TUGAS 2
1. Sebutkan dan Jelasskan 5 cara pendekatan audit SDM menurut Wether dan Davis!
Pendekatan Komparatif/ Comparative approach
Dalam pendekatan ini, objek audit dibandingkan dengan suatu standar tertentu yang
merupakan kondisi ideal atau kondisi yang diharapkan. Standar yang menjadi acuan ini
bisa berasal dari teori yang sudah dianggap benar, atau bisa juga berasal dari benchmarking
terhadap perusahaan atau organisasi lain yang dianggap sebagai best practices dalam
pengelolaan SDM di industrinya. Auditor membandingkan perusahaannya dengan
perusahaan lainuntuk mengungkap bidang kinerja yang buruk. Pendekatan komparatif
kerap digunakan untuk membandingkan masalah ketidakhadiran perputaran karyawan, dan
data gaji. Pendekatan ini dapat membantu mendeteksi bidang-bidang yang memerlukan
perbaikan.
Pendekatan Otoritas Luar/ Outside authority approach
Audit SDM bisa dilakukan oleh atau mengacu pada pihak luar yang berwenang seperti
pemerintah atau asosiasi industri. Terkait dengan industri penerbangan misalnya, ada
beberapa standar yang terkait dengan pengelolaan SDM perusahaan, misalnya rasio jumlah
cabin crew dengan penumpang atau dengan group staff.
Auditor dapat menggunakan pendekatan keahlian yang standarnya ditentukan oleh
konsultan atau dari temuan penelitian yang telah dipublikasikan sebagai standar terhadap
aktivitas atau program yang sedang dievaluasi. Dalam hal ini, konsultan atau temuan
penelitian dapat membantu mendiagnosis penyebab timbulnya masalah.
Pendekatan Statistik/ Statistical approach
Pendekatan Statistik juga dapat digunakan dalam audit SDM. Dalam pendekatan ini, tentu
auditor harus memahami dan menguasai cara atau metode pengembalian sampel sampai
dengan pengelolaan dan analisis data. Pendekatan statistik bisa digunakan dalam audit
kepuasan kerja, audit tingkat keluar masuknya (turn over) pegawai, perencanaan SDM, dan
sebagainya. Pendekatan ini akan mengembangkan ukuran statistikalkinerja berdasarkan
sistem informasi perusahaan yang ada. Sebagai contoh, dari catatan yang ada dalam
perusahaan mengungkapkan tingkat ketidakhadiran dan perputaran karyawan. Data ini
menunjukan seberapa baik aktivitas SDM dan manajer operasi dalam mengendalikan
permasalahan ini. Pendekatan ini biasanya di lengkapi dengan perbandingan terhadap
informasi eksternal yang dapat dikumpulkan dari perusahaan lain. Informasi sering
dinyatakan juga sebagai rasio yang mudah dihitung dan digunakan. Denngan standar
statistik ini, dapat ditemukan kesalahan-kesalahan sebelum kejadian menjadi berlarut ke
arah yang merugikan perusahaan.
Pendekatan ketaatan terhadap kebijakan dan peraturan / Compliance approach
Pendekatan ketaatan terhadap kebijakan dan peraturan merupakan salah satu pendekatan
yang populer dalam audit SDM. Dalam pendekatan ini, obyek audit dibandingkan dengan
kebijakan dan peraturan yang ada baaik kebijakan dan peraturan internal perusahaan
maupun eksternal. Pendekatan ini dapat digunakan untuk melihat ketaatan praktek
pengelolaan SDM terhadap SOP yang ada mulai dari perencanaan SDM, rekrutmen dan
seleksi, pelatihan dan pengembangan karir, penilaian kinerja, sampai dengan
kompensasinatau balas jasa. Audit SDM dapat mengacu pada peraturan perundangan yang
berlaku seperti upah minimum, stuktur dan skala gaji, serikat pekerja, keselamatan dan
kesehatan kerja, dan sebagainya.
Metode ini meninjau praktik-praktik di masa lalu untuk menentukan apakah tindakan-
tindakan tersebut telah sesuai atau tidak dengan kebijakan dan prosedur perusahaan, atau
bahkan terjadi penyimpangan hukum. Cara kerjanya adalah dengan mengambil sampel
data/informasi dari formulir kerja. Tujuan pendekatan ini adalah untuk memastikan apakah
para manajer patuh terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku di perusahaan.
Pendekatan Management by Objective (MBO)
Pendekatan Management by Objective (MBO) dalam audit SDM dilakukan untuk
membandingkan obyek audit dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan ini umumnya
terbagi dalam efektivitas pengelolaan SDM. Dalam hal efesiensi misalnya yang umum
dilakukan adalah dengan membandingkan realisasi biaya SDM dengan anggaran.
Sedangakn terkait efektivitas, misalnya audit SDM dilakukan untuk menilai kecepatan
pengisian suatu lowongan pekerjaan, gap kompetensi karyawan, evaluasi keberhasilan
pelatihan dan sebagainya.
Pendekatan ini tentu saja hanya dapat digunakan apabila perusahaan sudah menetapkan
target yang akan menjadi acuan pelaksanaan audit SDM.
Pendekatan terakhir adalah meminta staff SDM dan manajer menetapkan tujuan dengan
tanggung jawab mereka. Pendekatan manajemen berdasarkan sasaran ini menciptakan
tujuan khusus terhadap kinerja sehingga dapat di ukur. Selanjutnya diteliti kinerja aktual
dan membandingkan dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya
2. Audit fungsi seleksi
Agar audit fungsi seleksi bisa efektif, Audit juga harus memahami dan mampu memeriksa
kelengkapan dan ketepatan sistem seleksi yang ada, berlaku dalam perusahaan dengan
mengacu pada indikator kunci keberhasilan yaitu :
a. Penetapaan selection ratio yang tepat.
b. Ketersediaan Standar Operating Procedure (SOP) seleksi.
c. Seleksi administratif, yang selaras dengan persyaratan jabatan.
d. Ketetapan tes pengetahuan umum dan keahlian profesi.
e. Ketetapan tes potensi dan kompetensi, dengan menggunakan metode dan peralatan tes
yang tepat.
f. Kelengkapan dan keakuran tes kesehatan.
g. Pertimbangan pengguna.
Auditor Audite
(.........................) (...........................)
= 18,18%
b. Terkait dengan perhitungan tingkat lowongan pekerjaan, auditor dalam melakukan auditharus
mencermati beberapa hal berikut:
Tingkat lowongan pekerjaan dalam sebuah perusahaan nisa saja tinggi yang berarti
banyak posisi yang tidak terisi. Auditor perlu mencermati sejauh manakah hal ini
memengaruhi operasi perusahaan. Di beberapa organisasi, banyak sekali posisi yang
kosong namaun nyatanya hal inisama sekali tidak mengganggu aktivitas. Untuk kasus
seperti ini, perlu diperhatikan apakah metode yang digunakan untuk menghitung
formasi sudah tepat atau belum. Yang sering terjadi organisasi menghitung formasi
lebih banyak daripada kebutuhan. Ada dua motif yang umumnya mendasari kejadian
ini, Pertama, mereka salah dalam memproyeksikan kebutuhan SDM. Kedua, mereka
sudah tahu secara tepat kebutuhan SDM nya beberapa namun mengajukan formasi
yang lebih besar karena mereka tahu biasanya pengajuan tersebuut tidak pernah
disetujui 100%. Akibatnya tentu saja tingkat lowongan pekerjaanmenjadi tinggi
meskipun sebenarnya jumlah formasi yang dihitung sudah di naikan terlebih dahulu.
Namun apabila perhitungan formasi sudah tepat, maka posisi yang kosong harus
segera diisi. Mungkin saat ini karyawan yang ada dapat dipaksa untuk bekerja lebih
keras, termasuk dengan lembur atau bahkan rangkap jabatan. Dalam jangka panjang
kondisi ini tentu tidak konduktif karena dapat menurunkanmoral dan semangat kerja,
bahkan lebih buruk lagi, dapat mengakibatkan karyawan sakit atau frustasi karena
beban kerja yang berlebihan.
Tingkat lowongan pekerjaan yang rendah belum berarti bagus. Auditor perlu
mencermati lebih lanjut, pada jabatakab apa sajakah posisis yang kosong tersebut.
Pada kasus ini outlet di atas, apabila jabatan yang kosong tersebut adalah pada jabatan
kasir (tiga orang) maka tentu hal ini akan mengakibatkan operasi perusahaan akan
terganggu bahkan tidak bisa beroperasi sama sekali meskipun tingkat lowongan
pekerjaannya 20%. Hal ini membuat perusahaan harus mengisi posisi pada setiap
jabatan khususnya jabatan-jabatan yang dianggap penting atau krisis (key jobs).