Anda di halaman 1dari 11

Pindah Sekolah

Nova ajis mustaqim


201010700136

Lidya merupakan siswa baru di sekolah SMA Pelita Negeri,


dia berasal dari Papua. Lidya memutuskan untuk pindah
sekolah karena Ayahnya dipindah tugaskan ke luar kota,
tepatnya di ibu kota Jakarta.
BABAK 1

Pemeran: Lidya, Pak Ruslan, Ibu Santi


Tempat: Rumah keluarga Pak Ruslan

Sudah lima hari keluarga Lidya menginjakkan kaki di ibu kota.


Kedua orang tua Lidya beberapa hari kemarin sangat sibuk
mengurus kepindahan mereka disini, terlebih lagi Ayah Lidya
yang sangat sibuk mengurusi banyak hal di kantornya yang baru.
Hari keenam tampaknya urusan tersebut sudah benar-benar
selesai. Namun, disatu sisi Lidya bertanya-tanya dimana dia
akan bersekolah.
Di ruang makan
Bu Santi: “Pah, gimana urusan kepindahan sekolah Lidya ini ?
Belum ada kabar lanjutan dari Pak Tomo ? udah hampir seminggu
lho kita disini, akau takut Lidya ketinggalan banyak mata
pelajaran sebelum ujian semester.”
(Kata Bu sembari mengambil minuman di dalam kulkas)
Pak Ruslan: “Sebenarnya kemarin pak Tomo sudah menghubungi
papa, cuman papa lupa memberi tahu. Tapi sebelumnya papa ingin
tanya sekali lagi, bener Lid kamu mau di SMA Pelita Negeri?”
Lidya: “Ya mau mau aja sih Pah, dari informasi di internet
katanya sekolah itu bagus.”
Pak Ruslan: “Yasudah, setelah ini ayah hubungi pak Tomo lagi.”
Keluarga tersebut melanjutkan makan malam dengan tenang.

*Pak Tomo adalah orang kenalan Pak Ruslan yang katanya akan
membantu Lidya masuk SMA Pelita Negeri dengan mudah.

Jam menunjukkan pukul 21.00 WIB, Bu Santi tiba-tiba mengetuk


pintu kamat Lidya.
Bu Santi: “Lid, sudah tidur nak ?”
(Sembari mengetuk Pintu)
Lidya yang tengah asyik memainkan ponselnya merasa sedikit
terganggu.
Lydia: “Apa mah ? Lidya belum tidur kok.”
Bu Santi: “Mama boleh masuk sebentar ?”
Lidya: “Boleh mah, sebentar Lidya buka pintu dulu.”
(Berjalan untuk membuka pintu kamar, kemudian mempersilahkan
Bu Santi masuk)
Lidya: “Ada apa mah ?”
Bu Santi: “Gini, tadi Papa kamu sudah menghubungi Pak Tomo.
Kata pak Tomo berkas-berkas kepindahan kamu sudah lengkap,
kamu sudah bisa sekolah mulai besok atau lusa.”
Lidya: “Loh, katanya masih ada tes masuknya mah ? Kemarin lusa
papa bilang begitu.”
Bu Santi: “Gak jadi Lid, kamu bisa masuk tanpa tes kata Pak
Tomo. Karena pak Tomo sudah kenal baik sama Papa Mu. Tapi
biaya masuknya memang lebih mahal dari yang ikut tes terlebih
dahulu.”
Lidya: “Serius gak usah tes mah ?”
Bu Santi: “Iya, gimana jadinya. Mau masuk besok atau lusa ?”
Lidya: “Lusa aja deh, peralatan sekolahku masih ada yang
kurang, harus beli lagi.”
Setelah selesai memberi tahu Lidya, akhirnya Bu Santi
memutuskan mengakhiri percakapannya dengan Lydia karena sudah
larut malam.
Keesokan harinya, Pak Ruslan menghubungi Pak Tomo melalui
telepon.
Pak Ruslan: “Pak, Lidya mau masuk sekolah besok. Apa sudah
benar-benar beres segala administrasi sekolahnya ?”
Pak Tomo: “Sudah Pak, nama Lidya juga juga tercantum di kelas
11 MIPA 3.”
Pak Ruslan: “Apakah ada tambahan lagi Pak ?”
Pak Tomo: “Oh tidak ada pak, tambahan biaya yang kemarin sudah
lebih dari cukup.”
Pak Ruslan: “Baiklah kalau begitu, terima kasih atas
bantuannya ya Pak.”
Pak Tomo: “Iya Pak, sama-sama. Semoga Lidya nyaman dengan
sekolah barunya ini.”
Pak Ruslan: “Iya, Saya juga berharap demikian.”
Akhirnya percakapan tersebut berakhir karena Pak Ruslan sudah
bersiap untuk pergi ke kantor.

BABAK 2

Pemeran: Lidya, Bu Santi, Pak Sam, Pak Tomo


Tempat: Rumah Lidya, SMA Pelita Negeri
Hari ini, Lidya sudah selesai bersiap untuk berangkat ke
sekolah barunya di Jakarta. Namun, ada sedikit rasa takut
dalam benaknya.
Lidya: “Mah, aku takut.”
Bu Santi: “Apa yang kamu takuti Lid ?”
Lidya: “Aku gak PD, Mah. Kayaknya orang Jakarta tuh kulitnya
putih, rambutnya lurus gitu gak kayak aku ini.”
Bu Santi: “Nak, dengerin mama, kita semua sama-sama ciptaan
tuhan kok, jadi kamu ga usah takut begitu sih, biasa aja. Mama
tau kamu pemberani.”
Lidya: “Tapi, kalo nanti Lidya gak punya temen gimana ?”
Bu Santi: “Hushh gak udah berpikiran negatif terus, jalani aja
dulu. Kalo semisal ada yang gangguin kamu nanti, segara kasih
tau mama atau papa.”
Lidya: “Oke deh mah, do’a in ya semoga hari ini lancar.”
Bu Santi: “Iya nak, hati-hati. Sana cepat masuk mobil, Pak Sam
udah nungguin itu.”
Lidya: “Aku berangkat ya, Mah.”
(Lidya melambaikan tangannya ke arah Bu Santi dari dalam mobil
yang dibalas lambaian tangan juga oleh Bu Santi.)

Sepanjang perjalanan Lidya tak banyak berbicara, karena dia


belum terlalu kenal dengan Pak Sam. Dia merupakan supir
keluarga Pak Ruslan yang baru setelah tinggal di Jakarta.
Namun untungnya, Pak Sam memulai percakapan terlebih dahulu.
Pak Sam: “Gimana Lid, betah tinggal di Jakarta ?”
Lidya: “Yaaa masih proses adaptasi sih, Pak.”
Pak Sam: “Nanti juga akan terbiasa kok. Ngomong-ngomong ini
benar ke SMA Pelita Negeri ?”
Lidya: “Betul, Pak.”
Pak Sam: “Wahh, pasti non Lidya pintar ya bisa masuk Pelita
Negeri. Dua tahun yang lalu anak Bapak gak keterima di situ
dia sedih banget.”
Lidya: “Hehe, enggak kok pak biasa aja. Menurut saya, semua
sekolah sama saja tergantung kitanya aja mau belajar atau
tidak.”
Pak Sam: “Benar juga, yang penting keseriusan dalam menuntut
ilmu.”
Akhirnya, Lidya sampai didepan sekolah SMA Pelita Negeri.
Bangunan sekolah tersebut sangat bagu, Lidya dibuat kagum
untuk kedua kalinya setelah memasuki area sekolah. Namun, dia
masih kebingungan mencari kelasnya.

Lidya: “Gilaa sihh, sekolahnya bagus banget. Tapi kelasku


dimana ya ?”
Tiba-tiba ada seorang guru yang menghampiri dan menyapa Lidya.
Pak Tomo: “Wahh, Lidya kan ?”
Lidya: “Benar Pak, Saya Lidya. Maaf sebelumnya Pak, saya ingin
bertanya. Kira-kira kelas 11 MIPA 3 dimana ya, Pak ?”
Pak Tomo: “Ooh, 11 MIPA 3 itu imau lurus aja lalau belok ke
kiri disana bagian kelas 11 MIPA semua. Tapi sebelumnya, Saya
Pak Tomi Lid teman Papa kamu.”
Lidya kaget, tidak menyangka dia langsung bertemu dengan orang
yang membantunya masuk sekolah ini.
Lidya: “Terima kasih ya Pak atas bantuannya.”
(Lidya salim kepada pak Tomo)
Pak Tomo: “Tidak perlu sungkan begitu, Saya Cuma bantu sedikit
kok. Kalau nanti kamu ada kesulitan selama masa adaptasi beri
tahu Bapak ya Lid, sebisa mungkin Saya bantu.”
Lidya: “Baik Pak, terima kasih banyak. Saya permisi untuk ke
kelas terlebih dahulu.”
Pak Tomo: “Oh iya iya, silahkan.”
Akhirnya percakapan Lidya dan pak Tomo berakhir. Namun
sepanjang perjalanan menuju kelas Lidya masih memikirkan
ketakutannya, takut tidak diterima oleh teman sekelasnya
karena dia merasa berbeda, walaupun dia sudah diyakinkan oleh
sang mama. Tidak hanya itu, Lidya menyadari bahwa SMA Pelita
Negeri ini benar-benar impian banyak orang dan terkenal
favorit. Faktanya, anak pak Sam yang sepintar itu tidak
diterima di sekolah ini. Sementara Lidya, bisa dengan mudah
masuk dengan bantuan orang kenalan ayahnya.

BABAK 3

Pemeran: Lidya, Bu Ambar, Rini, Aldo, Viona, Dita


Tempat: Kelas 11 MIPA 3
Akhirnya Lidya sampai didepan kelasnya, didalam kelas tersebut
sedikit ramai dan semua siswa sepertinya sudah didalam kelas
kecuali Lidya. Kebetulan sekali berbarengan dengan guru
pengajar untuk mata pelajaran hari ini. Beliau adalah Bu
Ambar, guru mata pelajaran bahasa Indonesia.

Bu Ambar: “Hei.. kamu siswi pindahan dari Papua itu ya ? Lidya


kan namanya ?.”
Lidya: “Benar Bu, Saya Lidya.”
(Sambil bersalim kepada Bu Ambar)
Bu Ambar: “Ayo masuk sama ibu, tenang ya ga usah nervous.”
Lidya: “Baik, Bu.”
Setelah percakapan itu, Bu Ambar dan Lidya memasuki kelas.

Bu Ambar: “Selamat Pagi anak-anak!.”


Siswa: “Pagi, Bu.”
Bu Ambar: “Baik, sebelum pelajaran dimulai hari ini, Ibu ingin
memberi tahu kalau kelas ini ada tambahan siswa baru, Silahkan
perkenalkan diri kamu.”
Lidya: “Halo teman-teman, Perkenalkan samaku Lidya, aku siswi
pindahan dari Papua.”
Aldo: “Uwaduhhh jauh banget rumahmu.”
Bu Ambar: “Hush Aldo, jangan berisik.”
Bu Ambar: “Lidya, sekarang kamu bisa duduk disana dengan Rini
ya.”
Lidya: “Baik, Bu.”

Rini tampak antusias menyambut Lidya yang akan duduk


bersamanya. Namun, saat Lidya berjalan menuju tempat Rini, dia
mendengan dua orang teman didepan bangkunya bersama Rini
sedang berbisik.
Viona: “Udah keliatan gak sih kalo dia kalo orang Papu.”
Dita: “Iya bener.”
Ternyata tidak hanya Lidya yang mendengar, Rini juga mendengar
perkataan tersebut.
Rini: “Udah kamu gausah dengerin mereka ya, mereka emang suka
gitu orangnya.”
Lidya: “Hehe iya.”
Rini: “Ngomong-ngomong kita belum kenalan nih, kenalin aku
Rini.”
(Sambil mengulurkan tangan kepada Lidya)
Lidya: “Aku Lidya, salam kenal ya.”
(Sambil menjabat tangan Rini)
Setelah itu, Pelajaran pun berlangsung sampai jam istirahat
tiba.
Rini dan Lidya berjalan di koridor sekolah menuju kantin.

Rini: “Lid aku boleh nanya gak ?”


Lidya: ‘Boleh Rin, mau tanya apa ?.”
Rini: “Kamu sini tes dulu apa langsung masuk ?”
Lidya: “Ehh aku Tes dulu kok.”
Rini: “Wahhh bagus kalo begitu, soalnya aku denger-denger nih
tahun lalu ada yg pindah ke sekolah ini bayar 20 juta tau.”
Lidya: “Ihh masak sih sampe segitu ?”
Rini: “Iya lho, dia siswa pindahan juga kayak kamu. Ortunya
emang ngejar sekolah favorit katanya sih. Tapi ya sudahlah,
yuk ke kantin.”
Lidya: “Iya deh ayok.”
Jujur perasan Ludya saat itu tidak enak, karena dia berbohong
pada Rini. Tapi tidak mungkin dia memberi tahu yang sebenarnya
kepada Rini.

BABAK 4

Pemeran: Pak Ruslan, Ibu Santi, Lidya


Tempat: Rumah Lidya

Malam ini keluarga Pak ruslan tengan menikmati makan malam


bersama, sembari berbincang-bincang.
Pak Ruslan: “Gimana sekolahnya Lid ?”
Lidya: “Gak gimana-gimana sih pah, Cuma ada dua anak cewe rada
nyebelin dikelas aku. Dia ngomongin aku, katanya tuh aku emang
keliatan orang Papua. Nyebelin banget, mentang-mentang kulitku
gak seputih mereka.”
Pak Ruslan: “Hushh udah-udah jangan dengerin mereka.”
Bu Santi: “Ihh kamu cantik tau, buktinya kamu taun kemaren
menang lomba modeling kan mereka belum tau aja. Temanmu yang
lain gitu juga gak ?.”
Lidya: “Engga sih mah, yang lainnya biasa aja kok baik,
apalagi Rini temen sekelasku.”
Bu Santi: “Yasudah bagus kalo begitu, nanti kalo ada yang
gangguin kamu lapor aja ke gururmu atau ke mama.”
Lidya: “Ngomong-ngomong Pah, Temen sebangku ku Rini nanya ke
aku, aku nyogok apa enggak katanya masuk SMA Pelita, ya aku
biang enggak ga mungkin kan aku bilang nyogok.”
Pak Ruslan: “Lidya, kamu tau dikota besar kaya gini tuh cukup
susah buat pindah ke sekolah favorit, papa juga gak mau kamu
sekolah di sekolah yang biasa-biasa saja karena sekolahmu yang
sebelumnya juga sekolah bagus. Sudah jangan dipikirin terus,
lagian mama sama papa percaya kok kamu Mampu, kamu pintar.”
Bu Santi: “Sekarang kamu fokus belajar saja, nak.”
Lidya: “Siappp.”
Kekhawatiran Lidya sedikit teratasi mendengar penjelasan dari
Sang Papa. Dia juga merasa bersyukur mempunyai orang tua yang
selalu mendukungnya.

BABAK 5

Hari berikutnya, Lidya berangkat sekolah dengan perasaan


tenang dan siap untuk belajar. Selain itu dia juga tidak sabar
untuk bertemu Rini teman sebangkunya untuk bercerita banyak
hal.

Bel jam pertama pun berdering. Sesat kemudian Bu Susi masuk


kedalam kelas 11 MIPA 3. Beliau merupakan guru mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKN).
Tema pelajaran hari ini adalah tentang Bhinneka Tunggal Ika.
Semua siswa dikelas menyimak penjelas Bu Susi dengan baik hari
ini.

Bu Susi: “Baik anak-anak, karena lima menit lagi istilrahat,


pelajaran hari ini cukup sampai disini. Jangan lupa tugasnya
dikumpulkan minggu depan ya.”
Siswa: “Baik, Bu.”

Akhirnya bel istirahat berbunyi. Lidya dan Rini membereskan


peralatan tulis mereka. Tiba-tiba Viona memanggil Lidya.

Viona: “Lid aku mau minta maaf sama kamu ya kamarin aku ngejek
kamu.”
Lidya: “Ehh.. iya aku maafin.”
Dita: “Aku juga Lid, maafin kita ya.”
Lidya: “Iya aku maafin.”

Mereka berempat sepakan untuk berteman, dan pergi menuju kanti


bersama-sama. Walaupun Lidya dan Rini masih kaget dengan sikap
Viona dan Dita yang sanga tiba-tiba itu, mereka tetap akan
berteman dengan baik. Mungkin saja, Viona dan Dita merasa
bersalah dan sadar setelah materi pelajaran PKN tadi, karena
membahas tentang keberagaman suku bangsa yang ada di
Indonesia.

Memang seharusnya sebagi manusia, halus saling menghargai dan


menghormati segala perbedaan yang ada, serta hidup
berdampingan dengan baik.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai