Anda di halaman 1dari 53

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teoritis

1. Komunikasi

a. Gaya Komunikasi

Menurut Alo Liliweri (2015: 254), gaya komunikasi

menjelaskan bagaimana cara kita berperilaku ketika kita mengirim dan

menerima pesan. Disebut “gaya komunikasi” karena setiap pribadi pasti

memiliki gaya komunikasinya pribadi yang berbeda satu dengan yang

lainnya. Setiap orang memiliki gaya komunikasi yang unik, karena itu jika

kita mengenal gaya komunikasi seseorang maka kita juga dapat menentukan

kesadaran dari diri kita sehingga dapat mengembangkan interaksi dan relasi

antarpersonal demi tercapainya komunikasi yang efektif.

Pengertian Gaya Komunikasi Menurut West dan Turner

(2010:13), gaya (style) adalah penggunaan bahasa untuk menyampaikan ide

23 dalam cara tertentu. Gaya komunikasi atau communication style akan

memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-

orang dalam suatu organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi

informasi dan gagasan. Setiap orang mempunyai karakteristik yang

berbedabeda untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Hal tersebut

mempengaruhi seseorang dalam cara berkomunikasi baik dalam bentuk

perilaku maupun perbuatan atau tindakan. Cara berkomunikasi tersebut

dinamakan gaya komunikasi.

12
Menurut Gudykunst dan Ting-Toomey (dalam Liliweri,

2015:255), communication styles can also be viewed as a meta-messages

which contextualizes how verbal messages should be acknowledge and

interpreted. Dimana menurutnya gaya komunikasi dapat juga dilihat sebagai

meta-messages yang mengkontekstualisasikan bagaimana pesan verbal

harus diakui dan diinterpretasi.

Menurut Raynes (dalam Liliweri, 2015:255), gaya komunikasi

dapat dipandang sebagai campuran unsur-unsur komunikasi lisan dan

ilustratif. Pesan-pesan verbal individu yang digunakan untuk berkomunikasi

diungkapkan dalam kata-kata tertentu yang mencirikan gaya komunikasi. Ini

termasuk nada, volume atas semua pesan yang diucapkan.

Sedangkan menurut Suranto (2011:51) gaya komunikasi

didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi

digunakan dalam suatu situasi tertentu.Masing-masing gaya komunikasi

terdiri dari sekumpulan komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan

respons atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian

dari 1 gaya komunikasi yang digunakan bergantung pada maksud dari

sender dan harapan dari receiver.

Dari berbagai pendapat tersebut, Liliweri menjelaskan

(2015:255) mengapa seorang berkomunikasi, yaitu sebagai upaya untuk

merefleksikan identitas pribadinya yang dapat memengaruhi persepsi orang

lain terhadap identitas tersebut.Para ahli komunikasi telah mengelompokkan

beberapa tipe atau kategori gaya komunikasi ke dalam 10 kategori. Menurut

Norton (dalam Liliweri, 2015: 255-256) 10 gaya tersebut adalah:

13
(1) Gaya Dominan (Dominant Style), merupakan gaya seseorang untuk

mengontrol situasi sosial. Dimana komunikator dominan dalam

berinteraksi. Orang seperti ini cenderung ingin menguasai

pembicaraan dan tidak suka dipotong pembicaraannya.

(2) Gaya Dramatis (Dramatic Style), merupakan gaya seorang yang selalu

“hidup” ketika dia bercakap-cakap. Dimana orang yang memiliki gaya

dramatis dalam berkomunikasi cenderung berlebihan, menggunakan

hal-hal yang mengandung kiasan, metaphora, cerita, fantasi dan

permainan suara.

(3) Gaya Kontroversial (Controversial Style), merupakan gaya seseorang

yang selalu berkomunikasi secara argumentatif atau cepat untuk

menantang orang lain.

(4) Gaya Animasi (Animated Style), merupakan gaya seseorang yang

berkomunikasi secara aktif dengan memakai bahasa nonverbal, untuk

memberi warna dalam berkomunikasi seperti kontak mata, ekspresi

wajah, gesture dan gerak badan.

(5) Gaya Berkesan (Impression Style), merupakan gaya komunikasi yang

merangsang orang lain sehingga mudah diingat dan merupakan gaya

yang sangat mengesankan.

(6) Gaya Santai (Relaxed Style), merupakan gaya seseorang yang

berkomunikasi dengan tenang dan senang, penuh senyum dan tawa.

(7) Gaya Atentif (Attentive Style), merupakan gaya seseorang yang

berkomunikasi dengan memberikan perhatian penuh kepada orang

lain, bersikap simpati bahkan empati, dan mendengarkan orang lain

dengan sungguh-sungguh.

14
(8) Gaya Terbuka (Open Style), merupakan gaya seseorang yang

berkomunikasi secara terbuka yang ditunjukkan dalam tampilan jujur

dan mungkin saja blak-blakkan.

(9) Gaya Bersahabat (Friendly Style), merupakan gaya seseorang yang

berkomunikasi dengan ramah, merasa dekat, selalu memberikan

respon positif yang saling mendukung terhadap orang lain.

(10) Gaya yang Tepat (Precise Style), merupakan gaya yang tepat dimana

komunikator meminta untuk membicarakan suatu konten yang tepat

dan akurat dalam komunikasi lisan. Dimana komunikator lebih fokus

pada ketelitian, dokumentasi, dan bukti dalam informasi dan

argumentasi.

Comstock dan Higgins (dalam Liliweri, 2015:236) menelaah

gaya komunikasi yang dikemukaan oleh klasifikasi Norton ke dalam

empat kategori yang meliputi :

(1) Gaya Kooperatif (Cooperative Style), gaya yang memadukan orientasi

sosial dan tugas. Dimana komunikator dengan gaya kooperatif ini

dapat diajak bekerja sama, bersemangat untuk membantu orang lain

dan cenderung lebih bersedia untuk dikontrol orang lain.

(2) Gaya Prihatin (Apprehensive Style), gaya yang relatif bersahabat

namun selalu menampilkan perasaan cemas dan kepatuhan.

(3) Gaya Sosial (Social Style) yang digambarkan sebagai gaya ekspresif,

dominan (gaya menguasai orang lain), gaya dramatic, dan gaya tepat.

(4) Gaya Kompetitif (Competitive Style), gaya yang tepat atau gaya

standar, ekspresif, tidak terbuka terhadap isu-isu personal, dan lebih

15
suka tampil dominan dan beragumentasi. Komunikator dengan gaya

komunikasi ini cenderung lebih sulit untuk dikontrol oleh orang lain.

Sedangkan menurut McCallister (dalam Liliweri, 2015:255),

mengelompokkan lain terhadap “gaya komunikasi” meliputi tiga kategori,

yaitu

(1) “Noble Style” merupakan gaya terhormat, gaya standar, gaya sesuai

dengan patokan yang seharusnya dilakukan.

(2) “Reflective Style” merupakan gaya yang dipakai sebagai gaya yang

secara tidak langsung melakukan refleksi kepribadian.

(3) “Socratic Style” merupakan gaya yang selalu menampilkan rincian

konten dan analisis yang digunakan dalam perdebatan.

Heffner (dalam Liliweri, 2015 :261-266), mengklasifikasi ulang

gaya komunikasi dari McCallister ke dalam tiga gaya, yaitu :

(1) Gaya Komunikator Pasif (Passive Style). Gaya ini merupakan gaya

individu yang menghindari cara mengungkapkan pendapat atau

perasaan secara terbuka tentang berbagai hal mengenai hak pribadinya

dan tidak terlalu suka mengungkapkan cara untuk memenuhi

kebutuhannya. Gaya komunikasi pasif biasanya berada dalam pribadi

yang merasa rendah diri dan memiliki sifat pemalu, yang sulit

membuat kontak mata terutama jika situasi komunikasi tidak positif.

(2) Gaya Komunikasi Asertif (Assertive Style). Gaya komunikasi asertif

memiliki sifat tegas, percaya diri, sangat menghargai diri sendiri dan

waktu. Individu ini akan menyampaikan pendapat dan perasaannya

dengan jelas dan dengan tegas akan membela hak dan kebutuhan

mereka namun tanpa melanggar hak orang lain. Individu ini juga

16
bersedia melakukan kompromi tapi tidak mudah dimanipulasi karena

mereka aman dengan ide-ide sendiri. Jika dia seorang pemimpin maka

dia bersikap tegas tanpa mengorbankan karyawan.

(3) Gaya Komunikasi Agresif (Aggressive Style). Gaya komunikasi

agresif merupakan gaya individu yang terbiasa berbicara dengan

berani, mahir, langsung, dan sering dengan kata-kata, dan suara yang

keras. Individu ini sering dipersepsikan sebagai individu yang

sombong, suka menuntut, mencari masalah dalam persaingan. kalah,

dan selalu menggunakan intimidasi dan kontrol untuk mendapatkan

kebutuhannya, sering berlaku tidak sopan dan menyakitkan orang lain

dalam komunikasi.

Selain unsur-unsur pesan penting untuk diperhatikan, gaya

komunikasi pun penting untuk dipilih sebelum melakukan

komunikasi. Gaya komunikasi terdiri dari seperangkat perilaku

komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan tanggapan tertentu

dalam situasi yang tertentu pula. Menurut Dasrun Hidayat dalam

bukunya Komunikasi Antarpribadi dan Medianya (2012:7) terdapat

enam gaya komunikasi, antara lain:

(1) The controlling style. Gaya komunikasi ini merupakan gaya

komunikasi yang bersifat mengendalikan, ditandai dengan adanya satu

kehendak atau atau maksud untuk membatasi, memaksa, dan

mengatur perilaku, pikiran, dan tanggapan orang lain. Orang yang

menggunakan tipe gaya komunikasi ini dikenal dengan nama

komunikator satu arah atau one-way communication. Gaya

komunikasi ini lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan

17
dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak

mempunyai ketertarikan ataupun perhatian pada umpan balik, kecuali

jika umpan balik tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi

mereka.

(2) The equalitarian style. Aspek dari gaya komunikasi ini adalah

landasan kesamaan. Gaya komunikasi ini ditandai dengan berlakunya

arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang

bersifat dua arah (two way traffic of communication). Tindak

komunikasi dalam gaya komunikasi ini dilakukan secara terbuka, jadi

setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan maupun

pendapat mereka dalam suasana yang rileks, santai, dan informal yang

memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan

pengertian bersama.

(3) The structuring style. Gaya komunikasi ini merupakan gaya

komunikasi yang berstruktur yang memanfaatkan pesan-pesan verbal

secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus

dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur

organisasi. Pengirim pesan memiliki keinginan untuk memengaruhi

orang lain dengan cara berbagi informasi tentang tujuan organisasi,

jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi

tersebut.

(4) The dynamic style. Gaya komunikasi ini merupakan gaya komunikasi

yang dinamis yang memiliki kecenderungan agresif karena pengirim

pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya

berorientasi pada tindakan (action-oriented). Gaya komunikasi ini

18
sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang

membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen). Tujuan dari

gaya komunikasi ini adalah untuk menstimulasi pekerja/karyawan

untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik

(5) The relinquishing style. Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan

kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang

lain dibanding keinginan untuk memberi perintah meskipun pengirim

pesan mempunyai hak mempunyai hak untuk memerintah orang lain.

(6) The withdrawal style. Gaya komunikasi ini mengakibatkan

melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari

orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan

orang lain karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan

antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut. Gaya

komunikasi ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi dengan

orang tua maupun dengan orang lain dalam organisasi atau instansi.

b. Jenis Komunikasi

Menurut Dasrun Hidayat (2012: 10-11), sifat komunikasi

memengaruhi hasil akhir. Dimana terdapat dua jenis komunikasi yaitu:

(1) Komunikasi verbal (dengan kata-kata)

Pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan

satu kata atau lebih. Menurut Deddy Mulyana dalam Hidayat

(2012:10), bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal.

Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan

19
untuk mengombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan

dipahami suatu komunitas.

Menurut Purba, et al (2010: 30-31), komunikasi verbal adalah

komunikasi dengan menggunakan kata-kata (verbs), baik lisan

maupun tulisan. Menurut Deddy Mulyana di dalam buku Ilmu

Komunikasi Suatu Pengantar (2013:261), simbol atau pesan verbal

adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih.

Dapat dikatakan hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari

masuk dalam kategori pesan verbal yang disengaja, dimana kita

melakukannya dengan sadar dan berhubungan dengan orang lain

secara lisan. Suatu sistem kode verbal tersebut disebut bahasa. Bahasa

verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan

maksud kita, dimana bahasa yang digunakan menggunakan kata-kata

yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individualis kita.

Sedangkan menurut Marhaeni Fajar dalam buku Ilmu

Komunikasi Teori & Praktik (2009: 110), verbal adalah pertanyaan

lisan antar manusia lewat kata-kata dan simbol umum yang sudah

disepakati antar individu, kelompok, bangsa, dan Negara. Menurut

Ronald B. Adler dan George Rodman dalam buku Understanding

Human Communication (1985:96) komunikasi verbal memiliki dua

tipe, yaitu :

(a) Komunikasi Lisan (spoken words)

(b) Komunikasi Tertulis (written words)

Maka komunikasi verbal dapat disimpulkan bahwa

komunikasi yang menggunakan kata-kata secara lisan dengan secara

20
sadar dilakukan oleh manusia untuk berhubungan dengan manusia

lain. Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek berupa (Hidayat,

2012:13):

(a) Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Olah kata sangat penting

dalam berkomunikasi karena bila tidak komunikasi tidak akan

efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak

dimengerti.

(b)Racing (kecepatan). Komunikasi akan efektif apabila kecepatan

bicara diatur dengan baik, yaitu tidak terlalu cepat dan juga tidak

terlalu lambat. Intonasi suara akan memengaruhi arti pesan

sehingga pesan akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan

intonasi yang berbeda. Intonasi yang tidak proporsional adalah

hambatan dalam berkomunikasi.

(c) Humor adalah satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.

Menurut Dugan dalam Hidayat (2012:14) humor dapat

meningkatkan kehidupan yang bahagia.

(d)Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif apabila disampaikan

secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya.

(e) Timing (waktu yang tepat) adalah hal yang perlu diperhatikan

dalam berkomunikasi karena bila seseorang bersedia untuk

berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untuk mendengar

ataupun memerhatikan apa yang disampaikan.

Menurut Liliweri dalam buku Makna Budaya dalam

Komunikasi Antarbudaya (2002: 138), terdapat beberapa konsep

dari komunikasi verbal tersebut, yaitu antara lain:

21
(a) Verbal Vokal

Verbal vokal dalam praktiknya berkaitan erat dengan komunikasi

nonverbal terutama konsep paralinguistik, tentang bagaimana

seharusnya sebuah kata atau rangkaian kata-kata itu diungkapkan,

bagaimana penekanan huruf, suku kata, atau kata itu sendiri, atau

irama pengucapannya sehingga membedakan satu arti dengan arti

yang lain.

(b) Verbal Visual

Jenis pesan verbal visual adalah dimana ketika kita berbicara

dengan seseorang maka kita tidak cukup dengan hanya

mengungkapkan kata-kata atau rangkaian kata-kata dengan hanya

sekedar ucapan, tetapi juga harus menggunakan visualisasi agar

dapat dilihat atau didengar oleh telinga.

(c) Verbal Vokal-Visual

Verbal vokal visual adalah pengungkapan suatu kata tau rangkaian

kata-kata dengan bantuan vokal (suara) dan ditunjang itu dapat

dipelajari, dipertukarkan, dan diwarisi maka demikian pula bahasa.

(2) Komunikasi non verbal (disebut bahasa tubuh)

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang

menggunakan pesan-pesan nonverbal. Dimana menurut Argyle dalam

Kay: communication management, pesan verbal adalah pesan-pesan

yang diekspresikan dengan sengaja atau tidak sengaja melalui

gerakan-gerakan, tindakan-tindakan, perilaku atau suara-suara atau

22
vocal yang berbeda dari penggunaan kata-kata dalam bahasa verbal.

(Hidayat, 2012:14).

Komunikasi non verbal ada lebih dahulu dibandingkan

komunikasi verbal, karena kita lebih awal melakukan komunikasi non

verbal, hingga usia kira-kira 18 bulan, kita secara total bergantung

pada komunikasi non verbal seperti sentuhan, senyuman, pandangan

mata, dan sebagainya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pesan

non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata (Mulyana,

2013: 343)

Sedangkan menurut Budyatna dan Ganiem dalam buku Teori

Komunikasi Antarpribadi (2011:110), komunikasi nonverbal adalah

setiap informasi atau emosi yang dikomunikasikan tanpa

menggunakan kata-kata atau nonlinguistik. Dimana komunikasi

nonverbal yang sering kita lakukan lebih penting daripada apa yang

kita katakan. Menurut Weaver yang dikutip dalam Budyatna dan

Ganiem (2011: 111) terdapat enam-enam bentuk komunikasi

nonverbal yang menampilkan berbagai karakteristik , antara lain:

(a) Komunikasi nonverbal memiliki sifat berkesinambungan.

Dimana kata-kata yang keluar dari mulut ada waktunya atau

sewaktu-waktu, isyarat-isyarat nonverbal kita keluar secara

berkesinambungan.

(b) Komunikasi nonverbal kaya dalam makna.

Kita akan memperhatikan lawan bicara kita, bagaimana isyarat

nonverbal yang ia keluarkan. Kita dapat menafsirkan sendiri

arti dari isyarat nonverbal yang dikeluarkan oleh lawan bicara

23
kita, maka dari itulah komunikasi nonverbal kaya dengan

makna.

(c) Komunikasi nonverbal dapat membingungkan.

Namun walaupun komunikasi nonverbal kaya dengan makna,

tetapi komunikasi nonverbal juga dapat membingungkan.

Isyarat-isyarat yang dikeluarkan oleh lawan bicara kita bisa

saja berbeda dari apa yang kita bayangkan, maka dari itu

komunikasi nonverbal dapat membingungkan.

(d) Komunikasi nonverbal menyampaikan emosi.

Objek-objek dan tindakan-tindakan nonverbal yang

dikeluarkan oleh lawan bicara kita dapat membangkitkan lebih

banyak emosi daripada kata-kata yang dikeluarkan, karena

objek dan tindakan kurang abstrak dibandingkan dengan kata-

kata.

(e) Komunikasi nonverbal dikendalikan oleh norma-norma dan

peraturan mengenai kepatutan.

Norma dan peraturan umumnya amat berbeda dari satu budaya

ke budaya yang lain. Kebanyakan norma dan peraturan

dipelajari sejak kita kecil dari bimbingan orangtua atau

keluarga. Beberapa dari norma dan peraturan dipelajari dari

hasil pengamatan orang lain.

(f) Komunikasi nonverbal terikat pada budaya.

Budaya pada hakikatnya merupakan gejala nonverbal . Yakni,

kebanyakan aspek dari budaya dipelajari melalui pengamatan

dan mencontoh dan bukan melalui pengajaran verbal secara

24
eksplisit. Perilaku nonverbal mengkomunikasikan keyakinan,

sikap, dan nilai-nilai budaya kepada pihak lainnya.

Seperti dikatakan Larry A. Samovar dan Richard E. Porter

dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Mulyana, 2013:343),

bahwa:

“Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali


rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan
oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang
mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima.”

Sedangkan menurut Mu Zhiling dan Li Guanhui (dalam

Liliweri, 2002: 176 ), komunikasi nonverbal adalah cara

berkomunikasi melalui pernyataan wajah, nada suara, isyarat-isyarat,

dan kontak mata. Cara ini memainkan peranan yang sangat penting

dalam kehidupan sehari-hari, apalagi cara ini lebih kuat daripada

interaksi verbal, meskipun harus diakui bahwa perbedaan isyarat

membawa perbedaan makna. Maka untuk memahami orang lain

sebaiknya pahami dulu kemampuan nonverbalnya.

Maka definisi dari komunikasi non verbal dapat dikatakan

mencakup perilaku yang disengaja maupun tidak disengaja sebagai

bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan dimana kita

mengirim banyak pesan non verbal tanpa kita menyadari pesan-pesan

tersebut memiliki makna bagi orang lain. Menurut Jalaluddin

Rakhmat yang dikutip oleh Hidayat (2012:15-17), pesan-pesan

nonverbal dikelompokkan sebagai berikut:

(a) Pesan kinesik merupakan pesan nonverbal yang menggunakan

gerakan tubuh yang berarti. Pesan ini terdiri dari tiga komponen

utama yaitu:
25
a. Pesan fasial: Pesan ini menggunakan air muka untuk

menyampaikan makna tertentu, seperti: kebahagiaan, rasa

terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakkan,

pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.

b. Pesan gestural. Menunjukkan gerakaan sebagian anggota

badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasikan

berbagai makna.

c. Pesan postural. Berkaitan dengan keseluruhan anggota

badan.

(b) Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan

ruang.

(c) Pesan artifaktual disampaikan melalui penampilan tubuh, pakaian,

dan kosmetik.

(d) Pesan paralinguitstik merupakan pesan nonverbal yang

berhubungan dengan cara mengucapkan pesan verbal.

(e) Pesan sentuhan dan bau-bauan. Alat penerima sentuhan adalah

kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang

disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bentuk

komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat spontan

dibandingkan komunikasi verbal.

(f) Gerak isyarat dapat mempertegas pembicaraan, seperti mengetuk-

ngetukkan kaki atau menggerakan tangan selama berbicara

menunjukkan seseorang dalam keadaan stress dan bingung.

Menurut Verderber (dalam Budyatna dan Ganiem, 2011: 125),

terdapat beberapa bentuk komunikasi nonverbal, antara lain:

26
(a) Kinesics

Kinesik merupakan gerakan tubuh yang merupakan perilaku

nonverbal di mana komunikasi terjadi melalui gerakan tubuh

seseorang atau bagian-bagian tubuh. Gerakan tubuh yang

meliputi kontak mata, ekspresi wajah, gerak isyarat, postur

atau perawakan, dan sentuhan.

(1) Kontak Mata. Kontak mata juga mengacu sebagai

pandangan atau tatapan, ialah bagaimana dan berapa

banyak atau berapa sering kita melihat pada orang dengan

siapa kita berkomunikasi. Kontak mata menyampaikan

banyak makna. Hal ini menunjukkan apakah kita menaruh

perhatian dengan orang yang berbicara dengan kita.

Bagaimana kita melihat atau menatap pada seseorang dapat

menyampaikan serangkaian emosi seperti marah, takut,

atau rasa sayang.

(2) Ekspresi Wajah. Ekspresi wajah merupakan

pengaturan dari otot-otot muka untuk berkomunikasi dalam

keadaan emosional atau reaksi terhadap pesan-pesan.

(3) Emosi. Ada orang yang dapat menyembunyikan

emosinya dengan baik, sedangkan ada juga yang seperti

buku yang terbuka sehingga semua orang dapat

melihatnya. Emosi merupakan kecenderungan-

kecenderungan yang dirasakan terhadap rangsangan karena

emosi itu adalah perasaan dan perasaan adalah emosi yang

akan digunakan secara silh berganti dalam arti yang sama.

27
(4) Gerak Isyarat. Gerak isyarat atau gesture merupakan

gerakan tangan, lengan, dan jari-jari yang kita gunakan

untuk menjelaskan atau untuk menegaskan.

(5) Sikap Badan. Sikap badan atau posture merupakan

posisi dan gerakan tubuh atau biasa disebut dengan postur.

Postur berfungsi untuk menyampaikan informasi mengenai

adanya penuh perhatian, rasa hormat, dan kekuasaan.

(6) Sentuhan. Sentuhan atau touch secara formal dikenal

sebagai haptics, sentuhan ialah menempatkan bagian dari

tubuh dalam kontak dengan sesuatu.

(b) Paralanguage

Paralanguage atau vocalics adalah “suara” nonverbal apa

yang kita dengar bagaimana sesuatu yang dikatakan.

(1) Pola Titinada. Pola titinada atau pitch merupakan

tinggi atau rendahnya nada vokal. Orang menaikkan atau

menurunkan pola titinada vokal atau vocal pitch dan

mengubah volume suara untuk mempertegas gagasan,

menunjukkan pertanyaan, dan memperlihatkan kegugupan.

(2) Volume. Volume merupakan kerasnya atau

lembutnya nada. Mengingat ada orang yang mempunyai

suara yang besar atau nyaring yang bisa terdengar pada jarak

jauh, lainnya secara normal bersuara lembut. Namun semua

itu tergantung dari situasi dan topic pembicaraan.

(3) Kecepatan. Kecepatan atau rate mengacu kepada

kecepatan pada saat orang berbicara. Orang cenderung

28
berbicara lebih cepat apabila sedang berbahagia, terkejut,

gugup atau sedang gembira.

(4) Kualitas. Kualitas merupakan bunyi dari suara

seseorang. Setiap suara manusia memiliki nada yang

berbeda: beberapa suara bersifat serak atau parau, suara yang

tidak enak atau tidak menyenangkan, suara yang bersifat

nyaring, suara seperti tertahan di leher. Setiap orang

memiliki kualitas suara yang berbeda-beda dalam

mengkomunikasikan dalam keadaan pikiran yang khusus.

(c) Gangguan-gangguan Vokal. Gangguan-gangguan vokal

menjadi masalah apabila dirasakan oleh pihak lain sebagai

berkelebihan atau terlalu terlalu banyak dan apabila

gangguan-gangguan itu perlu mendapat perhatian karena

yang demikian menghalangi pendengarnya untuk

memusatkan perhatian pada makna pembicaraan.

(d) Penggunaan Ruang

Kita berkomunikasi melalui penggunaan ruang informal kita

yang ada di sekeliling kita, menggunakan ruang-ruang yang

kita miliki dan kita jaga, dan cara-cara kita menggunakan

objek dan mendekorasi ruang kita.

(1) Proksemik. Proksemik atau proxemics merupakan

studi mengenai ruang informal. Ruang di sekitar tempat yang

kita gunakan suatu saat. Mengelola ruang informal

memerlukan pemahaman mengenai sikap terhadap ruang dan

wilayah pribadi. Dimana kita mengenal bahwa ada jarak

29
antara kita dengan lawan bicara yang akan memengaruhi

interaksi kita dengan lawan bicara kita.

(2) Wilayah. Wilayah atau territory mengacu kepada

ruang di mana kita menuntut kepemilikan wilayah itu.

Adakalanya kita tidak menyadari cara-cara kita menuntut

ruang itu sebagai milik kita, dan dalam hal lain kita berusaha

keras menggunakan tanda-tanda yang nyata mengenai

wilayah kita.

(3) Artefak. Artefak atau artifacs mengacu kepada

pemilikan kita dan cara-cara kita mendekorasi wilayah kita.

Orang membeli benda-benda bukan hanya karena fungsinya

saja tetapi juga sebagai sebuah pesan di mana setiap objek

menunjukkan yang empunya.

Sedangkan menurut Duncan yang dikutip oleh Rakhmat

(2011:285), ada enam jenis pesan non verbal, diantaranya:

(a) Kinesik atau gerak tubuh

(b) Paralinguistik atau suara

(c) Proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial

(d) Olfaksi atau penciuman

(e) Sensitivitas kulit

(f) Faktor artifaktual seperti pakaian dan kosmetik

Sedangkan menurut Scheflen (Rakhmat, 2011:285), jenis pesan

nonverbal terdiri dari antara lain:

(a) Kinestik

(b) Sentuhan (tactile)


30
(c) Bau-bauan (odorific)

(d) Teritorial

(e) Proksemik

(f) Artifaktual

Sedangkan menurut Verderber et al (dalam Budyatna dan Ganiem,

2011:115), komunikasi nonverbal memiliki lima fungsi sebagai

berikut:

(a) Melengkapi informasi.

Kebanyakan informasi atau isi sebuah pesan disampaikan

secara nonverbal. Isyarat-isyarat nonverbal kita dapat

mengulang, mensubtitusi, menguatkan atau mempertentangkan

pesan verbal kita. Kita dapat menggunakan isyarat-isyarat

nonverbal untuk mengulangi apa yang telah kita katakan

secara verbal.

(b) Mengatur interaksi.

Kita mengelola sebuah interaksi melalui cara-cara yang tidak

kentara dan kadang-kadang melalui isyarat nonverbal yang

jelas. Kita gunakan perubahan atau pergeseran dalam kontak

mata, gerakan kepala yang perlahan, bergeser dalam sikap

badan, mengangkat alis, mengangkat alis, menganggukan

kepala memberitahukan pihak lain kapan boleh melanjutkan,

mengulang, menguraikan, bergegas atau berhenti.

(c) Mengekspresikan atau menyembunyikan emosi dan perasaan.

Kita dapat menggunakan perilaku nonverbal untuk menutupi

perasaan kita yang sebenarnya. Kita sering menunjukkan

31
emosi kita yang sebenarnya secara nonverbal daripada

menjelaskan emosi kita dengan kata-kata.

(d) Menyajikan sebuah citra.

Manusia mencoba menciptakan kesan mengenai dirinya

melalui cara-cara dia tampil dan bertindak. Kebanyakan

pengelolaan kesan terjadi melalui saluran nonverbal.

(e) Memperlihatkan kekuasaan dan kendali.

Banyak perilaku nonverbal merupakan isyarat dari kekuasaan,

terlepas dari apakah mereka bermaksud menjukkan kekuasaan

dan kendali.

32
c. Komunikasi Politik

Komunikasi politik dapat dikatakan sebagai pembentukan

kesepakatan. Misalnya, kesepakatan tentang pembagian sumber daya

kekuasaan (power sharing) atau bagaimana kesepakatan tersebut dibuat.

Komunikasi politik dalam kajian komunikasi dipahami sebagai b pesan

yang bercirikan politik untuk mepengaruhi pihak lain untuk mencapai tujuan

yang telah direncanakan, yaitu fokus pada aktivitas politik dan fokus pada

pesan bercirikan dua disiplin dalam ilmu sosial, yakni ilmu politik dan ilmu

komunikasi.

Menurut William I Gordon yang dikutip oleh Gun Gun

Heryanto dan Shultan Rumaru (2013:2), istilah komunikasi

(communication) berasal dari kata Latin “communis” yang berarti “sama”

dan menurut Judy Pearson “communicare” yang berarti “membuat sama”

(to make common). Menurut Hovland, Janis dan Kelley, secara terminologi,

komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator)

menyampaikan stimulus dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku

orang lain.

Seperti yang dikutip oleh Gun Gun Heryanto dan Shultan

Rumaru dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Politik Sebuah

Pengantar (2013: 3), menurut Maswadi Ra’uf, komunikasi politik sebagai

kegiatan politik merupakan penyampaian pesan-pesan yang bercirikan

politik oleh actor-aktor politik kepada pihak lain. Dengan demikian, inti

komunikasi politik adalah komunikasi yang untuk mendapatkan suatu

pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang

dibahas dapat mengikat suatu kelompok atau warga tertentu.

33
Denton dan Woodward memberikan karakteristik komunikasi

politik dalam istilah intention (tujuan) pengirimnya untuk memengaruhi

lingkungan politik. Menurut Denton dan Woodward faktor penting yang

membuat terjadinya komunikasi politik bukanlah sumber sebuah pesan,

melainkan isi dan tujuannya (dalam Heryanto dan Rumaru, 2013: 4)

Terdapat beberapa bentuk komunikasi politik yang dilakukan

oleh komunikator infrastruktur politik untuk mencapai tujuan politiknya

menurut Arifin yang dikutip oleh Mahi M. Hikmat (2011: 37), yaitu:

(1) Retorika. Diambil dari bahasa Yunani – rhetorica, yang berarti seni

berbicara. Digunakan dalam perdebatan-perdebatan di ruang siding

pengadiln untuk saling memengaruhi sehingga bersifat kegiatan

antarpersona yang kemudian berkembang menjadi kegiatan komunikasi

massa, yaitu berpidato kepada orang banyak (khalayak).

(2) Agitasi Politik. Diambil dari bahasa Latin, agitare, yang berarti

bergerak atau menggerakkan dalam bahasa Inggris, agitation. Agitasi

dilakukan untuk membangkitkan rakyat kepada suatu gerakan politik,

baik lisan maupun tulisan, dengan merangsang dan membangkitkan

emosi khalayak.

(3) Propaganda. Diambil dari bahasa Latin, propagare yang pada awalnya

sebagai kegiatan penyebaran agama Katholik. Di negara demokrasi

propaganda dipahami sebagai suatu usaha individu atau kelompok yang

berkepentingan untuk mengontrol sikap kelompok individu lainnya

dengan menggunakan sugesti.

(4) Public Relations (PR) Politic, tumbuh pesat di Amerika Serikat setelah

Perang Dunia II, sebagai suatu upaya alternatif dalam mengimbangi

34
propaganda yang dianggap membahayakan kehidupan sosial dan

politik. Tujuan PR politik adalah untuk menciptakan hubungan saling

percaya, harmonis, terbuka atau akomodatif antara politikus,

professional atau aktivis dan khalayak.

(5) Kampanye Politik. Bentuk komunikasi politik yang dilakukan orang

atau kelompok dalam waktu tertentu untuk memperoleh dan

memperkuat dukungan politik dari rakyat agar dipilih.

2. Personal Branding

Personal branding merupakan sebuah identitas pribadi yang mampu

menciptakan sebuah respon emosional terhadap orang lain mengenai kualitas

dan nilai yang dimiliki orang tersebut (O’Brien, 2007:40)

Menurut Husein terdapat elemen dasar personal branding (Hussein, 2013:5):

(1) Personal Quality: Personal quality dapat ditunjukkan dengan cara

menunjukkan siapa diri kita, latar belakang, pendidikan, kisah pengalaman

dalam pekerjaan, bagaimana cara kita melayani pelanggan atau konsumen,

dan prestasi yang dibukti kan dengan testimony atau pun sertifikat. Maka

personal quality dapat dikatakan sebagai penggambaran tentang nilai,

kepribadian, keahlian, dan kualitats diri dibandingan dengan pesaing yang

lainnya.

(2) Promise : Sebagai seorang pelaku bisnis harus bisa memberikan kejelasan

sasaran konsumen. Bisa dengn memberikan janji-janji bawha pelaku bisnis

tersebut dapat memenuhi dan memuaskan keinginan konsumen. Bila

personal branding dapat digunakan dengan tepat dengan menggunakan

35
kreativitas, perencanaan, dan konsistensi. Dapat dipastikan bahwa orang

tersebut akan memiliki sebuah merek pribadi yang dapat membantunya

dalam melakukan tiga hal, yaitu (Montaya, 2008: 110) :

(a) Membangun nama dan memberikan gambaran kepribadian seseorang

kepada orang lain, yang dapat memberikan gambaran yang memang

dibutuhkan seseorang.

(b) Memberikan ketertarikan dan penjelasan yang lebih jelas dan

menguntungkan klien.

(c) Membantu seseorang mempertahankan kliennya, bahkan ketika bisnis

sedang berjalan lambat.

Selanjutnya menurut Peter Montoya dan Tim Vanheley dalam

buku Strategic Personal Branding, terdapat delapan hokum di dalam

Personal Branding :

(a) Laws of Specialization: Brand hanya difokuskan pada satu area

achievement.

(b) Laws of Leadership: Personal Branding dibangun dengan membangun

persepsi bahwa mereka adalah orang yang paling memiliki pengetahuan,

dihargai, atau memiliki kemampuan yang lebih di bidang yang dikuasai.

(c) Laws of Personality: Sebuah Personal Brand harus dibangun berdasarkan

personality seseorang yang sebenarnya.

(d) Laws of Disctinctiveness: Hukum ini menyatakan bahwa Personal Brand

harus dibangun dengan cara yang berbeda dari competitor yang lainnya.

(e) Laws of Visibility: Laws of Visibility merupakan hukum yang paling efektif,

dimana Personal Brand dibangun sampai kepada alam bawah sadar para

target audience yang di sasar.

36
(f) Laws of Unity: Hukum ini menyatakan bahwa sebuah seseorang yang

memiliki Personal Bran harus melekat dengan brand yang dibangunnya.

(g) Laws of Persistence: Hukum ini menyatakan bahwa dalam membangun

sebuah personal brand membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai

tujuannya, media promosi iklan pun tidak dapat membantu mempercepat

waktu.

(h) Laws of Goodwill: Seseorang yang membangun personal brand dapat

bertahan lama jika dilekatkan dengan hal-hal atau nilai-nilai yang positif

bagi masyarakat.

3. Komunikasi Massa

a. Pengertian Komunikasi Massa

Rakhmat dalam Ardianto, Komala, dan Karlinah dalam buku

Komunikasi Massa Suatu Pengantar (2015:3) menyatakan bahwa definisi

komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner yakni:

komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media

massa pada sejumlah besar orang (mass communicarion is messages

communicated through a mass medium to a large number of people). Dari

definisi tersebut dapat diketahui bawa komunikasi massa harus

menggunakan media massa. Walaupun komunikasi itu disampaikan kepada

khalayak yang banyak, seperti rabat akbar yang dihadiri oleh ribuan atau

bahkan puluhan ribu orang, jika komunikasi tersebut tidak menggunakan

media massa, itu bukanlah komunikasi massa.

Sedangkan menurut Gerbner dalam Ardianto, et al (2015:3)

komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan

37
komunikasi. Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kepada khalayak

luas secara terus menerus dalam jarak waktu yang tetap, misalnya harian,

mingguan, dwimingguan atau bulanan. Memproduksi pesan tidak dapat

dilakukan oleh perorangan namun harus oleh lembaga, dan membutuhkan

teknologi tertentu, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh

masyarakat industri.

Sedangkan defisini komunikasi massa menurut Wright dalam

Ardianto, et al

(2015:4) adalah:

“This new form can be distinguished from older types by the


following major characteristics: it is directed toward relatively
large, heterogenous, and anonymous audiences; messages are
transmitted publicly, of ten-times to reach most audience members
simultaneously, and are transient in character; the communicator
tends to be,or to operate within, a complex organization that may
involve great expensive”

Menurut Wright bentuk baru komunikasi dapat dibedakan dari

corak-corak yang lama karena memiliki karakteristik utama yaitu: diarahkan

kepada khalayak yang relatif lebih besar, heterogen dan anonim; pesan yang

disampaikan terbuka yang seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak

secara serentak, bersifat sekilas; komunikator cenderung berada dalam

organisasi yang kompleks yang membutuhkan biaya yang besar.

b. Pengertian Media Massa

Menurut Arsyad (2011:3), kata media berasal dari bahasa latin

medius yang secara harafiah berarti tengah, perantara atau penhantar. Dalam

bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim

kepada penerima pesan. Sedangkan menurut Denis McQuail dalam Morissan

38
(2013:480), media massa memiliki sifat atau karakteristik yang mampu

menjangkau massa dalam jumlah besar dan luas (university of reach), bersifat

publik dan mampu memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul di

media massa.

c. Efek Pesan Media Massa

Menurut Ardianto, et al (2015:52), efek pesan media massa adalah

sebagai

berikut:

(1) Efek Kognitif. Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri

komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Efek kognitif

membahas bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam

mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan

keterampilan kognitifnya. Melalui media massa, seseorang dapat

memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang belum

pernah dikunjungi. Menurut Wilbur Schramm (dalam Rakhmat,

2011:221), informasi adalah segala sesuatu “yang mengurangi

ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam

situasi.” Dimana informasi yang diperoleh telah menstruktur atau

mengorganisasikan realitas. Realitas itu sekarang tampak sebagai

gambaran yang mempunyai makna, dimana gambaran tersebut lazim

disebut sebagai citra.

(2) Efek Afektif. Efek afektif memiliki kadar yang lebih tinggi dari efek

kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu

khalayak tentang sesuatu, tetapi khalayak diharapkan dapat turut

39
merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan

sebagainya.

(3) Efek Behavioral. Efek ini merupakan akibat yang timbul pada diri

khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.

d. Dampak Sosial Media Massa

Menurut Agee dalam Ardianto, Komala, dan Karlinah dalam buku

Komunikasi Massa Suatu Pengantar (2015:58), media massa secara pasti

memengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. Bukti sederhana terjadi pada

seorang remaja laki-laki yang mengenakan topi seperti yang dipakai aktor

dalam satu tayangan komedi di televisi. Anak-anak lainnya pun dengan segera

menirunya. Budaya, sosial, dan politik dipengaruhi oleh media.

Maka dapat dinyatakan bahwa media membentuk opini publik untuk

membawanya pada perubahan yang signifikan. Dominick dalam Ardianto, et

al (2015:59) pun menyebutkan tentang dampak komunikasi massa pada

pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang. Media massa, terutama televisi,

yang menjadi agen sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) memankan peranan

penting dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan.

4. Persepsi

a. Definisi Persepsi

Menurut Rakhmat (2003:95), persepsi adalah pengalaman tentang

objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan melampirkan pesan. Sedangkan menurut Sarwono (2004:80),

persepsi adalah proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses

40
pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, lalu diteruskan

ke otak, baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang

dipersepsikan.Menurut Mulyana (2013:181), persepsi meliputi penginderaan

(sensasi) melalui alat-alat indra (indra peraba, indra penglihat, indra pencium,

indra pengecap, dan indra pendengar).

Dimana sensasi merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak lewat

penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan pengecapan. Dan atensi

tidak dapat terelakkan karena sebelum kita merespons atau menafsirkan

kejadian atau rangsangan apapun, kita harus terlebih dulu memperhatikan

kejadian atau rangsangan tersebut. Dan tahap terakhir yang merupakan tahap

terpenting adalah interpretasi atas informasi yang kita peroleh melalui salah

satu atau lebih indra kita. Tetapi, kita tidak dapat menginterpretasikan makna

setiap objek secara langsung melainkan menginterpretasikan makna informasi

yang anda percayai mewakili objek tersebut. Jadi pengetahuan yang kita

peroleh melalui persepsi bukan pengetahuan mengenai objek yang sebenarnya,

melainkan pengetahuan bagaimana tampaknya objek tersebut.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Menurut Wood (2004:58), ada lima faktor yang mempengaruhi persepsi,

antara lain:

(1) Faktor Psikologis

Faktor psikologis merupakan alasan utama yang menyebabkan

terjadinya perbedaan persepsi antara satu orang dengan orang yang

lainnya. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan kemampuan

sensorik dalam menangkap pesan yang dikirimkan dan kemampuan

psikologis dari panca indera tiap masing-masing orang.

41
(2) Ekspektasi

Ekspektasi merupakan suatu hal yang diharapkan oleh seseorang pada

saat akan memberikan penilaian mengenai kejadian yang akan dialami.

(3) Kemampuan Kognitif

Kemampuan kognitif membentuk persepsi dari setiap orang.

Kemampuan kognitif tersebut terdiri dari:

(a) Cognitigve Complexity

Merupakan kemampuan seseorang dalam menginterpretasikan

fenomena atau hal yang rumit dengan mengaitkan informasi

yang mereka dapatkan dengan apa yang mereka pikirkan tentang

orang lain dan situasi yang terjadi pada saat itu.

(b) Person Centeredness

Merupakan kemampuan untuk memahami orang lain sebagai

individu yang unik. Ketika seseorang mengalami perbedaan

antara satu orang dengan orang yang lainnya, maka secara

otomatis orang tersebut akan beradaptasi kepada individu

tertentu melalui komunikasi.

(4) Peran Sosial

Peran sosial seseorang membentuk persepsi seseorang. Hal tersebut

dipengaruhi oleh pelatihan yang kita terima untuk memenuhi peran dan

tuntutan peran yang harus kita jalani yang dipengaruhi dari apa yang

kita perhatikan dan bagaimana cara kita menginterpretasikan serta

mengevaluasi.

42
(5) Faktor Budaya

Faktor budaya terdiri dari kepercayaan, niai-nilai, norma, adat istiadat

dan bagaimana cara kita menginterpretasikan pengalaman yang dibagi

oleh beberapa orang yang memiliki perbedaan latar belakang budaya.

5. Persepsi Interpersonal

a. Definisi Persepsi Interpersonal

Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi

(2011: 79), bahwa persepsi dapat timbul tidak hanya dari persepsi dari objek-

objek mati saja tetapi juga pada objek-objek sosial. Di mana kita dapat

meneliti pengaruh faktor-faktor sosial, seperti pengaruh interpersonal, nilai-

nilai kultural, dan harapan-harapan yang dipelajari secara sosial. Bahwa

persepsi tidak lagi hanya tentang benda mati tetapi persepsi juga dapat timbul

dari manusia.

Jalaluddin Rakhmat pun mengatakan (2011:80), bahwa ada

perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal, di mana

persepsi objek, stimulus ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda

fisik: gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur, dan sebagainya.

Sedangkan pada persepsi interpersonal, stimulus mungkin sampai kepada kita

melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pada pihak

ketiga. Pada persepsi objek, kita dapat menanggapi objek tersebut tanpa

mempersoalkan bagaimana perasaan objek tersebut, namun pada persepsi

interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak tampak oleh indera

kita. Kita tidak hanya melihat perilakunya, tapi kita juga melihat mengapa ia

berperilaku seperti itu.

43
Pada persepsi objek juga kita tidak akan mendapatkan reaksi timbal

balik ketika kita mempersepsi sebuah objek, namun kita akan mendapatkan

reaksi timbal balik ketika kita melakukan persepsi interpersonal. Dan yang

terakhir, objek relatif tetap, sedangkan manusia berubah-ubah. Maka persepsi

interpersonal itu adalah di mana kita menduga karakteristik orang lain dari

petunjuk-petunjuk eksternal yang dapat diamati. Petunjuk-petunjuk itu adalah

deskripsi verbal dari pihak ketiga, petunjuk proksemik, kinesik, wajah,

paralinguistik, dan artifaktual. Selain itu ada juga petunjuk nonverbal, yang

semuanya kita sebut faktor-faktor situasional.

b. Pengaruh Faktor-Faktor Situasional pada Persepsi Interpersonal

Ada beberapa pengaruh faktor-faktor situasional pada persepsi

interpersonal, antara lain: (Rakhmat, 2011:81)

(1) Deskripsi verbal

Cara orang menyampaikan berita kepada orang lain akan

memengaruhi persepsi seseorang tentang orang itu, karena pada

umumnya seseorang yang menyampaikan berita tentang orang lain,

akan menjelaskan mulai pada central trait, barulah menjelaskan

tentang sifat itu lebih terperinci.

(2) Petunjuk Proksemik

Proksemik sendiri adalah studi tentang penggunaan jarak dalam

menyampaikan pesan. Maka dapat dikatakan seseorang menganggap

orang lain berdasarkan jarak yang dibuat orang itu dengan orang lain,

atau jarak yang dibuat orang itu dengan diri kita sendiri.

(3) Petunjuk Kinesik

44
Persepsi yang didasarkan pada gerakan disebut dengan petunjuk

kinesik. Di mana kita dapat menciptakan persepsi terhadap orang lain

tergantung dari gerakannya.

(4) Petunjuk Wajah

Petunjuk wajah juga menimbulkan persepsi seperti petunjuk kinesik.

Di mana petunjuk wajah adalah ekspresi dari seseorang. Ekspresi

tersebut akan menciptakan persepsi terhadap orang tersebut.

(5) Petunjuk Paralinguistik

Paralinguistik adalah bagaimana cara orang mengucapkan lambang

lambang verbal. Maka, jika petunjuk verbal mengucapkan apa yang

diucapkan, petunjuk paralinguistik mencerminkan bagaimana

mengucapkannya.

(6) Petunjuk Artifaktual

Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan sejak

potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, tas, pangkat, badge, dan

atribut-atribut lainnya.

6. Citra

a. Pengertian Citra

Menurut Ardianto (2016:62), citra adalah image: the impression, the

feeling, the conception which the public has of a company, a consciously

created impression of an object, person, or organization, yang berarti bahwa

citra adalah kesan, perasaan, dan gambaran diri sebuah perusahaan yang

dengan sengaja menciptakan kesan terhadap suatu objek, orang, ataupun

organisasi. Citra akan dengan sengaja dibuat agar bernilai positif. Istilah lain

dari citra adalah favourable opinion (opini publik yang menguntungkan)

45
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian citra adalah (Dr.

Elviano Ardianto, 2010:62) : (1) kata benda, gambar, rupa, dan gambaran; (2)

gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan,

organisasi, maupun produk; (3) kesan mental atau bayangan visual yang

ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat dan merupakan unsur kata

yang pas dalam karya prosa ataupun puisi. Sedangkan menurut Frank Jeffkins,

pakar PR dari inggris, citra merupakan kesan seseorang atau individu tentang

sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya. Citra

adalah kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian

seseorang tentang fakta-fakta dan kenyataan.

Sedangkan Ataman dan Burc mengatakan bahwa “image is on the

receiver side” sedangkan ”identity is on the sender’s side”, yang berarti citra

terbentuk oleh masyarakat yang mengartikan tanda-tanda dari identitas yang

disampaikan oleh komunikatornya, seperti merek melalui barang-barang, jasa-

jasa, dan program komunikasinya. Dengan kata lain citra adalah reputasi yang

terbentuk tergantung dari tanda-tanda yang dikirimkan oleh si komunikator.

Menurut Ardianto, et al (2011:62), citra adalah perasaan, gambaran diri publik

terhadap perusahaan, organisasi, atau lembaga yang dengan sengaja diciptakan

dari suatu objek, orang, atau organisasi.

Menurut Frank Jefkins dalam bukunya Public Relations Technique,

menyimpulkan bahwa secara umum, citra diartikan sebagai kesan seseorang

atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan

pengalamannya (Ardianto : 2010:114). Masih dalam buku Ardianto, Jefkins

menyebut bahwa citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan

dan pengertian seseorang tentang fakta-fakta atau kenyataan.

46
b. Jenis Citra

Menurut Jefkins, sebagaimana dikutip oleh Ardianto, et al

(2011:63), ada beberapa jenis citra yang dikenal dan dapat dibedakan satu

dengan yang lain, yaitu:

(1) Citra Cermin (mirror image): Citra cermin merupakan citra yang

diyakini selalu merasa dalam posisi baik tanpa mengacuhkan kesan

orang luar. Citra cermin hampir selalu tidak tepat, atau tidak sesuai

dengan kenyataan yang sesungguhnya.

(2) Citra Kini (Current Image): Citra kini merupakan citra yang dimiliki

pihak luar dalam memandang institusi tersebut. Citra tersebut bisa

saja berupa citra positif maupun citra negatif.

(3) Citra Harapan (Wish Image): Citra harapan merupakan citra yang

diinginkan oleh seseorang atau pihak manajemen.Citra ini tidak

sama dengan citra yang sebenarnya, biasanya citra yang diharapkan

lebih baik atau lebih menyenangkan dari citra yang sebenarnya.

(4) Citra Perusahaan (Corporate Image): Citra perusahaan merupakan

citra dari suatu organisasi secara keseluruhan. Jenis citra ini adalah

yang berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya,

bagaimana menciptakan citra perusahaan yang positif. Bila suatu

badan usaha memiliki citra yang positif, maka akan lebih mudah

untuk menjual produk atau jasanya.

(5) Citra Majemuk (Multiple Image): Citra majemuk merupakan

pelengkap dari citra perusahaan. Banyaknya pegawai, cabang, atau

perwakilan dari sebuah perusahaan dapat memunculkan citra bagi

47
perusahaan tersebut yang belum tentu sama dengan citra perusahaan

secara keseluruhan. Citra perusahaan semakin dipandang penting

dalam mempengaruhi efektivitas pemasaran. Oleh karena itu sangat

layak kalau citra ditetapkan sebagai salah satu aset utama yang

dimiliki perusahaan atau organisasi.

c. Citra Politik

Ruslan (2007: 80) menjabarkan bahwa citra secara garis besar

adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan seseorang terhadap suatu objek

tertentu. Sikap dan tindakan seseorang terhadap suatu objek akan ditentukan

oleh citra objek tersebut. Terdapat empat komponen citra menurut Soemirat

dan Ardianto, et al (2005: 115), antara lain:

Gambar 2.1

Model Pembentukan Citra Pengalaman Mengenal Stimulus

Sumber : Soemirat (2005:115)

(1) Persepsi, merupakan hasil pengamatan unsur lingkungan yang dikaitkan

dengan proses pemaknaan. Individu akan memberikan makna terhadap

rangsangan berdasarkan pengalamannya. Kemampuan mempersepsi dapat

melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi atau pendangan individu akan

48
positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsang dapat memenuhi

kognisi individu.

(2) Kognisi, merupakan keyakinan diri yang timbul berdasarkan informasi yang

bisa mempengaruhi perkembangan kognisinya.

(3) Motivasi, merupakan hal yang menggerakan respon seperti yang diinginkan

oleh pemberi rangsang. Motivasi adalah keadaan dalam diri seseorang yang

mendorong individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna

mencapai tujuan.

(4) Sikap, merupakan kecenderungan bertindak, berpersepsi, berfikir, dan merasa

dalam menghadapi obyek, ide, situasi, maupun nilai. Sikap merupakan

kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu. Sikap mempunyai

motivasi untuk menentukan apakah seseorang harus pro ataukah kontra, suka

ataupun tidak suka.

Menurut Roberts yang dikutip oleh Arifin dalam buku Komunikasi

Politik Teori dan Praktik Dalam Pilkada Langsung (Hikmat, 2011:39),

komunikasi tidak secara langsung menimbulkan pendapat dan perilaku

tertentu, tetapi memengaruhi khalayak mengorganisasikan citranya tentang

lingkungan. Citra adalah gambaran seseorang (figur) yang tersusun melalui

persepsi yang bermakna melalui kepercayaan, nilai, dan pengharapan (Hikmat,

2011:39). Menurut Dan Nimo yang dikutip oleh Hikmat (2011,39-40), citra

politik terjalin melalui pikiran dan perasaan secara subjektif yang akan

memberikan penilaian serta pemahaman terhadap peristiwa politik tertentu.

Menurut Kenneth E. Boulding seperti yang dikutip oleh Roni

Tabroni (2012:26) citra dibentuk sebagai hasil dari pengetahuan masa lalu

pemilik citra, dan sejarah merupakan bagian dari citra itu sendiri. Citra

49
merupakan serangkaian pengetahuan, pengalaman, dan perasaan maupun

penilaian yang diorganisasikan ke dalam sistem kognisi manusia; atau

pengetahuan pribadi yang sangat diyakini kebenarannya.

Sedangkan menurut pandangan Dan Nimmo yang dijabarkan oleh

Roni Tabroni (2012:27), citra seseorang yang terkait dengan politik yang

terjalin melalui pikiran, perasaan, dan kesucian subjektif, akan memberikan

kepuasan bagi dirinya, dan memiliki paling sedikit tiga kegunaan, yaitu (1)

memberi pemahaman tentang peristiwa politik tertentu. (2) menyajikan dasar

untuk menilai objek politik. (3) menghubungkan diri dengan orang lain.

A. Kategori Komunikasi Verbal dan Komunikasi Nonverbal

1. Komunikasi Verbal

Tabel 2.1

Pendapat Para Ahli

Ronald B. Adler & George Dasrun Hidayat (2012: 13) Kategori Komunikasi Verbal

Rodman (1985:96)

Bahasa Lisan (spoken words) Vocabulary (perbendarahaan kata-kata) Vocabulary: Pemilihan kata-kat

perbendaharaan kata-kata akan s

penting agar komunikasi berjalan

efektif.

Racing (kecepatan) Racing: Apakah kecepatan berbica

terlalu cepat/terlalu lambat

50
Intonasi Suara Intonasi suara seseorang

mempengaruhi arti pesan yang disamp

Intonasi suara bisa juga menjadi hamba

Pendapat Para Ahli

Ronald B. Agler & Dasrun Hidayat (2012: Kategori Komunikasi Verbal

George Rodman 13)

(1985:96)

Bahasa Lisan (spoken Humor Humor: Apakah terselip humor

words) dalam kata-kata yang

dilontarkan

Singkat & Jelas Singkat & Jelas: Apakah kata-

kata yang diucapkan langsung

pada pokok permasalahannya

Timing Timing: Hal yang perlu

diperhatikan dalam

berkomunikasi karena bila

seseorang bersedia untuk

berkomunikasi, artinya dapat

menyediakan waktu untuk

mendengar ataupun

memerhatikan apa yang

disampaikan.

Bahasa Tertulis (written -

51
words)

Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti mengenai bahasa lisan dari Basuki

Tjahaja Purnama (Ahok) saja, karena peneliti tidak mungkin meneliti lebih dalam

mengenai bahasa tertulis Ahok, dimana peneliti harus meneliti tulisan tangan dari Ahok,

karena bukan hal tersebut lah yang bisa menjawab pertanyaan dari peneliti. Peneliti hanya

cukup meneliti bahasa lisan dari Ahok untuk mendapatkan jawaban dari penelitian ini.

2. Komunikasi Nonverbal
Tabel 2.2
Pendapat Para Ahli Kategori

Rudolf F Duncan Schelfen Jalaluddin K

Verderber et al (Rakhmat, (Rakhmat Rakhmat o

(Budyatna dan 2011:285) , (Hidayat,2012 m

Ganiem, 2011:125 ) 2011:285) : 15-17) u

Nonverbal

Paralanguage: Paralinguistik - Pesan Paralingusitik

(a) Pola titinada : Kode Paralinguistik: (Paralanguage):

(b) Volume nonverbal Merupakan Merupakan pesan

52
(c) Kecepatan yang pesan nonverbal yang

(d) Kualitas ditimbulkan nonverbal berhubungan dengan

dari tekanan yang cara mengucapkan

atau irama berhubungan pesan verbal

suara dengan cara (a) Pola titinada

sehingga mengucapkan (b) Volume

penerima pesan verbal (c) Kecepatan

dapat (d) Kualitas

memahami

sesuatu

dibalik apa

yang

diucapkan.

Pendapat Para Ahli Kategori


Rudolf F Verderber Duncan Schelfen Jalaluddin

et al (Budyatna dan (Rakhmat, (Rakhmat, Rakhmat

Ganiem, 2011:125 ) 2011:285) 2011:285) (Hidayat,2012:

15-17)

53
Nonverbal

Penggunaan ruang: Proksemik: Proksemik: Pesan Proksemik:

(a) Proksemik Kode disampaikan Proksemik: pesan

(b) Wilayah nonverbal melalui Disampaikan nonverbal

(c) Artefak yang pengaturan melalui yang

menunjukkan jarak dan pengaturan jarak menunjukkan

kedekatan ruang. dan ruang kedekatan

ruang dari dua ruang dari dua

objek atau objek atau

lebih yang lebih yang

mengandung mengandung

arti. arti.

- Faktor Artifaktual: Pesan Artifaktual:

Artifaktual: diungkapkan Artifaktual: Penampilan

Kode melalui Disampaikan tubuh

nonverbal penampilan melalui (pakaian),

berupa (tubuh, penampilan aksesoris,

kerajinan pakaian, dan tubuh, pakaian, parfum,

manusia (seni) kosmetik) dan kosmetik. seragam dll

yang banyak

memberi

isyarat yang

54
mengandung

arti.

Pendapat Para Ahli Kategori


Rudolf F Duncan Schelfen Jalaluddin K
Verderber (Rakhmat, (Rakhmat, Rakhmat o
et al 2011:285) 2011:285) (Hidayat,2012: m
(Budyatna 15-17) u
dan n
Ganiem, i
2011:125 ) k

Nonverbal

- Sensitivitas Kulit Sentuhan: Sentuhan & Bau- Alat penerima

Kulit, yang bauan: Alat sentuhan yaitu

mampu penerima kulit (yang paling

membedakan sentuhan adalah sering

berbagai kulit, yang dikomunikasikan:

emosi yang mampu tanda perhatian,

disampaikan menerima dan kasih sayang,

orang melalui membedakan takut, marah dan

55
sentuhan. emosi yang bercanda) dan

disampaikan wewangian

orang melalui

sentuhan.

Gangguan- Olfaksi atau Bau-bauan: - -


termasuk
gangg penciuman :
pesan
uan Kode nonverbal
nonverbal,
visual yang digunakkan nonvisual,
dan nonvokal.
untuk

melambangkan

status objek.

Pendapat Para Ahli Kategori

Komunikasi
Rudolf F Duncan Schelfen Jalaluddin
Nonverbal
Verderber et (Rakhmat, (Rakhmat, Rakhmat

al (Budyatna 2011:285) 2011:285) (Hidayat,2012:

dan Ganiem, 15-17)

2011:125 )

- - Teritorial Gerak Isyarat: -

Dapat

mempertegas

pembicaraan.

56
Maka dari gabungan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis

komunikasi verbal dan nonverbal terdiri dari:

Tabel 2.3
Komunikasi Verbal Definisi Komunikasi Nonverbal

Vocabulary Pemilihan kata-kata / Kinesik Pes

perbendaharaan kata-kata akan men

sangat penting agar komunikasi yan

berjalan secara efektif.

Racing Kecepatan bicara juga sangat Paralinguistik Pes

penting, tidak boleh terlalu berh

cepat dan tidak boleh pula men

terlalu lambat. Para

non

bag

Intonasi Suara Intonasi suara seseorang akan

mempengaruhi arti pesan yang

disampaikan..

Komunikasi Definisi Komunikasi Definisi

Verbal Nonverbal

Humor Humor merupakan Proksemik Proksemik merupakan

satu-satunya selingan studi mengenai ruang

saat berkomunikasi. informal- ruang di

57
sekitar tempat yang

kita gunakan suatu

saat. Pesan proksemik

kita mendekorasi

wilayah kita

Singkat & Jelas Komunikasi yang Artifaktual disampaikan melalui


pengaturan jarak dan
efektif adalah
ruang.disampaikan
komunikasi yang
melalui penampilan
singkat& jelas/ (pakaian), aksesoris
dan parfum.
langsung pada pokok

permasalahannya

Timing dapat menyediakan - -

waktu untuk

mendengar ataupun

memerhatikan apa

yang disampaikan

Maka dapat dikatakan bahwa jenis komunikasi verbal terdiri dari:

(1) Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Olah kata sangat penting dalam

berkomunikasi karena bila tidak komunikasi tidak akan efektif bila pesan

disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti.

(2) Racing (kecepatan). Komunikasi akan efektif apabila kecepatan bicara diatur dengan

baik, yaitu tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat.

58
(3) Intonasi suara akan memengaruhi arti pesan sehingga pesan akan menjadi lain

artinya bila diucapkan dengan intonasi yang berbeda. Intonasi yang tidak

proporsional adalah hambatan dalam berkomunikasi.

(4) Humor adalah satu-satunya selingan dalam berkomunikasi. Menurut Dugan dalam

Hidayat (2012:14) humor dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia.

(5) Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif apabila disampaikan secara singkat dan

jelas, langsung pada pokok permasalahannya.

(6) Timing (waktu yang tepat) adalah hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi

karena bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan

waktu untuk mendengar ataupun memerhatikan apa yang disampaikan.

Sedangkan jenis komunikasi verbal terdiri dari:

(1) Pesan kinesik merupakan pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang

berarti. Pesan ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu:

a. Pesan fasial: Pesan ini menggunakan air muka untuk menyampaikan makna

tertentu, seperti: kebahagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan,

kemuakkan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.

b. Pesan gestural: Menunjukkan gerakaan sebagian anggota badan seperti mata

dan tangan untuk mengkomunikasikan berbagai makna.

c. Pesan postural: Berkaitan dengan keseluruhan anggota badan.

(2) Pesan proksemik. Proksemik merupakan studi mengenai ruang informal- ruang di

sekitar tempat yang kita gunakan suatu saat. Pesan proksemik disampaikan melalui

pengaturan jarak dan ruang. Dimana proksemik terdiri dari 4 jarak, yaitu:

a. Jarak intim : Jarak antara komunikator atau komunikan sekitar 15-46 cm

59
b. Jarak pribadi: jarak pribadi adalah jarak antara komunikator atau komunikan

sekitar 46 cm

c. Jarak sosial: jarak sosial adalah jarak antara penjual barang denga pelanggan 1,2-

3.6m

d. Jarak umum: jarak umum adalah jarak penjual dengan pelanggan 3,6 m atau

sekitar 12 kaki, jarak ini adalah jarak yang kurang komunikatif

(3) Pesan artifaktual disampaikan melalui penampilan (pakaian), aksesoris dan parfum.

Dimana pesan ini mengacu kepada kepemilikan kita dan cara-cara kita mendekorasi

wilayah kita.

(4) Pesan paralinguitstik merupakan pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara

mengucapkan pesan verbal. Paralinguistik adalah suara nonverbal apa yang kita

dengar bagaimana sesuatu dikatakan.

60
B. Penelitian Terdahulu

No Judul, Peneliti & Metode & Teori Hasil Perbedaan

Tujuan

1 Pengaruh Publisitas Joko Penelitian ini Pembentukan Topik, tujuan dan

Widodo Di Media Sosial difokuskan pada studi citra di mata metode penelitian

Facebook Terhadap kasus yang pemilih pemula yang digunakan.

Pembentukan Citra Di dikhususkan dalam yang Peneliti

Mata Pemilih Pemula, periode kampanye terpengaruh dari menggunakan

Emily Karim Pemilu 2014 melalui publisitas di analisis deskriptif.

pendekatan fanpage

kuantitatif. Facebook resmi

Ir H Joko

Widodo sebesar

35,9%.

2 Citra Presiden Susilo Metode penelitian SBY dianggap Topik, tujuan dan

Bambang Yudhoyono kualitatif dengan tidak tegas dan metode penelitian

61
Terkait Kasus Bailout metode pengumpulan lamban dalam yang digunakan.

Bank Century (Suatu data Focus Group menangani kasus Peneliti

Kajian Kualitatif Discussion. Metode bailout Bank menggunakan

terhadap Persepsi penyajian bersifat Century dan para analisis deskriptif

Mahasiswa Prodi Ilmu deskriptif. peserta juga

Komunikasi, Irwan melihat adanya

Adhitya Kreshna. keterlibatan

orang-orang

dekat SBY.

No Judul, Peneliti & Metode & Teori Hasil Perbedaan

Tujuan

3 Pengaruh Persepsi Paradigma Ada pengaruh Variabel berbeda.

Khalayak tentang Special positivisme signifikan Variabel penelitian

Event terhadap eksplanatif. tentang special ini tertuju pada

Pembentukan Citra event terhadap sebuah tempat atau

Merek Margo City Mall pembentukan lokasi.

2012 (Studi pada citra merek

Audience Event Margo Margo City Mall

Friday Jazz Margo City

Mall 2012), Nanda

Inggriani

4 Pemberitaan Konflik Analisis wacana Pihak Sinar Penelitian ini

Basuki Tjahaja Purnama dengan memakai Indonesia Baru menggunakan

Dengan DPRD DKI model penelitian Teun tidak memihak analisis wacana

62
Jakarta di Harian Sinar A. Van Dijk dalam salah satu pun sedangkan

Indonesia Baru, Eva keseluruhan analisis dalam penelitian saya

Cristhora. sebagai kajian teori pemberitaan menggunakan

komunikasi. mengenai kedua analisis deskriptif.

Penelitian ini belah pihak.

memakai paradigma

kritis sebagai

pendekatan

D. Kerangka Pemikiran

Gaya Komunikasi Gubernur DKI


Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok)

Komunikasi Verbal Komunikasi Non Verbal

Vocabula Racing Intonasi Kinesik Proksemik


ry Suara

Humor Timing Singkat


Paralinguistik Artifaktual
&Jelas

Persepsi Pekerja
Media Televisi

Citra Gubernur DKI


JakartaBasuki Tjahaja
Purnama (Ahok)

63
Current Wish Image
Image

64

Anda mungkin juga menyukai