TINJAUAN PUSTAKA
Caucacus di Asia Barat dan kemudian menyebar ke seluruh pelosok Asia. Apel
masuk ke Indonesia pada tahun 1934 dan varietas apel yang dikembangkan
umumnya didatangkan dari Eropa dan Australia (Yulianti dkk., 2007). Struktur
buah apel tersusun atas tangkai, kulit buah, daging buah dan juga biji. Tangkai buah
digunakan untuk tempat melekatnya buah apel dengan dahan atau ranting. Daging
buah merupakan bagian yang dapat dimakan yang di dalamnya terdapat biji dan
dilapisi oleh kulit buah sebagai lapisan paling luar yang dapat dikupas. Apel dapat
dikonsumsi segar atau diolah terlebih dahulu menjadi berbagai macam pangan
olahan. Apel yang melalui proses pengolahan biasanya akan menghasilkan kulit
buah sebagai hasil samping atau limbah yang digunakan sebagai pakan ternak atau
langsung dibuang.
Divisio : Angiospermae
Klas : Dicotyledone
Ordo : Rodales
Famili : Rosaceae
Genus : Malus
4
5
varietas apel, salah satunya adalah apel Manalagi dengan rata-rata produktivitas
buah disetiap pohonnya sekitar 75 kg per musim. Apel Manalagi memiliki aroma
harum segar dan kulit buahnya berwarna hijau muda kekuningan dengan pori-pori
kulit jarang-jarang. Apel Manalagi berbentuk bulat dengan diameter 4-7 cm dan
berat 75-160 gram. Daging buah berwarna putih, sedikit berair dan agak liat, tetapi
memiliki rasa yang manis dan tidak berasa asam walau belum matang dengan biji
bulat pendek dan berwarna cokelat tua. (Yulianti dkk., 2007). Apel manalagi
Kandungan gizi apel Manalagi diantaranya adalah kadar air, kadar abu, total
asam, kadar serat kasar, kadar pektin dan juga vitamin C. kandungan gizi apel
Apel Manalagi yang lapisan paling luarnya berupa kulit buah ternyata juga
memiliki kandungan gizi seperti pada daging buahnya, diantaranya adalah kadar
air, serat kasar, total gula, total abu, substansi petin dan juga asam malat.
Kandungan gizi secara spesifik pada kulit apel Manalagi belum ditemukan dalam
pustaka, tetapi Virk dan Sogi (2004) telah meneliti kandungan gizi dalam kulit apel
secara umum dan didapatkan hasil kandungan gizi dalam kulit apel yang terdapat
2.2 Pektin
asam galakturonat dengan variasi komposisi, struktur dan berat molekul yang sering
dikaitkan dengan komponen dinding sel lainnya seperti selulosa, hemiselulosa dan
lignin (Harholt, 2010). Pektin merupakan serat larut air yang mengandung berbagai
di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa yang berfungsi sebagai perekat antar
dinding sel yang disebut lamella tengah (Yuslianti, 2018). Komposisi dan struktur
pektin sulit ditentukan karena pektin dapat berubah selama isolasi dari tanaman,
Struktur dinding sel tanaman yang memperlihatkan letak pektin terdapat pada
Gambar 2.
merupakan polimer karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang terdapat hampir
di semua tanaman yang berperan dalam menentukan struktur sel. Istilah pektin
mencakup semua polimer yang beragam sesuai dengan berat molekul, konfigurasi
kimia dan kandungan gula netral dengan sifat fungsional yang berbeda dari
berbagai jenis tanaman (Flutto, 2003). Polisakarida serbaguna ini telah digunakan
sebagai agen pembentuk gel, bahan pengental, penstabil dan pengemulsi (Rascón-
Chu et al., 2016). Pektin juga dapat digunakan sebagai agen pembentuk gel dalam
selai dan jeli, pengisi atau penstabil dalam permen, pengawet dan penstabil
keasaman produk susu, olahan buah, pemberi tekstur tambahan dalam tambahan
roti, lapisan gula dan frosting dan dalam aplikasi lain termasuk pengganti lemak
dalam olesan, saus salad, es krim dan produk daging yang diemulsi (Hawthorne et
al., 2000).
8
Pektin merupakan serat larut air dari polimer karbohidrat yang tersusun atas
rantai unit asam galakturonat yang dihubungan oleh ikatan α-1,4 glikosidik
diesterifikasi sebagian menjadi metil ester (Flutto, 2003). Sktruktur kimia asam
pektat terbentuk dalam suatu kombinasi turunan yang menyerupai rantai dengan
dinetralkan oleh satu atau lebih jenis basa (asam bebas) (American Chemical
pada tanaman yang masih muda atau pada buah-buahan yang belum matang.
Protopektin dapat diubah menjadi pektin dan terdispersi dalam jika dipanaskan
dalam air yang mengandung asam (Meyer, 1960 dalam Perina dkk., 2007).
Protopektin adalah zat pektat yang tidak larut dalam air dan jika dihidrolisis
9
metil ester. Pektinat yang mengandung metil ester yang cukup yaitu lebih dari
50% dari seluruh karboksil disebut pektin dan dapat larut dalam air (Winarno,
1997 dalam Perina dkk., 2007). Asam pektinat dalam keadaan yang sesuai
4. Pektin, adalah asam-asam pektinat yang dapat larut dalam air dengan kandungan
metil ester dan derajat netralisasi beragam dan dapat membentuk gel dengan
asam dan gula pada kondisi yang sesuai (American Chemical Society, 1944
5. Asam pektat, adalah zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam
poligalakturonat yang bebas dari gugus metil ester (American Chemical Society,
1944 dalam Farobie, 2006) Asam pektat merupakan senyawa pektin yang gugus
larut dalam air dan tidak membentuk gel (Massiot et al., 1988 dalam Perina dkk.,
2007).
Asam pektinat disebut juga pektin yang di dalam molekulnya terdapat metil
ester pada beberapa gugus karboksil sepanjang rantai polimer dari galakturonat.
Pektin memiliki sifat terdispersi dalam air dan dapat membentuk garam yang
disebut asam pektinat yang berfungsi dalam pembuatan gel dengan gula dan asam.
Asam pektinat yang sebagian besar gugus karboksilnya bebas tidak teresterkan
adalah pektin yang memiliki metoksil rendah dan dapat membetuk gel dengan ion-
10
ion bervalensi dua. Pektin merupakan senyawa unit-unit Anhidro galakturonat acid
(AAG) yang dihubungkan dengan ikatan α 1-4 glikosidik atau ternetralkan oleh
kation. Polimer AAG tersebut merupakan rantai lurus atau tidak bercabang
(Yuslianti, 2018).
Pektin mengandung sekitar 6,7% gugus metoksi (-OCH2) dan sekitar 74%
asam galakturonat (C8H12O7) saat sudah dikeringkan. Pektin berupa serbuk kasar
atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak berbau dan mempunyai rasa
musilago atau berlendir. Pektin tidak larut dalam pelarut organik, kecuali
akan diubah oleh enzim pektinase menjadi asam pektinat atau disebut dengan pektin
yang terdapat ester metil dalam molekulnya pada beberapa gugusan karboksil
sepanjang rantai polimer dari galakturonat (Yuslianti, 2018). Residu gula utama
yang ditemukan dalam pektin adalah asam D-galakturonat yang sebagian kecil
memiliki berat molekul lebih dari 200.000 sesuai dengan tingkat polimerasi hingga
1.000 unit yang dapat berikatan dengan gugus karboksil, amin dan ester. Persentase
galakturonat (%GA) yang ditetapkan minimal 65% dalam pektin sebagai zat
bebas, metil ester, garam sodium, kalsium atau ammonium dan dalam beberapa
kelompok pektin amida. Persentase esterifikasi atau unit asam galakturonat pusat
11
pektin yang memiliki metoksil tinggi (High Metoxyl) dan pektin yang memiliki
molekul amida. Nilai derajat esterifikasi untuk pektin komersial bermetoksil tinggi
berkisar antara 60 ̶ 70% dan untuk pektin bermetoksil rendah berkisar antara 20 ̶
jumlah minimum padatan terlarut dan pH sekitar 3,0 untuk membentuk gel
sedangkan pektin yang memiliki kadar metoksil rendah bersifat reversible secara
termal, larut dalam air panas dan sering mengandung zat terdispersi seperti
menghasilkan gel yang tidak tergantung pada kandungan gula, tidak sensitif
ekstraksi asam dan asam yang digunakan adalah asam tartat, asam malat, asam
sitrat, asam laktat, asam asetat atau asam fosfat. Kecenderungan menggunakan
asam mineral yang murah seperti asam sulfat, asam klorida dan asam nitrat lebih
digunakan dalam ekstraksi pektin untuk memisahkan ion bivalen, memutus ikatan
12
pektin yang larut dalam air (Kesuma, 2018). Asam akan melepaskan ion H+
sehingga protopektin terhidrolisis menjadi pektin mudah larut dan molekul pektin
tersebut dapat bersatu dengan molekul pektin lainnya hingga membentuk jaringan
pektin (Sufy, 2015). Menurut Rosida dkk. (2018) tahapan ekstraksi pektin sebagai
berikut:
1. Preparasi Bahan
dilakukan agar bahan baku bersih dari kotoran-kotoran yang ikut dan pengeringan
simplisia kering yang seragam. Simplisia yang kering akan memudahkan proses
difusi larutan asam ke dalam bahan karena kandungan air di dalam bahan yang
bahan. Pengeringan dapat dilakukan dengan pengering kabinet dengan suhu 55℃
sampai didapat berat bahan kering yang konstan. Penggunaan suhu yang terlalu
tinggi untuk pengeringan sebaiknya dihindari karena akan membuat pektin yang
2. Ekstraksi Pektin
propektin menjadi pektin dengan cara memanaskan bahan dalam larutan asam encer
dengan kisaran pH yang direkomendasikan sebesar 1,5 ̶ 3,0 tetapi yang sering
digunakan adalah pH 2,6 ̶ 2,8. Semakin rendah pH yang digunakan sebagai pelarut
dalam ekstraksi dan semakin tinggi suhu ekstraksi yang digunakan maka akan
13
suhu yang terlalu tinggi dan juga waktu yang terlalu lama karena akan
3. Pengendapan
pektin menggumpal.
sisa asam saat ekstraksi yang masih terdapat pada pektin. Setelah dilakukan
mengubah pektin kering kasar menjadi bentuk serbuk dengan kadar air yang telah
menurun akibat proses pengeringan agar pektin menjadi tahan lama karena kadar
air yang akan dimanfaatkan oleh jamur untuk berkembang biak dalam pektin
menurun.
Proses ekstraksi pektin dapat dilakukan dengan pH, suhu dan waktu
serta kualitas dari pektin yang dihasilkan. Adapun faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi jumlah ion hidrogen yang terdapat dalam larutan ekstraksi. Ion
hidrogen tersebut yang nantinya akan mensubtitusi kalsium dan magnesium dari
yang larut dalam air. Derajat keasaman atau pH optimum untuk ekstraksi pektin
yang biasa digunakan dalam ekstraksi pektin yaitu berkisar antara 1,0 ̶ 3,0 (Perina
dkk., 2007).
Waktu kontak bahan baku dengan pelarut atau waktu ekstraksi digunakan
dahulu hingga akhirnya ion hidrogen mensubtitusi kalsium dan magnesium dari
protopektin menjadi pektin yang larut air. Waktu ekstraksi optimum untuk
menghasilkan pektin yang maksimum juga bergantung terhadap bahan dan pelarut
yang digunakan agar tidak terjadi hidrolisis lebih lanjut dari pektin menjadi asam
3. Ukuran Partikel
Ukuran partikel akan mempengaruhi kontak antara bahan bahan dan pelarut.
Semakin kecil ukuran partikel bahan, luas permukaan kontak antara bahan dan
15
pelarut akan semakin besar sehingga akan mempengaruhi jumlah pektin yang
4. Suhu Pelarutan
ikatan antar molekul protopektin. Suhu yang tinggi menyebabkan ikatan antara
(Prasetyowati dkk., 2009). Suhu yang digunakan dalam ekstraksi pektin umumnya
Rasio pelarut dan bahan ekstraksi akan mempengaruhi jumlah pektin yang
6. Jenis Pelarut
protopektin menjadi pektin yang larut air. Kriteria pelarut yang dapat digunakan
reaktivitas, titik didih, harga, ketersediaan, memiliki viskositas yang rendah, stabil
secara kimia dan termis, tidak menimbukan resiko ledakan dan kebakaran dan/atau
Bahan yang berstruktur lunak akan mempercepat ekstraksi, tetapi jika bahan
8. Pengadukan
pengendapan padatan dan dapat membuat luas kontak antara bahan dan pelarut
Kualitas pektin yang dihasilkan ditentukan oleh sifat fisik dan kimia pektin.
(IPPA) sebagai acuan agar pektin yang dihasilkan memenuhi syarat. Standar mutu
a. Derajat Esterifikasi
esterifikasi juga didefinisikan sebagai jumlah gugsu metil ester yang terbebas dari
asam galakturonat atau gugus karboksil yang tidak teresterifikasi (Budiyanto dan
b. Asam Galakturonat
yang terdapat dalam pektin dan juga merupakan unit dasar penyusun pektin.
Kandungan asam galakturonat dalam pektin dapat berupa asam bebas, metil
ester, garam sodium, kalsium atau ammonium dan dalam beberapa kelompok
c. Kandungan Metoksil
didefinisikan sebagai jumlah molekul etanol yang terdapat di dalam 100 molekul
d. Berat Ekivalen
asam galakturonat yang bebas dari ikatan ester atau tidak mengalami esterifikasi
Asam sitrat merupakan asam organik yang sangat mudah ditemui, berasal
dari daun dan buah genus Citrus (jeruk-jerukan) (Kesuma, dkk., 2018). Asam sitrat
atau citric acid atau cytroen zuur atau dipasaran lebih dikenal dengan garam asam
merupakan bahan pengasam yang berbentuk Kristal putih seperti gula pasir
berbentuk padatan berwarna putih, rasanya masam, terdapat pada buah-buahan dan
dapat juga digunakan sebagai pemutih pakaian (Rahayu dan Giriarso, 2011).
Asam sitrat juga dapat digunakan untuk ekstraksi pektin. Asam digunakan
untuk memisahkan ion bivalen, memutus ikatan antara asam pektinat dengan
selulosa dan menghidrolisis protopektin menjadi pektin yang larut dalam air. Asam-
asam yang dapat digunakan adalah asam mineral dan asam organik salah satunya
adalah asam sitrat. Asam organik dapat menjadi pilihan karena memiliki sifat toksik
Berbagai kajian tentang penggunaan kulit apel untuk ekstraksi pektin telah
dilakukan menggunakan berbagai pelarut asam, suhu dan waktu ekstraksi (Virk dan
Sogi, 2004; Subagyo dan Ahmad, 2010; Cho et al., 2018). Penambahan konsentrasi
protopektin menjadi pektin yang larut air dan waktu ekstraksi sebagai durasi kontak
antara simplisia dan pelarut saat ekkstraksi. Berbagai penelitian yang sudah
asam sitrat dan waktu ekstraksi sebagai faktor yang dicobakan dalam ekstraksi
pektin. Berdasar hal tersebut peneliti menggunakan variasi konsentrasi asam sitrat
serta waktu ekstraksi sebagai perlakuan dan menggunakan suhu ekstraksi 90℃.
Virk dan Sogi (2004) dalam penelitiannya melakukan ekstraksi pektin dari
kulit apel (Malus pumila Cv Amri) menggunakan pelarut 0,02 M asam klorida, 0,05
kandungan kadar air sebesar 10,03%, berat ekivalen 652,48%, kadar metoksil 3,7%,
19
derajat esterifikasi 33,44% dan kadar abu 1,44%. Subagyo dan Ahmad (2010)
dalam penelitiannya mengenai ekstraksi pektin dari kulit dan ampas apel jenis
Princess Noble menggunakan pelarut asam klorida dengan suhu, waktu dan pH
yang berbeda menghasilkan kondisi optimal ekstraksi pektin pada suhu 90℃, pH
3,5 untuk ampas dan pH 3 untuk kulit dan waktu operasi 90 menit dengan rendemen
pektin yang dihasilkan 13,940% untuk ampas dan 12,897% untuk kulit apel. Cho et
al. (2018) mengekstraksi pektin dari limbah pengolahan jus berupa ampas apel dan
kulit apel Fuji menggunakan pelarut asam sitrat 0,1 M dan 1,0 M menghasilkan
rendemen pektin berturut-turut sebesar 5,3% dan 6,2% dan derajat esterifikasi