Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH KEPEMIMPINAN LINTAS BUDAYA DAN

BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN

I. PENDAHULUAN

Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.


Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, kinerja seorang karyawan
dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi kerja bagi
karyawan itu sendiri dan juga untuk keberhasilan perusahaan. Meningkatnya kinerja
karyawan secara individu menyebabkan peningkatan kinerja perusahaan secara
keseluruhan. Kinerja yang baik akan berdampak pada pencapaian tujuan
perusahaan. Kinerja dipengaruhi oleh faktor intrinsik yaitu personal individu dan
faktor-faktor ekstrinsik diantaranya kepemimpinan dan budaya organisasi.
(Mangkuprawira, 2007:155).

Globalisasi menjadikan dunia seakan tanpa batas dan saling terhubung, sehingga
memicu perkembangan yang pesat pada bisnis internasional. Salah satu peningkatan
aktivitas bisnis internasional ditandai dengan meningkatnya investasi asing
langsung (Foreign Direct Investment - FDI). Investasi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan multinasional menciptakan semakin ketatnya persaingan
industri dalam melaksanakan strategi global.

Perdagangan internasional telah membagi kerja dunia, yang mana negara –


negara maju sebagai negara yang memproduksi produk industri sedangkan negara
berkembang berperan sebagai negara pemasok bahan baku untuk industri negara
maju. Impilikasi lain dari perdangan internasional ditandai dengan semakin
berkembangnya perusahaan multinasional atau MNC (Multi Nasional Company)
diberbagai bidang (manufacture, transportasi, telkomonikasi, food processing, jasa,
energy dll).

Contoh seperti pada PT. Roman Ceramic Indonesia yang berorientasi pasar
global sangat diperlukan kepemimpinan yang efektif untuk perusahaan yang
memiliki manajer dan karyawan dari latar belakang budaya yang berbeda. Hal ini
dapat dikatakan sebagai fenomena kepemimpinan lintas budaya (Cross cultural
leadership). Keahlian manajerial ekspatriat menjadi salah satu bentuk transfer
teknologi yang dipertimbangkan dapat meningkatkan kinerja karyawan menjadi
lebih baik untuk mendukung perusahaan mencapai tujuan organisasi.

Dengan adanya perbedaan budaya antara manajer dengan karyawan juga


mempengaruhi budaya organisasi perusahaan. Menurut Sutrisno (2010) Budaya
organisasi adalah perangkat sistem nilai-nilai, keyakinan atau norma-norma yang
telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai
pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Budaya organisasi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Budaya
organisasi yang kuat dapat membantu meningkatkan kinerja karena tersedianya
struktur dan sistem pengendalian tanpa harus bergantung pada birokrasi formal yang
biasanya justru dapat menurunkan motivasi dan inovasi.

Keahlian manajerial ekspatriat menjadi salah satu bentuk transfer teknologi


yang dipertimbangkan dapat mendukung perusahaan mencapai keunggulan
bersaing. Mengingat operasi perusahaan melewati batas wilayah nasional, terdapat
konsekuensi yang dihadapi ekspatriat yaitu kompleksitas perbedaan - perbedaan
nasional antara ekspatriat dengan karyawan lokal ketika melakukan kepemimpinan.
Hal ini dapat dikatakan sebagai fenomena kepemimpinan lintas budaya.
Kepemimpinan lintas budaya (Cross-cultural leadership) merupakan suatu bentuk
interaksi kepemimpinan antara pemimpin dan bawahan dengan latar budaya yang
berbeda (Lumbanraja, 2008:73).

Perbedaan budaya menjadi tantangan bagi pemimpin ekspatriat untuk


menerapkan gaya kepemimpinan lintas budaya yang tepat dalam memimpin
karyawan lokal. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini Penelitian dibatasi pada
variabel kepemimpinan lintas budaya, budaya organisasi dan kinerja karyawan.
Agar pembahasan masalah dalam penelitian ini dapat lebih terfokus dan mudah
untuk dipahami. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kepemimpinan
lintas budaya terhadap kinerja karyawan serta mengetahui pengaruh kepemimpinan
terhadap budaya organisasi.

II. KAJIAN TEORI

2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen sumber daya manusia didefinisikan sebagai suatu strategi dalam
menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planning, organizing, leading and
controlling, dalam setiap aktifitas atau fungsi operasional sumber daya manusia
mulai dari proses penarikan, seleksi, pelatihan dan pengembangan, penempatan
yang meliputi promosi, demosi dan transfer, penilaian kinerja, pemberian
kompensasi, hubungan industrial, hingga pemutusan hubungan kerja, yang
ditujukan bagi peningkatan kontribusi produktif dari sumber daya manusia
organisasi terhadap pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif dan efisien.
(Sofyandi, 2009:6).
Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan
peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat. (Hasibuan, 2006:10). Karyawan adalah
faktor utama penentu keberhasilan dan kemajuan suatu organisasi atau perusahaan.
Menurut Nurlaila (2010:71), Performance atau kinerja merupakan hasil atau
keluaran dari suatu proses. Kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh
karyawan dalam suatu perusahaan, apabila kinerja karyawan baik, maka tujuan
perusahaan akan tercapai dengan baik. Sebaliknya jika kinerja karyawan lebih
rendah, maka prestasi perusahaan akan menurun.

2.2 Gaya Kepemimpinan


Gaya kepemimpinan mencerminkan apa yang dilakukan oleh pemimpin dalam
mempengaruhi para pengikut untuk merealisasikan visi (Wirawan, 2013:351).
Northouse (2013:96) menyatakan gaya kepemimpinan mengandung pola perilaku
dari seseorang yang mencoba untuk mempengaruhi orang lain. Dapat disimpulkan
bahwa gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku pemimpin dalam
mempengaruhi bawahannya.

Dalam sebuah organisasi dan manajemen, kepemimpinan merupakan suatu hal


yang sangat penting. Kepemimpinan dapat menjadi penentu dalam mencapai
keberhasilan kelompok atau organisasi. (Northouse, 2013:5) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai proses dimana individu mempengaruhi sekelompok
individu untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Rivai (2004:2) kepemimpinan (leadership) adalah proses


mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses
komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Keseluruhan tindakan guna
mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai
tujuan, atau dengan definisi yang lebih lengkap dapat dikatakan bahwa
kepemimpinan adalah proses pemberian jalan yang mudah dari pada pekerjaan
orang lain yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.

2.3 Kepemimpinan Lintas Budaya


Menurut Lumbanraja (2008:73) kepemimpinan yang diterapkan dalam situasi
percampuran budaya (Cross-cultural leadership) merupakan suatu bentuk interaksi
kepemimpinan antara pemimpin dengan para bawahan dengan latar belakang
budaya yang berbeda. Sedangkan menurut Yukl (2013:348) kepemimpinan lintas
budaya dikaitkan dengan pemimpin yang semakin dihadapkan dengan kebutuhan
untuk mempengaruhi individu dari budaya lain.
Kepemimpinan lintas budaya diartikan sebagai kemampuan seorang pemimpin
untuk mempengaruhi dan memotivasi anggota kelompok budaya yang berbeda
penilaian terhadap pencapaian hasil dengan merujuk pada berbagi pengetahuan dan
makna sistem dari kelompok budaya yang berbeda (Akiga dan Lowe, 2004:2). Hal
yang membedakan kepemimpinan lintas budaya dengan kepemimpinan tradisional
terletak pada perbedaan budaya yang dihadapi, serta mempertimbangkan perbedaan
budaya yang ada dalam proses kepemimpinan (Akiga dan Lowe, 2004:2). Hal ini
berkaitan dengan gaya kepemimpinan yang harus diterapkan akibat perbedaan
budaya nasional diantara pemimpin dan bawahan (Lumbanraja, 2008:69). Dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan lintas budaya merupakan kemampuan seseorang
dalam mempengaruhi dan memotivasi suatu kelompok yang berbeda budaya
nasional.
2.4 Model Penyesuaian Kepemimpinan Lintas Budaya
Berry et al dalam Lumbanraja (2008:75) memaparkan model penyesuaian bagi
pemimpin ekspatriat yang mengalami lintas budaya ketika menjalani penugasan
internasional yaitu:
a. Model Reaksi : pemimpin ekspatriat lebih mengubah lingkungan daripada
perilaku sendiri. Model Integrasi : pemimpin ekspatriat mengubah perilaku
yang disesuaikan dengan keadaan lokal. Kebalikan model reaksi.
b. Model Withdrawal : pemimpin ekspatriat menarik diri secara fisik dan mental,
berusaha untuk menghindari masalah.

2.5 Komunikasi Lintas Budaya


Menurut Liliweri (2003:13) komunikasi lintas budaya merupakan interaksi dan
komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar
belakang kebudayaan yang berbeda. Dalam manajemen komunikasi lintas budaya,
ada beberapa variable budaya yang harus diperhatikan dalam proses komunikasi
seperti perihal sikap, organisasi sosial, pola berpikir, peranan pihakpihak yang
berkomunikasi, bahasa dan waktu.

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Lintas Budaya


Gaya kepemimpinan lintas budaya yang diterapkan pemimpin ekspatriat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Luthans (2006:659) mengungkapkan tiga faktor
yang mempengaruhi kepemimpinan lintas budaya, yaitu nilai-nilai pribadi, latar
belakang pemimpin dan kemampuan interpersonal. Yukl (2010:495) juga
memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan lintas budaya antara
lain variabel budaya nasional dan variabel situasional. Lovvorn dan Chen
(2011:277) menjelaskan faktor lain yang mempengaruhi gaya kepemimpinan lintas
budaya yaitu faktor pengalaman tugas internasional.
2.7 Kendala dalam Kepemimpinan Lintas Budaya
Terdapat beberapa masalah yang berkontribusi sebagai kendala dalam
melakukan kepemimpinan lintas budaya, antara lain masalah stereotip -
kecenderungan untuk menilai orang lain berdasarkan suatu kelas atau kategori dan
masalah etnosentrisme rasa superioritas yang dimiliki anggota budaya tertentu
(Luthans, 2006:392; Northouse, 2013:364). Banyak orang yang terjerumus dalam
etnosentrisme dan stereotipe, sehingga kebanyakan dari orang-orang yang berbeda
budaya cenderung salah menafsirkan tindakan orang lain (Bovee dan Thill,
2005:74).

2.8 Kerangka Pemikiran

Sesuai kerangka pemikiran diatas, dapat dijelaskan bahwa variable


kepemimpinan lintas budaya didukung oleh penelitian Jati, Hamied & Hakam
(2015), Puspitasari, Musadieq & Prasetya (2014), Cahyono, Silviandari &
Widyasari (2014), Ching Ko (2015) menyatakan bahwa kepemimpinan lintas
budaya adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi dan memotivasi suatu
kelompok yang berbeda budaya, penerapan gaya kepemimpinan lintas budaya yang
baik menghasilkan kinerja yang baik bagi perusahaan. Variabel budaya organisasi
didukung dalam penelitian, Antou (2013) dan Trang (2013) menyatakan bahwa
budaya organisasi memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan. Budaya
organisasi yang baik mampu mendorong meningkatkan kinerja karyawan. Variabel
kepemimpinan lintas budaya terhadap budaya organisasi didukung oleh penelitian
Wardana (2014) menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif terhadap
budaya organisasi. Kepemimpinan lintas budaya yang baik mampu menciptakan
budaya organisasi menjadi lebih baik.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan lintas


budaya dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan tujuan
analisis, yaitu mencari pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya, maka
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode asosiatif. Menurut Sugiyono
(2013:55), penelitian asosiatif merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antara satu variable dengan variable lainnya atau lebih.

3.2 Sumber dan Jenis Data


3.2.1 Data Primer
Sumber data yang digunakan adalah data primer. Menurut Sugiyono
(2013:187), data primer adalah data yang langsung memberikan data yang
bersumber langsung dari hasil penyebaran kuesioner kepada responden yang telah
ditentukan. Dalam penelitian ini adalah interview dengan beberapa karyawan pada
perusahaan keramik di beberapa Kawasan industri di Indonesia seperti Tangerang,
Surabaya dan bekasi.

3.3 Metode analisis data


Penelitian ini menggunakan metode analisis data dengan menggunakan
pendekatan Partial Least Square (PLS). PLS adalah model persamaan Structural
Equation Modeling (SEM) yang berbasis komponen atau varian. Menurut Ghozali
(2006), PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM
berbasis kovarian menjadi berbasis varian. SEM yang berbasis kovarian umumnya
menguji kausalitas atau teori sedangkan PLS lebih bersifat predictive model. PLS
merupakan metode analisis yang powerfull (Ghozali, 2006), karena tidak didasarkan
pada banyak asumsi. Misalnya, data harus terdistribusi normal, sampel tidak harus
besar. Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat
digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat
sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan
formatif.
Menurut Ghozali (2006) tujuan PLS membantu peneliti untuk tujuan prediksi.
Model formalnya mendefinisikan variabel laten adalah linear agregat dari indikator-
indikatornya. Weight estimate untuk menciptakan komponen skor variabel laten
didapat berdasarkan bagaimana inner model (model struktural yang
menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model pengukuran yaitu
hubungan antara indikator dengan konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya adalah
residual variance dari variabel dependen. Estimasi parameter yang didapat dengan
PLS dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama, adalah weight estimate yang
digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua, mencerminkan estimasi
jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten
dan indikatornya (loading). Ketiga, berkaitan dengan means dan lokasi parameter
(nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh
ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi 3 tahap dan setiap tahap iterasi
menghasilkan estimasi. Tahap pertama, menghasilkan weight estimate, tahap kedua
menghasilkan estimasi untuk outer model dan inner model, dan tahap ketiga
menghasilkan estimasi means dan lokasi (Ghozali, 2006).
IV. PEMBAHASAN

4.1 Analisis
Penelitian yang telah dilakukan mengenai kepemimpinan lintas budaya dan

budaya organisasi terhadap kinerja karyawan memberikan beberapa kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan lintas budaya memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini didukung oleh

penelitian sebelumnya dari Trang (2013) menunjukkan bahwa secara simultan, gaya

kepemimpinan dan budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Satrio (2015) menunjukan

bahwa hubungan yang positif dan pengaruh yang signifikan antara gaya

kepemimpinan ekspatriat terhadap job satisfaction karyawan.

Kepemimpinan lintas budaya memiliki pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap budaya organisasi. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya dari Salain

(2014) hasil penelitian menunjukan bahwa kepemimpinan transformasional

berpengaruh positif terhadap budaya organisasi. Penelitian lain dilakukan oleh

Nurwati (2011) menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap

budaya organisasi. budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai,

artinya apabila budaya organisasi meningkat, maka kinerja pegawai akan meningkat.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan mengenai
analisis pengaruh kepemimpinan lintas budaya dan budaya organisasi terhadap
kinerja karyawan maka ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil pada
penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
1. Kepemimpinan lintas budaya memiliki pengaruh signifikan positif terhadap
kinerja karyawan. Artinya apabila kepemimpinan lintas budaya semakin
baik maka kinerja karyawan juga akan meningkat, sebaliknya jika
kepemimpina lintas budaya tidak baik, maka kinerja karyawan juga akan
menurun.
2. Kepemimpinan lintas budaya memiliki pengaruh signifikan positif terhadap
budaya organisasi. Artinya apabila kepemimpinan lintas budaya semakin
baik, maka budaya organisasi menjadi kondusif, sebaliknya jika
kepemimpinan lintas budaya tidak baik, maka budaya organisasi menjadi
tidak kondusif.
3. Budaya organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Artinya apabila budaya organisasi kondusif, tidak berpengaruh pada kinerja
karyawan, sebaliknya jika budaya organisasi tidak kondusif, juga tidak
berpengeruh pada kinerja karyawan.
4. Budaya organisasi tidak memediasi pengaruh kepemimpinan lintas budaya
terhadap kinerja karyawan, karena pengaruh langsung kepemimpinan lintas
budaya terhadap kinerja karyawan lebih besar dibandingkan dengan
pengaruh tidak langsung melalui budaya organisasi.
5. Kepemimpinan lintas buda efektif dalam tranfer teknologi untuk
peningkatan berkelanjutan dalam mencapat tujuan p;erusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

Akiga, & Kevin B. Lowe. (2004). Encyclopedia of Leadership: Cross-Cultural


Leadership. SAGE Reference Online.
Antou, D. Oktavianus. (2013). Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Pengaruhnya terhadap Kinerja Pegawai Kantor Kelurahan Malalayang I Manado.
Jurnal EMBA. Vol. 1, No.4, Desember 2013: 151-159.
Ching, Ko. (2015). Cross-cultural Leadership Effectiveness: Perspectives from Non-
Western Leaders. Management and Organizational Studies Vol. 2, No. 4, 2015:
1-15.
Ermawan, Erni. R. (2011). Organizational Culture : Budaya Organisasi Dalam
Perspektif Ekonomi dan Bisnis. Alvabeta, Bandung.
Ghozali, Imam.(2006). Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan
Partial Least Square, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Hasibuan, Malayu S.P.(2006). Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Edisi
Revisi, Bumi Aksara, Jakarta.
Herman, Sofyandi.(2009).Manajemen Sumber Daya Manusia. terjemahan. Jakarta :
PT. Prenhallindo.

Anda mungkin juga menyukai