Anda di halaman 1dari 16

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apel Manalagi

Apel merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari pegunungan

Caucacus di Asia Barat dan kemudian menyebar ke seluruh pelosok Asia. Apel

masuk ke Indonesia pada tahun 1934 dan varietas apel yang dikembangkan

umumnya didatangkan dari Eropa dan Australia (Yulianti dkk., 2007). Struktur

buah apel tersusun atas tangkai, kulit buah, daging buah dan juga biji. Tangkai buah

digunakan untuk tempat melekatnya buah apel dengan dahan atau ranting. Daging

buah merupakan bagian yang dapat dimakan yang di dalamnya terdapat biji dan

dilapisi oleh kulit buah sebagai lapisan paling luar yang dapat dikupas. Apel dapat

dikonsumsi segar atau diolah terlebih dahulu menjadi berbagai macam pangan

olahan. Apel yang melalui proses pengolahan biasanya akan menghasilkan kulit

buah sebagai hasil samping atau limbah yang digunakan sebagai pakan ternak atau

langsung dibuang.

Menurut Yulianti (2007) Sistematika (taksonomi) tanaman apel

diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisio : Angiospermae

Klas : Dicotyledone

Ordo : Rodales

Famili : Rosaceae

Genus : Malus

Spesies : Malus sylvestril Mill.

4
5

Spesies Malus sylvestril Mill. inilah yang menghasilkan berbagai macam

varietas apel, salah satunya adalah apel Manalagi dengan rata-rata produktivitas

buah disetiap pohonnya sekitar 75 kg per musim. Apel Manalagi memiliki aroma

harum segar dan kulit buahnya berwarna hijau muda kekuningan dengan pori-pori

kulit jarang-jarang. Apel Manalagi berbentuk bulat dengan diameter 4-7 cm dan

berat 75-160 gram. Daging buah berwarna putih, sedikit berair dan agak liat, tetapi

memiliki rasa yang manis dan tidak berasa asam walau belum matang dengan biji

bulat pendek dan berwarna cokelat tua. (Yulianti dkk., 2007). Apel manalagi

memiliki bentuk seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Apel Manalagi (Dokumentasi Pribadi)

Kandungan gizi apel Manalagi diantaranya adalah kadar air, kadar abu, total

asam, kadar serat kasar, kadar pektin dan juga vitamin C. kandungan gizi apel

Manalagi dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Kandungan Gizi Apel Manalagi

Zat Gizi Kandungan


Kadar Air (%) 81,18
Total gula (%) 6,25
Total asam (%) 0,25
Kadar serat kasar 3,38
kadar Pektin (%) 1,28
Vitamin C (mg/100g) 12,08
Sumber: Wahyuningtias dkk. (2017)
6

Apel Manalagi yang lapisan paling luarnya berupa kulit buah ternyata juga

memiliki kandungan gizi seperti pada daging buahnya, diantaranya adalah kadar

air, serat kasar, total gula, total abu, substansi petin dan juga asam malat.

Kandungan gizi secara spesifik pada kulit apel Manalagi belum ditemukan dalam

pustaka, tetapi Virk dan Sogi (2004) telah meneliti kandungan gizi dalam kulit apel

secara umum dan didapatkan hasil kandungan gizi dalam kulit apel yang terdapat

pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Kandungan Gizi Kulit Apel

Zat Gizi Kandungan (%)


Kadar Air 75,00
Serat Kasar 21,40
Total gula 9,20
Total abu 1,60
Substansi Pektin 1,21
Asam malat 0,28
Sumber: (Virk dan Sogi, 2004)

2.2 Pektin

Pektin merupakan struktural dinding sel tanaman polisakarida dari unit

asam galakturonat dengan variasi komposisi, struktur dan berat molekul yang sering

dikaitkan dengan komponen dinding sel lainnya seperti selulosa, hemiselulosa dan

lignin (Harholt, 2010). Pektin merupakan serat larut air yang mengandung berbagai

monosakarida yang biasanya ditemukan di antara dinding sel tanaman khususnya

di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa yang berfungsi sebagai perekat antar

dinding sel yang disebut lamella tengah (Yuslianti, 2018). Komposisi dan struktur

pektin sulit ditentukan karena pektin dapat berubah selama isolasi dari tanaman,

penyimpanan dan pemrosesan bahan tanaman (Novosel’skaya et al., 2000).


7

Struktur dinding sel tanaman yang memperlihatkan letak pektin terdapat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Dinding Sel Tanaman (infobaru.id)


Kata ‘pektin’ berasal dari bahasa Yunani ‘pektos’ yang artinya kokoh dan

keras, yang mencerminkan kemampuan pektin untuk membentuk gel. Pektin

merupakan polimer karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang terdapat hampir

di semua tanaman yang berperan dalam menentukan struktur sel. Istilah pektin

mencakup semua polimer yang beragam sesuai dengan berat molekul, konfigurasi

kimia dan kandungan gula netral dengan sifat fungsional yang berbeda dari

berbagai jenis tanaman (Flutto, 2003). Polisakarida serbaguna ini telah digunakan

bertahun-tahun dalam industri makanan dan minuman dengan aplikasi utama

sebagai agen pembentuk gel, bahan pengental, penstabil dan pengemulsi (Rascón-

Chu et al., 2016). Pektin juga dapat digunakan sebagai agen pembentuk gel dalam

selai dan jeli, pengisi atau penstabil dalam permen, pengawet dan penstabil

keasaman produk susu, olahan buah, pemberi tekstur tambahan dalam tambahan

roti, lapisan gula dan frosting dan dalam aplikasi lain termasuk pengganti lemak

dalam olesan, saus salad, es krim dan produk daging yang diemulsi (Hawthorne et

al., 2000).
8

Pektin merupakan serat larut air dari polimer karbohidrat yang tersusun atas

rantai unit asam galakturonat yang dihubungan oleh ikatan α-1,4 glikosidik

sehingga membentuk asam poligalakturonat. Rantai asam galakturonat tersebut

diesterifikasi sebagian menjadi metil ester (Flutto, 2003). Sktruktur kimia asam

poligalakturonat ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Sktruktur Kimia Asam Poligalakturonat (Flutto, 2003)

Istilah-istilah yang biasa digunakan untuk penyebutan zat penyusun pektin

adalah sebagai berikut:

1. Substansi Pektat, yang merupakan zat yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan

sebagai turunan dari karbohidrat kompleks yang berbentuk koloid. substansi

pektat terbentuk dalam suatu kombinasi turunan yang menyerupai rantai dengan

sebagian besar kandungannya asam anhidrogalakturonat. Substansi pektat

merupakan zat gugus karboksil asam-asam poligalakturonat yang dapat

diesterifikasi sebagian dengan gugus metil dan sebagian atau seluruhkan

dinetralkan oleh satu atau lebih jenis basa (asam bebas) (American Chemical

Society, 1944 dalam Farobie, 2006).

2. Protopektin, merupakan senyawa-senyawa pektin tidak larut air yang terdapat

pada tanaman yang masih muda atau pada buah-buahan yang belum matang.

Protopektin dapat diubah menjadi pektin dan terdispersi dalam jika dipanaskan

dalam air yang mengandung asam (Meyer, 1960 dalam Perina dkk., 2007).

Protopektin adalah zat pektat yang tidak larut dalam air dan jika dihidrolisis
9

menghasilkan asam pektinat atau pektin (American Chemical Society, 1944

dalam Farobie, 2006).

3. Asam pektinat, merupakan asam poligalakturonat yang mengandung gugus

metil ester. Pektinat yang mengandung metil ester yang cukup yaitu lebih dari

50% dari seluruh karboksil disebut pektin dan dapat larut dalam air (Winarno,

1997 dalam Perina dkk., 2007). Asam pektinat dalam keadaan yang sesuai

mampu membentuk gel dengan ion-ion logam (American Chemical Society,

1944 dalam Farobie, 2006).

4. Pektin, adalah asam-asam pektinat yang dapat larut dalam air dengan kandungan

metil ester dan derajat netralisasi beragam dan dapat membentuk gel dengan

asam dan gula pada kondisi yang sesuai (American Chemical Society, 1944

dalam Farobie, 2006).

5. Asam pektat, adalah zat pektat yang seluruhnya tersusun dari asam

poligalakturonat yang bebas dari gugus metil ester (American Chemical Society,

1944 dalam Farobie, 2006) Asam pektat merupakan senyawa pektin yang gugus

karboksilnya tidak teresterifikasi pada asam galakturonat serta bersifat tidak

larut dalam air dan tidak membentuk gel (Massiot et al., 1988 dalam Perina dkk.,

2007).

Asam pektinat disebut juga pektin yang di dalam molekulnya terdapat metil

ester pada beberapa gugus karboksil sepanjang rantai polimer dari galakturonat.

Pektin memiliki sifat terdispersi dalam air dan dapat membentuk garam yang

disebut asam pektinat yang berfungsi dalam pembuatan gel dengan gula dan asam.

Asam pektinat yang sebagian besar gugus karboksilnya bebas tidak teresterkan

adalah pektin yang memiliki metoksil rendah dan dapat membetuk gel dengan ion-
10

ion bervalensi dua. Pektin merupakan senyawa unit-unit Anhidro galakturonat acid

(AAG) yang dihubungkan dengan ikatan α 1-4 glikosidik atau ternetralkan oleh

kation. Polimer AAG tersebut merupakan rantai lurus atau tidak bercabang

(Yuslianti, 2018).

Pektin mengandung sekitar 6,7% gugus metoksi (-OCH2) dan sekitar 74%

asam galakturonat (C8H12O7) saat sudah dikeringkan. Pektin berupa serbuk kasar

atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak berbau dan mempunyai rasa

musilago atau berlendir. Pektin tidak larut dalam pelarut organik, kecuali

Formamide, Dimethyl Sulfoxide, Dimethyl Formide dan Gliserol panas. Pektin

akan diubah oleh enzim pektinase menjadi asam pektinat atau disebut dengan pektin

yang terdapat ester metil dalam molekulnya pada beberapa gugusan karboksil

sepanjang rantai polimer dari galakturonat (Yuslianti, 2018). Residu gula utama

yang ditemukan dalam pektin adalah asam D-galakturonat yang sebagian kecil

teresterifikasi dengan metanol dan terdapat gula lain seperti L-rhamnose, L-

arabinosa, D-galaktosa dan D-xylose. Struktur pektin juga diselingi dengan

percabangan ramnogalakturonan atau rhamnosa (Widyaningsih dkk., 2017).

Molekul pektin merupakan polisakarida linear essensial yang dapat

memiliki berat molekul lebih dari 200.000 sesuai dengan tingkat polimerasi hingga

1.000 unit yang dapat berikatan dengan gugus karboksil, amin dan ester. Persentase

asam galakturonat dari seluruh molekul didefinisikan sebagai kandungan asam

galakturonat (%GA) yang ditetapkan minimal 65% dalam pektin sebagai zat

tambahan makanan. Kandungan asam galakturonat tersebut bisa berupa asam

bebas, metil ester, garam sodium, kalsium atau ammonium dan dalam beberapa

kelompok pektin amida. Persentase esterifikasi atau unit asam galakturonat pusat
11

dalam masing-masing molekul didefinisikan sebagai derajat esterifikasi (DE) dan

derajat pengentalan (DA). Peraturan membatasi DA maksimum 25% (Flutto, 2003).

Jenis pektin menurut derajat esterifikasi dibedakan menjadi dua, yaitu

pektin yang memiliki metoksil tinggi (High Metoxyl) dan pektin yang memiliki

metoksil rendah (Low metoxyl) yang merupakan demetilasi konvensional atau

molekul amida. Nilai derajat esterifikasi untuk pektin komersial bermetoksil tinggi

berkisar antara 60 ̶ 70% dan untuk pektin bermetoksil rendah berkisar antara 20 ̶

40% yang melalui mekanisme berbeda. Pektin bermetoksil tinggi memerlukan

jumlah minimum padatan terlarut dan pH sekitar 3,0 untuk membentuk gel

sedangkan pektin yang memiliki kadar metoksil rendah bersifat reversible secara

termal, larut dalam air panas dan sering mengandung zat terdispersi seperti

dekstrosa untuk mencegah penggumpalan. Pektin bermetoksil rendah

menghasilkan gel yang tidak tergantung pada kandungan gula, tidak sensitif

terhadap pH dan membutuhkan sejumlah kalsium terkontrol atau kation divalen

lainnya untuk membentuk gel (Sriamornsak, 2003).

2.3 Ekstraksi Pektin

Pektin dikeluarkan dari sel jaringan tanaman dengan ekstraksi. Tahapan

dalam pembuatan pektin, yaitu persiapan bahan, proses ekstraksi, pengendapan,

pencucian dan pengeringan. Umumnya, metode ekstraksi yang digunakan adalah

ekstraksi asam dan asam yang digunakan adalah asam tartat, asam malat, asam

sitrat, asam laktat, asam asetat atau asam fosfat. Kecenderungan menggunakan

asam mineral yang murah seperti asam sulfat, asam klorida dan asam nitrat lebih

banyak dipilih karena dapat mempercepat proses pembentukan pektin. Asam

digunakan dalam ekstraksi pektin untuk memisahkan ion bivalen, memutus ikatan
12

antara asam pektinat dengan selulosa dan menghidrolisis protopektin menjadi

pektin yang larut dalam air (Kesuma, 2018). Asam akan melepaskan ion H+

sehingga protopektin terhidrolisis menjadi pektin mudah larut dan molekul pektin

tersebut dapat bersatu dengan molekul pektin lainnya hingga membentuk jaringan

pektin (Sufy, 2015). Menurut Rosida dkk. (2018) tahapan ekstraksi pektin sebagai

berikut:

1. Preparasi Bahan

Preparasi bahan dilakukan dengan pembersihan bahan baku dilanjutkan

dengan pengeringan bahan baku dan pengahalusan dengan blender. Pembersihan

dilakukan agar bahan baku bersih dari kotoran-kotoran yang ikut dan pengeringan

dilakukan untuk memperluas permukaan bahan karena akan menghasilkan

simplisia kering yang seragam. Simplisia yang kering akan memudahkan proses

difusi larutan asam ke dalam bahan karena kandungan air di dalam bahan yang

menutupi permukaan akan mempersulit difusi larutan asam untuk mengekstrak

bahan. Pengeringan dapat dilakukan dengan pengering kabinet dengan suhu 55℃

sampai didapat berat bahan kering yang konstan. Penggunaan suhu yang terlalu

tinggi untuk pengeringan sebaiknya dihindari karena akan membuat pektin yang

terdapat dalam bahan terdegradasi.

2. Ekstraksi Pektin

Ekstraksi pektin merupakan proses yang dilakukan untuk menghidrolisis

propektin menjadi pektin dengan cara memanaskan bahan dalam larutan asam encer

dengan kisaran pH yang direkomendasikan sebesar 1,5 ̶ 3,0 tetapi yang sering

digunakan adalah pH 2,6 ̶ 2,8. Semakin rendah pH yang digunakan sebagai pelarut

dalam ekstraksi dan semakin tinggi suhu ekstraksi yang digunakan maka akan
13

semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pektin yang

maksimum. Penggunaan pH yang rendah sebaiknya tidak dikombinasikan dengan

suhu yang terlalu tinggi dan juga waktu yang terlalu lama karena akan

menyebabkan pektin terdegradasi yang akan membuat rendemen yang dihasilkan

menjadi lebih sedikit.

3. Pengendapan

Pengendapan dilakukan untuk mengendapkan pektin hasil ekstraksi untuk

dipisahkan dari larutannya. Pengendapan pektin dapat dilakukan dengan cara

menambahkan etanol 96%. Penambahan etanol 96% dilakukan karena alkohol

merupakan zat pendehidrasi yang dapat mengurangi stabilitas dispersi pektin

dengan cara mengganggu keseimbangan pektin terhadap air sehingga menyebabkan

pektin menggumpal.

4. Pemurnian dan Pengeringan

Pemurnian pektin dilakukan dengan mencuci pektin untuk menghilangkan

sisa asam saat ekstraksi yang masih terdapat pada pektin. Setelah dilakukan

pemurnian langkah selanjutnya adalah pengeringan pektin basah hingga didapatkan

pektin kering kemudian dilanjutkan dengan proses pengecilan ukuran untuk

mengubah pektin kering kasar menjadi bentuk serbuk dengan kadar air yang telah

menurun akibat proses pengeringan agar pektin menjadi tahan lama karena kadar

air yang akan dimanfaatkan oleh jamur untuk berkembang biak dalam pektin

menurun.

Proses ekstraksi pektin dapat dilakukan dengan pH, suhu dan waktu

ekstraksi yang beragam. Keberagaman tersebut tentu akan mempengaruhi kuantitas


14

serta kualitas dari pektin yang dihasilkan. Adapun faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi proses ekstrasi pektin yaitu:

1. Derajat Keasaman Larutan Ekstraksi

Derajat keasaman larutan ekstraksi berhubungan dengan konsentrasi asam

yang digunakan untuk ekstraksi. Derajat keasaman larutan ekstraksi akan

mempengaruhi jumlah ion hidrogen yang terdapat dalam larutan ekstraksi. Ion

hidrogen tersebut yang nantinya akan mensubtitusi kalsium dan magnesium dari

molekul protopektin sehingga terjadi reaksi hidrolisis protopektin menjadi pektin

yang larut dalam air. Derajat keasaman atau pH optimum untuk ekstraksi pektin

bergantung kepada bahan yang digunakan (Prasetyowati dkk., 2009), tetapi pH

yang biasa digunakan dalam ekstraksi pektin yaitu berkisar antara 1,0 ̶ 3,0 (Perina

dkk., 2007).

2. Waktu Kontak Bahan Baku dengan Pelarut

Waktu kontak bahan baku dengan pelarut atau waktu ekstraksi digunakan

untuk memberikan waktu kepada pelarut melunakkan jaringan bahan terlebih

dahulu hingga akhirnya ion hidrogen mensubtitusi kalsium dan magnesium dari

protopektin menjadi pektin yang larut air. Waktu ekstraksi optimum untuk

menghasilkan pektin yang maksimum juga bergantung terhadap bahan dan pelarut

yang digunakan agar tidak terjadi hidrolisis lebih lanjut dari pektin menjadi asam

pektat (Prasetyowati dkk., 2009).

3. Ukuran Partikel

Ukuran partikel akan mempengaruhi kontak antara bahan bahan dan pelarut.

Semakin kecil ukuran partikel bahan, luas permukaan kontak antara bahan dan
15

pelarut akan semakin besar sehingga akan mempengaruhi jumlah pektin yang

terlarut dalam air (Prasetyowati dkk., 2009).

4. Suhu Pelarutan

Suhu pelarutan akan meningkatkan laju ekstraksi sehingga mempengaruhi

ikatan antar molekul protopektin. Suhu yang tinggi menyebabkan ikatan antara

molekul-molekul protopektin tersebut mudah terlepas dan larut dalam air

(Prasetyowati dkk., 2009). Suhu yang digunakan dalam ekstraksi pektin umumnya

60 ̶ 90℃ (Perina dkk., 2007).

5. Rasio Pelarut dan Bahan Ekstraksi

Rasio pelarut dan bahan ekstraksi akan mempengaruhi jumlah pektin yang

dapat diekstraksi karena pelarut memiliki tingkat kejenuhan untuk mengikat

molekul-molekul pektin (Prasetyowati dkk., 2009).

6. Jenis Pelarut

Jenis pelarut akan mempengaruhi kekuatan pelarut untuk menghidrolisis

protopektin menjadi pektin yang larut air. Kriteria pelarut yang dapat digunakan

antara lain adalah selektivitas, kelarutan, kekampuan tidak saling bercampur,

reaktivitas, titik didih, harga, ketersediaan, memiliki viskositas yang rendah, stabil

secara kimia dan termis, tidak menimbukan resiko ledakan dan kebakaran dan/atau

kesehatan dan keracunan (Prasetyowati dkk., 2009).

7. Jenis Bahan yang Diekstraksi

Jenis bahan yang diekstraksi akan mempengaruhi efektivitas esktraksi.

Bahan yang berstruktur lunak akan mempercepat ekstraksi, tetapi jika bahan

memiliki struktur keras diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum diekstraksi

(Prasetyowati dkk., 2009).


16

8. Pengadukan

Pengadukan dalam ekstraksi akan membantu perpindahan solut dari

permukaan partikel (padatan) ke cairan pelarut. Pengadukan juga dapat mencegah

pengendapan padatan dan dapat membuat luas kontak antara bahan dan pelarut

semakin besar (Perina dkk., 2007).

Kualitas pektin yang dihasilkan ditentukan oleh sifat fisik dan kimia pektin.

Standar mutu pektin dikeluarkan oleh International Pectin Producers Association

(IPPA) sebagai acuan agar pektin yang dihasilkan memenuhi syarat. Standar mutu

pektin terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar Mutu Pektin berdasarkan IPPA (International Pectin Producers


Association)
Karakteristik Kandungan
Kadar Air (%) Maks. 12
Kadar Abu (%) Maks. 10
Derajat Esterifikasi
 Pektin ester tinggi (%) Min. 50
 Pektin ester rendah (%) Maks. 50
Kandungan asam galakturonat (%) Min. 65
Kandungan Metoksil
 Pektin metoksil tinggi (%) >7,12
 Pektin metoksil tinggi (%) 2,5 – 7,12
Berat Ekivalen (mg) 600-800
Sumber: IPPA (2002) dalam Anissa (2019)

a. Derajat Esterifikasi

Derajat esterifikasi merupakan persentase esterifikasi atau unit asam

galakturonat pusat dalam masing-masing molekul pektin (Flutto, 2003). Derajat

esterifikasi juga didefinisikan sebagai jumlah gugsu metil ester yang terbebas dari

asam galakturonat atau gugus karboksil yang tidak teresterifikasi (Budiyanto dan

Yulianingsih, 2008). Nilai kadar derajat esterifikasi diperoleh dari perbandingan

total jumlah asam galakturonat dengan gugus karboksil yang teresterifikasi.


17

b. Asam Galakturonat

Kandungan asam galakturonat menunjukkan jumlah unit asam galakturonat

yang terdapat dalam pektin dan juga merupakan unit dasar penyusun pektin.

Kandungan asam galakturonat dalam pektin dapat berupa asam bebas, metil

ester, garam sodium, kalsium atau ammonium dan dalam beberapa kelompok

pentin amida (Flutto, 2003).

c. Kandungan Metoksil

Kandungan metoksil merupakan kandungan gugus karboksil di dalam

pektin yang mengalami esterifikasi. Kandungan metoksil juga dapat

didefinisikan sebagai jumlah molekul etanol yang terdapat di dalam 100 molekul

asam galakturonat (Flutto, 2003).

d. Berat Ekivalen

Berat ekivalen didefinisikan sebagai ukuran terhadap kandungann gugus

asam galakturonat yang bebas dari ikatan ester atau tidak mengalami esterifikasi

di dalam rantai molekul pektin (Nurdjanah dan Usmiati, 2006).

2.4 Asam Sitrat

Asam sitrat merupakan asam organik yang sangat mudah ditemui, berasal

dari daun dan buah genus Citrus (jeruk-jerukan) (Kesuma, dkk., 2018). Asam sitrat

atau citric acid atau cytroen zuur atau dipasaran lebih dikenal dengan garam asam

merupakan bahan pengasam yang berbentuk Kristal putih seperti gula pasir

(Suprapti, 2005). Asam sitrat memiliki rumus kimia C6H8O7 atau

CH2(COOH)•COH(COOH)•CH2(COOH) dan memiliki nama IUPAC asam 2-

hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat. Asam sitrat merupakan asam lemah yang


18

berbentuk padatan berwarna putih, rasanya masam, terdapat pada buah-buahan dan

dapat juga digunakan sebagai pemutih pakaian (Rahayu dan Giriarso, 2011).

Asam sitrat juga dapat digunakan untuk ekstraksi pektin. Asam digunakan

untuk memisahkan ion bivalen, memutus ikatan antara asam pektinat dengan

selulosa dan menghidrolisis protopektin menjadi pektin yang larut dalam air. Asam-

asam yang dapat digunakan adalah asam mineral dan asam organik salah satunya

adalah asam sitrat. Asam organik dapat menjadi pilihan karena memiliki sifat toksik

yang lebih rendah dibandingkan asam mineral (Kesuma dkk., 2018).

2.5 Penelitian Sebelumnya tentang Ekstraksi Pektin dari Kulit Apel

Berbagai kajian tentang penggunaan kulit apel untuk ekstraksi pektin telah

dilakukan menggunakan berbagai pelarut asam, suhu dan waktu ekstraksi (Virk dan

Sogi, 2004; Subagyo dan Ahmad, 2010; Cho et al., 2018). Penambahan konsentrasi

asam dalam pelarut dalam ekstraksi pektin berfungsi untuk menghidrolisis

protopektin menjadi pektin yang larut air dan waktu ekstraksi sebagai durasi kontak

antara simplisia dan pelarut saat ekkstraksi. Berbagai penelitian yang sudah

dilakukan, namun belum ada penelitian yang menggunakan variasi konsentrasi

asam sitrat dan waktu ekstraksi sebagai faktor yang dicobakan dalam ekstraksi

pektin. Berdasar hal tersebut peneliti menggunakan variasi konsentrasi asam sitrat

serta waktu ekstraksi sebagai perlakuan dan menggunakan suhu ekstraksi 90℃.

Virk dan Sogi (2004) dalam penelitiannya melakukan ekstraksi pektin dari

kulit apel (Malus pumila Cv Amri) menggunakan pelarut 0,02 M asam klorida, 0,05

M asam klorida dan 1% asam sitrat dengan 3 kali ekstraksi menggunakan

perbandingan simplisia dan pelarut yag berbeda menghasilkan pektin dengan

kandungan kadar air sebesar 10,03%, berat ekivalen 652,48%, kadar metoksil 3,7%,
19

derajat esterifikasi 33,44% dan kadar abu 1,44%. Subagyo dan Ahmad (2010)

dalam penelitiannya mengenai ekstraksi pektin dari kulit dan ampas apel jenis

Princess Noble menggunakan pelarut asam klorida dengan suhu, waktu dan pH

yang berbeda menghasilkan kondisi optimal ekstraksi pektin pada suhu 90℃, pH

3,5 untuk ampas dan pH 3 untuk kulit dan waktu operasi 90 menit dengan rendemen

pektin yang dihasilkan 13,940% untuk ampas dan 12,897% untuk kulit apel. Cho et

al. (2018) mengekstraksi pektin dari limbah pengolahan jus berupa ampas apel dan

kulit apel Fuji menggunakan pelarut asam sitrat 0,1 M dan 1,0 M menghasilkan

rendemen pektin berturut-turut sebesar 5,3% dan 6,2% dan derajat esterifikasi

berturut-turut sebesar 65,2% dan 64,5% dengan kondisi ekstraksi menggunakan

suhu 85℃ selama 2 jam.

Anda mungkin juga menyukai