Anda di halaman 1dari 42

BUKU MONOGRAF

JUDUL BUKU

LEADER MEMBER EXCHANGE

OLEH
MUHAMMAD SETIYAWAN
MAHASISWA MAGISTER MANAJEMEN UNTAG SURABAYA
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi, karena


tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Pola
kepemimpinan memainkan peranan penting, dalam meningkatkan kinerja
karyawan. Bagaimana tidak? Karena sesungguhnya seluruh faktor eksternal yang
dapat meningkatkan kinerja individual karyawan itu datang dari penampilan dan
pola kepemimpinan.
Ashai (2001: 197) menyatakan bahwa hubungan antara pemimpin dengan
karyawan atau pegawai merupakan hubungan saling ketergantungan yang pada
umumnya tidak seimbang. Bawahan pada umumnya merasa lebih tergantung
kepada pemimpin daripada sebaliknya. Dalam proses interaksi yang terjadi antara
pemimpin dan bawahan, berlangsung proses saling mempengaruhi dimana
pemimpin berupaya mempengaruhi bawahannya agar berperilaku sesuai dengan
harapannya. Dari interaksi inilah yang menentukan derajat keberhasilan pemimpin
dalam kepemimpinannya di dalam suatu organisasi.
Pada sekelompok pemimpin lainnya menerapkan pola kepemimpinan yang
berorientasi pada manusia (human oriented). Pemimpin memusatkan perhatiannya
pada kegiatan dan masalah kemanusiaan yang dihadapi, baik bagi dirinya maupun
bagi karyawan. Kepemimpinan pada golongan ini lebih populis dibanding pola
yang terdahulu, karena dipandang memperhatikan masalah-masalah riil yang
dihadapi karyawan. Dari masalah anak sakit sampai dengan kondisi keluarga. Dari
masalah stamina sampai dengan nonton bola. Akibatnya, lingkungan kerja dapat
mengarah pada budaya gosip, tetapi mengesampingkan penyelesaian tugas dan
standar kinerja.
Esensi kepemimpinan dalam setiap organisasi apapun sangat diperlukan kehadiran
dan perannya, sekalipun dalam organisasi itu telah ditata struktur dan mekanisme
kerja sedemikian sempurna. Kepemimpinan berperan untuk menserasikan
kepentingan antar berbagai pihak. Hakekat kepemimpinan adalah kegiatan untuk
mempengaruhi orang-orang agar terarah ke titik tujuan akhir organisasi menurut
(Gearge R.Terry,1960) dalam Muhammad Cholil (1999).
Untuk mengetahui apa yang dipikirkan karyawan mengenai perusahaan,
pemimpin perlu mengadakan komunikasi aktif dengan para karyawannya. Sikap
pemimpin akan menentukan perkembangan tim dalam organisasi perusahaan serta
perkembangan yang dicapai yang pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian
produktifitas kerja karyawan. Keahlian mengembangkan tim oleh seorang
pemimpin merupakan kunci sukses keberhasilan kegiatan perusahaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa bawahan akan memiliki kinerja melebihi apa
yang diisyaratkan oleh organisasi jika kepemimpinan efektif. Kinerja bawahan
tinggi dengan sendirinya akan berimbas pada kinerja organisasi yang tinggi pula,
karenanya organisasi akan mampu bertahan dalam lingkungan persaingan yang
semakin ketat. Pola atau tipe kepemipinan yang efektif dalam hal ini adalah
mampu meningkatkan kinerja organisasi.
Robbins (2003) mengungkapkan bahwa teori kepemimpinan yang terkait dengan
eratnya hubungan arasan bawahan mengasumsikan bahwa pemimpin
memperlakukan para pengikut atau bawahan secara sama. Pemimpin
mempergunakan suatu gaya yang sama secara adil terhadap individu dalam unit
kerjanya masing-masing. Namun demikian, sebagaimana telah diungkapkan di
atas (Emerson dalam Lee, 2000), dalam realitasnya teori hubungan atasan-
bawahan berpandangan bahwa karena adanya tekanan waktu, pemimpin seringkali
menciptakan hubungan khusus dengan kelompok pengikutnya.
Truckenbrodt (2000) mengungkapkan bahwa fokus dari hubungan atasan-
bawahan adalah dimaksudkan untuk memaksimumkan keberhasilan organisasi
melalui interaksi kedua belah pihak. Temuan penelitiannya membuktikan bahwa
peningkatan kualitas hubungan atasan-bawahan akan meningkatan derajat
kepuasan kerja, dan komitmen dari bawahan, serta perilaku warga organisasi.
Pemeliharaan dan pengembangan hubungan antara kedua belah pihak secara
dewasa tidak hanya bermanfaat bagi keduanya, namun yang lebih penting adalah
bagi organisasi secara keseluruhan dalam pencapaian kinerja, pertumbuhan, serta
keberhasilan.
Graen dan Cashman (dalam Truckenbrodt, 2009, mengungkapkan bahwa sebagai
konsekuensi tingginya kualitas hubungan atasan-bawahan, untuk tugas-tugas yang
tak terstruktur, pihak bawahan seringkali melakukan secara sukarela me!alui
penyelesaian, pekerjaan ekstra, ataupun mengambil tanggung jawab tambahan.
Sebaliknya, dari sisi atasan, seringkali seringkali demikian berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan, pemberian tugas-tugas, penetapan otonomi lingkup
pekerjaan, dukungan, maupun perhatian sebagai balikan dari kinerja bawahan
terhadap penyelesaian tugas-tugas yang tak terstruktur atau di luar tugas utama.
Lebih lanjut ha1 tersebut membangkitkan adanya rasa percaya secara timbal balik
(mutual trust), dukungan positif, saling tergantung secara informal, komunikasi
yang lebih terbuka, kepuasan bersama, maupun loyalitas.
Derajat keeratan hubungan atasan-bawahan membawa akibat kepada tingkat
komitmen pekerja terhadap pimpinan, dan secara positif membangkitkan motivasi
pekerja. Konsekuensinya adalah menyangkut pada tingkat kualitas layanan yang
diberikan kepada para pelanggan atau pengguna organisasi, sehingga rnereka
memiliki persepsi yang baik terhadap organisasi (Polly, 2001).
Hal tersebut sejalan dengan temuan Lee (2000). yang menunjukkan bahwa
hubungan atasan-bawahan secara tidak langsung berpengaruh terhadap rendahnya
kcinginan pekerja untuk keluar dari pekerjaannya, yakni melalui intermeditasi dari
keadilan organisasional, kepuasan kerja, serta komitmen. Dengan kata lain,
kuatnya hubungan atasan-bawahan membawa pengaruh positif terhadap
komitmen keberlanjutan dari pekerja untuk tetap bertahan pada organisasi dimana
dia bekerja. Selain itu, persepsi yang muncul di kalangan pekerja mengenai
positihya hubungan atasan-bawahan akan berpengamh terhadap peningkatan
kinerja.
Pada akhirnya, perilaku-perilaku hubungan atasan-bawahan lebih dapat
diprediksikan melalui rutinitas peran. Hubungan ini terjaga setiap saat melalui
proses kolaborasi ada tugas-tugas yang berlainan. Hubungan kedua belah pihak
yang mengembangkan perilaku bertautan mencakup dimensi-dimensi adanya rasa
kepercayaan, saling perhatian, loyalitas, kesukaan, dukungan, dan kualitas.
Sumber sumber hubungan dari atasan untuk mengkolaborasikan tugas-tugas
dengan bawahan dikontrol oleh harapan timbal balik. Namun demikian,
sebagaimana diungkapkan oleh Robbins (2003), bahwa karena keterbatasan
ketersediaan sumber-sumber bagi atasan untuk melakukan hubungan dan
diperlukan kecukupan waktu, maka seringkali kualitas hubungan yang baik antara
atasan dan bawahan cenderung dikembangkan dan dipertahankan dalam lingkup
terbatas (Graen dan Cashman; Graen dan Sandura, dalam Lee, 2000), dan oleh
karenanya akan tercipta in-groups dan out-gfoups (Robbins, 2003).
Dalam sebuah organisasi, dimungkinkan terdapat hubungan yang berbeda antara
pimpinan dengan karyawan yang menjadi anak buahnya. Tingkat kedekatan
hubungan ini biasa disebut dengan Leader Member Exchange LMX. Berdasarkan
hal yang telah diuraikan diatas maka penulis berniat membuat monograf dengan
judul Leader Member Exchange (LMX).
BAB II

LEADER MEMBER EXCHANGE

A. Leader

1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kualitas kemampuan pribadi yang dimiliki

seseorang untuk menggerakkan bawahan untuk mencapai tujuan

organisasi. Menurut Siagian (2003:2), keberhasilan suatu organisasi baik

secara keseluruhan maupun kelompok dalam suatu organisasi tertentu

sangat tergantung pada kualitas kepemimpinan organisasi tersebut.

Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kelebihan berupa

kepemimpinan. Sedangkan kepemimpinan dapat diartikan sebagai

kemampuan untuk mendorong sejumlah orang agar bekerja sama dalam

melaksanakan kegiatan yang terarah pada tujuan yang sama.

Menurut Stogdill (dalam Yukl, 1998:2), kepemimpinan

didefinisikan dalam kaitan dengan ciri individual, perilaku, pengaruh

terhadap orang lain, pola interaksi, hubungan peran, tempat pada suatu

posisi administrasi serta persepsi orang lain. Winardi (1996:47)

mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan

yang melekat pada seseorang yang memimpin, tergantung dari macam-

macam faktor, baik intern maupun ekstern. Adakalanya pemimpin

menonjol pada satu permasalahan namun memudar pada permasalahn

yang lain.
Selain melakukan interaksi, pemimpin harus dapat melakukan hal-

hal sebagai berikut Winardi (1996:47):

a memberikan inspirasi kepada bawahan,

b melaksanakan pekerjaan dan mengembangkan pekerjaan,

c menunjukkan pada bawahan cara melaksanakan pekerjaan,

d menerima tanggung jawab,

e menyelesaikan persoalan kerugian yang timbul dalam tiap bagian

perusahaan.

Menurut M. Howard W. Hoyt dalam (Wiratmadja, 1995:185)

kepemimpinan adalah suatu seni untuk mempengaruhi tingkah laku

manusia dan kemapuan untuk membimbing beberapa orang

kepemimpinan adalah: Kemampuan atau kecerdasan yang mendorong

sejumlah orang/dua orang atau lebih agar bekerja sama dalam

melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuan bersama .

Kepemimpinan dalam kontesk non struktural dapat diartikan Sebagai

proses mempengaruhi pikiran dan perasaan, tingkah laku dan

mengarahkan semua fasilitas untuk mencapai tujuan bersama yang telah

ditetapkan bersama-sama pula dalam buku Kepemimpinan Dalam

Organisasi Leadership In Organisational, kepemimpinan adalah sebuah

proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif

yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan

untuk mencapai sasaran Yukl (1996:55).

Berdasarkan beberapa pengertian pemimpin dan kepemimpinan

tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa pemimpin adalah orang


yang melaksanakan proses kepemimpinan, dan kepemimpinan adalah

suatu proses yang memberi arti yang didalamnya memiliki unsur seni,

adanya kemampuan dan kecerdasan, mempengaruhi perasaan dan

pikiran, dari proses tersebut mengakibatkan adanya kesediaan untuk

melakukan suatu usaha yang diinginkan, dan mengarahkan tercapainya

suatu tujuan bersama.

2 Teori Kepemimpinan

Teori Kepemimpinan yaitu pengetahuan tentang pola tingkah laku

(kata-kata dan tindakan) dari seseorang pemimpin. Banyak tokoh yang

mengatakan penelitian tentang teori-teori kepemimpinan seperti

penemuan-penemuan klasik tentang kepemimpian yaitu Studi Lowa,

Pemimpin Ohio, dan Studi Kepemimpinan Michigan (Thoha, 2001:119).

Ketiga penelitian ini menjadi dasar penelitian kepemimpinan berikutnya

yang menimbulkan teori-teori tentang kepemimpinan. Menurut Suradiata

(1997: 38), teori yang banyak dikenal adalah Teori Genetis, Teori Sosial,

Teori Ekologi, Teori Sifat atau Perangai yang dijelaskan sebagai berikut.

a Teori Genetis, adalah kepemimpinan yang dibawa sejak lahir /telah

melekat pada dirinya sendri tanpa dibuat untuk pemimpin.

b Teori Sosial merupakan kebalikan dari teori genetis yaitu kehadiran

seorang pemimpin harus diciptakan/disiapakan melalui persiapan

pendidikan dan pelatihan. Dalam teori ini ada dua faktor yang

menentukan terbentuknya pemimpin yaitu pertama karena faktor

situasi kehidupan sosial, dan yang kedua adalah niat yang ada

dalam diri seseorang.


c Teori Ekologis, teori ini disebut juga teori sintesis, merupakan

penggabungan dari teori genetis dan teori sosial. Seseorang akan

menjadi pemimpin yang sukses apabila sejak lahir telah memiliki

bakat memimpin dan dikembangkan lagi melalui pendidikan dan

latihan-latihan.

d Teori Sifat atau Perangai, seseorang menjadi pemimpin karena

memiliki sifat, perilaku dan kepribadian pemimpin.

Banyak para tokoh yang mengemukakan berbagai teori yang

tentang kepemimpinan seperti teori genetis, bahwa kepemimpinan

dibawa sejak lahir/tanpa dibuat, teori sosial mengatakan bahwa kehadiran

seorang pemimpin harus dibuat/diciptakan melalui pedidikan dan

pelatihan. Teori ekologis/sintesis yaitu penggabungan antara teori genetis

dan teori sosial, seorang akan jadi pemimpin yang sukses apabila sejak

lahir memiliki bakat memimpin dan dikembangkan lagi melalui

pendidikan dan pelatihan. Ada juga teori sifat, teori kelompok, dan teori

part goal.

Berorientasi pada pengalaman-pengalaman dan mengarah pada

hasil yang lebih baik, maka kepemimpinan masa depan diharapkan lahir

dari seorang yang punya bakat memimpin yang dibina dan

dikembangkan lagi melalui pendidikan dan pelatihan, yang disebut

dengan teori ekologis/teori sintesis, merupakan penggabungan dari teori

genetis dan teori sosial. Kecenderungan dalam teori ini adalah kalau

seorang yang punya bakat memimpin, pasti disertai dengan sifat dan

karakteristik tertentu, seperti sikap ramah, murah senyum, pintar bergaul


baik hati, suka menolong, dan sebagai pelopor dalam menyelesaikan

konflik/permasalahan yang terjadi baik di lingkungan keluarga maupun

di lingkungan masyarakat. Semua sikap-sikap itu ditampilkan secara

alami dalam pergaulan kesehariannya, sehingga orang menyebut bahwa

dia punya bakat memimpin. Apalagi sikap-sikap mulai itu dibina lagi

dalam pendidikan dan pelatihan, akan menimbulkan seorang pemimpin

yang luwes, berbakat, berilmu dan beretika yang menimbulkan

kharismatik dan kewibawaan dalam kepemimpinan tidak seperti

fenomena-fenomena yang ada seorang pemimpin diangkat dulu jadi

pemimpin baru menerobos mengembangkan sikap-sikap mulia, seperti

peramah yang dulunya tidak ramah, menyumbang, penolong yang semua

sikap itu tidak pernah dilakoni sebelumnya, sehingga menimbulkan

kepemimpinan yang kaku/kurang luwes, karena segala sesuatu tidak

didasari dengan ketulusan hati hasilnya akan gersang tanpa makna.

3 Fungsi dan Peran Kepemimpinan

Fungsi kepemimpinan menunjukkan bagaimana kepemimpinan itu

menepati posisi dalam suatu organisasi sehingga dapat dipastikan bahwa

tujuan-tujuan, baik individu maupun organisasi dapat terpenuhi. Fungsi

kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi dalam kehidupan

kelompok /organisasi. Oleh karena itu fungsi kepemimpinan sejalan

dengan situasi sosial yang merupakan gejala sosial yang harus

diwujudkan dalam interaksi antar individu didalam situasi sosial suatu

kelompok organisasi. Terkait dengan ini fungsi kepemimpinan memiliki

dua dimensi yakni : Pertama, dimensi yang berkenaan dengan tingkat


kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan/aktifitas pemimpin,

yang terlihat pada tanggapan orang-orang dipimpinnya, dan kedua,

dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) keterlibatan

orang-orang yang dijalankan melalui keputusan dan kebijaksanaan-

kebijaksanaan pemimpin (Hadari, 1992:74).

Menurut Steer, dalam Ichsan (1991:22) mengidentifikasi beberapa

fungsi kepemimpinan dalam efektifitas organisasi, salah satunya adanya

kepemimpinan dapat membantu mempertahankan stabilitas organisasi

dalam lingkungan yang bergolak, dan mampu beradaptasi dalam

lingkungan yang berubah.

Menurut Hadari (1992:75), fungsi pokok pimpinan dibedakan

menjadi 5 (lima) yakni fungsi instruktur, fungsi konsultatif, fungsi

parsitipatif, fungsi delegasi, dan fungsi pengendalian yang dijelaskan

sebagai berikut

a Fungsi instruktif, fungsi ini bersifat komunikasi satu arah

dimana pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi

memerintahkan pelaksanaannya pada orang yang dipimpin.

Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang

menentukan apa isi perintah, bagaimana dan kapan

mengerjakan, agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif.

b Fungsi konsultatif, fungsi ini berlangsung / bersifat dua arah,

meskipun pelaksanaannya tergantung pada pihak pemimpin

namun dalam mengambil keputusan pemimpin memerlukan

bahan pertimbangan dan konsultasi dengan orang-orang


tertentu yang dinilainya mempunyai bahan informasi yang

deperlukan.

c Fungsi partisipasi, Fungsi ini tidak saja berlangsung dan

bersifat dua arah tetapi juga terwujud dalam pelaksanaan

hubungan manusia yang efektif antara pemimpin dengan

sesama organisasi yang dipimpin. Fungsi ini akan terwujud

jika dalam komunikasi terjadi pertukaran pendapat, gagasan

dan pandangan dalam memecahkan masalah.

d Fungsi delegasi, fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan

pelimpahan wewenang dalam membuat/ menetapkan

keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan

pimpinan. Dalam hal ini pemimpin harus bisa memilih mana

tugas yang dapat atau tidak dapat dilimpahkan, pada orang

yang di percayainya.

e Fungsi pengedalian, Fungsi ini cenderung besifat komunikasi

satu arah meskipun bisa dilakukan komunikasi dua arah, fungsi

ini bermaksud agar kepemimpinan ini mampu mengatur

aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang

efektif, sehingga tercapainya tujuan bersama secara optimal.

Fungsi pengendalian dapat dilakukan melalui kegiatan

bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

4 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku yang


ditampilkan sebagai pimpinan ketika mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain. Oleh karena perilaku yang diperlihatkan oleh bawahan pada
dasarnya adalah respon bawahan terhadap gaya kepemimpinan yang
dilakukan pada mereka.
Gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi dan berbeda
beda yang dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek yaitu :
1 Aspek perilaku
a Kepemimpinan positif
Kepemimpinan positif mempunyai pandangan bahwa orang pada
hakekatnya bersedia melakukan pekerjaan dengan baik bila diberi
kesempatan dan dorongan yang cukup. Oleh karena itu, pimpinan
harus memberi motifasi, memperhatikan, dan menyediakan
sarana serta memperhatikan beban kerja yang ada.
b Kepemimpinan negatif
Mempunyai pandangan bahwa orang harus dipaksa untuk bekerja,
sehingga pimpinan memotifasi dengan menciptakan rasa takut,
sering memberikan hukuman dan sanksi.
2 Aspek kekuasaan dan wewenang
a Otoriter (Otokratik)
Gaya kepemimpinan otokratik merupakan gaya pemimpin
utama yang berorientasi pada tugas dengan menggunakan jabatan
dan kekuatan pribadi untuk menjadi tujuan. (gillies, 1994).
Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini biasanya akan
menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan seluruh
kegiatannya dan memerintah seluruh anggotanya untuk mematuhi
dan melaksanakannya (Departemen Kesehatan RI, 1990). Pada
umumnya pemimpin bertipe otokratik dalam memberikan
motivasi kepada bawahannya menggunakan sanjungan, kesalahan
dan penghargaan (Gillies, 1994).
Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang
berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada
juga beberapa manfaatnya antaranya memungkinkan pengambilan
keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan
pegawai yang kurang kompeten. Gaya kepemimpinan ini
memiliki ciri-ciri antara lain :
Wewenang mutlak berada pada pimpinan
Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada
bawahan
Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, pembuatan atau
kegiatan para bawahan dilakukan secara ketat
Prakarya harus selalu berasal dari pimpinan
Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan
saran, pertimbangan atau pendapat.
Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif
Lebih banyak kritik daripada pujian
Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahannya tanpa
syarat
Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman.
Kasar dalam bersikap
Taggungjawab keberhasilan organisasi hanyak dipikul oleh
pimpinan
b Partisipasif
Merupakan gabungan dari otoriter dan demokratis, yaitu
pemimpin yang ,menyampaikan hasil analisis masalah dan
kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya.
Pemimpin meminta saran dan kritik serta mempertimbangkan
respon staf terhadap usulannya. Keputusan akhir yang diambil
bergantung pada kelompok. Gaya kepemimpina ini lebih banyak
mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga
keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak.
c Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis biasanya melibatkan
kelompok dalam pengambilan keputusan dan memberikan
tanggungjawab pada para karyawannya (La Monica, 1986).
Pemimpin dengan tipe ini akan menghargai karakteristik dan
kemampuan yang ada pada karyawannya serta menggunakan
kekuatan pribadi dan jabatannya untuk menarik ide-ide para
karyawannya (Gillies, 1994). Peningkatan motivasi biasanya
dilakukan melalui upaya merangsang kelompok untuk membuat
tujuan sendiri, mengembangkannya dalam bentuk rencana dan
mengontrol sendiri, mengembangkannya dalam membentuk
rencana dan mengontrol sendiri semua implementasi yang mereka
lakukan (Kadarman dan Udaya, 1994). Prinsipnya pemimpin ini
melibatkan kelompok dalam pengambilan keputusan dan
memberikan tanggungjawab pada karyawannya (La Monica,
1986)
Gaya kepemimpinan memiliki ciri-ciri :
Wewenang partisipasi tidak mutlak
Pimpinan bersedia melimpahkan sebagaian wewenang kepada
bawahan
Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
Komunikasi berlangsung timbal balik
Pengawasan dilakukan secara wajar
Prakarsa dapat datang dari bawahan
Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran
dan pertimbangan
Tugas-tugas yang kepada bawahan lebih bersifat permintaan
daripada instruktif
Pujian dan kritik seimbang
Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam
batas masing-masing
Pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar
Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersukap dan
bertindak
Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati, saling
menghargai
Tanggung jawab keberhasilan organisasai ditanggung
bersama-sama
d Bebas Tindak (Laisez-Faire)
Gaya pemimpin dalam kepemimpinan ini adalah pemimpin
yang melepaskan tanggungjawabnya, meninggalka karyawan
tanpa arah, supervisi dan koordinasi yang jelas serta memaksa
karyawan untuk membuat perencanaan,
mengimplementasikannya dan menilainya menurut apa yang
mereka rasakan tepat tanpa adanya suatu standar yang jelas.
Dalam kondisi tertentu pemimpin hanya berfungsi sebagai
fasilitator (Kadarman dan Udaya, 1994)
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap
bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin
bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung
jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik
dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya
sendiri.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri :
Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada
bawahan
Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
Kebijakan lebih banyak dibuat oleh bawahan
Pimpinan hanya berkomunikasi bila diperlukan oleh bawahan
Hampir tidak ada pengawasan untuk tingkah laku bawahan
Prakarsa selalu berasal dari bawahan
Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan
Peranan pemimpin sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan
kelompok
Tanggungjawab keberhasilan organisasi dipikul oleh
perseorangan
Dari ketiga gaya kepemimpinan tersebuttidak dapat dikatakan
mana yang paling baik untuk dilakukan oleh seorang pemimpin atau
manajer, da mana yang terjelek untuk ditinggalkan oleh pimpinan.
Implementasi gaya kepemimpinan lebih didasarkan pada situasi serta
kondisi serta kemampuan seluruh anggota dalam organisasi.
Dalam kondisi ketika karyawan mempunyai kemampuan yang
memadai maka kepemimpinan Laizes-faire merupakan pilihan yang
tepat. Namun dalam kondisi kritis dan darurat, tipe otokratis
merupakan gaya yang tepat untuk dilaksanakan. Oleh karena itu,
keindahan tipe kepemimpinan terjadi ketika seseorang pimpinan
mampu memilih tipe mana dan dalam situasi bagaimana tipe-tipe
tersebut harus diterapkan (La Monica, 1986). Kebalikannya, seorang
pimpinan akan dikatakan belum berhasil jika ia selalu menggunakan
tipe kepemimpinan demokratis, walaupun situasi, kondisi dan
kemampuan karyawannya telah menunjukkan penurunan gairah kerja
yang cukup signifikan. Pemilihan tipe kepemimpinan terbaik untuk
sebuah situasi yang ada sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara
lain kesulitan komunikasi dalam kelompok, latar belakang pendidikan
dan pengalaman, dan kebutuhan akan kebebasan, informasi, dan
prestasi (Tanneunbaum dan Schmit, 1973).
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya
kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang
dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari
sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh
bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain
adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut
adalah :
1. Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit
dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk
mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah
tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan
apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya
terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat
menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam
proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan
aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di
lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah
dikerjakan.
2. Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan
kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah
keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan
juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat
apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam
menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya,
dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan
komunikasi yang baik dengan mereka.
3. Supporting
Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu
upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini,
pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung
jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan
bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah
mengenal teknik teknik yang dituntut dan telah
mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam
hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang bincang,
untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan
kerja, serta mendengarkan saran saran mereka mengenai
peningkatan kinerja.
4. Delegating
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan
seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan.
Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya
telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat
melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas
kemampuan dan inisiatifnya sendiri.

5 Karakteristik Pemimpin

Didasarkan pada prinsip-prinsip (Stephen R. Coney) sebagai berikut:


1 Seorang yang berlajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah.
Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan
mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk
sebagai sumber belajar.
2 Pelayanan Orientasi
Pelayanan pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip
pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan kareer sebagai tujuan
utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih
berprinsip pada pelayanan yang baik.
3 Membawa enegri yang positif
Setiap orang mempunyai energi yang semangat. Menggunakan energi
yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung
kesuksesan ornag lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk
membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau
bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan.
Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi
yang positif.
4 Percaya kepada orang lain
Seornag pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf
bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan
mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan
harus diikuti dengan kepedulian.
5 Keseimbangan dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya.
Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antar
kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti
seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat.
6 Melihat kehidupan sebagai tantangan
Kata tantangan serign diinterpretasikan negatif. Dalam hal ini
tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala
konsekuensinya. Sebab kkehidupan adalah suatu tantangan yang
dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri
sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas,
kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.
7 Synergy
Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis
perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya snediri dan
lainnya. Sinergi adalh kerja kelompok dan memberi keuntungan
kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International
Dictionary, Synergy adalah satu kelompok, yang mana memberi hasil
lebih effectif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin
harus dapat bersynergi dengan setiap orang, atasan, staff, teman
sekerja.
8 Latihan mengembangkan diri sendiri
Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk
mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi
pada proses. Proses dalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa
komponeb yang berhubungan dengan: (1) pemahaman materi; (2)
memperluas materi melalui belajar dan pengalaman; (3) mengajar
materi kepada orang lain; (4) mengaplikasikan prinsip-prinsip; (5)
memonitoring hasil; (6) merefleksikan kepada hasil; (7)
menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi; (8)
pemahaman baru; dan (9) kembali menajdi diri sendiri lagi.

Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena


beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk. misalnya: (1)
kemauan dan keinginan sepihak; (2) kebanggan dan penolakan; dan
(3) ambisis pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan
latihan dan pengalaman yang terus menerus. Latihan dan pengalaman
sangat penting untuk medapatkan perspektif baru yang dapat
digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.

B. Teori LeaderMember Exchange (LMX)

Tahap evolusi dalam pendekatan diadik adalah teori LMX. Berhadap-


hadapan interaksi pemimpin-anggota memainkan peran penting dalam
kehidupan organisasi. Sayangnya, efek tersebut juga dapat menjadi penyebab
utama penderitaan karyawan. Yang mendasari asumsi teori LMX adalah
bahwa para pemimpin atau atasan memiliki jumlah terbatas dalam sumber
daya sosial, pribadi, dan organisasi (seperti energi, waktu, perhatian, dan
kebijaksanaan), dan sebagai hasilnya cenderung untuk mendistribusikan
mereka di antara pengikut. Pemimpin tidak berinteraksi dengan semua
pengikut yang sama, yang akhirnya hasil dalam pembentukan LMX dalam
kualitas bervariasi.

Dalam hubungan LMX berkualitas tinggi, pengikut cenderung


menerima dukungan sosial yang lebih baik, lebih banyak sumber daya, dan
bimbingan lebih untuk pengembangan karir. Hubungan ditandai dengan
masukan pengikut yang lebih besar dalam pengambilan keputusan dan
negosiasi yang lebih besar. Hubungan LMX berkualitas rendah ditandai
dengan kurang mendukung, pengawasan formal yang lebih, dan sedikit atau
tidak ada keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu,
pertukaran pemimpin-anggota (LMX) didefinisikan sebagai kualitas
hubungan pertukaran antara karyawan dan pemimpin. Teori dan penelitian
LMX menawarkan cara alternatif memeriksa kepemimpinan organisasi,
dengan alasan bahwa kualitas pertukaran sosial antara pemimpin dan
pengikut akan lebih prediktif dari kinerja dan sifat pengikut atau perilaku dari
atasan.
1 Team Building

Mengingat lingkungan yang semakin kompleks dan tidak pasti di


mana organisasi menemukan diri mereka, banyak yang merespon dengan
menggunakan tim sebagai dasar mereka dalam upaya untuk
mendesentralisasikan pengambilan keputusan dan merespon lebih efektif
untuk peluang eksternal. Tidak ada pertanyaan bahwa dinamika tim tidak
mempengaruh kinerja tugas dan kualitas antar hubungan pribadi. Oleh
karena itu , kepemimpinan tim melibatkan perhatian utama dalam
memotivasi sekelompok orang untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama , serta mengurangi konflik atau kendala yang mungkin timbul.
Penekanannya adalah pada membentuk hubungan dengan semua anggota
kelompok , tidak hanya dengan individu. Pemimpin yang efektif tahu
bahwa tidak mungkin memperlakukan semua pengikut dengan cara yang
sama ,penting bahwa setiap orang memandang bahwa dia adalah anggota
penting dan dihormati tim daripada non - entitas . Misalnya , tidak setiap
karyawan mungkin menginginkan tanggung jawab lebih besar , namun
masing-masing harus merasa bahwa ada kesempatan yang sama
berdasarkan kompetensi dan bukan untuk menjadi bagian dari beberapa
dalam kelompok dalam organisasi .

Hubungan pertukaran pemimpin-anggota dapat menghasilkan lebih


besar kerja sama tim, karena karyawan mengejar kerjasama dengan
anggota tim lainnya. Oleh karena itu, pertukaran sosial tempat kerja antara
karyawan individu, kelompok kerja, dan manajer sangat penting untuk
membangun tim. Konsep modal sosial digunakan untuk menggambarkan
sosial anggota kelompok 'hubungan di dalam dan di luar kelompok mereka
dan bagaimana hubungan ini mempengaruhi keefektian kelompok.
Akibatnya, sebagian melihat team building sebagai tingkat sosial
pertukaran konsep dimana proses kepemimpinan dan tim cukup jelas.

2 Sistem dan Jaringan

Di berbagai sektor, ada tren organisasi yang muncul yaitu susunan


kolaboratif seperti aliansi dan jaringan dengan tujuan memasuki pasar baru
dan medapat inovasi atau produk baru. Dengan kolaborasi,organisasi
berharap untuk bertukar kekuatan,seperti kemampuan,pengetahuan dan
sumber daya dengan yang lain,yang memperbolehkan mereka membangun
solusi yang membangun,inovatif dan sinergis untuk masalah yang tidak
bisa mereka selesaikan sendiri.

Perspetif yang berorientasi pada sistem fokus pada bagaimana


kualitas hubungan LMX berefek pada pengikut di level
interpersonal,kelompok dan organisasi.Pendukung Sistem dan Jaringan
melihat pertentangan bahwa hubungan pemimpin tidak terbatas pada
pengikut,tapi juga teman sejawat,konsumen,supplier dan pemangku
kepentingan relevan di kelompok kerja kolektif dan jaringan organisasi.

Penelitian pada dinamika kelompok dan kebudayaanmenyatakan


bahwa struktur organisasi berefek pada struktur kognitif
karyawan.Namun,harus dicatat juga bahwa batas kelompok organisasional
membuat kesusahan aktual dalam mengintegrasi dan koordinasi aktivitas
organisasional.

3 Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota (Leader Member Exchange Theory)

Teori ini adalah salah satu teori yang menguji bagaimana


pemimpin mempengaruhi perilaku anggota.Berdasar teori ini,pemimpin
dari pertukaran sosial tinggi (berdasar kepercayaan dan kesukaan ) dengan
beberapa anggota dan pertukaran ekonomi berkualitas rendah dengan yang
lain tidak memperpanjang melebihi kontrak pekerjaan. etika kerja
karyawan,produk berkualitas LMX berefek pada
produktifitas,kepuasan,dan persepsi.
4 Pengaruh LMX pada perilaku pengikut

Asumsi teori ini adalah bahwa pemimpin tidak berinteraksi dengan


semua pengikut dengan kadar yang sama ,yang tentu dampaknya adalah
formasi hubungan LMX yang bervariasi.Pengikut dengan ikatan sosial
kuat dengan pemimpin (LMX tinggi) akan berada di dalam grup dan yang
ikatan sosialnya rendah akan berada di luar grup.Bagaimanapun,hubungan
spesial dengan pengikut di dalam grup membuat kewajiban pasti dan
mendesak untuk pemimpin.Untuk menjaga hubungan,pemimpin harus
selalu memberi perhatian,responsif pada kebutuhan dan perasaan mereka
dan sering mempersuasi dan berkonsultasi dengan mereka.

Dasar pertukaran hubungan yang lebih dalam adalah kontrol


pemimpin diluar hasil yang diinginkan pengikut.Hasil yang
diharapkan,misalnya adalah manfaat pada karir pengikut,memberi hadiah
spesial, memperbolehkan ikut dalam pengambilan keputusan,memberi
otoritas lebih besar dll.

Hubungan LMX berkualitas tinggi dengan karakter yaitu dukungan


pemimpin yang lebih tinggi,kepuasan pengikut lebih tinggi dll.Selain
itu,hubungan positif antara LMX dan kepuasan kerja pengikut lebih kuat
ketika pemimpin memiliki dukungan organisasional,karena pemimpin
merasa mempunyai sumber yang lebih untuk bertukar dengan
pengikut.Pengikut dengan LMX tinggi memberi perilaku hubungan
organisasional yang lebih besar.

5 Umpan Balik Pemimpin-Pengikut Efektif

Pengikut bertanggungjawab untuk mengimplementasikan yang


pemimpin formulasikan.Bagaimanapun,ketika hal ini tidak terjadi ,ini
adalah tanggung jawab pemimpin untuk menimbulkan umpan balik ang
tepat untuk kinerjanya.Peemimpin Efektif lebih memilih menggunakan
posisi atau kekuatannya untuk menimbulkan perubahan positif pada
pengikut.Pemimpin harus belajar untuk tetap tenang dan professional
ketika pengikut berreaksi berlebihan ketika diberi umpan balik
korektif.Pemimpin seharusnya membuat percaya diri para pengikut ketika
diberi umpan balik,daripada merasa terhancurkan.

C. Tiga Tahap Proses untuk Membangun Hubungan LMX yang positif

Tahap 1

Pemimpin dan pengikut memperlakukan dirinya sebagai orang yang


tidak saling mengenal,menguji satu sama lain untuk mengidentifikasi perilaku
apa yang dapat diterima.Setiap hubungan dinegosiasikan informal antara tiap
pengikut dan pemimpin.Manajemen Kesan dibutuhkan disini.Manajemen
Kesan adalah usaha pengikut untuk membuat citra yang baik dengan tujuan
untuk mendapat keuntungan atau menjaga hubungan panjang dengan
pemimpin.

Selain itu,ada pula taktik lain untuk mempengaruhi pemimpin,yaitu


Penyenangan (Ingratiation). Penyenangan adalah usaha untuk terlihat
suportif,apresiatif dan bertanggungjawab. Ada pula Promosi Diri (Self
Promotion) yaitu usaha untuk terlihat kompeten dan dapat
dipercaya.Penelitian melihat adanya hubungan positif antara penyenangan
dari pengikut dan kesukaan pemimpin terhadapnya.Sehingga kemampuan
sosial seseorang sangatlah penting untuk mempengaruhi hubungan pemimpin
dan pengikut.

Tahap 2

Setelah pemimpin dan pengikut kenal,mereka harus memperbaiki dan


mengetahui peran yang mereka mainkan.Kepercayaan,kesetiaan dan hormat
mulai terbangun antara pemimpin dan pengikut.Dalam tahap ini,keadilan dari
pemimpin sangatlah krusial.Ketika pemimpin merasa adil dan berbuat baik
dalam tujuannhya,pengikut akan mengambil kesimpulan bahwa pemimpin
melakukannya kepada mereka,dan akan menghasilkan hasil pertukaran yang
tinggi.

Tahap 3
Tahap ini adalah tahap kedewasaan.Pertukaran berdasarkan pada
ketertarikan pribadi berubah menjadi komitmen yang sama pada misi dan
tujuan di dalam unit kerja.

D. Faktor yang Menentukan Kualitas LMX


1. Sifat Pengikut

Teori Pertukaran Pemimpin Pengikut menyarankan bahwa


pengikut proaktif memperlihatkan inisiatif walaupun dalam area yang
bukan tanggungjawabnya,meberi rasa yang kuat terhadap komitmen,dan
memperlihatkan rasa tanggungjawab agar unit kerja nya sukses.Sifat
pengikut ini yang mempengaruhi pemimpin mendukung ,mendelegasikan
lebih dan memperbolehkan keleluasaan yang lebih besar pada pengikut.

2. Persepsi Pemimpin dan Pengikut

Kesan pertama pemimpin dapat mempengaruhi perilaku pemimpin


padapengikut.Hubungan positif akan terjadi lebih sering ketika pengikut
kompeten dan dapat dipercaya,dan ketika nilai pengikut sama dengan
nilai pemimpin.

3. Faktor Situasional

Yaitu kejadian yang tidak terduga yang menimbulkan peluang


pemimpin untuk mengevaluasi etika kerja pengikut atau karakter.Persepsi
m dari reaksi pengikut akan mempengaruhi tipe hubungan mereka.

E. Keterbatasan LMX Teori Aplikasi

Keterbatasan utama LMX adalah kesulitan pengukuran. Teori


transaksi LMX dengan sikap dan persepsi individu, dua isu yang sering sulit
untuk mengukur dan menghitungnya . Untuk alasan ini , upaya penelitian
baru pada LMX telah berfokus pada instrumen dari teori. Skala LMX - 7
adalah yang paling umum digunakan, alat ini mendefinisikan dan mengukur
kualitas hubungan . Contoh of questions fitur pada skala LMX - 7 termasuk
pertanyaan terstruktur , sebagai berikut:
Seberapa baik pemimpin anda memahami masalah pekerjaan dan
kebutuhan Anda ?( Tidak sedikit, sedikit, cukup banyak , cukup sedikit ,
dan banyak )
Seberapa baik pemimpin anda mengenali potensi Anda ?( Tidak sama
sekali , sedikit , sedang, sebagian besar , dan sepenuhnya )
Bagaimana Anda mencirikan hubungan kerja dengan pemimpin Anda ?
( Sangat efektif , lebih buruk daripada rata-rata , rata-rata , lebih baik
daripada rata-rata , dan sangat efektif )
F. Bias di LMX: Implikasi Karir Karyawan

Seperti disebutkan dalam Bab 2, efek Pygmalion terjadi ketika


manajer membalas persahabatan dan loyalitas dari beberapa pengikut dengan
penilaian kinerja yang lebih tinggi. Di sini kita menerapkannya pada LMX
dan mempertimbangkan bagaimana itu berlaku untuk evaluasi kinerja seorang
pemimpin dari pengikut. Efek Pygmalion terjadi ketika anggota kelompok
yang dipilih menunjukkan loyalitas, komitmen, dedikasi, dan kepercayaan,
dan sebagai hasilnya, memenangkan keinginan para pemimpin yang
kemudian memberikan penilaian kinerja yang lebih tinggi.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari diskusi ini adalah bahwa para
pemimpin, manajer, dan spesialis manajemen sumber daya manusia perlu
dibuat sadar akan potensi biasing proses yang melekat dalam hubungan LMX
berkualitas tinggi.

G. Perkembangan Teori Leader-member exchange

Sebelum LMX berkembang dan implikasinya dibahas luas, Schneider


(1987) dan Zaleznik (1984) yang dikutip oleh Polly (2002) mengatakan,
pentingnya untuk memperhatikan adanya perbedaan makna dan gambaran
dalam literatur kepemimpinan antara pemimpin dan manajer. Menurut
Schneider, seorang manajer bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
operasi sehari-hari berjalan dengan lancar, sementara para pemimpin
bertanggung jawab untuk memastikan bahwa organisasi ini menuju ke arah
yang benar. Dengan kata lain, para pemimpin biasanya dianggap sebagai para
visioner dalam sebuah organisasi. Individu pemimpin biasanya beroperasi di
tingkat tinggi, berani mengambil risiko, bekerja ke arah pengembangan ide-
ide baru dan arah baru bagi organisasi. Selanjutnya Zaleznik menyatakan
bahwa manajer di sisi lain biasanya terlibat dalam hari-hari kegiatan
koordinasi yang memungkinkan organisasi untuk beroperasi sebagaimana
mestinya.

Konteks dari leadermember exchange (LMX) menurut Roberts et al.


(1978), Liden & Graen (1980), Liden et al. (1997), Liden & Maslyn (1998),
Johns (2001) yang dikutip oleh Dejun & Olin (in press) mengatakan, konteks
ini telah luas dipelajari, berubah-ubah atau berasumsi tetap. Lebih lanjut,
Rousseau & Schalk (2000) serta Thomas & Au (2002) menambahkan,
bagaimanapun juga itu adalah masalah LMX, sejak LMX itu ada dalam
konteks.

Hasil dari studi penelitian-penelitian terdahulu yang dikutip oleh


Nahrgang & Morgeson (2002) dari para peneliti seperti Gester & Day (1997),
Judge et al. (2004) dan Lowe et al. (1996) mengatakan bahwa, kepemimpinan
dapat mempengaruhi kinerja individu dan kelompok. Dansereau et al. (1975)
menambahkan, sebuah alternatif pendekatan untuk memahami pengaruh
kepemimpinan dalam mengefektifkan karyawan adalah berfokus pada
hubungan kelompok (dyad) antara pemimpin dan tiap-tiap karyawan. Lebih
lanjut, Gesterner & Day (1997), Graen & Uhl-Bien (1995) dan Liden et al.
(1997) menjelaskan bahwa, teori LMX berbeda dari teori kepemimpinan
lainya, ini secara explisit berfokus pada hubungan dyadic dan hubungan yang
unik dalam mengembangkan kepimimpinan dengan tiap-tiap karyawan.

Truckenbordt (in press) mengatakan, menurut pendapat Dansereau, et


al (1975) serta Graen & Cashman (1975) teori LMX berkaitan dengan sifat
antara pemimpin dan bawahan, bentuk dalil dasar teori ini adalah hubungan
antara pemimpin dan bawahan yang terlibat dalam prosesproses perundingan
bersama dan akhirnya mereka telah menentukan peran yang harus diisi oleh
masing-masing pihak dan terus berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Hubungan ini, lebih lanjut dikatakan oleh Gerstner & Day (1998), Klein &
Kim (1998) dan Nystrom (1990) pada gilirannya ke depan, jenis hubungan
yang berkembang antara pemimpin dan karyawan akan berpengaruh terhadap
berbagai faktor-faktor penting untuk individu dan organisasi (misalnya,
komitmen tujuan karyawan, komitmen organisasi, kinerja karyawan, dll).

Pertimbangan untuk mendukungan teori LMX Graen`s yang


dikatakan Graen & Uhl-Bien (1995) serta Liden et al. (1997) hasil kutipan
dari Uhl-Bien et al. (2002) menyatakan, disana terdapat pertentangan,
terutama dalam studi kaitan antara LMX dan turnover yang diteliti oleh
Veccio & Norris (1996) serta kinerja karyawan yang diteliti oleh Gestner &
Day (1995) serta Jensen et al. (1997). Banyak sekali studi melaporkan tentang
kinerja dari karyawan dalam perubahan untuk kualitas yang tinggi seperti
dilaporkan oleh Dansereau et al. (1975), Deluga & Perry (1994) Dockery &
Steiner (1990). Laporan lain mengenai LMX terhadap hubungan kinerja, ada
yang berhubungan lemah diteliti oleh Rosse & Kraut (1983), hubungan
campuran diteliti oleh Vecchio & Gobdel (1984), Wayne & Ferris (1990) atau
hubungan tidak berpengaruh nyata yang diteliti oleh Liden et al. (1993) dan
Vecchio (1982).

Apapun cara yang tepat untuk perkembangan pertukaran pemimpin


dan bawahan menurut Graen & Cashman (1975) mengutip dari Truckenbordt
(in press) mengatakan, hasil pertukaran tersebut biasanya dibagi menjadi dua
kategori umum, yaitu; in-group relationships (hubungan dalam kelompok)
atau high quality LMX (LMX kualitas tinggi) dan out-group relationships
(hubungan luar kelompok) atau low quality LMXs (LMX kualitas rendah).
Truckenbordt (in press) selanjutnya menjelaskan, para peneliti seperti Graen
& Scandura (1987), Liden et al. (1993) dan Sparrowe & Liden (1997)
mengatakan, karyawan dengan LMX berkualitas tinggi biasanya dilihat oleh
supervisor mereka berupa wujud dari ; competent & motivated. Lebih
lanjutnya, supervisor akan percaya pada mereka untuk menyelesaikan tugas
utama dan tambahan. LMX yang berkualitas tinggi ini dicirikan seperti
perwujudan dari bentuk trust (kepercayaan), respect (rasa hormat), loyalty
(kesetiaan), & support (dukungan). Sebaliknya, Liden et al. (1993)
mengatakan, LMX dengan kualitas lebih rendah ber-karakteristik downward
influence (berpengaruh menurunkan hasil) dan role-defined relations
(hubungan peran yang terdefinisi). Dijelaskan lagi oleh Graen & Scandura
(1987), Liden et al. (1993) dan Sparrowe & Liden (1997), bawahan dalam
pertukaran kualitas yang lebih rendah cenderung melakukan perform routine
(kinerja membosankan) dan mundane tasks serta bentuk hubungan mereka
dapat berwujud seperti; more formal (lebih formal), quid pro quo (ganti rugi),
economic exchange with the leader (pertukaran ekonomi dengan pemimpin).

Dansereau et al. (1975) menemukan bahwa LMX kualitas tinggi


ditandai dengan meningkatnya perhatian dan dukungan dari pemimpin.
Karyawan dalam LMX kualitas tinggi juga menginvestasikan lebih banyak
waktu dalam pekerjaan dan sikap yang baik terhadap pekerjaan dari pada
karyawan dengan LMX kualitas rendah. Lebih lanjut, Gerstner & Day (1997)
menambahkan, analisis-meta baru-baru ini menunjukkan bahwa kualitas
LMX positif berkaitan dengan kompetensi, kepuasan, komitmen, kejelasan
peran, berhubungan negatif terhadap konflik peran bawahan serta
pengunduran diri.

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa kualitas LMX terkait dengan


kinerja Karyawan. Sebagai contoh, Graen, et al. (1982) serta Scandura dan
Graen (1984) memeriksa kualitas dan kinerja LMX dalam konteks program
pelatihan kepemimpinan yang dirancang untuk meningkatkan kualitas LMX.
Mereka menemukan bahwa kinerja karyawan meningkat karena kualitas
LMX ditingkatkan selama program pelatihan. Dalam pemeriksaan yang lebih
lanjut terhadap kualitas dan kinerja LMX, Settoon et al. (1996) menemukan
bahwa kualitas LMX berhubungan positif baik terhadap prilaku in-role and
extra-role. Demikian pula, Wayne et al. (1997) menemukan juga bahwa
pengukuran kualitas LMX karyawan berhubungan signifikan antara evaluasi
pemimpin dengan kinerja bawahan. Akhirnya, dalam analisis meta oleh
Gerstner dan Day (1997) menemukan adanya kualitas pertukaran yang diukur
dari para pemimpin dan perspektif karyawan adalah hubungan kepemimpinan
yang signifikan terkait dengan penilaian kinerja karyawan.

Teori LMX mengungkap sebuah hubungan interpersonal yang


melibatkan antara pemimpin dan bawahan dalam kerangka sebuah organisasi
formal. Pertukaran pemimpin-anggota bisa didefinisikan sebagai hubungan
pertukaran berdasarkan kompetensi, keahlian interpersonal, dan kepercayaan
(Graen, 1976). Selanjutnya, Graen dan Uhl-Bien (1995) berpendapat bahwa
pemahaman terhadap hubungan pertukaran yang terjadi di antara rekan kerja
menjadi bagian penting dalam memahami bagaimana proses kepemimpinan
berjalan. Meski demikian hubungan pertukaran tersebut secara luas diabaikan
dalam riset, terlihat dari masih sangat terbatasnya penelitian empiris yang
dilakukan.

Berbeda dengan ALS (Average Leadership Style) yang menganggap


perilaku pemimpin secara rasional setara dan konsisten terhadap semua
bawahan, teori LMX mengemukakan bahwa pemimpin memperlakukan
bawahan secara berbeda sehingga terbentuk bawahan "in-group" dan "out-
group". Oleh karenanya sejalan dengan pendapat Graen, Liden, dan Haul,
secara teori pendekatan LMX-VDL tersebut mendasarkan bahwa tingkat
analisis yang sesuai bukan pada kelompok kerja melainkan dyad vertikal
sehingga dibutuhkan hubungan di dalam kelompok (within group)
(Schriesheim et al, 1992).

Menurut Katz (1964), di samping hubungan antara pemimpin dengan


anggota, sikap kerja seperti komitmen organisasional dan kepuasan kerja
merupakan faktor yang mendukung keefektifan organisasi. Penelitiannya
Dienesch dan Liden (Wayne, Shore, & Liden, 1997) menemukan bahwa
hubungan antara pemimpin dan anggota (LMX) berpengaruh secara positif
terhadap kedua sikap kerja tersebut. Pertukaran kepemimpinan (LMX)
tersebut juga bisa mempengaruhi hubungan pertukaran rekan kerja / coworker
exchange (CWX) dan begitu pula sebaliknya (Graen & Uhl-Bien,1995),
Kemudian, Seers (1989) dalam Sherony dan Green (2002) menyatakan bahwa
hubungan pertukaran antara rekan kerja juga menjadi alternatif pengaruh bagi
sikap kerja dan kinerja bawahan.

Kualitas LMX secara tradisional dipandang berkaitan dengan rasa


hormat (respect), kepercayaan (trust), dan kewajiban (obligation) antara
pemimpin dan anggota (Graen & Uhl-Bien, 1995), sedangkan group theory
berpendapat bahwa ketiga dimensi tersebut juga penting dalam hubungan
rekan kerja. Atas pertimbangan tersebut, maka disini CWX (pertukaran di
antara rekan kerja yang menjadi subordinate pada supervisor yang sama)
dikonsepkan sebagai proses dyadic dan kualitas CWX tersebut diukur dengan
menggunakan dimensi-dimensi yang serupa dengan yang digunakan oleh
LMX.

Kelompok (group) adalah sejumlah orang yang berinteraksi satu sama


lain, secara psikologis peduli dengan yang lain, dan yang mempersepsikan
maupun dipersepsikan sebagai anggota suatu unit (Hunt, 1979). Setiap orang
yang bergabung dalam suatu kelompok membawa kemampuan, sikap,
keahlian, pengalaman, dan potensi sebagai modal berkontribusi. Namun
mereka juga memiliki tujuannya masing-masing yang seringkali bertentangan
satu sama lain bahkan dengan tujuan organisasi.. Proses interaksi di antara
anggota kelompok tersebut melibatkan kemampuan, motif, sikap, dan
pengalaman, sehingga ketidaksesuaian di antara unsur-unsur itu
meningkatkan kecenderungan lemahnya hubungan pertukaran di antara
anggota dan meningkatkan konflik atas persaingan memperebutkan
sumberdaya pemimpin.

Penelitian ini bertujuan memperluas pemahaman mengenai peran


CWX dalam kepemimpinan. Tema ini masih menarik untuk diteliti,
mengingat masih terbatasnya penelitian mengenai pertukaran rekan kerja dan
semakin meningkatnya kepentingan perusahaan untuk meningkatkan
keefektifan kerja kelompok. Hubungan pertukaran di antara rekan kerja yang
terjadi secara resiprokal dan adanya perasaan saling membutuhkan satu sama
lain akan meningkatkan proses kinerja yang secara efektif bergerak menuju
pada pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud
menganalisa hubungan dalam dyads rekan kerja, dengan fokus pada
pengujian: apakah kualitas LMX berpengaruh terhadap CWX para rekan
kerja? Selain itu, juga diuji pengaruh CWX terhadap komitmen
organisasional dan kepuasan kerja karyawan.
Penelitian yang ada mengenai LMX menggambarkan hubungan
kepemimpinan sebagai bagian dari jaringan hubungan yang lebih besar dan
menunjukkan bahwa pertukaran pada satu bagian dari jaringan tersebut bisa
mempengaruhi hubungan dalam bagian lain dari jaringan (Graen & Uhl-Bien,
1995). Kemudian mengadopsi pernyataan Sparrowe dan Liden (1997) bahwa
kualitas LMX mempengaruhi pengembangan hubungan di antara bawahan,
maka dapat diyakini bahwa kualitas LMX antara pemimpin dan bawahannya
berkaitan dengan hubungan di antara bawahan tersebut. Hal ini mendasari
pengembangan penelitian mengenai pertukaran rekan kerja (Coworker
Exchange/ CWX), yang mana bagaimana kualitas hubungan pertukaran yang
terjadi di antara bawahan dalam suatu kelompok kerja akan mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh kualitas hubungan pertukaran dengan pemimpin
(Sherony & Green, 2002).

Berkaitan dengan penelitian ini yang tidak hanya membahas dyad


melainkan berkembang pada hubungan triad antara pemimpin dengan para
bawahannya, maka struktur jaringan yang terjadi adalah Simmelian tie yang
merupakan struktur jaringan kuat (Burt, 1992; Krackhardt, 1995). Struktur
jaringan Simmelian tie (Krackhardt, 1995) merupakan jaringan sosial yang
kuat antara 2 orang (dyad) atau 3 orang yang saling berinteraksi (triad) satu
sama lain. Dibandingkan individu dalam hubungan dyadic yang kuat, triad
tersebut lebih dibatasi oleh norma-norma kelompok. Struktur ini lebih
menguntungkan bagi upaya membangun kepercayaan dan kerjasama dan
sebaliknya tidak kondusif bagi ilklim kompetisi.

Berscheid dan Walster (1978) dan Byrne (1971) dalam artikelnya


Higgins dan Kram (2001) menyatakan bahwa bila orang-orang memiliki
ikatan kuat dengan seorang individu, maka di antara orang-orang tersebut
akan cenderung berafiliasi. Dalam konteks kepemimpinan, pernyataan
tersebut dapat dijelaskan bahwa ikatan kuat pemimpin dan bawahan A dengan
bawahan B akan mendorong hubungan LMX yang tinggi pula antara
pemimpin tersebut dengan A. Sebaliknya jika hubungan pemimpin dengan B
lemah sedangkan hubungan A dengan B kuat, maka antara pemimpin dengan
A akan cenderung terbentuk low LMX. Hal ini didukung oleh penelitian
Sherony dan Green (2002) tentang pertukaran rekan kerja. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa seorang bawahan A yang memiliki hubungan
kuat dengan pemimpin maupun dengan bawahan B, maka mungkin bagi A
untuk meyakinkan dan mendorong pemimpin agar membentuk hubungan
LMX yang lebih baik dengan B. Uraian ini secara konseptual dijelaskan oleh
teori keseimbangannya Heider.

Jika pemimpin memiliki hubungan LMX kualitas tinggi dengan


bawahan sebut saja A dan B, maka teori keseimbangannya Heider
berpendapat bahwa bawahan A akan mengembangkan hubungan CWX
kualitas tinggi dengan bawahan B. Demikian pula jika pemimpin memiliki
hubungan LMX kualitas rendah dengan kedua bawahan, maka A dan B
kemungkinan mengalami hubungan CWX kualitas tinggi. Sedangkan jika
hubungan LMX kualitas tinggi yang dialami pemimpin hanya dengan salah
satu dari bawahan tersebut, maka dinamika keseimbangan memprediksi
adanya hubungan CWX yang lemah di antara bawahan A dan B.

H. Pendekatan Teori Pertukaran Leader-Member (Pemimpin-Anggota)

Hingga sejauh ini, pendekatan-pendekatan kepemimpinan lebih tertuju


pada Pemimpin (Pendekatan Sifat, Pendekatan Keahlian, dan Pendekatan
Gaya) atau pada Pengikut dan Konteks Situasi (Pendekatan Situasional, Teori
Kontijensi, dan Teori Path-Goal). Teori Leader-Member Exchange (LMX
Theory) berbeda.

Teori LMX fokus pada interaksi antara Pemimpin dengan Pengikut.


Teori ini termanifestasi dalam pola hubungan dyadic (berdasar 2 pihak) antara
pemimpin dan pengikut sebagai fokus proses kepempimpinan. Dalam
interaksi pemimpin-pengikut, terdapat tiga fase interaksi, yang bagannya
sebagai berikut:[14]

Tabel 7 Fase Interaksi Pemimpin-Pengikut versi Northouse

Fase Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3


Asing Perkenalan Persekutuan

Peran Tertulis Pengujian Negosiasi


Pengaruh Satu Arah Campuran Timbal Balik
Kualitas Kualitas Kualitas
Pertukaran
Rendah Moderat Tinggi
Diri Sendiri
Kepentingan Diri Sendiri Kelompok
dan Orang Lain

Fase-fase tersebut adalah Fase Asing, Fase Perkenalan, dan Fase Persekutuan.

Fase Asing. Pada fase ini interaksi dyad pemimpin-bawahan


umumnya terbangun lewat aturan formal organisasi atau kontrak pekerjaan
yang telah ditandatangani. Pemimpin dan bawahannya berhubungan satu
sama lain sesuai dengan peran-peran yang diharapkan oleh organisasi selaras
dengan job description. Bawahan berhadapan dengan seorang pemimpin yang
bersifat formal, yang secara hirarkis statusnya berada di atas posisi mereka,
dan tujuan di dalam diri bawahan sekadar memperoleh reward ekonomis dari
kendali yang diterapkan pemimpin. Motif-motif bawahan selama Fase Asing
diarahkan terhadap kepentingan diri mereka sendiri ketimbang kebaikan
kelompok.

Fase Perkenalan. Fase ini diawali adanya tawaran yang diajukan


pemimpin atau bawahan untuk meningkatkan pertukaran sosial yang sifatnya
career-oriented, yang bisa saja melibatkan saling berbagi sumber daya atau
informasi. Fase ini merupakan fase pengujian, baik untuk pemimpin ataupun
bawahan. Dari sisi bawahan, pengujian berkisar pada ketertarikan bawahan
untuk mengambil peran dan tanggung jawab yang lebih. Dari sisi pemimpin,
untuk menilai apakah ia mau menyediakan tantangan baru atas bawahan.

Selama fase ini, dyad beralih dari interaksi yang sekadar diatur lewat
formalnya peraturan dan peran jabatan menuju cara berhubungan yang baru.
Dyad yang berhasil dalam Fase Perkenalan diawali dengan terbangunnya
kepercayaan dan respek yang lebih besar atas satu sama lain. Mereka
mengurangi fokus atas kepentingan diri mereka sendiri dan beralih pada
pencapaian tujuan kelompok.

Fase Persekutuan. Fase ini ditandai dengan pertukaran Leader-


Member yang berkualitas tinggi. Pihak-pihak yang masuk ke tahap ini
menunjukkan hubungan yang didasarkan pada kesalingpercayaan, respek, dan
rasa kewajiban satu sama lain. Mereka telah menguji hubungan mereka
bangun dan menemukan situasi di mana mereka sesungguhnya dapat
bergantung satu sama lain.

Studi yang dilakukan Chester A. Schriesheim, Stephanie L. Castro,


Xiaohua Zhou, dan Francis J. Yammarino tahun 2001 atas 75 manajer bank
dan 58 insinyur mesin, menunjukkan bahwa hubungan leader-member yang
baik adalah tatkala mereka mulai lebih bersifat egalitarian.

Salah satu intrumen yang berupaya mengukur pertukaran Hubungan


Leader-Member (LMX) disajikan oleh Richard L. Daft.[15] Contohnya
seperti di sampaikan di bawah ini dengan modifikasi pada pemberian Skala
Likert:

Tabel 8 Instrumen LMX versi Daft

Sebagai sesama manusia, saya menyukai 1.SS 2.S 3.R


atasan saya. 4.TS 5.STS
Saat saya membuat kesalahan, atasan
1.SS 2.S 3.R
langsung saya membela saya bahkan di
4.TS 5.STS
depan atasannya sendiri.
Pekerjaan yang saya lakukan selalu
1.SS 2.S 3.R
melampaui apa yang sesungguhnya
4.TS 5.STS
diinginkan atasan saya.
Saya mengagumi pengetahuan profesional 1.SS 2.S 3.R
dan kemampuan atasan saya. 4.TS 5.STS
Atasan saya adalah orang menyenangkan 1.SS 2.S 3.R
untuk diajak bekerja sama. 4.TS 5.STS
Demi kepentingan kelompok saya 1.SS 2.S 3.R
bersedia bekerja secara maksimal. 4.TS 5.STS
Atasan saya memuji pekerjaan saya 1.SS 2.S 3.R
dihadapan orang lain. 4.TS 5.STS
Saya respek pada kemampuan manajemen 1.SS 2.S 3.R
atasan saya. 4.TS 5.STS
I. Kelompok Karyawan dalam Leader member exchange
Menurut Graen and Cashman (1975) sebagaimana dikutip oleh
Truckenbrodt (2000, p. 234), bahwa karyawan dalam kelompok in group bisa
diidentifikasikan dari:
a) Adanya perlakuan-perlakuan khusus yang diberikan pimpinan kepada
karyawan
Karyawan yang masuk kelompok in group cenderung mendapatkan
perlakuan khusus dari pimpinan, misalnya perihal kompensasi kerja,
toleransi absensi kerja dan lainnya.
b) Adanya perhatian yang memadai dari pimpinan terhadap karyawan
Karyawan dalam kelompok in group akan menilai pimpinan memiliki
perhatian yang memadai kepada karyawan.
c) Adanya kepercayaan pimpinan terhadap karyawan dan sebaliknya
Pimpinan menaruh kepercayaan kepada pimpinan dan demikian pula
sebaliknya yaitu karyawan mempercayai pimpinan untuk berbuat yang
terbaik bagi karyawan.
d) Kemauan menerima tambahan tanggung jawab dari perusahaan.
Karyawan yang masuk dalam kelompok in group mau diserahi tanggung
jawab untuk pekerjaan yang lainnya, meskipun sebenarnya bukan menjadi
tanggung jawab karyawan bersangkutan.
e) Kemauan karyawan untuk menerima tugas yang tidak terstruktur
Karyawan yang masuk dalam kelompok in group mau menerima tugas
yang tidak terstruktur yaitu tugas-tugas yang sifatnya mendadak dan
mungkin bukan pekerjaan yang seharusnya ditanagni karyawan
bersangkutan. Misalnya karyawan bagian produksi diminta pimpinan
untuk mengantarkan surat, menjemput anggota keluarga pimpinan, dan
lainnya.
f) Kemauan karyawan untuk secara sukarela bekerja tambahan di
perusahaan
Dalam LMX dapat ditemukan perbedaan sikap yang diterima bawahan
dari atasannya. Perbedaan itu membentuk kelompok terpisah yang
menerangkan hubungan antara atasan dan bawahan yang disebut dengan in-
group dan out-group. Pada in-group, pemimpin lebih mempercayakan
penyelesaian tugas kepada mereka, berinteraksi lebih sering misalnya apabila
ada suatu berita atau kejadian penting, bawahan yang termasuk dalam in-
group yang akan dipanggil terlebih dahulu dan memberikan banyak
dispensasi terhadap ketentuan-ketentuan yang sudah ada. Hal ini cenderung
dilakukan oleh atasan dikarenakan bawahan memiliki persamaan sikap dan
karakteristik pribadi dengan atasan atau bawahan yang tergabung dalam in-
group ini memiliki kompetensi yang lebih baik dibandingkan dengan
bawahan yang tergabung dalam out-group.
Pada in-group, bawahan lebih dipercaya, mendapatkan perhatian dalam
porsi yang lebih besar dari atasan, dan mendapatkan hak-hak khusus
(Robbins, 2007, p. 368). Menurut Landy dan Conte (2007) hubungan in-
group ini dapat mengurangi jumlah pengunduran diri bawahan dari organisasi
karena adanya hubungan yang baik antara atasan dan bawahan. Dengan
demikian kemungkinan dapat membentuk komitmen yang besar dari bawahan
terhadap atasan pada khususnya dan organisasi pada umumnya. Karena
hubungan dan ikatan yang baik dan kuat antara atasan dengan bawahan,
biasanya terdapat kecenderungan dari bawahan untuk turut mengajukan
pengunduran diri dan ikut serta dengan atasannya pada saat atasan tersebut
sudah tidak berada di organisasi. Bawahan yang tergabung dalam out-group
mendapatkan waktu yang terbatas dari atasannya dan hubungan antara atasan
dan bawahan berdasarkan pada hubungan formal yang biasanya dapat dilihat
dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi (Robbins, 2007, p. 368).
Menurut Graen dan Uhl-Bien (1995) terdapat tiga domain menjadi
dasar dalam membangun hubungan pada LMX yaitu respect, trust dan
obligation. Hubungan antar atasan dan bawahan tidak dapat terbentuk tanpa
adanya saling menghormati (respect) terhadap kemampuan orang lain, tanpa
adanya rasa percaya yang timbal balik dengan yang lain, dan tidak
memperkirakan bahwa pengaruh kewajiban akan berkembang menjadi suatu
hubungan kerja.
LMX adalah teori yang memfokuskan pada interaksi antara pemimpin
dan pengikutnya. Yukl (dalam Dionne, 2000) menyebutkan bahwa LMX
menjelaskan bagaimana pemimpin dan bawahan mengembangkan hubungan
yang saling mempengaruhi satu sama lain dan menegosiasikan peran
bawahan di dalam suatu organisasi. LMX tidak hanya melihat sikap dan
perilaku pemimpin dan pengikutnya tetapi menekankan pada kualitas
hubungan yang terbentuk. Teori LMX sebelumnya disebut vertical dyad
lingkage theory karena terfokus pada proses timbal balik yang terjadi dalam
dyad (dua bagian yang berupa kesatuan yang berinteraksi) dan merujuk pada
hubungan antara seorang pemimpin dan seorang bawahan saja (Yukl, 1998).
DAFTAR PUSTAKA

http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2009/06/leader-member-exchange-lmx-
dalam.html

https://sekretarisprofesional.wordpress.com/2016/06/06/pendekatan-teori-
pertukaran-leader-member-pemimpin-anggota/

http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan

Martoyo, Susilo. 2000 . Manajemen Sumber Daya Edisi Keempat. Yogyakarta :


BPFE

Nawawi, 2005. Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: Gadjah Mada Unversity


Press

Robbins, S.P. 2001. Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, Edisi 8,


Jilid 1, Terjemahan, Jakarta : Prehalindo.

Robbins, S.P. 2003, Perilaku Organisasi, Jilid I, Edisi 9 (Indonesia), PT. Indeks
Kelompok Gramedia, Jakarta.

Siagian , S.P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan XII. PT. Bumi
Aksara, Jakarta.

Simamora. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. edisi kedua. Yogyakarta:


STIE YKPN

Steers, R.M., Porter & G.A. Bigley, 1996, Motivation and Leadership at Work,
New York: McGraw-Hill.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke-13. Alfabeta. Bandung.

Thoha, Miftah. 2001. Kepemimpinan Dalam Manejemen. Jakarta: Raja Grafindo


Persada

Winardi, J. 1996. Asas-Asas Manajemen. Bandung: Mandar Maju.

Yukl, Gery. 1996. Kepemimpinan Dalam Organisasi Leadership in


Organisations. Jakarta. 3e

Yukl, Gery. 1998. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai