Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN MIOMA UTERI DAN LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MENSTRUASI, KISTA OVARIUM, MIOMA UTERI DAN PMS

DISUSUN OLEH:
Resha Aulia Niswara
Dery Rochmat Zulfikar
Muhamad Farhan Ro’id
Diana Khoiritunnisa
Aji Farhan

AKADEMI KEPERAWATAN YATNA YUANA LEBAK

Jln. Jend Sudirman Km. 2 Rangkasbitung, 42315

Telp. (0252) 201116 / 209831


Email : akperyatna@yahoo.co.id Website : www.akperyatna.co.id
LEBAK-BANTEN
A. Pengertian gangguan menstruasi
Gangguan menstruasi dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu nyeri menjelang
dan pada saat menstruasi, siklus menstruasi yang terlalu panjang atau terlalu pendek,
dan atau pendarahan yang berlebihan. Selain gejala fisik, gangguan psikologis juga
dapat muncul sebagai akibat dari gangguan menstruasi. Berbagai gejala ini dapat
memediasi munculnya masalah lanjutan. Sebagai contoh, pendarahan yang berlebihan
dapat menyebabkan anemia. Nyeri maupun gangguan psikologis dapat menyebabkan
penurunan produktivitas. Menstruasi berdampak pada metabolisme dan
thermogenesis. Penggunaan energi basal dan pengaturan thermogenesis mengalami
berubahan seiring dengan perubahan fase dalam siklus menstruasi (Zhang, et al.
2020).
Menstruasi merupakan pelepasan lapisan dalam (endometrium) yang disertai
pendarahan, terjadi berulang setiap bulan secara periodik, kecuali pada saat hamil.
Sedangkan siklus menstruasi adalah sejak hari pertama haid sampai datangnya haid
periode berikutnya, lamanya 3-6 hari dengan siklus normal 21-40 hari yang terjadi
akibat penurunan kadar progesteron, siklus haid yang berovulasi.Gangguan menstruasi
adalah perdarahan yang tidak normal dalam hal panjang siklus haid, lama haid, dan
jumlah darah haid (Manuaba, 2012).
Menstruasi adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara
berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam hal
reproduksi. Menstruasi biasanya terjadi setiap bulan antara usia remaja sampai
menopause. (Lilis.2019).
B. Klasifikasi
a. Hipermenore (Menorraghia)
Perdarahan haid lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8
hari), kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu menstruasi.

b. Hypomenorhoe (kriptomenorrhea)
Suatu keadaan dimana perdarahan haid lebih pendek atau lebih kurang dari
biasanya. Lama perdarahan: Secara normal haid sudah terhenti dalam 7 hari. Kalau
haid lebih lama dari 7 hari maka daya regenerasi selaput lendir kurang. Misal pada
endometritis, mioma.
c. Polimenorea (Epimenoragia)
Adalah siklus haid yang lebih memendek dari biasa yaitu kurang 21 hari,
sedangkan jumlah perdarahan relatif sama atau lebih banyak dari biasa. d.
Oligomenorrhoe Suatu keadaan dimana haid jarang terjadi dan siklusnya panjang
lebih dari 35 hari
d. Amenorca
Adalah keadaan tidak datang haid selama 3 bulan berturut-turut. Amenorca
Primer, apabila belum pernah datang haid sampai umur 18 tahun. Amenorea
Sekunder, apabila berhenti haid setelah menarche atau pernah mengalami haid
tetapi berhenti berturut-turut selama 3 bulan.
e. Metroragia
Adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungannya dengan haid.
Metroragia oleh karena adanya kehamilan; seperti abortus, kehamilan cktopik.
Metroragia diluar kehamilan.
f. Dismenore
Adalah nyeri sewaktu haid. Dismenorea terjadi pada 30-75% wanita dan
memerlukan pengobatan. Etiologi dan patogenesis dari dismenore sampai
sekarang belum jelas.
Dismenorea Primer (dismenore sejati, intrinsik, esensial ataupun fungsional);
adalah nyeri haid yang terjadi sejak menarche dan tidak terdapat kelainan pada alat
kandungan.

C. Anatomi dan fisiologi

Fisiologi
Reproduksi wanita di bagi atas 2 bagian, yaitu
Alat genitalia eksterna
1. Mons veneris adalah bagian yang menonjol di bagian depan simfisis, terdiri
dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat.
2. Labia mayora (bibir besar) adalah bagian lanjutan dari mons veneris yang
berbentuk lonjong. Kedua bibir in akan bertemu dan mem-bentuk perineum.
Bibir in mengandung kelenjar sebasea (lemak).
3. Labia minora (bibir kecil) adalah lipatan dibagian dalam bibir besar tapa
rambut. Diatas klitoris bibir ini bertemu dan membentuk pre-pusium klitoridis
dan dibawahnya bertemu membentuk prenulum klitoridis. Bibir in
mengelilingi orifisium vagina.
4. Klitoris, terletak di bawah prepusium klitoridis dan di atas orifisium
5. Vestibulum
a. Dibatasi oleh bibir kecil, bagian atas klitoris, dan bagian belakang (bawah)
pertemuan kedua bibir kecil
b. Bermuara pada uretra, dua lubang kelenjar bartholini dan kedia, lubang
saluran skene.
6. Hymen (selaput dara), jaringan yang menutupi lubang vagina.
7. Kelenjar Bartholini dan Skene
Alat genitalia interna
1. Vagina (liang senggama)
Terletak antara kandung kemih dan rectum. Panjang bagian depan 9 cm
dan dinding belakangnya 11 cm. Terdapat lipatan-lipatan melintang
disebut rugae Di wjung vagina terdapat serviks merupakan bagian dari
rahim. Bagian serviks yang menonjol disebut portio.
2. Uterus (rahim), berbentuk seperti buah alpukat, terletak dalam rongga
panggul kecil di antara kandung kemih dan anus.
3. Tuba fallopii adalah tubulo-muskuler yang panjangnya sekitar 12 cm
dengan diameternya 3-8 mm.
4. Ovarium terdapat dua buah yaitu kanan dan kiri. Ovarium mengarah pada
uterus tergantung pada ligamentum infundibulopelvikum dan melekat pada
ligamentum latum melalui mesovarium.
5. Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat diantara kedua lembar
ligamentum.

D. Etiologi
Penyebab gangguan haid dapat karena kelainan biologik (organik atau
disfungsional) atau dapat pula karena psikologik seperti keadaan - keadaan stress dan
gangguan emosi atau gangguan biologik dan psikologik. Siklus menstruasi
mempunyai hubungan tertentu terhadap keadaan fisik dan psikologik wanita. Banyak
penyebab gangguan haid, yaitu berdasarkan kelainan yang dijumpai seperti:
a. fungsi hormon terganggu haid terkait dengan system hormone yang diatur otak,
tepatnya dikelenjar hipofisa. Sistem hormonal ini akan mengirim sinyal ke
indung telur untuk memproduksi sel telur. Bila sistem pengaturan ini terganggu,
otomatis terjadi gangguan pada menstruasi.
b. Kelainan sistemik Tubuhnya sangat gemuk atau kurus dapat mempengaruhi
siklus haid karena sistem metabolism di dalam tubuhnya tak bekerja dengan
baik, atau wanita yang menderita penyakit diabetes, juga akan mempengaruhi
sistem merabolisme sehingga haid pun tidak teratur.
c. Stress akan mengganggu sistem metabolisme di dalam tubuh, karena stress,
wanita akan menjadi mudah lelah, berat badan menurun drastis, bahkan sakit-
sakitan, sehingga metabolisme terganggu. Jika metabolisme terganggu, haid pun
juga ikut terganggu.
d. Kelenjar gondok Terganggunya fungsi kelenjar gondok/tiroid juga bisa
menyebabkan tidak teraturnya haid. Gangguan bisa berupa produksi kelenjar
gondok yang terlalu tinggi (hipertiroid) maupun kartalu rendah (hipotiroid) yang
dapat mengakibatkan sistem hormonal tubuh ikut terganggu.
e. Hormon prolaktin berlebih Hormon prolaktin dapat menyebabkan seorang
wanita tidak haid, karena memang hormon ini menekan tingkat kesuburan. Pada
wanita yang tidak sedang menyusui hormon prolaktin juga bisa tinggi, biasanya
disebabkan kelainan pada kelenjar hipofisis yang terletak di dalam kepala.
E. Tanda dan Gejala
Manifestasi gangguan menstruasi menurut Baziad 2012:
a. Nyeri merupakan tanda khas yang paling sering ditemukan pada disminorea
b. Kelemahan biasanya terjadi pada gangguan menstruasi hipermenora, pms,
disminorea
c. Pusing biasanya terjadi pada gangguan menstruasi hipermenorea, amenorea d.
Muntah
d. Spotting (bercak) biasanya terjadi pada gangguan menstruasi hipermenorea,
disminorea
e. Kram perut biasanya terjadi pada gangguan menstruasi hipermenorea, metroragia
Biasanya terjadi pada gangguan menstruasi hipermenorea, amenorea
F. Patofisiologi
1. Fase Folikuler
Dimulai dari hari 1 sampai sesaat sebelum kadar LH meningkat dan terjadi
pelepasan sel telur (ovulasi). Dinamakan fase folikuler karena pada saat ini terjadi
pertumbuhan folikel di dalam ovarium. Pada pertengahan fase folikuler, kadar
FSH sedikit meningkat sehingga merangsang pertumbuhan sekitar 3-30 folikel
yang masing-masing mengandung 1 sel telur, tetapi hanya 1 folikel yang terus
tumbuh, yang lainnya hancur. Pada suatu siklus, sebagian endometrium dilepaskan
sebagai respon terhadap penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron.
Endometrium terdiri dari 3 lapisan. Lapisan paling atas dan lapisan tengah
dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan menghasilkan sel-
sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah dilepaskan.
Perdarahan menstruasi berlangsung selam 3-7 hari, rata-rata selama 5 hari. Darah
yang hilang sebanyak 28 -283 gram. Darah menstruasi biasanya tidak membeku
kecuali jika perdarahannya sangat hebat.
2. Fase ovulasi
Fase ini dimulai ketika kadar LH meningkat dan pada fase ini dilepaskan sel telur.
Sel telur biasanya dilepaskan dalam waktu 16-32 jam setelah terjadi peningkatan
kadar LH. Folikel yang matang akan menonjol dari permukaan ovarium, akhirnya
pecah dan melepaskan sel telur. Pada saat ovulasi ini beberapa wanita merasakan
nyeri tumpul pada perut bagian bawahnya, nyeri ini dikenal sebagai mittelschmerz,
yang berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam.
3. Fase Luteal
Fase ini terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar 14 hari. Setelah
melepaskan telurnya, folikel yang pecah kembali menutup dan membentuk kapus
luteum yang menghasilkan sebagian besar progesteron. Progesteron menyebabkan
suhu tubuh sedikit meningkat selama fase lutuel dan tetap tinggi sampai siklus
yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan untuk memperkirakan
terjadinya ovulasi. Setelah 14 hari, korpus luteum akan hancur dan siklus yang
baru akan dimulai, kecuali jika terjadi pembuahan. Jika telur dibuahi, korpus
luteum mulai menghasilkan HCG (hormone chorionic gonadotropin). Hormon ini
memelihara korpus luteum yang menghasilkan progesterone sampai janin bisa
menghasilkan hormonnya sendiri. Tes kehamilan didasarkan kepada adanya
peningkatan kadar HCG.
Siklus endometrium dapat dibedakan 4 fase dalam siklus haid, yaitu:
1. Fase Menstruasi atau dekuamasi Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari
dinding uterus disertai perdarahan hanya stratum basale yang tinggal utuh.
Darah haid mengandung darah vena dan arteri dangan sel-sel darah merah
dalam hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan struma yang mengalami
disintegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, cervik, dan kelenjar- kelenjar
vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari.
2. Fase pasca haid atau fase regenerasi Luka endometrium yang terjadi akibat
pelepasan sebagian besar berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh
selaput lendir yang tumbuh dari sel-sel endometrium. Fase ini telah mulai sejak
fase menstruasi dan berlangsung kurang lebih 4 hari.
3. Fase Proliferasi Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm.
Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid.
4. Fase pra haid atau fase sekresi Fase ini dimulai sesudah ovulasi dan
berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Pada fase ini endometrium tebalnya
tetap, bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk-keluk, dan
mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Di dalam endimetrium
tertimbun glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk
telur yang dibuahi
G. Test Diagnostik
1. Rontgen: thorax terhadap tuberkulosis serta sella tursika
2. Sitologi-kagina
3. Tes toleransi glukosa
4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui tanda tumor hipofise
5. Kerokan uterus
6. Pemeriksaan metabolisme basal atau T3 dan T4 tiroid
7. Laparoskopi
8. Pemeriksaan kromatin seks
9. Pemeriksaan kadar hormon
H. Penatalaksanaan Medis
a. Amenorea
Penatalaksanaan untuk kasus amenore tergantung kepada penyebabnya. Jika
penyebabnya adalah penurunan berat badan yang drastis atau obesitas, penderita
dianjurkan untuk menjalani diet yang tepat. Pengobatan di berikan bergantung
pada penyebab amenorea. Terapi hormonal dan konseling sebagai gangguan
konsep diri dapat diberikan kepada pasien Jika penyebabnya adalah olah raga yang
berlebihan, penderita dianjurkan untuk menguranginya. Jika seorang anak
perempuan yang belum pernah mengalami menstruasi (amenore primer ) dan
selama hasil pemeriksaan normal, maka dilakukan pemeriksaan setiap 3-6 bulan
untuk memantau perkembangan pubertasnya. Untuk merangsang menstruasi bisa
diberikan progesteron. Untuk merangsang perubahan pubertas pada anak
perempuan yang payudaranya belum membesar atau rambut kemaluan dan
ketiaknya belum tumbuh, bisa diberikan estrogen. Jika penyebabnya adalah tumor,
maka dilakukan pembedahan untuk mengangkat tumor tesebut.
b. Oligomenorea
Penatalaksanaan yang diberikan kepada penderita oligomenorea akan disesuaikan
dengan penyebabnya. Oligomenorea yang terjadi pada tahun-tahun pertama setelah
haid pertama dan oligomenorea yang terjadi menjelang menopause tidak
memerlukan pengobatan yang khusus. Sementara oligomenorea yang terjadi pada
gangguan nutrisi dapat diatasi dengan terapi nutrisi dan akan didapatkan siklus
menstruasi yang reguler kembali. Pada umumnya, disamping mengatasi faktor
yang menjadi penyebab timbulnya,penderita oligomenorea juga akan diterapi
dengan menggunakan terapi hormone.Jenis hormon yang diberikan akan
disesuaikan dengan jenis hormon yang mengalami penurunan dalam tubuh (yang
tidak seimbang). Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3
bulan setelah terapi diberikan, dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang
terjadi.
c. Polimenorea
Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh dengan
sendirinya. Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter jika polimenorea
berlangsung terus menerus. Polimenorea yang berlangsung terus menerus dapat
menimbulkan gangguan hemodinamik tubuh akibat darah yang keluar terus
menerus.Disamping itu, polimenorea dapat juga akan menimbulkan keluhan
berupa gangguan kesuburan karena gangguan hormonal pada polimenorea
mengakibatkan gangguan ovulasi (proses pelepasan sel telur). Wanita dengan
gangguan ovulasi seringkali mengalami kesulitan mendapatkan keturunan.
d. Menoragia atau Hipermenore Pengobatan menorrhagia sangat tergantung kepada
penyebabnya. Untuk memastikan penyebabnya, dokter akan melakukan beberapa
pemeriksaan seperti pemeriksaan darah, tes pap smear, biopsi dinding rahim,
pemeriksaan USG, dan lain sebagainya. Jika menoragia diikuti oleh adanya
anemia, maka zat besi perlu diberikan untuk menormalkan jumlah hemoglobin
darah. Terapi hormonal yang diberikan iasanya berupa obat kontrasepsi kombinasi
atau pill kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron. Menorrhagia yang
terjadi akibat adanya mioma dapat diterapi dengan melakukan terapi hormonal
atau dengan pengangkatan mioma dalam rahim baik dengan kuretase ataupun
dengan tindakan operasi.
e. Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari
biasa. Hipomenorrhea adalah suatu keadan dimana jumlah darah haid sangat
sedikit (<30cc). Hipomenorea disebabkan oleh karena kesuburan endometrium
kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan
hormonal(kekurangan estrogen maupun progesteron)
f. Metroragia Suatu perdarahan vagina antara periode menstruasi teratur merupakan
bentuk disfungsi disfungsi menstruasi yang paling signifikan karena hal itu dapat
menunjukkan adanya kanker, tumor jinak uterus, dan masalah-masalah psikologi
lainnya. Kondisi ini menegakkan diagnosa dan pengobatan dini. Meskipun
pendarahan antara periode menstruasi pada wanita yang menggunakan kontraseptif
oral biasanya bukan masalah yang serius, namun perdarahan tak teratur pada
wanita yang mendapat terapi penggantian hormon harus dievaluasi lebih lanjut.
g. Dismenorea
Terapi medis untuk klien disminorea diantaranya:
● Pemberian obat analgesik

● Terapi hormonal

● Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin

● Dilatasi kanalis serviksalis (dapat memberikan keringanan karena


memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin didalamnya)
● Komplikasi yang sering timbul adalah syok dan penurunan kesadaran
h. PMS (Sindrom Premenstruasi)
● Kurangi asupan makanan manis, garam, kopi, teh, cokelat, minuman
bersoda, lemak hewan, susu, keju, mentega, dan utamakan istirahat
● Untuk mengurangi retensi natrium dan cairn, maka selama 7-10 hari
sebelum haid penggunaan garam di batasi dan minum sehari-hari dikurangi
Tingkatkan asupan vitamin B dan sayur-sayuran hijau
● Pemberian obat diuretik

● Progesteron sintetik dapat diberikan selama 8-10hari sebelum haid untuk


mengimbangi kelebihan relatif dari estrogen
● Pemberian testosteron dalam bentuk methiltestosteron dapat diberikan
dalam mengurangi kelebihan estrogen.
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul karena gangguan haid, antara lain:
1. Anemia Defisiensi Besi
Gangguan menstruasi yang menetap dapat menyebabkan kehilangan zat besi
kronis pada 30 persen kasus. Remaja sering kali mengalami hal tersebut. Hingga
20 persen dari pasien dalam kelompok usia ini yang mengalami menorrhagia juga
mengalami masalah pada pembekuan darah.
2. Keganasan Endometrium
Sekitar 1-2 persen wanita dengan menstruasi anovulasi yang tidak ditatalaksana
dengan baik dapat mengalami kanker endometrium.
3. Infertilitas
Infertilitas sering berhubungan dengan kejadian anovulasi kronis, dan dengan atau
tanpa adanya produksi androgen berlebih. Pasien dengan sindrom ovarium
polikistik (SOPK), obesitas, hipertensi kronis, dan diabetes melitus tipe 2 sering
kali memiliki resiko terjadinya infertilitas.
LAPORAN PENDAHULUAN KISTA OVARIUM

A. Pengertian Kista Ovarium


Kista ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk seperti
kantung yang bisa tumbuh didalam tubuh. Kantung ini berisi zat gas, cair, atau
setengah padat. Dinding luar kantung menyerupai sebuah kapsul (Andang, 2013).
Kista ovarium biasanya berupa kantong yang tidak bersifat kanker yang berisi material
cairan atau setengah cair (Nugroho, 2014).
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung
telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput yang
terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium (Agusfarly, 2008). Kista ovarium (atau
kista indung telur) merupakan kantung berisi cairan,normalnya berukuran kecil, yang
terletak di indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja, pada
masa pubertas sampai menopause, juga selama masa kehamilan (Bilotta, K, 2012).
B. Klasifikasi
Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah:
1. Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak ditemukan.
Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan dengan siklus
menstruasi yang normal.Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan
pecah pada masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap
dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler
dan akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan
kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan
dapat sendiri dalam waktu 6-8 minggu.
2. Tipe Kista Abnormal
a. Kistadenoma Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur.
Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan nyeri.
b. Kista coklat (endometrioma) Merupakan endometrium yang tidak pada
tempatnya. Disebut kista coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna
coklat kehitaman.
c. Kista dermoid Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti
kulit,kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di kedua bagian
indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala.
d. Kista endometriosis Merupakankista yang terjadi karena ada bagian
endometrium yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan
dengan tumbuhnya lapisan endometrium setiap bularf sehingga menimbulkan
nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas.
e. Kista hemorhage Merupakan kista fungsional yang disertai menimbulkan nyeri
di salah satu sisi perut bagian bawah.
f. Kista lutein perdarahan sehingga Merupakan kista yang sering terjadi saat
kehamilan. Kista lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus
luteum haematoma.
g. Kista polikistik ovarium Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak
dapat pecah dan melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap
bulan. Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista
polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi harus dilakukan untuk
mengangkat kista tersebut agar tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.

C. Anatomi dan fisiologi

Sebuah ovarium terletak disetiap sisi uterus, di bawah dan di belakang tuba falopi.
Dua ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian messovarium ligamen
lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira
setinggi spina illiaka anterior superior, dan ligamentum ovarii propium, yang mengikat
ovarium ke uterus. Pada palpasi, ovarium dapat digerakkan. Ovarium memiliki asal
yang sama (homolog) dengan testis pada pria.Ukuran dan bentuk ovarium menyerupai
sebuah almond berukuran besar. Saat ovulasi, ukuran ovarium dapat berubah menjadi
dua kali lipat untuk sementara. Ovarium yang berbentuk oval ini memiliki konsistensi
yang padat dan sedikit kenyal. Sebelum menarche, permukaan ovarium licin. Setelah
maturasi seksual, luka panut akibat ovulasi dan ruptur folikel yang berulang membuat
permukaan nodular menjadi kasar (Zakiah, 2014)

1. Marg Liberal (margo yang bebas tanpa penggantung) dan Margo Mesovaricus
(margo yang menempel pada mesovarium)

2. Extremitas Uterina (superior) ujung yang yang dekat dengan uterus dan
Ekstremitas Tubaria (inferior) ujung yang dekat dengan Tubae Unterinae.

3. Facies Medialis (Facies yang datar yang menghadap ke Tubae Uterinae) dan
Facics Latelaris (facics yang lebih cembung yang menghadap ke Ligamentum
Suspensorium Ovarii)

Ligamen Ovarium terdiri dari:


1. Lig. Ovarii Propium: ligamentum yang membentang dari extremitas uterine
menuju ke corpus uteri disebelah dorsocaudal tempat masuknya tuba uterine ke
uterus.
2. Lig. Suspensorium Ovarii: ligamentum yang membentang dari extremitas tubaria
kearah cranial dan menghilang pada lapisan yang menutupi Musculus
3. Psoas Major 3. Lig. Mesovarium adalah ligamentum yg merupakan duplikat dari
lapisan mesenterica yang melebar ke arah dorsal

Vaskularisasi dan Inervasi Ovarium:


Ovarium mendapatkan vaskularisasi dari a. ovarica dan v. ovarica. Dimana v.
ovarica dextra akan bermuara ke VCI. Sedangkan v. ovarica sinistra akan
bermuara ke v. renalis sinistra lalu akan bermuara ke VCI. Ovarium dipersarafi
oleh plexus hypogastricus.

Fisiologi Ovarium :
Ovarium adalah sepasang organ berbentuk kelenjer dan tempat menghasilkan
ovum. Kelenjar itu berbentuk biji buah kenari, terletak di kanan dan kiri uterus, di
bawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri
(Evelin, 2012).
Ovarium terdiri atas korteks di sebelah luar dan diliputi oleh epitelium
germinativum yang berbentuk kubik dan di dalam terdiri dari stroma serta folikel
primordiial dan medula sebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma dengan
pembuluh darah, serabut sara dan sedikit otot polos. (Bobak, 2011).

Fungsi ovarium adalah:


● Memproduksi ovum
Hormon gonodotrofik dari kelenjar hipofisis bagian anterior
mengendalikan (melalui aliran darah) produksi hormon ovarium. Hormon
perangsangfolikel (FSH) penting untuk awal pertumbuhan folikel de graaf,
hipofisis mengendalikan pertumbuhan ini melalui Lutenizing Hormon
(LH) dan sekresi luteotrofin dari korpus lutenum.
● Memproduksi hormon estrogen
Homon estrogen dikeluarkan oleh ovarium dari mulai anak-anak sampai
sesudah menopause (hormon folikuler) karena terus dihasilkan oleh
sejumlah besar folikel ovarium dan seperti hormon beredar dalam aliran
darah. Estrogen penting untuk pengembangan organ kelamin wanita dan
menyebabkan perubahan anak gadis pada masa pubertas dan penting untuk
tetap adanya sifat fisik dan mental yang menandakan wanita normal,
(Evelin,2012).
● Memproduksi hormon progesteron
Hormon progesteron disekresi oleh luteum dan melanjutkan pekerjaan
yang dimulai oleh estrogen terhadap endometrium yaitu menyebabkan
endometrium menjadi tebal, lembut dan siap untuk penerimaan ovum yang
telah dibuahi (Bobak, 2011).
D. Etiologi
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium (ketidakseimbangan
hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal
mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi
didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan
karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase
pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan
berisi cairan bening. berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya
pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pernimbuah abnormal
dari folikel ovarium, korpus Sutrum, sel telur.
E. Tanda dan gejala
Menurut Nugroho (2010: 104), kebanyakan wanita yang memiliki kista
ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun beberapa orang dapat
mengalami gejala ini:
1. Nyeri saat menstruasi.
2. Nyeri di perut bagian bawah.
3. Nyeri saat berhubungan seksual.
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
F. Patofisiologi
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang
terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna didalam
ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal
akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan
siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit
mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang
memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista ditengah- tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi
pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif.
Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian
secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses
ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho, 2010).
G. Test Diagnostik
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperolehkepastian sebelum
dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam dari
gejala-gejala yang ditemukan dapat membantudalam pembuatan differensial
diagnosis. Beberapa cara yang dapatdigunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis adalah (Bilotta, 2012:1)
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor berasal
dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah tumor
berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing.apakah tumor kistik atau solid,
dan dapat pula dibedakan antara cairandalam rongga perut yang bebas dan yang
tidak.
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya, pada
kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan bahwa
tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila
dinding kista tertusuk.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1-2
bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu
atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker)
(Nugroho,2010: 105).
2. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan operasi
harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut, tindakan
operasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.Kista berukuran besar
dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya memerlukan operasi pengangkatan.
Selain itu, wanita menopause yang memiliki kista ovarium juga disarankan operasi
pengangkatan untuk meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia
50-70 tahun memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya
kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian cystectomy. Bila
pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi, maka disebut
salpingo oophorectomy. Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara
lain tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi
ovarium dan jenis kista. Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium
terlilit (twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan
tindakan darurat pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan posisi
ovarium menurut Yatim, (2005: 23)
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim, (2005: 23)
yaitu:
a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan
sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter
melakukan operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi
dimasukkan ke dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan kecil
pada dinding perut, yaitu sayatan searah dengan garis rambut kemaluan.
b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan
(kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan, operasi sekalian
mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar
limfe.
I. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi pada kista
ovarium diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran perut.
Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau
posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat
menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak
bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut
sertadapat juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium Tumor ovarium tidak mengubah pola
haid kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan kista
membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang
minimal. Akan tettipi jika perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan
terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut. b. Torsio
atau putaran tangkai
b. Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5
cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau ligamentum rotundum
pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi infark,
peritonitis dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista,
karsinoma, TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada
ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia reproduksi.
Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah,
mual dan muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah
terapi pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa
gangren dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.
c. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d. Robek dinding kista Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai
akibat trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat
bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka
perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneumdan
menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda-tanda abdomen akut.
e. Perubahan keganasa Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan
mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya.
Adanya asites dalam hal ini mencurigakan: Massa kista ovarium berkembang
setelah masa menopause sehingga Besar kemungkinan untuk berubah menjadi
kanker (maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik
menjadi penting.
LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI

A. Pengertian Mioma Uteri


Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma, fibriomioma
atau fibroid (Prawirohardjo Sarwono,2009).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan  dikenal dengan istilah
Fibromioma, leiomioma, atau fibroid (Mansjoer, 2007).
Myoma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari otot rahim (miometrium)
atau jaringan ikat yang tumbuh pada dinding atau di dalam rahim. (Lina Mardiana,
2007)
B. Klasifikasi
Berdasarkan letaknya mioma uteri dibagi atas:
1) Mioma sub mukosum
Mioma yang berada di bawah lapisan mukosa uterus/endometrium dan
tumbuh kearah kavun uteri. Hal ini menyebabkan terjadinya perubaha
bentuk dan besar kavum uteri. Bila tumor ini tumbuh dan bertangkai, maka
tumor dapat keluar dan masuk ke dalam vagina yang disebut mioma
geburt. Mioma submukosum walaupun hanya kecil selalu memberikan
keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit dihentikan, sehingga
sebagai terapinya dilakukan histerektomi. Mioma uteri dapat tumbuh
bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui serviks (mioma
geburt).
2) Mioma intramural
Berada diantara serabut miometrium. Disebut juga sebagai mioma
intraepitalial, biasanya multiple. Apabila masih kecil, tidak merubah
bentuk uterus, tapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol,
uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak
memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena
adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah.
3) Mioma subserosum
Lokasi tumor di sub serosa korpus uteri. Dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui
tangkai. Pertumbuhan kearah lateral dapat berada di dalam ligamentum
latum, dan disebut sebagai mioma intraligamen. Mioma yang cukup besar
akan mengisi rongga peritoneum sebagai suatu massa. Perlekatan dengan
ementum di sekitarnya menyebabkan sisten peredaran darah diambil alih
dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai semakin mengecil dan
terputus, sehingga mioma terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang
bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai mioma
jenis parasitik Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol ke
permukaan uterus dan diliputi serosa. Mioma subserosum dapat tumbuh
diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter.
Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain
setelah lepas dari uterus, misalnya ke ligamentum atau omentum dan
kemudian bebas disebut wondering / parasitic fibroid. (Sarwono, 2005).

C. Anatomi dan fisiologi

Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum /serosa.
Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-8
cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang
pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan
beratnya 80 gram/ lebih.

Uterus terdiri dari:


1. Fundus Uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu ke-2 tuba fallopi berinsensi ke
uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteris berada
oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus
uteri.
2. Korpus Uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus
uteri disebut kavum uteri, Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa,
muskula & mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang.
3. Serviks Uteri
Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah
isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas
jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini
berfungsi mengeluarkan sekret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis.
4. Dinding Uterus
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan
sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
D. Etiologi
Walaupun mioma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun
dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa mioma uteri terjadi terjadi
tergantung pada sel-sel imatur yang terdapat pada “cell Nest” yang selanjutnya dapat
dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen. Namun demikian, beberapa faktor
yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya mioma adalah wanita usia 35-45
tahun, hamil pada usia muda, genetik, zat-zat karsinogenik, sedangkan yang menjadi
pencetus dari terjadinya mioma uteri adalah adanya sel yang imatur
Teori Mayer dan Snoo, rangsangan “sell nest” oleh estrogen, faktor:
1) Tak pernah dijumpai sebelum menstruasi
2) Atropi setelah menopause
3) Cepat membesar saat hamil
4) Sebagian besar masa reproduktif (Bagus, 2002).
Faktor-faktor penyebab mioma uteri  belum diketahui, namun ada 2 teori yang
berpendapat
1. Teori stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi, mengingat bahwa:
1) Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
2) Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
3) Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
4) Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri.

Penyebab dari mioma pada rahim masih belum diketahui. Beberapa penelitian
mengatakan bahwa masing-masing mioma muncul dari 1 sel neoplasma soliter
(satu sel ganas) yang berada diantara otot polos miometrium (otot polos di dalam
rahim). Selain itu didapatkan juga adanya faktor keturunan sebagai penyebab
mioma uteri. Pertumbuhan dari leiomioma berkaitan dengan adanya hormone
estrogen. Tumor ini menunjukkan pertumbuhan maksimal selama masa
reproduksi, ketika pengeluaran estrogen maksimal. Mioma uteri memiliki
kecenderungan untuk membesar ketika hamil dan mengecil ketika menopause
berkaitan dengan produksi dari hormon estrogen. Apabila pertumbuhan mioma
semakin membesar setelah menopause maka pertumbuhan mioma ke arah
keganasan harus dipikirkan. Pertumbuhan mioma tidak membesar dengan
pemakaian pil kontrasepsi kombinasi karena preparat progestin pada pil kombinasi
memiliki efek anti estrogen pada pertumbuhannya. Perubahan yang harus diawasi
pada leiomioma adalah perubahan ke arah keganasan yang berkisar sebesar 0,04%.

1. Teori Cellnest atau genitoblas


Terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur yang
terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus
oleh estrogen. (Prawirohardjo, 2002).
Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat
sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :

1. Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
2. Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri
atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik :
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
E. Tanda dan gejala
Gejala klinik mioma uteri adalah:
1) Perdarahan tidak normal
Merupakan gejala yang paling umum dijumpai. Gangguan perdarahan
yang terjadi umumnya adalah: menoragia, dan metrorargia. Beberapa faktor
yang menjadi penyebab perdarahan ini antara lain adalah: pengaruh ovarium
sehingga terjadilah hiperplasia endometrium, permukaan endometrium yang
lebih luas dari pada biasa, atrofi endometrium, dan gangguan kontraksi otot
rahim karena adanya sarang mioma di antara serabut miometrium, sehingga
tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. Akibat
perdarahan penderita dapat mengeluh anemis karena kekurangan darah,
pusing, cepat lelah, dan mudah terjadi infeksi
a. Hipermenorea perdarahan banyak saat menstruasi
b. Meluasnya permukaan endometrium dalam proses menstruasi
c. Gangguan kontraksi otot rahim
d. Perdarahan berkepanjangan
Akibat perdarahan penderita dapat mengeluh anemis karena
kekurangan darah, pusing, cepat lelah dan mudah terjadi infeksi.
2) Penekanan rahim yang membesar
Penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri dapat terjadi:
a. Terasa berat di abdomen bagian bawah
b. Sukar miksi atau defekasi
c. Terasa nyeri karena tertekannya urat syaraf
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuria, pada
uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan
nyeri panggul.
3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi:
a. Kehamilan dapat mengalami keguguran
b. Persalinan prematurus
c. Gangguan saat proses persalinan
d. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infertilitas
e. Kala ke tiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan
F. Patofisiologi
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyakdibanding miometrium
normal. Teori “Cell Nest” atau teori “Genitoblat” membuktikan dengan pemberian
estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur.
Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi
pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan
juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat
degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya,
mioma terdiri dari mioma submukosum, intramuskular dan subserosum.
Ammature muscle cell nest dalam miometrium akan berproliferasi hal tersebut
diakibatkan oleh rangsangan hormon estrogen. ukuran myoma sangat bervariasi.
sangat sering ditemukan pada bagian body uterus (corporeal) tapi dapat juga terjadi
pada servik. Tumot subcutan dapat tumbuh diatas pembuluh darah endometrium dan
menyebabkan perdarahan. Bila tumbuh dengan sangat besar tumor ini dapat
menyebabkan penghambat terhadap uterus dan menyebabkan perubahan rongga
uterus. Pada beberapa keadaan tumor subcutan berkembang menjadi bertangkai dan
menonjol melalui vagina atau cervik yang dapat menyebabkan terjadi infeksi atau
ulserasi. Tumor fibroid sangat jarang bersifat ganas, infertile mungkin terjadi akibat
dari myoma yang mengobstruksi atau menyebabkan kelainan bentuk uterus atau tuba
falofii. Myoma pada badan uterus dapat menyebabkan aborsi secara spontan, dan hal
ini menyebabkan kecilnya pembukaan cervik yang membuat bayi lahir sulit.
G. Test Diagnostik
Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada kasus Mioma Uteri
adalah :
1) Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit
turun/meningkat, Eritrosit turun.
2) USG (Ultrasonografi) : terlihat massa pada daerah uterus.
3) Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa,
konsistensi dan ukurannya.
4) Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5)  Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat
menghambat tindakan operasi.
6) ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi
tindakan operasi.
7) Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan
adanya Mioma Uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada
uterus yng kecil. Uterus atau massa yang paling besar paling baik diobservasi
melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma Uteri secara khas menghasilkan
gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun
pembesaran uterus. Adanya klasifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik
dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang
hipoekoik.
8) Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya Mioma Uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
9) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi mioma,
tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap
terbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium yang normal. MRI dapat
mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk
mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus -
kasus yang tidak dapat disimpulkan.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu :
1. Penatalaksanaan koservatif sebagai berikut :
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan
b. anemia, Hb < 89 % tranfusi PRC
c. Pemberian zat besi
d. Penggunaan agonis GnRH lenprotid asetat 3,75 mg 1M pada hari 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak 3 kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi
genedropin dan menciptakan keadaan hipohistrogonik yang serupa
yang ditekankan pada periode postmenopause efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi
GnRH . Ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan , mengurangi kehilangan  darah
selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfuse
darah, namun obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang meningkat
dan osteoporosis pada waktu tersebut.
2. Penatalaksanaan operatif bila
a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu
b. Pertumbuhan tumor ceppat
c. Mioma subserosa, bertangkai, dan torsi
d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
e. Hipermenoria pada mioma submukosa
f. Penekanan pada organ sekitarnya
1. Radioterapi.
a. Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
b. Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan.
c. Bukan mioma jenis submukosa
d. Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rectum.
e. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause.
2. Operasi
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan
rahim/uterus (Rayburn, 2001). Miomektomi lebih sering di lakukan pada
penderita mioma uteri secara umum. Miomektomi dilakukan pada wanita
yang masih menginginkan keturunan. Syaratnya harus dilakukan kuretase
dulu, untuk menghilangkan kemungkinan keganasan.
Kerugian:
a) Melemahkan dinding uterus, sehingga dapat menyebabkan rupture uteri
pada waktu hamil.
b) Menyebabkan perlekatan.
c) Residif.

b. Histerektomi/ Pengangkatan Rahim


Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk
mengangkat rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun
seluruhnya (total) berikut serviks uteri (Prawirohardjo, 2001).
Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi,
dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang
sudah bergejala. Histrektomi dilakukan pada mioma yang ukurannya besar
dan multipel. Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan satu atau kedua
ovarium, maksudnya adalah untuk menjaga agar tidak terjadi menopause
sebelum waktunya dan menjaga gangguan coronair atau arteriosklerosis
umum. Sebaiknya dilakukan histerektomi total, kecuali bila keadaan tidak
mengijinkan bisa dilakukan histerektomi supravaginal. Untuk menjaga
kemungkinan keganasan pada cervix, sebaiknya dilakukan pap smear pada
waktu tertentu.
Ada dua cara histerektomi, yaitu :
1)      Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama
mioma intraligamenter, torsi dan akan dilakukan ooforektomi
2)      Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus
gravid 12 minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya
rektokel, sistokel atau enterokel (Callahan, 2005).
Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists
(ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
1)      Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.
2)      Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak
dan bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari
dan anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
3)      Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri
hebat dan akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian
bawah yang kronis dan penekanan pada vesika urinaria
mengakibatkan frekuensi miksi yang sering (Chelmow, 2005).
3. Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil
Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan
observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai apabila
janin imatur. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri
menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik

I. Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia
2. Torsi ( putaran tungkai mioma ) dari :
1) Mioma uteri, subsemsa
2) Mioma uteri subumatosa
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguans
irkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah
syndrome abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan gangguan akut tidak
terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat
banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang
menyebabkan perdarahan berupa metroragia disertai leukore dan gangguan-
gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri
3.Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi
4. Pengaruh timbale balik mioms dan kehamilan
1) Pengaruh mioma terhadap kehamilan
2) Infeksi
3) Abortus
4) Persalinan premature dan kelaianan letak
5) Infeksia uteria
6) Gangguan jalan persalinan
7) Retensi plasenta
5. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri bertangkai

LAPORAN PENDAHULUAN PMS


A. Pengertian PMS
Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi yang dapat
menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Hampir
seluruh PMS dapat diobati. Namun, bahkan PMS yang mudah diobati seperti gonore
telah menjadi resisten terhadap berbagai antibiotik generasi lama. PMS lain,
seperti herpes, AIDS, dan kutil kelamin, seluruhnya adalah PMS yang disebabkan
oleh virus, belum dapat disembuhkan. Beberapa dari infeksi tersebut sangat tidak
mengenakkan, sementara yang lainnya bahkan dapat mematikan. Sifilis, AIDS,
kutil kelamin, herpes, hepatitis, dan bahkan gonore seluruhnya sudah pernah
dikenal sebagai penyebab kematian. Beberapa PMS dapat berlanjut pada berbagai
kondisi seperti Penyakit Radang Panggul (PRP), kanker serviks dan berbagai
komplikasi kehamilan. Sehingga, pendidikan mengenai penyakit ini dan upaya-
upaya pencegahan penting untuk dilakukan.
B. Klasifikasi
1. Klamidia Klamidia adalah PMS yang sangat berbahaya dan biasanya tidak
menunjukkan gejala; 75% dari perempuan dan 25% dari pria yang terinfeksi
tidak menunjukkan gejala sama sekali.
2. Gonore Gonore adalah salah satu PMS yang sering dilaporkan. 40% penderita
akan mengalami Penyakit Radang Panggul (PRP) jika tidak diobati, dan hal
tersebut dapat menyebabkan kemandulan.
3. Hepatitis B Vaksin pencegahan untuk penyakit Hepatitis B sudah ada, tapi
sekali terkena penyakit ini tidak dapat disembuhkan; dapat menyebabkan kanker
hati.
4. Herpes Gejala penyakit herpes yaitu terasa nyeri dan dapat hilang timbul; dapat
diobati untuk mengurangi gejala.
5. HIV/AIDS HIV/AIDS dikenal pertama kali pada tahun 1984, AIDS adalah
penyebab kematian ke enam pada laki-laki dan perempuan muda. Virus ini fatal
dan menimbulkan rasa sakit yang cukup lama sebelum kemudian meninggal.
6. Human Papilloma Virus (HPV) dan Kutil kelamin Human Papilloma Virus
(HPV) dan Kutil kelamin adalah PMS yang paling sering menyerang, 33%
dari perempuan memiliki virus ini, yang dapat menyebabkan kanker serviks
dan penis serta nyeri pada kelamin.
7. Sifilis Sifilis jika tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan otak dan hati
yang serius.
8. Trikomoniasis Trikomoniasis dapat menyebabkan keputihan yang berbusa atau
tidak ada gejala sama sekali. Pada perempuan hamil dapat menyebabkan
kelahiran prematur.
C. Anatomi dan fisiologi

⮚ Fisiologi

● Anatomi reproduksi wanita di bagi atas 2 bagian, yaitu :


Alat genitalia eksterna
6. Mons veneris adalah bagian yang menonjol di bagian depan simfisis, terdiri
dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat.
7. Labia mayora (bibir besar) adalah bagian lanjutan dari mons veneris yang
berbentuk lonjong. Kedua bibir in akan bertemu dan mem-bentuk perineum.
Bibir in mengandung kelenjar sebasea (lemak).
8. Labia minora (bibir kecil) adalah lipatan dibagian dalam bibir besar tapa
rambut. Diatas klitoris bibir ini bertemu dan membentuk pre-pusium klitoridis
dan dibawahnya bertemu membentuk prenulum klitoridis. Bibir in
mengelilingi orifisium vagina.
9. Klitoris, terletak di bawah prepusium klitoridis dan di atas orifisium
10. Vestibulum
c. Dibatasi oleh bibir kecil, bagian atas klitoris, dan bagian belakang (bawah)
pertemuan kedua bibir kecil
d. Bermuara pada uretra, dua lubang kelenjar bartholini dan kedia, lubang
saluran skene.
6. Hymen (selaput dara), jaringan yang menutupi lubang vagina.
7. Kelenjar Bartholini dan Skene
Alat genitalia interna
6. Vagina (liang senggama)
Terletak antara kandung kemih dan rectum. Panjang bagian depan 9 cm
dan dinding belakangnya 11 cm. Terdapat lipatan-lipatan melintang
disebut rugae Di wjung vagina terdapat serviks merupakan bagian dari
rahim. Bagian serviks yang menonjol disebut portio.
7. Uterus (rahim), berbentuk seperti buah alpukat, terletak dalam rongga
panggul kecil di antara kandung kemih dan anus.
8. Tuba fallopii adalah tubulo-muskuler yang panjangnya sekitar 12 cm
dengan diameternya 3-8 mm.
9. Ovarium terdapat dua buah yaitu kanan dan kiri. Ovarium mengarah pada
uterus tergantung pada ligamentum infundibulopelvikum dan melekat pada
ligamentum latum melalui mesovarium.
10. Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat diantara kedua lembar
ligamentum.

● Alat Reproduksi Pria


Alat Reproduksi Eksternal
Sebagian besar sistem reproduksi pria terletak di luar rongga perut atau
panggul. Bagian luar dari sistem reproduksi pria meliputi penis, skrotum,
dan testis.
1. Penis
Penis adalah organ pria untuk melakukan hubungan seksual yang
memiliki tiga bagian:
● Akar: Ini adalah bagian penis yang menempel di dinding perut.

● Tubuh atau batang: Berbentuk seperti tabung atau silinder, tubuh penis
terdiri dari tiga ruang internal. Di dalam bilik-bilik ini ada jaringan
ereksi khusus seperti spons, yang berisi ribuan ruang besar yang terisi
darah saat seorang pria terangsang secara seksual.Saat penis terisi
darah, penis menjadi kaku dan ereksi, yang memungkinkan penetrasi
saat berhubungan seks. Kulit penis kendur dan elastis, memungkinkan
terjadinya perubahan ukuran penis selama ereksi.
● Kelenjar: Ini adalah ujung penis yang berbentuk kerucut. Kelenjar,
yang juga disebut kepala penis, ditutupi dengan lapisan kulit longgar
yang disebut kulup. Kulit ini terkadang dihilangkan dalam prosedur
yang disebut sunat.
Tabung yang mengangkut air mani dan urine keluar dari tubuh
terletak di ujung kelenjar penis. Area ini juga mengandung banyak
ujung saraf yang sensitif. Semen adalah cairan yang mengandung
sperma dan dikeluarkan (ejakulasi), melalui ujung penis saat pria
mencapai klimaks seksual (orgasme). Saat penis ereksi, aliran urine
tersumbat dari uretra, sehingga hanya air mani yang keluar saat
orgasme.
2. Skrotum
Skrotum adalah kantong longgar seperti kulit yang menggantung di
belakang penis. Skrotum menahan testis dan mengandung banyak saraf
serta pembuluh darah. Skrotum melindungi testis dengan cara
mengontrol suhu di area tersebut. Untuk perkembangan sperma yang
normal, suhu testis harus sedikit lebih dingin dari suhu tubuh. Otot-otot
khusus di dinding skrotum memungkinkannya berkontraksi
(mengencangkan) dan mengendur, menggerakkan testis lebih dekat ke
tubuh untuk kehangatan dan perlindungan.
3. Testis
Testis adalah organ oval seukuran buah zaitun yang sangat besar yang
terletak di dalam skrotum, diikat di kedua ujungnya oleh struktur yang
disebut korda spermatika. Testis bertanggung jawab memproduksi
testosteron, hormon seks utama pria, dan untuk memproduksi sperma.
Di dalam testis terdapat gulungan tabung yang disebut tubulus
seminiferus. Tubulus ini bertanggung jawab untuk memproduksi sel
sperma melalui proses yang disebut spermatogenesis.
4. Epididimis
Epididimis adalah tabung panjang melingkar yang terletak di bagian
belakang setiap testis. Ini berfungsi membawa dan menyimpan sel
sperma yang dibuat di testis. Testis juga memiliki fungsi untuk
mematangkan sperma sehingga siap melakukan pembuahan.

Alat Reproduksi Internal


Selain alat reproduksi eksternal, pria juga memiliki sistem reproduksi
internal. Organ-organ tersebut antara lain:
1. Vas deferens
Merupakan tabung panjang berotot yang bergerak dari epididimis ke
rongga panggul, tepat di belakang kandung kemih. Vas deferens
mengangkut sperma matang ke uretra sebagai persiapan untuk ejakulasi.
2. Saluran ejakulasi
Saluran ini dibentuk oleh perpaduan vas deferens dan vesikula
seminalis. Saluran ejakulasi bermuara di uretra.
3. Uretra
Uretra adalah saluran yang membawa urine dari kandung kemih ke luar
tubuh. Wanita juga memiliki uretra, tapi pada pria, uretra juga
memiliki fungsi tambahan untuk mengeluarkan (ejakulasi) air mani saat
mencapai orgasme.
4. Vesikula seminalis
Vesikula seminalis adalah kantong seperti kantung yang menempel
pada vas deferens di dekat dasar kandung kemih. Vesikula seminalis
membuat cairan kaya gula (fruktosa) yang memberi sperma sumber
energi dan membantu kemampuan sperma untuk bergerak (motilitas).
Cairan vesikula seminalis membuat sebagian besar volume cairan
ejakulasi, atau ejakulasi.
5. Kelenjar prostat
Kelenjar prostat adalah struktur seukuran kenari yang terletak di bawah
kandung kemih di depan rektum. Kelenjar prostat menyumbangkan
cairan tambahan untuk ejakulasi. Cairan prostat juga membantu
menyehatkan sperma. Uretra, yang membawa ejakulasi untuk
dikeluarkan saat orgasme, mengalir melalui bagian tengah kelenjar
prostat.
6. Kelenjar bulbouretral
Kelenjar bulbouretral, atau kelenjar cowper, adalah struktur seukuran
kacang yang terletak di sisi uretra, tepat di bawah kelenjar prostat.
Kelenjar ini menghasilkan cairan bening dan licin yang bermuara
langsung ke uretra. Cairan ini berfungsi untuk melumasi uretra dan
menetralkan keasaman yang mungkin ada karena sisa tetesan urine di
uretra.

D. Etiologi
Penyakit menular seksual bisa disebabkan oleh:
● Bakteri, seperti clamidia trachomatis (klamidia), treponema pallidum (sifilis),
neisseria gonorrhoeae (gonore), ,
● Virus, seperti human papilomavirus (kutil kelamin),

● human immunodeficiency virus (HIV). Parasit yang menyebar melalui cairan


tubuh.
E. Tanda dan gejala
Penyebab munculnya sindrom ini memang belum jelas. Beberapa teori
menyebutkan antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara
hormon estrogen dan progesteron. Hal ini karena hormon esterogen yang berlebihan.
Para peneliti melaporkan, salah satu kemungkinan yang kini sedang diselidiki adalah
adanya perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang
menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel. Kemungkinan lain, itu
berhubungan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi
serotonin yang dialami penderita (Joseph & Nugroho, 2010).
Penyebab yang pasti dari PMS belum diketahui. Namun dapat dimungkinkan
berhubungan dengan faktor - faktor hormonal, kimia, genetik, psikologis dan gaya
hidup.
a. Faktor Hormonal Faktor hormonal yakni terjadi ketidakseimbangan antara
hormon estrogen dan progesteron berhubungan dengan PMS. Kadar hormon
estrogen sangat berlebih dan melebihi batas normal sedangkan kadar
progesteron 38 menurun. Selain faktor hormonal, PMS berhubungan dengan
gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang
dialami penderita. PMS biasanya lebih mudah terjadi pada perempuan yang
lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus menstruasi (Saryono &
Sejati, 2009).
b. Faktor Kimia Faktor kimiawi sangat mempengaruhi munculnya PMS. Bahan-
bahan kimia tertentu di dalam otak seperti serotonin, berubah - ubah selama
siklus menstruasi. Serotonin adalah suatu neurotransmiter yang merupakan
suatu bahan kimia yang terlibat dalam pengiriman pesan sepanjang saraf di
dalam otak, tulang belakang dan seluruh tubuh. Serotonin sangat
mempengaruhi suasana hati. Aktivitas serotonin berhubungan dengan gejala
depresi, kecemasan, ketertarikan, kelelahan, perubahan pola makan, kesulitan
untuk tidur, impulsif, dan agresif. Rendahnya kadar dan aktivitas serotonin
ditemukan pada perempuan yang mengeluh sindrom premenstruasi (Saryono &
Sejati, 2009).
c. Faktor Genetik Faktor genetik juga memainkan suatu peran yang sangat
penting, yaitu insidensi PMS dua kali lebih tinggi pada kembar satu telur
(monozigot) dibanding kembar dua telur (Andiarna, 2012). PMS lebih rentan
diderita oleh perempuan dengan riwayat PMS pada anggota keluarga perepuan
lainnya (ibu kandung dan saudari kandungnya). Ibu yang memiliki riwayat
menderita PMS secara bermakna berpeluang lebih besar memiliki putri yang
kelak menderita PMS (dengan peluang 70%) dibandingkan populasi umum
(peluang 37%). 39 Hal yang sama juga ditunjukkan antar - saudari kembar
monozigot (yang berpeluang mendapat PMS pada kedua individu 93%)
dibandingkan antar - saudari kembar dizigot (berpeluang 44%) atau bukan
saudari kembar (Suparman & Santosa, 2011 ).
d. Faktor Psikologis Faktor psikologis, yaitu stress sangat besar pengaruhnya
terhadap kejadian PMS. Gejala-gejala PMS akan semakin menghebat jika di
dalam diri seorang perempuan terus menerus mengalami tekanan (Saryono &
Sejati, 2009).
e. Faktor Gaya Hidup Faktor gaya hidup dalam diri perempuan terhadap
pengaturan pola makan juga memegang peranan yang tidak kalah penting.
Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit, sangat berperan terhadap gejala-
gejala PMS. Makanan terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi cairan,
dan membuat tubuh bengkak. Terlalu banyak mengkonsumsi minuman
beralkohol dan minuman-minuman berkafein dapat mengganggu suasana hati
dan melemahkan tenaga (Saryono & Sejati, 2009)
F. Patofisiologi
Bila terjadi kecemasan maka tubuh akan bereaksi secara otomatis berupa
perangsangan hormon dan neurotransmitter. Terjadi peningkatan secara cepat sekresi
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) yang akan merangsang kelenjar adrenal untuk
menghasilkan kortisol. Keadaan ini 40 dianggap sebagai akibat dari naiknya aktivitas
dalam sistem limbik, khususnya dalam region amigdala dan hipokampus yang
kemudian menjalarkan sinyal ke bagian posterior medial hipotalamus. Kortisol ini
akan menginhibisi pelepasan LH (Luteinizing hormone) dan FSH (Follicle
Stimulating Hormone) oleh kelenjar pituitari, hormon estrogen dan progesterone oleh
ovarium, dan menginduksi resistensi hormon estrogen di organ target. Hal ini yang
menyebabkan ketidakseimbangan hormon estrogen progesteron selama fase luteal
(Bahrun, 2012). Interaksi antara esterogen, progesteron dan aldosteron Banyak kondisi
atau faktor yang berperan dalam terjadinya PMS pada remaja. Rendahnya kadar
progesteron diduga menjadi penyebab utama terjadinya PMS. Faktor yang terkait
dengan PMS adalah kenaikan perbandingan estrogen terhadap progesteron, tepat
sebelum fase menstruasi terjadi. Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan
rasio ini terkait dengan penurunan kadar endofin otak. Kadar endorfin otak diketahui
berpengaruh meningkatkan perasaan senang. Pertambahan kadar estrogen juga
berdampak pada pemekatan konsentrasi aldosteron, hormon yang dapat meretensi air
dan natrium. Perubahan ini menyebabkan perubahan endomorfin, prolaktin, dan
aldosteron yang dapat memperburuk gejala fisik dan psikis PMS. Menurut penelitian
lain defisiensi kalsium, magnesium, mangan, vitamin B dan E, dan asam linolenik,
serta metabolitnya berkaitan dengan PMS. Pola hidup yang tidak sehat terutama faktor
nutrisi juga berperan menjadi penyebab PMS. Pola nutrisi yang tidak seimbang berupa
diet tinggi garam dan gula, rendah vitamin (terutama vitamin B6, vitamin E, 41 dan
vitamin C) dan mineral (magnesium, zat besi, zink, mangan) serta makanan dengan
sedikit kandungan serat dapat menimbulkan PMS. Kurang berolahraga dan kurang
aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS (Rusfiana & Rodiana, 2016).
Penurunan kadar monoamine oksidase pada otak Penurunan kadar monoamine
oksidase pada otak dihubungkan dengan perubahan mood. Perubahan - perubahan
kimia di otak, bahan kimia tertentu di otak dapat juga memainkan peran dalam PMS.
Ini termasuk kimia rasul otak yang disebut serotonin. Kimia ini berfluktuasi selama
siklus menstruasi. Kimia ini mengatur suasana hati, dan orang-orang dengan gangguan
serotonin dapat mengembangkan gangguan suasana hati dan depresi yang terkait
dengan PMS. Serotonin rendah juga mengarah pada kelelahan, mengidam makanan
dan kesulitan tidur (Mandal, 2012).
G. Test Diagnostik
1. Tes Darah dan Urine
Sebagian besar penyakit seksual menular, seperti klamidia, gonore, hepatitis,
Sifilis, herpes sampai HIV dapat diuji menggunakan sampel urin atau darah.
Dalam beberapa kasus, tes urine dan darah tidak seakurat bentuk pengujian
lainnya. Mungkin diperlukan satu bulan atau lebih lama setelah terkena penyakit
seksual menular agar hasil tes darah maupun urin bisa lebih akurat.
2. Apusan
Jenis tes lain yang bisa dilakukan untuk mendeteksi penyakit seksual menular
adalah swab test atau apusan. Tes ini dilakukan dengan bantuan aplikator seperti
kapas untuk menyeka bagian organ genital. Contohnya, dokter akan menggunakan
kapas untuk mengambil apusan vagina dan serviks selama pemeriksaan panggul.
Jika masalahnya terkait dengan uretra, dokter dapat mengambil apusan uretra
dengan mengusapkan kapas ke dalam uretra. 
3. Pap Smear dan Pengujian HPV
Pap smear adalah tes untuk mencari tanda-tanda awal kanker serviks. Perlu
diketahui bahwa hasil pap smear yang abnormal bukan berarti seseorang pasti
mengidap kanker serviks atau kanker dubur. Banyak orang yang memiliki hasil
pap smear abnormal sembuh. Jika seseorang mendapatkan hasil pap smear yang
abnormal, biasanya dokter akan merekomendasikan tes HPV. Jika tes HPV
negatif, kecil kemungkinan kamu mengida kanker serviks atau kanker dubur.
Sebab, tes HPV saja tidak dapat memprediksi kanker. 
H. Penatalaksanaan Medis
Penyakit menular seksual yang disebabkan ole bakteri, umumnya lebih mudah untuk
diobati. Infeksi virus dapat dirawat, namun tidak selalu dapat disembuhkan. Pada
wanita hamil dan memiliki penyakit menular seksual akibat ditularkan oleh suaminya,
pengobatan yang tepat dapat mencegah atau mengurangi risiko penularan infeksi pada
bayi. Pengobatan biasanya diberikan tergantung pada infeksinya, yang diantaranya
meliputi antibiotik dan antivirus.
Menurut WHO (2003), penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari
dua cara, bisa dengan penaganan berdasarkan kasus (case management) ataupun
penanganan berdasarkan sindrom (syndrome management). Penanganan berdasarkan
kasus yang efektif tidak hanya berupa pemberian terapi antimikroba untuk
menyembuhkan dan mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan perawatan
kesehatan reproduksi yang komprehensif. Sedangkan penanganan berdasarkan
sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda dan gejala yang
konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba tertentu yang menimbulkan
sindrom. Penanganan infeksi menular seksual yang ideal adalah penanganan
berdasarkan mikrooganisme penyebabnya. Namun, dalam kenyataannya penderita
infeksi menular seksual selalu diberi pengobatan secara empiris (Murtiastutik, 2008).
Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah:
1. Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson, spektinomisin,
kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2007).
● Pada masa kehamilan, berikan antibiotika seperti: a) Ampisilin 2 gram IV dosis
awal, lanjutkan dengan 3 × 1 gram per oral selama 7 hari. b) Ampisilin +
Sulbaktan 2,25 gram oral dosis tunggal. c) Spektinomisin 2 gram IM dosis
tunggal. d) Seftriakson 500 mg IM dosis tunggal.
● Masa nifas, berikan antibiotika seperti : Xiprofloksasin 1 gram dosis tunggal
dan Trimethroprim + Sulfamethoksazol (160 mg + 800 mg) 5 kaplet dosis
tunggal.
● Oftalmia neonatorum (konjungtivitis) : Garamisin tetes mata 3 x 2 tetes Dan
Antibiotika - Ampisilin 50 mg/ kgBB IM selama 7 hari; Amoksisilin + asam
klamtanat 50 mg/ kgBB IM selama 7 hari; Seftriakson 50 mg/ kgBB IM dosis
tunggal. Berikan pengobatan yang sama pada pasangannya.
2. Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin, tetrasiklin,
eritromisin, dan kloramfenikol. Menerapkan prinsip pencegahan infeksi pada
persalinan, Menerapkan prinsip pencegahan infeksi pada penggunaan
instrument, Pemberian antibiotika, misal : Benzalin pensilin 4,8 juta unit IM
setiap minggu dengan 4x pemberian; Dofsisiklin 200 mg oral dosis awal,
dilanjutkan 2×100 mg oral hingga 20 hari; Sefriakson 500 mg IM selama 10
hari, Sebelum pemberian terapi pada bayi dengan dugaan/ terbukti menderita
sifilis kongenital, maka dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis dan uji
serologik tap bulan sampai negatif. Berikan antibiotik : Benzalin pensilin
200.000 IU/ kgBB per minggu hingga 4x pemberian; Sefriakson 50 mg/ kg BB
dosis tunggal (per hari 10 hari), Lakukan konseling preventif, pengobatan
tuntas dan asuhan mandiri, Memastikan pengobatan lengkap dan kontrol
terjadwal, Pantau lesi kronik atau gejala neurologik yang menyertai.
3. Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir
Lakukan pemeriksaan serologi (STS), Atasi nyeri dan demam dengan
parasetamol 3 x 500 mg, Bersihkan lesi dengan larutan antiseptic dan kompres
dengan air hangat, eringkan dan oleskan acyclovir 5% topikal setelah nyer
berkurang, Berikan acyclovir tablet 200 mg tap 4 jam, Rawat inap bila terjadi
demam tinggi, nyeri hebat, retensi urin, konvulsi, neurosis, reaksi neurologik
lokal, ketuban pecah dini maupun partus prematurus, Berikan pengobatan pada
pasangan berupa acyclovir oral selama 7 hari. Bila terpaksa partus pervaginam,
hindari transmisi ke bayi atau penolong.
4. Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin
● Doksisiklin per oral 2x sehari selama 7 hari.
Asitromisin dengan pemberian dosis tunggal (kontraindikasi untuk ibu hamil,
gunakan eritromisin, amoksilin, azitromisin).
● Lakukan follow-up pada penderita dengan :
a) Apakah obat yang diberikan sudah diminum sesuai anjuran.
b) Pasangan seksual juga harus diperiksa dan diobati.
c) Jangan melakukan hubungan seks, bila pengobatan belum selesai.
d) Lakukan periksa ulang 3-4 bulan setelah selesai pengobatan.
5. Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003).
Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan pengaruh dari
mikroba, obat antimikroba, lingkungan dan penderita. Menurut Warsa (2004),
resisten antibiotika menyebabkan penyakit makin berat, makin lama menderita,
lebih lama di rumah sakit, dan biaya akan lebih mahal.
I. Komplikasi
Beberapa PMS terkadang tidak menimbulkan gejala, sehingga membuat pengidapnya
tak menyadari adanya penyakit tersebut dalam tubuhnya. PMS yang dibiarkan tanpa
penanganan yang tepat bisa menimbulkan berbagai komplikasi, antara lain: 
● Nyeri panggul.

● Komplikasi kehamilan.

● Peradangan mata.

● Radang sendi.
● Penyakit radang panggul.

● Infertilitas.

● Penyakit jantung.

● Kanker servik.

● Kanker dubur.

Bila ibu hamil tertular penyakit menular seksual, maka penyakit tersebut bisa
menular ke bayi dan menyebabkan beberapa masalah kesehatan berikut:

● Infeksi.

● Radang paru-paru.

● Meningitis.

● Kebutaan.

● Kehilangan pendengaran.

● Kerusakan otak.

● Kematian.

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Teori


1. Pengkajian
a. Anamnese
● Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
● Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
a) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri, misalnya timbul
benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama. Kadang-kadang disertai gangguan
haid.
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan pengkajian,
seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri
setelah bedah dan adapun yang yang perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih
nyeri, intensitas nyeri, waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan penggunaan obat-
obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan riwayat kehamilan dan riwayat
persalinan dahulu, penggunaan alat kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi
sebelumnya.
4) Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai penyakit
keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan
riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu diketahui
adala:
a) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak
pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami atrofi pada masa
menopause.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana mioma uteri
tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada
masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
c) Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktorfaktor budaya
yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien mioma uteri,
dan tanyakan mengenai seksualitasdan perawatan yang pernah dilakukan oleh
pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri, peran diri,
personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan terhadap orang lain
atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang di sukai pasien mioma
uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri
dengan orang lain.
c) Pola Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus dikaji
adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang terjadi.
d) Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan bau.
e) Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan frekwensinya,
tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian, eliminasi, makan
minum, mobilisasi
f) Pola Istirahat dan Tidur
Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur
a. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
3) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut.
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
c) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya pembengkakan konka
nasal/tidak.
d) Telinga : lihat kebersihan telinga.
e) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan rongga mulut,
lidah dan gigi, lihat adanya penbesaran tonsil.
f) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya pembengkakan kelenjar
getah bening/tidak.
g) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan sirkulasi,
ketiak dan abdomen.
h) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol.
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
i) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas dan
bawah pasien mioma uteri.
j) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi, perdarahan diluar siklus
menstruasi.
b. Pemeriksaan diagnostik
1. Tes laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan oleh
nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan
hematokrit menunjukan adanya kehilangan darah yang kronik.
2. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin
Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang simetrik
menyerupai kehamilan atau terdapat bersamaan dengan kehamilan.
3. Ultrasonografi
Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.
4. Pielogram intravena
a) Pap smear serviks
Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum
histerektomi.
b) Histerosal pingogram
Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untuk
mengevaluasi distorsi rongga uterus dan kelangsungan tuba falopi (Nurarif &
Kusuma, 2013).
5. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
6. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
7. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat
menghambat tindakan operasi
8. ECG : mendeteksi, kelainan yang mungkin terjadi yang dapat
mempengaruhi tindakan operasi.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis.Imflamasi, Iskemia, neoplasma)
2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat
gangguan hematologis (perdarahan)
4. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada
organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
5. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps rectum)
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada status
kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)
3. Rencana keperawatan
NO Diagnosa SLKI SIKI
1 Nyeri akut b.d agen Tingkat nyeri Manajemen nyeri
pencedera Setelah dilakukan
fisiologis Observasi:
(mis.Imflamasi, intervensi
1. Identifikasi
Iskemia, keperawatan lokasi,karakteristik,duarasi,freku
neoplasma)
selama 3x 24 jam ensi
Kualitas,intensitas nyeri
tingkat nyeri
2. Identifikasi nyeri
menurun dengan 3. Identifikasi respon nyeri non
kriteria hasil: verbal
4. Identifikasi faktor penyebab
1. Kemampua nyeri
5. Monitor efek samping
n
penggunaan analgetik
menuntaska
Terapeutik:
n aktivitas
1. Berikan teknik non farmakologis
meningkat untuk mengurangi rasa
(5) nyeri(mis.kompres
hangat/dingin)
2. Keluhan
2. Kontrol lingkungan yang
nyeri memperberat rasa
menurun(5) nyeri(mis,suhu
ruangan,pencahayaan,kebisinga)
3. meringis 3. Fasilitasi istirhat dan tidur
menurun
Edukasi:
(5)
1. Jelaskan penyebab,priode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik,Jika perlu

2 Resiko syok Tingkat Syok Manajemen Syok Hipovolemik


berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi
dengan perdarahan
intervensi ● Monitor status kardiopulmonal
(frekuensl dan kekuatan nadi,
keperawatan
frekuensi napas, TD, MAP)
selama 3x 24 jam
● Monitor status oksigenasi
tingkat Syok
(oksimetri nadi, AGD)
menurun dengan
● Monitor status cairan (masukan
kriteria hasil:
dan keluaran, turgor kulit, CRT)
1. Kekuatan nadi ● Periksa tingkat kesadaran dan
meningkat respon pupil
2. Output urine ● Periksa seluruh permukaan
meningkat tubuh terhadap adanya DOTS
(deformity idelomilas, open
3. Tingkat
wound/luka terbuka,
kesadaran tenderness/nyerl tekan,
meningkat swelling/bengkak)
2. Terapeutik
4. Akral dingin
● Pertahankan Jalan napas paten
menurun
5. Pucat menurun ● Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
6. Mean arterial
oksigen >94%
preasure
● Persiapkan intubasi dan
membaik
ventilasi mekanis, jika perlu
7. Tekanan darah
● Lakukan penekanan langsung
membaik
(direct pressure) pada
8. Tekanan nadi perdarahan ekstemal
membaik ● Berikan posisi syok (modified
9. Frekuensi nadi Trendelenberg)
membaik ● Pasang jalur IV berukuran
10. Frekuensi besar (mis. nomor 14 atau 16)
nafas membaik ● Pasang kateter urine untuk

● ngmenilal produksi urine


3. Kolaborasi
● Kolaborasi pemberian infus
cairan kristalold 1 - 2 L pada
dewasa.
● Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 20 ml/KgBB
pada anak
● Kolaborast periberian
transfusi darah, jika perlu
3 Resiko infeksi Tingkat Infeksi Manajemen Imunisasi/Vaksinasi
berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi
dengan penurunan
intervensi ● Identifikasi riwayat
imun tubuh
sekunder akibat kesehatan dan riwayat alergi
keperawatan
gangguan ● Identifkasi kontraindikasi
selama 3x 24 jam
hematologis
pemberian imunisasi (mis.
(perdarahan) tingkat nyeri
reaksi anaflaksis terhadap
menurun dengan vaken. sebelumnya dan atau
kriteria hasil: sakit parah dengan atau tapa
demam)
1. Kebersihan ● Identifikasi status imunisasi
tanagn
setiap kunjungan ke
meningkat
pelayanan kesehatan
2. Kebersihan
2. Terapeutik.
badan
meningkat ● Dokumentasikan informasi
3. Nafsu makan vaksinasi (mis, nama
meningkat produsen, tanggal
4. Demam kedaluwarsa)
menurun 3. Edukasi
5. Kemerahan
menurun ● Jelaskan tujuan, manfaat,
6. Nyeri menurun reaksi yang terjadi, jadwal,
7. Bengkak dan efek samaping
menurun
8. Gangguan
kognitif
menurun
9. Kultur darah
membaik
10. Kultur urine
membaik
Kultur area luka
membaik

4 Retensi urine Eliminasi Urine Kateterisasi urine


berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi
dengan penekanan intervensi
● Periksa kondisi pasien (mis.
oleh massa jaringan keperawatan
neoplasma pada selama 3x 24 jam kesadaran, tanda-tanda vital,
organ sekitarnya, eliminasi urine daerah perineal, distensi
gangguan sensorik membaik dengan kandung kemih,
motorik kriteria hasil: inkontinensia urine, refleks
1. Sesnsasi berkemih)
berkemih 2. Terapeutik
meningkat ● Siapkan peralatan, bahan-
2. Desakan
bahan dan ruangan tindakan
berkemih menurun
3. Distensi ● Siapkan pasien: bebaskan
kandung kemih pakaian bawah dan posisikan
menurun dorsal rekumben (untuk
4. Frekuensi wanita) dan supine (untuk
BAK membaik alaki-laki)
5. Karakteristi
k urine membaik ● Pasang sarung tangan

● Bersihkan daerah perineal


atau preposium dengan
cairan NaCl atau aquades
● Lakukan insersi kateter urine
dengan menerapkan prinsip
aseptik
● Sambungkan kateter urin
dengan urine bag
● Isi balon dengan NaCI 0,9%
sesuai anjuran pabrik
● Fiksasi selang kateter diatas
simpisis atau di paha
● Pastikan kantung urine
ditempatkan lebih rendah
dari kandung kemih
● Berikan label waktu
pemasangan
3. Edukasi
● Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter urine
● Anjurkan menarik napas sat
insersi selang kateter
5 Resiko Konstipasi Eliminasi Fekal Pencegahan Konstipasi
berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi
dengan penekanan intervensi
● Identifikasi faktor risiko
pada rectum keperawatan
(prolaps rectum) selama 3x 24 jam konstipasi (mis. asupan serat
eliminasi urine tidak adekuat, asupan cairan
membaik dengan tidak adekuat, aganglionik,
kriteria hasil: kelemahan otot abdomen,
1. Kontrol aktivitas fisik kurang)
pengeluaran ● Monitor tanda dan gejala
feses meningkat
konstipasi (mis. defekasi
2. Distensi
kurang 2 kali seminggu,
abdomen
defekasi lama/sulit., feses
menurun
keras, peristaltik menurun)
3. Teraba masa
pada rektal ● Identifikasi status kognitif
menurun untuk mengkomunikasikan
4. Nyeri abdomen kebutuhan
menurun
5. Kram abdomen ● Identifikasi penggunaan
menurun obat-obatan yang
6. Konsistensi menyebabkan konstipasi
feses membaik 2. Terapeutik
7. Frekuensi ● Batasi minuman yang
defekasi
membaik mengandung kafein dan
8. Peristaltik usus alkohol
membaik ● Jadwalkan rutinitas BAK

● Lakukan masase abdomen

● Berikan terapi akupresur


3. Edukasi
● Jelaskan penyebab dan faktor
risiko konstipasi
● Anjurkan minum air putih
sesuai dengan kebutuhan
(1500-2000 mL/hari)
● Anjurkan mengkonsumsi
makanan berserat (25-30
gram/hari)
● Anjurkan meningkatkan
aktivitas fisik sesuai
kebutuhan
● Anjurkan berialan 15-20 menit
1-2 kali/hari
4. Kolaborasi
● Kolaborasi dengan ahli gizi,
Jika perlu
6 Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
berhubungan 1. Observasi
Setelah dilakukan
dengan perubahan
tindakan ● Identifikasi saat tingkat
dalam status peran,
keperawatan 3x24 ansietas berubah (mis. kondisi,
ancaman pada
jam, maka tingkat waktu, stresor)
status kesehatan,
ansietas menurun
konsep diri ● Identifikasi kemampuan
dengan kriteria
(kurangnya sumber
hasil : mengambil keputusan
informasi terkait
penyakit) 1. Verbalisasi ● Monitor tanda-tanda ansietas
khawatir akibat (verbal dan nonverbal)
kondisi yang 2. Terapeutik
dihadapi
● Ciptakan suasana terapeutik
menurun
2. Perilaku gelisah untuk menumbuhkan
menurun kepercayaan
3. Frekuensi ● Temani pasien untuk
pernafasan
mengurangi kecemasan, jika
menurun
memungkinkan
4. Frekuensi nadi
menurun ● Pahami situasi yang membuat
5. Frekuensi ansietas
tekanan darah
menurun ● Dengarkan dengan penuh
Konsentrasi perhatian
membaik
● Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
● Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan
3. Edukasi
● Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
● Anjurkan Keluarga untuk letap
bersama pasien. jika perlu
● Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
● Latihan penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
● Latih teknik relaksasi
4. Kolaborasi
● Kolaboral pemiberian obat
antiansietas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Eva.2010.Kesehatan Reproduksi Wania. Jakarta Timur:CV Trans Info Media

Yani.2009.Ksehatan Reproduksi.Yogyakarta: Fitramaya

Gilly Andrews.2010.Kesehatan Reproduksi. Jakarta:EGC

Bohl, Lowdermilk, & Jensen (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa Maris A.
Wijayarini, Peter 1. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC. Bemon Ralp C dan Martin L. Pernoll 2008.
Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
PPNI (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia;Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia;Definisi dan Kriteria Hasil


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia;Definisi dan Tindakan Keperawatan,


Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai