pemberi kerja adalah orang perseorangan,
pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Hubungan kerja ini pada
dasarnya adalah hubungan antara buruh dengan majikan setelah adanya perjanjian kerja,
yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, si buruh mengikatkan dirinya pada pihak lain,
si majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah, dan majikan menyatakan
kesanggupannya untuk mempekerjakan si buruh dengan membayar upah. Sedangkan
dalam kasus tersebut, Bupati Langkat telah menciptakan suatu kondisi seseorang yakni
para Pelaku Kerja di bawah kepemilikannya. Beliau juga melakukan tindakan yang
menempatkan seseorang dalam kekuasaannya sehingga Pekerja tersebut tidak mampu
menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh Pekerja,
walaupun Pekerja tersebut tidak menghendakinya. Maka dari itu, dapat disimpulkan
bahwa tindakan Bupati Langkat dalam kasus tersebut termasuk sebagai perbudakan.

Anda mungkin juga menyukai