METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar merupakan data
sekunder, antara lain: Tabel Input-Output (I-O) tingkat nasional tahun 2003,
Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM)
tingkat nasional tahun 2003, dan Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
tahun 2002. Selain itu, juga diperlukan data makroekonomi dan sektoral serta
(BPS), Bank Indonesia, institusi nasional dan internasional, serta sumber lainnya
nomi sektoral, ekonomi makro, pendapatan rumah tangga dan kemiskinan per-
analisis utama. Model CGE yang digunakan adalah model CGE recursive
dynamic. Unsur dinamis dalam model CGE ini ditunjukkan oleh akumulasi ka-
pital dan pertumbuhan tenaga kerja setiap tahun. Model dasar yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model CGE ORANI-F (Horridge et al., 1993), INDOF
2002). Dalam penelitian ini dilakukan kombinasi dari beberapa model CGE
Selanjutnya model ini diberi nama model CGE Agroindustri Indonesia (model
CGE-AGRINDO).
Sistem notasi dalam model ini paralel dengan sistem notasi dalam model
CGE INDOF (Oktaviani, 2000). Notasi-notasi tersebut telah dibuat oleh pemodel
umum bagi pemodel CGE berbasis ORANI untuk menuliskan semua persamaan
dalam persentase. Salah satu keuntungannya adalah bahwa hasil simulasi CGE
selalu dapat dihitung dalam persentase. Dalam merespon kebutuhan ini, GEM-
PACK didesain untuk menjalankan persamaan CGE dan secara otomatis menyaji-
kan semua hasilnya dalam persentase. Dengan demikian, pemodel tidak perlu
menuliskan prosedur untuk menghitung hasil simulasi dalam nilai persen dengan
umum, persamaan yang digunakan dalam model dituliskan dalam format aljabar.
Sama dengan model umum CGE, model yang digunakan dalam penelitian
ini mengasumsikan bahwa semua industri beroperasi pada pasar persaingan sem-
purna, baik pada pasar output maupun pasar input. Ini berimplikasi bahwa tidak
ada sektor atau rumah tangga yang dapat mengatur pasar. Dengan demikian
semua sektor ekonomi adalah price-taker. Pada tingkat output, harga yang di-
bayar oleh konsumen adalah sama dengan biaya marginal dalam memproduksi
output. Serupa dengan hal ini, upah yang diterima oleh tenaga kerja adalah sama
tentang permintaan tenaga kerja, permintaan terhadap input primer, permintaan ter-
output dari suatu industri, permintaan terhadap barang modal (investment goods),
permintaan rumah tangga, ekspor dan permintaan akhir lainnya, margin permintaan,
persamaan keseimbangan pasar, harga di tingkat pembeli, pajak tak langsung, GDP
dari sisi pendapatan dan pengeluaran, rates of return, serta persamaan investasi, aku-
mulasi modal dan utang. Solusi model ditentukan dengan cara melakukan linearisasi
setiap persamaan yaitu dengan menyatakan semua variabel dalam bentuk per-
beberapa komoditas. Industri menggunakan faktor produksi primer dan input anta-
ra. Setiap input antara dapat diperoleh baik dari pasar domestik maupun impor.
Faktor primer yang digunakan adalah tenaga kerja, lahan dan modal. Struktur produksi
dari suatu industri disajikan pada Gambar 18. Pada level paling atas Gambar 18,
asumsi yang digunakan mengikuti model Leontief, yaitu tidak ada substitusi antara
faktor produksi primer, input antara dan biaya-biaya lainnya (other cost). Pada
level kedua, permintaan terhadap faktor produksi primer mengikuti fungsi produksi
CES. Pada level ini dengan mengikuti fungsi produksi CES tersebut dimungkinkan
substitusi antar faktor produksi primer. Adapun permintaan terhadap input antara
mengikuti asumsi yang digunakan pada model Armington, dimana barang impor dan
paling bawah, permintaan faktor produksi tenaga kerja juga berdasarkan pada fungsi
produksi CES.
102
CET
σ1OUT
Tingkat
Aktivitas
Industri j
Leontief
CES
σ1LABi
TK Terdidik TK Tidak
X1LABi1 Terdidik
X1LABi2
[
y = A bx1− g + (1 − b) x 2− g ]
−v / g
...................................................................(4.1)
dimana:
y = Output
x1 = Input 1
x2 = Input 2
A = Parameter efisiensi
g = Parameter substitusi
Φ = Parameter elastisitas
Dari persamaan (4.1) di atas, Beattie and Taylor (1985) dalam Oktaviani
Tenaga kerja dibedakan atas tenaga terdidik (skilled labor) dan tenaga kerja
(CES), tipe tenaga kerja ini diagregasikan menjadi tenaga kerja komposit.
Permintaan tenaga kerja untuk tipe pekerjaan tertentu adalah proporsional ter-
hadap seluruh permintaan tenaga kerja dalam industri dan tergantung pada tipe
pekerjaan tertentu relatif terhadap harga rata-rata tenaga kerja dalam industri
tersebut.
Dari fungsi produksi CES pada persamaan (4.1) di atas, maka permintaan
terhadap tenaga kerja oleh suatu industri dapat dirumuskan sebagai berikut:
104
dimana:
X1LABi_o = Permintaan tenaga kerja oleh industri i pada semua jenis
pekerjaan
CESoγOCC = Fungsi CES
Φ1LABi = Elastisitas substitusi berdasarkan jenis pekerjaan di setiap
industri
S1LABio = Nilai share berdasarkan jenis pekerjaan terhadap upah
total yang dibayar industri i
Pada persamaan (4.2) di atas, notasi di sebelah kiri tanda "|" adalah satu
variabel yang mencirikan fungsi tersebut, sedangkan yang di sebelah kanan tanda
buhan dari tahun ke tahun. Mengikuti ORANIGRD (Horridge, 2002), model ter-
sebut membuat upah riil dapat menyesuaikan dengan tingkat lapangan kerja.
Hubungan antara lapangan kerja pada periode berikutnya dengan lapangan kerja
σ1LABi*∆(X1LABi_o(t)/T1LAB(t))
∆(X1LABi_o(t)/T1LAB(t))
mintaan selaruh faktor yang dipakai dalam suatu industri (X1PRIMi) dan di-
pengaruhi oleh harga relatif suatu faktor. Total permintaan seluruh faktor di-
peroleh dengan cara minimisasi total biaya faktor. Dengan formulasi ini peru-
dimana faktor yang lebih murah akan dipakai lebih banyak. Dengan demikian,
dimana:
X1PRIMi = Permintaan input primer oleh industri i
X1CAPi = Permintaan kapital industri i
X1LNDi = Permintaan lahan industri i
A1LABi_o = Produktivitas tenaga kerja industri i pada semua jenis
pekerjaan
A1CAPi = Produktivitas kapital industri i
A1LNDi = Produktivitas lahan industri i
Φ1PRIM = Elastisitas substitusi antar faktor produksi
S1LABi_o = Nilai share pada semua jenis pekerjaan terhadap upah total
yang dibayar oleh industri i
S1CAPi = Nilai share pada kapital industri i
S1LNDi = Nilai share pada lahan industri i
industri berusaha untuk meminimumkan biaya total dari barang yang diimpor dan
barang domestik, dengan kendala fungsi produksi CES. Pemilihan nilai elastisitas
elastisitas substitusi yang sangat tinggi dipilih, maka responsivitas dari rasio
106
barang yang diimpor terhadap barang domestik akan besar, dan sebaliknya.
Konsekuensi lainnya dalam menggunakan fungsi CES adalah karena harga barang
domestik meningkat relatif terhadap barang yang diimpor, maka pengguna akan
Dalam model ini asumsi yang digunakan oleh Armington tersebut di atas
dipertahankan yaitu bahwa impor merupakan subtitusi tidak sempurna bagi komo-
tidak seluruh komoditas domestik dapat digantikan oleh impor. Dalam pemakaian
input antara, suatu industri melakukan minimisasi biaya total berdasarkan fungsi
produksi CES, sehingga persamaan input antara dapat dirumuskan sebagai be-
rikut:
X1
X1ci_s = CES csi σ 1c ; S1csi c ∈COM,i ∈ IND .............................(4.5)
s∈SRC A1
csi
dimana:
X1ci_s = Permintaan input antara pada setiap komoditas, setiap industri
pada semua sumber
X1csi = Permintaan input antara pada setiap komoditas, setiap industri
dan setiap sumber
A1csi = Produktivitas input antara pada setiap komoditas, setiap industri
dan setiap sumber
Φ1c = Elastisitas substitusi input antara berdasarkan komoditas
S1csi = Share input antara pada setiap komoditas, setiap industri dan
setiap sumber
pada kuantitas komposit komoditas dan harga relatif dari input tersebut. Harga
indeks divisia.
107
Dari sisi input, komposit komoditas, komposit faktor primer dan faktor
input akan sama dengan laju perubahan output, kecuali terjadi perubahan tekno-
logi. Rasio yang menentukan kombinasi input merupakan parameter dari fungsi
produksi Leontief. Bersama-sama harga input, rasio ini menentukan share biaya
penerimaan total (total revenue) dari semua komoditas dengan kendala tingkat
mengarah pada komoditas yang harga relatifnya meningkat. Harga rata-rata yang
dalam penerimaan.
multi tingkatan (multi-stage), dengan karakterisasi proses fungsi CES dalam ting-
kat awal dan fungsi Leontief pada tingkatan yang lebih tinggi. Pada tahap awal
fungsi produksi CES untuk suatu tingkat output tertentu dapat dirumuskan secara
X2
X2ci_s = CES csi σ 2 c ; S 2 csi c ∈ COM, i ∈ IND ..............................(4.8)
s∈SRC A2
csi
dimana:
X2ci_s = Permintaan barang kapital setiap komoditas, setiap industri pada
semua sumber
X2csi = Permintaan barang kapital setiap komoditas, setiap industri pada
setiap sumber
A2csi = Produktivitas barang kapital setiap komoditas, setiap industri
dan setiap sumber
Φ2c = Elastisitas Armington pada setiap komoditas
S2csi = Share nilai kapital setiap komoditas, setiap industri dan setiap
sumber
1 X2ci_s
X2TOTi = MIN i ∈ IND .........................................(4.9)
A2TOTi c∈COM A2 ci _ s
dimana:
X2TOTi = Permintaan barang kapital pada industri i
A2TOTi = Produktivitas barang kapital industri i
109
Barang Kapital
Leontief
Barang 1 Barang C
X21i_s X2ci_s
CES CES
σ21 σ2C
Pada tingkatan yang paling tinggi, pilihan konsumen di antara berbagai jenis
komoditas berdasarkan pada fungsi linear expenditure demand system (LES). Pada
Utilitas
Rumah Tangga
Stone
Geary
Barang 1 Barang C
X31_s X3c_s
CES CES
σ31 σ3c
adalah suatu fungsi linier dari harga dan pendapatan. Sistem ini, yang biasanya
dimana:
TOTALUTILITY = Kepuasan total rumah tangga
X3LUXc = Komposit agregat dari barang luks
111
Dengan bentuk fungsi ini, utilitas diperoleh hanya dari konsumsi di atas tingkat
dimana:
X3c_s = Konsumsi agregat barang luks
X3SUBc = Konsumsi subsisten barang c
UTILITY = TOTALUTILITY/Q
dimana:
V3LUX_c = Pengeluaran total atas semua barang luks.
Dalam model CGE INDOF, ekspor dibagi menjadi dua kategori atau grup
masing grup dibuat berbeda. Dalam penelitian ini tidak dibedakan antara ekspor
tradisional dan ekspor non tradisional, sehingga hanya terdapat satu persamaan
dimana:
X4c = Volume ekspor berdasarkan komoditas
P4c = Harga komoditas (rupiah)
PHI = Nilai tukar (rupiah per dolar US)
EXP_ELASTc = Pengeluaran total rumah tangga
F4c = Demand shifter
112
sumen, pada umumnya memerlukan pelayanan jasa lanjutan. Jenis jasa lanjutan
ini dalam fungsi CES, LES dan Leontief belum dispesifikasi. Jenis jasa ini dise-
sebagai suatu proporsi terhadap produksi dan konsumsi. Sebagai contoh, permin-
taan barang margin oleh suatu industri dapat dirumuskan sebagai berikut:
dimana:
XlMARcsim = Permintaan barang margin pada setiap komoditas, setiap
sumber, setiap industri dan setiap margin
AlMARcsim = Produktivitas barang margin pada setiap komoditas, setiap
sumber, setiap industri dan setiap margin (konstanta)
pada masing-masing industri adalah berbeda, tergantung dari data dasar yang di-
Penggunaan barang ini sebagai input, berarti menambah struktur ongkos produksi.
Dengan demikian, input margin menimbulkan biaya yang harus dibayar oleh
pengguna. Biaya tersebut akan menyebabkan harga di tingkat produsen (sumber ko-
akhir disebut harga pembeli (purchases price). Harga barang di tingkat pembeli dapat
dimana:
P1SELci_s = Harga di tingkat pembeli pada semua komoditas
P1BASICci_s = Harga.dasar pada semua komoditas
CSTMRGci_s = Biaya margin
TAXci_s = Pajak bersih
yang memuat hubungan antara harga dan jumlah komoditas, faktor, dan input
maannya begitu banyak, maka yang ditampilkan disini hanya contohnya saja.
1
X1FAC_ i =
V 1FAC _ i
∑ V 1FAC
i∈IND
i × X 1FAC i .................................(4.17)
dimana:
X1FAC_i = Permintaan faktor produksi untuk seluruh industri
X1FACi = Permintaan faktor produksi untuk masing-masing industri
V1FAC_i = Total pembayaran faktor produksi pada semua industri
V1FACi = Pembayaran faktor produksi oleh industri i
masing jenis komoditas yang dibedakan atas sumber dan jenis penggunaannya
memiliki rate pajak yang berbeda-beda. Bentuk umum nilai pajak dari suatu
dimana:
T1csi = Nilai pajak dari suatu komoditas yang diproduksi oleh domestik
F0TAXc_s dan F1TAX_csi = Variabel shifter
114
Derivasi nilai pajak disederhanakan sebagai fungsi dari nilai produksi ba-
GDP dari sisi pendapatan = Pendapatan dari lahan + Pendapatan dari kapital
dimana:
BTD = Balance of trade
V4TOT = Nilai total ekspor
V0CIF_c = Nilai total impor
dimana:
V0GDPEXP = GDP dari sisi pengeluaran
115
Pada model CGE recursive dynamic, tingkat stok kapital menjadi suatu
faktor sangat krusial. Hal ini disebabkan pada model statis modal diasumsikan
tetap. Jika proses dinamis dimasukkan ke dalam model, maka permintaan dan
persediaan modal akan berubah. Dengan kata lain, penghapusan asumsi ekso-
genus terhadap stok modal akan memiliki implikasi penting terhadap pengaruh
Di sisi lain, proses akumulasi modal adalah dimodelkan secara berurutan (pen-
dekatan sekuental). Berdasarkan hal tersebut, tingkatan kapital stok antar periode
akan diperbaharui.
Tingkat stok modal di masa datang (t+1) yang tersedia untuk proses pro-
duksi pada periode t+1 adalah identik dengan tingkat depresiasi stok modal dari
periode sebelumnya dan investasinya, yang berlangsung antara periode t dan t+1.
lag untuk semua sektor adalah satu periode. Persamaan akumulasi modal dispesi-
dimana:
DEP = Tingkat konstanta depresiasi ekonomi
X1CAPt = Agregat stok modal
X2TOTt-1 = Tingkat investasi pada periode sebelumnya
Karena tingkat stok modal yang berjalan bukan hanya tergantung pada stok
modal pada periode sebelumnya (t-1) tetapi juga pada periode-periode jauh se-
belumnya (t-2, t-3 dan t-n), maka persamaan di atas dapat dideduksi menjadi per-
n
X1CAPt = (1-DEP)”X1CAPt-n - ∑ (1-DEP)j-1 X2TOTt-j ………..…(4.27)
j=1
kan pada tingkat pengembalian (rates of return), maka investasi dan stok modal
dari model standar karena mencakup suatu persamaan yang secara langsung
mengkaitkan stok modal pada waktu 0 dengan stok modal pada periode T, atau
secara langsung mengkaitkan antara investasi dan stok modal pada periode T:
F_ACCUM ………………………….….….(4.28)
dimana:
X1CAPi = Pembentukan capital pada saat sekarang pada industri i
XICAP0i = Pembentukan capital pada periode awal pada industri i
DEPRATiT = Depresiasi
X2TOT0i = Investasi pada periode awal pada industri i
kukan sebelum periode waktu sekarang. Adapun variabel dengan nama standar
sama seperti pada persamaan model tersebut. Demikian pula, dalam menginter-
pretasikan variabel dalam model, mereka selalu berhubungan dengan suatu peri-
agar persamaan tersebut menjadi efektif, maka perlu ditambahkan restriksi pada
117
T −1
t T −t −1 T t − 1 T −1
M=∑ D =∑ D …………………….……...……….(4.29)
t =0 T t =1 T
T −1 T
N =∑D =∑D
T − t −1 T−t
…………………………………...………(4.30)
t=0 t =1
unik untuk persamaan tersebut. Variabel ini bukanlah bagian dari ekonomi dari
model itu sendiri tetapi sebagai alat prosedural penyelesaian, yang menggunakan
notasi konstan (melekat pada delFudge) pada atau di luar persamaan tersebut.
Karena variabel dalam model menghubungkan antar periode waktu masa datang
(relatif terhadap data base atau waktu yang berjalan), maka keseimbangan eko-
nomi akan bergerak dari keseimbangan periode yang sedang berjalan (saat ini)
ini adalah elastisitas Armington, elastisitas substitusi untuk tenaga kerja, elastisitas
substitusi untuk faktor primer, elastisitas permintaan ekspor dan elastisitas penge-
luaran. Parameter lain yang diperlukan adalah parameter yang berhubungan dengan
investasi. Idealnya, parameter-parameter tersebut diperoleh dari data time series yang
mikian, secara relatif belum banyak usaha yang ditujukan untuk tugas mendasar
ini bagi Indonesia, sebagian terkait dengan keterbatasaan ketersediaan data time
series yang baik (Oktaviani, 2000). Oleh sebab itu, beberapa parameter yang
datanya tidak ditemukan di lapangan, nilai parameternya diperoleh dari hasil studi
terdahulu, baik studi yang dilakukan di Indonesia maupun studi yang dilakukan di
menjadi 8 (delapan) kelompok rumah tangga berdasarkan lokasi dan jenis pe-
kerjaan, yaitu 5 (lima) kelompok rumah tangga perdesaan (rural) dan 3 (tiga) ke-
berikut:
yaitu pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pe-
4. Rural 4 adalah bukan angkatan kerja (BAK) di perdesaan, yang meliputi bu-
atas.
sebagai berikut:
yang meliputi pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang ke-
liling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan dan buruh kasar.
Input primer yang digunakan meliputi tenaga kerja, lahan dan kapital.
Tenaga kerja diklasifikasikan atas tenaga kerja terdidik (skilled labor) dan tenaga
kerja tidak terdidik (unskilled labor). Klasifikasi tenaga kerja yang digunakan
dalam penelitian ini mengikuti kategori yang ditemukan pada tabel SAM tahun
2003, dimana tenaga kerja dikategorikan menjadi 4 kelompok besar yaitu tenaga
kerja pertanian, operator, tata usaha dan profesional. Pada penelitian ini, tenaga
kerja pertanian dan operator dikelompokkan lagi menjadi tenaga kerja tidak
tenaga kerja terdidik (skilled). Adapun input primer lainnya (lahan dan kapital)
analisis di luar model CGE, pada dasarnya analisis kemiskinan dalam penelitian
ini tetap mengacu pada kerangka SNSE, karena: (1) kelompok rumah tangga pada
model CGE disusun berdasarkan SNSE yang bersumber dari data SUSENAS, dan
(2) penggolongan rumah tangga pada data SUSENAS dibuat mengikuti penge-
pengelompokan rumah tangga pada data SUSENAS dengan model CGE akan
Dari data SUSENAS dapat dibentuk struktur data kelompok rumah tangga
anggota rumah tangga. Dari data rata-rata pengeluaran rumah tangga dan dengan
menggunakan batas garis kemiskinan yang telah ditetapkan, maka dapat ditetap-
kan jumlah rumah tangga yang tergolong miskin, yaitu rumah tangga yang memi-
Dunia yaitu sebesar 1 $ US per hari atau setara dengan Rp 285 000 per bulan.
Data tersebut selanjutnya digunakan sebagai data dasar (base data) untuk
121
dihitung indeks kemiskinan dari data dasar dan data hasil simulasi dengan
berdasarkan golongan rumah tangga (yang didekati dari data pengeluaran), diubah
per kapita. Rata-rata per kapita ini belum mempertimbangkan tingkat konsumsi
menurut golongan umur, jenis kelamin dan skala ekonomi dalam konsumsi.
Kedua, berdasarkan skala ekivalensi atau equivalence scales (ES), yang me-
umur dan jenis kelamin (LIPI, 2004). Dengan demikian penghitungan pendapatan
Panel Poverty and Family Assistance menyetarakan kebutuhan konsumsi anak 0.7
122
populasi dewasa. Artinya secara umum anak mengkonsumsi 70 persen dari ke-
berkisar 0.3 sampai 0.7 (Whiteford, 1985). Demikian pula beberapa negara telah
kinan. Sebagai contoh skala ekivalensi yang digunakan di Srilanka, Taiwan dan
Peninsula nilainya berkisar 0.9 (BPS, 2005b). Dengan angka ekivalensi men-
dekati satu, implikasinya skala ekivalen akan memberikan hasil yang tidak jauh
per kapita.
ditentukan oleh jumlah anak dan anggota rumah tangga dewasa. Nilai e berkisar
0-1. Jika e meningkat, maka ES akan menurun sehingga jika e = 1 atau tidak ada
skala ekonomi maka besaran ES dihitung sebagai jumlah orang anggota rumah
aspek tertentu. Tidak ada pedoman yang pasti teknik penghitungan ES sehingga
Whiteford (1985) menyatakan tidak ada suatu metoda menghitung ES yang telah
dilakukan selama ini di Australia yang dapat dikatakan metoda tertentu lebih baik
belum dilakukan penelitian untuk menentukan besaran skala ekivalensi yang dapat
mewakili Indonesia.
123
bangkan oleh Cockburn (2001) yang telah diterapkan untuk mengkaji angka
dimana: i adalah indeks rumah tangga, Z adalah jumlah anggota rumah tangga dan
perhitungkan skala ekonomi dan umur, maka kepala rumah tangga diperhitungkan
1, anggota rumah tangga dewasa lain diperhitungkan 0.7 dan anak-anak diper-
hitungkan 0.5. Formula yang sama telah digunakan oleh Oktaviani et al. (2005)
kinan, Astuti (2005) dan Sitepu (2007) untuk menghitung perubahan angka ke-
α
Pα(y;z) = 1 ∑
q
z − yi
, (α ≥ 0) ...............................................(4.32)
n i =1 z
dimana yi adalah rata-rata nilai pengeluaran per kapita individu ke i dalam rumah
saat yi > z.
124
yang berada di bawah garis kemiskinan. Formula (4.34) di atas akan menjadi:
0
P0(y;z) = 1 ∑
q
z − yi
atau P0 = q/n …………………………..(4.33)
n i =1 z
2
1 q z − yi
P2(y;z) = ∑
n i =1 z
……………………………………..…….(4.35)
ty severity).
125
ketahui. Dalam penelitian ini populasi dibagi menjadi 8 kelompok, maka profil
1 8
Pj = ∑
n j −1
p ( z j , y ij ) ..........................................................................(4.36)
1 8
P= ∑ Pj N j ....................................................................................(4.37)
n j =1
dimana: Pj = ukuran kemiskinan untuk kelompok j, dimana j = 1, 2, ..., 8.
Nj = jumlah populasi kelompok j
yij = rata-rata pengeluaran individu i yang berada pada kelompok j
i = individu1, 2, ..., nj yang berada dalam kelompok j.
tensi, dimana ketika kemiskinan dalam suatu kelompok meningkat, maka secara
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membangun data
dasar yang diambil dari sumber data Tabel Input-Output (I-O) dan Sistem Neraca
Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) versi terbaru.
model CGE INDOF, dengan memperhatikan sektor dalam penelitian yang telah
Data SAM
Data I-O
(SNSE)
Cek Keseimbangan:
1. AD = AS
Ya 2. Pure Profit = 0 Tidak
3. Sales = Cost
Data Dasar
Model CGE Agregasi Sektor
(72 Sektor) Penelitian (38 Sektor)
Simulasi Kebijakan
Data SUSENAS
Kemiskinan
Rumah Tangga FGT Poverty Index
Asumsi yang harus dipenuhi dalam membangun data dasar model CGE
adalah: (1) agregat demand (AD) harus sama dengan agregat supply (AS),
(2) keuntungan murni (pure profit) harus sama dengan nol, dan (3) biaya yang
dikeluarkan (cost) harus sama dengan penerimaannya (sales). Apabila asumsi ini
telah terpenuhi, maka data dasar yang dibangun dapat digunakan sebagai data
127
dasar model CGE. Sebaliknya, apabila asumsi ini belum terpenuhi, maka harus
bagaimana struktur dan perilaku hubungan dalam input dan output, sehingga harus
diketahui masing-masing elastisitas dari fungsi Leontief, fungsi CET dan fungsi
dengan analisis ekonometrika atau diambil dari berbagai studi yang sudah pernah
dilakukan sebelumnya.
tujuan penelitian yang didasarkan pada besaran pangsa dalam penggunaan input
dan menggabungkan nilai elastisitas dan parameter dengan data dasar model CGE
telah sesuai dengan prosedur program GEMPACK, maka selanjutnya dapat di-
lakukan analisis dan simulasi kebijakan, yang dikaji dampaknya terhadap kinerja
CGE AGRINDO dianalisis lebih lanjut dengan metode FGT poverty index yang
adalah interpretasi hasil analisis dan simulasi kebijakan untuk menjawab perma-
produktivitas input yang digunakan oleh sektor yang bersangkutan, baik input
primer (lahan, tenaga kerja dan modal) maupun input antara. Demikian juga
halnya pada sektor industri pertanian, peningkatan produktivitas salah satu input
tung pada besarnya faktor input pembatas. Peningkatan hanya pada salah satu
input tidak akan optimal hasilnya apabila input lainnya tidak menyesuaikan kapa-
masing input primer dan input antara tidak dilakukan satu per satu. Alternatif
yang ditempuh dalam penelitian ini adalah dengan melakukan simulasi pening-
katan produktivitas faktor total (a1tot) pada industri pertanian terpilih, yaitu
minyak dan lemak, industri penggilingan beras, industri tepung, industri gula,
industri rokok, industri bambu, kayu dan rotan, industri pupuk dan pestisida, serta
besaran output yang dihasilkan dan input (faktor produksi) yang digunakan dalam
satuan indeks. Dengan kata lain, indeks TFP adalah rasio antara indeks output
ini adalah indeks rantai Tornqvist-Theil, dengan metode penghitungan indeks TFP
diadopsi dari model yang dikembangkan oleh Fuglie (2004), sebagai berikut:
n ( Ri ,t + Ri ,t −1 ) Yi ,t
ln(Yt Yt −1 ) = ∑ ln ..............................................(4.38)
i =1 2 Yi ,t −1
dimana Ri,t adalah share pendapatan dari output i dan Yi,t adalah kuantitas output i
dan t-1 adalah jumlah tingkat pertumbuhan dari n komoditas yang menyusun
Hampir sama dengan hal di atas, indeks input agregat didefinisikan seba-
gai:
m (S + S j ,t −1 ) X j ,t
∑ ln ..................................(4.39)
j ,t
ln( X t X t −1 ) =
2 X
j =1 j ,t −1
dimana tingkat pertumbuhan agregat input X antara periode t dan t-1 adalah jum-
boboti dengan rata-rata share Sj selama periode yang berdekatan (share faktor ada-
Perubahan proporsional pada TFP selama periode t dan t-1 diberikan oleh:
TFPt
ln = ln(Yt Yt −1 ) − ln( X t X t −1 ) ………………..……….(4.40)
TFPt −1
dari setiap output dan input untuk setiap periode. Data yang digunakan dalam
perhitungan TFP diambil dari Statistik Industri Besar dan Sedang untuk periode
130
pertama yang dilakukan adalah melakukan agregasi data, dari data propinsi ke
besar dan industri skala sedang. Langkah kedua melakukan agregasi sektor, dari
179 sektor industri yang ada ke dalam 10 sektor industri pertanian terpilih.
industri antara jenis industri yang tergolong ke dalam industri pertanian dan
Dari data dasar hasil agregasi tersebut di atas, kemudian dihitung nilai
indeks output dan indeks input dengan menggunakan tersebut di atas. Adapun
jenis-jenis input yang digunakan dalam perhitungan indeks input meliputi input
tenaga kerja, bahan baku, bahan bakar, listrik, sewa gudang dan input lain.
sektor industri pertanian terpilih seperti disajikan pada Tabel 3. Adapun besaran
mengunakan nilai hasil perhitungan Ratnawati et al. (2004) seperti yang disajikan
pada Tabel 4.
Pada penelitian ini, simulasi kebijakan dilakukan untuk jangka waktu sela-
model recursive dynamic, maka unsur dinamis dalam model ditunjukkan oleh
perubahan tenaga kerja dan stok kapital setiap tahun. Hasil simulasi dianalisis
Peningkatan
No. Sektor/Komoditas
Produktivitas (%)
1. Industri pengolahan hasil peternakan 1.5275
2. Industri pengolahan hasil perikanan 1.3408
3. Industri minyak dan lemak 2.2022
4. Beras (Industri penggilingan padi) 1.2931
5. Industri tepung segala jenis 1.0132
6. Industri gula 1.5791
7. Industri rokok 0.6283
8. Industri bambu, kayu dan rotan 1.1106
9. Industri pupuk dan pestisida 1.4919
10. Industri pengolahan karet 2.0204