Anda di halaman 1dari 3

Bedah dan reseransi buku

 Ayahku “Bukan’’ Pembohong


 Tere liye
 PT. Gramedia Pusaka Utama
 2011
 Jakarta

Pendapat penulis
“untuk membuat hati kita lapang dan dalam, tidak cukup dengan membuat novel, membaca
buku-buku , mendengar petuah, nasihat, atau ceramah.Parah sufi dan orang-orang, menjauh dari
dunia, melatih siang dan malam. Hidup sederhana, apa adanya,adalah jalan tercepat untuk
melatih hati di tengah riuh rendah kehidupan hari ini. Percayalah, memiliki hati yang lapang dan
dalam konkret dan menyenangkan, ketika kita bisa berdiri dengan seluruh kebahagiaan hidup,
menatap kesibukan di sekitar, dan melewati hari-hari berjalan, bersama keluarga tercinta.”

Isi buku
Bab 1
“ zas dan qon”
Hari ini umur ku empat puluh. Sudah dua puluh tahun aku berhenti mempercayai cerita
Ayah.Bukan karena kehilangan semangat untuk mendengarkan kisah-kisah itu,bukan karena
tidak bisa menghargai seorang ayah, tetapi karena aku tahu persis, ayahku seorang pembohong.
Dan dirumah ini, aku tidak akan membesarkan Zas dan Qon dengan dusta seperti yang dilakukan
ayah dulu kepadaku.
Bab 2
“Cedera”
Aku tetap menggeleng tidak terima,bersiap membantah,tetapi urung.Televisi mungil kami mulai
menampilkan siaran,pembuka pertandingan.Mulutku segera tertutup,menatap layar kaca tanpa
berkedip.Stadion penuh warna merah.Malam itu pertandingan putaran pertama semi final Liga
Champion Eropa dimulai.Pembawa acara dan rekannya sibuk mengoceh tentang betapa akbarnya
pertandingan ini.Dua klub terbesar dari dua negara saling bertemu.Sang juara bertahan melawan
klub underdog,yang mendadak tidak terkalahkan sepanjang musim.
Bab 3
“Klub Renang’’
Kolam renang kota ramai oleh anak-anak.Beberapa di antaranya temen sekolahku.Orang tua da
penonton lainnya duduk di tribun,mengembangkan payung besar warna-warni.Kami berganti
pakaian.Gerimis mulai menderas.Pelatih renang dibantu dua anak yang sudah menjadi anggota
klub keluar dengan daftar nama,menyuruh kami berbaris menunggu giliran.Aku sedikit
menggigil,kedinginan menunggu seleksi dimulai.Angin kencang membuat bendera di atas
menara pengawas kolam berkelepak.Sialnya aku malah menguap.Kurang tidur semalam mulai
terlihat akibatnya.
Bab 4
“Kesempatan Kedua”
Beranda rumah kami,tiga puluh tahun lalu.Aku duduk berselonjor di tegel,bersandar di
dinding,memainkan jari kaki dengan tidak bersemangat.
“Tidak mengapa,Dam.Kau hanya harus menunggu setahun lagi agar mendapat kesempatan
kedua.Sang Kapten bahkan menunggu tiga tahun untuk mendapatkannya.”Ayah ikut duduk
disebelahku,menyambar koran yang dilempar loper,pagi pertama setelah kondisi badanku
membaik.
Bab 5
“Celana Renang”
Aku dulu pernah meminta Ibu membelikan celana khusus renang,seperti yang memiliki teman-
teman,tetapi Ibu hanya memberikan celana pendek biasa yang biasa dipakai sehari-hari.Rasa-
rasanya posisi celanaku semakin longgar.Sambil tersengal,terus mengayuh kaki,tanganku
bergegas hendak memeriksa.Astaga?Talinya putus sebelum tanganku sempat meraihnya,dan
tanpa karet tali di pinggang dengan cepat celana itu melorot lepas,tertinggal di belakang.
Bab 6
“Surat-surat Itu”
Tidak sekali Ayah bicara baik-baik,dan aku menutup pembicaraan dengan mengulang ide.Aku
hanya ingin berkirim surat,tidak lebih,tidak kurang,apa pula masalahnya?apa susahnya ayah
memberikan alamat sang Kapten?atau Ayah saja mengirimkannya.Aku menyerahkan berlembar-
lembar surat yang sudahku tulis rapih dalam Bahasa Inggris pada Ayah.
Bab 7
“Berdamai”
Malamnya,ibu Jarjit sendiri yang menemani Jarjit dating mengantar kue.Menyuruh Jarjit
meminta maaf padaku (dan Ibu).Ibu Jarjit bertanya bagaimana pelipisku,.Ibu menerimanya
sambil tersenyum. “Bukan masalah besar,Bu.Hanya kenakalan anak-anak.Apa kata kepala
sekolah tadi?Esok lusa Jarjit dan Dam bisa jadi teman baik.”Aku mendengus dalam
hati,jangankan menjadi teman baik,kosakata “berdamai” pun tidak ada diotakku.
Bab 8
“Seleksi Lomba”

Anda mungkin juga menyukai