Anda di halaman 1dari 5

Nama: Diwan Fayazih

NIM: 222110027

Kelas: Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 1 (IAT1) 2022

1.Kearifan Budaya Lokal Kaili Dalam Mitigasi Bencana

Masyarakat Kaili memiliki budaya tutur yang membuat kejadian-kejadian


bencana tidak tercatat, sehingga masyarakat hanya mengandalkan ingatan
bahwa kejadian gempa bumi, tsunami dan likuifaksi pernah terjadi. Selain itu,
masyarakat Kaili juga memiliki mitigasi kebencanaan bahkan penamaan
kampung rata-rata berasal dari kejadian alam dan sosial yang ada di
masyarakat. Bangunan dengan kearifan lokal suku Kaili merupakan hasil
adaptasi dan pembelajaran dari bencana yang pernah terjadi di masa lampau.
Struktur ini tercipta dari pikiran kolektif nenek moyang yang berupaya
melakukan mitigasi atas bencana yang kerap terjadi. Rumah asli suku Kaili
berbahan dasar kayu untuk bangunan dan daun rumbia/sagu untuk
atapnya. Etnis Kaili di Pantoloan mempercayai bahwa ritual tolak bala baik
yang individu maupun kelompok dapat menghalangi bencana alam susulan
yang akan datang atau mencegah datangnya gempa bumi dan tsunami yang
keduakalinya.

Rumah adat suku Kaili dibangun dengan pengaruh arsitektur bugis dengan
atap berbentuk seperti piramida segitiga. Atapnya dihiasi dengan papan kayu
berukiran (panapiri) dan juga mahkota (bangko-bangko) yang juga diukir
dengan ukiran khas Suku Kaili. Lantainya terbuat dari papan yang dilapisi
dengan tikar. Rumah adat Tambi adalah rumah bagi suku Kaili dan suku Lore
yang berada di provinsi Sulawesi Tengah. Rumah Tambi tergolong rumah
panggung yang bagian atapnya sekaligus berguna sebagai dinding

Masyarakat Kaili juga memiliki pengetahuan lokal yang dapat digunakan


dalam mitigasi bencana. Sebagai contoh, masyarakat Kaili memiliki tradisi
lisan yang terkait dengan mitigasi bencana seperti Kayori. Selain itu,
masyarakat Kaili juga memiliki pengetahuan lokal yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari seperti pelestarian hutan dan perairan danau
Lindu. Masyarakat Kaili juga telah memiliki mitigasi kebencanaan bahkan
penamaan kampung rata-rata berasal dari kejadian alam dan sosial yang ada
di masyarakat

Kayori adalah sebuah vokal tradisi saling sahut-menyahut tanpa instrumen


yang merupakan bagian dari tradisi lisan masyarakat Kaili.

Selain itu, masyarakat Kaili juga memiliki tradisi “Manggurebe” yang


merupakan upacara adat untuk memohon keselamatan dan perlindungan dari
bencana alam seperti gempa bumi dan banjir. Upacara ini dilakukan dengan
cara menaburkan beras ke seluruh penjuru rumah sebagai simbol
permohonan keselamatan dan perlindungan dari bencana alam

2.Jenis-Jenis Kearifan Lokal di Indonesia Dalam Konteks Mitigasi


Bencana

Letak Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar yaitu
Pasifik, Eurasia dan Indo-Australia berdampak terhadap tingginya potensi
bencana, terutama gempa bumi, pergesaran lempeng akan mengakibatkan
pergerakan tanah yang berakibat pada bencana gempa bumi. Sepanjang
tahun 2019 berdasarkan data BMKG di Indonesia terjadi 11.573 gempa bumi
di Indonesia.

a. Dalam menghadapi bencana gempa bumi Masyarakat Baduy


menyiasatinya dengan membuat aturan adat atau pikukuh dan larangan
dalam membangun rumah. Dalam hal ini, bahan bangunan yang
digunakan adalah bahan yang lentur, seperti bambu, ijuk, dan kira-kira
agar rumah tidak mudah rusak. Rumah juga tidak boleh didirikan langsung
menyentuh tanah.
Hal ini dilakukan supaya rumah tidak mudah roboh selain itu dalam
pembuatannya rumah tidak boleh menggunakan paku dan hanya
menggunakan sasak dan tali ijuk (Suparmini dkk, 2014). Hingga saat ini
tradisi tersebut masih dipegang.
Cara ini efektif dalam penanggulangan bencana dan tercatat hingga saat
ini lingkungan suku baduy jarang mengalami kerusakan.

b. Suku Mentawai dengan budaya yang masih kental menyakini hutan


adalah rumah bagi dewa-dewa dan tentu harus dihormati. Jika tidak maka
akan memberikan malapetaka bagi suku Mentawai. Inilah kepercayaan
yang dipegang teguh oleh suku Mentawai sehingga mereka benar-benar
memperlakukan hutan dengan sebaik mungkin. Dalam kegiatan
pemanfaatan alam seperti pohon yang akan ditebang, suku Mentawai
tidak semata-mata langsung menebang pohon melainkan harus
melalui punen mulia untuk meminta izin dan memberikan ucapan terima
atas kelimpahan hutan yang diberikan. Air juga sangar dijaga oleh suku
ini, mengotori air maka harus membayarnya dengan denda adat berupa
seekor babi. Babi pada suku ini merupakan harta yang paling berharga.

c. Lamban langgakh merupakan sebutan untuk rumah panggung di daerah


Pesisir Barat, Lampung. Kearifan lokal berupa rumah panggung ini selain
digunakan untuk mitigasi bencana gempa dan tsunami, serta juga
digunakan untuk mitigasi bencana banjir. Rumah panggung ini berbahan
utama kayu atau papan yang diperkuat dengan pasak dan tiang, serta
memiliki ketinggian 2-3 meter di atas permukaan tanah. Bangunan rumah
panggung yang ditinggikan ini dapat menjadi alternatif solusi dalam
menghadapi bencana banjir. Sebab, air yang datang ketika banjir tidak
akan sampai merendam dan masuk ke rumah warga. Tradisi membangun
rumah panggung selain diterapkan di Pesisir Barat, juga dilakukan oleh
sebagian besar masyarakat Baduy, Banten dan masyarakat
Bojongkoneng, Bogor.

d. Tradisi tatali paranti karuhun berisi norma-norma dan pengetahuan


tentang cara bertani yang dilakukan masyarakat Kasepuhan. Terdapat
dua jenis pertanian yang dilakukan, yakni perladangan dan sawah. Dalam
sistem perladangan yang dilakukan warga Kasepuhan, terdapat tahapan
nyacar, yaitu tahap penyiapan lahan. Pada tahap ini, pepohonan yang
menutupi lahan sengaja tidak ditebang karena hal itu dianggap pamali
oleh warga sekitar.

Jadi, lahan yang sudah siap tersebut tidak akan mengalami perubahan
yang mendasar, dan juga tidak akan beralih fungsi ke penggunaan yang
lain (deforestasi). Maka dari itu, sistem perladangan dengan metode
tradisi tatali paranti karuhun ini tidak memicu longsor dan sebagai upaya
mitigasi bencana longsor. Selain itu, ada juga sejumlah kearifan lokal
warga Kasepuhan lainnya yang digunakan sebagai upaya mitigasi
bencana longsor adalah bentengan, lelemahan, ngebeberah, dan talutug.

3.Poin-Poin Yang Bisa Diterapkan di Provisi Sulawesi Tengah

a. Untuk masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa dapat membangun rumah
anti gempa seperti suku baduy

b. Menebang pohon tidak secara sembarangan secukupnya saja seprti yang


dilakukan oleh suku Mentawai yang menggap hutan adalah tempat tinggal para
dewa sehingga mereka tidak secara membabi buta menebang pohon

c. Untuk masyarakat yang tinggal di daerah yang rawan terkena dampak tsunami
dan banjir dapat membangun rumah Lamban langgakh agar banjir tidak masuk ke
dalam rumah warga

d. Untuk masyarakat yang Bertani dapat menerapkan tradisi tatali paranti karuhun
karena tradisi ini tidak memicu longsor dan sebagai upaya mitigasi bencana longsor.

Anda mungkin juga menyukai