Anda di halaman 1dari 583

Modul Pelatihan Jabatan Fungsional Apoteker i

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
modul pelatihan jabatan fungsional Apoteker telah dapat diselesaikan. Modul
pelatihan ini disusun sebagai bahan belajar yang digunakan dalam pelatihan
Jabatan Fungsional Apoteker.

Modul pelatihan ini disusun dengan susunan mata pelatihan sebagai berikut:

1. Modul MPD 1 Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional


Apoteker
2. Modul MPD 2 Kebijakan pengembangan kompetensi SDM Kesehatan
3. Modul MPI 1 Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker
4. Modul MPI 2 Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker
5. Modul MPI 3 Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker
6. Modul MPI 4 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes, dan BMHP
7. Modul MPI 5 Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK)
8. Modul MPI 6 Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional
Apoteker
9. Modul MPI 7 Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan
Kefarmasian
10. Modul MPI 8 Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker
11. Modul MPI 9 Komunikasi Efektif
12. Modul MPP 1 Building Learning Commitment
13. Modul MPP 2 Anti Korupsi
14. Modul MPP 3 Rencana Tindak Lanjut

Ucapan terimakasih dan penghargaan kami sampaikan kepada seluruh tim


penyusun atas pemikiran serta kesungguhan dalam mewujudkan modul
pelatihan ini.

Jakarta, Desember 2021


Kepala Pusat Pelatihan SDM Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI

TTD

Dra. Oos Fatimah Rosyati, M.Kes


NIP 196504181989032002

Modul Pelatihan Jabatan Fungsional Apoteker i


DAFTAR ISI
Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Tim Penyusun iii

MPD. 1 Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 1

MPD. 2 Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 34

MPI. 1 Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 85

MPI. 2 Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 115

MPI. 3 Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 145

MPI. 4 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP 187

MPI. 5 Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 251

MPI. 6 Perencanaan Pengembangan Karir JF Apoteker 277

MPI. 7 Karya Tulis Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 302

MPI. 8 Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 352

MPI. 9 Komunikasi Efektif 406

MPP. 1 Building Learning Commitment 457

MPP. 2 Anti Korupsi 480

MPP. 3 Rencana Tindak Lanjut 542

Modul Pelatihan Jabatan Fungsional Apoteker ii


TIM PENYUSUN

Penasehat:
Dra. Oos Fatimah Rosyati, M.Kes
(Kepala Pusat Pelatihan SDM Kesehatan)

Penanggung Jawab:
Nusli Imansyah, SKM, M.Kes
(Kepala Bidang Pengembangan Pelatihan)

Ketua:
Dewi Sukorini, SKM, M.Pd
(Kepala Sub Bidang Pengembangan Pelatihan Fungsional Kesehatan)

Sekretaris:
Yanuardo Ganda Drabenzus, ST, M.Pd

Tim Penyusun dan Kontributor:


Nusli Imansyah, SKM, M.Kes
Dewi Sukorini, SKM, M.Pd
Liliek Dias Kuswandari, SKM, M.Pd
Dian Pancaningrum, S.Kep, Ners, M.Kep
Imam Wahyudi, ST, MKM
Mohamad Arief Jatmiko, ST
Apt. Drs. Djoharsyah
Dra. Chusun, M.Kes., Apt
apt. Drs. Totok Sudjianto, M.Kes
Tantan Sadikin, S.Si., Apt.
Qotrun Nada, SKM
Alfred Ariyanto, S., Apr., Msi
dr. Henny Erlina A.
Dr. apt. Lusy Noviani, MM

Modul Pelatihan Jabatan Fungsional Apoteker iii


Kurikulum Pelatihan Jabatan Fungsional Apoteker 1
A Tentang Modul Ini

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 2


DESKRIPSI SINGKAT

Mata pelatihan ini membahas tentang arah kebijakan jabatan


fungsional Apoteker, pengelolaan jabatan fungsional Apoteker dan
arah pengembangan karir pejabat fungsional Apoteker. Kebijakan
jabatan fungsional Apoteker diperlukan bagi seorang pejabat
fungsional Apoteker untuk dapat mengetahui regulasi dan landasan
yuridis apa saja yang mengatur terkait pengelolaan jabatan fungsional
Apoteker mulai dari perencanaan karier, mekanisme pengangkatan
jabatan fungsional Apoteker, pengembangan dengan pelaksanaan uji
kompetensi serta pemantauan dan evaluasi dari pengelolaan Jabatan
Fungsional Apoteker, selain itu pejabat fungsional Apoteker juga harus
mengikuti dan meng update pengetahuan terkait apa saja sistem
informasi pengelolaan jabatan fungsional kesehatan yang telah
dikembangkan.

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 3


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan


kebijakan pengembangan jabatan fungsional apoteker

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta dapat:


1. Menjelaskan arah kebijakan jabatan fungsional apoteker
2. Menjelaskan pengelolaan jabatan fungsional apoteker
3. Menjelaskan arah pengembangan karir pejabat fungsional apoteker

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 4


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Arah kebijakan jabatan fungsional apoteker
2. Pengelolaan jabatan fungsional apoteker
3. Arah pengembangan karir pejabat fungsional apoteker

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 5


B Kegiatan Belajar

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 6


MATERI POKOK 1
ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 7


Pendahuluan
Kebijakan pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker merupakan
pembelajaran yang perlu dan sangat penting bagi Pejabat Fungsional
Apoteker, dengan mengetahui arah kebijakan pengembangan jabatan
fungsional, maka seorang PJF Apoteker akan mengetahui dan
memahami jenjang karir yang dapat diampu dan diduduki selama
menjadi seorang pejabat fungsional Apoteker. Pengembangan karier
dilakukan melalui manajemen pengembangan karier dengan
mempertimbangkan integritas dan moralitas dalam rangka penyesuaian
kebutuhan organisasi, kompetensi dan pola karier PNS.

Tujuan Penyelenggaraan manajemen karier PNS adalah sebagai berikut:


a) memberikan kejelasan dan kepastian karier kepada PNS;
b) menyeimbangkan antara pengembangan karier PNS dan
c) kebutuhan instansi;
d) meningkatkan kompetensi dan kinerja PNS; dan
e) mendorong peningkatan profesionalitas PNS.

Agar mampu mengetahui manajemen pola karier jabatan fungsional


maka seorang pejabat fungsional Apoteker harus mampu mengetahui
dan memahami apa saja mekanisme pengangkatan dalam jabatan
fungsional, persyaratan pengangkatan, serta mengetahui kebutuhan pola
karier instansi Pemerintah dan pola karier Nasional

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta dapat menjelaskan arah
kebijakan jabatan fungsional apoteker

Sub Materi Pokok


1. Pola Karir Jabatan Fungsional Apoteker
2. Tujuan Penyelenggaraan manajemen karier PNS
3. Sasaran penyelenggaraan manajemen karier PNS

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 8


Uraian Materi Pokok 1

A. Pola Karier Jabatan Fungsional Apoteker


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
Pengembangan karier dilakukan berdasarkan kualifikasi,
kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah.
Pengembangan karier dilakukan melalui manajemen pengembangan
karier dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas dalam
rangka penyesuaian kebutuhan organisasi, kompetensi dan pola
karier PNS. Manajemen pengembangan melalui:
- pengangkatan pertama
- mutasi; dan/ atau
- promosi.
- penugasan khusus

B. Tujuan Penyelenggaraan manajemen karier PNS adalah sebagai


berikut:
1. Memberikan kejelasan dan kepastian karier kepada PNS;
2. Menyeimbangkan antara pengembangan karier PNS dan
kebutuhan instansi;
3. Meningkatkan kompetensi dan kinerja PNS; dan
4. Mendorong peningkatan profesionalitas PNS.

C. Sasaran penyelenggaraan manajemen karier PNS yaitu:


1. Tersedianya pola karier nasional dan panduan penyusunan pola
karier Instansi Pemerintah; dan
2. Meningkatkan kinerja Instansi Pemerintah.
Pola karier merupakan pola dasar mengenai urutan penempatan
dan/ atau perpindahan PNS dalam dan antar posisi di setiap jenis
Jabatan secara berkesinambungan. Pola karier PNS terdiri atas:

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 9


a. pola karier instansi; dan
b. pola karier nasional
Pola karier nasional disusun dan ditetapkan oleh Menteri. Setiap
Instansi Pemerintah menyusun pola karier instansi secara
khusus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pola karier
nasional.

Gambar 1. Pola Karier Pegawai ASN

Pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola karier,


mutasi, dan promosi merupakan manajemen karier PNS yang
harus dilakukan dengan menerapkan prinsip Sistem Merit. Sistem
Merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan
pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar
dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna
kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur,
atau kondisi kecacatan. Sistem Merit sebagaimana dimaksud
meliputi kriteria:
a. seluruh Jabatan sudah memiliki standar kompetensi Jabatan;
b. perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan beban kerja;
c. pelaksanaan seleksi dan promosi dilakukan secara terbuka;

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 10


d. memiliki manajemen karier yang terdiri dari perencanaan,
pengembangan, pola karier, dan kelompok rencana suksesi
yang diperoleh dari manajemen talenta;
e. memberikan penghargaan dan mengenakan sanksi
berdasarkan pada penilaian kinerja yang objektif dan
transparan;
f. menerapkan kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN;
g. merencanakan dan memberikan kesempatan pengembangan
kompetensi sesuai hasil penilaian kinerja;
h. memberikan perlindungan kepada Pegawai ASN dari tindakan
penyalahgunaan wewenang; dan
i. memiliki sistem informasi berbasis kompetensi yang
terintegrasi dan dapat diakses oleh seluruh Pegawai ASN.

Gambar 2. Sistem Merit ASN

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 11


SEKARANG SAYA TAHU

• Pengembangan karier dilakukan berdasarkan kualifikasi,


kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan
• Manajemen pengembangan karier dapat dilakukan melalui
pengangkatan pertama, mutasi dan/atau promosi dan penugasan
khusus
• Pola karier ASN terdiri dari Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan
Administrasi dan Jabatan Fungsional
• Sistem Merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang
berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil
dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras,
warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan,
umur, atau kondisi kecacatan

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 12


MATERI POKOK 2
PENGELOLAAN
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 13


Pendahuluan

Setelah memahami tentang Arah Kebijakan Pengembangan Jabatan


Fungsional Apoteker, sekarang anda akan mempelajari tentang
Pengelolaan Jabatan Fungsional Apoteker. Materi ini menjelaskan terkait
pengelolaan jabatan fungsional Apoteker diantaranya adalah
perencanaan untuk mengetahui kebtuuhan lowongan atau formasi, apa
saja mekanisme pengangkatan dalam jabatan fungsional Apoteker,
bagaimana mekanisme pengembangan kariernya, sampai pada
penjelasan terkait pemantauan dan evaluasi serta sistem informasi yang
dapat digunakan dalam pengelolaan jabatan funngsional Apoteker.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini peserta dapat Menjelaskan


pengelolaan jabatan fungsional apoteker

Sub Materi Pokok

1. Perencanaan
2. Pengangkatan
3. Pengembangan
4. Pemantauan dan Evaluasi
5. Sistem Informasi

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 14


Uraian Materi Pokok 2

Rancang Bangun (Grand Design) Pengelolaan Jabatan Fungsional


Kesehatan 2019-2025 merupakan acuan bagi
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam melakukan
pengelolaan dan pengembangan Jabatan Fungsional Kesehatan sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing. Ruang lingkung Rancang
Bangun (Grand Design) Pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan
Kementerian Kesehatan 2019-2025, meliputi :

a) Pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan di Instansi Pembina;


dan
b) Pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan di Instansi Pengguna
(Kementerian Kesehatan, Kementerian/ Lembaga, dan Pemerintah
Daerah)

Gambar 3. Kerangka Pikir Grand Design Pengelolaan


Jabatan Fungsional Kesehatan

Dalam rangka pengembangan profesionalisme dan pembinaan


karier ASN yang menduduki Jabatan Fungsional Kesehatan, diperlukan
kesesuaian antara kompetensi dan kualifikasi jabatan. Kesesuaian

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 15


tersebut harus dimulai sejak proses perencanaan, pengangkatan dan
pengembangan. Untuk mewujudkan hal tersebut pengelolaan Jabatan
Fungsional sangat diperlukan. Pengelolaan Jabatan Fungsional
Kesehatan melipui beberapa tahapan kegiatan, yaitu :

A. Perencanaan
Perencanaan dalam pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan
diawali dengan penyusunan dan penetapan kebutuhan jumlah dan
jenis Jabatan Fungsional Kesehatan dengan mekanisme sebagai
berikut :
1) Penjabaran tugas dan fungsi organisasi
Dalam menjabarkan tugas dan fungsi organisasi, Instansi
menginventarisir tugas pokok dan fungsi yang dilaksanakan pejabat
fungsional kesehatan sesuai dengan unsur, sub unsur dan butir
kegiatan masing-masing jenis dan Jabatan Fungsional Kesehatan
yang dapat dinilai dengan Angka Kredit yang menggambarkan dan
mendukung pencapaian tujuan instansi itu sendiri.
2) Perhitungan Analisa Beban Kerja
Analisis beban kerja adalah sebuah metode yang digunakan untuk
menentukan jumlah waktu, usaha dan sumber daya yang
diperlukan untuk menjalankan tugas dan fungsi organisasi.
3) Pelaksanaan Analisis Jabatan
Analisis jabatan merupakan proses dan tata cara untuk
memperoleh data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan
dan disajikan untuk kepentingan program kelembagaan,
ketatalaksanaan, kepegawaian dan pengawasan. Dengan
melaksanakan analisis jabatan akan dihasilkan informasi jabatan.
Informasi jabatan diperoleh dengan melakukan kegiatan
penyusunan;
a) Uraian jabatan yang terdiri atas aspek-aspek nama jabatan,
kode jabatan, ikhtisar jabatan, uraian tugas, bahan kerja,

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 16


perangkat kerja, hasil kerja, tanggung jawab, wewenang,
korelasi jabatan, kondisi lingkungan kerja, dan resiko bahaya.
b) Syarat jabatan yang terdiri atas pangkat/golongan ruang,
pendidikan, kursus atau diklat, pengalaman kerja, pengetahuan
kerja, keterampilan kerja, bakat kerja, temperamen kerja, minat
kerja, upaya fisik, kondisi fisik, dan fungsi pekerja.
4) Menetapkan Peta Jabatan
Peta Jabatan adalah susunan jabatan yang digambarkan secara
vertikal maupun horizontal menurut struktur kewenangan, tugas,
dan tanggung jawab jabatan serta persyaratan jabatan. Peta
jabatan menggambarkan seluruh jabatan yang ada dan
kedudukannya dalam unit kerja.Dalam menetapkan peta jabatan,
maka instansi melakukan:
a) Menyusun nama dan tingkat jabatan dari jenjang jabatan yang
paling rendah sampai dengan yang paling tinggi.
b) Peta jabatan menggambarkan seluruh jabatan yang ada dan
kedudukan dalam unit organisasi serta memuat jumlah pegawai,
pangkat/golongan ruang, kualifikasi pendidikan, dan beban kerja
unit organisasi.

5) Penetapan Regulasi
Peta Jabatan (formasi) yang telah disusun, ditetapkan melalui
regulasi oleh pimpinan instansi.

B. Pengangkatan
Pengangkatan Jabatan Fungsional Kesehatan dilakukan berdasarkan
peta jabatan (formasi) untuk mengisi kebutuhan Jabatan Fungsional
Kesehatan baik kategori Keterampilan maupun kategori Keahlian.
Adapun Mekanisme pengangkatan Jabatan Fungsional Kesehatan
dapat melalui:
1) Pengangkatan pertama

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 17


2) perpindahan jabatan
3) promosi
Setelah diangkat ke dalam Jabatan Fungsional Kesehatan, para
pejabat fungsional melaksanakan tiap butir-butir kegiatan yang harus
dicapai untuk mendapatkan angka kredit dan penilaian kinerja. Butir
butir kegiatan yang dimaksud adalah tugas-tugas yang dilaksanakan
oleh setiap pejabat fungsional yang terdiri atas unsur utama (tugas
pokok) dan unsur penunjang. Dalam melaksanakan tugas serta
fungsinya pejabat fungsional mendapatkan tunjangan dan untuk
pengangkatan pertama, perpindahan jabatan, promosi, pejabat
fungsional dipersyaratkan untuk uji kompetensi.
Berdasarkan PP 11 Tahun 2017 Pengembangan karier,
pengembangan kompetensi pola karier, mutasi, dan promosi
merupakan manajemen karier PNS yang harus dilakukan dengan
menerapkan prinsip Sistem Merit. Berdasarkan Permenpan 13 tahun
2019 dalam pengangkatan mensyaratkan mengikuti dan lulus uji
Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial,
Kultural sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh Instansi
Pembina baik untuk, perpindahan dari jabatan lain, promosi (kenaikan
jenjang satu tingkat lebih tinggi) serta alih kategori. Dikecualikan untuk
pengangkatan pertama tanpa Uji Kompetensi sebagaimana
disebutkan pada PP 17 tahun 2020 bahwa Uji Kompetensi untuk
pengangkatan pertama dihapuskan.

C. Pengembangan

Pengembangan Jabatan Fungsional Kesehatan sesuai dengan


jenjang karier meliputi beberapa aspek yaitu:

1) Pemenuhan Angka Kredit


Dalam pelaksanaan tugas utama/pokok seorang pejabat
Fungsional harus mengumpulkan sekurang-kurangnya 80% dari

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 18


angka kredit yang ditetapkan, sedang pelaksanaan tugas
penunjang tugas pokok sebanyak-banyaknya hanya 20%.
Ketentuan tersebut diatur untuk menjamin agar Pejabat Fungsional
mengutamakan pelaksanaan tugas pokoknya dibandingkan dengan
tugas-tugas penunjang. Pemenuhan angka kredit pejabat
fungsional diatur dalam peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi. Untuk selanjutnya
diharapkan pemenuhan angka kredit ini akan terintegrasi dengan
penilaian kinerja pejabat fungsional kesehatan.

2) Uji Kompetensi
Berdasarkan Pasal 69 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara antara lain dinyatakan
bahwa pengembangan karier Pegawai Negeri Sipil dilakukan
berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan
kebutuhan Instansi Pemerintah. Kompetensi yang diharapkan
meliputi:
a) Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi
pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja
secara teknis;
b) Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan,
pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman
kepemimpinan;
c) Kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja
berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku,
dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan. Uji
Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan adalah suatu proses
untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja
pejabat fungsional kesehatan yang dilakukan oleh Tim Penguji
dalam rangka memenuhi syarat untuk kenaikan jenjang jabatan
atau perpindahan jabatan dan atau promosi untuk menjamin

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 19


kualitas pejabat fungsional Dikecualikan untuk pengangkatan
pertama tanpa Uji Kompetensi sebagaimana disebutkan pada
PP 17 tahun 2020 bahwa Uji Kompetensi untuk pengangkatan
pertama dihapuskan

3) Pengembangan Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan


Pengembangan kompetensi mengacu pada standar kompetensi
dan jenjang karier dari pejabat fungsional. Pengembangan
kompetensi merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan
kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan. Pengembangan
kompetensi dapat dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan/atau
pelatihan.

4) Pendidikan
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan formal dapat
dilaksanakan dalam bentuk pemberian tugas belajar. Tugas belajar
diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan standar kompetensi
Jabatan dan pengembangan karier.

5) Pelatihan Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan


dapat dilakukan melalui:
a) Jalur pelatihan klasikal
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan klasikal
dilakukan melalui proses pembelajaran tatap muka di dalam
kelas, paling sedikit melalui pelatihan, seminar, kursus dan
penataran
b) Jalur pelatihan nonklasikal
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan nonklasikal
dilakukan paling sedikit melalui e-learning, bimbingan di tempat
kerja, pelatihan jarak jauh, magang, dan pertukaran antar PNS
dengan pegawai swasta.

6) Pembinaan

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 20


Pembinaan Jabatan Fungsional Kesehatan dilaksanakan dalam
rangka pembinaan karier pejabat fungsional sebagai PNS yang
dilaksanakan melalui sistem merit, kriteria sistem merit yang
dimaksud meliputi:
a) Seluruh jabatan sudah memiliki standar kompetensi jabatan
b) Perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan beban kerja,
c) Pelaksanaan seleksi dan promosi dilakukan secara terbuka
d) Memiliki manajemen karier yang terdiri dari perencanaan,
pengembangan, pola karier dan kelompok rencana suksesi yang
diperoleh dari manajemen talenta.
e) Memberikan penghargaan dan mengenakan sanksi berdasarkan
pada penilaian kinerja yang objektif dan transparan.
f) Menerapkan kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN
g) Merencanakan dan memberikan kesempatan pengembangan
kompetensi sesuai hasil penilaian kinerja.
h) Memberikan perlindungan kepada Pegawai ASN dari tindakan
penyalahgunaan wewenang dan Memiliki sistem informasi
berbasi kompetensi yang terintegrasi dan dapat diakses oleh
seluruh pegawai ASN.

D. Pemantauan dan Evaluasi


1) Pemantauan
Sistem pengawasan/pemantauan dirancang untuk difokuskan pada
pencermatan atas pelaksanaan Rencana Aksi dan Rencana Induk
Pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan. Komitmen dari unsur
unsur yang melaksanakan rencana sebagaimana tertuang dalam
Rencana Induk maupun Rencana Aksi Pengelolaan Jabatan
Fungsional Kesehatan, menjadi titik perhatian dalam pengawasan
pengelolaan ini. Penyimpangan atau ketidaksesuaian dalam
pelaksanaan, akan dijadikan bahan evaluasi dalam penataan

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 21


pengelolaan kedepannya dan memecahkan permasalahan tersebut
melalui koordinasi dengan para pemangku kepentingan.
2) Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara terpadu, didukung dengan pemantauan
yang intensif, untuk mengetahui berbagai perkembangan kemajuan
dan permasalahan pelaksanaan kegiatan program terkait
sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Induk dan Rencana
Aksi, sesuai pedoman evaluasi yang ditetapkan. Evaluasi Jabatan
Fungsional Kesehatan dilakukan secara berkala, setiap tahun. Di
luar evaluasi berkala, dapat dilakukan evaluasi paruh waktu atau
evaluasi dengan tujuan khusus sesuai dengan kebutuhan, yang
dilaksanakan sesuai dengan pedoman evaluasi khusus yang
ditetapkan.

E. Sistem Informasi
Sistem Informasi Pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan
dikembangkan dalam rangka menjamin ketersediaaan data dasar
yang lengkap dan akses sistem teknologi yang memungkinkan
pengolahan data secara akurat, tepat, dan cepat sebagai basis
pengambilan keputusan. Selain hal tersebut, dengan adanya sistem
informasi pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi baik yang
dilaksanakan secara berkala maupun secara khusus dapat
mempermudah proses pemantauan perencanaan, pengangkatan,
pengembangan, dan evaluasi serta pelaporan.

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 22


SEKARANG SAYA TAHU

• Perencanaan Jabatan Fungsional Apoteker dilakukan dengan


melakukan Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja sampai pada
ditetapkannya Surat Keputusan terkait lowongan kebutuhan JF
Apoteker dan Peta Jabatan untuk Instansi Pemerintah yang
mengusulkan
• Mekanise pengangkatan kedalam Jabatan Fungsional Apoteker
dapat dilakukan melalui mekanisme diantaranya : Pengangkatan
Pertama, Perpindahan Jabatan dan Promosi
• Pengembangan Karier Jabatan Fungsional Apoteker dapat dilakukan
dengan memenuhi persyaratan yaitu pemenuhan PAK (Penilaian
Angka Kredit), mengikuti dan lulus uji kompetensi teknis, manajerial
dan sosio kultural, dan mengikuti kegiatan pengembangan
kompetensi seperti peningkatan kualifikasi pendidikan, dan pelatihan
jabatan fungsional (workshop, seminar, bimtek, e-learning, pelatihan
jarak jauh, magang, dan pelatihan lainnya)

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 23


MATERI POKOK 3
ARAH PENGEMBANGAN KARIR
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 24


Pendahuluan

Setelah memahami tentang Pengelolaan Jabatan Fungsional Apoteker,


selanjutnya Anda harus mempelajari materi terkait Arah Pengembangan
Karir Jabatan Fungsional Apoteker. Pada materi pokok ini Anda akan
mempelajari tentang Peningkatan Kualifikasi, Penilaian Kinerja, Uji
Kompetensi, dan Kebutuhan Organisasi. Hal ini sejalan dengan materi
yang sebelumnya diberikan, dalam materi ini akan dikupas secara detail
apa saja yang harus dilakukan untuk dapat meningkatkan karier pejabat
fungsional Apoteker.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini peserta dapat menjelaskan arah


pengembangan karir pejabat fungsional apoteker

Sub Materi Pokok

1. Peningkatan kualifikasi
2. Penilaian kinerja
3. Uji komptensi
4. Kebutuhan organisasi

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 25


Uraian Materi Pokok 3

A. Peningkatan Kualifikasi
Pejabat Fungsional Apoteker dalam mengembangkan kariernya harus
memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan sesuai dengan persyaratan
jabatan yang tertuang pada PermenPANRB Jabatan Fungsional
Apoteker. Pendidikan tinggi Apoteker merupakan Pendidikan
profesi yang dapat ditingkatkan dengan Pendidikan Akademik
lanjutan yaitu program magister Apoteker dan program doktor
Apoteker.

B. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja Jabatan Fungsional Kesehatan bertujuan untuk


menjamin objektivitas pembinaan JF yang didasarkan pada
sistem prestasi dan sistem karir.

Penilaian kinerja Jabatan Fungsional Kesehatan dilakukan


berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan
tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target,
capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS.
Penilaian kinerja Jabatan Fungsional Kesehatan dilakukan
secara objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Penilaian
Kinerja meliputi SKP; dan Perilaku Kerja. SKP merupakan target
kinerja setiap tahun Pejabat Fungsional berdasarkan penetapan
kinerja unit kerja yang bersangkutan. SKP untuk masing-masing
jenjang jabatan diambil dari uraian kegiatan tugas jabatan
sebagai turunan dari penetapan kinerja unit kerja.

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 26


Target kinerja terdiri dari kinerja utama berupa target
Angka Kredit dan/atau kinerja tambahan berupa tugas
tambahan. Target Angka Kredit diuraikan dalam bentuk
butir kegiatan yang sesuai dengan penjabaran sasaran
unit/organisasi dan/atau kegiatan atasan langsung yang
harus dicapai untuk masing-masing jenjang Jabatan
Fungsional Kesehatan. Tugas tambahan ditetapkan oleh
pimpinan unit kerja berdasarkan penetapan kinerja unit
kerja yang bersangkutan.

Penilaian Kinerja meliputi SKP dan Perilaku Kerja:


1) Penilaian kinerja Apoteker bertujuan untuk menjamin objektivitas
pembinaan yang didasarkan sistem prestasi dan sistem karier.
2) Penilaian kinerja Apoteker dilakukan berdasarkan perencanaan
kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi,
dengan memperhatikan target, capaian, hasil dan manfaat yang
dicapai, serta perilaku PNS.
3) Penilaian kinerja Apoteker dilakukan secara objektif, terukur,
akuntabel, partisipatif, dan transparan sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
4) Penilaian Kinerja Apoteker dilakukan oleh atasan langsung
dari pejabat fungsional Apoteker atau pejabat yang
ditentukan PyB.

C. Uji Kompetensi

Berdasarkan Pasal 69 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang


Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara antara lain
dinyatakan bahwa pengembangan karir Pegawai Negeri Sipil
dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan
kebutuhan Instansi Pemerintah. Kompetensi yang diharapkan meliputi:

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 27


a. Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi
pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja
secara teknis; b. Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat
pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman
kepemimpinan; dan c. Kompetensi sosial kultural yang diukur dari
pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal
agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan adalah suatu proses
untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja pejabat
fungsional kesehatan yang dilakukan oleh Tim Penguji dalam rangka
memenuhi syarat kenaikan jenjang jabatan atau perpindahan jabatan
dan atau promosi untuk menjamin kualitas pejabat fungsional.
Dikecualikan untuk pengangkatan pertama, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil yang menyebutkan bahwa Uji Kompetensi untuk
pengangkatan pertama dihapuskan.

Pengembangan kompetensi mengacu pada standar


kompetensi dan jenjang karir dari pejabat fungsional Apoteker.
Pengembangan kompetensi merupakan upaya untuk pemenuhan
kebutuhan kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker dan dapat
dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan/atau pelatihan.
1) Pendidikan
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan formal
dapat dilaksanakan dalam bentuk pemberian tugas belajar. Tugas
belajar diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan standar
kompetensi Jabatan dan pengembangan karir seorang pejabat
fungsional Apoteker
2) Pelatihan Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan
dapat dilakukan melalui:

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 28


A. Jalur pelatihan klasikal
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan klasikal
dilakukan melalui proses pembelajaran tatap muka di dalam
kelas, paling sedikit melalui pelatihan, seminar, kursus dan
penataran
B. Jalur pelatihan nonklasikal
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan
nonklasikal dilakukan paling sedikit melalui e-learning,
bimbingan di tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang, dan
pertukaran antar PNS dengan pegawai swasta.

Uji kompetensi jabatan fungsional Apoteker ini merupakan proses


pengukuran dan penilaian terhadap kompetensi teknis, manajerial
dan/atau sosial kultutural dari seorang PJF Apoteker dalam
melaksanakan tugas dan fungsi dalam jabatan. Uji sesuai standar
kompetensi yang telah disusun oleh Instansi Pembina baik untuk,
perpindahan dari jabatan lain maupun promosi (kenaikan jenjang satu
tingkat lebih tinggi) serta alih kategori.

D. Kebutuhan Organisasi

Ketentuan

Perencanaan dalam pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan


diawali dengan penyusunan dan penetapan kebutuhan jumlah dan
jenis Jabatan Fungsional Kesehatan dengan mekanisme sebagai
berikut :

1) Penjabaran tugas dan fungsi organisasi

Dalam menjabarkan tugas dan fungsi organisasi, Instansi


menginventarisir tugas pokok dan fungsi yang dilaksanakan
pejabat fungsional kesehatan sesuai dengan unsur, sub unsur
dan butir kegiatan masing-masing jenis dan Jabatan Fungsional

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 29


Kesehatan yang dapat dinilai dengan Angka Kredit yang
menggambarkan dan mendukung pencapaian tujuan instansi itu
sendiri.

2) Perhitungan Analisa Beban Kerja

Analisis beban kerja adalah sebuah metode yang digunakan untuk


menentukan jumlah waktu, usaha dan sumber daya yang
diperlukan untuk menjalankan tugas dan fungsi organisasi.

3) Pelaksanaan Analisis Jabatan

Analisis jabatan merupakan proses dan tata cara untuk


memperoleh data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan
dan disajikan untuk kepentingan program kelembagaan,
ketatalaksanaan, kepegawaian dan pengawasan. Dengan
melaksanakan analisis jabatan akan dihasilkan informasi jabatan.
Informasi jabatan diperoleh dengan melakukan kegiatan
penyusunan;
a)
b) Uraian jabatan yang terdiri atas aspek-aspek nama jabatan,
kode jabatan, ikhtisar jabatan, uraian tugas, bahan kerja,
perangkat kerja, hasil kerja, tanggung jawab, wewenang,
korelasi jabatan, kondisi lingkungan kerja, dan resiko bahaya.
c) Syarat jabatan yang terdiri atas pangkat/golongan ruang,
pendidikan, kursus atau diklat, pengalaman kerja,
pengetahuan kerja, keterampilan kerja, bakat kerja,
temperamen kerja, minat kerja, upaya fisik, kondisi fisik, dan
fungsi pekerja.

4) Menetapkan Peta Jabatan (formasi)

Peta Jabatan adalah susunan jabatan yang digambarkan secara


vertikal maupun horizontal menurut struktur kewenangan, tugas,
dan tanggung jawab jabatan serta persyaratan jabatan. Peta

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 30


jabatan menggambarkan seluruh jabatan yang ada dan
kedudukannya dalam unit kerja.Dalam menetapkan peta jabatan,
maka instansi melakukan :
a) Menyusun nama dan tingkat jabatan dari jenjang jabatan
yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi.
b) Peta jabatan menggambarkan seluruh jabatan yang ada dan
kedudukan dalam unit organisasi serta memuat jumlah
pegawai, pangkat/golongan ruang, kualifikasi pendidikan, dan
beban kerja unit organisasi.

5) Penetapan Regulasi

Peta Jabatan (formasi) yang telah disusun, ditetapkan melalui


regulasi oleh pimpinan instansi.

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 31


SEKARANG SAYA TAHU

Pengembangan Karier Jabatan Fungsional Apoteker dapat dilakukan


dengan memenuhi persyaratan yaitu peningkatan kualifikasi dan tingkat
pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan fungsional Apoteker,
penilaian kinerja meliputi SKP dan Perilaku Kerja, Uji Kompetensi
meliputi uji kompetensi teknis, manajerial dan sosio kultural, dan
mengikuti kegiatan pengembangan kompetensi seperti peningkatan
kualifikasi pendidikan, dan pelatihan jabatan fungsional (workshop,
seminar, bimtek, e-learning, pelatihan jarak jauh, magang, dan pelatihan
lainnya), serta menghitung dan memastikan ketersediaan kebutuhan
lowongan formasi jabatan fungsional Apoteker.

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 32


REFERENSI

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN


2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil
4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil

Kebijakan Pengembangan Jabatan Fungsional Apoteker 33


Cover MPD 2

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 34


A Tentang Modul Ini

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 35


DESKRIPSI SINGKAT

Pembangunan pada hakekatnya adalah upaya sistematis dan terencana


oleh masing-masing maupun seluruh komponen bangsa untuk mengubah
suatu keadaan menjadi keadaan yang lebih baik dengan memanfaatkan
berbagai sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, efektif dan
akuntabel, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia dan masyarakat secara berkelanjutan.

Seiring dengan hal ini, pembangunan lima tahun ke depan yang tertuang
di Rencana Pembangunan Jangka Menengah IV (2020-2025) mengarah
kepada kondisi masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan
makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan
menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh
berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung
oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.

Sumber daya manusia (SDM) memegang peran kunci dalam peningkatan


kinerja organisasi. Oleh karena itu SDM khususnya Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang merupakan aset organisasi dan di akhir 2025 diarahkan
menjadi human capital perlu ditingkatkan kompetensinya secara terus
menerus sehingga dapat memberikan layanan terbaik kepada masyarakat
dan pemangku kepentingan lainnya.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 36


ASN HUMAN
CAPITAL
SMART ASN
Reformasi Birokrasi
& UU ASN
Good Governance

Gambar 1. RPJMN Ke IV dalam RPJPN 2005-2025 Pembangunan ASN

Mata pelatihan ini membahas tentang pengembangan kebutuhan


kompetensi ASN, jenis pengembangan kompetensi ASN, peran Puslat
SDM Kesehatan dalam pengembangan kompetensi ASN Bidang
Kesehatan.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 37


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memahami


kebijakan pengembangan kompetensi SDM Kesehatan.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:

1. Menjelaskan pengembangan kebutuhan kompetensi ASN


2. Menjelaskan jenis pengembangan kompetensi ASN
3. Menjelaskan peran Puslat SDM Kesehatan dalam pengembangan
kompetensi ASN. Bidang Kesehatan

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 38


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

1. Pengembangan Kebutuhan Kompetensi ASN


2. Jenis Pengembangan Kompetensi ASN
3. Peran Puslat SDM Kesehatan dalam Pengembangan Kompetensi
ASN Bidang Kesehatan

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 39


B Kegiatan Belajar

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 40


MATERI POKOK 1
PENGEMBANGAN KEBUTUHAN
KOMPETENSI ASN

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 41


Pendahuluan

Pengembangan kompetensi yang ditetapkan di dalam Undang-


Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
dijabarkan di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020
sebagai pengganti PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil (PNS), dijelaskan bahwa pengembangan kompetensi
merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan
standar kompetensi jabatan dan rencana pengembangan karier. Setiap
Satuan Kerja (Satker) mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi hak
PNS dalam pengembangan kompetensi dengan memperhatikan hasil
penilaian kinerja dan penilaian kompetensi. Jumlah jam pengembangan
kompetensi untuk setiap PNS minimal 20 jam pelajaran per tahun. Jumlah
jam pelajaran minimal ini telah diatur di dalam Peraturan Lembaga
Administrasi Negara (LAN) Nomor 10 tahun 2018 tentang Pengembangan
Kompetensi PNS. Pengembangan kebutuhan kompetensi ASN meliputi
kompetensi ASN dan pemetaan kebutuhan kompetensi ASN.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mempelajari materi pokok ini, peserta mampu memahami


pengembangan kebutuhan kompetensi ASN.

Sub Materi Pokok

1. Kompetensi ASN

2. Pemetaan Kebutuhan Kompetensi ASN

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 42


Uraian Materi Pokok 1

A. Kompetensi ASN

Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil


Negara (ASN) mengamanatkan bahwa pengembangan karier PNS
dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan
kebutuhan Instansi Pemerintah. Pengembangan kompetensi ASN
didasarkan pada adanya kesenjangan kompetensi dan kesenjangan
kinerja yang dibutuhkan oleh organisasi.

Berdasarkan UU ASN tersebut dan penjabaran dalam Peraturan LAN


Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi PNS,
dinyatakan bahwa ada 3 kompetensi yang harus dimiliki oleh ASN
yaitu:

1. Kompetensi teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan


sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan
berkaitan dengan bidang teknis Jabatan. Kompetensi teknis ini
diukur dari tingkat dan spesialisasi
pendidikan, pelatihan teknis fungsional
dan pengalaman bekerja secara teknis.

Kompetensi teknis ini menjadi tugas dan tanggungjawab Instansi


Teknis/ Pembina Jabatan Fungsional (Kementerian dan Lembaga
Pemerintahan Non Kementerian/LPNK).

2. Kompetensi manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan


sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk
memimpin dan/atau mengelola unit organisasi. Kompetensi ini
diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 43


manajemen, dan pengalaman kepemimpinan. Kompetensi
manajerial terdiri dari 8 kompetensi yaitu:

1). Komunikasi,

2). Pengembangan diri dan orang lain,

3). Mengelola perubahan,

4). Pengambilan keputusan,

5). Integritas,

6). Kerjasama,

7). Orientasi pada hasil, dan

8). Pelayanan publik

Kompetensi manajerial ini menjadi tugas dan tanggungjawab


Lembaga Administrasi Negara (LAN). Dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), LAN
disebutkan memiliki fungsi pembinaan pendidikan dan pelatihan
kompetensi manajerial pegawai ASN dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan kompetensi manajerial pegawai ASN baik
secara sendiri maupun bersama-sama lembaga pendidikan dan
pelatihan lainnya.

3. Kompetensi sosial kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan


sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan
terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat
majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan
kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus
dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan untuk memperoleh hasil
kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan. Kompetensi ini
diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 44


majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki
wawasan kebangsaan.

Kompetensi sosial kultural ini menjadi tugas dan tanggungjawab


LAN. Pada peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 10
Tahun 2018 tentang Pengembangan kompetensi PNS dinyatakan
bahwa Pengembangan Kompetensi Manajerial dan Kompetensi
Sosial Kultural tingkat nasional dilaksanakan oleh LAN.

Pegawai Negeri Sipil wajib membangun integritas moral, kejujuran,


semangat, motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter
kepribadian yang unggul dan bertanggungjawab, serta memperkuat
profesionalisme kompetensi di bidang tugasnya. Dengan demikian
setiap ASN dituntut agar dapat memenuhi standar kompetensi
jabatannya sehingga mampu melaksanakan tugas jabatannya dengan
profesional secara efektif dan efisien sebagai pelayan masyarakat.

Pejabat Fungsional Terapis Gigi dan Mulut yang selanjutnya disebut


Bidan adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan
hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan
pelayanan asuhan Kesehatan gigi dan mulut pada Fasyankes atau
Fasilitas Kesehatan lainnya di lingkungan Instansi Pemerintah sesuai
dengan tugas dan kewenangannya berdasarkan peraturan yang
berlaku. Pejabat Fungsional Terapis Gigi dan Mulut dituntut harus
memenuhi standar kompetensinya yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang diperlukan untuk dalam
melaksanakan tugas jabatan Terapis Gigi dan Mulut yang diatur dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan
Fungsional Terapis Gigi dan Mulut.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 45


Selain mengetahui kompetensi ASN, Anda juga harus memahami
pemetaan kebutuhan kompetensi ASN berikut ini.

B. Pemetaan Kebutuhan Kompetensi ASN


Pengembangan kompetensi di bidang kesahatan merujuk pada Surat
Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Peberdayaan SDM
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Nomor. HK.02.03/I/0515/2020
tentang Pedoman Pengembangan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil
(PNS) di Lingkungan Kementerian Kesehatan.

Perencanaan pengembangan kompetensi PNS di lingkungan


Kementerian Kesehatan dilakukan berdasarkan hasil pemetaan
kompetensi melalui pengukuran gap kompetensi dengan
menggunakan Sistim Informasi Kebutuhan Pelatihan (SIBULAT).
Tahapan pemetaan kebutuhan kompetensi SDM Kesehatan adalah
sebagai berikut:
a. Tahapan Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kompetensi
Pada tahap ini dilakukan analisis kebutuhan pengembangan
kompetensi. Mekanisme analisis kebutuhan pengembangan
kompetensi PNS adalah sebagai berikut:
1) Penyelenggara
Penyelenggara analisis kebutuhan pengembangan kompetensi
adalah masing-masing Satuan Kerja (Satker) di lingkungan
Kementerian Kesehatan.

2) Sasaran
Sasaran analisis pengembangan kompetensi mencakup
seluruh PNS di Satker tersebut.

3) Waktu
Analisis kebutuhan pengembangan kompetensi PNS dilakukan
setiap bulan Maret setelah pengisian Sasaran Kinerja Pegawai
(SKP).

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 46


4) Metode
Analisis kebutuhan pengembangan kompetensi PNS
dilaksanakan dengan menggunakan metode diskrepansi, yaitu
menganalisis kesenjangan antara standar/kompetensi yang
diharapkan atau uraian tugas dengan kompetensi saat ini.

5) Tahapan pelaksanaan analisis kebutuhan pengembangan


kompetensi
Hasil dari pelaksanaan analisis kebutuhan pengembangan
kompetensi PNS adalah peta kebutuhan pengembangan
kompetensi yang sudah ditentukan metode pengembangan
kompetensinya dan sudah diverifikasi atasan. Tahapannya
adalah:

a) Persiapan
(1) Biro Kepegawaian dan Pusat Pelatihan SDM
Kesehatan melakukan sosialisasi:
(a) Aturan berkaitan dengan kewajiban Satker dalam
memenuhi hak PNS untuk melakukan
pengembangan kompetensi,
(b) Pedoman pengembangan kompetensi ke Unit
Eselon I,
(c) Tahapan dalam mengisi SIBULAT.

(2) Unit Eselon I memberikan instruksi ke seluruh Satker


agar PNS di masing-masing Satker melakukan analisis
kebutuhan pengembangan kompetensi melalui Sibulat
berdasarkan jabatannya masing-masing. Selain itu
menginstruksikan para atasan untuk melakukan
verifikasi usulan dari masing-masing stafnya.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 47


b) Pelaksanaan
(1) Satker memfasilitasi PNS di lingkungannya untuk
mengisi Sibulat dengan mengacu pada info/uraian
jabatan dan Standar Kompetensi Jabatan (SKJ).

(2) PNS pada Satker masing-masing melakukan analisis


kebutuhan pengembangan kompetensi melalui Sibulat.
Aplikasi Sibulat serta buku manual aplikasi dapat
diakses pada http://www.bppsdmk.kemkes.go.id/web/.

(3) Hal-hal yang perlu diiisi oleh masing-masing PNS


adalah:
(a) Profil PNS serta uraian jabatan sesuai data pada
Sistem Informasi Managemen Kepegawaian
(SIMKA),
(b) Pengajuan kebutuhan kompetensi yang diisi oleh
masing-masing PNS dengan cara mengidentifikasi
kompetensi yang telah dimiliki, pengembangan
kompetensi yang dibutuhkan beserta metode yang
akan digunakan.

(4) Atasan langsung memverifikasi data kebutuhan


pengembangan kompetensi yang diusulkan stafnya.
Keputusannya dapat diterima, ditunda atau ditolak
sesuai hasil pengamatan atasan terhadap kinerja
masing-masing staf. Pertimbangan keputusan
dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan
susunan dan kedudukan satuan kerja dalam instansi.

(5) Bagian Kepegawaian masing-masing Satker


mengkompilasi pemetaan kebutuhan
pengembangan.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 48


b. Tahapan Perencanaan Pengembangan Kompetensi PNS
Perencanaan pengembangan kompetensi PNS Kementerian
Kesehatan disusun berdasarkan hasil analisis pemetaan
kebutuhan pelatihan yang sudah disyahkan oleh masing-masing
Kepala Satker. Tahapan perencanaan pengembangan kompetensi
adalah sebagai berikut:

1) Verifikasi rencana pengembangan kompetensi


Verifikasi rencana pengembangan kompetensi dilakukan oleh
Bagian Kepegawaian masing-masing Satker dengan
memperhatikan dokumen perencanaan 5 (lima) tahunan
instansi dan Standar Kompetensi Jabatan.

a) Isi dokumen perencanaan pengembangan kompetensi,


mencakup:

(1) Nama dan nomor induk pegawai yang akan


dikembangkan,

(2) Jabatan yang akan dikembangkan,

(3) Jenis kompetensi yang perlu dikembangkan,

(4) Bentuk dan jalur pengembangan kompetensi,

(5) Penyelenggara pengembangan kompetensi,

(6) Jadwal atau waktu pelaksanaan,

(7) Kesesuaian pengembangan kompetensi dengan


standar kurikulum dari instansi pembina kompetensi,

(8) Kebutuhan anggaran, dan

(9) Jumlah jam pelajaran (JP).

b) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam verifikasi adalah


sebagai berikut:

(1) Kesesuaian jenis kompetensi yang akan dikembangkan,

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 49


(2) Kesesuaian jalur pengembangan Kompetensi,

(3) Pemenuhan Jam Pelajaran (JP) pengembangan


kompetensi pertahun,

(4) Ketersediaan anggaran, dan

(5) Rencana pelaksanaan pengembangan kompetensi.

2) Validasi rencana pengembangan kompetensi

Validasi perencanaan pengembangan kompetensi PNS yang


sudah diverifikasi dilakukan oleh pejabat yang menangani
kepegawaian dimasing-masing Satker.

3) Penetapan Rencana Pengembangan Kompetensi PNS

Tahapan penetapan rencana pengembangan kompetensi


adalah sebagai berikut:

a) Bagian Kepegawaian dimasing-masing Satker Esselon I


menerima, mengkompilasi dan menetapkan rencana
pengembangan kompetensi yang sudah divalidasi oleh
masing-masing Satker.

b) Biro Kepegawaian mengkompilasi rencana pengembangan


kompetensi dari masing-masing Satker Eselon I.

c) Menteri Kesehatan menetapkan rencana pengembangan


kompetensi PNS di lingkungan Kementerian Kesehatan.

d) Masing-masing Satker merencanakan penganggaran untuk


pelaksanaan pengembangan kompetensi yang telah
ditetapkan.

e) Pusat Pelatihan SDM Kesehatan memfasilitasi penyusunan


pelaksaan perencanaan pengembangan kompetensi.

Jika masih belum jelas, silakan pelajari ulang materinya ya. Tetap semangat!!!

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 50


SEKARANG SAYA TAHU
Ada 3 (tiga) kompetensi ASN, yaitu kompetensi teknis, manajerial, dan
sosio kultural. Pengembangan kompetensi ASN didasarkan pada adanya
kesenjangan kompetensi dan kesenjangan kinerja yang dibutuhkan oleh
organisasi.

Perencanaan pengembangan kompetensi PNS di lingkungan


Kementerian Kesehatan dilakukan berdasarkan hasil pemetaan
kompetensi melalui pengukuran gap kompetensi dengan menggunakan
Sistim Informasi Kebutuhan Pelatihan (SIBULAT).

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 51


MATERI POKOK 2
JENIS PENGEMBANGAN
KOMPETENSI ASN

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 52


Pendahuluan

Pembangunan kesehatan dapat terlaksana dengan baik jika didukung oleh


sumber daya manusia yang kompeten, termasuk para PNS nya. Pegawai
Negeri Sipil sebagai aparatur sipil negara yang mengelola berbagai
program kesehatan perlu didukung dengan berbagai kompetensi yang
sesuai dengan tugas jabatannya sehingga mampu meningkatkan kinerja
organisasinya.

Kondisi ini seiring dengan tuntutan reformasi birokrasi yang mengarahkan


perubahan manajemen SDM untuk meningkatkan pelayanan publik. Untuk
mempersiapkan hal tersebut, maka didalam pelaksanaannya dilakukan
penguatan sistem pengembangan SDM termasuk PNS melalui pendidikan
dan pelatihan berbasis kompetensi.

Kompetensi adalah kemampuan seseorang yang dapat terobservasi


mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja (attitude)
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar
performa yang ditetapkan (Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia/SKKNI).

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara


menyatakan bahwa setiap PNS memiliki hak dan kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi. Peraturan Lembaga Administrasi Negara
Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi Pegawai
Negeri Sipil, menyatakan bahwa pengembangan kompetensi dapat
dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan/atau pelatihan.
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keahlian PNS melalui pendidikan formal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan
pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan adalah proses
pembelajaran dalam rangka meningkatkan kinerja, profesionalisme

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 53


dan/atau menunjang pengembangan karier tenaga kesehatan dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya yang dilaksanakan minimal 20 jam
pembelajaran.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 725 Tahun 2003 tentang Pedoman


Penyelenggaraan Pelatihan Bidang Kesehatan menyatakan bahwa
pelatihan adalah proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan
kinerja, profesionalisme dan atau menunjang pengembangan karier
tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 sebagai pengganti PP


Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dan Peraturan Lembaga
Administrasi Negara Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan
Kompetensi Pegawai Negeri Sipil, menyatakan bahwa pengembangan
kompetensi dalam bentuk pelatihan dilakukan melalui jalur pelatihan
klasikal dan non klasikal.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat memahami jenis


pengembangan kompetensi ASN.

Sub Materi Pokok

1. Pelatihan Klasikal

2. Pelatihan Non Klasikal

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 54


Uraian Materi Pokok 2

Untuk pengembangan karier Anda sebagai ASN, Anda perlu paham


tentang jenis pengembangan kompetensi ASN. Pelajari penjelasan berikut
ya! Baca sampai tuntas supaya paham.

A. Pelatihan Klasikal

Pelatihan klasikal adalah bentuk pengembangan kompetensi yang


dilakukan melalui kegiatan yang menekankan pada proses pembelajaran
tatap muka di dalam kelas. Metode pengembangan kompetensi melalui
pelatihan klasikal adalah:

a. Pelatihan struktural kepemimpinan,

b. Pelatihan manajerial,

c. Pelatihan teknis,

d. Pelatihan fungsional,

e. Pelatihan sosial kultural,

f. Seminar,

g. Workshop atau lokakarya,

h. Kursus,

i. Penataran,

j. Bimbingan teknis, dan/atau

k. Sosialisasi.

Setelah mengetahui pelatihan klasikal, Anda juga harus memahami


pelatihan non klasikal berikut ini.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 55


B. Pelatihan Non Klasikal

Pelatihan non klasikal adalah bentuk pengembangan kompetensi yang


dilakukan melalui kegiatan yang menekankan pada proses pembelajaran
praktik kerja dan/atau pembelajaran di luar kelas. Pelatihan non klasikal
dilakukan melalui proses pembelajaran yang aktifitasnya dilakukan tidak di
dalam ruangan tertentu. Metode pengembangan kompetensi melalui
pelatihan non klasikal adalah:

a. Coaching,

b. Mentoring,

c. E-learning,

d. Pelatihan jarak jauh,

e. Detasering (secondment),

f. Pembelajaran alam terbuka (outbond),

g. Patok banding (benchmarking),

h. Pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta/badan usaha


milik negara/ badan usaha milik daerah,

i. Belajar mandiri (self development),

j. Komunitas belajar (community of practices),

k. Bimbingan di tempat kerja,

l. Magang/ praktik kerja, dan

m. Jalur Pengembangan Kompetensi dalam bentuk pelatihan


nonklasikal lainnya.

Jika masih belum jelas, silakan pelajari ulang materinya ya. Tetap
semangat!!!

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 56


SEKARANG SAYA TAHU
Ada 2 jenis pengembangan kompetensi ASN yaitu pelatihan klasikal dan
pelatihan non klasikal.

Pelatihan klasikal adalah bentuk pengembangan kompetensi yang


dilakukan melalui kegiatan yang menekankan pada proses pembelajaran
tatap muka di dalam kelas, sedangkan pelatihan non klasikal adalah
bentuk pengembangan kompetensi yang dilakukan melalui kegiatan yang
menekankan pada proses pembelajaran praktik kerja dan/atau
pembelajaran di luar kelas.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 57


MATERI POKOK 3
PERAN PUSLAT SDM KESEHATAN DALAM
PENGEMBANGAN KOMPETENSI ASN
DI BIDANG KESEHATAN

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 58


Pendahuluan

Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan bertindak


sebagai regulator yang berwenang menyusun kebijakan dan norma,
standar, prosedur, kriteria (NSPK) serta mengatur pengembangan
kompetensi SDM Kesehatan.

Penjabaran peran ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor: 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Pusat Pelatihan SDM Kesehatan bertugas melaksanakan
penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan di bidang pelatihan sumber daya manusia kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat memahami peran


Puslat SDM Kesehatan dalam pengembangan kompetensi ASN bidang
Kesehatan

Sub Materi Pokok

1. Analisis Kompetensi dan Kebutuhan Pelatihan

2. Penyusunan Kebijakan Teknis

3. Akreditasi Pelatihan

4. Akreditasi Institusi Pelatihan

5. Monitoring dan Evaluasi

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 59


Uraian Materi Pokok 3

Sebagai ASN, Anda perlu mengetahui analisis kompetensi dan kebutuhan


pelatihan. Baca penjelasan berikut ya!

A. Analisis Kompetensi dan Kebutuhan Pelatihan

Dalam rangka meningkatkan kompetensi pegawai ASN, Pusat Pelatihan


SDM Kesehatan berperan:

a. Memfasilitasi satuan kerja dalam melakukan Analisis Kebutuhan


Pengembangan Kompetensi Pegawai ASN.

b. Menganalisis kebutuhan pengembangan kompetensi pegawai ASN


berdasarkan hasil analisis unit eselon I.

c. Merencanakan program pengembangan kompetensi berdasarkan


prioritas kebutuhan pengembangan kompetensi pegawai ASN.

d. Mengembangkan sistim informasi analisis kebutuhan


pengembangan kompetensi ASN

UU nomor 5 tentang Aparatur Sipil Negara menyatakan bahwa setiap


pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan
kompetensinya dan instansi pemerintah wajib merencanakan
pengembangan kompetensi bagi pegawai ASN. Rencana pengembangan
kompetensi disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan
kompetensi.

Dalam kaitannya dengan pengembangan kompetensi ASN ini,


Kementerian Kesehatan telah melakukan beberapa upaya dalam
implementasi reformasi birokrasi di bidang sumber daya manusia,
diantaranya dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 56 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Jabatan Pegawai

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 60


Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Kesehatan, Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 008/MENKES/SK/I/2013 tentang Direktori Kompetensi
Jabatan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Kesehatan, dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2013 tentang Jabatan
Fungsional Umum. Selain itu juga dilakukan penilaian kinerja pegawai
melalui Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), dan pengembangan sistem
informasi kepegawaian.

Langkah pertama dalam pemetaan kebutuhan kompetensi adalah analisis


kebutuhan pengembangan kompetensi yang akan dijadikan dasar dalam
penyusunan rencana dan penganggaran pengembangan kompetensi.
Melalui analisis kebutuhan pengembangan kompetensi dapat diperoleh
jenis-jenis program pengembangan kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan ASN berdasarkan kesenjangan antara kompetensi yang harus
dimiliki dengan kompetensi yang dimiliki saat ini.

Dengan adanya peta kebutuhan tersebut, program pengembangan


kompetensi dapat diarahkan untuk memenuhi kompetensi yang
dibutuhkan sehingga mampu mendukung peningkatan kinerja ASN sesuai
dengan yang diharapkan.

Kegiatan analisis kebutuhan pengembangan kompetensi wajib dilakukan


agar pengembangan kompetensi pegawai ASN di lingkungan Kementerian
Kesehatan terarah, efektif dan efisien. Analisis kebutuhan pengembangan
kompetensi dilakukan untuk melihat permasalahan saat ini dan
mengidentifikasi kesenjangan antara kebutuhan terhadap kompetensi
dengan potret aktual/ riil pegawai yang dimiliki organisasi, serta untuk
melakukan analisis tantangan dan kebutuhan mendatang untuk
mempersiapkan pegawai ASN yang berkualitas dan kompeten dengan
mengacu kepada rencana strategis Kementerian Kesehatan.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 61


Analisis kebutuhan pengembangan kompetensi selain bertujuan untuk
menentukan sasaran yang akan dicapai dari sebuah program
pengembangan kompetensi, juga menentukan kriteria pengukuran
keberhasilan program pengembangan kompetensi, baik dalam evaluasi
pelaksanaan maupun terkait output dan outcome program pengembangan
kompetensi pegawai. Analisis kebutuhan pengembangan kompetensi
pegawai ASN dapat dilakukan melalui analisis kebutuhan pelatihan (AKP).
Analisis kebutuhan pelatihan adalah sebuah proses pemecahan masalah
yang dilakukan oleh organisasi dengan cara mengumpulkan dan
menganalisis data pendapat dan gagasan tentang kinerja organisasi atau
sistem/ teknologi baru yang diperoleh dari berbagai sumber terkait untuk
membuat keputusan kapan dan dimana diperlukan pelatihan atau tindakan
lain. Analisis kebutuhan pelatihan bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi kesenjangan kompetensi yang diharapkan


dengan kompetensi yang aktual

b. Memperoleh keputusan tentang kebutuhan pelatihan atau kegiatan


pengembangan kompetensi lainnya (seminar, kalakarya, coaching,
magang, workshop/ lokakarya, dll) yang diperlukan.

Proses AKP dapat dilakukan dengan teknik sederhana dan bisa juga
dengan teknik yang kompleks.

a. Teknik sederhana artinya melakukan AKP secara langsung dengan


melakukan analisis terhadap uraian tugas atau kompetensi yang
sudah ditetapkan. Teknik ini lebih cocok dilakukan oleh organisasi
untuk mengetahui kebutuhan pelatihan bagi SDMnya.

b. Teknik yang kompleks artinya proses AKP dilakukan dengan


mengikuti langkah-langkah secara lengkap, dimulai dari analisis
organisasi, selanjutnya melakukan analisis tugas dan analisis
individu untuk mendapatkan kompetensi yang dibutuhkan.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 62


Analisis kebutuhan pelatihan pada prinsipnya adalah:

a. Melakukan pengkajian terhadap kinerja organisasi, dengan cara


mengidentifikasi kinerja aktual (yang nyata dicapai), dengan kinerja
yang optimal (kinerja standar yang diharapkan tercapai oleh
organisasi).

b. Mengidentifkasi kesenjangan antara kinerja aktual dibandingkan


dengan kinerja standar (yang seharusnya). Kesenjangan ini
teridentifikasi sebagai masalah kinerja organisasi.

c. Melakukan identifikasi penyebab masalah kinerja organisasi.


Sebelum mengidentifikasi penyebab masalah perlu ditentukan dulu
prioritas masalah kinerja yang perlu segera diintervensi.

d. Identifikasi penyebab masalah kinerja akan menghasilkan 2


kategori faktor penyebab yaitu:

1). Kategori penyebab yang berkaitan dengan faktor kemampuan


SDM, dari segi pengetahuan, sikap dan keterampilan.

2). Kategori penyebab yang berkaitan dengan faktor lain seperti


insentif, motivasi, dan lingkungan (peraturan/ kebijakan).

e. Faktor penyebab yang berkaitan dengan kemampuan, dapat


diintervensi dengan pelatihan. Untuk dapat merumuskan
kebutuhan pelatihan, selanjutnya diidentifikasi dengan seksama
kesenjangan kemampuan tersebut.

Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi dilakukan melalui


analisis kinerja. Ada tiga landasan bagi organisasi dalam menentukan
perlu atau tidaknya Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
Pegawai ASN di lingkungan organisasinya, yaitu:

a. Standar Pelayanan Minimal (SPM) atau standar pelayanan daerah

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 63


dan kesesuaian di lapangan.

b. Tupoksi petugas/ pemegang jabatan sesuai visi dan misi organisasi


dan kesesuaiannya dengan penerapan di lapangan.

c. Masalah kinerja yang terangkat ke permukaan setiap waktu dan


memerlukan penangangan langsung.

Hasil yang diperoleh dari Analisis Kebutuhan Pengembangan Kompetensi


merupakan kesenjangan sistem organisasi atau kesenjangan antara
kompetensi yang diharapkan dengan kompetensi yang dimiliki oleh
Pegawai ASN. Kompetensi itu sendiri adalah kemampuan dan
karakteristik yang dimiliki oleh Pegawai ASN kesehatan berupa wawasan,
pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas jabatannya. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut,
dapat dilakukan pengembangan pegawai ASN.

Pengembangan ASN dilakukan melalui beberapa proses, yaitu:

a. Pelatihan

Pelatihan dilakukan untuk meningkatkan kompetensi yang spesifik


sesuai dengan kebutuhan jabatan dan standar kompetensi jabatan.
Pelaksanaan kegiatan pelatihan antara lain dilakukan melalui diklat,
bimtek, workshop, dan lain-lain.

b. Pengembangan Kompetensi

Pengembangan dilakukan untuk menyiapkan kompetensi dan


kemampuan untuk kebutuhan untuk masa yang akan datang
disamping untuk meningkatkan kapasitas pegawai untuk melakukan
pekerjaan saat ini. Pelaksanaan kegiatan pengembangan antara lain

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 64


dilakukan melalui pendidikan lanjutan, penugasan khusus, mentoring,
coaching, konseling dll.

c. Pengembangan Karier

Pengembangan karier adalah proses yang terencana untuk


membantu pegawai ASN dalam mengembangan karirnya melalui
tahapan dan jalur karir yang tersedia. Untuk manajemen pegawai
ASN, jalur karir pegawai terdiri dari karir untuk jabatan struktural dan
karir untuk jabatan fungsional dimana dalam aplikasinya,
pengembangan karir dimungkinkan dilakukan dengan pindah jalur (zig
zag) antara struktural dan fungsional atau sebaliknya.

Setelah mengetahui analisis kompetensi dan kebutuhan pelatihan, yuuuk


belajar lagi tentang penyusunan kebijakan teknis….

B. Penyusunan Kebijakan Teknis

Pusat Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan bertindak


sebagai regulator yang berwenang menyusun kebijakan dan norma,
standar, prosedur, kriteria (NSPK) serta mengatur pengembangan
kompetensi SDM Kesehatan.

Penjabaran peran ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor: 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Pusat Pelatihan SDM Kesehatan bertugas melaksanakan
penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan di bidang pelatihan sumber daya manusia kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas, Pusat Pelatihan SDM Kesehatan


menyelenggarakan fungsi penyusunan kebijakan teknis di bidang analisis
kompetensi dan kebutuhan pelatihan, pengembangan pelatihan, dan
pengendalian mutu pelatihan sumber daya manusia kesehatan (SDMK).

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 65


Setelah mengetahui kebijakan teknis, Anda juga harus memahami
akreditasi pelatihan Kesehatan.

Ayuk dibaca secara menyeluruh ya….

C. Akreditasi Pelatihan Kesehatan

Pelatihan di bidang kesehatan diarahkan untuk:

a. Meningkatkan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan di


bidang kesehatan.

b. Meningkatkan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan


serta kewenangan di bidang teknis kesehatan.

Pelatihan pada hakekatnya adalah suatu sistem pembelajaran. Sebagai


suatu sistem, mutu pelatihan sangat tergantung pada mutu komponen-
komponennya, kaitan dan ketergantungan serta kerja sama diantara
komponen tersebut sehingga menimbulkan efek sinergis.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal


31: (1) Pelatihan tenaga kesehatan dapat diselenggarakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau Masyarakat, (2) Pelatihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi program pelatihan
dan tenaga pelatih yang sesuai dengan standar profesi dan standar
kompetensi serta diselenggarakan oleh institusi penyelenggara pelatihan
yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Akreditasi pelatihan pada hakikatnya merupakan tahapan
rencana dalam menyelenggarakan suatu pelatihan untuk mewujudkan
pelatihan yang bermutu.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 66


Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Nomor Hk.02.02/I/
1820 /2019 tentang Pedoman Akreditasi Pelatihan Bidang Kesehatan
dinyatakan bahwa akreditasi pelatihan kesehatan adalah pengakuan yang
diberikan oleh pemerintah atau Badan Akreditasi yang berwenang kepada
penyelenggara pelatihan yang telah memenuhi standar yang telah
ditetapkan berdasarkan hasil penilaian terhadap komponen yang
diakreditasi.

Sasaran akreditasi pelatihan meliputi semua pelatihan kesehatan


(fungsional dan teknis) yang dilaksanakan baik di tingkat pusat maupun di
daerah. Tujuan akreditasi pelatihan:

a. Tujuan Umum:

Terselenggaranya pelatihan bidang kesehatan sesuai dengan standar.

b. Tujuan Khusus:

1) Terkendalinya mutu pembelajaran,

2) Terkendalinya mutu peserta,

3) Terkendalinya mutu pelatih,

4) Terkendalinya mutu penyelenggara pelatihan,

5) Terkendalinya mutu tempat penyelenggaraan termasuk sarana dan


prasarana pelatihan.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 67


Manfaat akreditasi pelatihan:

b. Bagi Pusat Pelatihan SDM Kesehatan

Sebagai bahan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelatihan


bidang kesehatan.

c. Bagi Penyelenggara Pelatihan

1) Adanya jaminan dalam persiapan penyelenggaraan pelatihan


bidang kesehatan.

2) Sebagai bahan masukan untuk memperbaiki rancangan pelatihan


agar memenuhi standar.

Komponen akreditasi pelatihan saat ini meliputi 4 komponen yaitu:

a. Peserta

Komponen peserta terdiri atas 2 sub komponen dengan 2 variabel


yaitu:

1) Sub komponen kriteria dengan 1 variabel

• Persyaratan peserta, yaitu kriteria yang ditetapkan untuk


setiap jenis pelatihan.

2) Sub komponen efektivitas pelatihan dengan 1 variabel

• Jumlah peserta, yaitu banyaknya peserta dalam 1 kelas

b. Pelatih/Fasilitator

Komponen pelatih/fasilitator terdiri dari 2 sub komponen dengan 3


variabel:

1) Sub komponen kriteria dengan 2 variabel

• Memiliki kemampuan kediklatan, yaitu telah mengikuti


pelatihan Widyaiswara dasar atau Akta atau Training of

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 68


Trainer.

• Kesesuaian tingkat pendidikan pelatih dengan calon peserta


latih, yaitu keahlian/keterampilan minimal satu tingkat lebih
tinggi dari peserta latih.

2) Sub komponen profesionalisme dengan 1 variabel

• Kesesuaian keahlian dengan materi yang diberikan (kualifikasi


tenaga), yaitu latar belakang pendidikan/keahlian termasuk
pelatihan tambahan dan pengalaman dalam bidang tugasnya
sesuai dengan materi yang diberikan. Khusus untuk pelatihan
yang bertujuan meningkatkan keterampilan dan kompetensi,
dianjurkan komposisi pelatih dengan peserta 1:5.

c. Kurikulum

Komponen kurikulum terdiri dari 5 sub komponen, dengan 8 variabel


yaitu

1) Sub komponen Tujuan dengan 1 variabel

• Kejelasan tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang


ingin dicapai.

2) Sub komponen Materi dengan 3 variabel

• Kesesuaian materi pembelajaran dengan tujuan pelatihan

• Garis-garis Besar Program Pembelajarn (GBPP)/Rancang


Bangun Pembelajaran Mata Pelatihan (RBPMP)

• Struktur Program/ struktur kurikulum, yaitu proporsi waktu


antara teori dan praktik (penugasan dan praktik lapangan)

3) Sub komponen metoda dengan 1 variabel

• Kesesuaian variasi metoda yang digunakan dengan tujuan

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 69


pembelajaran tiap substansi.

4) Sub komponen alat bantu pelatihan dengan 1 variabel

• Kesesuaian alat bantu dengan metoda yang digunakan

5) Sub komponen Evaluasi dengan 2 variabel

• Adanya instrumen evaluasi untuk peserta,


pelatih/fasilitator dan penyelenggara.

• Kesesuaian instrumen evaluasi peserta dengan kompetensi


yang ingin dicapai.

d. Penyelenggara Pelatihan

Komponen penyelenggara pelatihan terdiri dari 2 sub komponen

1) Sub komponen landasan hukum dengan 1 variabel, yaitu adanya


kewenangan hukum yang dimiliki institusi tersebut

2) Sub komponen penyelenggara dengan 1 variabel Tersedianya


tenaga pengelola pelatihan yang sesuai standar.

Mekanisme pengajuan, penilaian akreditasi pelatihan dan sertifikasi


dapat dilihat melalui gambar berikut.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 70


Gambar 2. Mekanisme Akreditasi Pelatihan

Keterangan:

a. Penyelenggara pelatihan mengajukan rencana pelatihan untuk


diakreditasi dengan mengisi formulir Akreditasi Pelatihan yang telah
disampaikan pada waktu sosialisasi. Formulir akreditasi memuat
data setiap komponen akreditasi yang akan dinilai oleh Tim.

Pengajuan rencana pelatihan tersebut disertai surat usulan


akreditasi, sebaiknya 1 bulan sebelum pelatihan, agar cukup waktu
bagi Tim untuk melakukan penilaian dan memberikan umpan balik,
serta bagi penyelenggara untuk memperbaiki kekurangan-
kekurangan.

Akreditasi diajukan kepada Tim Akreditasi pelatihan tingkat provinsi,


untuk pelatihan yang diselenggarakan di tingkat provinsi dan
kabupaten/ kota. Tim Akreditasi pelatihan tingkat Pusat, untuk
pelatihan yang diselenggarakan di tingkat pusat, atau
penyelenggaraannya bersifat nasional.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 71


b. Tim Akreditasi selanjutnya melakukan penilaian terhadap data
rencana pelatihan yang diajukan dan penilaian diusahakan selesai
dalam waktu 1 minggu setelah berkas diterima oleh Tim.

Apabila dalam waktu bersamaan, ada rencana pelatihan lain yang


diusulkan untuk diakreditasi, maka Tim Akreditasi membagi tugas.
Pada keadaan yang membutuhkan anggota tim tidak tetap, maka
anggota tim tersebut segera ditetapkan dan dihubungi sehingga
penilaian tidak tertunda.

c. Setelah penilaian selesai, paling lambat 2 minggu setelah berkas


diterima oleh tim, hasilnya harus sudah diumpan balikkan kepada
penyelenggara disertai saran perbaikan sesuai dengan hasil
penilaian.

d. Hasil perbaikan dari penyelenggara dikirimkan kembali kepada Tim


Akreditasi, untuk dinilai ulang.

e. Tim Akreditasi menetapkan Keputusan Akreditasi.

f. Tim Akreditasi membuat Surat Keterangan Pelatihan Terakreditasi


yang ditandatangani Kapuslat/Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
atau Pejabat yang ditunjuk atas nama Kapuslat/ Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.

Pelatihan-pelatihan yang terakreditasi ini selanjutnya akan diupload ke


Sistem Akreditasi Pelatihan (SIAKPEL). Pelatihan diselenggarakan
setelah terakreditasi oleh Kementerian Kesehatan Pusat Pelatihan
SDM Kesehatan.

Setelah mengetahui akreditasi pelatihan kesehatan, Anda juga harus


memahami akreditasi institusi pelatihan berikut ini.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 72


D. Akreditasi Institusi Pelatihan

Dalam rangka peningkatan mutu penyelenggaraan pelatihan, telah


dilakukan berbagai upaya peningkatan mutu dan kinerja antara lain
dengan pengembangan sistem manajemen mutu dan upaya perbaikan
kinerja, baik dalam administrasi dan manajemen serta pelayanan
pelatihan. Hal ini salah satunya dituangkan melalui kegiatan akreditasi
yang merupakan pengakuan yang diberikan kepada institusi pelatihan.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga kesehatan,


mengamanatkan bahwa pelatihan kesehatan diselenggarakan oleh
institusi penyelenggara pelatihan yang terakreditasi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Ketentuan pasal-pasal dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan terkait
akreditasi adalah sebagai berikut:

• Pasal 75

Pelatihan Tenaga Kesehatan dapat diselenggarakan oleh


pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat

• Pasal 77

(1) Pelatihan Tenaga Kesehatan diselenggarakan dengan


memperhatikan manajemen pelatihan yang merupakan siklus
integral dan dilakukan secara sistematis, terencana, dan terarah.

(2) Manajemen pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


meliputi: a. perencanaan pelatihan; b. penyelenggaraan
pelatihan; dan c. evaluasi pelatihan

• Pasal 79

(1) Setiap penyelenggaraan pelatihan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 77 ayat (2) huruf b harus terakreditasi dan
diselenggarakan oleh institusi penyelenggara yang terakreditasi.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 73


(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
pemerintah pusat.

(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:


a. akreditasi pelatihan; dan
b. akreditasi institusi penyelenggara pelatihan.

(4) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan


dalam rangka pengendalian mutu pelatihan.

• Pasal 81

(1) Akreditasi institusi penyelenggara pelatihan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3) huruf b dilakukan berdasarkan
pengajuan akreditasi dari institusi penyelenggara pelatihan.

(2) Pengajuan akreditasi institusi penyelenggara pelatihan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi komponen
administrasi dan manajernen, komponen pelayanan pelatihan,
dan komponen pelayanan penunjang pelatihan

Akreditasi institusi ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas mutu


penyelenggaraan pelatihan, serta untuk mengukur sejauh mana
profesionalisme institusi penyelenggara pelatihan dalam melaksanakan
pelatihan. Dengan adanya undang-undang tersebut mewajibkan semua
institusi yang menyelenggarakan pelatihan bidang kesehatan baik
pemerintah maupun swasta harus terakreditasi.

Akreditasi memiliki tujuan yang sangat baik, yaitu dapat memacu institusi
pelatihan untuk memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan, dan
mendorong upaya peningkatan mutu serta kinerja institusi, sehingga
tercipta kepuasan masyarakat yang memanfaatkannya. Proses akreditasi
institusi tidaklah semata memenuhi standar yang telah ditetapkan tetapi
juga menjadi ajang bagi institusi untuk evaluasi diri sehingga dapat

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 74


mengetahui kekurangan dan secara bersama- sama dapat diperbaiki dan
ditingkatkan secara berkesinambungan. Dengan baiknya peringkat
akreditasi institusi, maka akan ada jaminan kepada masyarakat bahwa
institusi telah memiliki standar mutu yang telah ditetapkan oleh Kemenkes
sehingga pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan akan terjamin mutunya
sesuai dengan standar.

Sejak tahun 2003 Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM


Kesehatan (Badan PPSDMK) telah melaksanakan akreditasi institusi.
Pada tahun 2015 Lembaga Adminitrasi Negara (LAN) telah menerbitkan
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara (Perkalan) Nomor 25
Tahun 2015 tentang Pedoman Akreditasi Lembaga Pendidikan dan
Pelatihan Pemerintah. Berdasarkan Peraturan Kepala LAN tersebut
Badan PPSDMK telah mendapatkan pendelegasian dari LAN melalui
Keputusan Kepala LAN Nomor 250/K.1/PDP.09/2016 tentang Penetapan
BPPSDMK sebagai instansi pengakreditasi diklat teknis dan fungsional.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 64/2015 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, penyelenggara
akreditasi institusi adalah Badan PPSDM Kesehatan melalui Pusat
Pelatihan SDM Kesehatan (Puslat SDMK). Manfaat akreditasi institusi:

a. Bagi Institusi

1) Adanya jaminan mutu penyelenggaraan pelatihan sesuai dengan


standar yang telah ditetapkan,

2) Meningkatnya citra dan kepercayaan masyarakat terhadap


institusi,

3) Institusi menerapkan sistem penjaminan mutu secara


berkesinambungan.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 75


b. Bagi instansi pengguna

1) Adanya jaminan mutu penyelenggaraan pelatihan bidang


kesehatan yang profesional sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan,

2) Adanya jaminan mutu bagi alumni yang mengikuti pelatihan


bidang kesehatan di institusi yang terakreditasi.

c. Bagi Instansi Pembina Teknis

1) Adanya informasi penerapan hasil akreditasi institusi sebagai


dasar untuk memberikan dukungan dalam rangka peningkatan
mutu yang berkesinambungan,

2) Adanya jaminan mutu terhadap kompetensi SDM kesehatan yang


mengikuti pelatihan bidang kesehatan di institusi yang
terakreditasi.

d. Bagi Pusat Pelatihan SDM Kesehatan

1) Adanya informasi penerapan sistem penjaminan mutu di masing-


masing institusi,

2) Adanya informasi data institusi yang terakreditasi.

Sasaran akreditasi adalah institusi pelatihan yang menyelenggarakan


pelatihan bidang kesehatan dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan.

Kriteria institusi yang dapat diakreditasi adalah sebagai berikut:

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 76


Tabel 1

Kriteria Institusi Yang Dapat Diakreditasi

NO INSTITUSI DOKUMEN PEMBUKTIAN

1. Berbadan hukum sebagai • Peraturan menteri tentang lembaga


institusi penyelenggara tsb, untuk institusi pemerintah
pelatihan bidang kesehatan
• Izin pendirian lembaga dan SK
(training center)
Penetapan lembaga, untuk institusi
non pemerintah
2. Pimpinan dan staf SK pengangkatan Pimpinan dan
penyelenggara sebagai staf sebagai PNS/ pegawai tetap
PNS (untuk institusi
pemerintah) dan pegawai
tetap (untuk institusi non
pemerintah)

Untuk staf terdiri dari:

3.• Staf
Telahteknis minimal 2 paling
melaksanakan orang Surat keterangan akreditasi
dengan2pendidikan
sedikit (dua) jenis minimal pelatihan
D3
pelatihan bidang kesehatan
yang terakreditasi oleh
• Staf administrasi minimal 1
Puslat SDMK dan
orang dengan pendidikan
dilaksanakan di institusi
minimal SLTA
yang akan diakreditasi,
4. Gedung/ kantor dan ruang Sertifikat hak milik/ bukti sewa/ MoU
2 (dua)
kelas tahun
milik terakhir
sendiri/ untuk gedung/ kantor dan ruang
sebelum penilaian
pemerintah akreditasi
atau sewa/ MoU kelas
institusi. 3 (tiga) tahun
minimal

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 77


Mekanisme akreditasi institusi sebagai berikut:

Kategori akreditasi dan masa berlaku sertifikat akreditasi institusi.

Kategori Nilai Akhir Skor Masa Berlaku


Akreditasi Parameter Sertifikat

1 Akreditasi A ≥ 3,5 ≥3 5 (lima) tahun

2 Akreditasi B ≥3 ≥2 3 (tiga) tahun

3 Akreditasi C ≥2 ≥1 1 (satu) tahun

Tidak
4 <2 0
terakreditasi

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 78


Nah sekarang kita pelajari peran Puslat SDM Kesehatan dalam monitoring
dan evaluasi pengembangan kompetensi SDM Kesehatan.

E. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memastikan program


pengembangan kompetensi yang diikuti oleh ASN berjalan sesuai dengan
rencana yang telah disusun. Tujuan monitoring dan evaluasi
pengembangan kompetensi adalah sebagai berikut:

a. Mendapatkan informasi terkait pelaksanaan program pengembangan


kompetensi PNS.

b. Mengetahui capaian hasil pengembangan kompetensi PNS.

c. Mengidentifikasi dan mengiventarisasi permasalahan yang muncul


dalam pelaksanaan pengembangan kompetensi PNS.

d. Merumuskan rekomendasi perbaikan rencana pengembangan


kompetensi PNS tahun berikutnya.

Monitoring dan evaluasi pengembangan kompetensi dilaksanakan untuk


menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi dengan standar
kompetensi jabatan dan pengembangan karir. Monitoring dan evaluasi
dapat dilakukan dengan cara kunjungan lapangan, audiensi, supervisi dan
kegiatan lain dalam rangka monitoring.

Monitoring dan evaluasi dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1


(satu) tahun. Monitoring dan evaluasi pengembangan kompetensi
dilakukan oleh satker pada saat pelaksanaan pengembangan kompetensi
berlangsung berkoordinasi dengan Pusat Pelatihan SDM Kesehatan.

Evaluasi Pengembangan Kompetensi dilaksanakan untuk menilai


kesesuaian antara kebutuhan Kompetensi dengan Standar Kompetensi
Jabatan dan pengembangan karier. Evaluasi Pengembangan Kompetensi

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 79


Teknis tingkat nasional dilakukan oleh Instansi Teknis dan Instansi
Pembina Jabatan Fungsional.

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan berdasarkan prinsip-


prinsip sebagai berikut:

a. Kejelasan tujuan dan hasil yang diperoleh dari monitoring dan


evaluasi.

b. Pelaksanaan dilakukan secara objektif.

c. Dilakukan oleh petugas yang memahami konsep, teori dan proses


serta berpengalaman dalam melaksanakan pemantauan dan
evaluasi agar hasilnya sahih dan handal.

d. Pelaksanaan dilakukan secara terbuka.

e. Melibatkan berbagai pihak yang dipandang perlu dan berkepentingan


secara proaktif.

f. Pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan secara internal dan


eksternal.

g. Mencakup seluruh objek agar dapat menggambarkan secara utuh


kondisi dan situasi sasaran pemantauan dan evaluasi.

h. Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

i. Dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan.

j. Berbasis indikator kinerja.

k. Efektif dan efisien.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 80


SEKARANG SAYA TAHU

Analisis Kompetensi merupakan dasar dalam penyusunan rencana dan


penganggaran pengembangan kompetensi. Analisis kebutuhan
pengembangan kompetensi pegawai ASN dapat dilakukan melalui
analisis kebutuhan pelatihan (AKP) untuk mengidentifikasi kesenjangan
kompetensi yang diharapkan dengan kompetensi yang actual dan
memperoleh keputusan tentang kebutuhan pelatihan atau kegiatan
pengembangan kompetensi lainnya yang diperlukan.

Dalam penyusunan kebijakan teknis, Pusat Pelatihan SDM Kesehatan


bertindak sebagai regulator yang berwenang menyusun kebijakan dan
norma, standar, prosedur, kriteria (NSPK) serta mengatur
pengembangan kompetensi SDM Kesehatan. Penjabaran peran ini
tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 64 tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.

Akreditasi pelatihan pada hakikatnya merupakan tahapan rencana dalam


menyelenggarakan suatu pelatihan untuk mewujudkan pelatihan yang
bermutu. Pelatihan-pelatihan yang terakreditasi selanjutnya akan
diupload ke Sistem Akreditasi Pelatihan (SIAKPEL). Pelatihan
diselenggarakan setelah terakreditasi oleh Kementerian Kesehatan cq
Pusat Pelatihan SDM Kesehatan.

Akreditasi Institusi Pelatihan dimaksudkan untuk menjaga kualitas mutu


penyelenggaraan pelatihan baik pemerintah maupun swasta, dan untuk
mengukur profesionalisme institusi penyelenggara pelatihan dalam
melaksanakan pelatihan.

Monitoring dan evaluasi pengembangan kompetensi dilaksanakan untuk


menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi dengan standar

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 81


kompetensi jabatan dan pengembangan karir. Monitoring dan evaluasi
dapat dilakukan dengan cara kunjungan lapangan, audiensi, supervisi
dan kegiatan lain dalam rangka monitoring. Monitoring dan evaluasi
dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Monitoring
dan evaluasi pengembangan kompetensi dilakukan oleh satker pada saat
pelaksanaan pengembangan kompetensi berlangsung berkoordinasi
dengan Pusat Pelatihan SDM Kesehatan.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 82


REFERENSI

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

2. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nsional 2015-2019

3. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2019 tentang Pengelolaan


Tenaga Kesehatan

4. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen


PPPK

5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 sebagai pengganti PP


Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS

6. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan

7. Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 10 Th 2018 tentang


Pengembangan Kompetensi PNS

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Th 2018 tentang Sistem


Pengembangan SDM Aparatur Berbasis Kompetensi di Lingkungan
Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah

9. Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor 39 Tahun 2018 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Pelatihan
Kesehatan di Lingkungan Badan Penngembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kementerian
Kesehatan

10. Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor 25 Tahun 2020 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 83


11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 725 Tahun 2003 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Bidang Kesehatan

12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 278 Tahun 2016 tentang


Roadmap Reformasi Birokrasi Kemenkes 2015 – 2019.

13. Kementerian Kesehatan RI., Badan PPSDM Kesehatan, Puslat SDM


Kesehatan, 2016. Pedoman Analisis Kebutuhan pengembangan
kompetensi pegawai ASN di Lingkungan Kementerian Kesehatan,
Jakarta.

14. Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan


Sumber Daya Manusia Kesehatan Nomor Hk.02.02/I/ 1820 /2019
tentang Pedoman Akreditasi Pelatihan Bidang Kesehatan.

15. Kementerian Kesehatan RI., Badan PPSDM Kesehatan, Puslat SDM


Kesehatan, 2020. Pedoman Akreditasi Pelatihan Bidang Kesehatan,
Jakarta.

16. Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Peberdayaan SDM


Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. Nomor.
HK.02.03/I/0515/2020 tentang Pedoman Pengembangan
Kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkungan Kementerian
Kesehatan.

17. Kementerian Kesehatan RI., Badan PPSDM Kesehatan, Puslat SDM


Kesehatan, 2020. Pedoman Pengembangan Kompetensi PNS di
Lingkungan Kementerian Kesehatan, Jakarta

18. Kementerian Kesehatan RI., Badan PPSDM Kesehatan, Puslat SDM


Kesehatan, 2020. Pedoman Audit Mutu Internal, Jakarta.

Kebijakan Pengembangan Kompetensi SDM Kesehatan 84


Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 85
A Tentang Modul Ini

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 86


DESKRIPSI SINGKAT

Jabatan Fungsional Kesehatan adalah kedudukan yang menunjukkan


tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak tenaga kesehatan yang
berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil dalam suatu organisasi yang
dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau
keterampilan dalam memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya yang dilakuan secara mandiri atau
berkolaborasi. Peraturan Pemerintah 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian menuntut peningkatan pelayanan Kefarmasian di
masyarakat, dengan semakin tinggi tingkat pendidikan dan tingkat
sosial masyarakat maka semakin tinggi pula tuntutan dan kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
kefarmasian, oleh karena itulah, sumber daya manusia pelaksana
pekerjaan kefarmasian merupakan unsur kunci yang perlu ditingkatkan
kualitas dan profesionalitasnya. Pelaksanaan penilaian angka kredit
oleh tim penilai Jabatan Fungsional Apoteker dan Asisten Apoteker
bertujuan untuk membuka peluang bagi mereka yang berkarya di
bidang pekerjaan kefarmasian di sarana kesehatan Pemerintah, agar
dapat mencapai jenjang jabatan fungsional tertinggi.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 87


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu menjelaskan
regulasi jabatan fungsional Apoteker.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:

1. Menjelaskan Peran dan fungsi, kedudukan, tanggung jawab jabatan


fungsional Apoteker
2. Menjelaskan kategori, jenjang dan tunjangan jabatan fungsional
Apoteker
3. Menjelaskan mekanisme pengangkatan dalam jabatan fungsional
Apoteker.
4. Menjelaskan penilaian kinerja dalam jabatan fungsional Apoteker.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 88


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Peran dan fungsi, kedudukan, tanggung jawab jabatan fungsional
Apoteker
2. Kategori, jenjang jabatan, dan tunjangan jabatan fungsional
Apoteker
3. Mekanisme pengangkatan dalam jabatan fungsional Apoteker.
4. Penilaian kinerja dalam jabatan fungsional Apoteker.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 89


B Kegiatan Belajar

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 90


MATERI POKOK 1
PERAN DAN FUNGSI,
KEDUDUKAN, TANGGUNG JAWAB
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 91


Pendahuluan
Berdasarkan Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, Apoteker dalam hal ini Pejabat Fungsional Apoteker adalah
tenaga Kesehatan yang memiliki wewenang dan hak secara penuh
untuk melaksanakan praktik kefarmasian sesuai dengan tugas dan
kewenangannya.
Kedudukan dan tanggung jawab jabatan fungsional Apoteker jabatan
fungsional Apoteker merupakan pembelajaran yang penting bagi
Pejabat Fungsional Apoteker supaya mampu mengetahui dan
memahami terkait sebagai pelaksanan teknis fungsional di bidang
Praktik Kefarmasian pada Instansi Pemerintah.

Jabatan Fungsional Apoteker adalah jabatan yang mempunyai ruang


lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan
tugas di bidang pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok pelatihan ini, peserta dapat
Menjelaskan Peran dan fungsi, kedudukan, tanggung jawab jabatan
fungsional Apoteker.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1 :
1. Peran dan Fungsi Apoteker
2. Kedudukan
3. Tanggung Jawab
4. Pelantikan dan pengambilan sumpah/janji

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 92


Uraian Materi Pokok 1

Sebelum anda mempelajari lebih lanjut tentang Peran dan


fungsi, Kedudukan dan Tanggung Jawab jabatan fungsional
Apoteker, apa yang anda ketahui tentang Peran dan fungsi,
Kedudukan dan Tanggung Jawab jabatan fungsional
Apoteker seorang pejabat fungsional Apoteker?

Anda sebagai seorang pejabat fungsional Apoteker,


diharapkan dapat mengetahui Peran dan fungsi, Kedudukan
dan Tanggung Jawab jabatan fungsional Apoteker, oleh
karena itu anda perlu memahami materi ini. Uraian berikut
ini bisa menambah wawasan anda terhadap Peran dan
fungsi, Kedudukan dan Tanggung Jawab jabatan fungsional
Apoteker

A. Peran dan Fungsi


Apoteker sebagai Pejabat Fungsional Apoteker berperan sebagai
tenaga Kesehatan yang memiliki wewenang dan hak secara penuh
untuk melaksanakan praktik kefarmasian sesuai dengan tugas dan
kewenangannya.
Fungsi Apoteker di pelayanan kefarmasian adalah melakukan
pelayanan langsung dan bertanggung jawab terkait sediaan
farmasi untuk mencapai hasil yang pasti dalam meningkatkan
mutu kehidupan pasien/ masyarakat.

B. Kedudukan
Apoteker berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di
bidang Praktik Kefarmasian pada Instansi Pemerintah. Kedudukan
Apoteker ditetapkan dalam peta jabatan berdasarkan analisis tugas
dan fungsi unit kerja, analisis jabatan, dan analisis beban kerja
yang dilaksanakan sesuai ketentuan perundangundangan.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 93


C. Tanggung Jawab
Sebagai pemangku jabatan fungsional, seorang Apoteker
bertanggung jawab langsung kepada pejabat pimpinan tinggi
madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator,
atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan
pelaksanaan tugas Jabatan Fungsional Apoteker.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 94


SEKARANG SAYA TAHU

Pejabat Fungsional Apoteker berkedudukan sebagai pelaksana teknis


fungsional di bidang Praktik Kefarmasian pada Instansi Pemerintah.
Kedudukan Apoteker ditetapkan dalam peta jabatan berdasarkan
analisis tugas dan fungsi unit kerja, analisis jabatan, dan analisis beban
kerja yang dilaksanakan sesuai ketentuan perundangundangan.
Apoteker bertanggung jawab langsung kepada pejabat pimpinan tinggi
madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, atau
pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan
tugas Jabatan Fungsional Apoteker.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 95


MATERI POKOK 2
KATEGORI DAN JENJANG
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 96


Pendahuluan
Setelah kita memahami tentang kedudukan dan tanggung jawab, Pejabat
Fungsional Apoteker, sekarang Anda akan mempelajari materi selanjutnya
yaitu materi tentang kategori, jenjang dan tunjangan jabatan fungsional
Apoteker.
Menurut PP 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS, Jabatan Fungsional
ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut: a.fungsi dan tugasnya berkaitan
dengan pelaksanaan fungsi dan tugas Instansi Pemerintah; b. mensyaratkan
keahlian atau keterampilan tertentu yang dibuktikan dengan sertifikasi
dan/atau penilaian tertentu; c. dapat disusun dalam suatu jenjang Jabatan
berdasarkan tingkat kesulitan dan kompetensi; d. pelaksanaan tugas yang
bersifat mandiri dalam menjalankan tugas profesinya; dan e.kegiatannya
dapat diukur dengan satuan nilai atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan
dalam bentuk angka kredit
Kategori jabatan fungsional dibagi menjadi 2 bagian yaitu kategori keahlian
dan kategori ketrampilan.
Jabatan fungsional Apoteker merupakan jabatan fungsional keahlian
karena dalam melaksanakan kedudukannya menunjukkan tugas yang
dilandasi oleh pengetahuan, metodologi dan teknis analisis yang
didasarkan atas disiplin ilmu yang bersangkutan dan/atau berdasarkan
sertifikasi yang setara dengan keahlian dan ditetapkan berdasarkan
akreditasi tertentu.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta dapat menjelaskan kategori,
jenjang dan tunjangan jabatan fungsional Apoteker

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

1. Katagori dan Jenjang jabatan


2. Tunjangan Jabatan Fungsional Apoteker

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 97


Uraian Materi Pokok 2

Sebelum anda mempelajari lebih lanjut tentang kategori dan jenjang


jabatan fungsional Apoteker. Apa yang Anda ketahui tentang
kategori dan jenjang jabatan fungsional Apoteker? Agar kita
mengetahui dan memahami materi ini, mari kita belajar bersama.
Yuk, kita mulai pelajari ya!

A. Kategori dan Jenjang Jabatan


Jabatan Fungsional Apoteker merupakan Jabatan Fungsional
kategori keahlian.
Jabatan fungsional keahlian adalah jabatan fungsional kualifikasi
profesional yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang keahliannya.
Tugas utama jabatan fungsional keahlian meliputi pengembangan
pengetahuan, penerapan konsep dan teori, ilmu dan seni untuk
pemecahan masalah, dan pemberian pengajaran dengan cara yang
sistematis;

Jenjang Jabatan Fungsional Apoteker dari jenjang terendah sampai


dengan jenjang tertinggi, terdiri atas:
1. Apoteker Ahli Pertama;
2. Apoteker Ahli Muda;
3. Apoteker Ahli Madya; dan
4. Apoteker Ahli Utama.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 98


Tabel 1.
Jenjang dan Pangkat/Golongan Jabatan Fungsional Apoteker

JENJANG PANGKAT/GOLONGAN

Ahli Penata Muda Tk. I – III/b


Pertama

Ahli Muda Penata – III/c,


Penata Tk. I – III/d

Ahli Madya Pembina – IV/a,


Pembina Tk. I – IV/b,
Pembina Utama Muda – IV/c

Ahli Utama Pembina Utama Madya – IV/d,


Pembina Utama – IV/e

2. Tunjangan Jabatan Fungsional Apoteker

Tunjangan Jabatan Fungsional merupakan tunjangan jabatan yang


diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat dan
ditugaskan secara penuh dalam jabatan fungsional, sehingga yang
dimaksud oleh Tunjangan Jabatan Fungsional Apoteker, yang
selanjutnya disebut dengan Tunjangan Apoteker adalah tunjangan
jabatan fungsional yang diberikan kepada PNS yang diangkat dan
ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Apoteker
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tujuan dari tunjangan jabatan fungsional ini diberikan dalam


rangka meningkatkan mutu, prestasi, pengabdian, dan
produktivitas kinerja PNS yang diangkat dan ditugaskan secara
penuh di dalam Jabatan Fungsional Apoteker.

Besarnya Tunjangan Apoteker sebagaimana disebutkan dalam


Lampiran III Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2007 sebagai
berikut :

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 99


Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 100
SEKARANG SAYA TAHU

• Apoteker merupakan Pejabat Fungsional dengan kategori keahlian


dengan jenjang jabatan dari terendah sampai dengan tertinggi yaitu
Apoteker Ahli Pertama, Apoteker Ahli Muda, Apoteker Ahli Madya dan
Apoteker Ahli Utama.
• Tunjangan jabatan dari seorang apoteker pemangku jabatan
fungsional besarnya sesuai jenjang dan jabatannya dan ditetapkan
dengan Peraturan Presiden.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 101


MATERI POKOK 3
MEKANISME PENGANGKATAN DALAM
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 102


Pendahuluan
Dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi, profesionalisme,
pengembangan karier PNS, dan penyederhanaan birokrasi, maka saat
ini jabatan fungsional merupakan salah satu cara untuk mencapai
tujuan tersebut.
Jabatan fungsional merupakan salah satu cara untuk membuat
Birokrasi yang sederhana secara struktur, tetapi kaya akan fungsi dan
peran.
Mekanisme pengangkatan jabatan fungsional apoteker, terdiri dari 3
(tiga) cara yang dilakukan melalui pengangkatan pertama, perpindahan
dari jabatan lain, dan promosi. Ketiga mekanisme pengangkatan
tersebut memiliki kriteria dan persyaratan masing-masing.

Indikator Hasil Belajar:


Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan tentang
mekanisme pengangkatan dalam jabatan fungsional apoteker, pada
pengangkatan pertama, perpindahan dari jabatan lain dan promosi

Sub Materi Pokok

1. Pengangkatan pertama
2. Perpindahan dari jabatan lain
3. Promosi

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 103


Uraian Materi Pokok 3

Sebelum anda mempelajari lebih lanjut tentang mekanisme


pengangkatan jabatan fungsional apoteker, apa yang Anda ketahui
tentang mekanisme pengangkatan jabatan fungsionl apoteker?
Apakah Anda sudah siap untuk mempelajari materi ini? Saya yakin
Anda sudah siap. Yuk, mari kita focus mempelajarinya!

1. Pengangkatan pertama
Pengangkatan pertama merupakan pengangkatan untuk mengisi
lowongan kebutuhan Jabatan Fungsional Apoteker dari calon PNS.
Calon PNS yang dimaksud setelah diangkat sebagai PNS, paling lama
1 (satu) tahun diangkat dalam Jabatan Fungsional Apoteker.
Pemangku Jabatan Fungsional Apoteker wajib mengikuti dan lulus
Pendidikan dan pelatihan fungsional apoteker paling lama 3 (tiga)
tahun setelah di angkat, dan yang belum mengikuti dan/atau tidak lulus
Pendidikan dan pelatihan fungsional apoteker tidak diberikan kenaikan
jenjang satu tingkat di atas.
Pengangkatan pertama jabatan fungsional Apoteker harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Berstatus PNS;
2. Memiliki integritas dan moralitas yang baik;
3. Sehat jasmani dan rohani;
4. Sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker;
5. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker; dan
6. Nilai prestasi kerja paling rendah bernilai baik dalam 1 (satu) tahun
terakhir.

Angka kredit untuk pengangkatan pertama dalam Jabatan Fungsional


Apoteker dinilai dan ditetapkan pada saat mulai melaksanakan tugas
Jabatan Fungsional Apoteker.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 104


2. Perpindahan dari jabatan lain
Pengangkatan Jabatan Fungsional Apoteker karena perpindahan dari
jabatan lain, harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan
kebutuhan jenjang Jabatan Fungsional yang akan diduduki.
Pangkat yang ditetapkan bagi PNS yaitu sama dengan pangkat yang
dimiliki dan jenjang Jabatan Fungsional Apoteker ditetapkan sesuai
dengan jumlah Angka Kredit yang ditetapkan oleh pejabat yang
memiliki kewenangan menetapkan Angka Kredit.
Angka Kredit dinilai dan ditetapkan dari tugas jabatan dengan
mempertimbangkan pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang
Praktik Kefarmasian.

Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Apoteker melalui


perpindahan dari jabatan lain harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. berstatus PNS;
2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
3. sehat jasmani dan rohani;
4. sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker;
5. memiliki surat tanda registrasi Apoteker;
6. mengikuti dan lulus Uji Kompetensi sesuai dengan Standar
Kompetensi yang telah disusun oleh Instansi Pembina;
7. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang
Praktik Kefarmasian paling singkat 2 (dua) tahun;
8. nilai prestasi kerja paling rendah bernilai baik dalam 2 (dua)
tahun terakhir;
9. berusia paling tinggi:
1) 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bagi yang akan menduduki
Jabatan Fungsional Apoteker Ahli Pertama dan Jabatan
Fungsional Apoteker Ahli Muda;
2) 55 (lima puluh lima) tahun bagi yang akan menduduki
Jabatan Fungsional Apoteker Ahli Madya; dan
3) 60 (enam puluh) tahun bagi yang akan menduduki Jabatan
Fungsional Apoteker Ahli Utama bagi PNS yang telah
menduduki jabatan pimpinan tinggi.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 105


Untuk Apoteker Ahli Utama dapat diangkat dari pejabat fungsional
ahli utama lain melalui perpindahan dengan persyaratan sebagai
berikut:
1. berstatus PNS;
2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
3. sehat jasmani dan rohani;
4. sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker;
5. memiliki surat tanda registrasi Apoteker;
6. mengikuti dan lulus Uji Kompetensi sesuai dengan Standar
Kompetensi yang telah disusun oleh Instansi Pembina;
7. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang
Praktik Kefarmasian paling singkat 2 (dua) tahun;
8. nilai prestasi kerja paling rendah bernilai baik dalam 2 (dua)
tahun terakhir; dan
9. berusia paling tinggi 63 (enam puluh tiga) tahun.

Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional harus


mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk
Jabatan Fungsional yang akan diduduki dan mendapat
persetujuan Menteri.

3. Promosi
Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Apoteker dapat dilakukan
melalui promosi, terhadap PNS yang belum menduduki Jabatan
Fungsional Apoteker; atau dalam hal kenaikan jenjang Jabatan
Fungsional Apoteker 1 (satu) tingkat lebih tinggi dalam satu kategori
Jabatan Fungsional Apoteker. Pengangkatan dalam Jabatan
Fungsional Apoteker melalui promosi harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. termasuk dalam kelompok rencana suksesi;
2. menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi instansi, kepentingan
nasional, dan diakui oleh lembaga pemerintah terkait bidang
inovasinya; dan
3. memenuhi Standar Kompetensi jenjang Jabatan Fungsional
Apoteker yang akan diduduki.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 106


Adapun persyaratan yang harus dipenuhi sebagai berikut:

1. mengikuti dan lulus Uji Kompetensi sesuai Standar Kompetensi


yang telah disusun oleh Instansi Pembina;
2. memiliki surat tanda registrasi Apoteker;
3. nilai prestasi kerja paling rendah bernilai baik dalam dua (2)
tahun terakhir;
4. memiliki rekam jejak yang baik;
5. tidak pernah melakukan pelanggaran kode etik dan profesi
PNS; dan
6. tidak pernah dikenakan hukuman disiplin PNS.

Pada pengangkatan jabataan fungsional apoteker melalui promosi,


angka kredit dinilai dan ditetapkan dari tugas jabatan dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Apoteker melalui promosi,


harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. mengikuti dan lulus Uji Kompetensi sesuai Standar Kompetensi


yang telah disusun oleh Instansi Pembina;
2. memiliki surat tanda registrasi Apoteker;
3. nilai prestasi kerja paling rendah bernilai baik dalam dua (2)
tahun terakhir;
4. memiliki rekam jejak yang baik;
5. tidak pernah melakukan pelanggaran kode etik dan profesi
PNS; dan
6. tidak pernah dikenakan hukuman disiplin PNS.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 107


SEKARANG SAYA TAHU

• Mekanisme pengangkatan jabatan fungsional apoteker, terdiri dari 3


(tiga) cara yang dilakukan melalui pengangkatan pertama,
perpindahan dari jabatan lain, dan promosi.
• Pengangkatan pertama merupakan pengangkatan untuk mengisi
lowongan kebutuhan Jabatan Fungsional Apoteker dari calon PNS,
sedang pengangkatan karena perpindahan dari jabatan lain, harus
mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan jenjang
Jabatan Fungsional yang akan diduduki, demikian juga pengangkatan
melalui mekanisme promosi.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 108


MATERI POKOK 4
PENILAIAN KINERJA DALAM
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 109


Uraian Materi Pokok 4

Sebelum anda mempelajari lebih lanjut tentang penilaian kinerja.


Apa yang Anda ketahui tentang penilaian kinerja? Mari kita mulai
mempelajarinya ya, apakah Anda yakin bisa? Saya yakin Anda pasti
bisa. Tetap fokus ya!

A. Sasaran Kinerja Pegawai (SKP)

Sasaran Kinerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah


rencana kinerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS yang
harus dicapai setiap tahun.

SKP yang disusun memuat kinerja utama yang harus dicapai


setiap tahun dan dapat juga memuat kinerja tambahan.

Kinerja Utama dan kinerja tambahan paling sedikit memuat :

a) Indikator Kinerja Individu


b) Target kinerja terdiri dari kinerja utama berupa target Angka Kredit
dan/atau kinerja tambahan berupa tugas tambahan.

Dalam kerangka Jabatan Fungsional Apoteker, SKP merupakan target


kinerja setiap tahun Pejabat Fungsional Apoteker yang wajib disusun
berdasarkan penetapan kinerja unit kerja yang bersangkutan. SKP
untuk masing-masing jenjang jabatan diambil dari uraian kegiatan
tugas jabatan sebagai turunan dari penetapan kinerja unit kerja.

Target kinerja terdiri dari :


1. kinerja utama berupa target Angka Kredit yang diuraikan dalam
bentuk butir kegiatan yang sesuai dengan penjabaran sasaran
unit/organisasi dan/atau kegiatan atasan langsung yang harus
dicapai untuk masing-masing jenjang JF
2. dan kinerja tambahan berupa tugas tambahan yang ditetapkan
oleh pimpinan unit kerja berdasarkan penetapan kinerja unit kerja
yang bersangkutan.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 110


3. Target Angka Kredit dan tugas tambahan digunakan sebagai dasar
untuk penyusunan, penetapan, dan penilaian SKP.
4. SKP yang disusun harus disetujui dan ditetapkan oleh atasan
langsung.

B. Perilaku Kerja
Perilaku kerja ditetapkan berdasarkan standar perilaku kerja dalam
Jabatan Fungsional Apoteker dan dinilai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

C. Target angka kredit


1. Target Angka Kredit bagi Apoteker setiap tahun ditetapkan paling
sedikit:
a. 12,5 (dua belas koma lima) Angka Kredit untuk Apoteker Ahli
Pertama;
b. 25 (dua puluh lima) Angka Kredit untuk Apoteker Ahli Muda;
c. 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) Angka Kredit untuk Apoteker
Ahli Madya; dan
d. 50 (lima puluh) Angka Kredit untuk Apoteker Ahli Utama.
2. Target Angka Kredit, tidak berlaku bagi Apoteker Ahli Utama yang
memiliki pangkat paling tinggi dalam jenjang jabatan yang
didudukinya.
3. Selain target Angka Kredit, Apoteker wajib memperoleh Hasil
Kerja Minimal untuk setiap periode.
4. Ketentuan mengenai penghitungan target Angka Kredit dan Hasil
Kerja Minimal ditetapkan oleh Instansi Pembina.

D. Angka kredit pemiliharaan


1. Apoteker yang telah memenuhi syarat untuk kenaikan jenjang
jabatan setingkat lebih tinggi tetapi belum tersedia lowongan pada
jenjang jabatan yang akan diduduki, setiap tahun wajib memenuhi
Angka Kredit paling sedikit:
a. 10 (sepuluh) untuk Apoteker Ahli Pertama;
b. 20 (dua puluh) untuk Apoteker Ahli Muda; dan
c. 30 (tiga puluh) untuk Apoteker Ahli Madya.

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 111


2. Apoteker Ahli Utama yang menduduki pangkat tertinggi dari
jabatannya, setiap tahun sejak menduduki pangkatnya wajib
mengumpulkan paling sedikit 25 (dua puluh lima) Angka Kredit.

Tabel 2.

Angka kredit Pemeliharaan dan Angka kredit Pangkat Puncak

Jabatan Angka Kredit Angka Kredit


Fungsional Pemeliharaan* Pangkat Puncak**

Ahli Pertama 10 -

Ahli Muda 20 -

Ahli Madya 30 -

Ahli Utama - 25

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 112


SEKARANG SAYA TAHU

Dalam Penilaian kinerja Jabatan Fungsional Apoteker dilakukan dengan


memperhatikan syarat dan ketentuan masing-masing terkait Sasaran
Kinerja Pegawai (SKP), perilaku kerja, target angka kredit, dan Angka
Kredit pemeliharaan.

Selamat!!!

Anda telah menyelesaikan.................................... Jika Anda belum


sepenuhnya memahami materi, silakan pelajari Kembali modul dari
awal ya!

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 113


REFERENSI

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN


2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja
3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil
4. Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 13 tahun 2021 tentang Jabatan
Fungsional Apoteker
5. Rancangan SKB Menkes dan BKN tentang Juklak Jabfung Apoteker
6. Rancangan Juknis Jabfung Apoteker

Regulasi Jabatan Fungsional Apoteker 114


Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 115
A Tentang Modul Ini

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 116


DESKRIPSI SINGKAT

Mata pelatihan ini membahas tentang aspek etik, disiplin dan legal
dalam profesi Apoteker. Pemahaman aspek etik penting bagi setiap
apoteker untuk menjaga dan membangun citra positif bagi dirinya dan
juga bagi orofesi apoteker secara umum. Pemahaman aspek disiplin
diperlukan supaya apoteker yang menjalankan praktek profesi betul2
melaksanakannya dengan professional dan bertanggung jawab.
Pemahaman aspek legal diperlukan supaya setiap apoteker memahami
kewenangan2 khusus yang diberikan oleh perundang undangan,
sekaligus memahami paying hukumnya.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 117


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengkuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan
aspek etik, disiplin dan legal profesi Apoteker.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan aspek etik dan disiplin dalam Apoteker
2. Menjelaskan aspek legal dalam profesi Apoteker

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 118


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Aspek Etik dan Disiplin dalam Profesi Apoteker
2. Aspek Legal Dalam Profesi Apoteker

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 119


B Kegiatan Belajar

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 120


MATERI POKOK 1

ASPEK ETIK DAN DISIPLIN


DALAM APOTEKER

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 121


Pendahuluan

Apoteker adalah profesi yang memiliki martabat luhur, merupakan salah


satu profesi di bidang Kesehatan. Suatu ritual formal yang harus dijalani
seorang apoteker saat baru lulus dan akan melaksanakan profesinya,
adalah mengikuti upacara pelantikan sebagai apoteker. Termasuk
didalamnya mengucapkan sumpah untuk selalu menjaga martabat dan
tradisi luhur kefarmasian, dalam pengabdiannya untuk kemanusiaan.

Dalam menjalankan praktek profesionalnya Apoteker senantiasa harus


mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kode etik
profesi yang menjadi pedoman perilaku nya. Juga harus mematuhi
Pedoman Disiplin Apoteker dalam menjalankan praktek profesinya.
Apakah semua hal itu ada acuan tertulisnya? Siapa yang Menyusun, dan
kemana acuan resminya?

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun


2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional.

Dalam pengabdian profesinya sebagai Tenaga Kesehatan yang


profesional, seorang apoteker harus berpedoman pada Standar Profesi,
Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, Pedoman
Disiplin dan satu ikatan moral yaitu Kode Etik Apoteker

Dalam UU Tenaga Kesehatan Nomor 36 Tahun 2014 disebutkan bahwa


penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki etika dan moral yang tinggi.
Seorang Apoteker dituntut untuk meningkatkan bekal keilmuan dan
keterampilan yang cukup di bidang kefarmasian baik dalam teori maupun
praktek. Sejalan dengan pesatnya perkembangan keilmuan di dunia

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 122


farmasi, maka seorang apoteker wajib untuk secara kontinu meningkatkan
ilmu supaya senantiasa mampu memberikan layanan terbaik untuk pasien.

Melalui pelatihan ini mari kita bersama sama melihat berbagai aspek dan
tata nilai yang selalu harus diperhatikan oleh setiap apoteker dalam
menjalankan praktek profesinya.

Catatan khusus:

Pada waktu IAI mengesahkan Pedoman Disiplin Apoteker


Indonesia di tahun 2014, belum terbentuk Konsil Tenaga
Kefarmasian, yang sebenarnya lebih ideal untuk menangani
Pedoman Disiplin Tenaga Kefarmasian. Karena itu, disadari
bahwa penanganan Disiplin Apoteker oleh MEDAI sebagai
sebuah unit internal, merupakan langkah sementara, sambil
menunggu terbentuknya Konsil Tenaga Kefarmasian. Dan,
sekarang sudah ada Perpres no 90 tahun 2017 tentang Konsil
Tenaga Kesehatan, yang di dalamnya terdapat Konsil Tenaga
Kefarmasian. Perpres ini kemudian disempurnakan dengan
Perpres no 86 tahun 2019.

Konsil ini kini sedang dalam proses finalisasi.

Kalau Konsil ini sudah terbentuk, maka selanjutnya penanganan


tentang Disiplin Apoteker ini akan sepenuhnya menjadi
kewenangan Konsil,

Dengan demikian, IAI sebagai organisasi profesi akan fokus


menangani Kode Etik

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengkuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan aspek
etik, dan disiplin Apoteker.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 123


Sub Materi Pokok
1. Pengertian nilai Apoteker
2. Pengertian praktik Apoteker bertanggung jawab
3. Praktek Profesi dan professional
4. Pengertian etik dan nilai etik dan disiplin Apoteker
5. Prinsip dan nilai etik dan disiplin Apoteker
6. Penanganan dilemma etik
7. Analisis dilemma etik dan disiplin

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 124


Uraian Materi Pokok 1

A. Pengertian nilai Apoteker

Nilai-nilai yang melekat dalam diri seorang apoteker dalam pengabdian


profesinya, tercermin dalam lafaz sumpah apoteker, yang diikrarkan
oleh setiap apoteker di saat pelantikannya sebagai apoteker.

Lafal sumpah apoteker itu memiliki status formal berupa Peraturan


Pemerintah No 20 Tahun 1962, yang bunyinya:

"Demi Allah ", saya bersumpah


1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan terutama dalam bidang Kesehatan;
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui
karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai
Apoteker;
3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan
pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang
bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik baiknya
sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan
kefarmasian;
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar
dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik
kepartaian, atau kedudukan sosial;
6. Saya ikrarkan Sumpah/Janji ini dengan sungguh sungguh
dan dengan penuh keinsyafan

B. Pengertian praktik apoteker bertanggungjawab

Dalam menjalankan praktek profesi yang baik dan benar, seorang


apoteker harus mampu menjamin bahwa obat (ataupun informasi obat)

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 125


itu betul2 berkualitas yang baik, disampaikan pada waktu yang tepat,
pada orang yang tepat dan di tempat yang tepat, sesuai dengan kaidah
ilmiah serta ketentuan yang berlaku. Untuk itu, dalam melaksanakan
profesi apoteker di apotik misalnya, seorang apoteker harus selalu siap
di tempat, sesuai jadwal tugasnya, dan berkomunikasi langsung
dengan pasien di saat pelayanan kefarmasian.

IAI selaku organisasi profesi apoteker, memiliki sejumlah naskah azasi,


yang sangat penting untuk dimiliki dan dijadikan referensi bagi setiap
apoteker yang sungguh-sungguh ingin melaksanakan praktek profesi
apoteker yang bertanggung jawab.

Naskah azasi tersebut adalah:


1. Anggaran Dasar IAI
2. Anggaran Rumah Tangga IAI
3. Kode Etik Apoteker Indonesia (KEAI)
4. Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia (PDAI)
5. Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI)
6. Standar Praktek Apoteker Indonesia (SPAI)
7. Pedoman Praktek Apoteker Indonesia ( PPAI)
8. Peraturan-peraturan Organisasi (PO)

C. Praktik Profesi dan Profesional

Seorang apoteker dalam mengemban tugas profesinya sebagai


apoteker, perlu memiliki dan menampilkan beberapa karakteristik:
1. Menghayati dan senantiasa mentaati sumpah/janji apoteker, dan
selalu menggunakan Kode Etik Apoteker Indonesia dan Pedoman
Disiplin Apoteker Indonesia sebagai acuan.
2. Memelihara dan mengembangkan kompetensi melalui
penguasaan dan penyegaran ilmu pengetahuan dan teknologi
khusus dalam bidang kefarmasian.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 126


3. Memahami dan memiliki seperangkat sikap yang mempengaruhi
perilaku yang mementingkan klien, khususnya peduli terhadap
kesehatan pasien.
4. Melaksanakan pekerjaan/praktik berdasarkan standar profesi yang
berlaku, antara lain standar pelayanan dan sistem penjaminan
mutu.
5. Seorang apoteker mempunyai kewenangan profesi, sehingga di
sisi lain, apoteker harus siap memperoleh sanksi, ketika terbukti
melakukan kesalahan ataupun kelalaian, sebagai konsekwensi dari
hak mendapatkan surat izin kerja/praktik

Singkatnya, seorang apoteker harus selalu berupaya melaksanakan


profesinya dengan kinerja dan kualitas yang sebaik baiknya.

D. Pengertian etik dan disiplin Apoteker


Kode etik adalah pedoman atas sikap dan tingkah laku serta perbuatan
dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari hari di tempat
kerja ataupun di masyarakat. Pada dasarnya, kode etik itu menyangkut
moral, yang disusun sendiri oleh setiap organisasi profesi, mengacu
kepada ketentuan, kebiasaan dan tata nilai yang berlaku.

Dengan demikian kode etik ini merupakan janji seorang Apoteker yang
harus dipegang teguh oleh semua Apoteker yang menjalankan praktek
kefarmasian maupun dalam kehidupan di tengah masyarakat

Kode etik apoteker bertujuan melindungi anggota dari perbuatan yang


akan merugikan masyarakat. Menjaga anggota dari perbuatan yang
akan merusak citra profesi, yang akhirnya dapat merugikan dirinya
sendiri.

Kode Etik Apoteker Indonesia berikut Pedoman Pelaksanaan


merupakan naskah-naskah azasi organisasi Ikatan Apoteker Indonesia
yang sudah ditetapkan dalam Kongres ke XVIII tahun 2009 di Jakarta
sesuai dengan amanat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 127


Tangga. Naskah Kode Etik Apoteker Indonesia pada awalnya disahkan
pada Kongres ISFI ke XVII, tahun 2005 di Bali. Lalu disempurnakan
pada Kongres ISFI ke XVIII tahun 2009 di Jakarta

Sedangkan Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia (PDAI) disahkan


dalam Rakernas Agustus 2014.

Sebagai naskah azasi, maka setiap anggota, anggota luar biasa, dan
Anggota Kehormatan berkewajiban untuk menjaga dan membela
nama baik organisasi, menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia serta menegakkan disiplin Apoteker. Dengan
demikian kita mengharapkan agar Apoteker menjadi seorang yang
berbudi luhur, profesional, memiliki kesejawatan yang tinggi, dan
inovatif, serta berorientasi ke masa depan, dapat menjaga dan
meningkatkan profesionalisme Apoteker, mampu menjalankan praktek
kefarmasian dengan mengindahkan etik, disiplin dan bertanggung
jawab.

Naskah Kode Etik Apoteker Indonesia pada awalnya disahkan pada


kongres ISFI ke XVII, tahun 2005 di Bali. Lalu disempurnakan pada
kongres ISFI ke XVIII tahun 2009 di Jakarta.

Kode Etik Apoteker Indonesia terdiri dari 5 bab, dan 15 pasal, meliputi
8 pasal kewajiban umum,
1 pasal kewajiban terhadap pasien,
3 pasal kewajiban terhadap teman sejawat,
2 pasal terhadap tenaga kesehatan lain, dan 1 pasal penutup.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 128


Sebagai contoh, kita bisa lihat salah satu pasal di dalam Kode Etik
Apoteker Indonesia, sbb:
Pasal 4:

Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan


di bidang kesehatan pada umumnya dan bidang farmasi pada
khususnya.

Penjelasannya:
1. Seorang Apoteker harus mengembangan pengetahuan dan
keterampilan profesionalnya secara terus menerus.
2. Aktifitas seorang Apoteker dalam mengikuti perkebangan di
bidang kesehatan, diukur dari nilai SKP yang diperoleh dari
hasil uji kompetensi
3. Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh Apoteker ditetapkan
dalam peraturan organisasi

Pada Kongres ISFI tahun 2014 disepakati untuk merubah organisasi


dari ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) menjadi IAI (Ikatan
Apoteker Indonesia). Sekaligus diamanatkan kepada Pengurus IAI
yang baru terpilih, untuk menyusun naskah Pedoman Disiplin Apoteker
Indonesia, untuk nantinya disahkan pada kesempatan rakernas
pertama, atas mandat Kongres. Tugas tersebut telah dapat
diselesaikan, dan naskah Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia sudah
disahkan pada Rakernas IAI bulan Juni 2015.

Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk


menaati kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan/ atau peraturan
praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman
disiplin.

Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/


atau ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat
dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu:

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 129


1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak
dilaksanakan dengan baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan
Apoteker.

Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan


Apoteker yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan
ketentuan disiplin Apoteker.

Apakah ada pedoman atau contoh2, bentuk perbuatan seperti apa


yang dianggap sebagai pelanggaran disiplin?

Pada pedoman disiplin apoteker Indonesia, dicantumkan 22 butir


contoh bentuk pelanggaran disiplin yang harus dihindari dan tidak
boleh dilakukan oleh seorang apoteker dalam menjalankan praktek
profesinya.

Bentuk pelanggaran Disiplin Apoteker:


1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi
tanggung jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa
Apoteker pengganti dan/ atau Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu
dan/ atau tenaga-tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada
kepentingan pasien/ masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date”
dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat,
sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian
pasien.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 130


6. Tidak membuat dan/ atau tidak melaksanakan Standar Prosedur
Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di
sarana pekerjaan/ pelayanan kefarmasian, sesuai dengan
kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin ‘mutu’,
’keamanan’, dan ’khasiat/ manfaat’ kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat
dan/ atau bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku,
sehingga berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya mutu,
khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar,
sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan
fisik ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan
kualitas pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang
seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga
dapat membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan
praktik swa-medikasi (self-medication) yang tidak sesuai dengan
kaidah pelayanan kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/
atau tidak objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap
pasien tanpa alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 131


18. Membuat catatan dan/ atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak
baik dan tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA) atau Surat Izin Praktik Apoteker/ Surat Izin Kerja
Apoteker (SIPA/SIKA) dan/ atau sertifikat kompetensi yang tidak
sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya
yang diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan
dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/ pelayanan atau kelebihan
kemampuan /pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan,
yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil
pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut.

Mari kita lihat butir 1, “ melakukan praktek kefarmasian dengan tidak


kompeten “.Penjabarannya bisa berupa perbuatan yang tidak sesuai
dengan standar praktek profesi, dan standar kompetensi. Bisa juga
karena melalaikan pembaharuan ilmu kefarmasian secara terus
menerus, sehingga tingkat keilmuan yang digunakan menjadi usang
dan tidak lagi sesuai dengan perubahan kebutuhan di masyarakat.

E. Prinsip dan nilai etik dan disiplin Apoteker


Pada mukaddimah Kode Etik Apoteker Indonesia, ditekankan sebuah
prinsip yang mengawali segala tata nilai yang mendasari pola pikir dan
pola tindak seorang apoteker, sebagai seorang insan beragama.

Kutipannya:

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas


kewajibannya serta dalam mengamal-kan keahliannya harus
senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan
Yang Maha Esa.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 132


Dari lafal sumpah apoteker, yang diikrarkan oleh setiap apoteker pada
saat pelantikannya, dapat ditangkap beberapa tata nilai yang harus
menjadi pegangan dan pedoman bagi setiap apoteker

Berbagai nilai luhur yang melekat pada profesi apoteker, antara lain
membaktikan diiri untuk peri kemanusiaan, menjaga kerahasiaan
pasien, mematuhi hukum, menjaga martabat luhur jabatan
kefarmasian, menjauhi perilaku yang membedakan pasien atas latar
belakang apapun.

Kewajiban memenuhi sumpah yang sudah diucapkan, kemudian


diperkuat dengan pasal 1 Kode Etik Apoteker Indonesia:
“Setiap Apoteker harus menjujung tinggi, menghayati dan
mengamalkan Sumpah Apoteker”

Kode Etik Apoteker Indonesia diharapkan dapat berfungsi:


1. Sebagai pedoman setiap anggota dalam menjalankan praktik
profesinya dan dalam kehidupan sehari hari
2. Sebagai sarana kontrol bagi masyarakat atas pelaksanaan praktik
profesi.
3. Mencegah campur tangan pihak luar organisasi tentang hubungan
antara etika dan keanggotaan organisasi.
Kode Etik Apoteker Indonesia dan Pedoman Pelaksanaannya
merupakan naskah azasi organisasi Ikatan Apoteker Indonesia yang
ditetapkan dalam Kongres ISFI ke XVIII tahun 2009 di Jakarta sesuai
dengan amanat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
organisasi.

F. Penanganan dilema etik dan/atau disiplin


Apabila Apoteker melakukan pelanggaran Kode Etik Apoteker
Indonesia, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi organisasi.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 133


Sanksi dapat berupa pembinaan, peringatan, pencabutan
keanggotaan untuk sementara, atau pencabutan keanggotaan seara
tetap.

Kriteria pelanggaran kode etik diatur dalam peraturan organisasi.


Sanksi ditetapkan setelah melalui kajian yang mendalam dari majelis
khusus yang dibentuk oleh MEDAI Daerah, melalui suatu sidang etik,
yang prosedur dan tata laksananya sudah disiapkan secara cukup rinci
oleh organisasi. Hasil sidang majelis (etik ataupun disiplin) akan
disampaikan kepada pengurus daerah IAI, disertai dengan
rekomendasi bentuk sanksi yang dijatuhkan.

Seandainya ada pihak (terlapor maupun pelapor) yang tidak puas


dengan keputusan majelis, maka terbuka kesempatan untuk
mengajukan banding ke MEDAI Pusat. Untuk itu juga sudah tersedia
pedoman dan tata laksana yang cukup rinci. Keseluruhan tata laksana
penanganan laporan tentang dugaan pelanggaran etik apoteker
ataupun dugaan pelanggaran disiplin apoteker, sudah dikukuhkan
dalam bentuk peraturan resmi organisasi. (PO – 007 tahun 2020).

Kriteria Pelanggaran Etik


1. Ignorant (tidak tahu)
2. Kelalaian (alpa)
3. Kurang Perhatian
4. Kurang terampil
5. Sengaja

Pengaduan adanya pelanggaran Kode Etik Apoteker Indonesia.


Pihak2 yang berhak menyampaikan pengaduan atas dugaan
pelanggaran Kode Etik Apoteker Indonesia, ataupun dugaan
pelanggaran terhada Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia adalah:
1. Pasien
2. Dokter atau tenaga kesehatan lain

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 134


3. Teman sejawat
4. Pengurus Cabang/ Pengurus Daerah IAI
5. Instansi pemerintah terkait

G. Analisis dilema etik dan disiplin

Seandainya ada pengaduan tentang pelanggaran etik dan atau disiplin


yang dilakukan oleh seorang apoteker, maka organisasi profesi harus
memiliki sistim dan prosedur penanganan yang jelas, tertulis, dan
dikukuhkan sebagai sebuah dokumen resmi organisasi. Juga harus
ada unit di dalam organisasi yang memiliki tugas dan kewenangan
untuk menangani kasus ini, menyelidiki, membuktikan, dan
menyimpulkan kriteria pelanggaran yang dilakukan, sekaligus
memberikan rekomendasi bentuk sanksi yang perlu dijatuhkan.

Untuk Ikatan Apoteker Indonesia, unit organisasi tersebut adalah


Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia. (MEDAI).

Kriteria Pembuktian
1. Melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan
2. Tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan
3. Melakukan sesuatu yang melanggar peraturan perundang-
undangan.

Penilaian, Pembuktian dan Sanksi terhadap Pelanggaran Etik.


Unsur ketidaktahuan penyebabnya adanya celah (”Gap”) pengetahuan
dan atau keterampilan antara kenyataan yang dihadapi dalam praktek
dengan apa yang diketahui pada saat kuliah. Sehingga dapat
diperkirakan seorang Apoteker yang telah lama meninggalkan bangku
kuliah dan tidak adanya pendidikan berkelanjutan, menimbulkan
adanya unsur ketidak tahuan.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 135


SEKARANG SAYA TAHU

Bagaimana melakukan praktik kefarmasian dengan memperhatikan


aspek etik, dan disiplin Apoteker.
Saya juga memahami bahwa peri laku maupun pelaksanaan praktek
profesi yang mengabaikan Kode Etik Apoteker ataupun Pedoman
Disiplin Apoteker, akan menghadapi risiko terkena sanksi sesuai
ketentuan organisasi profesi.apoteker,
Saya juga memahami pengertian nilai Apoteker, bagaimana praktik
profesi dan professional apoteker bertanggungjawab, pengertian etik
dan disiplin Apoteker dan bagaimana penanganan dilemma etik dan
atau disiplin apoteker.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 136


MATERI POKOK 2

ASPEK LEGAL
DALAM APOTEKER

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 137


Pendahuluan
Pengertian hukum secara umum adalah peraturan atau adat, yang secara
resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan sesuai ketentuan yang berlaku
pemerintah. Terkait praktek profesi apoteker, ada sejumlah ketentuan
perundang-undangan penting yang perlu dipahami bersama antara lain
1. UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
2. UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. PP No 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Keseatan
4. PP no 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dan Peraturan
Pelaksanaannya
5. PP no 47 tahun 2016 tentang fasilitas Pelayanan Kesehatan
6. PMK no 3 tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan
dan pelaporan narkotika
7. PMK no 31 tahun 2016 (merubah PMK no 889 tahun 2011) tentang
registrasi, Izin praktek, dan izin kerja Tenaga Kefarmasian
8. PMK no 73 tahun 2016 tentang Standar Kefarmasian di Apotik
9. PMK no 9 tahun 2017 tentang Apotik
10. PMK n0 26 tahun 2018 tentang Pengawasan, Pengelolaan obat,
Bahan obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor farmasi di fasilitas
pelayanan kefarmasian.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengkuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan aspek
legal terkait proesi Apoteker.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
1. Pengertian hukum apoteker
2. Hak pasien
3. Kewenangan Apoteker
4. Legal Isu Apoteker

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 138


Uraian Materi Pokok 2

A. Pengertian Hukum Apoteker


Secara formal, wilayah kerja profesi Apoteker adalah melakukan
pekerjaan kefarmasian yang landasan hukumnya terdapat dalam PP
51 tahun 2009

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan pekerjaan


Kefarmasian adalah pembuatan,termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional.

B. Hak pasien
Pasien sebagai pengguna jasa profesi, mengharapkan Apoteker
mengambil keputusan profesi untuk kepentingannya. Sebagian besar
pasien tidak mengetahui tentang proses pelayanan yang diberikan
oleh Apoteker karena otonomi serta monopoli keilmuan dan
profesinya. Oleh sebab itu mereka menyerahkan diri dan pasrah.

Disinilah diperlukan proses pengambilan keputusan sebagai


pertanggung jawaban profesi, antara lain melalui pernyataan
kewajiban Apoteker terhadap klien, yang dituangkan dalam bentuk
Kode Etik. Di dalam salah satu pasal Kode Etik Apoteker Indonesia,
jelas disebutkan bahwa apoteker harus menghormati hak azasi pasien

Pasal 9 KEAI:

Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian


harus meng-utamakan kepentingan masyarakat menghormati
hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 139


C. Kewenangan Apoteker
Dalam melaksanakan praktek profesinya, seorang apoteker dibekali
dengan kewenangan resmi menurut perundang undangan, antara lain
pada UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 108 (1) yang
berbunyi: Praktek kefarmasian, yang meliputi pembuatan, termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi pengamanan, pengadaan,
penyimpanan, dan pendistribusian obat pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat, dan obat tradisional, harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan yang berlaku.

Pada PP 51 ps 1 ayat 4, disebutkan:

“Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan


bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.”

D. Legal isu dalam Apoteker


Pada Kode Etik Apoteker Indonesia ditekankan pentingnya bagi
seorang apoteker untuk terus menerus mengikuti perkembangan
peraturan yang berlaku.

Pasal 8 KEAI

“Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan


perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di
bidang farmasi pada khususnya.”

Selain itu, seorang apoteker juga harus selalu menyadari dan


memahami aturan2 yang merupakan payung hukum dalam
melaksanakan profesinya sebagai apoteker, tersedia seperangkat

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 140


peraturan perundang undangan yang memberinya berbagai
kewenangan khusus sesuai keahliannya, dan memayunginya secara
hukum.

Pada PP 51 tahun 2009 ps 1 ( ayat 20-22-23) dapat kita lihat


beberapa persyaratan formal administratif yang perlu dimiliki seorang
apoteker dalam melaksanakan kerja profesinya sebagai apoteker,
antara lain

Ayat 20:

Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah


bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.

Ayat 22:

Surat Izin Praktek Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat


izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan
Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah
Sakit.

Ayat 23:

Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang
diberikan kepada Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untuk
dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi
dan fasilitas distribusi atau penyaluran.

Dengan berbekal surat izin terkait, maka kewenangan seorang


apoteker dalam menjalankan profesinya didukung oleh payung hukum
yang kuat.

Seandainya, seorang apoteker tersandung kasus hukum dalam


melaksanakan profesinya sebagai apoteker, maka IAI sebagai

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 141


organisasi profesi siap untuk memberikan pendampingan hukum,
dengan kriteria2 tertentu.

Ini tertuang dalam SK PP IAI No. PO.003/PP IAI/1822/XI/2020, tentang


Pedoman Advokasi dan Pembelaan Anggota IAI.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 142


SEKARANG SAYA TAHU

Setelah mengikuti materi ini, saya menjadi tahu aspek legal dalam Apoteker,
yang mencakup pengertian hukum Apoteker, hak pasien dan apa yang menjadi
kewenangan Apoteker serta aturan2 hukum dan perundang undangan yang
memayungi praktek profesi apoteker

Selamat!!!
Anda telah menyelesaikan.................................... Jika Anda belum
sepenuhnya memahami materi, silakan pelajari Kembali modul dari awal ya!

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 143


REFERENSI

1. UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan


2. UU no 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. PP No 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Keseatan
4. PP no 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dan Peraturan
Pelaksanaannya
5. PP no 20 tahun 1962 tentang sumpah apoteker
6. PP no 47 tahun 2016 tentang fasilitas Pelayanan Kesehatan
7. Per Pres no 90 tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan
8. Per Pres Nomor 86 Tahun 2019.tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 90 Tahun 2017 tentang Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia.
9. PMK no 3 tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan
dan pelaporan narkotika
10. PMK no 31 tahun 2016 ( merubah PMK no 889 tahun 2011) tentang
registrasi, Izin praktek, dan izin kerja Tenaga Kefarmasian
11. PMK no 73 tahun 2016 tentang Standar Kefarmasian di Apotik
12. PMK no 9 tahun 2017 tentang Apotik
13. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker
Indonesia (IAI),
14. Kode Etik Apoteker Indonesia, IAI. ed. 2018
15. Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia, IAI, ed 2018.
16. SK PP IAI Nomor: PO.007/PP.IAI/1822/XI/2020 tentang Pedoman
Penilaian dan Standar Prosedur Operasional Tata Cara Penannganan
Pelanggaran Kode Etik Apoteker Indonesia
17. SK PP IAI No. PO.003/PP IAI/1822/XI/2020, tentang Pedoman
Advokasi dan Pembelaan Anggota IAI.

Etik, Disiplin, dan Legal Profesi Apoteker 144


Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 145
A Tentang Modul Ini

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 146


DESKRIPSI SINGKAT

Mata pelatihan ini membahas tentang kegiatan jabatan fungsional


Apoteker, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara ReforB Nomor 13 Tahun 2021
tentang Jabatan Fungsional Apoteker. Seorang Apoteker sebagai
pemangku jabatan fungsional Apoteker perlu memahami unsur dan sub
unsur yang terdapat dalam peraturan atau petunjuk teknisnya.
Disamping itu juga harus tahu jenis kegiatan yang tertuang dalam butir-
butir kegiatan, serta memahami kegiatan pelayanan kefarmasian
sesuai dengan butir-butir kegiatan dan mampu mempraktikkan sebagai
pejabat fungsional apoteker dan melakukan penilaian terhadap
kegiatan yang dilakukan.

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 147


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu menjelaskan
kegiatan jabatan fungsional apoteker

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:

1. Menjelaskan unsur dan sub unsur jabatan fungsional apoteker.


2. Menjelaskan uraian kegiatan jabatan fungsional apoteker

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 148


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Unsur dan sub unsur jabatan fungsional apoteker.
2. Uraian kegiatan jabatan fungsional apoteker:

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 149


B Kegiatan Belajar

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 150


MATERI POKOK 1

UNSUR DAN SUB UNSUR


JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 151


Pendahuluan

Jabatan fungsional apoteker adalah salah satu bentuk jabatan


pegawai negeri sipil (PNS) bidang Kesehatan yang bertujuan untuk
pengembangan karier dan peningkatan profesionalisme dengan ruang
lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang dibidang praktik
kefarmasian dalam hal ini pelayanan kefarmasian di rumah sakit dan
puskesmas milik pemerintah. Kita tahu bahwa pelayanan kefarmasian
adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Jumlah butir kegiatan yang cukup banyak dan bervariasi, maka
disusun dalam bentuk unsur dan sub unsur jabatan fungsional apoteker.
Komitmen untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin untuk
kepentingan masyarakat, harus terus diupayakan dan ditingkatkan oleh
Apoteker baik di Rumah sakit maupun Puskesmas, dengan
memperhatikan unsur dan sub unsur yang harus dipenuhi, sehingga
pemangku jabatan fungsional apoteker dapat mengembangkan diri secara
maksimal.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu menjelaskan unsur
dan sub unsur yang harus dipenuhi oleh seorang pemangku jabatan
fungsional apoteker

Sub Materi Pokok 1


1. Unsur jabatan fungsional apoteker
2. Sub Unsur jabatan fungsional apoteker

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 152


Uraian Materi Pokok 1

Apakah anda sebagai seorang Apoteker pemangku jabatan


fungsional apoteker sudah mengetahui bahwa berdasarkan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokasi nomor 13 tahun 2021 tentang Jabatan
Fungsional Apoteker, antara lain menjelaskan tentang Unsur
dan Sub unsur yang digunakan sebagai pedoman oleh
seorang pemangku jabatan fungsional apoteker, dalam
menjalankan profesinya?

A. Unsur Jabatan Fungsional Apoteker


1. Praktik Kefarmasian
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 tahun 2021, tentang Jabatan
Fungsional Apoteker, Praktik Kefarmasian dibidang pelayanan
Kesehatan yang selanjutnya disebut praktik kefarmasian adalah
kegiatan kefarmasian yang meliputi penyusunan rencana praktik
kefarmasian, pengelolaan sediaan farmasi, alat Kesehatan dan
bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik, sterilisasi
sentral, pelayanan farmasi khusus, serta penerapan kajian
farmakoekonomi dan uji klinik.

2. Pengembangan Profesi
Pengembangan adalah kegiatan belajar yang diadakan dalam
jangka waktu tertentu guna memperbesar kemungkinan untuk
meningkatkan kinerja untuk jangka Panjang. Pengembangan
profesi adalah kegiatan dalam pengamalan ilmu dan pengetahuan,

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 153


teknologi dan keterampilan untuk meningkatkan mutu baik bagi
proses belajar mengajar maupun profesionalisme.

3. Penunjang kegiatan pelayanan kefarmasian dan alat


Kesehatan
Penunjang kegiatan pelayanan kefarmasian bagi seorang
pemangku jabatan fungsional apoteker, adalah kegiatan
penunjang yang dapat diberikan atau diikuti oleh seorang apoteker,
antara lain: sebagai pengajar/ dosen, pelatih, keanggotaan dalam
tim, memperoleh penghargaan, mendapat ijazah/ gelar dan lain-
lain kegiatan yang dapat menunjang kegiatan pelayanan
kefarmasian.

B. Sub Unsur Jabatan Fungsional Apoteker


1. Praktik Kefarmasian Meliputi:
a. Penyusunan Rencana Praktik Kefarmasian
Penyusunan rencana Praktik Kefarmasian, adalah kegiatan untuk
menentukan jenis kegiatan yang akan dilakukan, yang meliputi
perencanaan dibidang pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan BMHP, pelayanan farmasi klinik, sterilisasi
sentral, pelayanan farmasi khusus, serta penerapan kajian
farmakoekonomi dan uji klinik, agar terpenuhinya kriteria atau
standar yang sudah ditetapkan.
Dalam kegiatan sehari-hari di pelayanan kefarmasian, seorang
apoteker tidak bisa terlepas dari merencanakan praktik
kefarmasian yang akan dilakukan, misalnya: merencanakan
jumlah dan jenis obat, alkes dan bahan medis habis pakai yang
akan dibeli, merencanakan kegiatan Visite, merencanakan
kegiatan konseling, dll

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 154


b. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes Dan BMHP
Kegiatan seorang Apoteker dalam: pemilihan; perencanaan
kebutuhan; pengadaan; penerimaan; penyimpanan;
pendistribusian; pemusnahan dan penarikan; pengendalian;
dan administrasi terkait sediaan farmasi, alat kesehatan dan
BMHP.
Dua kegiatan besar dalam pelayanan kefarmasian adalah
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dan
pelayanan farmasi klinik. Dalam pengelolaan seorang
apoteker harus mampu melakukan perencanaan dengan
berbagai metode, pengadaan, pendistribusian sediaan
farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang menjadi tanggung
jawabnya.

c. Pelayanan Farmasi Klinik


Merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi
dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena
Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 155


Pelayanan farmasi klinik meliputi: pengkajian dan pelayanan
resep, penelusuran Riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat,
pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite, pemantauan
terapi obat (PTO), monitoring efek samping obat (MESO),
evaluasi penggunaan obat (EPO), dispensing sediaan steril dan
pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD).

Pelayanan farmasi klinik dilaksanakan untuk mencapai


penggunaan obat yang rasional (pasien menerima obat yang
tepat indikasi, kondisi pasien, dalam bentuk sediaan, jumlah,
dosis, frekuensi, lama dan cara penggunaan yang tepat,
terhindar dari interaksi obat, waspada efek samping, harga
terjangkau serta mendapat informasi yang tepat) serta
menghormati pilihan pasien dengan tujuan akhir meningkatkan
kualitas hidup pasien.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

d. Sterilisasi Sentral
Sterilisasi sentral adalah kegiatan dalam rangka memutus
mata rantai penularan infeksi dalam upaya menekan kejadian
infeksi di Rumah Sakit mulai dari dekontaminasi sampai

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 156


dengan sterilisasi instrument dan BMHP yang dilakukan
secara tersentralisir

Instalasi sterilisasi sentral merupakan salah satu unit


penunjang pelayanan Kesehatan di rumah sakit yang
mengelola bahan alat steril sesuai standar yang berlaku untuk
mendukung keselamatan pasien dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi melalui pengelolaan bahan dan alat steril
yang digunakan dalam pelayanan Kesehatan. Disamping itu
seorang Apoteker dalam melakukan dispensing sediaan steril
harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan aseptik untuk
menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi
petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat.
Salah satu kompetensi seorang apoteker adalah mempunyai
kemampuan dalam hal metode sterilisasi. Oleh karena itu
seorang apoteker yang ditempatkan dibagian sterilisasi
sentral, dapat berperan untuk merealisasikan ilmu yang
diterima terkait sterilisasi, atau dalam melakukan dispensing
sediaan steril.

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 157


e. penerapan kajian farmako ekonomi dan uji klinik
Penerapan kajian farmako ekonomi digunakan dalam seleksi dan
atau penggunaan obat pada suatu daerah atau fasilitas
kesehatan. Prioritas pelaksanaan kajian farmako ekonomi
terutama pada penyakit yang mempunyai dampak besar
terhadap biaya kesehatan. Kajian farmakoekonomi dilakukan
untuk mengidentifikasi obat yang menawarkan efektifitas
(effectiveness) lebih tinggi dengan harga lebih rendah sehingga
secara signifikan memberikan efektivitas-biaya yang tinggi.
Seorang apoteker dapat menerapkan ilmu farmako ekonomi
dalam melakukan seleksi dan atau penggunaan obat pada suatu
daerah atau fasilitas kesehatan. Prioritas pelaksanaan kajian
farmako ekonomi terutama pada penyakit yang mempunyai
dampak besar terhadap biaya kesehatan. Kajian
farmakoekonomi dilakukan untuk mengidentifikasi obat yang
menawarkan efektifitas (effectiveness) lebih tinggi dengan harga
lebih rendah sehingga secara signifikan memberikan efektivitas-
biaya yang tinggi.

f. Pelayanan farmasi khusus


Pelayanan farmasi khusus adalah kegiatan yang meliputi
pelayanan swamedikasi, home pharmacy care, ambulatory
service, pelayanan paliatif, pelayanan penggunaan obat
program. Seorang Apoteker dalam melaksanakan pelayanan

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 158


bagi pasien yang tidak/ belum dapat menggunakan obat
secara mandiri, dapat melakukan pendampingan di rumah (home
pharmacy care) dan harus dengan persetujuan pasien atau
keluarganya dengan tujuan untuk memastikan kepatuhan
pengobatan atau ketepatan penggunaan alat Kesehatan, yang
pada akhirnya dapat meningkatkan keberhasilan terapi.

2. Pengembangan Profesi
Kegiatan yang termasuk dalam pengembangan profesi dibawah
ini, akan menambah angka kredit bagi seorang pemangku jabatan
fungsional apoteker. Kegiatan yang termasuk dalam
pengembangan profesi adalah:
a. Perolehan Ijazah atau gelar pendidikan formal sesuai
dengan bidang tugas jabatan fungsional apoteker
Memperoleh ijazah sesuai dengan bidang tugas jabatan
fungsional apoteker.
Sebagai pemangku jabatan fungsional apoteker, minimal
Pendidikan terendah yang harus dimiliki adalah lulus dari
profesi apoteker, apabila berminat mengembangkan diri, maka

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 159


Pendidikan yang sesuai misalnya: spesialis farmasi klinik,
spesialis farmasi rumah sakit, magister farmakoekonomi, dst

b. Pembuatan karya tulis/ karya ilmiah di bidang praktik


kefarmasian
Membuat karya tulis/ karya ilmiah hasil penelitian/ pengkajian/
survey/ evaluasi di bidang praktik kefarmasian yang
dipublikasikan dalam bentuk: buku/ majalah ilmiah
internasional yang terindek, nasional yang terakreditasi atau
yang diakui organisasi profesi atau tanpa dipublikasikan dalam
bentuk buku/ majalah.
Karya tulis/ ilmiah dapat juga berupa tinjauan atau ulasan
ilmiah, hasil gagasan sendiri dibidang praktik kefarmasin yang
dipublikasikan atau tidak dipublikasikan dalam bentuk buku
yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional atau dalam
majalah ilmiah yang diakui organisasi profesi atau instansi
pembina.
Menyampaikan prasaran berupa tinjauan, gagasan dan atau
ulasan ilmiah dalam pertemuan ilmiah atau membuat artikel di
bidang praktik kefarmasian yang dipublikasikan.
Dalam melakukan praktik kefarmasian kadang-kadang kita
menemukan permasalahan. Permasalahan ada yang langsung
dapat dipecahkan, tapi ada yang harus lewat penelitian.
Permasalahan yang hanya dapat disimpulkan setelah
dilakukan penelitian, merupakan issue yang dapat digunakan
sebagai bahan membuat karya ilmiah. Karya ilmiah juga dapat
dilakukan melalui studi literatur atau eksperimen.

c. Penerjemahan/ Penyaduran buku dan Bahan-bahan lain di


bidang praktik kefarmasian
Menerjemahkan/ menyadur buku atau karya ilmiah dibidang
praktik kefarmasian yang dipublikasikan atau tidak

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 160


dipublikasikan dalam bentuk buku yang diterbitkan dan
diedarkan secara nasional atau majalah ilmiah yang diakui
opganisasi profesi atau instansi pembina.
Banyak diantara apoteker yang mempunyai kemampuan
berbahasa asing, terutama Bahasa Inggris. Hal ini dapat
digunakan sebagai peluang mendapatkan nilai angka kredit
dan mungkin juga sebagai royalty, bila hasil penerjemahannya
dicetak dan dijual.

d. Penyusunan standar/ pedoman/ petunjuk pelaksanaan/


petunjuk teknis di bidang praktik kefarmasian

Dalam melakukan praktek/ pekerjaan kefarmasian yang baik,


hal minimal yang harus dilakukan oleh seorang Apoteker yaitu
berpraktik berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO)
untuk masing – masing jenis kegiatan, baik yang dikerjakan oleh
Apoteker itu sendiri maupun oleh Apoteker lain atau Tenaga
Teknis Kefarmasian yang membantu seorang apoteker dalam
praktik kefarmasiannya.
SPO perlu secara berkala ditinjau kembali untuk dapat
disesuaikan dan disempurnakan dengan tata urutan dalam
melakukan pekerjaan/ praktik kefarmasian, sehingga tujuan
pelayanan kefarmasian yang berkualitas dapat tercapai.

e. Pengembangan kompetensi di bidang praktik kefarmasian


Apoteker sebagai pemangku jabtaan fungsional perlu terus
engikuti kegiatan pengembangan profesi melalui kegaiatan,
antara lain: pelatihan fungsional, mengikuti Seminar/
lokakarya/ konferensi/ symposium/ studi banding lapangan,
pelatihan teknis/ magang dibidang tugas jabatan fungsional
apoteker dan memperoleh sertifikat.
Seorang apoteker harus mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan profesionalnya secara terus menerus.

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 161


Aktivitas seorang apoteker dalam mengikuti perkembangan di
bidang kesehatan, diukur dari nilai SKP yang diperoleh dari
hasil uji kompetensi
Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh apoteker ditetapkan
dalam peraturan organisasi.

f. Kegiatan lain yang mendukung pengembangan profesi


yang ditetapkan oleh instansi pembina di bidang praktik
kefarmasian.
Dari pengalaman praktik kefarmasian seorang apoteker, dan
permasalahan yang ditemukan, bukan hal yang tidak mungkin
apabila seorang apoteker membuat sistem pelayanan,
misalnya dengan menggunakan aplikasi atau sistem lain, yang
ternyata dapat menambah angka kredit seorang apoteker
pemangku jabatan fungsional apoteker.
3. Penunjang kegiatan pelayanan kefarmasian dan alat
Kesehatan.
Selain praktik kefarmasian dan pengembangan profesi, dibawah ini
kegiatan penunjang yang dapat menambah angka kredit bagi
seorang pemangku jabatan fungsional apoteker, yaitu:
a. Pengajar/ pelatih/ Pembimbing di bidang Praktik
Kefarmasian
Seorang apoteker mempunyai kesempatan mengajar/ melatih/
membimbing calon apoteker/ tenaga teknis kefarmasian. Disini
apoteker sebagai ekspert yang memiliki pengalaman dibidang
pelayanan kefarmasian, karena melakukan praktik langsung
terhadap pasien.

b. Keanggotaan dalam tim penilai/ Tim uji Kompetensi


Sebagai pemangku jabatan fungsional apoteker, dituntut untuk
cakap dalam melakukan penilaian terhadap kegiatan yang

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 162


dilakukan. Kecakapan inilah yang dapat membawa apoteker
menjadi tim penilai jabatan fungsional apoteker.

c. Perolehan penghargaan/ tanda jasa


Sebagai pemangku jabatan fungsional, setelah melewati
berbagai kegiatan dengan waktu yang memadai, seorang
apoteker dapat memperoleh penghargaan, baik dari
kementerian terkait maupun dari presiden, dimana hal ini dapat
menambah angka kredit yang mungkin bermanfaat dalam
memenuhi angka kredit yang dibutuhkan.

d. Perolehan gelar/ ijazah lainnya


Perolehan gelar kesarjanaan lainnya dapat menunjang tugas
seorang apoteker sebagai pemangku jabatan fungsional. Oleh
karena itu long life learner adalah merupakan salah satu unsur
dari nine star pharmacist.

e. Pelaksanaan tugas lain yang mendukung pelaksanaan


tugas apoteker
Banyak kegiatan yang dapat mendukung tugas apoteker,
antara lain:
1) Merumuskan sistem pelayanan kefarmasian
2) Melakukan penyuluhan di bidang kefarmasian/ Kesehatan
3) Peran serta dalam seminar/ lokakarya di bidang
kefarmasian/ Kesehatan
4) Keanggotaan dalam organisasi profesi Apoteker.
5) Keanggotaan dalam Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dan
atau kepanitian lainnya.

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 163


SEKARANG SAYA TAHU

Sekarang saya tahu, bahwa pejabat fungsional apoteker dalam


melaksanakan tugasnya harus memahami unsur dan sub unsur yang
merupakan target yang dapat dicapai melalui: Praktik Kefarmasian,
Pengembangan Profesi, dan Penunjang Tugas Apoteker.

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 164


MATERI POKOK 2

URAIAN KEGIATAN JABATAN


FUNGSIONAL APOTEKER

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 165


Pendahuluan
Pelayanan kefarmasian sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan mempunyai peran penting dalam mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu dimana Apoteker sebagai bagian dari tenaga
kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan
pelayanan kefarmasian yang berkualitas.
Tujuan pelayanan kefarmasian adalah menyediakan dan memberikan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai,
serta informasi terkait, agar masyarakat mendapatkan manfaatnya
yang terbaik. Pelayanan kefarmasian yang menyeluruh meliputi
aktivitas promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif kepada masyarakat.
Untuk memperoleh manfaat terapi obat yang maksimal dan mencegah
efek yang tidak diinginkan, maka diperlukan penjaminan mutu proses
penggunaan obat. Hal ini menjadikan apoteker harus ikut bertanggung
jawab, bersama-sama dengan profesi kesehatan lainnya dan pasien,
untuk tercapainya tujuan terapi yaitu penggunaan obat yang rasional.
Dalam rangka mencapai tujuan pelayanan kefarmasian tersebut maka
diperlukan standar bagi Apoteker dan pihak lain yang terkait. Standar
tersebut dituliskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 72
tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit
dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 26 tahun 2020 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, untuk memastikan
Apoteker dalam memberikan setiap pelayanan kepada pasien agar
memenuhi standar mutu dan merupakan cara untuk menerapkan
Pharmaceutical Care.

Indikator Hasil Belajar

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 166


Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu menjelaskan uraian
kegiatan jabatan fungsional apoteker

Sub Materi Pokok 2

1. Butir-butir kegiatan jabatan fungsional apoteker


2. Definisi Operasional
3. Bukti Fisik
4. Standar Kualitas Kerja

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 167


Uraian Materi Pokok 2

Apakah anda sebagai seorang Apoteker pemangku jabatan


fungsional apoteker sudah melakukan Pelayanan
Kefarmasian berorientasi/ fokus pada pasien. Disamping itu
tahukah anda bahwa Apoteker harus dapat memenuhi hak
pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan
termasuk tuntutan hukum.
Hal ini dapat menjadi peluang sekaligus merupakan
tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan
kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan
Kefarmasian secara komprehensif dan simultan, baik yang
bersifat manajerial (pengelolaan sediaan farmasi, alkes dan
BMHP) maupun pelayanan farmasi klinik.
Apakah anda juga memahami bahwa butir-butir kegiatan
yang terdapat pada Permenpan RB nomor 13 tahun 2021
tentang Jabatan Fungsional Apoteker, adalah bentuk
pengimplementasian kegiatan pelayanan kefarmasian di
rumah sakit dan puskemas.

A. Butir-butir Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker


Tujuan pelayanan kefarmasian adalah menyediakan dan memberikan
sediaan farmasi dan alat kesehatan serta informasi terkait agar
masyarakat mendapatkan manfaatnya yang terbaik.

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 168


Inti aktivitas apoteker adalah penyediaan obat dan produk kesehatan
lainnya untuk menjamin khasiat, kualitas dan keamanannya,
penyediaan dan pemberian informasi yang memadai dan saran untuk
pasien dan pemantauan terapi obat. Sasaran setiap unsur pelayanan
terdefinisi dengan jelas, dalam butir kegiatan yang dipraktikkan oleh
seorang apoteker melalui praktik profesinya yaitu pelayanan farmasi
klinik.
Definisi operasional dari masing-masing butir kegiatan adalah
pernyataan yang dapat menjelaskan yang diperlukan dalam
melakukan praktik kefarmasian, sehingga dapat dinilai secara
kuantitatif.

B. Bukti Fisik
Dalam melakukan pekerjaan/ praktik kefarmasian seorang Apoteker
harus selalu melakukan pendokumentasian hasil kerjanya.
Pedokumentasian sangat bermanfaat sebagai bukti: administrasi,
legalitas dari sisi hukum, berkaitan dengan keuangan/ finance,
research/ survey/ penelitian, edukasi/ pendidikan, dokumen penting.
Hasil kerja yang didokumentasikan merupakan bukti seluruh
aktivitas dari kegiatan apoteker dalam melakukan pelayanan
kefarmasian. Hasil kerja ini sebagai Bukti Fisik yang dapat
direalisasikan dalam bentuk angka kredit atau Satuan Kinerja
Pegawai (SKP).

C. Standar Kualitas Kerja


Standar kualitas kerja dapat dicapai apabila apoteker pemangku
jabatan fungsional melakukan praktik kefarmasian, sesuai dengan
standar pelayanan kefarmasian, berdasarkan standar prosedur
operasional, dan didokumentasikan dengan baik.

Butir kegiatan, definisi operasional, bukti fisik dan kualitas hasil kerja dari
Apoteker Ahli Pertama dapat dilihat padi tabel 1 dibawah ini:

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 169


Tabel 1
Butir Kegiatan, Definisi Operasional, Bukti Fisik dan Standar Kualitas Kerja untuk Apoteker Ahli Pertama

No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja


1 Melakukan penilaian melakukan penilaian terhadap Dokumen Dokumen Penilaian
terhadap pemasok pemasok terkait kelengkapan Penilaian Pemasok yang telah
terkait dokumen administrasi pemasok antara lain izin Pemasok diisi dan ditandatangani
kefarmasian pemasok dan apoteker penanggung apoteker pelaksana
jawab serta jaminan mutu produk kegiatan dan atasan
antara lain registrasi/ izin edar, BA/ langsung
BE (Bioavailabilitas/ Bioekivalensi),
CoA (Sertifikat Analisis), dan MSDS
(Lembar Data Keselamatan Bahan).
2. Menyusun Surat menyusun Surat Pesanan Surat Pesanan Surat pesanan sediaan
Pesanan dalam rangka berdasarkan Daftar Usulan atau bukti farmasi, alkes dan
pengadaan sediaan Pengadaan sediaan farmasi, alkes, purchasing BMHP yang telah diberi
farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang telah disahkan. tanggal, nomor surat,
dan BMHP dan telah
ditandatangani oleh
pejabat yang
berwenang atau bukti e-
purchasing pada
pemesanan katalog
elektronik

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 170


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
3. Melakukan pembuatan melakukan penimbangan, Dokumen Daftar Dokumen Pembuatan
(compounding) sediaan pencampuran, pengemasan, dan Sediaan Farmasi Sediaan Farmasi atau
farmasi. pemberian etiket pada sediaan yang sudah Jadi logbook yang telah diisi
farmasi dan ditandatangani oleh
apoteker pelaksana
kegiatan dan atasan

4. Melakukan melakukan penilaian hasil pembuatan Dokumen Hasil Dokumen Hasil


pemeriksaan hasil sediaan farmasi yang terdiri dari Pemeriksaan Pemeriksaan Sediaan
pembuatan sediaan jumlah, keseragaman bobot, volume, Sediaan Farmasi Farmasi, ceklis
farmasi homogenitas, dan kelengkapan etiket pemeriksaan, atau
sediaan farmasi logbook yang telah diisi
dan ditandatangani oleh
apoteker pelaksana
kegiatan dan atasan
5. Merencanakan membuat usulan dan jadwal Dokumen Dokumen Pengemasan
kegiatan dan pengemasan ulang (repackaging) Perencanaan Ulang (repackaging)
kebutuhan sediaan sediaan farmasi padat, setengah Pengemasan Sediaan Farmasi atau
yang akan dikemas padat dan cair, yang akan dikemas Ulang logbook yang telah diisi
ulang ulang berdasarkan kebutuhan per (repackaging) dan ditandatangani oleh
periode Sediaan apoteker pelaksana
kegiatan dan atasan

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 171


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
6. Melakukan melakukan kegiatan untuk Dokumen Daftar Dokumen Daftar
pengemasan ulang mendapatkan sediaan farmasi dari Sediaan Farmasi Pengemasan Ulang
sediaan volume sediaan yang besar menjadi yang sudah (repackaging) Sediaan
sediaan dengan volume yang lebih Dikemas Ulang Farmasi atau logbook
kecil sesuai dengan kebutuhan yang telah diisi dan
ditandatangani oleh
apoteker pelaksana
kegiatan dan atasan

7. Melakukan melakukan penilaian terhadap hasil Dokumen Hasil Dokumen Hasil


pemeriksaan hasil akhir pengemasan ulang sediaan farmasi Akhir Pemeriksaan
sediaan farmasi yang terdiri dari jumlah, keseragaman Pemeriksaan Pengemasan Ulang
bobot, volume dan kelengkapan etiket Sediaan Sebelum (repackaging) Sediaan
sediaan farmasi Didistribusikan Farmasi, ceklis
pemeriksaan, atau
logbook yang telah diisi
dan ditandatangani oleh
apoteker pelaksana
kegiatan dan atasan

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 172


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
8. Melakukan pengujian memeriksa kelengkapan sertifikat Dokumen Hasil Uji Dokumen Hasil Uji
mutu bahan baku analisis bahan baku/ obat dan Organoleptis Organoleptis Bahan
secara organoleptis memeriksa dengan panca indera, Bahan Baku Baku yang telah diisi
meliputi bau/ warna/ bentuk/ rasa/ dan ditandatangani oleh
kejernihan apoteker pelaksana
kegiatan dan atasan

9. Melakukan pengujian melakukan pemeriksaan bahan baku/ Dokumen Hasil Uji Dokumen Hasil Uji
bahan baku secara obat secara kualitatif dengan metode Kualitatif Bahan Kualitatif Bahan yang
kualitatif yang telah ditetapkan/ sesuai standar Baku telah diisi dan
(pemeriksaan bahan baku ditandatangani oleh
radiofarmaka dengan gama spektro apoteker pelaksana
untuk melihat adanya pengotor/ kegiatan dan atasan
impurity)

10. Melakukan pengujian melakukan pemeriksaan bahan baku/ Dokumen Hasil Uji Dokumen Hasil Uji
bahan baku secara obat secara kuantitatif dengan Kuantitatif Bahan Kuantitatif Bahan Baku
kuantitatif metode yang telah ditetapkan/ sesuai Baku yang telah diisi dan
standar (pemeriksaan bahan baku ditandatangani oleh
radiofarmaka dengan kromatografi apoteker pelaksana
lapis tipis, spektrofotometri) kegiatan dan atasan

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 173


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
11. Melakukan verifikasi memeriksa kesesuaian antara isi berita acara Bukti verifikasi
berita acara Berita Acara Penerimaan, dengan Penerimaan penerimaan sediaan
penerimaan sediaan fisik sediaan farmasi, alat kesehatan, Sediaan Farmasi, farmasi, alat kesehatan
farmasi, alat kesehatan dan BMHP Alat Kesehatan, dan BMHP, dapat
dan BMHP dan BMHP berupa berupa Berita Acara
Faktur Penerimaan dan/ atau
Faktur Barang dan/ atau
daftar penerimaan
barang yang dilengkapi
tanggal penerimaan,
ditandatangani oleh
apoteker pelaksana
kegiatan

12. Mengesahkan berita menyetujui berita acara beserta Berita Acara Berita acara sediaan
acara penerimaan lampiran penerimaan sediaan Penerimaan farmasi, alat kesehatan,
sediaan farmasi, alat farmasi, alat kesehatan, dan BMHP Sediaan Farmasi, dan BMHP yang telah
kesehatan dan BMHP Alat Kesehatan, ditandatangani oleh
dan BMHP apoteker pelaksana
kegiatan

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 174


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
13. Melakukan verifikasi memeriksa kesesuaian Berita Acara Konsep Berita Berita Acara
berita acara pengembalian barang (retur) dan Acara Pengembalian (Retur/
pengembalian barang Lampiran penerimaan sediaan Pengembalian Recall) yang telah diisi
(retur) sediaan farmasi, farmasi, alat kesehatan, dan BMHP (Retur/ Recall) dan ditandatangani
alat kesehatan dan yang tidak sesuai dengan sediaan farmasi, apoteker pelaksana
BMHP yang tidak persyaratan/ spesifikasi alat kesehatan kegiatan.
sesuai persyaratan/ dan BMHP
spesifikasi

14. Mengesahkan berita menyetujui Berita Acara beserta Berita Acara Berita Acara
acara pengembalian lampiran pengembalian barang (retur) Pengembalian Pengembalian (Retur/
barang (retur) sediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan (Retur/ Recall) Recall) yang telah diisi
farmasi, alat kesehatan BMHP yang tidak sesuai dengan sediaan farmasi, dan ditandatangani
dan BMHP yang tidak persyaratan/ spesifikasi alat kesehatan apoteker pelaksana
sesuai persyaratan/ dan BMHP kegiatan
spesifikasi

15. Melakukan stock menghitung jumlah fisik sediaan Dokumen Hasil Dokumen Hasil Stock
opname farmasi, alat kesehatan, dan BMHP Stock Opname Opname yang berisi
dan menyesuaikan dengan kartu stok yang dilaksanakan daftar sediaan farmasi,
manual atau elektronik. dalam satu hari alkes dan BMHP. Daftar
terdiri dari nama
sediaan, jumlah dan

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 175


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
informasi lain
(kadaluarsa, merk,
sumber pengadaan dan
lain-lain) yang
ditandatangani apoteker
pelaksana kegiatan dan
atasan. Daftar dihitung
per seratus item
sediaan
16. Mengkaji permintaan menilai daftar permintaan dari Dokumen Dokumen Permintaan
sediaan farmasi, alat masing-masing unit/ sarana Permintaan Sediaan Farmasi, Alat
kesehatan dan BMHP pelayanan kesehatan Sediaan Farmasi, Kesehatan, dan BMHP
Alat Kesehatan, yang telah diisi oleh
dan BMHP unit/ bagian yang
melakukan permintaan,
dan telah dikaji oleh
apoteker pelaksana
kegiatan, berupa tanda
ceklist pada setiap item
sediaan. Daftar dihitung
per dua puluh item
sediaan.

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 176


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
17. Melaksanakan melakukan proses pendistribusian Daftar sediaan Berita Acara Serah
pendistribusian sediaan sediaan farmasi alat kesehatan, dan farmasi Alat terima sediaan farmasi,
farmasi, alat kesehatan BMHP ke unit/ bagian lainnya sesuai Kesehatan dan alat kesehatan dan
dan BMHP permintaan kebutuhan yang telah BMHP yang BMHP yang telah
dikaji didistribusikan ditandatangani apoteker
pelaksana kegiatan dan
penerima dari unit/
bagian yang
bersangkutan. Tanda
terima mencantumkan
tanggal penerimaan.
Daftar dihitung perdua
puluh item sediaan.

18. Memverifikasi daftar memeriksa kesesuaian daftar usulan Dokumen Daftar Dokumen Daftar Usulan
usulan penghapusan pemusnahan dan penarikan dengan Usulan Penghapusan sediaan
sediaan farmasi, alat fisik sediaan farmasi, alat kesehatan, Penghapusan farmasi, alat kesehatan
kesehatan, BMHP, dan BMHP dan BMHP yang telah
yang tidak memenuhi diisi dan ditanda tangani
syarat oleh Apoteker
pelaksana kegiatan.

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 177


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
19. Menyusun usulan membuat usulan pemusnahan Dokumen Usulan Dokumen usulan
penghapusan sediaan meliputi rencana pemusnahan (saksi, Penghapusan penghapusan yang
farmasi, alat kesehatan jadwal, lokasi, dan cara pemusnahan telah diisi dan ditanda
dan BMHP sesuai ketentuan) serta daftar usulan tangani oleh Apoteker
pemusnahan pelaksana kegiatan dan
pejabat yang
berwenang.

20. Melakukan telaah resep melakukan penilaian terhadap resep Dokumen Hasil Dokumen Hasil Telaah
secara administratif, farmasetik, dan Telaah Resep Resep yang telah diisi
pertimbangan klinik dan ditandatangani/
diparaf apoteker
pelaksana kegiatan.
Daftar dihitung per dua
puluh lembar resep.

21 Melakukan penilaian pemeriksaan ketepatan obat Dokumen Dokumen Pemeriksaan


pemeriksaan dan dengan resep kemudian melakukan Penyerahan Obat dan Penyerahan Obat
penyerahan obat penyerahan obat kepada pasien/ yang telah diisi dan
disertai pemberian keluarga pasien disertai pemberian ditandatangani/ diparaf
informasi informasi obat yang benar memadai apoteker pelaksana
kegiatan

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 178


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
22. Melakukan rekonsiliasi membandingkan instruksi Dokumen Dokumen Rekonsiliasi
obat pengobatan dengan obat yang Rekonsiliasi Obat Obat yang telah diisi
sedang di gunakan dan dan ditandatangani
mengidentifikasi adanya perbedaan apoteker pelaksana
dan mencatat setiap perubahan kegiatan
sehingga di hasilkan daftar yang
lengkap dan akurat. Kegiatan ini
dilakukan pada saat admisi, transfer,
dan discharge

23. Melakukan konseling melakukan aktivitas pemberian Dokumen Logbook disertai


penggunaan obat nasehat atau saran terkait terapi obat Konseling Obat Rekapitulasi kegiatan
kepada pasien dan/ atau keluarga konseling, dan dokumen
untuk meningkatkan pengetahuan, formulir pelaksanaan
pemahaman, dan kepatuhan konseling obat dengan
penggunaan obat polifarmasi. kategori polifarmasi
yang telah terisi
lengkap, ditandatangani
oleh apoteker
pelaksana kegiatan dan
pasien/ keluarga pasien

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 179


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
24. Melakukan konseling melakukan aktivitas pemberian Dokumen Logbook disertai
obat pada pasien nasehat atau saran terkait terapi obat Konseling Obat Rekapitulasi kegiatan
dengan penyakit kronis kepada pasien dengan penyakit pada Pasien konseling, dan dokumen
kronis (hipertensi, DM, asthma, dll) dengan Penyakit formulir pelaksanaan
dan/ atau keluarga untuk Kronis konseling obat pasien
meningkatkan pemahaman, penyakit kronis
kepatuhan penggunaan obat. (hipertensi, DM, asthma
dll) yang telah terisi
lengkap, ditandatangani
oleh apoteker
pelaksana kegiatan dan
pasien/ keluarga pasien

25. Melakukan konseling melakukan aktivitas pemberian Dokumen Logbook disertai


penggunaan obat nasehat atau saran terkait terapi obat Konseling Obat Rekapitulasi kegiatan
khusus (AntiRetroViral, kepada pasien dan/ atau keluarga Khusus (Anti konseling, dan dokumen
hepatitis, TBC) untuk meningkatkan pengetahuan, Retro Viral, formulir pelaksanaan
pemahaman, dan kepatuhan Hepatitis, TBC) Konseling Obat khusus
penggunaan obat yang perlu (Anti Retro Viral,
perhatian dan obat dengan aturan Hepatitis, TBC) yang
pakai khusus (Obat Antituberkulosis, telah terisi lengkap dan
Anti Retroviral, Hepatitis). ditandatangani oleh
apoteker pelaksana

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 180


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
kegiatan dan pasien/
keluarga pasien yang
bersangkutan

26. Melakukan penelusuran melakukan kegiatan untuk Data penelusuran Dokumen Pemantauan
dan pengkajian catatan memastikan terapi obat yang aman, dan pengkajian Terapi Obat (PTO) data
medik efektif, dan rasional dari catatan catatan medik penelusuran dan
medik pasien pengkajian catatan
medik yang telah diisi
dan ditandatangani
apoteker pelaksana
kegiatan

27. Melakukan analisis, melakukan penilaian dan memberikan Hasil Analisis dan Dokumen Pemantauan
menyimpulkan, dan rekomendasi hasil Pemantauan Rekomendasi Terapi Obat yang telah
memberikan Terapi Obat kepada tenaga Pemantauan berisi rekomendasi dan
rekomendasi hasil Kesehatan/ tim yang menangani Terapi Obat ditandatangani apoteker
Pemantauan Terapi pasien pelaksana kegiatan
Obat

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 181


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
28. Mengidentifikasi mendeteksi setiap respon terhadap Data Kejadian Dokumen pelaporan
kejadian efek samping obat/ sediaan farmasi yang tidak di dalam Dokumen hasil identifikasi
sediaan farmasi kehendaki yang terjadi pada dosis Monitoring Efek Monitoring Efek
lazim yang digunakan untuk tujuan Samping Sediaan Samping Sediaan
profilaksis, diagnosa, dan terapi. Farmasi Farmasi

29. Melakukan melakukan pengamatan kondisi Laporan Dokumen Monitoring


pemantauan kondisi pasien untuk mencegah terulangnya Monitoring Efek Efek Samping Sediaan
pasien kejadian reaksi obat yang tidak Samping Sediaan Farmasi yang telah diisi
dikehendaki Farmasi dan ditandatangani oleh
apoteker pelaksana

30. Melakukan preparasi melaksanakan telaah resep, Dokumen Telaah Dokumen Preparasi
sediaan intravena melakukan pemeriksaan kesiapan dan Preparasi Sediaan Intravena atau
sarana dan prasarana dengan konsep Sediaan Intravena logbook yang telah diisi
aseptik dispensing. dan ditandatangani oleh
apoteker pelaksana
kegiatan yang
bersertifikat.

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 182


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
31. Melakukan preparasi melakukan penatalaksanaan sediaan Dokumen Telaah Form telaah protokol
sediaan radiofarmaka radiofarmaka meliputi penyiapan Protokol dan dan preparasi sediaan
reagen, menghitung dosis aktifitas Preparasi Sediaan radiofarmaka yang telah
radiasi, penyiapan radiofarmaka Radiofamaka diisi dan ditandatangani
terapi sesuai dosis yang ditetapkan oleh apoteker
dan penyiapan APD proteksi radiasi. pelaksana kegiatan
kegiatan

32. Melakukan validasi/ melaksanakan uji jaminan mutu Dokumen Hasil Dokumen Hasil
verifikasi terhadap terhadap mesin Heat Sealers secara Verifikasi Mesin Verifikasi Mesin Heat
mesin Heat Sealers berkala Heat Sealers Sealers yang telah diisi
dan ditandatangani oleh
Apoteker pelaksana
kegiatan
33. Mengidentifikasi skala melakukan penilaian skala prioritas Data Skala Data skala prioritas
prioritas teknologi dari analisis efektifitas biaya. Prioritas Teknologi teknologi kesehatan
kesehatan yang akan Kesehatan Yang yang telah disusun
dianalisis Akan Dianalisis mengikuti metode
tertentu, ditandatangani
oleh Apoteker
pelaksana kegiatan

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 183


No Butir kegiatan Definisi Operasional Bukti Fisik Standar Kualitas Kerja
34. Melaksanakan memberikan asuhan kefarmasian Dokumen Dokumen Pelayanan
pelayanan swamedikasi pada penggunaan obat secara Pelayanan Swamedikasi yang telah
mandiri. Swamedikasi diisi dan ditandatangani
oleh apoteker
pelaksana kegiatan
35. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang Dokumen Dokumen Pelayanan
pelayanan kefarmasian berkesinambungan dan komprehensif Pelayanan Residensial (Home
yang dilaksanakan yang diberikan kepada pasien di Residensial Pharmacy Care) yang
ditempat tinggal pasien tempat tinggalnya. (Home Pharmacy telah diisi dan
(pelayanan residensial) Care) ditandatangani oleh
Apoteker pelaksana
kegiatan.
36. Melaksanakan melakukan pelayanan Kefarmasian Dokumen Dokumen Pelayanan
pelayanan kefarmasian kepada pasien rawat jalan dalam Pelayanan Ambulatory Services
untuk pasien di luar kondisi gawat darurat (bencana) Ambulatory yang terisi lengkap dan
fasyankes Services ditandatangani Apoteker
pelaksana kegiatan

Catatan:

Butir kegiatan, Definisi Operasional, Bukti Fisik dan Standar Kualitas Kerja, dapat dilihat di Permenkes petunjuk teknis
jabatan fungsional apoteker

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 184


SEKARANG SAYA TAHU

Sebagai seorang Apoteker pemangku jabatan fungsional apoteker, saya


harus memahami masing-masing butir kegiatan yang ada termasuk
definisi operasional, bukti fisik dan standar kualitas kerja dalam melakukan
pekerjaan kefarmasian/ praktik kefarmasian, sehingga selain dapat
mengimplementasikan dalam pelayanan kefarmasian juga dapat
melakukan penilaian angka kreditnya.

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 185


Selamat!!!

Anda telah menyelesaikan pelatihan kegiatan


jabatan fungsional Apoteker. Jika Anda belum
sepenuhnya memahami materi, silakan
pelajari Kembali modul dari awal ya!

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 186


REFERENSI

1. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. Permenkes R.I. nomor 14 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan
Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko Sektor Kesehatan.
3. Permenpan RB nomor 13 tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional
Apoteker
4. Permenkes R.I. nomor 26 tahun 2020 tentang Standar Pelayanan
Kefamasian di Puskesmas.
5. Permenkes R.I. nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah sakit.
6. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Pedoman
Penerapan Kajian Farmako Ekonomi, Jakarat, 2012

Kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker 187


Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 188
A Tentang Modul Ini

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 189


DESKRIPSI SINGKAT

Pelayanan Kefarmasian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari


sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Manajemen sediaan farmasi merupakan salah satu unsur penting
dalam fungsi manajerial di sarana pelayanan kesehatan secara
keseluruhan, karena ketidak efisienan akan memberikan dampak
negatif terhadap sarana pelayanan kesehatan baik secara medis
maupun secara ekonomis.
Tujuan pengelolaan sediaan farmasi adalah agar sediaan farmasi yang
diperlukan tersedia setiap saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup,
dengan mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau untuk
mendukung pelayanan yang bermutu
Dengan melihat peran penting dari pengelolaan obat di fasilitas
pelayanan Kesehatan, maka dalam mata pelatihan ini membahas
drbsgisn dsri fungsi pengelolaan yaitu seleksi sediaan farmasi, alat
kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai, perencanaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai, penyusunan
laporan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai, dan evaluasi kegiatan pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 190


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan seleksi sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai
2. Menjelaskan perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai
3. Menjelaskan penyusunan laporan kegiatan pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
4. Menjelaskan evaluasi kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 191


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. seleksi sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai,
2. perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai,
3. penyusunan laporan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
4. evaluasi kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 192


B Kegiatan Belajar

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 193


MATERI POKOK 1

SELEKSI KEBUTUHAN SEDIAAN


FARMASI, ALAT KESEHATAN DAN
BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 194


Pendahuluan

Pengelolaan sediaan farmasi meliputi kegiatan fungsi seleksi, pengadaan,


distribusi dan penggunaan sediaan farmasi yang dikelola secara optimal
untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan jenis perbekalan
farmasi dan alat kesehatan yang disampaikan, ketepatan tempat
penyampaian, ketepatan waktu penyampaian, jaminan mutu sediaan
farmasi dan ketepatan nilai sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai yang disampaikan serta ketepatan penggunaan
sediaan farmasi di unit pelayanan kesehatan.
Sistem pengelolaan persediaan di disusun berdasarkan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku untuk barang milik negara, seperti
Undang-Undang Perbendaharaan Negara (ICW), Peraturan
Pengelolaan Barang (RMB) dengan berbagai ketentuan pelaksanaannya
serta didasarkan atas prinsip-prinsip pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan lainnya.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan:
pemilihan / seleksi sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

1. Pengertian
2. Dasar pedoman seleksi
3. Kriteria seleksi
4. Kebijakan Pemerintah (Foemularium Nasional, E-Katalog)
5. Formularium Rumah Sakit dan Puskesmas

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 195


Uraian Materi Pokok 1

Sebelum anda mempelajari lebih lanjut tentang fungsi seleksi, apa yang anda
ketahui tentang pengertian, pedoman, dan langkah penyusunan
formularium?

Sebagai seorang apoteker yang berpraktik di pelayanan kefarmasian, perlu


memahami dan menerapkan pedoman, kriteria dan Langkah-langkah
penyusunan formularium Bersama dengan tenaga Kesehatan yang lain.
Materi ini membantu menambah pengetahuan dan wawasan anda tentang
seleksi sediaan farmasi, alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
sehingga anda dapat melakukan fungsi seleksi sebagai bagian dari
pengelolaan obat dengan baik dan benar

A. Pengertian

Salah satu fungsi pengelolaan sediaan farmasi adalah seleksi terhadap


sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang
benar-benar diperlukan bagi sebagian besar populasi berdasarkan pola
penyakit yang ada. Proses seleksi merupakan awal yang amat
menentukan dalam perencanaan sediaan farmasi, karena melalui seleksi
sediaan farmasi ini akan tercermin berapa banyak item sediaan farmasi
yang akan dikonsumsi. Berbagai pertimbangan yang seksama tentu
diperlukan untuk dapat menetapkan item sediaan farmasi apa saja yang
akan diseleksi. Prinsip dasar seleksi adalah harus menjamin bahwa
sediaan farmasi yang diseleksi atau dipilih benar-benar memiliki manfaat
terapi yang jauh lebih besar dibandingkan risikonya, serta merupakan
sediaan farmasi terbaik diantara kompetitornya. Untuk itu diperlukan
informasi pendukung yang memadai sehingga dapat memberikan bukti
secara ilmiah dan klinik bahwa sediaan farmasi tersebut memiliki rasio
manfaat risiko yang baik.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 196


Perkembangan sediaan farmasi yang begitu pesat sering tidak dapat
dibendung dengan mekanisme pengendalian yang ada. Banyaknya
sediaan farmasi yang beredar ini menimbulkan akibat terjadinya kesulitan
menghapal kandungan aktifnya serta harus membedakan mana yang
benar-benar secara ilmiah dan medik memberi efek terapetik yang
bermakna secara klinik dan statistik. Variasi pemberian sediaan farmasi
atau peresepan juga makin lebar mengingat jumlah dan jenis tenaga medik
yang dilibatkan dalam pelayanan kesehatan, baik secara langsung dan
tidak langsung, meningkat dari tahun ke tahun yang dengan sendirinya
akan meningkatkan keragaman penggunaan sediaan farmasi dalam
populasi.
Dalam kenyataannya, secara epidemiologi pola sebagian besar penyakit
yang ada di masyarakat dapat dikatakan konstan, beberapa yang lainnya
berubah secara drastis, dan beberapa lagi sering tidak dapat dideteksi
dengan baik. Berdasarkan hal ini mestinya dapat diseleksi sediaan farmasi
yang benar- benar dibutuhkan dan bermanfaat untuk sebagian besar
masyarakat berdasarkan pola penyakitnya, sehingga tidak semua sediaan
farmasi yang jumlahnya puluhan ribu harus dikonsumsi secara bersama.
Tergantung pada jenis pendekatan yang dilakukan, seleksi sediaan farmasi
dapat dirumuskan oleh suatu komite, atau suatu badan/lembaga yang
dibentuk untuk keperluan tersebut, atau oleh suatu team yang didukung
oleh konsultan nasional dan internasional. Komite atau team yang ada
harus mampu secara ketat menyeleksi sediaan farmasi yang benar-benar
dibutuhkan oleh sebagian besar populasi. Di beberapa negara seleksi
sediaan farmasi dilakukan di tingkat nasional oleh suatu badan/lembaga
yang memiliki otonomi untuk itu. Hal ini tentunya dengan pertimbangan
efisiensi dan mencegah timbulnya efek samping sediaan farmasi yang
sangat bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain.
Pada dasarnya seleksi sediaan farmasi hanya bisa dilakukan jika kita
telah mempunyai data gambaran yang baik mengenai pola penyakit,

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 197


seberapa besar sediaan farmasi yang ada bermanfaat mengatasi
prevalensi penyakit, hingga seperti apa karakteristik pasien yang
disediaan farmasii selama ini.

D. Dasar Pedoman Seleksi


Dasar pedoman seleksi sediaan farmasi yang dikembangkan oleh WHO
adalah:
1. Dipilih sediaan farmasi yang secara ilmiah, medik dan statistik
memberikan efek terapetik yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan risiko efek sampingnya.
2. Diusahakan seringkas mungkin jenis sediaan farmasi yang diseleksi
(jangan terlalu banyak), khususnya sediaan farmasi-sediaan farmasi
yang memang bermanfaat untuk jenis penyakit yang banyak diderita
masyarakat. Hindari duplikasi dan kesamaan jenis sediaan farmasi
yang diseleksi.
3. Jika hendak memasukkan sediaan farmasi-sediaan farmasi baru,
harus ada bukti spesifik bahwa sediaan farmasi baru yang akan dipilih
tersebut memang memberi efek terapetik yang lebih baik dibanding
sediaan farmasi pendahulunya.
4. Sediaan kombinasi hanya dipilih jika memang benar-benar
memberikan potensi yang lebih baik dibandingkan dengan sediaan
tunggal.
5. Jika alternatif pilihan sediaan farmasi banyak sekali, hendaknya
dipilih sediaan farmasi-sediaan farmasi yang merupakan drug of
choice dari penyakit-penyakit yang memang prevalensinya tinggi.
6. Pada saat seleksi juga harus dipertimbangkan dampak administratif
dan biaya yang ditimbulkan, misalnya mudah didapat, mudah
disimpan dan didistribusikan, dan dosis yang ada sesuai dengan
kebutuhan terapetik masing-masing.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 198


7. Hanya dipilih sediaan farmasi-sediaan farmasi yang standar mutunya
terjamin.
8. Kontraindikasi, peringatan, dan efek samping juga harus
dipertimbangkan untuk menghindari risiko yang dapat terjadi pada
populasi.
Seleksi sediaan farmasi didasarkan pada nama generiknya, dan
disesuaikan dengan daftar sediaan farmasi atau formularium..

C. Kriteria Seleksi
1. Sediaan farmasi yang dipilih adalah sediaan farmasi yang dibutuhkan
oleh sebagian besar populasi
2. Memperhatikan pola prevalensi penyakit, fasilitas pelayanan
kesehatan, kemampuan sumber daya manusia, faktor genetika,
demografi dan lingkungan
3. Sediaan farmasi yang dipilih terbukti aman dan manjur yang didukung
dengan bukti ilmiah
4. Mempunyai manfaat yang maksimal dengan risiko yang minimal
5. Mutu terjamin baik stabilitas maupun bioavailabilitasnya
6. Dalam segi total biaya pengsediaan farmasian mempunyai rasio
manfaat-biaya yang baik
7. Bila pilihan lebih dari satu maka dipilih berdasarkan :
a. Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan bukti
ilmiah;
b. Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling
menguntungkan;
c. Obat yang memiliki stabilitas lebih baik;
d. Mudah untuk diperoleh;
e. Obat yang telah dikenal.
8. Sediaan farmasi sedapat mungkin sediaan tunggal. Apabila
menetapkan pemilihan pada sediaan kombinasi harus
mempertimbangkan :

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 199


a. Obat hanya bermanfaat bagi pasien dalam bentuk kombinasi
tetap;
b. Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan
yang lebih tinggi daripada masing-masing komponen;
c. Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan
perbandingan yang tepat untuk sebagian besar pasien yang
memerlukan kombinasi tersebut;
d. Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat-biaya
(benefit-costratio);
e. Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya resistensi dan efek merugikan lainnya
Secara akademik dan medik, yang dijadikan acuan adalah nama generik
bukan nama dagang. Hal ini tentunya untuk menghindari kebingungan dan
kesalahan dalam pemilihan jenis sediaan farmasi. Oleh sebab itu, WHO
secara teratur mengeluarkan International Nonproprietary Name (INN)
yang berisi daftar sediaan farmasi menurut nama generiknya, untuk
keseragaman penamaan sediaan farmasi.
Kegiatan seleksi ini akan berkaitan dengan Formularium yang disusun
mengacu kepada Formularium Nasional. Formularium ini didasarkan
atas misi sarana pelayanan kesehatan, kebutuhan pasien, dan jenis
pelayanan yang diberikan. Formularium merupakan daftar Sediaan
farmasi yang disepakati staf medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi
dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Pemilihan sediaan farmasi juga perlu dipertimbangkan aspek
keselamatan pasien, jadi tidak hanya pada aspek cost-saving saja.
Sebagai contoh cara pemberian dengan teknik tertentu, meminimalisasi
sediaan farmasi LASA, persyaratan khusus dalam penyimpanan

4. Kebijakan Pemerintah (Formularium Nasional, E-Katalog)


Formularium Nasional (Fornas) adalah daftar obat yang disusun
berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh Komite Nasional Penyusunan

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 200


Fornas. Obat yang masuk dalam daftar obat Fornas adalah obat yang
paling berkhasiat, aman, dan dengan harga terjangkau yang disediakan
serta digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam sistem
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Selain itu, Fornas adalah bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN). Oleh karena itu, perlu disusun suatu daftar obat yang digunakan
sebagai acuan nasional penggunaan obat dalam pelayanan kesehatan
SJSN untuk menjamin aksesibilitas keterjangkauan dan penggunaan
obat secara nasional dalam Formularium Nasional.
Manfaat Fornas yaitu sebagai acuan penetapan penggunaan obat dalam
JKN, serta meningkatkan penggunaan obat yang rasional, dapat juga
mengendalikan mutu dan biaya pengobatan, serta mengoptimalkan
pelayanan kepada pasien. Selain itu, Fornas juga dapat memudahkan
perencanaan dan penyediaan obat, serta meningkatkan efisiensi
anggaran pelayanan kesehatan, kata Dirjen Binfar dan Alkes.
Tujuan secara umum Formularium Nasional adalah sebagai acuan bagi
fasilitas kesehatan dalam menjamin ketersediaan obat yang berkhasiat,
bermutu, aman, dan terjangkau dalam sistem JKN.
E katalog adalah aplikasi belanja online yang dikembangkan oleh
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pada aplikasi
tersebut tersedia berbagai macam produk yang dibutuhkan oleh
Pemerintah.
Sebagai ujung tombak dalam sistem pengadaan Pemerintah, e katalog
bertujuan untuk mendorong organisasi Pemerintah baik di pusat maupun
daerah terkait pengadaan barang dan jasa.
Berdasarkan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Katalog Elektronik
menyebutkan bahwa:
E katalog adalah sistem informasi yang memuat berbagai informasi
berupa daftar, jenis, spesifikasi teknis, Tingkat Komponen Dalam Negeri

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 201


(TKDN), produk dalam negeri, produk Standar Nasional Indonesia (SNI)
dan informasi lainnya dari berbagai penyedia barang/jasa.
E katalog terdiri dari katalog elektronik nasional, katalog elektronik
sektoral dan katalog elektronik lokal yang meliputi barang dan jasa
lainnya.
Produk yang sudah tersedia pada e katalog produk barang/jasa
Pemerintah dapat dibeli dengan menggunakan e-Purchasing.
Sementara itu, e-Purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa
melalui sistem e katalog. Jadi, e katalog dan e-Purchasing merupakan
bagian dari pengadaan secara elektronik atau e-Procurement.
Tujuan terbentuknya e-Purchasing yaitu agar semua UKPBJ (Unit Kerja
Pengadaan Barang/Jasa) dapat memilih barang/jasa terbaik dengan
efisiensi biaya dan waktu yang cepat.
Kebijakan tentang pengadaan barang/jasa melalui mekanisme e-
purchasing dengan sistem katalog elektronik (E-katalog) merupakan
kebijakan baru yang bertujuan untuk menunjang proses pengadaan
pemerintah pada era Internet of Things (IoT) agar selaras dengan
perkembangan jaman.
Sistem E-katalog juga mendorong organisasi pemerintah baik pusat
maupun daerah untuk bertransformasi memotong rantai birokrasi,
memudahkan prosedur, dan mengubah mekanisme pengadaan
barang/jasa yang bertujuan agar organisasi lebih responsif, transparan
dan accessible sehingga terjadi check and balance.
E-katalog dan e-Purchasing merupakan bagian dari pengadaan secara
elektronik atau e-Procurement.
E-Purchasing sendiri diselenggarakan dengan tujuan agar tercipta
proses pemilihan barang/jasa secara langsung melalui sistem e-katalog
sehingga memungkinkan semua UKPBJ dapat memilih barang/jasa
pada pilihan terbaik dengan efisiensi biaya dan waktu proses pemilihan
barang/jasa yang relatif lebih cepat daripada proses tender dengan
metode yang lain.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 202


Berdasarkan hal tersebut di atas, pengadaan secara e-katalog ini akan
memberikan manfaat terhadap tegak dan berdirinya prinsip tatanan good
governance, yaitu akuntabel dan transparan, sehingga mampu
mendorong gerakan reformasi administrasi publik.

E. Formularium Rumah Sakit dan Puskesmas


Untuk menjaga ketersediaan obat, apoteker atau penanggungjawab
ruang farmasi bersama tim tenaga kesehatan dipuskesmas menyusun
formularium puskesmas. Penggunaan formularium puskesmas selain
bermanfaat dalam kendali mutu, biaya, dan ketersediaan obat di
puskesmas, juga memberikan informasi kepada dokter, dokter gigi,
apoteker dan tenaga kesehatan lain mengenai obat yang digunakan di
puskesmas. Formularium puskesmas ditinjau kembali sekurang-
kurangnya setahun sekali menyesuaikan kebutuhan obat di puskesmas.
Penyusunan Formularium Puskesmas :
1. Persiapan :
a. Formularium nasional
b. Hasil usulan obat dokter puskesmas
2. Petugas yang melaksanakan adalah :
a. Apoteker
b. Tenaga Teknis Kefarmasian
c. Dokter
3. Langkah-langkah penyusunan :
a. Tim penyusun formularium meminta usulan penulis resep di
puskesmas untuk menuliskan daftar obat yang dibutuhkan
b. Hasil usulan direkapitulasi dalam rapat penyusunan
formularium.
c. Hasil usulan di evaluasi berdasarkan indikasi terapi, pola
penyakit, ketersediaan, kesesuaian harga, dan kesesuaian
dengan formularium nasional.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 203


d. Hasil evaluasi disusun menjadi sebuah daftar obat dan
disosialisasikan kepada penulis resep.
e. Tim penyusun formularium melakukan evaluasi setiap setahun
sekali terhadap daftar obat dalam formularium

Penyusunan Formularium Rumah Sakit :


1. Membuat rekapitulasi usulan Sediaan farmasi dari masing-masing
Staf Medik Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau
standar pelayanan medis
2. Mengelompokkan usulan Sediaan farmasi berdasarkan kelas terapi;
3. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar;
4. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi
dan Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk
mendapatkan umpan balik;
5. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;
6. Menetapkan daftar Sediaan farmasi yang masuk ke dalam
Formularium Rumah Sakit;
7. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
8. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada
staf dan melakukan monitoring
9. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan
dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 204


SEKARANG SAYA TAHU

Dalam pengelolaan sediaan farmasi, alat Kesehatan dan bahan medis habis
pakai khususnya fungsi seleksi merupakan fungsi yang harus benar-benar
dipahami karena apa yang kita tetapkan sebagai produk yang masuk dalam
daftar yang harus selalu tersedia di pelayanan kesehatan akan berpengaruh
besar terhadap fungsi pengelolaan yang lain.
Dengan memahami pengertian, dasar dan kriteria seleksi maka saya akan
mampu memahami dan menjelaskan ap aitu seleksi dan pentingnya fungsi
seleksi pada pengelolaan obat. Selain itu dengan memahami kebijakan
pemerintah terkait dengan pengadaan sistem elektronik serta pentingnya
tersedianya formularium di sarana pelayanan Kesehatan maka saya akan
dapat berperan aktif pada penyusunan formularium.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 205


MATERI POKOK 2

PERENCANAAN SEDIAAN FARMASI,


ALAT KESEHATAN
DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 206


Pendahuluan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien yang
sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan
obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan
dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan yang disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan tentang
perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

1. Metode perencanaan morbiditas


2. Metode perencanaan konsumsi
3. Metode perencanaan gabungan
4. Metode perencanaan just in time

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 207


Uraian Materi Pokok 2

Sebelum anda mempelajari lebih lanjut tentang perencanaan dan metode


perencanaan, dapatkah anda menjelaskan, bagaimana anda memahami
perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
yang dilakukan di pelayanan kesehatan saudara ? Serta hal-hal apa saja
yang harus dperhatikan serta syarat dan data apa yang harus disediakan
untuk melakukan perencanaan kebutuhan berdasar beberapa metode
perencanaan yang dapat dilakukan ?

A. Metode Perencanaan Morbiditas


Dalam pengelolaan obat yang baik perencanaan idealnya dilakukan
dengan berdasarkan atas data yang diperoleh dari tahap akhir
pengelolaan, yaitu penggunaan obat periode yang lalu. Tujuan dari
perencanaan adalah untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang
sesuai dengan kebutuhan, menghindari terjadinya stock out
(kekosongan) obat dan meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam setiap kegiatan,
demikian pula perencanaan juga merupakan tahap yang krusial pada
pengelolaam obat di sarana pelayanan Kesehatan. Denga demikian bila
lemah dalam perencanaan maka akan mengakibatkan kekacauan dalam
suatu siklus manajemen secara keseluruhan, mulai dari pemborosan
dalam penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan dan
penyimpanan, tidak tersalurkannya obat sehingga obat bisa rusak atau
kadaluarsa.
Ada beberapa macam metode perencanaan, yaitu::
metode morbiditas dan metode konsumsi.
Metode morbiditas berdasarkan pada pola penyakit yang ada. Dasarnya
adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 208


(morbidity load), yaitu didasarkan pada pola penyakit yang ada di sarana
pelayanan Kesehatan, data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan
standar pengobatan yang ada.
Secara ringkas tahap-tahap yang dilakukan yaitu:
1. Menentukan pola penyakit
a. Tentukan pola penyakit periode yang lalu, perkirakan penyakit
yang akan dihadapi pada periode mendatang
b. Lakukan pengelompokkan masing-masing jenis, misalnya anak
atau dewasa, penyakit ringan, sedang, atau berat, utama atau
alternatif
c. Tentukan prediksi jumlah kasus tiap penyakit dan persentase
(prevalensi) tiap penyakit.
2. Menentukan pedoman pengobatan
a. Tentukan pengobatan tiap-tiap penyakit, meliputi nama obat,
bentuk sediaan, dosis, frekuensi, dan durasi pengobatan
b. Hitung jumlah kebutuhan tiap obat per episode sakit untuk
masing- masing kelompok penyakit
3. Menentukan obat dan jumlahnya
a. Hitung jumlah kebutuhan tiap obat untuk tiap penyakit
b. Jumlahkan obat sejenis menurut nama obat, dosis, bentuk
sediaan, dan lain-lain

Dari tahapan di atas kita lakukan langkah-langkah sebagai berikut :


1. Susun daftar masalah kesehatan/ penyakit utama yang terjadi
2. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani, jumlah penduduk
yang akan dilayani sangat diperlukan, selanjutnya lakukan
pengelompokkan umur dari pasien misal :
a. Usia 5 tahun kebawah
b. Usia 5 tahun keatas
c. Usia Dewasa
Prinsip penggolongan umur harus sesederhana mungkin.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 209


a. Tentukan frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun
untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
b. Susun standar terapi rata-rata/ terapi ideal, diperlukan untuk
menghitung jumlah kebutuhan obat, selain itu penyusunan dan
penggunaan standar terapi dapat berperan penting dalam
memperbaiki pola penggunaan obat. Standar terapi untuk
tujuan perencanaan harus spesifik yang terdiri dari informasi
sebagai berikut :
1) Kode Internastional Statistical Classification of Disease and
Related Health Problem (ICD) dan nama penyakit
2) Nama obat generik kekuatan dan bentuk sediaan
3) Dosis rata-rata
4) Jumlah dosis per hari dan lama pemberian
5) Jumlah obat yang diperlukan per episode
e. Tetapkan pola morbiditas penyakit, masing-masing penyakit
pertahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
f. Menghitung perkiraan jenis dan jumlah obat sesuai dengan
pedoman pengobatan dasar Menghitung kebutuhan jumlah
obat, dengan cara jumlah kasus dikali jumlah obat sesuai
pedoman pengobatan dasar di puskesmas
g. Untuk menghitung jenis, jumlah, dosis, frekwensi dan lama
pemberian obat dapat menggunakan pedoman pengobatan
yang ada
h. Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan
memperhatikan faktor antara lain:
1) Pola penyakit
2) Lead Time
3) Buffer stock
3. Menghitung kebutuhan obat tahun anggaran yang akan datang

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 210


Contoh perhitungan metode morbiditas
a. Menghitung masing-masing obat yang diperlukan perpenyakit.
Sebagai contoh untuk penyakit Otitis Media Supuratif Kronik
(OMSK) tipe maligna pada orang dewasa dan anak-anak antara lain
pada pedoman pengobatan digunakan obat Amoksisilin dengan
perhitungan sebagai berikut:
Anak-anak
Standar pengobatan dengan Amoksisilin
1) 10 mg/kg BB dalam dosis terbagi 3 x sehari selama 14 hari.
2) Jumlah episode 10.000 kasus.
3) Bila berat badan anak diasumsikan adalah 12½ kg.
Jumlah maksimal untuk 1 episode = 12½ kg x 10 mg/kg BB x 3 x 14
hari = 5.250 mg
atau sama dengan Amoksisilin sirup 125 mg/5 ml botol 60 ml.
Tiap botol mengandung = 60 mL/ 5 mL x 125 mg = 1.500 mg
Maka jumlah yang diperlukan = 5.250 mg/ 1.500 mg x 1 botol =
3½ botol.
Jumlah Amoksisilin sirup yang dibutuhkan untuk satu kasus = 3½
botol.
Jumlah Amoksisilin sirup yang dibutuhkan untuk 10.000 kasus =
10.000 x 3½ botol = 35.000 botol

Dewasa
Standar pengobatan dengan Amoksisilin adalah
1) 500 mg dalam dosis terbagi 3 x sehari selama 14 hari.
2) Jumlah episode 12.000 kasus
Jumlah yang dibutuhkan per kasus= 500 mg x 3 x 14 hari = 21.000
mg atau sama dengan 42 kaplet @ 500 mg
Untuk 12.000 kasus = 12.000 x 42 kaplet @ 500 mg = 504.000
kaplet

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 211


Jumlah kaplet per kemasan = 100 kaplet per kotak, untuk 12.000
kasus = 504.000 kaplet /100 kaplet x 1 kotak = 5.040 kotak
1) Pengelompokan dan penjumlahan masing-masing obat (hasil
Langkah 1).
Sebagai contoh: Amoksisilin kaplet 500 mg digunakan pada
berbagai kasus penyakit.
Berdasarkan langkah pada butir 1, diperoleh obat untuk:
OMSK maligna = 504.000 kaplet
Stomatitis = 300.000 kaplet
Sinusitis = 500.000 kaplet
Pulpitis = 100.000 kaplet
Periodontitis = 100.000 kaplet
Leptospirosis = 50.000 kaplet
Gangren Pulpa = 150.000 kaplet
Faringitis Akut = 750.000 kaplet
Total kebutuhan Amoksisilin 500 mg =
504.000 + 300.000 + 500.000 + 100.000 + 100.000 + 50.000 +
150.000 + 750.000 = 2.454.000 kaplet
Jumlah kaplet per kemasan= 100 kaplet per kotak.
Jumlah kemasan = 2.454.000 kaplet/ 100 kaplet x 1 kotak =24.540
kotak
Berarti jumlah total kebutuhan Amoksisilin 500 mg untuk semua
kasus tersebut adalah 24.540 kotak@100 kaplet

B. Metode perencanaan konsumsi


Metode konsumsi adalah suatu metode perencanaan obat berdasarkan
pada kebutuhan riil obat pada periode lalu dengan penyesuaian dan
koreksi berdasarkan pada penggunaan obat periode sebelumnya.
Tahapan yang dilakukan yaitu:

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 212


1. Pastikan beberapa kondisi berikut:
a. Dapatkah diasumsikan pola pengobatan periode yang lalu baik
atau rasional?
b. Apakah suplai obat periode itu cukup dan lancar?
c. Apakah data stok, distribusi, dan penggunaan obat lengkap dan
akurat?
d. Apakah banyak terjadi kecelakaan (obat rusak, tumpah,
kadaluarsa) dan kehilangan obat?
e. Apakah jenis obat yang akan digunakan sama?
2. Lakukan estimasi jumlah kunjungan total untuk periode yang akan
datang
a. Hitung kunjungan pasien rawat inap maupun rawat jalan pada
periode yang lalu
b. Lakukan estimasi periode yang akan datang dengan
memperhatikan:
1) Perubahan populasi daerah cakupan pelayanan,
perubahan cakupan pelayanan
2) Pola morbiditas, kecenderungan perubahan insidensi
3) Penambahan fasilitas pelayanan
Perhitungan metode konsumsi
a. Tentukan salah satu teknik perhitungan pada metode konsumsi
b. Hitung pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu
c. Koreksi hasil pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu
terhadap kecelakaan dan kehilangan obat
d. Koreksi langkah sebelumnya (koreksi hasil pemakaian tiap jenis
obat dalam periode lalu terhadap kecelakaan dan kehilangan
obat) terhadap stock out.
e. Lakukan penyesuaian terhadap kesepakatan langkah 1 dan 2
f. Hitung kebutuhan periode yang akan datang untuk tiap jenis
obat

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 213


Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan,
perlu dilakukan analisa trend (regresi linier) pemakaian periode
sebelumnya, meliputi :
a. Daftar nama obat
b. Stok awal
c. Penerimaan
d. Pengeluaran
e. Sisa stok
f. Kekosongan obat
g. Pemakaian rata-rata per periode
h. Waktu tunggu (lead time)
i. Stok pengaman
j. Pola kunjungan
k. Obat hilang/rusak
Dari tahapan di atas, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menghitung waktu pemakaian obat yang artinya menghitung
berapa lama waktu yang sesunguhnya untuk jumlah pemakaian
yang diketahui. Dengan demikian harus memperhitungkan ada
atau tidak adanya hari kekosongan obat.
Periode pakai Sediaan Farmasi = Waktu penggunaan – Waktu
Kosong Obat
b. Menghitung sisa stok obat, diketahui dari stok yang tersedia
pada akhir periode perencanaan.
c. Menghitung pemakaian nyata per tahun, data dapat diperoleh
dari LPLPO/Kartu stok.
Stok Awal + Penerimaan – (sisa stok + jumlah obat
hilang/rusak/kedaluwarsa)
d. Menghitung pemakaian rata-rata per bulan.
Pemakaian nyata = waktu periode perencanaan
e. Menghitung rencana pemakaian per periode (B).
B = Pemakaian rata sesungguhnya x 12 bulan

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 214


f. Menentukan stok pengaman/safety stock/SS (C), merupakan
jumlah obat yang diperlukan untuk menghindari terjadinya
kekosongan obat tahun yang akan datang dengan 10 - 20%
atau dengan besaran lain baik berdasar kebijakan maupun
berdasar perhitungan.
C = SS (biasanya 10 – 20 %) x pemakaian 1 periode
g. Menghitung stok waktu tunggu/Lead Time/LT (D), merupakan
jumlah obat yang diperlukan sejak rencana kebutuhan diajukan
sampai dengan kedatangan obat.
D = LT (Lead Time) dalam hari/bulan x pemakaian rata-rata
dalam hari/bulan .
h. Menghitung Rencana Kebutuhan Obat riil per tahun
A=B+C+D–E
Dimana :
A = Rencana Kebutuhan Obat untuk periode mendatang
B = Pemakaian 1 periode
C = Stok Pengaman/Safety Stock
D = Waktu Tunggu
E = Sisa Stok
i. Menghitung anggaran yang dibutuhkan (Ongkos Pembelian/
OP)
Anggaran yang dibutuhkan untuk pengadaan obat adalah
rencana kebutuhan dikalikan dengan harga satuan obat (h)
OP = A x h

Contoh perhitungan metode konsumsi.


Pada 1 Januari 2020 stok obat Parasetamol 500 mg sebesar 300.000
tablet, 3 bulan kemudian Puskesmas menerima sebesar 3.000.000
tablet. Sisa stok pada 31 Desember 2020 adalah 300.000 tablet. Pada
tahun 2020 juga pernah terjadi kekosongan obat selama 15 hari.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 215


Buatlah Perencanaan kebutuhan obat tahun 2021 dan berapa anggaran
yang dibutuhkan untuk obat Parasetamol 500 mg tablet bila harga satuan
Rp. 100,-/tablet.
Informasi tambahan dari unit pengadaan waktu tunggu pada penyediaan
obat selama 25 hari
Jawab :
1. Menghitung Periode pemakaian obat 2020
Lama pemakaian obat = 1 tahun = 300 hari
Lama kosong obat = 15 hari
Periode pakai Sediaan Farmasi = Waktu penggunaan – Waktu
Kosong Obat = 300 – 15 hari = 285 hari
2. Menghitung sisa stok obat (E)
Sisa stok obat = 300.000 tablet
3. Menghitung pemakaian nyata per tahun, data diperoleh dari
LPLPO/Kartu stok.
Stok Awal = 300.000 tablet
Penerimaan = 3.000.000 tablet
Sisa Stok = 300.000 tablet
Pemakaian nyata = 300.000 + 3.000.000 -
300.000 = 3.000.000
4. Menghitung pemakaian rata-rata per bulan (B)
Pemakaian rata-rata per bulan = 3.000.000 x 300/285 : 12 = 263.158
5. Menghitung rencana pemakaian 1 tahun (B)
B = 263.158 x 12 = 3.157.895
6. Menentukan stok pengaman/safety stock/SS (C),
Stok pengaman ditetapkan sebesar = 10%
C = 10 % x 3.157.895 = 315.789
7. Menghitung stok waktu tunggu/Lead Time/LT (D)
D = 25/300 x 3.157.895 = 263.157
8. Menghitung Rencana Kebutuhan Obat riil per tahun
A = (3.157.895 + 315.789 + 263.157 = 3.684.211

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 216


9. Menghitung anggaran yang dibutuhkan (Ongkos Pembelian/OP)
Rencana kebutuhan obat = 3.684.211 tablet
Harga satuan obat = Rp. 100,-/tablet
OP = 3.684.211 x 100 = 368.421.100
Sehingga diketahui bahwa kebutuhan obat tahun 2021 sebesar
3.684.211 tablet,
Jika diketahui kemasan Parasetamol berupa kotak isi 100 tablet
maka kebutuhan obat sebesar 36.842 kotak,

C. Metode perencanaan gabungan


Metode gabungan bertujuan untuk menutupi kelemahan metode
morbiditas dan metode konsumsi.
Tahapan yang dilakukan yaitu:
1. Melakukan perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi
2. Melakukan evaluasi hasil perhitungan kebutuhan butir a dengan
pedoman terapi dan pola penyakit.
3. Melakukan penyesuaian perhitungan kebutuhan sesuai hasil
evaluasi.

D. Metode perencanaan just in time


Metode Just In Time (JIT) merupakan perwujudan kemitraan usaha
antara perusahaan yang dalam hal ini adalah industri farmasi, rumah
sakit, puskesmas atau apotek dengan para pemasok. Dalam JIT,
perusahaan memberikan kepercayaan kepada pemasok untuk
memasok bahan hanya pada saat perusahaan memerlukannya dalam
jumlah yang diperlukan.
Dengan metode just in time, pesanan dilakukan apabila persediaan
hampir atau sudah habis. Kelemahan sistem ini adalah jika tidak
didukung dengan keteraturan defecta, perhitungan stok pengamanan,
maka akan mengakibatkan terganggunya sistem pengelolaan obat.
JIT memerlukan persyaratan sebagai berikut yaitu :

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 217


1. Pengurangan lead time
2. Penurunan persediaan ke tingkat minimum
3. Keandalan Equipment
4. Arus produksi yang berimbang
5. Kinerja keseluruhan sistem yang dapat diprediksi

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 218


SEKARANG SAYA TAHU

Dalam pengelolaan sediaan farmasi, alat Kesehatan dan bahan medis habis
pakai khususnya perencanaan, merupakan fungsi yang harus benar-benar
dipahami karena perencanaan yang tidak baik akan berpengaruh besar
terhadap tingkat ketersediaan yang dibangun di sarana pelayanan
Kesehatan. Dengan memahami berbagai metode perencanaan maka saya
akan dapat menentukan menggunakan metode yang sesuai pada waktu
menghitung kebutuhan sediaan farmas, alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai sehingga persediaan di pelayanan Kesehatan dapat selalu
memenuhi kebutuhan dan sekaligus menjamin tidak terjadinya kelebihan
maupun kekurangan obat.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 219


MATERI POKOK 3

PENYUSUNAN LAPORAN KEGIATAN


PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI,
ALAT KESEHATAN
DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 220


Pendahuluan
Pelaporan merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian
perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai
segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat
yang lebih tinggi, baik secara lisan maupun tertulis sehingga dalam
penerima laporan dapat memperoleh gambaran bagaimana pelaksanaan
tugas orang yang member laporan. Selain itu, pelaporan merupakan
catatan yg memberikan informasi tentang kegiatan tertentu dan hasilnya
disampaikan ke pihak yang berwenang atau berkaitan dengan kegiatan
tertentu.

Indikator Hasil Belajar


Menjelaskan penyusunan laporan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi,
alkes dan BMHP.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
1. LP LPO – SIKDA
2. Laporan ketersediaan obat dan vaksin rutin
3. Laporan POR
4. Laporan SITB
5. Laporan SIHA
6. Laporan SMILE
7. Laporan PIO Konseling
8. Laporan RKO
9. Laporan MESO

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 221


Uraian Materi Pokok 3

Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
sediaan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan.
Jenis laporan yang dibuat oleh tenaga kefarmasian puskesmas meliputi :
A. LPLPO- SIKDA GENERIK
LPLPO SIKDA GENERIK adalah Lembar Permintaan dan
Lembar Pemakaian Obat, Alkes dan BMHP (LPLPO) yang dibuat secara
online melalui SIKDA GENERIK, dibuat setiap akhir bulan dan dilaporkan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala.
LPLPO dapat dimanfaatkan sebagai formulir permintaan
obat dan pelaporan pemakaian obat dari Puskesmas ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yakni LPLPO/ LB2 dan sebagai
formulir permintaan obat dan pelaporan pemakaian obat dari
kamar obat dan Sub Unit Pelayanan Kesehatan ke Gudang Obat
Puskesmas yakni LPLPO Sub Unit.
1. Fungsi
LPLPO berfungsi sebagai berikut :
a. Surat permintaan obat.
b. Surat perintah pengeluaran obat.
c. Dokumen bukti pengeluaran obat.
d. Dokumen bukti penerimaan obat.
e. Laporan pemakaian obat.
f. Sumber informasi untuk perencanaan.
g. Sarana monitoring dan evaluasi persediaan dan
penggunaan obat.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 222


h. Sumber informasi untuk melakukan supervisi dan
pembinaan.
i. Sarana untuk meningkatkan kepatuhan petugas dalam
menyampaikan laporan pemakaian obat.

2. Informasi dan Manfaatnya.


Pada LPLPO terdapat informasi dan manfaat sebagai berikut :
a. Informasi
1). Jenis dan jumlah sisa stok/stok awal.
2). Jenis dan jumlah persediaan obat.
3). Perbandingan sisa stok dengan pemakaian perbulan.
4). Perbandingan antara jumlah persediaan dengan jumlah
pemakaian per bulan.
5). Perbandingan pemakaian dengan 1.000 kunjungan resep

b. Sumber Informasi
1) Kartu Stok gudang obat Puskesmas.
2) Sisa stok Sub Unit Pelayanan Kesehatan (LPLPO
Sub Unit).
3) Buku Catatan Harian Penerimaan Rese

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 223


LAPORAN PENERIMAAN DAN LEMBAR PERMINTAAN OBAT (LPLPO)

PUSKESMAS : UPT IBRAHIM ADJIE PELAPORAN : September 2021 NO DOKUMEN : -/LPLPO/IX/2021


KECAMATAN : BATUNUNGGAL PERMINTAAN : October 2021 TANGGAL LAPORAN MASUK : 22 October 2021
KOTA : KOTA BANDUNG

PEMBERIAN
NO NAMA OBAT SATUAN STOK AWAL PENERIMAAN PERSEDIAAN PEMAKAIAN SISA AKHIR STOK OPTIMUM PERMINTAAN KET
APBD I APBD I DAK / APBN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
LIFE SAVING
1 Atropin Inj. Im/Iv/s.k.0,25 mg/ml-1ml Ampul 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
2 Diazepam Lar Rektal 10 mg/ml Tube 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
3 Epinefrin HCL Inj Ampul 10 0 10 0 10 0 -10 0 0 0 -
4 Mg Sulfat Inj 20 % - IV/10 vial Ampul 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
5 Mg Sulfat Inj 40 % - IV/10 vial Ampul 10 0 10 0 10 0 -10 0 0 0 -
6 Oksitosin Inj 10 lU/ml 1 ml Ampul 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 224


B. Laporan ketersediaan obat dan vaksin rutin
Laporan ketersediaan obat dan Vaksin rutin adalah laporan obat esensial yang wajib ada dilayanan dengan kriteria
40 macam obat dan vaksin rutin yang harus ada dilayanan baik itu puskesmas maupun Rumah Sakit.
Berikut data obat yang wajib ada dilayanan adalah:
1 Albendazol /Pirantel Pamoat Tablet 27 Oksitosin injeksi Ampul
2 Alopurinol Tablet 28 Parasetamol sirup 120 mg / 5 ml Botol
3 Amlodipin/Kaptopril Tablet 29 Parasetamol 500 mg Tablet
4 Amoksisilin 500 mg Tablet 30 Prednison 5 mg Tablet
5 Amoksisilin sirup Botol 31 Ranitidin 150 mg Tablet
6 Antasida tablet kunyah/ antasida suspense Tablet/Botol 32 Retinol 100.000/200.000 IU Kapsul
7 Asam Askorbat (Vitamin C) Tablet 33 Salbutamol Tablet
8 Asiklovir Tablet 34 Salep Mata/Tetes Mata Antibiotik Tube
9 Betametason salep Tube 35 Simvastatin Tablet
10 Deksametason tablet/deksametason injeksi Tablet/Vial/Ampul 36 Siprofloksasin Tablet
11 Diazepam injeksi 5 mg/ml Ampul 37 Tablet Tambah Darah Tablet
12 Diazepam Tablet 38 Triheksifenidil Tablet

13 Dihidroartemsin+piperakuin (DHP) dan primaquin Tablet 39 Vitamin B6 (Piridoksin) Tablet

14 Difenhidramin Inj. 10 mg/ml Ampul 40 Zinc 20 mg Tablet

15 Epinefrin (Adrenalin) injeksi 0,1 % (sebagai HCl) Ampul VAKSIN

16 Fitomenadion (Vitamin K) injeksi Ampul 1 Vaksin Hepatitis B Vial


17 Furosemid 40 mg/Hidroklorotiazid (HCT) Tablet 2 Vaksin BCG Ampul

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 225


18 Garam Oralit serbuk Kantong 3 Vaksin DPT-HB-HIB Vial
19 Glibenklamid/Metformin Tablet 4 Vaksin Polio Vial
20 Hidrokortison krim/salep Tube 5 Vaksin Campak/Vaksin Rubella Vial/Ampul

21 Kotrimoksazol (dewasa) kombinasi tablet/Kotrimoksazol suspensi Tablet/Botol


Jumlah item obat indikator yang tersedia di
22 Lidokain inj Vial a :
Puskesmas
Jumlah Puskesmas Yang Memilik Vaksin
23 Magnesium Sulfat injeksi Vial b :
Imunisasi Dasar Lengkap (IDL)

24 Metilergometrin Maleat injeksi 0,200 mg-1 ml Ampul c Jumlah Puskesmas yang melapor :

25 Natrium Diklofenak Tablet d Jumlah Puskesmas :


Persentase Puskesmas dengan
26 OAT FDC Kat 1 Paket ketersediaan Vaksin Imunisasi Dasar 100%
Lengkap (IDL)

C. Laporan Penggunaan Obat Rasional


Definisi Penggunaan obat dikatakan rasional menurut WHO apabila pasien menerima obat yang tepat untuk
kebutuhan klinis, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan untuk jangka waktu yang cukup, dan dengan biaya yang
terjangkau baik untuk individu maupun masyarakat.
Dua kriteria peresepan pada penyakit ISPA non pneumonia dan diare akut non spesifik yang sering terjadi
peresepan yang tidak rasional diberikan Antibiotik sehingga dilakukan sampling setiap hari pasien pertama datang
yang didiagnosa ISPA non pneumonia dan diare akut non spesifik, dihitung selama satu bulan.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 226


LAPORAN INDIKATOR DI PUSKESMAS
Nama Puskesmas : Bulan:……………………………
Jenis Puskesmas : Perawatan/Bukan Perawatan Tahun: 2021
Jumlah Apoteker :
Jumlah AA/D3 :
Farmasi :
Jumlah Dokter :
Kabupaten/Kota :
Provinsi :

% Penggunaan % Penggunaan Capaian Kinerja


Rerata Item / lembar Resep
Antibiotik pada ISPA Antibiotik pada POR (%)
NO
Non-Pneumonia Diare Non-Spesifik
ISPA Diare Rata-rata % Rata-rata
-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8
100% 100% 3.20 3.30 3.25 81% 39%
0 0 1.01010101 0.53571429

Petugas, Kepala Puskesmas


………………………………………… …………………………………………
NIP. NIP.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 227


FORMULIR PELAPORAN INDIKATOR PERESEPAN ISPA NON-PNEUMONIA

PUSKESMAS : UPT PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE BULAN : OKTOBER


KOTA : BANDUNG TAHUN : 2021
PROVINSI : JAWA BARAT

SESUAI
JUMLAH ANTIBIOTIK LAMA PEMAKAIAN
TGL NO NAMA UMUR NAMA OBAT DOSIS PEDOMAN
ITEM OBAT YA/TIDAK (HARI)
YA/TIDAK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
01/10/2021
1 Arumi 2 Th 2 Tidak Pramolta syr add 3x1 3 Ya
ad Paracetamol
ad guafenisin
ad Chlorfeniramin Maleat
Vitamin syrup anak 1x1 3 Ya

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 228


LAPORAN INDIKATOR PERESEPAN
DI PUSKESM AS

Nama Puskesmas : UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Bulan : OKTOBER


Jenis Puskesmas : Rawat Inap (PONED) Tahun : 2021
Jumlah Apoteker :1
Jumlah Asisten Apoteker :3
Jumlah Dokter :7
Kabupaten / Kota : Bandung
Provinsi : Jawa Barat

% Penggunaan % Penggunaan Rerata Item / Lembar Resep

Antibiotik pada ISPA Non- Antibiotik pada Diare RATA-


ISPA DIARE RATA-RATA ISPA DIARE
Pneumonia Non-Spesifik RATA

1 2 4 5 7 2.72 3.24 2.98


0.00% 0.00% 2.72 3.24 2.98
100% 100% 87%
Rata-rata Persentase
Bandung, 31-Oct-21 ISPA 2.72 100%
KEPALA UPT PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE APOTEKER PENGELOLA OBAT DIARE 3.24 100%
RATA-
RATA 2.98 87%

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 229


FORMULIR PELAPORAN INDIKATOR PERESEPAN DIARE NON-SPESIFIK

PUSKESMAS : UPT PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE BULAN : OKTOBER


KOTA : BANDUNG TAHUN : 2021
PROVINSI : JAWA BARAT

LAMA SESUAI
JUMLAH ANTIBIOTIK
TGL NO NAMA UMUR NAMA OBAT DOSIS PEMAKAIAN PEDOMAN
ITEM OBAT YA/TIDAK
(HARI) YA/TIDAK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
01/10/2021 1 Melinda 22 Th
2 Tidak Ranitidin 2x1 3 Ya
Paracetamol 3x1 3 Ya

N = 25 Total Item Obat 81 D = 100% N = Jumlah Pasien

Rerata Item Obat 3.240 H = 100% A = Jumlah Item Obat

Lembar Resep 25 B = Jumlah Pasien yang mendapat injeksi

Presentasi Antibiotik 0% D = Jumlah Generik

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 230


D. Laporan Sistem Informasi TBC
Laporan sitem informasi TBC adalah laporan yang dibuat secara
bulanan melalui system informasi TBC secara online, Apoteker
bekerjasama dengan pemegang program TBC
TBC.13 OAT FAS
PENANGGULANGAN TBC NASIONAL
INDONESIA 2020/EDISI 3

LAPORAN PENERIMAAN DAN PEMAKAIAN OAT FASYANKES

Provinsi :Jawa Barat


Kabupaten/Kota :Kota Bandung
Nama Fasyankes :Puskesmas Upt Ibrahim Adjie
Periode :Januari 2021

OAT KDT OAT KOMBIPAK OBAT TERAPI PENCEGAHAN TBC

NO URAIAN Kategori 1 Kategori 2 Kategori Anak Kategori 1 Kategori Anak H - Isoniazid 100 mg Rifapentine 150 mg

Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl


Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Tgl Kedaluwarsa Jumlah Tgl Kedaluwarsa
Kedaluwarsa Kedaluwarsa Kedaluwarsa Kedaluwarsa Kedaluwarsa
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)
1 Stok Awal 2 31/10/2021 2 30/06/2022 10 31/05/2023
10 30/11/2021
Jumlah Stok Awal 12 2 10 0 0 0 0
2 Diterima
Jumlah Diterima 0 0 0 0 0 0 0
3 Dipakai 2 31/10/2021 2 31/05/2023
6 30/11/2021
Jumlah Dipakai 8 0 2 0 0 0 0
4 Penyesuaian
Jumlah Penyesuaian 0 0 0 0 0 0 0
5 Stok Akhir 4 30/11/2021 2 30/06/2022 8 31/05/2023
Jumlah Stok Akhir 4 2 8 0 0 0 0
Total Stok Akhir 4 2 8 0 0 0 0
OAT SO yang tidak dapat digunakan
Kadaluarsa
Rusak
Hilang
Tidak bisa digunakan
Jumlah OAT SO yang tidak dapat digunakan 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah OAT SO Yang Dapat Digunakan 4 2 8 0 0 0 0

Stok Minimal: Jumlah Stok Maksimal: Jumlah


OAT KDT KATEGORI 1 6 OAT KDT KATEGORI 1 36
OAT KDT KATEGORI 2 2 OAT KDT KATEGORI 2 12
OAT KDT KATEGORI ANAK 2 OAT KDT KATEGORI ANAK 12
OAT KOMBIPAK KATEGORI 1 0 OAT KOMBIPAK KATEGORI 1 0
OAT KOMBIPAK KATEGORI ANAK 0 OAT KOMBIPAK KATEGORI ANAK 0
H - Isoniazid 100 mg 0 H - Isoniazid 100 mg 0
Rifapentine 150 mg 0 Rifapentine 150 mg 0

Mengetahui Yang membuat laporan:

(…………………………………………………………………………) (…………………………………………………………………………)

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 231


E. Laporan Sistem Informasi HIV AIDS
Laporan SIHA laporan yang dibuat bulanan untuk penggunaan obat
ART secara online melalui SIHA Kemnkes atau yang disebut juga
dengan LB2 khusus untuk obat Anti Retroviral (ART), apoteker
bekerja sama dengan pemegang program HIV-AIDS.
PERAWATA

PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA


UPK : BANDUNG
Kabupaten / Kota : KOTA BANDUNG Bulan :
Provinsi : Jawa Barat Tahun :

08. REJIMEN ART DEWASA DAN ANAK SAMPAI DENGAN AKHIR BULAN

Rejimen Standar Dewasa Anak


LINI I
ZDV(300)/3TC(150)+NVP(200) 0 0
ZDV(300)/3TC(150)+EFV(600) 0 0
TDF(300)+3TC(150)+NVP(200) 0 0
TDF(300)+3TC(150)+EFV(600) 0 0
ABC(300)+3TC(150)+NVP(200) 0 0
ABC(300)+3TC(150)+EFV(600) 0 0
TDF(300)/3TC(300)/EFV(600) 86 0
TDF(300)/FTC(200)+NVP(200) 0 0
TDF(300)/FTC(200)+EFV(600) 0 0
TDF(300)/3TC(300)/DTG(50) 13 0
TDF(300)+3TC(150)+DTG(50) 0 0
ZDV(300)/3TC(150)+DTG(50) 0 0
TDF(300)/FTC(200)+DTG(50) 0 0
TDF(300)/3TC(300)/DTG(50)+ DTG(50) 0 0
ABC(300)+3TC(150)+DTG(50) 0 0
PEDIATRIK
ZDV(100)+3TC(150)+NVP(200) 0 0
ZDV(100)+3TC(150)+EFV(200) 0 0
ABC(120)/3TC(60) + LPV/r(40/10) 0 0
TDF(300)+3TC(150)+LPV/r(100/25) 0 0
TDF(300)/FTC(200)+LPV/r(100/25) 0 0
ZDV(300)/3TC(150)+LPV/r(100/25) 0 0
REJIMEN ALTERNATIF / LINI II
TDF(300)+3TC(150)+LPV/r(200/50) 0 0
TDF(300)/FTC(200)+LPV/r(200/50) 0 0
ZDV(300)/3TC(150)+LPV/r(200/50) 0 0
TDF(300)+3TC(150)+LPV/r(100/25) 0 0
TDF(300)/FTC(200)+LPV/r(100/25) 0 0
ZDV(300)/3TC(150)+LPV/r(100/25) 0 0
TDF(300)/3TC(300)/DTG(50) 0 0
TDF(300)+3TC(150)+DTG(50) 0 0
ZDV(300)/3TC(150)+DTG(50) 0 0
TDF(300)/FTC(200)+DTG(50) 0 0
ABC(300)+3TC(150)+LPV/r(200/50) 0 0
ABC(300)+3TC(150)+DTG(50) 0 0
ABC(300)+TDF(300)/3TC(300)/EFV(600) 0 0
ABC(300)+TDF(300)/3TC(300)/DTG(50) 0 0
ABC(300)+TDF(300)/3TC(300)/DTG(50)+D
TG(50) 0 0
LINI III
TDF(300)/3TC(300)/DTG(50) 0 0
TDF(300)+3TC(150)+DTG(50) 0 0
ZDV(300)/3TC(150)+DTG(50) 0 0
TDF(300)/FTC(200)+DTG(50) 0 0
ABC(300)+3TC(150)+LPV/r(200/50) 0 0
TDF(300)+3TC(150)+LPV/r(200/50) 0 0
TDF(300)/FTC(200)+LPV/r(200/50) 0 0
ZDV(300)/3TC(150)+LPV/r(200/50) 0 0
ABC(300)+3TC(150)+DTG(50) 0 0
ABC(300)+TDF(300)/3TC(300)/DTG(50) 0 0
ABC(300)+TDF(300)/3TC(300)/DTG(50)+D
TG(50) 0 0
PROFILAKSIS
Total Pasien Rejimen Standar 99 0
Total Pasien = Jumlah pasien dengan
ART s/d akhir bulan ini 99 0
ZDV Syrup (50/5ml) 0 0
ZDV(100) 0 0

Untuk menambah rejimen lain silahkan klik menu Master Rejimen


Rejimen Lain Dewasa Anak
Total Pasien Rejimen Lain

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 232


Keterangan Penggunaan Rejimen ARV
Anak Jumlah Pasien Anak Lini I : LINI I PEDIATRIK ABC(120)/3TC(60) LINI I PEDIATRIK LPV/r(40/10) ZDV/3TC/NVP Triple FDC Junior (60/30/50) Jumlah Pasien Anak Lini II : LINI II PEDIATRIK ABC(120)/3TC(60) LINI II PEDIATRIK LPV/r(40/10)
ABC(120)/3TC(60)+LPV/r(40/10) Tablet yg Tablet yg Tablet yg Tablet yg Jumlah Tablet yg Tablet yg ABC(120)/3TC(60)+LPV/r(40/10) Tablet yg Tablet yg Tablet yg Tablet yg
diperlukan/ diperlukan/ diperlukan/ diperlukan/ pasien anak diperlukan/ diperlukan/ diperlukan/ diperlukan/ diperlukan/ diperlukan/
hari bln hari bln hari bln hari bln hari bln
Berat Badan (kg) (b x c x 30) (b x c x 30) (b x c x 30) (b x c x 30) (b x c x 30)
a b c d e f g h i j k l m n
3-5.9 0 1 0 4 0 0 2 0 0 1 0 4 0
6-9.9 0 1,5 0 6 0 0 3 0 0 1,5 0 6 0
10-13.9 0 2 0 8 0 0 4 0 0 2 0 8 0
14-19.9 0 2,5 0 10 0 0 5 0 0 2,5 0 10 0
20-24.9 0 3 0 12 0 0 6 0 0 3 0 12 0
>25 Menggunakan regimen dewasa Menggunakan regimen dewasa Menggunakan regimen dewasa
Jumlah tab yang diperlukan 0 0 0 0 0
Jumlah tab yang diperlukan + buffer 2
bulan 0 0 0 0 0

09. STOK OBAT

Stok obat Stok obat Stok obat yang Stok obat Selisih fisik Stok obat Stok obat pada Tanggal Kadaluarsa Perkiraan Jumlah obat Alasan Selisih K
pada awal yang dikeluarkan yang kadaluarsa stok obat pada akhir akhir bulan ini dan Jumlah yang dan J
bulan diterima bulan ini (tablet) bulan ini (tablet) dengan bulan ini (botol)(G) Jumlahnya (botol) obat yang diminta
(tablet) bulan ini (C) (D) pencatatan (tablet) (H) diperlukan (botol) (K) *
(A) (tablet) bulan ini (F) = (botol)(J)
(B) (tablet) (A+B)-
Nama obat Merek (E) (C+D)+E
Zidovudine (ZDV) 100mg REVIRAL 0 0 0 0 0 0
Zidovudine (ZDV) 100mg ZDV(100): Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lamivudine (3TC) 150mg HIVIRAL 0 0 0 0 0 0
Lamivudine (3TC) 150mg EPIVIR 0 0 0 0 0 0
Lamivudine (3TC) 150mg HEPTAVIR 0 0 0 0 0 0
Lamivudine (3TC) 150mg LAMIVOX 0 0 0 0 0 0
Lamivudine (3TC) 150mg 3TC(150): Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Efavirenz (EFV) 200mg EFAVIR200 0 0 0 0 0 0
Efavirenz (EFV) 200mg EFV(200): Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Efavirenz (EFV) 600mg AVIRANZ 0 0 0 0 0 0
Efavirenz (EFV) 600mg SUSTIVA 0 0 0 0 0 0
Efavirenz (EFV) 600mg EFAVIRENZ 0 0 0 0 0 0
Efavirenz (EFV) 600mg EFAVIR600 0 0 0 0 0 0
Efavirenz (EFV) 600mg STOCRIN 0 0 0 0 0 0
Efavirenz (EFV) 600mg EFV(600): Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Nevirapine (NVP) 200mg NEVIRAL 0 0 0 0 0 0
Nevirapine (NVP) 200mg NEVIPAN 0 0 0 0 0 0
Nevirapine (NVP) 200mg NEVIMUNE 0 0 0 0 0 0
Nevirapine (NVP) 200mg NEVIREX 0 0 0 0 0 0
Nevirapine (NVP) 200mg NVP(200): Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tenofovir (TDF) 300mg VIREAD 0 0 0 0 0 0
Tenofovir (TDF) 300mg TENOFOVIR 0 0 0 0 0 0
Tenofovir (TDF) 300mg TDF(300): Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Abacavir (ABC) 300mg ZIAGEN 0 0 0 0 0 0
Abacavir (ABC) 300mg ABAC 0 0 0 0 0 0
Abacavir (ABC) 300mg ABACAVIR 0 0 0 0 0 0
Abacavir (ABC) 300mg ABC(300): Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 200/50mg ALUVIA 0 0 0 0 0 0
Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 200/50mg KALETRA 0 0 0 0 0 0
Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 200/50mg LPV/r(200/50): Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Zidovudine (ZDV)/Lamivudine (3TC)
300/150mg DUVIRAL 0 0 0 0 0 0
Zidovudine (ZDV)/Lamivudine (3TC)
300/150mg ZIDOLAM 0 0 0 0 0 0
Zidovudine (ZDV)/Lamivudine (3TC)
300/150mg AVOCOM 0 0 0 0 0 0
Zidovudine (ZDV)/Lamivudine (3TC)
300/150mg ZDV(300)+3TC(150): Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tenofovir (TDF)/Emtricitabine (FTC)
300/200mg EMTRIVA 0 0 0 0 0 0
Tenofovir (TDF)/Emtricitabine (FTC)
300/200mg TRUVADA 0 0 0 0 0 0
Tenofovir (TDF)/Emtricitabine (FTC)
300/200mg TDF(300)+FTC(200): Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ZDV/3TC/NVP Ped Triple FDC (60/30/50 ZDV(60)/3TC(30)/NVP(50) Ped Triple
mg) FDC: Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TDF(300)+3TC(300)+EFV(600) Triple FDC:
TDF/3TC/EFV(300/300/600) Merek Lain 4384 0 2430 0 0 1954 65 Oct-23 193 193
RPV(25) EDURANT 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ZDV Syrup (50/5ml) ZDV Syrup (50/5ml) : Merek Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dolutegravir (DTG) 50 mg Dolutegravir 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 100/25mg ALUVIA 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TDF(300)/3TC(300)/DTG(50) TDF(300)/3TC(300)/DTG(50) 1042 0 685 0 0 357 11 Dec-21 28 28
ABC(120)/3TC(60) ABC(120)/3TC(60) 0 0 0 0 0 0 0 0 0
LPV/r(40/10) LPV/r(40/10) 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ABC(60) ABC(60) 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan :
*Nama Petugas Pembuat Laporan RR dan
FARMASI: apt.Iis Rukmawati
*No. Telp / HP (Petugas RR dan
FARMASI): '089606131107
*Email Petugas RR dan Farmasi : iis_rukmawati@yahoo.co.id
*Nama Pimpinan : dr.Adnan Affandi Sofyan
*NIP Pimpinan : '198211032012121002

F. Laporan SMILE
Laporan Sistim Monitoring Imunisasi Logistik Secara Elektronik
(SMILE) adalah laporan yang dibuat secara on line penerimaan,
pengeluaran, pemakaian, distribusi dan sisa Vaksin dan BMHP
Covid-19, Apoteker bekerja sama dengan pemegang program
Imunisasi.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 233


Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 234
G. Laporan PIO Konseling
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan
dan pemberian informasi dan rekomendasi obat yang dilakukan oleh
apoteker kepada dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya serta
pasien dan pihak lain di luar Puskesmas.
Konseling obat merupakan salah satu metode edukasi pengobatan
secara tatap muka atau wawancara dengan pasien dan/atau
keluarganya yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman pasien yang membuat terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan obat.
Catatan:
Kolom 2 : Diisi jumlah lembar resep yang diterima dari rawat jalan dalam satu hari
Kolom 3 : Diisi jumlah lembar resep yang diterima dari rawat inap dalam satu hari
Kolom 4 : Diisi jumlah pasien yang mendapatkan konseling obat serta didokumentasikan

Kolom 5 : Diisi jumlah pasien yang mendapatkan informasi obat tentang penggunaan, cara penyimpanan, efek samping dll
serta didokumentasikan

n : Diisi jumlah TOTAL lembar resep yang diterima dari rawat jalan & rawat inap dalam satu bulan
n' : Diisi jumlah TOTAL konseling yang dilakukan dalam satu bulan yang terdokumentasi

n" : Diisi jumlah TOTAL pemberian informasi yang dilakukan dalam satu bulan yang terdokumentasi

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 235


LAPORAN BULANAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
IBRAHIM ADJIE

Nama Puskesmas : UPT Puskesmas Ibrahim Adjie


Jenis Puskesmas : Perawatan/Non-Perawatan
Kabupaten/Kota Bandung
Provinsi Jawa Barat
Laporan Bulan/Tahun Oct-21
Tahun : 2021

Jumlah Resep
Tanggal Konseling Informasi Obat
Rawat Jalan Rawat Inap
1 39 1 1 2
2 68 0 1 2
3 1 1 0 0
4 47 2 1 2
5 54 2 1 1
6 53 1 2 2
7 54 0 2 1
8 45 3 1 2
9 60 1 2 2
10 1 0 0 0
11 59 0 1 2
12 45 2 1 1
13 55 1 1 2
14 64 0 2 2
15 42 1 1 2
16 75 1 1 1
17 0 0 0 0
18 69 1 1 2
19 57 1 1 1
20 3 3 1 2
21 0 1 0 0
22 47 0 2 2
23 66 2 2 2
24 0 1 0 0
25 71 0 1 2
26 53 0 1 1
27 41 1 1 1
28 71 0 2 2
29 41 1 1 1
30 71 1 1 2
31 1 1 0 0
TOTAL 1353 29 32 42

Mengetahui,
Kepala UPT PKM Apoteker UPT PKM

dr. Adnan Affandi Sofyan Iis Rukmawati Ssi,Apt


NIP. 198211032012121002 NIP. 196504211991032007

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 236


H. Laporan RKO
Laporan Rencana Kerja obat adalah perencenaan yang dibuat
tahunan menggunakan metoda pola Konsumsi yaitu menggunakan
data pemakaian tahun lalu untuk merencanakan sediaan farmasi,
alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

10. REALISASI PENGADAAN TAHUN 2020 ADALAH REALISASI PENGADAAN OBAT JKN BAIK E-PURCHASING MAUPUN MANUAL SELAMA TAHUN 2022

RENCANA KEBUTUHAN OBAT PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) TAHUN 2022

SATUAN KERJA : Puskesmas …………………..

NO NAMA OBAT SATUAN SISA STOK PREDIKSI PEMAKAIAN PREDIKSI SISA STOK JUMLAH RENCANA RENCANA RENCANA REALISASI KETERANGAN
PER 31 PENGADAAN RATA-RATA 31 DESEMBER 2021 KEBUTUHAN KEBUTUHAN PENGADAAN PENGADAAN PENGADAAN
DESEMBER TAHUN 2021 PER BULAN TAHUN 2022 TAHUN 2022 TAHUN 2022 TAHUN 2021 TAHUN 2020
2020 SELAMA 2020
(a) (b) (c) (d) = (a)+(b)-(12x(c)) (e) = (c) x 18 (f) = (e) - (d) (g) (h) (i) (j)
1 Abacavir 300 mg Tablet/kaplet/kapsul 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Air untuk injeksi Botol 100 ml 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Air untuk injeksi Botol 250 ml 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Air untuk injeksi ampul/vial/botol 10 mL 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Air untuk injeksi amp 20 ml ampul/vial/botol 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Air untuk injeksi amp 25 ml ampul/vial/botol 25 mL 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Albendazol susp 200 mg/5 ml Botol 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Albendazol tab 400 mg tablet/kapsul/kaplet 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Alopurinol tab 100 mg Tab 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Alopurinol tab 300 mg tablet/kapsul/kaplet 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Aminofilin inj 24 mg/ml ampul/vial 10 ml 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Aminofilin tab 150 mg tablet/kapsul/kaplet 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 Aminofilin Tab 200 mg tablet/kapsul/kaplet 0 0 0 0 0 0 0 0 0

I. Laporan MESO
1. Tujuan
a. menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin
terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang
b. menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal
dan yang baru saja ditemukan
c. meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 237


dikehendaki; dan
d. mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak
dikehendaki

2. Manfaat
a. Tercipta data based ESO Puskesmas sebagai dasar
penatalaksanaan ESO
b. Mendukung pola insidensi ESO nasional

3. Pelaksana
a. Apoteker
b. TTK dan tenaga kesehatan lain di puskesmas
c. Kolaborasi Apoteker, TTK dengan perawat dan dokter

4. Persiapan
a. Data ESO puskesmas
b. Referensi ESO
c. Resep, rekam medis
d. Obat pasien
e. Kertas kerja atau formulir MESO (lampiran 13)

5. Pelaksanaan
a. Menganalisis laporan efek samping obat (ESO)
1) secara pasif dengan menerima keluhan pasien
sehubungan dengan ketidaknyamanan setelah minum
obat dan menanyakan berapa lama setelah minum obat,
adakah obat lain yang digunakan, adakah makanan yang
tidak biasa dikonsumsi
2) secara aktif melakukan asesmen setiap resep, hasil
laboratorium pasien rawat jalan maupun rawat inap yang
menunjukkan perbedaan dari seharusnya atau sesuai
harapan

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 238


3) secara aktif melakukan asesmen pasien terhadap
keluhan sehubungan obat yang digunakan, menanyakan
riwayat munculnya alergi atau keluhan lain sehubungan
dengan obat yang digunakan, memastikan waktu
munculnya keluhan setelah menggunakan obat, adakah
obat lain yang digunakan, adakah makanan yang tidak
biasa dikonsumsi.
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai
risiko tinggi mengalami ESO
1) melakukan identifikasi obat-obat yang paling umum
menyebabkan ESO dihubungkan dengan manifestasi
klinis yang muncul, misalnya NSAID menyebabkan
angioederma dan nyeri lambung. Jika kesulitan
menetapkan apakah keluhan berhubungan dengan obat,
diperlukan referensi dari monograph obat sampai
penelitian case report dan dikombinasi dengan informasi
dari keluarga, perawat maupun dokter yang merawat.
2) melakukan identifikasi terhadap kelompok pasien yang
berisiko tinggi munculnya ESO, misalnya kelompok
geriatri potensial mengalami gangguan tidur karena
Ciprofloxacin, kelompok perempuan produktif berisiko
extra pyramidal syndrom karena Metoclopramide.
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat
Nasional Setiap kejadian ESO dilaporkan dalam form MESO
maupun secara elektronik ke BPOM.

6. Evaluasi
Konsistensi laporan MESO ke Badan POM.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 239


SEKARANG SAYA TAHU

Dalam pengelolaan sediaan farmasi, alat Kesehatan dan bahan


medis habis pakai terdapat kegiatan yang harus dilakukan secara
berkala oleh pelayanan Kesehatan yaitu pelaporan. Saya sekarang
mengetahui bahwa laporan yang merupakan bukti pertanggung
jawaban dari pelaksanaan kegiatan merupakan bahan evaluasi
untuk pelaksanaan kegiatan selanjutnya serta merupakan salah
satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan
tertentu.
Mengingat pentingnya arti sebuah laporan, saya akan
melaksanakan kegiaan ini secara berkala sesuai ketentuan dan
mengerjakan muatan laporan ini dengan baik dan benar.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 240


MATERI POKOK 4

EVALUASI KEGIATAN
PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI,
ALAT KESEHATAN
DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 241


Pendahuluan
Evaluasi adalah serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan
memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan,
hasil dan dampak serta biayanya (Fink dan Kosecaff, 1978). Evaluasi
digunakan dalam berbagai sektor termasuk dalam bidang pelayanan
kesehatan masyarakat. Menurut Charles T Grubb dasar dari evaluasi
adalah membandingkan hasil dan dampak dari suatu kegiatan dengan
standar yang telah ditetapkan guna menentukan keberhasilan atau
kegagalan suatu program. Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai
perkiraan yang sistematis dari dampak program

Indikator Hasil Belajar


Setelah menyelesaikan materi ini, peserta diharapkan mampu
menjelaskan evaluasi kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 4:
1. Tujuan Evaluasi
2. Kegiatan Evaluasi
3. Evaluasi Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai di Puskesmas

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 242


Uraian Materi Pokok 4

Evaluasi memiliki berbagai pengertian dimana kalua kita sarikan maka


evaluasi dapat diartikan sebagai serangkaian prosedur untuk menilai suatu
program dan memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian
tujuan, kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya. Fokus utama dari
evaluasi adalah mencapai perkiraan yang sistematis dari dampak
program.

A. Tujuan Evaluasi
1. Menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program
yang sedang berjalan dan mencari solusinya.
2. Memprediksi kegunaan dari pengembangan program dan
memperbaikinya.
3. Mengukur kegunaan program-program yang inovatif.
4. Meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi.
5. Mengetahui kesesuaian antara sasaran yang diinginkan dengan
hasil yang dicapai.

B. Kegiatan Evaluasi
Ada empat jenis evaluasi yang dibedakan atas interaksi dinamis
diantara lingkungan program dan waktu evaluasi yaitu :
a. Evaluasi formatif yang dilakukan selama berlangsungnya
kegiatan program. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat dimensi
kegiatan program yang melengkapi informasi untuk perbaikan
program.
b. Evaluasi sumatif yang dilakukan pada akhir program. Evaluasi
ini perlu untuk menetapkan ikhtisar program, termasuk informasi
outcome, keberhasilan dan kegagalan program.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 243


c. Evaluasi penelitian adalah suatu proses penelitian kegiatan
yang sebenarnya dari suatu program, agar diketemukan hal-hal
yang tidak tampak dalam pelaksanaan program.
d. Evaluasi presumtif yang didasarkan pada tendensi yang
menganggap bahwa jika kegiatan tertentu dilakukan oleh orang
tertentu yang diputuskan dengan pertimbangan yang tepat, dan
jika bertambahnya anggaran sesuai dengan perkiraan, maka
program dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.

C. Evaluasi Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan


Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas
Berdasar Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas terdapat 8 (delapan) indikator pengelolaan obat di
puskesmas. Indikator tersebut adalah ::
1. Kesesuaian item obat yang tersedia dengan Formularium
Untuk mengetahui jumlah item obat yang sesuai dengan
Formularium Nasional.
Pengumpulan Data.
Data dikumpulkan dari formularium Puskesmas

Jumlah item obat


yang ada di Fornas yang tersedia
Kesesuaian item obat dengan Formularium = X 100%
Jumlah item obat keseluruhan

2. Tingkat ketersediaan obat.


Jumlah (kuantum) obat yang tersedia Puskesmas untuk
pelayanan kesehatan di wilayah Puskesmas dibagi dengan jumlah
(kuantum) pemakaian rata-rata obat per bulan. Jumlah jenis obat
dengan jumlah (kuantum) minimal sama dengan waktu tunggu
kedatangan obat dibagi dengan jumlah semua jenis obat yang
tersedia di Puskesmas.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 244


Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Puskesmas berupa :
Jumlah (kuantum) persediaan obat yang tersedia, pemakaian rata-
rata obat per bulan (dalam waktu tiga bulan terakhir) di
Puskesmas, waktu kedatangan obat, total jenis obat yang tersedia

Jumlah obat yang tersedia


Tingkat ketersediaan obat = Rata−rata pemakian obat per bulanbulan

3. Ketepatan permintaan obat.


Permintaan kebutuhan obat untuk Puskesmas ditambah dengan
sisa stok dibagi dengan pemakaian obat per bulan
Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Puskesmas berupa :
Jumlah permintaan kebutuhan obat dalam satu periode distribusi
dan pemakaian rata-rata obat per bulan di Puskesmas yang
didapatkan dari laporan LPLPO

Jumlah obat
yang diminta setiap periode
Persentase kesesuaian permintaan = Jumlah item Jumlah pemakaian obat X 100%
dalam satu periodeobat keseluruhan

4. Persentase dan nilai obat rusak/kadaluarsa.


Jumlah jenis obat yang kadaluwarsa dibagi dengan total jenis obat
Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Puskesmas berupa :
Jumlah jenis obat yang tersedia untuk pelayanan kesehatan
selama satu tahun dan jumlah jenis obat yang kadaluwarsa dan
harga masing-masing obat

Total jenis obat yang kadaluwarsa


Persentase Obat kadaluwarsa = Total jenis obat yang tersedia
X 100%

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 245


5. Ketepatan distribusi obat.
Jenis obat yang didistribusikan sesuai dengan metode IMPREST
untuk menjaga stok tetap pada sub unit pelayanan kesehatan
dengan total jenis obat yang didistribusikan untuk sub unit
pelayanan Kesehatan
Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Puskesmas berupa :
stok optimal dari masing-masing obat di masing-masing sub unit
pelayanan kesehatan dan Kartu Stok

Jumlah jenis obat


Persentase ketepatan Distribusi = yang didistribusikan sesuai perhitungan
X 100%
Jumlah jenis obat yang didistribusikan

6. Persentase rata-rata bobot dari variasi persediaan.


Persentase rata-rata bobot dari variasi persediaan adalah
persentase bobot rata-rata perbedaan antara catatan persediaan
dengan kenyataan fisik obat dari indikator obat yang ditetapkan
Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Puskesmas berupa :
Kartu Distribusi dan Kartu Stok serta pengamatan terhadap fisik
obat untuk obat indikator yang ditetapkan

Jumlah stok keseluruhan


obat Indicator dalam catatan
% rata2 bobot dari variasi persediaan = Jumlah stok keseluruhan obat
X 100%

7. Persentase rata-rata waktu kekosongan obat.


Waktu kekosongan obat didefinisikan sebagai jumlah hari obat
kosong dalam satu tahun. Persentase rata-rata waktu kekosongan
obat adalah persentase jumlah hari kekosongan obat dalam satu
tahun

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 246


Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Puskesmas berupa :
Kartu Stok
Jumlah hari kekosongan
% rata2 waktu kekosongan obat = semua obat indikator dalam satu tahun
365 x total jenis obat indicator
X 100%

8. Persentase obat yang tidak diresepkan.


Jumlah jenis obat yang tidak pernah diresepkan selama 6 (enam)
bulan dibagi jumlah jenis obat yang tersedia
Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari Puskesmas berupa resep, buku register,
LPLPO
Jumlah obat dengan stok tetap
% obat yang tidak diresepkan = Total jenis obat yang tersedia
X 100%

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 247


SEKARANG SAYA TAHU

Dalam pengelolaan sediaan farmasi, alat Kesehatan dan bahan medis


habis pakai, evaluasi memegang peranan penting karena akan
memberikan informasi tentang pencapaian atau keberhasilan suatu
kegiatan yang bahkan bisa lebih luas terkait dengan dampak serta biaya.
Setelah memahami materi evaluasi ini maka saya akan dapat melakukan
perbaikan secara berkesinambungan terhadap kondisi atau masalah yang
terjadi pada salah satu atau lebih indikator yang menunjukkan pencapaian
yang belum sesuai dengan harapan atau ketentuan yang telah ditetapkan

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 248


Selamat!!!
Anda telah menyelesaikan mata pelatihan
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai

Jika Anda belum sepenuhnya memahami materi,


silakan pelajari kembali modul dari awal ya!

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 249


REFERENSI

1. Departemen Kesehatan RI 2016. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit
2. Departemen Kesehatan RI 2020. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2020 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas
3. Departemen Kesehatan RI 2019. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit
4. Departemen Kesehatan RI 2019. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas
5. Management Science of Health, 2012, Managing Access to Medicines
and Health Technologies.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP 250


/lkj

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 251


A Tentang Modul Ini

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 252


DESKRIPSI SINGKAT

Berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi No. 13 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional
Apoteker, dinyatakan bahwa untuk kelancaran penilaian dan penetapan
angka kredit, setiap Apoteker wajib mencatat dan menginventarisir seluruh
kegiatan yang dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah diangkat dalam Jabatan Fungsional
Apoteker paling lama 3 ( tiga) tahun wajib mengikuti dan lulus Pendidikan
dan Pelatihan fungsional. Penilaian angka kredit bagi pejabat fungsional
kesehatan merupakan hal yang penting baik untuk kepentingan yang
bersangkutan maupun untuk institusi kesehatan, karena angka kredit itu
diperoleh berdasarkan hasil suatu kegiatan pelayanan/pekerjaan jabatan
fungsional kesehatan dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat. Semakin tinggi angka kredit yang diperoleh,
semakin meningkat pula akses masyarakat memperoleh pelayanan
kesehatan. Hal ini sejalan dengan visi Kementerian Kesehatan dalam
rangka menyehatkan masyarakat.
Mata pelatihan ini membahas tentang Mekanisme pengusulan Penetapan
Angka Kredit Jabatan Fungsional Apoteker, Mengidentifikasi bukti fisik,
Menghitung angka kredit dan Melakukan pengisian e-DUPAK melalui
aplikasi “SEPAKAT”

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 253


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menyusun daftar
usulan penetapan angka kredit (DUPAK)

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan mekanisme pengusulan Penetapan Angka Kredit
Jabatan Fungsional Apoteker
2. Mengidentifikasi bukti fisik
3. Menghitung angka kredit
4. Melakukan pengisian e-DUPAK melalui aplikasi “SEPAKAT”

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 254


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Mekanisme pengusulan Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional
Apoteker
2. Identifikasi Bukti Fisik
3. Penghitungan Angka Kredit
4. Pengisian e-DUPAK melalui aplikasi “SEPAKAT”

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 255


B Kegiatan Belajar

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 256


MATERI POKOK 1

MEKANISME PENGUSULAN
PENETAPAN ANGKA KREDIT
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 257


Pendahuluan
DUPAK diajukan oleh Jabatan Fungsional Apoteker sebagai usulan
penetapan angka kredit, dan bila yang bersangkutan telah memenuhi
jumlah angka kredit yang disyaratkan maka nilai angka kredit tersebut
dapat digunakan untuk pengangkatan jabatan fungsional dan untuk
kenaikan jabatan/pangkat Pejabat Fungsional Apoteker.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan :
1. Pengertian Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) dan
penetapan angka kredit (PAK)
2. Pengusulan Penetapan Angka Kredit

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

1. Pengertian Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) dan


penetapan angka kredit (PAK)
2. Pengusulan Penetapan Angka Kredit

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 258


Uraian Materi Pokok 1

Sebelum anda mempelajari lebih jauh tentang pengertian DUPAK, apa yang
Anda ketahui tentang DUPAK? Anda sebagai seorang Apoteker pemangku
jabatan fungsional, akan mengerjakan praktik kefarmasian pada Instansi
Pemerintah sesuai dengan jenjang jabatan yang anda miliki.
Untuk pengangkatan pertama atau pada kenaikan dalam jabatan/pangkat
yang lebih tinggi di syaratkan untuk memenuhi nilai angka kredit yang
ditetapkan.
Dalam materi ini Anda akan mengetahui tentang Pengertian Daftar Usulan
penetapan angka kredit (DUPAK), penetapan angka kredit (PAK) dan
pengusulan Penetapan Angka Kredit. Oleh karena itu silakan anda baca
modul ini sampai tuntas agar pemahaman anda menjadi benar.

A. Pengertian Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) dan


Penetapan Angka Kredit (PAK)
Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) adalah formulir yang
berisi keterangan perorangan Apoteker dan butir kegiatan yang dinilai
dan harus diisi oleh Apoteker dalam rangka penetapan angka kredit.

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 259


Penetapan Angka Kredit yang selanjutnya disingkat PAK adalah hasil
penilaian yang diberikan berdasarkan Angka Kredit untuk pengangkatan
atau kenaikan pangkat atau jabatan dalam Jabatan Fungsional Apoteker.
Contoh:
SK Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Apoteker

Angka Kredit adalah satuan nilai dari uraian kegiatan dan/atau akumulasi
nilai dari uraian kegiatan yang harus dicapai oleh Apoteker dalam rangka
pembinaan karier yang bersangkutan.
Angka Kredit Kumulatif adalah akumulasi nilai Angka Kredit minimal yang
harus dicapai oleh Apoteker sebagai salah satu syarat kenaikan pangkat
dan/atau jabatan.
Jika anda ingin memahami tentang DUPAK, silahkan melihat contoh
penetapan angka kredit diatas.

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 260


B. Pengusulan Penetapan Angka Kredit
Setiap Pejabat Fungsional Apoteker berdasarkan hasil pelaksanaan
kegiatan yang dituangkan dalam DUPAK wajib mengusulkan paling
kurang satu kali dalam satu tahun dengan melampirkan bukti-bukti
sebagai berikut:
1. Salinan/fotokopi Nilai Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) tahun terakhir
yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.

2. Salinan/fotokopi surat keputusan kenaikan jabatan dan pangkat


terakhir yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 261


3. Salinan/fotokopi surat keputusan terakhir tentang pengangkatan
dalam Jabatan Fungsional Apoteker yang dilegalisir oleh pejabat yang
berwenang.

4. Salinan/fotokopi Penetapan Angka Kredit (PAK) terakhir yang


dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 262


5. Salinan/fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) terakhir
yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang

6. Bukti fisik hasil pelaksanaan tugas sebagai pemangku Jabatan


Fungsional Apoteker dengan melampirkan surat pernyataan.

7. Bukti fisik yang dipergunakan sebagai dasar penilaian :


a. Surat penyataan melakukan kegiatan pelayanan Praktik
Kefarmasian ditandatangani oleh atasan unit kerja yang
bersangkutan
b. Hasil kegiatan dibuat berupa laporan, rancangan dan naskah yang
telah ditandatangan oleh atasan langsung unit kerja

Tata Cara Pengajuan DUPAK


a. Pejabat Fungsional Apoteker yang bersangkutan mencantumkan
perkiraan angka kredit prestasi kerja ke dalam formulir DUPAK
Jabfung Apoteker berikut kelengkapannya untuk disampaikan
kepada Kepala Unit Kerja yang bersangkutan.
b. Kepala Unit Kerja yang bersangkutan di bantu oleh Sekretariat Tim
Penilai untuk meneliti ulang kebenaran DUPAK berikut
kelengkapannya.
c. DUPAK diajukan dengan surat pengantar dari pejabat sebagai
berikut:
1) pejabat pimpinan tinggi pratama yang membidangi
kepegawaian pada Instansi Pemerintah kepada pejabat
pimpinan tinggi madya yang membidangi Kefarmasian dan

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 263


Alat Kesehatan pada Instansi Pembina untuk Angka Kredit
bagi Apoteker Ahli Utama di lingkungan Instansi Pemerintah;
dan
2) paling rendah pejabat administrator kepada pejabat pimpinan
tinggi pratama yang membidangi Kesehatan pada Instansi
Pemerintah untuk Angka Kredit bagi Apoteker ahli pertama,
Apoteker ahli muda, dan ahli madya di lingkungan Instansi
Pemerintah.

C. Alur pengusulan DUPAK :


1. Apoteker Pertama, muda dan Madya

Dokumen DUPAK
Apoteker Pertama
Pentapan Angka Kredit
Apoteker Muda
Apoteker Madya

Pejabat Pengusul Tim Penilai Prov/Kab/Kota

Sekretariat Tim Penilai


Unit Utama
Prov/Kab/Kota

2. Apoteker Utama

Dokumen DUPAK Pentapan Angka Kredit


Apoteker Utama Dirjen Farmalkes

Tim Penilai Unit Pembina


Pejabat Pengusul
Ditjen Farmalkes

Sekretariat Tim Penilai


Unit Utama Unit Pembina
Ditjen Farmalkes

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 264


SEKARANG SAYA TAHU

1. Pengertian Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) adalah


formulir yang berisi keterangan perorangan Apoteker dan butir
kegiatan yang dinilai dan harus diisi oleh Apoteker dalam rangka
penetapan angka kredit.
2. Angka Kredit adalah satuan nilai dari uraian kegiatan dan/atau
akumulasi nilai dari uraian kegiatan yang harus dicapai oleh Apoteker
dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan.
3. Penetapan Angka Kredit yang selanjutnya disingkat PAK adalah hasil
penilaian yang diberikan berdasarkan Angka Kredit untuk
pengangkatan atau kenaikan pangkat atau jabatan dalam Jabatan
Fungsional Apoteker.
4. Mekanisme dan dokumen untuk mengusulkan DUPAK

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 265


MATERI POKOK 2

INDENTIFIKASI BUKTI FISIK

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 266


Pendahuluan
Dokumen pribadi dan Bukti fisik diperlukan karena berhubungan erat
dengan kegiatan yang telah dilakukan oleh seorang pemangku jabatan
fungsional apoteker.
Syarat administrasi berupa dokumen pribadi dan berkas bukti fisik hasil
kegiatan (dokumen hasil kegiatan, laporan, lembar ceklis dan lembar
rujukan) diperlukan dalam pengajuan DUPAK.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu mengindentifikasi
bukti fisik

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

1. Kecukupan Bukti Fisik


2. Validasi, Keaslian dan Kekinian Bukti Fisik

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 267


Uraian Materi Pokok 2

Sebelum anda mempelajari lebih jauh tentang dokumen DUPAK?


Dalam materi ini Anda akan mengetahui tentang Dokumen pribadi dan
Bukti Fisik untuk DUPAK. Oleh karena itu silahkan anda baca sampai
tuntas agar pemahaman anda menjadi benar.

A. Kecukupan Bukti Fisik


Adalah kesesuian antara jumlah dokumen yang dipersyaratkan dengan
ketersediaan dokumen yang ada.

B. Validasi Bukti Fisik


Adalah dokumen yang dinilai telah diverifikasi oleh atasan langsung,
ditandai dengan tanda tangan atasan langsung dan di cap basah
instansi/unit kerja.

C. Keaslian Bukti Fisik


Adalah dokumen yang dinilai merupakan bukti asli dari laporan portofolio
yang diserahkan ke penguji, apabila dalam bentuk sertifikat maka dapat
menunjukkan sertifikat asli.

D. Kekinian Bukti Fisik


Adalah laporan hasil kegiatan yang disesuaikan dengan kurun waktu
usulan penilain DUPAK.

Tabel 1.
Daftar kelengkapan berkas bukti fisik pengajuan DUPAK
NO Berkas Bukti Fisik Cukup Valid Asli Terkini
1. Ijasah
2. SK CPNS 80%
3. SK PNS 100%
4. SK Jafung Terakhir
5. SK Pangkat Terakhir
6. …….

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 268


SEKARANG SAYA TAHU

Dokumen yang dilengkapi harus memenuhi syarat:

1. Kecukupan Bukti Fisik yaitu kesesuian antara jumlah dokumen yang


dipersyaratkan dengan ketersediaan dokumen yang ada
2. Validasi Bukti Fisik yaitu dokumen yang dinilai telah diverifikasi oleh
atasan langsung, ditandai dengan tanda tangan atasan langsung dan
di cap basah instansi/unit kerja.
3. Keaslian Bukti Fisik yaitu dokumen yang dinilai merupakan bukti asli
dari laporan portofolio yang diserahkan ke penguji, apabila dalam
bentuk sertifikat maka dapat menunjukkan sertifikat asli.
4. Kekinian Bukti Fisik yaitu laporan hasil kegiatan disesuaikan dengan
kurun waktu usulan penilain DUPAK.

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 269


MATERI POKOK 3

PERHITUNGAN ANGKA KREDIT

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 270


Pendahuluan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu aparatur pemerintah
yang terkait dengan pelayanan publik. Agar PNS dapat melayani publik
dengan baik, perlu kinerjanya selalu dipertahankan ditingkat optimal, yang
antara lain dilakukan melalui penilaian angka kredit. Angka Kredit ini
menjadi elemen terpenting dalam membuktikan kinerja dari seorang PNS
dalam jabatan fungsional tertentu (JFT) di instansi pemerintah.
Pejabat fungsional tersebut perlu dilakukan penilaian dengan sistem
angka kredit dan sistem prestasi kerja agar motivasi kerjanya meningkat
Jabatan fungsional sebagai jabatan yang dapat diduduki oleh Pegawai
Negeri Sipil, kariernya dinilai dengan angka kredit. Angka kredit digunakan
sebagai bukti melakukan kegiatan jabatan fungsional yang dapat
digunakan untuk kenaikan pangkat dan jenjang jabatan.
Unsur dan sub unsur kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker yang dinilai
angka kreditnya sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2021 tentang Jabatan
Fungsional Apoteker.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menghitung angka
kredit

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
1. Pengisian DUPAK
2. Penghitungan angka kredit

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 271


Uraian Materi Pokok 3

..........

Sebelum anda mempelajari lebih jauh tentang dokumen DUPAK?


Dalam materi ini Anda akan mengetahui tentang Bukti Fisik untuk
dokumen Dupak. Oleh karena itu silakan anda baca sampai tuntas
agar pemahaman anda menjadi benar.

A. Pengisian DUPAK
Langkah-langkah:
Klasifikasi unsur kegiatan
1. Melaksanakan praktik kefarmasian yang meliputi :
a. penyusunan rencana praktik kefarmasian,
b. pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP,
c. pelayanan farmasi klinik,
d. sterilisasi sentral,
e. penerapan kajian farmakoekonomi dan uji klinik, serta
f. pelayanan farmasi khusus
2. Pengembangan Profesi yang meliputi :
a. Perolehan ijazah/gelar pendidikan formal sesuai dengan bidang
tugas Jabatan Fungsional Apoteker
b. Pembuatan Karya Tulis/Karya Ilmiah di bidang Praktik
Kefarmasian
c. Penerjemahan/ Penyaduran Buku dan Bahan-Bahan Lain di
bidang Praktik Kefarmasian
d. Penyusunan Standar/Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan/Petunjuk
Teknis di bidang Praktik Kefarmasian
e. Pengembangan Kompetensi di bidang Praktik Kefarmasian
f. Kegiatan lain yang mendukung pengembangan profesi yang
ditetapkan oleh Instansi Pembina di bidang Praktik Kefarmasian
3. Penunjang Kegiatan pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan,
meliputi :
a. Pengajar/Pelatih/ Pembimbing di bidang Praktik Kefarmasian
b. Keanggotaan dalam Tim Penilai/Tim Uji Kompetensi

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 272


c. Perolehan Penghargaan/tanda jasa
d. Perolehan Gelar/ijazah lainnya
e. Pelaksanaan tugas lain yang mendukung pelaksanaan tugas
Apoteker

B. Penghitungan angka kredit


Tata Cara Penilaian DUPAK
1. Pejabat yang memiliki kewenangan menetapkan angka kredit
Apoteker, yaitu:
a. pejabat pimpinan tinggi madya yang membidangi kefarmasian dan
Alat Kesehatan pada Instansi Pembina untuk Angka Kredit bagi
Apoteker ahli utama di lingkungan Instansi Pemerintah; dan
b. pejabat pimpinan tinggi pratama yang membidangi kesehatan
pada Instansi Pemerintah untuk Angka Kredit bagi Apoteker ahli
pertama, Apoteker ahli muda, dan ahli madya di lingkungan
Instansi Pemerintah.
2. Tim Penilai memiliki tugas :
a. mengevaluasi keselarasan hasil penilaian yang dilakukan oleh
pejabat penilai;
b. memberikan penilaian Angka Kredit berdasarkan nilai capaian
tugas jabatan;
c. memberikan rekomendasi kenaikan pangkat dan/atau jenjang
jabatan;
d. memberikan rekomendasi mengikuti Uji Kompetensi;
e. melakukan pemantauan terhadap hasil penilaian capaian tugas
jabatan;
f. memberikan pertimbangan penilaian SKP; dan
g. memberikan bahan pertimbangan kepada Pejabat yang
Berwenang dalam pengembangan PNS, pengangkatan dalam
jabatan, pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi, serta
keikutsertaan Apoteker dalam pendidikan dan pelatihan.
3. Tim Penilai Apoteker terdiri atas :
a. Tim Penilai pusat bagi pejabat pimpinan tinggi madya yang
membidangi kefarmasian dan Alat Kesehatan pada Instansi
Pembina untuk Angka Kredit bagi Apoteker Ahli Utama di
lingkungan Instansi Pemerintah; dan
b. Tim Penilai Unit Kerja bagi pejabat pimpinan tinggi pratama yang
membidangi kesehatan pada Instansi Pemerintah untuk Angka
Kredit bagi Apoteker Ahli Pertama, Apoteker Ahli Muda, dan Ahli
Madya di lingkungan Instansi Pemerintah.

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 273


4. Tim Penilai terdiri atas pejabat yang berasal dari ;
a. unsur teknis yang membidangi Praktik Kefarmasian,
b. unsur kepegawaian,
c. Pemangku Jabatan Fungsional Apoteker.
5. Susunan keanggotaan Tim sebagai berikut :
a. seorang ketua merangkap anggota, paling rendah pejabat
pimpinan tinggi pratama atau Apoteker Ahli Madya.
b. seorang sekretaris merangkap anggota, berasal dari unsur
kepegawaian.
c. paling sedikit 3 (tiga) orang anggota.
d. Harus berjumlah ganjil
6. Syarat untuk menjadi anggota Tim Penilai yaitu :
a. menduduki pangkat dan/atau jabatan paling rendah sama dengan
pangkat dan/atau jabatan Apoteker yang dinilai
b. memiliki kompetensi untuk menilai Angka Kredit Apoteker; dan
c. aktif melakukan penilaian Angka Kredit Apoteker.
7. Penilaian angka kredit pelaksanaan kegiatan Apoteker yang berada
satu atau dua tingkat di bawah atau satu tingkat di atas jenjang
jabatannya ditetapkan sebagai berikut:
a. Apoteker yang melaksanakan kegiatan Apoteker 1 (satu) tingkat
di atas jenjang jabatannya, Angka Kredit yang diperoleh
ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Angka Kredit
setiap butir kegiatan; dan
b. Apoteker yang melaksanakan kegiatan Apoteker 1 (satu) sampai
dengan 2 (dua) tingkat di bawah jenjang jabatannya, Angka Kredit
yang diperoleh ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari
Angka Kredit dari setiap butir kegiatan.
c. Dalam hal unit kerja tidak terdapat Apoteker yang sesuai dengan
jenjang jabatannya untuk melaksanakan kegiatan, Apoteker yang
berada 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) tingkat di atas atau satu
tingkat di bawah jenjang jabatannya dapat melakukan kegiatan
tersebut berdasarkan penugasan secara tertulis dari pimpinan unit
kerja yang bersangkutan.
8. Apoteker yang akan naik ke jenjang ahli madya dan ahli utama wajib
melaksanakan kegiatan pengembangan profesi, dengan Angka Kredit
pengembangan profesi yang disyaratkan sebagai berikut:
a. 6 (enam) bagi Apoteker Ahli Muda yang akan naik jabatan
setingkat lebih tinggi menjadi Apoteker ahli Madya
b. 12 (dua belas) bagi Apoteker Ahli Madya yang akan naik jabatan
setingkat lebih tinggi menjadi Apoteker Ahli Utama

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 274


9. Apoteker yang secara bersama-sama membuat Karya Tulis/Karya
Ilmiah di bidang Praktik Kefarmasian, diberikan Angka Kredit dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. apabila terdiri dari 2 (dua) orang penulis maka pembagian Angka
Kredit yaitu 60% (enam puluh persen) bagi penulis utama dan 40%
(empat puluh persen) bagi penulis pembantu;
b. apabila terdiri dari 3 (tiga) orang penulis maka pembagian Angka
Kredit yaitu 50% (lima puluh persen) bagi penulis utama dan
masing-masing 25% (dua puluh lima persen) bagi penulis
pembantu;
c. apabila terdiri dari 4 (empat) orang penulis maka pembagian
Angka Kredit yaitu 40% (empat puluh persen) bagi penulis utama
dan masing-masing 20% (dua puluh persen) bagi penulis
pembantu; dan
d. apabila tidak terdapat atau tidak dapat ditentukan penulis utama
dan penulis pembantu maka pembagian Angka Kredit dibagi
sebesar proporsi yang sama untuk setiap penulis.
e. Jumlah penulis pembantu paling banyak 3 (tiga) orang
10. Angka Kredit Kumulatif Minimal untuk Pengangkatan dan Kenaikan
Jabatan/Pangkat Jabatan Fungsional Apoteker

Ahli Muda Ahli Madya Ahli Utama


III/c III/d IV/a IV/b IV/c IV/d IV/e
100 100 150 150 150 200 200

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 275


SEKARANG SAYA TAHU

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu mengetahui :


• Langkah-langkah pengisian DUPAK
• Tata Cara Penilaian DUPAK

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 276


MATERI POKOK 3

PENGISIAN DUPAK
MELALUI APLIKASI “SEPAKAT”

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 277


Pendahuluan
Aplikasi “SEPAKAT” merupakan aplikasi yang dapat digunakan untuk
mengusulkan Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Apoteker dan
Asisten Apoteker yang merupakan akumulasi butir-butir kegiatan yang
harus dicapai pemangku Jabatan Fungsional Apoteker dan Asisten
Apoteker dalam rangka pembinaan karir kepangkatan dan Jabatannya
Aplikasi ini bertujuan agar proses penyusunan DUPAK lebih efektif dan
efisien bagi pemangku Jabatan Fungsional Apoteker.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
pengisian DUPAK melalui Aplikasi “SEPAKAT’.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 4:
1. Pengenalan menu pada aplikasi SEPAKAT
2. Pengisian DUPAK melalui Aplikasi SEPAKAT

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 278


Uraian Materi Pokok 3

Sebelum anda mempelajari lebih jauh tentang Aplikasi SEPAKAT,


dalam materi ini Anda akan mengetahui tentang cara menggunakan
aplikasi SEPAKAT. Oleh karena itu silahkan anda baca sampai tuntas
agar pemahaman anda menjadi benar.

A. Daftar/Registrasi Akun
1. Buka Aplikasi “SEPAKAT” dengan alamat
http://sepakat.kemkes.go.id , akan menampilkan halaman
beranda yang berisi pengertian Aplikasi sepakat, form login,
berita dan pengumuman, statistik aplikasi

2. Untuk menggunakan Aplikasi SEPAKAT, harus terlebih dahulu


melakukan registrasi/daftar. Dengan memilih menu Daftar, maka
akan tampil halaman berikut :

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 279


Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 280
Daftar
Cek email untuk
Pilih Menu Daftar
Isi Formulir Masukan kode mendapatkan /Registrasi
registrasi verifikasi username dan
password Akun

Isi data :
• Data Pribadi
• Data Pendidikan
• Data Alamat KTP
• Data Lokasi Kerja
• Data Tambahan

B. Login Akun
1. Login
Dengan langkah-langkah :
a. Masuk web aplikasi sepakat: http://sepakat.kemkes.go.id
b. Pada form login, isikan username, password, dan kode
verifikasi (user name dan password akan terkirim ke email
pemangku jabatan fungsional Apoteker dan Asisten Apoteker
yang terdaftar pada saat registrasi)
c. Jika lupa password, klik tombol lupa password, klik process.
Lalu cek email
d. Setelah terisi, klik Login

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 281


NIP

2. Beranda Akun SEPAKAT


a. Pemutahiran data : Memasukkan data SK PAK terakhir
b. Daily Report : Meninjau daftar yang akan dilakukan
c. Rekapitulasi : Menampilkan rekap harian, bulanan, serta
preview DUPAK
d. Usulan Dupak : Menampilkan data yang wajib diisi sebagai
syarat pengajuan kenaikan pangkat/jabatan
e. Riwayat Jabatan : Menampilkan Riwayat Jabatan

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 282


3. Pemutahiran Data

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 283


4. Daily Report
Dengan langkah-langkah :
a. Klik tanggal yang akan diinput pekerjaan kefarmasian
b. Klik preview
c. Klik tambah (untuk menambah kegiatan)
d. Pilih unsur utama/kegiatan di luar jenjang
e. Pilih unsur, sub unsur, dan butir yang dikerjakan
f. Isikan volume/jumlah hasil kerja, lampirkan data dukung
g. Klik Proses

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 284


5. Rekapitulasi

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 285


Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 286
Catatan Penting :
• Laporan harian dan bulanan diunduh, lalu di
print dan ditandatangani atasan langsung
• Setiap laporan discan dan disimpan dalam
format pdf

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 287


6. Mengubah Profile

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 288


Klik Nama . Isikan
Pemangku perubahan data, Jika data sudah Mengubah
Jabatan, lalu pilih unggah dokumen diisi, klik Ubah
profile jika perlu Profile

7. Mengubah Data Jabatan

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 289


Klik Nama
Pemangku Jabatan,
Isikan perubahan
data, unggah SK Jika data sudah
Mengubah
lalu pilih Data
Jabatan
Kenaikan
Pangkat/Jabatan
diisi, klik Proses
Data
Jabatan

8. Mengubah Password

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 290


Klik Nama
Pemangku Jika data sudah Mengubah
Jabatan, lalu pilih diisi, klik Proses Password
Ubah Password

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 291


SEKARANG SAYA TAHU
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu mengetahui :
1. Menyusun DUPAK dengan dokumen-dukumen yang diperlukan
2. mengunakan Aplikasi “SEPAKAT’ untuk mempermudah
penyusunan DUPAK

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 292


Selamat!!
Anda telah menyelesaikan pelatihan mengisi DUPAK Jika Anda
belum sepenuhnya memahami materi, silakan pelajari Kembali
modul dari awal ya!

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 293


REFERENSI

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN


2. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil
3. Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 13 tahun 2021 tentang Jabatan
Fungsional Apoteker
4. Rancangan SKB Menkes dan BKN tentang Juklak Jabfung Apoteker
5. Rancangan Juknis Jabfung Apoteker
6. Manual Book Aplikasi Sepakat

Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) 294


Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 277
A Tentang Modul Ini

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 278


DESKRIPSI SINGKAT

Mata pelatihan ini membahas tentang prinsip-prinsip perhitungan formasi


jabatan fungsional Apoteker dan rencana pengembangan karier
fungsional Apoteker,. Pejabat Fungsional Apoteker perlu mengetahui
rencana karier dalam jabatan fungsional agar dapat mengetahui rencana
karier kedepan. Seorang Pejabat fungsional Apoteker mempunyai
jenjang karier sampai pada karier puncak yaitu jabatan fungsional
Apoteker jenjang Utama, untuk dapat menempati dan mengisi lowongan
pada setiap jenjang jabatan yang akan di tempati seorang pejabat
fungsional Apoteker harus mengetahui dan harus dapat memproyeksikan
lowongan formasi yang tersedia di Instansi masing-masing untuk dapat
mengisi jenjang jabatan tersebut, sehingga pengembangan karier pejabat
fungsional Apoteker dapat terus ditingkatkan.

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 279


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan


perencanaan pengembangan karier jabatan fungsional Apoteker.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:


1. Menjelaskan prinsip- prinsip perhitungan formasi Jabatan Fungsional
Apoteker
2. Menjelaskan rencana pengembangan karier Jabatan Fungsional
Apoteker

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 280


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Prinsip-prinsip Perhitungan Formasi Jabatan Fungsional Apoteker
2. Rencana Pengembangan Karier Jabatan Fungsional Apoteker

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 281


B Kegiatan Belajar

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 282


MATERI POKOK 1

PRINSIP-PRINSIP PERHITUNGAN FORMASI


JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 283


Pendahuluan
Sebelum suatu instansi pemerintah menyelenggarakan proses kenaikan
jabatan pada Jabatan Fungsional Apoteker, maka perlu diketahui untuk
adanya formasi terlebih dahulu dengan memahami tata cara dan prinsip-
prinsip perhitungan formasi Jabatan Fungsional Apoteker .

Sangat penting bagi peserta pelatihan untuk memahami proses dan


prinsip-prinsip perhitungan formasi Jabatan Fungsional Apoteker dari
masing-masing instansi pemerintah terkait. Dengan memahami proses
dan prinsip-prinsip perhitungan formasi Jabatan Fungsional Apoteker
tersebut, maka akan mempermudah kita dalam melakukan tahapan
persiapan dan perencanaan kebutuhan tersebut.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini peserta mampu menjelaskan


mengenai prinsip perhitungan formasi jabatan fungsional Apoteker.

Sub Materi Pokok

Berikut adalah sub materi pokok 1:


1. Identifikasi uraian tugas Jabatan Fungsional Apoteker di Instansi
2. Penentuan volume beban kerja
3. Penentuan waktu penyelesaian kegiatan
4. Membaca formasi/peta jabatan
5. E-Formasi

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 284


Uraian Materi Pokok 1

Sebelum anda mempelajari lebih lanjut tentang prinsip-prinsip


perhitungan formasi Jabatan Fungsional Apoteker, apa yang anda
ketahui tentang prinsip-prinsip perhitungan formasi Jabatan Fungsional
Apoteker? Anda sebagai seorang Pejabat Fungsional Apoteker, agar
dapat menghitung jumlah formasi jabatan fungsional Apoteker
menyesuaikan dengan kebutuhan pada instansi anda, maka anda perlu
memahami prinsip-prinsip perhitungan formasi jabatan fungsional
Apoteker.

Uraian di bawah ini dapat memberikan wawasan tentang prinsip-prinsip


perhitungan formasi jabatan fungsional Apoteker. Dibaca sampai tuntas
ya, agar tidak gagal paham.

Dalam pasal 56 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN disebutkan


bahwa setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan
jenis jabatan PNS berdasarkan analisis beban kerja. Penyusunan
kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS dilakukan dalam jangka waktu 5
(lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas
kebutuhan. Selanjutnya, penyusunan kebutuhan dimaksud disampaikan
kepada Menteri PANRB sebagai bahan dalam penetapan kebutuhan
PNS. Sebagai peraturan pelaksana dari Undang Undang Nomor 5 Tahun
2014 terbit sebuah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen PNS, di dalam pasal 5 mengatur bahwa: “setiap
instansi pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis Jabatan
PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja”. Jenis
jabatan PNS yang dimaksud termasuk jabatan fungsional.

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 285


Berdasarkan Permenkes 43 tahun 2017 tentang Penyusunan Formasi
Jabatan Fungsional Kesehatan. penyusunan formasi harus
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Formasi pada satuan organisasi disusun berdasarkan analisis
kebutuhan jabatan dengan menghitung rasio keseimbangan antara
beban kerja dengan jumlah jabatan fungsional kesehatan yang
dibutuhkan.
b. Formasi harus disusun berdasarkan peta jabatan di masing-masing
organisasi.
c. Komposisi jumlah pejabat fungsional tidak berubah selama beban
kerja organisasi tidak berubah.
d. Setiap perpindahan dalam posisi jabatan fungsional kesehatan, baik
karena adanya mutasi, promosi atau kenaikan jenjang jabatan
sesuai dengan formasi yang tersedia.

A. Identifikasi uraian tugas Jabatan Fungsional Apoteker di Instansi


Inventarisasi tugas pokok yang dilaksanakan pejabat fungsional
kesehatan sesuai dengan unsur, sub unsur dan butir kegiatan masing-
masing jenis dan jabatan fungsional kesehatan yang dapat dinilai
dengan Angka Kredit sebagaimana diatur pada peraturan perundang-
undangan yang mengatur masing-masing jabatan fungsional
kesehatan.
Menginventarisasi nilai angka kredit untuk masing-masing butir
kegiatan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi untuk masing-masing jabatan
fungsional kesehatan dan Angka Kreditnya, yang besaran angka
kredit tersebut telah mencerminkan standar jam kerja efektif yang
diperlukan untuk menyelesaikan setiap butir kegiatan.

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 286


B. Penentuan volume beban kerja
Beban kerja merupakan aspek pokok yang menjadi dasar untuk
perhitungan kebutuhan Formasi. Besaran beban kerja diperoleh
berdasarkan jumlah target kerja dalam 1 (satu) tahun/dalam satu satuan
waktu tertentu yang ditetapkan oleh unit/satuan kerja untuk masing-
masing jabatan fungsional kesehatan. Adapun Jumlah beban
kerja/volume kerja dapat berbeda untuk setiap unit kerja.
Besaran volume/beban kerja ditentukan berdasarkan target yang
ditetapkan oleh unit/satuan kerja dalam 1 (satu) tahun yang harus
diselesaikan oleh masing-masing jabatan fungsional kesehatan sesuai
dengan jenis dan jenjang jabatannya.

C. Penentuan waktu penyelesaian kegiatan


Standar kemampuan rata-rata pejabat fungsional kesehatan adalah
standar kemampuan yang menunjukkan ukuran energi rata-rata yang
diberikan seorang pegawai atau sekelompok pegawai untuk memperoleh
satu satuan hasil.
Waktu kerja adalah waktu kerja efektif yang digunakan untuk
bekerja. Waktu kerja efektif terdiri atas:
a. Hari kerja efektif adalah jumlah hari dalam kalender dikurangi hari
minggu, hari libur nasional dan daerah serta cuti.
b. Jam kerja efektif adalah jumlah jam kerja formal dikurangi dengan
waktu kerja yang hilang karena tidak bekerja (allowance). Allowance
diperkirakan rata-rata sekitar 30% dari jumlah jam kerja formal.
Jumlah jam kerja formal dalam 1 minggu dihitung 37,5 jam dan waktu
kerja efektif dalam satu tahun adalah 1.250 jam.

D. Membaca formasi/peta jabatan


Menentukan jumlah formasi apabila berdasarkan penghitungan
yang dilakukan terhadap Jabatan Fungsional Kesehatan menurut jenis
dan jenjang Jabatan memperoleh nilai di belakang koma 0,50 atau lebih,

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 287


maka dapat ditetapkan 1 (satu) formasi. Apabila berdasarkan
penghitungan yang dilakukan terhadap jabatan fungsional kesehatan
menurut jenis dan jenjang jabatan memperoleh nilai kurang dari 0,50,
maka tidak dapat ditetapkan formasi untuk jenis dan jenjang jabatan
fungsional kesehatan tersebut.
Menghitung lowongan formasi dihitung untuk jangka waktu 5 tahun.
Penghitungan jumlah lowongan formasi untuk masing-masing jenis dan
jenjang jabatan fungsional kesehatan adalah sebagai berikut:
LFJFK = TFJFK – (JFK + JFKM – JFKN – JFKB)
Keterangan:
a. LFJFK adalah Lowongan Formasi yang dihitung dalam jenjang jabatan
tertentu yang dapat diisi dalam tahun yang dihitung;
b. TFJFK adalah Total formasi yang dihitung menurut jenis dan jenjang
jabatan tertentu yang diperlukan pada tahun yang dihitung;
c. JFK adalah jabatan fungsional kesehatan menurut jenis dan jenjang
jabatan yang ada pada saat tahun yang dihitung;
d. JFKM adalah jabatan fungsional kesehatan menurut jenis dan jenjang
jabatan yang akan masuk ke jenjang dan jenis jabatan fungsional
kesehatan pada saat tahun yang dihitung;
e. JFKN adalah jabatan fungsional kesehatan menurut jenis dan jenjang
jabatan yang akan naik ke jenjang jabatan berikutnya pada saat tahun
yang dihitung;
f. JFKB adalah jabatan fungsional kesehatan menurut jenis dan jenjang
jabatan yang akan berhenti (karena pindah, pensiun, dll) pada saat
tahun yang dihitung.

Setelah Anda memahami prinsip-prinsip perhitungan formasi pada


jabatan fungsional Apoteker, maka Anda dapat mulai mempelajari dan
memahami mengenai aplikasi untuk perhitungan formasi pada Jabatan
Fungsional Kesehatan.

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 288


Ayooo tetep semangat ya, dari aplikasi ini justru memudahkan Anda
untuk perhitungan formasi ke depannya. Jangan kasih kendor!

E. E-Formasi
E-Formasi merupakan aplikasi yang dikembangkan untuk keperluan
penyusunan formasi khusus jabatan fungsional kesehatan. Aplikasi ini
dapat digunakan untuk menghitung formasi jabatan fungsional kesehatan
serta digunakan untuk mengajukan dan mendapatkan rekomendasi
usulan formasi dari Instansi Pembina, masing-masing instansi yang akan
melakukan perhitungan dan pengusulan formasi melalui aplikasi e-
Formasi dapat dimulai dengan login menggunakan nama pengguna dan
kata sandi yang sudah terdaftar sebelumnya.
Langkah-langkah penggunaan aplikasi e-Formasi:
1. Melakukan login menggunakan nama pengguna dan kata sandi

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 289


2. Halaman dashboard dari aplikasi e-Formasi

3. Halaman Formasi JFK untuk melakukan penambahan usulan

4. Memilih jenis JFK yang akan dihitung dan diusulkan formasinya

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 290


5. Menghitung volume kerja melalui masing-masing butir kegiatan pada
seluruh jenjang yang dikerjakan di instansi masing-masing

6. Menghitung kondisi saat ini terhadap pejabat fungsional apoteker di


masing-masing instansi kerja dan mengirimkan usulan formasi

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 291


7. Melakukan upload peta jabatan

8. Melihat rekomendasi usulan penetapan Formasi JFK

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 292


SEKARANG SAYA TAHU

• Identifikasi uraian tugas Jabatan Fungsional Apoteker di Instansi


dilakukan dengan memilih butir kegiatan yang dilakukan di Instansi
disesuaian dengan butir kegiatan yang ada di PermenPAN dengan
melihat angka kredit dari setiap butir kegiatan yang dipilih
• Penentuan volume beban kerja didasrkan pada banyakanya
melakukan kegiatan yang disesuaikan dengan butir kegiatan di
PermenPAN di Instansi dalam waktu satu tahun
• Waktu penyelesaian kegiatan adalah waktu kerja efektif yang dapat
digunakan selama bekerja, waktu kerja efektif dalam satu tahun
adalah 1.250 jam.
• Jumlah formasi ditetapkan 1 (satu) apabila hasil perhitungan lebih dari
sama dengan 0,50. Perhitungan formasi dilakukan untuk jangka waktu
5 tahun dengan cara menghitung lowongan formasi dengan
mempertimbangkan total formasi, jabatan fungsional yang menempati,
jabatan fungsional yang akan masuk, jabatan fungsional yang akan
naik, dan jabatan fungsional yang akan berhenti.
• Aplikasi e-Formasi dapat digunakan untuk menghitung formasi jabatan
fungsional kesehatan serta digunakan untuk mengajukan dan
mendapatkan rekomendasi usulan formasi dari Instansi Pembina.

Apakah Anda lelah? Yuk istirahat dulu, gerak tipis-tipis sebentar 5


menit yuk.

---------------

Nah, sekarang anda sudah segar kembali. Yuk kita lanjut mempelajari
materi pokok 2!

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 293


MATERI POKOK 2

RENCANA PENGEMBANGAN KARIER


JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 294


Pendahuluan
Setelah memahami tentang prinsip – prinsip perhitungan Formasi pada
Jabatan Fungsional Apoteker, sekarang Anda akan mempelajari tentang
materi rencana pengembangan karier jabatan fungsional Apoteker.

Anda sebagai Pejabat Fungsional Apoteker perlu untuk memahami


adanya rencana pengembangan karier jabatan fungsional Apoteker,
untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi rencana pengembangan
karier jabatan fungsional Apoteker.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta mampu menjelaskan
mengenai rencana pengembangan karier Jabatan Fungsional Apoteker.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
1. Kualifikasi
2. Kompetensi
3. Penilaian Kinerja
4. Kebutuhan

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 295


Uraian Materi Pokok 2

Tahukah Anda bahwa materi rencana pengembangan karier jabatan


fungsional Apoteker memiliki beberapa hal penting di dalamnya untuk
setiap jenjang jabatan? Di sini Anda akan diberikan pengetahuan,
bagaimana materi pengembangan karier bagi Pejabat Fungsional
Apoteker.

Pengembangan karier bagi Pejabat Fungsional Apoteker baik kategori


keterampilan maupun keahlian disesuaikan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri
Sipil yaitu dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian
kinerja dan kebutuhan.

Gambar I Pengembangan Karier Jabatan Fungsional

A. Kualifikasi Jabatan Fungsional Apoteker


Kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan untuk jabatan fungsional
Apoteker sesuai dengan PermenPAN-RB Nomor 13 tahun 2021
adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 296


B. Kompetensi
Pengembangan kompetensi mengacu pada standar kompetensi dan
jenjang karier dari pejabat fungsional. Pengembangan kompetensi
merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi Jabatan
Fungsional Kesehatan. Pengembangan kompetensi dapat
dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan/atau pelatihan.
1. Pendidikan
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan formal
dapat dilaksanakan dalam bentuk pemberian tugas belajar. Tugas
belajar diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan standar
kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
2. Pelatihan Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan
dapat dilakukan melalui:
1) Jalur pelatihan klasikal
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan klasikal
dilakukan melalui proses pembelajaran tatap muka di dalam
kelas, paling sedikit melalui pelatihan, seminar, kursus dan
penataran
2) Jalur pelatihan nonklasikal
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan
nonklasikal dilakukan paling sedikit melalui e-learning,
bimbingan di tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang, dan
pertukaran antar PNS dengan pegawai swasta.
3. Uji Kompetensi
Berdasarkan Pasal 69 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara antara lain
dinyatakan bahwa pengembangan karier Pegawai Negeri Sipil
dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja,
dan kebutuhan Instansi Pemerintah. Kompetensi yang diharapkan
meliputi:

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 297


a. Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi
pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman
bekerja secara teknis;
b. Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan,
pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman
kepemimpinan; dan
c. Kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja
berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama,
suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan. Uji
Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan adalah suatu
proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap
kerja pejabat fungsional kesehatan yang dilakukan oleh Tim
Penguji dalam rangka memenuhi syarat kenaikan jenjang
jabatan atau perpindahan jabatan dan atau promosi untuk
menjamin kualitas pejabat fungsional. Dikecualikan untuk
pengangkatan pertama, berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen
Pegawai Negeri Sipil yang menyebutkan bahwa Uji
Kompetensi untuk pengangkatan pertama dihapuskan.

Nahh, setelah memahami tentang dua poin besar di atas yaitu kualifikasi
dan kompetensi, masih ada dua hal penting lainnya yaitu penilaian
kinerja dan kebutuhan dalam rencana pengembangan jabatan fungsional
Apoteker, ternyata kalau tidak memenuhi salah satu di bawah ini maka
tidak akan bisa untuk pengembangan karier Apoteker. Yuk simak lagi
materi di bawah ini.

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 298


C. Penilaian Kinerja
Selain dari kualifikasi dan kompetensi adapun yang tidak kalah
penting loh untuk perencanaan pengembangan karir seorang pejabat
fungsional Apoteker yaitu mengenai penilaian kinerja, yuk simak
materi di bawah ini:

Penilaian Kinerja meliputi SKP dan Perilaku Kerja


1. Penilaian kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas
pembinaan PNS yang didasarkan sistem prestasi dan sistem
karier.
2. Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan
kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi,
dengan memperhatikan target, capaian hasil, dan manfaat yang
dicapai, serta perilaku PNS
3. Penilaian Kinerja PNS dilakukan secara objektif, terukur,
akuntabel, partisipatif dan transparan
4. Penilaian Kinerja PNS dilakukan oleh atasan langsung dari PNS
atau pejabat yang ditentukan PyB.

D. Kebutuhan
Nah, selain penilain kinerja seorang pejabat fungsional Apoteker juga
perlu untuk mengembangkan karier, pengembangan karier dapat
berjalan apabila di suatu organisasi membutuhkan jenjang Apoteker
tersebut. Untuk mengetahui apakah organisasi memerlukan Pejabat
Fungsional Apoteker Anda perlu belajar tentang Kebutuhan, yuk kita
belajar bersama tentang Kebutuhan.
Perencanaan dalam pengelolaan Jabatan Fungsional Kesehatan
diawali dengan penyusunan dan penetapan kebutuhan jumlah dan
jenis Jabatan Fungsional Kesehatan dengan mekanisme sebagai
berikut:
1. Penjabaran tugas dan fungsi organisasi

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 299


Dalam menjabarkan tugas dan fungsi organisasi, Instansi
menginventarisir tugas pokok dan fungsi yang dilaksanakan
pejabat fungsional kesehatan sesuai dengan unsur, sub unsur
dan butir kegiatan masing-masing jenis dan Jabatan Fungsional
Kesehatan yang dapat dinilai dengan Angka Kredit yang
menggambarkan dan mendukung pencapaian tujuan instansi itu
sendiri.
2. Perhitungan Analisa Beban Kerja
Analisis beban kerja adalah sebuah metode yang digunakan
untuk menentukan jumlah waktu, usaha dan sumber daya yang
diperlukan untuk menjalankan tugas dan fungsi organisasi.
3. Pelaksanaan Analisis Jabatan
Analisis jabatan merupakan proses dan tata cara untuk
memperoleh data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan
dan disajikan untuk kepentingan program kelembagaan,
ketatalaksanaan, kepegawaian dan pengawasan. Dengan
melaksanakan analisis jabatan akan dihasilkan informasi jabatan.
Informasi jabatan diperoleh dengan melakukan kegiatan
penyusunan;
a. Uraian jabatan yang terdiri atas aspek-aspek nama jabatan,
kode jabatan, ikhtisar jabatan, uraian tugas, bahan kerja,
perangkat kerja, hasil kerja, tanggung jawab, wewenang,
korelasi jabatan, kondisi lingkungan kerja, dan resiko bahaya.
b. Syarat jabatan yang terdiri atas pangkat/golongan ruang,
pendidikan, kursus atau diklat, pengalaman kerja,
pengetahuan kerja, keterampilan kerja, bakat kerja,
temperamen kerja, minat kerja, upaya fisik, kondisi fisik, dan
fungsi pekerja.

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 300


4. Menetapkan Peta Jabatan (formasi)
Peta Jabatan adalah susunan jabatan yang digambarkan secara
vertikal maupun horizontal menurut struktur kewenangan, tugas,
dan tanggung jawab jabatan serta persyaratan jabatan. Peta
jabatan menggambarkan seluruh jabatan yang ada dan
kedudukannya dalam unit kerja dalam menetapkan peta jabatan,
maka instansi melakukan:
a. Menyusun nama dan tingkat jabatan dari jenjang jabatan
yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi.
b. Peta jabatan menggambarkan seluruh jabatan yang ada dan
kedudukan dalam unit organisasi serta memuat jumlah
pegawai, pangkat/golongan ruang, kualifikasi pendidikan, dan
beban kerja unit organisasi.
5. Penetapan Regulasi
Peta Jabatan (formasi) yang telah disusun, ditetapkan melalui
regulasi oleh pimpinan instansi.

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 301


SEKARANG SAYA TAHU

• Kualifikasi pendidikan jabatan fungsional Apoteker adalah sarjana


farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker
• Pengembangan kompetensi dapat dilakukan dengan peningkatan
kualifikasi pendidikan, mengikuti pelatihan dan melakukan uji
kompetensi
• Penilaian Kinerja dilakukan dengan menilai SKP dan perilaku kerja
• Kebutuhan jabatan fungsional Apoteker dapat dihitung menggunakan
analisis jabatan dan analisis beban kerja. Pemenuhan kebutuhan
tersebut dapat digunakan untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat
diperinci per 1 tahun apabila terjadi perubahan pada organisasi.

Perencanaan Pengembangan Karir Jabatan Fungsional Apoteker 302


Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 302
A Tentang Modul Ini

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 303


DESKRIPSI SINGKAT

Menulis karya ilmiah merupakan tugas yang tak dapat ditinggalkan oleh
seorang pemangku jabatan fungisonal kesehatan. Kepiawaian seseorang
dalam menulis dapat terasah bila ia rajin melakukannya. Membuat karya
ilmiah pada pemangku jabatan fungsional kesehatan merupakan salah
satu kegiatan pokok yang mempunyai nilai kredit yang relatif tinggi. Karya
ilmiah yang diciptakan selain dalam bentuk suatu model dan juga harus
dituangkan dalam bentuk tulisan atau disebut juga karya tulis.

Sebagai seorang pemangku jabatan fungsional profesional juga harus


memahami berbagai bentuk karya tulis dan terlebih lagi bagi tim penilai
jabatan fungsional harus benar-benar memahami apakah tulisan yang
dinilai merupakan suatu karya ilmiah yang murni. Pada modul ini akan
dibahas mengenai konsep karya tulis ilmiah, prinsip dan teknik
penulisannya, serta menyusun rancangan penulisan khususnya di bidang
pelayanan kefarmasian.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 304


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rancangan karya
tulis/ karya ilmiah di bidang pelayanan Kefarmasian

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep karya tulis/ karya ilmiah
2. Menjelaskan prinsip-prinsip dan Teknik penulisan karya tulis/karya
ilmiah serta plagiarisme
3. Menyusun rancangan karya tulis/karya ilmiah di bidang pelayanan
Kefarmasian

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 305


MATERI POKOK

Materi pokok pada pelatihan ini yaitu:


1. Konsep Karya Tulis/ Karya Ilmiah
2. Prinsip-Prinsip dan Teknik Penulisan Karya Tulis/ Karya Ilmiah serta
Plagiarisme
3. Rancangan karya tulis/karya ilmiah di bidang pelayanan Kefarmasian

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 306


B Kegiatan Belajar

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 307


MATERI POKOK 1

KONSEP KARYA TULIS/


KARYA ILMIAH

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 308


Pendahuluan
Karya tulis ilmiah berbeda dengan karya tulis lainnya seperti cerpen.
Karena karya tulis ilmiah berisi fakta fakta yang didapat dari hasil
penelitian, pengamatan maupun peninjauan. Karya tulis ilmiah pun dibuat
melalui sebuah metodologi yang baik dan benar.
Mengenali konsep karta tulis ilmiah, menjadi hal penting sehingga seorang
pejabat fungsional kesehatan, bisa mengembangkan profesi keilmuannya
sekaligus mengembangkan jenjang karirnya.
Dalam materi ini kita akan pelajari bersama mengenai pengertian karya
tulis ilmiah, tujuannya, serta jenis jenis karya tulis ilmiah yang dapat dibuat.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta mampu menjelaskan
konsep karya tulis/ karya ilmiah

Sub Materi Pokok


Berikut adalah sub materi pokok 1:
1. Pengertian
2. Tujuan Karya Tulis Ilmiah
3. Jenis jenis Karya Tulis Ilmiah

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 309


Uraian Materi Pokok 1

Kita akan mulai mempelajari modul ini dengan memahami pengertian dari
karya tulis ilmiah. Penting sekali kita memahami hal ini agar bisa dapat
membedakan dengan tulisan lainnya. Karena karya tulis ilmiah ini
merupakan salah bagian dari kegiatan pengembangan profesi yang
penting sekali untuk meningkatkan jenjang karir seorang jabatan
fungsional Apoteker.
Baik, mari kita pelajari, apa itu pengertian dari karya tulis ilmiah, ciri-cirinya
serta jenis jenis karya tulis ilmiah yang dapat kita buat.

A. Pengertian
1. Karya ilmiah adalah tulisan tentang ilmu pengetahuan yang
menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang
baik dan benar. Fakta dapat berasal dari pengamatan, uji
laboratorium, studi pustaka, wawancara, angket. (Rosidi).
2. Karya ilmiah adalah salah satu jenis karangan yang berisi
serangkaian hasil pemikiran yang diperoleh sesuai dengan sifat
keilmuannya, suatu karangan yang disusun berdasarkan
penelitian, pengamatan ataupun peninjauan. Membahas masalah
secara obyektif sesuai fakta dengan menggunakan metode-
metode ilmiah dengan bahasa yang benar, jelas, ringkas dan
kemungkinan kecil salah tafsir.
3. Karya tulis ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang
menyajikan fakta dan ditulis berdasarkan pendekatan dan metode
ilmiah yang ditujukan untuk kelompok pembaca tertentu. Dikatakan
ilmiah karena memahami syarat sistematik, generalisasi,
eksplanasi dan terkontrol.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 310


4. Karya ilmiah ditulis dan disusun secara sistematis menurut aturan
atau kaidah tertentu. Karya ilmiah harus didasarkan atas proses
dan hasil berpikir ilmiah melalui penelitian. Proses berpikir ilmiah
menempuh langkah-langkah tertentu yang disangga oleh 3 unsur
pokok yakni pengajuan masalah, perumusan hipothesis dan
verifikasi data; dan hasilnya ditulis secara sistematis menurut
aturan-aturan metode ilmiah (Nana Sujana).
5. Karya ilmiah harus menggunakan bahasa ragam resmi, sederhana
dan lugas, serta selalu digunakan untuk mengacu hal yang
dibicarakan secara obyektif.

B. Tujuan Karya Tulis Ilmiah


Tujuan penyusunan karya tulis ilmiah adalah:
1. Ditulis untuk memecahkan permasalahan yang di teliti.
2. Ditulis untuk menambah pengetahuan sesuai dengan
permasalahan yang dibahas.
3. Ditulis untuk melatih seseorang supaya dapat menulis karya tulis
ilmiah secara baik dan benar.
4. Ditulis untuk melatih kemampuan berfikir penulisnya.
5. Ditulis untuk mencapai tujuan tertentu.

C. Karakteristik Karya Tulis Ilmiah


Karakteristik karya tulis ilmiah, diantaranya adalah;
1. Logis
Maksudnya setiap tulisan pada karya ilmiah dapat di terima oleh
akal sehat, jadi tulisannya dapat di buktikan kebenarannya.

2. Data yang jelas


Data pada karya ilmiah yang dijadikan bahan penelitian, harus jelas
sesuai dengan fakta yang ada.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 311


3. Objektif
Isinya di tulis secara benar sesuai fakta yang ada tanpa
merekayasa atau mengada-ngada.

4. Sistematis
Penulisan maupun penyajiannya disajikan secara tersusun atau
teratur sesuai prosedur yang berlaku.

5. Pembahasannya tuntas dan menyeluruh


Selain di susun secara sistematis, pembahasan mengenai
permasalahan dan pemecahannya dibahas secara tuntas dan
menyeluruh, yang sehingga pembaca dapat memahami maksud
dari karya tulis ilmiah tersebut.

6. Menggunakan bahasa yang baku


Bahasa yang digunakan ialah bahasa yang baku, yaitu sesuai
dengan bahasa standar yang benar.

7. Dapat diuji kebenarannya


Masalah yang dibahas dan juga pemecahan masalah tersebut
dapat diuji kebenarannya, jadi tidak mengada- ngada.
Permasalahan yang dibahas dan hasil pemecahannya dapat
dilakukan percobaan sehingga kebenarannya bisa dibuktikan.

D. Jenis-jenis KaryaTulis Ilmiah


1. Makalah
Makalah disampaikan pada kelompok tertentu dalam suatu
pertemuan ilmiah, misalnya disampaikan dalam suatu seminar,
symposium, lokakarya, konferensi maupun kongres. Juga dapat
ditulis untuk melengkapi tugas-tugas di pendidikan formal.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 312


2. Artikel
Artikel ditulis untuk pembaca tertentu, misalnya untuk dimuat dalam
majalah ilmiah. Bila ditujukan untuk orang awam, biasanya
disajikan secara popular dan dimuat pada surat kabar ataupun
majalah.

3. Naskah
Naskah adalah karangan yang masih ditulis dengan tangan yang
belum diterbitkan (KBBI).
Naskah adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai
ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bansa masa
lampau (Baried Dalam Venny Indria Ekowati, 2003)
Suatu naskah menuskrip (bahasa latin manuscript: manu scriptus
ditulis tangan), secara khusus ialah dokumen tertulis yang ditulis
tangan dibedakan dari dokumen cetakan atau perbanyakannya
dengan cara lain. Kata “naskah” diambil dari bahasa Arab
nuskhatum yang berarti sebuah potongan kertas.

4. Kritik
Adalah karya ilmiah berupa telaahan, dijelaskan kelebihan dan
kekurangan dari karya tulis yang dikritik dan diikuti dengan
pendapat pengkritik.
Berisi:
a. Pendahuluan (ringkasan karya tulis yang dikritik).
b. Pembahasan: kelemahan dari karya ilmiah tadi dan pendapat
pengkritik.
c. Kesimpulan dan Saran.

5. Kertas Kerja
Adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkan
data di lapangan yang bersifat empiris obyektif; analisis dalam
kertas kerja lebih serius daripada analisis dalam makalah.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 313


6. Komentar
Karya ilmiah berupa pendapat terhadap berbagai
kejadian/pernyataan, kebijaksanaan atau fenomena yang terjadi di
masyarakat.

7. Resensi
Adalah tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau
buku.
Tujuan resensi (Gorys Keraf) adalah menyampaikan kepada para
pembaca apakah sebuah buku atau karya tulis itu patut mendapat
sambutan dari masyarakat.

8. Skripsi, tesis dan disertasi


Ketiga jenis karangan ilmiah ini ditulis untuk memperoleh
pengakuan tingkat kesarjanaan di perguruan tinggi. Skripsi untuk
memperoleh gelar Sarjana (S1), Tesis untuk memperoleh gelar
Master (S2) dan Disertasi untuk memperoleh gelar Doktor (S3),
Istilah skripsi kadung disebut sebagai Tugas Akhir.
Skripsi:
• Karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis
berdasarkan pendapat orang lain yang harus didukung oleh
dan fakta empiris obyektif.

Tesis:
• Karya ilmiah yang bersifat lebih mendalam daripada skripsi;
tesis akan mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh
dari penelitian sendiri.
• Tesis memperbincangkan pengujian terhadap suatu hipothesa
yang biasanya ditulis oleh mahasiswa pasca sarjana.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 314


Disertasi:
• Adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang
dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang
sahih dengan analisis terinci; yang mana dalil tersebut harus
dipertahankan oleh penulisnya dari penguji.
• Berisi temuan penulis sendiri; biasanya orisinil.

9. Studi kepustakaan
Adalah penulisan karya ilmiah berdasarkan penelitian bibliografi
secara sistematis ilmiah yang meliputi pengumpulan bahan-bahan
yang berkaitan dengan sasaran penelitian, pengorganisasian serta
penyajian data-data.

10. Modul
Adalah materi pelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis
sedemikian rupa, sehingga pembacanya diharapkan dapat
menyerap sendiri materi tersebut.

11. Laporan ilmiah


Laporan menjadi hal penting di perusahaan dan instansi
pemerintah, karena merupakan dasar bagi kegiatan selanjutnya.
Laporan ada yang ditulis dalam jangka waktu tertentu, disebut
sebagai laporan periodik dan ada yang dibuat berdasarkan
kebutuhan dan permintaan.

12. Penerjemahan
Salah satu kegiatan yang terdapat pada jabatan fungsional sebagai
salah satu bentuk karya tulis adalah penerjamahan. Translation
atau penerjemahan didefinisikan melalui berbagai cara dengan
latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Sebagai
landasan digunakan definisi dari Catford (1965) yang
menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 315


penerjemahan dan mendefinisikan sebagai berikut: mengganti
bahasa teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang
sepadan dalam bahasa sasaran. Newmark (1988) mendefinisikan
penerjemahan adalah menerjemahkan makna suatu teks di dalam
bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang.
Pada kedua definisi di atas terdapat arti “mengganti” yang
dimaksudkan adalah penerjemah menyampaikan kembali isi
sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian ini bukan sekedar
kegiatan penggantian, karena penerjemah melakukan komunikasi
baru melalui hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada yakni
dalam bentuk teks. Dalam komunikasi tersebut penerjemah
melakukan upaya membangun “jembatan makna” antara produsen
teks sumber dan pembaca teks sasaran. Bila kita membaca
terjemahan akan diketahui terdapat penerjemahan sebagai
kegiatan penggantian bahasa, yang biasanya dilihat dari aspek
bahasa Indonesia terasa kaku, misalnya dalam penulisan surat
dalam bahasa Inggris pengirim suart di akhir surat penulisan: Yours
Faithfully dengan nama pengirim dibawahnya. Bila diartikan secara
harfiah adalah Yours Faithfully sama artinya “Dengan
sesungguhnya”, sedangkan penerjemah lain dengan
menggunakan pendekatan “jembatan makna” Your faifhfully
dimaksudkan dalam bahasa Indonesia yang lebih lazim sebagai
“Hormat saya” yang terasa lebih enak dibaca. Penerjemahan yang
terakhir sering disebut pergeseran bentuk.

13. Journal
Tulisan ilmiah yang dimuat dalam majalah ilmiah dan jurnal
penelitian bisa dibuat lebih lengkap daripada yang dimuat dalam
surat kabar dan majalah umum. Hal itu karena para pembacanya
adalah masyarakat tertentu yang berkepentingan dengan tulisan

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 316


tersebut, seperti ilmuwan, peneliti, penentu kebijakan, dan para
cendekiawan. Makalah ilmiah yang lengkap dan hasil penelitian
yang telah dirangkum dapat dimuat langsung dalam majalah ilmiah
dan jurnal penelitian (Nana Sudjana,2013).
Jurnal diartikan sebagai sarana komunikasi untuk melaporkan
sebuah peristiwa atau gagasan kepada publik secara berkala,
biasanya dalam bentuk makalah (Asep Syamsul M. Romli,
2008:12).
Adapula yang mengatakan bahwa jurnal ialah salah satu bentuk
media massa cetak yang khusus memuat artikel ilmiah suatu
bidang ilmu, (Wahyu Wibowo, 2008: vii). Jurnal biasanya
diterbitkan untuk kalangan akademik dan berkala (mingguan,
bulanan, triwulanan, tahunan atau tidak teratur untuk rentang waktu
tak terbatas). Berbeda dengan majalah umum, jurnal dikelola
secara khas dalam manajemen keredaksiannya (Wahyu Wibowo,
2008).
Contoh journal yaitu jurnal kesehatan, jurnal pertanian, jurnal
ekonomi, jurnal politik, jurnal psikologi, dan seterusnya.

14. Buku
Sebagai media komunikasi. Buku pedoman sering disebut sebagai
"hand book", buku panduan, buku penuntun, dan buku pegangan.
Buku pedoman berisi tentang informasi, petunjuk, dan lain- lain
yang menjadi petunjuk tuntunan bagi pembaca untuk mengetahui
sesuatu secara lengkap. Untuk memperoleh berbagai informasi
yang dibutuhkan dalam buku pedoman sebagai penuntun selama
beraktivitas dalam ruang lingkup tertentu, maka pembaca bukan
sekadar mengetahui, mengerti, dan memahami, tetapi dilanjutkan
pada tahap perbuatan.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 317


Buku Ilmiah adalah Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan pembahasan
mendalam tentang masalah kekinian suatu keilmuan dengan
merangkum hasil-hasil penelitian yang terbaru dengan
menekankan pada aspek teori, panduan penjelasan filosofis atas
suatu langkah panduan atau suatu bentuk kajian yang dicetak
dalam format buku serta susunan dalam bagian per bagian atau
bab per bab yang dibuat secara berkesinambungan dan bertautan.

15. Pa`per ulasan/ paper review


Adalah karya ilmiah berupa telaahan, dijelaskan kelebihan dan
kekurangan dari karya tulis yang direview dan diikuti dengan
pendapat pengreview.
Dalam penyusunan ulasan, pastikan kritik yang diberikan bersifat
adil, menyeluruh, dan konstruktif. Untuk itu, kita perlu terlebih
dahulu membaca keseluruhan artikel untuk memahami nuansa dan
garis besar topiknya. Setelah memahami garis besarnya, baca
kembali artikel secara lebih mendetail dan mulailah menuliskan
komentarnya. Lanjutkan proses pemahaman artikel dengan
mengevaluasi setiap bagiannya, serta menilai mampu atau
tidaknya setiap informasi memenuhi tujuan penulisan artikel.
Pastikan kita membuat pernyataan yang berfungsi merangkum
hasil evaluasi, menyusun ulasan dengan format yang tepat, dan
mencantumkan berbagai contoh spesifik yang mampu mendukung
argumentasi kita.
Outline:
• Pendahuluan (ringkasan karya tulis yang direview)
• Pembahasan: kelemahan dari karya ilmiah tadi dan
pendapat pengreview.
• Kesimpulan dan Saran

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 318


SEKARANG SAYA TAHU

1. Karya ilmiah adalah tulisan tentang ilmu pengetahuan yang


menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi ilmiah.
2. Karya tulis ilmiah dibuat dengan tujuan memecahkan permasalahan
yang diteliti dan menambah pengetahuan.
3. Karya tulis ilmiah hendaknya memenuhi beberapa ciri, antara lain;
logis, datanya jelas, objektif, sistematis, pembahasannya tuntas,
menggunakan bahasa yang baku, serta dapat diuji kebenarannya.
4. Beberapa karya tulis ilmiah yang dapat dibuat oleh seorang pejabat
fungsional apoteker adalah makalah, artikel, resensi, modul, jurnal,
paper dan buku.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 319


MATERI POKOK 2

PRINSIP-PRINSIP DAN TEKNIK


PENULISAN KARYA ILMIAH
SERTA PLAGIARISME

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 320


Pendahuluan
Karya tulis ilmiah perlu memenuhi prinsip prinsip penulisan karya ilmiah.
Beberapa prinsip yang perlu dipahami adalah bagaimana etika dalam
penuilisan ilmiah, bagaimana proses berfikir secara ilmiah dan bagaimana
sebuah tulisan itu telah memenuhi persyaratan hingga bisa disebut
sebagai karya tulis ilmiah.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah, beberapa tahapan perlu dilalui dengan
diawali dari tahap persiapan, kemudian pengumpulan data data, analisis
hingga tahap pelaporan. Dalam penulisannya sendiri, sebuah karya tulis
ilmiahpun perlu memenuhi aturan aturan seperti sistematika penulisan,
bahasa yang digunakan.
Terakhir yang perlu sangat diperhatikan dalam penulisan adalah masalah
plagiarisme. Menghindari plagiarisme adalah bentuk penghargaan dan
pengakuan terhadap karya tulis ilmiah.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta mampu menjelaskan
prinsip-prinsip dan Teknik penulisan karya tulis/karya ilmiah serta
plagiarisme

Sub Materi Pokok


1. Prinsip-prinsip penulisan karya tulis/karya ilmiah
2. Teknik penulisan karya tulis/karya ilmiah
3. Plagiarisme

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 321


Uraian Materi Pokok 2

Setelah memahami pengertian dari karya tulis ilmiah, maka kita akan
beranjak pada pembahasan teknik penulisan karya tulis ilmiah. Dalam
menulis karya tulis ilmiah, maka anda perlu sekali untuk memami prinsip
prinsip dalam penulisan karya tulis ilmiah.

Maka alangkah baiknya, sebelum menulis karya ilmiah, anda baiknya


memahami prinsip-prinsip penulisan karya tulis ilmiah terlebih dahulu.
Anda perlu mengentahui, bagaimana sistematika penulisan ilmiah,
bagaimana penggunaan bahasa yang tepat, dan bagaimana anda dapat
menyusun karya tulis ilmiah yang genuine, terbebas dari plagiarisme.
Untuk itu, mari kita pelajari bersama kesemua hal tersebut.

A. Prinsip-Prinsip Penulisan Karya Ilmiah


Dalam penulisan karya ilmiah beberapa prinsip yang perlu kita ketahui:
1. Etika dalam penulisan karya ilmiah
Etika bagi seorang penulis ilmiah adalah memasukkan nilai-nilai
moral dan tanggung jawab ketika menggunakan komunikasi ilmiah
dengan tujuan-tujuan mulia.
Beberapa landasan etika:
a) Penulis ilmiah harus akurat dalam menulis, penulis ilmiah
harus betul-betul seksama.
b) Penulis ilmiah harus jujur dalam menulis.
c) Penulis ilmiah harus menjunjung tinggi tanggung jawabnya;
bekerja sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.
d) Penulis ilmiah tidak boleh mengganti fakta dengan dugaan.
e) Penulis ilmiah tidak boleh menyembunyikan kebenaran
dengan menggunakan dwimakna (ambiguitas).

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 322


f) Penulis ilmiah tidak boleh menggunakan ide orang lain tanpa
memberi keterangan secara jelas. Penulis ilmiah harus
mencantumkan sumber informasi suatu gagasan.
g) Penulis ilmiah tidak boleh melanggar hak cipta.
h) Penulis ilmiah tidak boleh berbohong dengan mengacu data
statistik. Penulis ilmiah yang memanipulasi data atau grafik,
menggunakan uji statistic secara ceroboh dan tidak tepat atau
sengaja mengubah sampel dikatakan tidak etis.
i) Penulis ilmiah tidak boleh memasukkan dugaan pribadi dalam
laporannya. Penulis ilmiah yang kurang obyektif dalam
tulisannya disebut tidak etis.

2. Proses berpikir ilmiah


a) Berpikir deduktif
Berpikir deduktif merupakan sebagian dari berpikir ilmiah.
Logika deduktif merupakan salah satu unsur dari methode
logiko hipotetiko verifikatif, dimana kita menarik kesimpulan dari
pernyataan umum menuju pernyataan-pernyataan khusus
dengan menggunakan penalaran atas rasio. Hasil dari berpikir
deduktif dapat digunakan untuk menyusun hipotesis, jakni
jawaban sementara yang masih perlu diuji atau dibuktikan
melalui proses keilmuan selanjutnya.

b) Berpikir induktif
Proses berpikir induktif adalah kebalikan dari berpikir deduktif,
yakni pengambilan kesimpulan dimulai dari pernyataan-
pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju kesimpulan yang
bersifat umum.

Proses berpikir induktif dimulai dari fakta atau data khusus


berdasarkan pengamatan di lapangan atau pengalaman

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 323


empiris. Data dan fakta hasil pengamatan empiris disusun,
diolah, dikaji, untuk kemudian ditarik maknanya dalam bentuk
pernyataan atau kesimulan yang bersifat umum. Menaik
kesimpulan umum dari data khusus berdasarkan pengamatan
tidak menggunakan rasio atau penalaran tetapi menggunakan
cara lain, yakni menggeneralisasikan fakta melalui statistik.

3. Berpikir ilmiah
Berpikir ilmiah menggabungkan berpikir deduktif dengan berpikir
induktif. Hipotesis diturunkan dari teori, kemudian diuji melalui
verifikasi data secara empiris. Pengujian dengan jalan
mengumpulkan dan menganalisa data yang relevan untuk menarik
kesimpulan apakah hipotesis benar atau tidak. Cara berpikir seperti
ini disebut metode logiko-hipotetiko-verifikatif.
Berpikir ilmiah menghasilkan metode ilmiah menempuh langkah-
langkah sebagai berikut :
a) Merumuskan masalah, yakni mengajukan pertanyaan-
pertanyaan untuk dijawab. Pertanyaan yang diajukan
hendaknya mengandung banyak kemungkinan jawabannya.
b) Mengajukan hipotesis, yakni jawaban sementara atau dugaan
jawaban dari pertanyaan diatas. Dalam menetapkan hipotesis
kita harus berpaling kepada khasanah pengetahuan, artinya
hipotesis diturunkan dari kajian teoritis penalaran deduktif.
c) Verifikasi data, artinya mengumpulkan data secara empiris
kemudian mengolah dan menganalisis data untuk menguji
benar tidaknya hipotesis. Hipotesis yang telah teruji merupakan
jawaban definitif dari pertanyaan yang diajukan.
d) Menarik kesimpulan, artinya menentukan jawaban-jawaban
definitif dari setiap masalah yang diajukan atas dasar
pembuktian atau pengujian secara empiris. Hipotesis yang tak

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 324


teruji kebenarannya tetap harus disimpulkan dengan
memberikan pertimbangan dan penjelasan faktor
penyebabnya.

Ada 2 faktor penyebab yang utama:


• Kesalahan verifikasi: instrument kurang tepat, sumber data
keliru, tehnik pengolahan data kurang tepat.
• Kekurang tajaman dalam menurunkan hipotesis atau
bersumber pada teori yang belum mapan.

Namun bila proses penurunan hipotesis telah terpenuhi dan


verifikasi data telah memenuhi syarat, hipotesis tetap tidak terbukti
kebenarannya dapat disimpulkan: tidak terdapat bukti- bukti yang
kuat bahwa teori yang mendukung hipotesis dapat diaplikasikan
dalam kondisi di tempat penelitian itu dilaksanakan.
4. Tujuh macam sikap ilmiah yang perlu dimiliki
a) Sikap ingin tahu yang diwujudkan dengan selalu bertanya
tentang berbagai hal, Apa? Mengapa ? Bagaimana kalau
diganti dengan komponen yang lain?
b) Sikap kritis direalisasikan dengan selalu mencari informasi
sebanyak- banyaknya, baik bertanya pada nara sumber yang
kompeten ataupun membaca.
c) Sikap terbuka dinyatakan dengan selalu bersedia
mendengarkan pendapat dan argumentasi orang lain.
d) Sikap obyektif diperlihatkan dengan cara menyatakan apa
adanya tanpa dibarengi oleh perasaan pribadi.
e) Sikap rela menghargai karya orang lain yang diwujudkan
dengan mengikuti dan menyatakan terima kasih atas karangan
orang lain dan menganggapnya sebagai karya orisinal milik
pengarang aslinya.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 325


f) Sikap berani mempertahankan kebenaran yang diwujudkan
dengan membela fakta atas hasil penelitiannya.
g) Sikap menjangkau ke depan dibuktikan dengan sikap futuristic
yatu berpandangan jauh, mampu membuat hipotesis dan
membuktikannya, bahkan mampu menyusun suatu teori baru.

5. Syarat-syarat karya ilmiah


Karya ilmiah adalah salah satu jenis karangan yang berisi
serangkaian hasil pemikiran yang diperoleh sesuai dengan sifat
keilmuannya.
Suatu karangan dikatakan ilmiah bila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a) Karangan ini berdasarkan hasil penelitian.
b) Pembahasan masalahnya obyektif sesuai dengan fakta.
c) Karangan itu mengandung masalah yang sedang dicarikan
pemecahannya.
d) Baik dalam penyajian maupun dalam pemecahan masalah
digunakan metode tertentu
e) Bahasa yang digunakan lengkap, terperinci, teratur dan
cermat.
f) Bahasa yang digunakan hendaklah benar, jelas, ringkas dan
tepat sehingga tidak terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk
salah tafsir.
Melihat syarat-syarat diatas, seorang penulis karya ilmiah
hendaklah memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam bidang:
a) Masalah yang sedang diteliti.
b) Metode penelitian yang digunakan.
c) Teknis menulis karangan ilmiah.
d) Penguasaan bahasa yang baik.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 326


B. Teknik Penulisan Karya Ilmiah
1. Tahap-tahap penulisan karya ilmiah:
a. Tahap persiapan
• Pemilihan topik/masalah dan merumuskan masalah
penelitian yang didefinisikan dengan jelas keluasan dan
kedalamannya.
• Studi pustaka untuk melihat apakah sudah ada penelitian
serupa yang pernah dilakukan.
• Merumuskan hipotesis. Hipotesis adalah dugaan
sementara tentang suatu fenomena tertentu yang akan
diteliti.
• Pembuatan kerangka penulisan.

b. Tahap pengumpulan data


Langkah pertama yang harus ditempuh dalam pengumpulan
data adalah mencari informasi dari kepustakaan mengenai hal-
hal yang ada relevansinya dengan judul garapan. Disamping itu
penyusun juga dapat memulai terjun ke lapangan: tetapi ingat
sebelum terjun mintalah izin pada tuan rumah, baik pemda
ataupun perusahaan, bila anda akan meneliti di perusahaan.

c. Tahapan pengorganisasian
Data yang sudah terkumpul diseleksi dan diorganisir, dan
digolongkan menurut jenis, sifat dan bentuknya. Data di olah
dan dianalisis dengan teknik-teknik yang sudah ditentukan. Jika
penelitian bersifat kuantitatif, data diolah dan dianalisis dengan
teknik statistik.

d. Tahap penyuntingan
Disini konsep diperiksa mencakup pemeriksaan isi karya
ilmiahnya, cara penyajian dan bahasa yang digunakan.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 327


e. Tahap penyajian/pelaporan
Dalam mengetik naskah hendaknya diperhatikan segi
kerapihan dan kebersihan, perhatikan juga tata letak unsur-
unsur dalam karya ilmiah, baik di kulit luar maupun didalam
(daftar isi, daftar pustaka, halaman, dll).

2. Sistematika penulisan
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Kata pengantar
Abstraksi
Daftar isi
Daftar tabel (bila ada)
Daftar lampiran (bila ada)
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan masalah
Tujuan penulisan
Manfaat penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Populasi dan Sampel
Teknik Pengumpulan Data
Prosedur Penelitian
BAB IV PEMBAHASAN
(Hasil penelitian dijelaskan di sub bab ini, dilanjutkan dengan
pembahasannya)
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Daftar Pustaka
Lampiran (instrument, paparan data, biodata dan foto)

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 328


3. Bahasa dalam karya tulis ilmiah
a. Ejaan resmi karya ilmiah
Sejak tanggal 17 Agustus 1972 ejaan yang dipakai adalah
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Ciri-ciri EYD:
• Perubahan j, y, dj menjadi j, nj menjadi ny, ch menjadi kh, tj
menjadi c, sj menjadi sy.
• Kata ulang harus ditulis dengan tanda hubung.
• Kata majemuk ditulis terpisah tanpa tanda hubung.
• Kata ganti ku, mu, kau dan nya ditulis digabungkan dengan
kata yang mengikutinya.
• Depan di an ke ditulis terpisah.
• Kata si dan sang ditulis terpisah.
• Partikel per yang berarti tiap-tiap, mulai, demi ditulis
terpisah.
b. Penulisan singkatan dan akronim
Singkatan:
Ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau
lebih.
• Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau
pangkat diikuti dengan tanda titik.
• Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf besar dan tidak diikuti dengan tanda titik.
• Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih
diikuti satu tanda titik.
• Lambung kimia, singkatan satuan ukruan, takaran,
timbangan dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 329


Akronim
Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal,
gabungan suku kata ataupun gabungan huruf dan suku kata
dari deret kata yang diperlakukan sebagai sebagai kata.

Penulisan akronim nama diri yang merupakan gabungan huruf


awal deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf besar,
misalnya: LAN, SIM. Penulisan akronim nama diri yang berupa
gabungan suku kata gabungan huruf dan suku kata dari deret
kata ditulis dengan huruf awal Huruf Besar, misalnya: Litbang,
Bapelkes, Puskesmas, Deplu.

Penulisan akronim, yang bukan nama diri yang berupa


gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil,
misalnya: pemilu, rapim, pimpro, tiang.

Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya


diperhatikan syarat-syarat berikut :

• Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku


kata yang lazim pada kata Indonesia.
• Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian
kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai dengan pola
kata Indonesia yang lazim.

c. Penulisan angka dan lambang


• Angka digunakan untuk menyatakan lambang bilangan
atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka arab
atau angka Romawi.
• Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang,
berat, luas dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang dan (iv)
kuantitas.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 330


• Angka lazim digunakan untuk melambangkan nomor jalan,
rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
• Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan
dan ayat kitab suci.
• Menulis lambang bilangan dengan huruf, misalnya:
Dua puluh 20
Sepertiga 1/3
• Menulis lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan
cara yang berikut misalnya:
Hamengku Buwono I
• Menulis lambang bilangan yang mendapat akhiran - an
mengikuti cara yang berikut, misalnya :
Tahun ’90 – an
• Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu
atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa
lambang bilangan digunakan secara berurutan, seperti
dalam perincian dan pemaparan.
• Penulisan lambang bilangan pada awal kalimat harus
dengan huruf.
• Penulisan angka yang menunjukkan bilangan utuh yang
besar dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
• Penulisan bilangan tidak perlu dengan angka dan huruf
sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi
seperti akta dan kuitansi.
• Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
menulisnya harus tepat.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 331


d. Penulisan kutipan
Menyisipkan kutipan dalam sebuah karangan ilmiah diizinkan
sepanjang mengikuti etika dan aturan yang berlaku. Tidak
jarang pendapat, konsep dan hasil penelitian dikutip kembali
untuk dibahas, ditelaah, dikritik atau diperkuat. Dengan kutipan
sebuah tulisan akan terkait dengan penemuan-penemuan atau
teori – teori yang ada. Namun perlu diingat, kita mengutip
apabila diperlukan.

Kutipan langsung :
Kutipan langsung merupakan pernyataan yang kita tulis dalam
susunan kalimat aslinya tanpa mengalami perubahan
sedikitpun. Bahan yang kita kutip harus direproduksi tepat
seperti apa adanya sesuai sumber, termasuk ejaan, tanda-
tanda baca dan sebagainya.

Kutipan langsung kadang-kadang memang diperlukan dengan


tujuan untuk mempertahankan keaslian pernyataan itu.
Seseorang mungkin membuat pernyataan otentik, yang bila
disalin ke dalam bentuk pernyataan yang lain akan kehilangan
keotentikannya.

Kutipan langsung tidak dapat dihindari mengenai hal-hal


berikut:
• Mengutip peraturan-peraturan hukum, undang-undang,
anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan sebagainya.
• Mengutip peribahasa, sajak, dialog drama.
• Mengutip beberapa landasan pikiran yang dinyatakan
dalam kata-kata yang sudah pasti.
• Mengutip statement ilmiah dan mengutip ayat-ayat dari kita
suci.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 332


Kutipan tidak langsung :
Seorang ilmuwan dituntut untuk mampu menyatakan pendapat
orang lain dalam bahasa ilmuwan sendiri. Kutipan tidak
langsung merupakan pengungkapan kembali maksud penulis
dengan kata- katanya sendiri; jadi yang dikutip hanyalah pokok-
pokok pikiran, atau ringkasan dan kesimpulan dari sebuah
tulisan, kemudian dinyatakan dengan bahasanya sendiri.

Mengutip dari kutipan :


Mengutip dari kutipan harus dihindari, tetapi dalam keadaan
terpaksa, misalnya sulit menemukan sumber aslinya, mengutip
dari kutipan bukanlah suatu pelanggaran. Apabila seorang
penulis mengutip dari kutipan, ia harus bertanggung jawab
terhadap ketidak tepatan dan ketidak telitian kutipan yang
dikutip. Selain itu pengutip wajib mencantumkan dalam catatan
kaki bahwa itu mengutip sumber itu dari sumber lain. Kedua
sumber itu dituliskan dalam catatan kaki dengan dibubuhi
keterangan “dikutip dara”.

4. Kesalahan-kesalahan umum dalam menulis ilmiah


a. Menulis kalimat yang tidak utuh.
b. Menulis kalimat yang rancu.
c. Kesalahan urutan kata.
d. Kesalahan pemakaian kata dan ungkapan penghubung.
e. Kesalahan pemakaian kata depan.
f. Kesalahan pemakaian bentuk kata.
g. Kesalahan penyerapan istilah.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 333


5. Pemilihan Topik
Dalam pemilihan topik, Keraf menyatakan, penyusun karya ilmiah
lebih bak menulis sesuatu yang menarik perhatian dengan pokok
persoalan yang benar-benar diketahui. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan :
• Topik yang dipilih berada disekitar kita, baik disekitar
pengalaman kita maupun pengetahuan yang kita kuasai.
• Topik yang dipilih hendaknya yang paling menarik perhatian
kita.
• Topik yang dipilih terpusat pada suatu segi lingkup yang sempit
dan terbatas. Hindari pokok masalah yang menyeret anda pada
pengumpulan informasi yang beraneka ragam.
• Topik yang dipilih memiliki data dan fakta yang obyektif. Hindari
topik yang bersifat subyektif, seperti kesenangan atau angan-
angan anda.
• Topik yang dipilih harus anda ketahui prinsip-prinsip ilmiahnya
walaupun serba sedikit. Artinya topik yang dipilih jangan hal
baru bagi anda.
• Topik yang dipilih harus memilih sumber acuan, memiliki
bahasa kepustakaan yang akan memberikan informasi tentang
pokok masalah yang akan ditulis. Sumber kepustakaan dapat
berupa buku, majalah, surat kabar, brosur, surat keputusan,
situs web atau undang-undang.

6. Judul Karya Ilmiah


Judul karya ilmiah yang baik mempunyai ciri-ciri:
• Bersifat langsung, cakupannya terbatas.
• Mencerminkan isi.
• Mencakup permasalahan atau variable yang akan diuraikan.
• Dapat mempunyai sub judul (anak judul).

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 334


• Singkat, menarik dan jelas.
• Berbentuk frase, bukan berbentuk kalimat.
• Ditulis dengan huruf capital seluruhnya atau capital di setiap
awal kata, kecuali kata depan dan tanpa tanda titik.

Sebelum memperoleh judul yang tepat, kita dapat membuat


beberapa judul tentative sampai kita menemukan judul yang paling
sesuai dengan topik yang kita bahas.

Contoh: :
Kesalahan Bahasa Penyiar di Stasiun RCTI (judul)
Bahasa Indonesia Penyiar di Stasiun RCTI (judul) : Perlukah
dibenahi? (sub judul)

7. Menentukan Masalah
Permasalahan, sebuah permasalahan timbul akibat adanya
hambatan dalam memperoleh atau mencapai tujuan, ini yang di
maksud dalam adanya jarak antara yg diharapkan dengan realita.
Menentukan sebuah permasalahan, tentu kita juga akan
menentukan variabel-variabel yang terkait dalam sebuah
permasalahan yang akan kita angkat.

Apabila harapan yang ingin kita raih dan ternyata hasil yang kita
dapatkan tidak sesuai dengan harapan yang sebelumnya kita
pasang tinggi, berarti kita sedang mengalami sebuah
permasalahan. Jika melihat hal ini, pasti semua orang pernah
mengalami sebuah permasalahan dan berusaha mencari sebuah
solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi.

Namun, permasalahan yang terjadi dalam sebuah penelitian itu


tidak sama halnya dengan permasalahan yang kita hadapi dalam
kehidupan sehari- hari, ini maksud alur karakteristik masalah

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 335


penelitian 1) Dirasakan orang dalam suatu bidang, 2) sering
muncul dan ditemui peneliti, 3) dapat di ukur dengan alat /
instrumen.

Terlepas dari itu semua ada hal penting yang mungkin seringkali
disepelekan oleh setiap orang dalam melakakukan sebuah
penelitian. Menemukan sebuah masalah dalam penelitian itu bisa
dibilang gampang-gampang susah, ini yang di maksud dalam alur
Kesulitaan yg dirasakan seseorang, sehingga menghalangi
tercapainya tujuan.

Terkadang kita menemukan sebuah masalah tetapi kita tidak tahu


harus memulainya darimana. Ada juga yang mengeluhkan sulitnya
dalam melakukan penelitian karena tidak bisa mengambil variabel
control maupun bebas dari masalah yang sedang kita angkat
menjadi sebuah penelitian, ini yang di maksud Sesuatu yang
menghalangi tercapainya penelitian.

Jika kita bisa jeli dalam melihat situasi, menentukan permasalahan


sebenarnya merupakan hal yang mudah untuk dilakukan kemudian
ditindaklanjuti, ini yang dimaksud dengan, ketajaman pikir sangat
perlu untuk menemukan masalah.

Mengangkat permasalahan dalam sebuah penelitian ada


pertimbangan yang harus dijadikan dasar agar tidak asal- asalan
dalam mengangkat sebuah permasalahan penelitian. Menurut
Nasution, (2009) ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam bagi para calon peneliti dalam mengangkat permasalahan
penelitian diantaranya :
a) Apakah masalah itu menarik atau sesuatu yang baru dan
menimbulkan rasa ingin tahu pada calon peneliti?

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 336


b) Apakah permasalahan itu sesuai dengan kemampuan dasar
peneliti, latar belakang dan jurusan pendidikan peneliti?
c) Apakah dengan menggunakan metode-metode tertentu, data
yang diperlukan dapat dikumpulkan?
d) Apakah pembiayaannya dapat ditanggung sendiri oleh
peneliti?
e) Apakah ada bahaya yang terkandung dalam permasalahan
yang akan diangkat?
f) Apakah peneliti dapat menyelesaikan permasalahan yang
diangkat sesuai dengan waktu yang tersedia?

Hal-hal yang perlu diperhatikan:


a) Rumusan masalah singkat, bermakna, dalam bentuk
pertanyaan
b) Jelas, konkrit, explisit
c) Operasional, jelas variabelnya serta sub- variabelnya
d) Mampu memberikan petunjuk tentang hubungannya dengan
pengumpul data
e) Rumusan masalah dibatasi sehingga dapat ditarik kesimpulan
yang tegas

Syarat perumusan masalah:


a) Feasible – memungkinkan untuk diteliti
b) Clear, ditulis dalam kalimat yang jelas, sederhana, mudah
dipahami
c) Signifikant, memberikan sumbangan yang berarti bagi ilmu
pengetahuan
d) Ethic, harus dapat dipecahkan tanpa mengganggu lingkungan.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam memilih sebuah


permasalahan dikaitkan dengan dunia kesehatan terkait dengan
jabatan fungsional bidan diantaranya:

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 337


a) Masalah yang diangkat hendaknya sesuai dengan konsep
dasar dalam kebidanan.
b) Masalah yang diangkat dapat mengembangkan atau bahkan
memperluas cara mengetes suatu teori yang sudah ada atau
bahkan dapat membuat sebuah teori baru yang berkaitan
dengan teori sebelumnya
c) Masalah yang diambil dapat memberi sumbangan terhadap
perkembangan metode dalam penelitian, dengan menemukan
instrumen baru misalnya
d) Masalah yang diangkat hendaknya menggunakan konsep-
konsep teori yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan.
e) Masalah yang diangkat hendaknya dituangkan dalam desain
penelitian yang jelas.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:


a) Rumusan masalah singkat, bermakna, dalam bentuk
pertanyaan
b) Jelas, konkrit, explisit
c) Operasional, jelas variabelnya serta sub-variabelnya
d) Mampu memberikan petunjuk tentang hubungannya dengan
pengumpul data
e) Rumusan masalah dibatasi sehingga dapat ditarikkesimpulan
yang tegas

C. Plagiarisme
Issu penting yang sering diangkat dalam pembuatan karya tulis ilmiah
adalah tentang plagiarisme. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No 17 tahun 2010, “Plagiat adalah
perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau
mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah,
dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 338


pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan
sumber secara tepat dan memadai”. Definisi lain menyatakan bahwa
“Plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya)
orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat)
sendiri”.
1. Pengkutipan kata dan atau kalimat dari penulis lain dengan tidak
menggunakan tanda kutip dan tidak menyebutkan sumbernya
2. Tidak menyertakan sumbernya dalam penggunaan ide,
pandangan maupun teori dari penulis lain.
3. Tidak menyertakan sumber informasi dalam penggunaan fakta
(data, informasi) milik orang lain.
4. Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri.
5. Melakukan parafrase (mengubah kalimat orang lain ke dalam
susunan kalimat sendiri tanpa mengubah idenya) tanpa
menyebutkan identitas sumbernya.
6. Menyerahkan suatu karya ilmiah yang dihasilkan dan /atau telah
dipublikasikan oleh pihak lain seolah-olah sebagai karya sendiri.

Menurut Soelistyo (2011) yang dikutip dalam Panduan Anti Plagiarism,


Perpustakaan UGM ada beberapa tipe plagiarisme:
1. Plagiarisme Kata demi Kata (Word for word Plagiarism). Penulis
menggunakan kata-kata penulis lain (persis) tanpa menyebutkan
sumbernya.
2. Plagiarisme atas sumber (Plagiarism of Source). Penulis
menggunakan gagasan orang lain tanpa memberikan pengakuan
yang cukup (tanpa menyebutkan sumbernya secara jelas).
3. Plagiarisme Kepengarangan (Plagiarism of Authorship). Penulis
mengakui sebagai pengarang karya tulis karya orang lain.
4. Self Plagiarism. Termasuk dalam tipe ini adalah penulis
mempublikasikan satu artikel pada lebih dari satu redaksi

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 339


publikasi. Dan mendaur ulang karya tulis/ karya ilmiah. Yang
penting dalam self plagiarism adalah bahwa ketika mengambil
karya sendiri, maka ciptaan karya baru yang dihasilkan harus
memiliki perubahan yang berarti. Artinya Karya lama merupakan
bagian kecil dari karya baru yang dihasilkan. Sehingga pembaca
akan memperoleh hal baru, yang benar-benar penulis tuangkan
pada karya tulis yang menggunakan karya lama.

Plagiarisme dapat terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja.


Plagiarisme yang terjadi secara tidak sengaja dimungkinkan
dikarenakan kurangnya minat baca, kurangnya pemahaman tentang
pengkutipan, maupun referensi yang tidak dicantumkan.

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghindari terjadinya


plagiarisme. Usaha yang dapat Anda lakukan agar bisa terhindar dari
plagiat adalah:
1. Mencantumkan Sitasi
Sitasi adalah rujukan artikel yang mengarah pada sumber kutipan.
Sitasi biasanya dituliskan di akhir kalimat yang dirujuk, baik itu
jurnal, prosiding atau buku. Akan tetapi ada juga Sebagian orang
yang menuliskannya di awal atau bahkan di tengah kalimat
tergantung konteks kalimat.

Dengan mencantumkan sitasi, hasil karya ilmiah dapat terbebas


dari plagiasi. Namun demikian ada batasan jumlah kalimat yang
disitasi. Tidak dibenarkan melakukan sitasi hingga beberapa
halaman dalam satu sitasi saja.

2. Melakukan Parafrase

Parafrase adalah menulis ulang pendapat orang lain dengan gaya


bahasa sendiri. Meskipun sudah mencantumkan sitasi, alangkah

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 340


baiknya hasil penelitian orang lain yang dikutip perlu dilakukan
paraphrase. Karena plagiat didasarkan pada persentase jumlah
kesamaan kata yang dipergunakan di artikel tersebut, maka
dengan melakukan paraphrase akan mengurangi peluang
terjadinya plagiat.

Meskipun plagiarisme merupakan hal yang harus waspadai,


namun tidak harus menyurutkan langkah dalam menulis karya
ilmiah.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 341


SEKARANG SAYA TAHU

1. Dalam menyusun karya tulis ilmiah, maka perlu diperhatikan prinsip


prinsp dalam penulisan karya ilmiah.
2. Tahapan penulisan dalam karya ilmiah dimulai dari tahap persiapan,
tahap pengumpulan data, tahap pengorganisasian, tahap
penyuntingan dan tahap penyajian.
3. Plagiarisme adalah sesuatu yang harus dihindari dalam penulisan
karya ilmiah. Dua hal yang dapat dilakukan dalam mencegah
plagiarisme antara lain mencantumkan sitasi dan melakukan
parafrase.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 342


MATERI POKOK 3

RANCANGAN KARYA TULIS/


KARYA ILMIAH
DI BIDANG LAYANAN KEFARMASIAN

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 343


Pendahuluan

Karya tulis ilmiah yang dibuat oleh pejabat fungsional Apoteker telah diatur
dalam Permenpan No. 13 tahun 2021. Dalam aturan tersebut, dijelaskan
yang termasuk dalam karya tulis ilmiah adalah karya tulis hasil penelitian
kajian, survei, tinjauan, ulasan ilmiah baik itu dipublikasikan atau tidak.
artikel di bidang kefarmasian termasuk didalamnya.
Dalam pokok bahasan ini, akan diterangkan bagaimana langkah langkah
yang dilakukan dalam menyusun karya tulis ilmiah tersebut.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta mampu menyusun
rancangan karya tulis/karya ilmiah di bidang pelayanan Kefarmasian

Sub Materi Pokok


Berikut adalah sub materi pokok 1:
1. Batasan Karya Tulis/Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian
2. Menyusun Rancangan beberapa jenis karya tulis ilmiah di bidang
pelayanan kefarmasian

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 344


Uraian Materi Pokok 3

Akhirnya kita sampai pada materi pokok terakhir dari modul ini. Setelah
sebelumnya kita memahami pengertian, konsep karya tulis ilmiah serta
prinsip-prinsip yang menyertai serta sistematikanya, maka anda tentu ingin
segera untuk membuat karya tulis ilmiah anda.

Ada beberapa karya tulis ilmiah yang bisa anda buat, bisa berupa hasil
penelitian, kajian, ulasan ataupun berupa artikel yang berkaitan dengan
pelayanan kefarmasian.

Ingin tahu lebih banyak? Mari kita pelajari bersama materi berikut ini.

A. Batasan Karya Tulis/Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan


Kefarmasian
Karya Tulis/Karya Ilmiah adalah tulisan hasil pokok pikiran,
pengembangan, dan hasil kajian/penelitian yang disusun oleh
Apoteker di bidang Praktik Kefarmasian. Definisi Praktik Kefarmasian
adalah kegiatan kefarmasian menurut Permenpan No 13 Tahun 2021
meliputi penyusunan rencana praktik kefarmasian, pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai,
pelayanan farmasi klinik, sterilisasi sentral, pelayanan farmasi khusus,
serta penerapan kajian farmakoekonomi dan uji klinik.

Sesuai dengan definisi tersebut, maka ruang lingkup karya tulis yang
dibuat oleh apoteker sebagai salah satu kegiatan dalam jabatan
apoteker adalah :
1. penyusunan rencana praktik kefarmasian
2. pengelolaan sediaan farmasi,alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 345


3. pelayanan farmasi klinik
4. sterilisasi sentral
5. pelayanan farmasi khusus
6. penerapan kajian farmakoekonomi dan uji klinik.

Uraian kegiatan dalam pembuatan karya tulis sesuai dengan Lampiran


II Permenpan No 13 Tahun 2021 adalah :
1. Membuat karya tulis/karya ilmiah hasil penelitian/
pengkajian/survei/evaluasi di bidang Praktik Kefarmasian yang
dipublikasikan
2. Membuat karya tulis/karya ilmiah hasil
penelitian/pengkajian/survei/evaluasi di bidang Praktik
Kefarmasian yang tidak dipublikasikan:
3. Membuat karya tulis/karya ilmiah berupa tinjauan atau ulasan
ilmiah hasil gagasan sendiri di bidang Praktik Kefarmasian yang
dipublikasikan:
4. Membuat karya tulis/karya ilmiah berupa tinjauan atau ulasan
ilmiah hasil gagasan sendiri di bidang Praktik Kefarmasian yang
tidak dipublikasikan:
5. Menyampaikan prasaran berupa tinjauan, gagasan dan atau
ulasan ilmiah dalam pertemuan ilmiah
6. Membuat artikel di bidang Praktik Kefarmasian yang dipublikasikan

B. Menyusun Rancangan beberapa jenis karya tulis ilmiah di bidang


pelayanan kefarmasian
Menurut Permenpan No 13 Tahun 2021, pembuatan karya tulis
apoteker dapat dilakukan baik secara perorangan atau secara
berkelompok. Pembuatan karya tulis secara berkelompok terdiri dari
penulis utama dan penulis pembantu. Jumlah penulis pembantu
maksimal sebanyak 3 orang.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 346


Beberapa contoh topik karya tulis di bidang praktik kefarmasian,
diantaranya :
• penyusunan rencana praktik kefarmasian
• pengelolaan sediaan farmasi,alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai
• pelayanan farmasi klinik
• sterilisasi sentral
• pelayanan farmasi khusus
• penerapan kajian farmakoekonomi dan uji klinik

1. Artikel
Langkah-langkah menulis artikel
• Tentukan Tema. Tema tulisan Anda harus spesifik.
• Rumuskan ide pokok atau masalah. Nah, ini bisa
menggunakan outline atau rangka ide pokok per paragrafnya.
• Buatlah Kesimpulan. Kesimpulan bikinnya mudah.
• Unsur 5W+1H. – What: Apa persoalannya.
• Sesuai Fakta.
• Jangan Menyinggung Personal atau Kelompok.

2. Buku bentuk SOP/Pedoman


• Kumpulkan buku- buku yang terkait dengan penyusunan SOP.
• Kumpulkan bahan-bahan yang diperlukan, sebelum
menuliskan panduan, harus mengenal tugas terkait dengan
baik.
• Siapkan semua peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan
• Susun sesuai urutan penggunaannya.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 347


3. Makalah
• Makalah hasil berpikir deduktif adalah tulisan yang membahas
atau memecahkan suatu masalah atas dasar kajian teori dari
khazanah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, penulis makalah
harus mempelajari terlebih dulu permasalahannya dari sudut
keilmuan. Teori, konsep, prinsip, hukum, postulat dan asumsi-
asumsi dari keilmuan yang relevan dengan masalah yang akan
dibahas harus dikuasai dan diketahui dengan baik. Penulisan
makalah terdiri dari:
− Latar belakang
− Permasalahan dan Hipotesis
− Pembahasan masalah
− Kesimpulan
− Saran
− Daftar pustaka

• Makalah hasil berpikir induktif merupakan makalah yang dibuat


atas dasar berpikir induktif dilakukan melalui pendeskripsian
gejala dan peristiwa berdasarkan pengamatan di lapangan.
Apa yang ditulis adalah fakta, gejala atau keadilan yang
diamatinya di lapangan, kemudian diberi komentar dan
pembahasan berdasarkan teori- teori yang berkaitan dengan
hal yang diamatinya. Sistematika makalah sebagai berikut:
− Judul
− Latar belakang
− Permasalahan
− Kesimpulan
− Saran
− Daftar pustaka

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 348


• Makalah hasil berpikir ilmiah adalah tulisan yang memaparkan
proses dan hasil penelitian. Dengan demikian makalah berupa
rangkuman suatu laporan hasil penelitian atau rangkuman
skripsi, tesis, disertasi ditambah komentar-komentar penulis
makalah, baik terhadap metodologi yang digunakan maupun
terhadap hasil yang diperolehnya. Makalah ini bisa berupa
rangkuman laporan hasil penelitian sendiri, bisa pula dari
laporan hasil penelitian orang lain.
Sistematika makalah:
− Judul
− Kata pengantar (ditulis oleh penyusun makalah)
− Permasalahan
− Kerangka pemikiran dan hipotesis
− Metodologi penelitian
− Hasil-hasil penelitian
− Kesimpulan dan saran
− Pembahasan kajian penulis makalah terhadap proses dan
hasil-hasil penelitian yang dirangkumkan di atas.
Kajian dapat mengemukakan beberapa kelemahan dan
keuntungan temuan dari penelitian ini, kemungkinan
pemanfaatannya, keterbatasannya, masalah yang muncul
untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut.

• Paper Review
Untuk melakukan paper review, ada 4 poin yang harus dapat
ditemukan untuk menunjukkan bahwa kita telah memahami isi
dari karya tulis ilmiah tersebut:
− Identifikasi masalah, masalah apa yang diangkat oleh
penulis sehingga penulis perlu memberitahukannya lewat
karya tulisnya?

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 349


− Solusi yang ditawarkan, solusi apa yang ditawarkan penulis
untuk menjawab masalah?
− Metode yang digunakan, metode apa yang digunakan
penulis untuk dapat memberikan solusi yang ditawarkan?
− Peluang pengembangan penelitian lanjut
− Selanjutnya, ke-empat point tersebut dituangkan ke dalam
tulisan dengan format yang dapat dipilih sesuai kebutuhan.
Beberapa catatan dalam menuangkan 4 point:
− Untuk judul (title) dari paper review, biasanya
menggunakan judul baru dengan format: “A Review on
.........” (titik2 diisi dengan judul asli dari paper yg di-review)
− Untuk abstrak, gunakan kalimat sendiri yang
menggambarkan isi dari paper review
− Referensi, gunakan paper yang anda review, beserta
beberapa paper atau text book lain yang digunakan setelah
tulisan selesai, jangan lupa untuk menguploadnya ke
Internet, bisa melalui blog atau media lainnya.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 350


SEKARANG SAYA TAHU

1. Karya tulis ilmiah yang dibuat bisa berupa hasil penelitian, pengkajian,
tinjauan atau ulasan ilmiah.
2. Karya tulis ilmiah bisa dibuat dalam bentuk artikel, buku, makalah,
paper review.
3. Pada umumnya, penulisan ilmiah terdiri dari latar belakang,
permasalahan dan hipotesa, pembahasan masalah, kesimpulan saran
dan daftar pustaka.

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 351


REFERENSI

1. Arifin, Zaenal, E., 2006, Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah, PT


Grasindo, Jakarta.
2. Hariwijaya dan Triton P.B., 2007, Teknik Penulisan Skripsi dan Tesis,
Oryza, Y ogyakarta.
3. Hariwijaya, M., 2006, Pedoman Teknis Penulisan Karya Ilmiah, Citra
Pustaka, Yogyakarta.
4. Imron Rosidi, 2005, Ayo, Senang Menulis Karya Tulis Ilmiah, Media
Pustaka, Jakarta.
5. Pusdiklat, 2001, Kumpulan Makalah Pelatihan Karya Tulis Ilmiah,
Jakarta.
6. Sujana, Nana, 2001, Tuntutan Penyusunan Karya Ilmiah, Sinar Baru
Algensindo, Bandung
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 17 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pengendalian Plagiat di Perguruan Tinggi
8. Panduan Anti Plagiarism, http://lib.ugm.ac.id/ind/?page_id=327
9. Adik Wibowo, Mencegah dan Menaggulangi Plagiarisme Dalam Dunia
Pendidikan, https://media.neliti.com/

Karya Tulis/ Karya Ilmiah di Bidang Pelayanan Kefarmasian 352


lkjhjg

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 353


A Tentang Modul Ini

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 354


DESKRIPSI SINGKAT

Berdasarkan Pasal 69 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 5


Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara antara lain dinyatakan bahwa
pengembangan karier Pegawai Negeri Sipil dilakukan berdasarkan
kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi
Pemerintah, yang meliputi: 1) kompetensi teknis yang diukur dari
tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan
pengalaman bekerja secara teknis; 2) kompetensi manajerial yang
diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan
pengalaman kepemimpinan; dan 3) kompetensi sosial kultural yang
diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk
dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan
kebangsaan.

Perlunya uji kompetensi jabatan fungsional, adalah didasarkan pada


suatu kenyataan, bahwa lingkup pekerjaan Jabatan Fungsional tersebut
memiliki cakupan pekerjaan yang cukup luas, membutuhkan penguasaan
pengetahuan standar teoritis di bidangnya, serta memerlukan
penguasaan khusus secara substansial menurut tingkat keahlian pada
bidang tertentu. Disamping itu, tuntutan perkembangan jenis pekerjaan
atau bidang garapan profesi fungsional dimasa mendatang akan
menuntut ketajaman pemikiran yang terspesialisasikan menurut bidang
kompetensi masing-masing secara profesional.

Pada Modul Persiapan Uji Kompetensi ini menguraikan empat materi


pokok yaitu Mekanisme Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker,
Materi Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker, Hak dan Kewajiban
Peserta Uji Kompetensi, dan Langkah-Langkah Penggunaan Aplikasi E-
UKOM, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan
dengan menggunakan beberapa metode pembelajaran.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 355


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu mempersiapkan diri
untuk mengikuti uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan mekanisme uji kompetensi Jabatan Fungsional
Apoteker
2. Menjelaskan materi uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker
3. Menjelaskan hak dan kewajiban peserta uji kompetensi
4. Persiapan sebagai peserta uji kompetensi

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 356


MATERI POKOK

Materi Pokok
Materi pokok pada mata pelatihan ini yaitu:
1. Mekanisme Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker
2. Materi Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker
3. Hak dan Kewajiban Peserta Uji Kompetensi Jabatan Fungsional
Apoteker
4. Persiapan sebagai peserta uji kompetensi

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 357


B Kegiatan Belajar

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 358


MATERI POKOK 1
MEKANISME UJI KOMPETENSI
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 359


Pendahuluan

Sebelum suatu instansi pemerintah menyelenggarakan uji kompetensi


Jabatan Fungsional Apoteker, maka perlu diketahui proses
pengorganisasian, persiapan yang harus dilakukan dan tata cara
pelaksanaan uji kompetensi tersebut.

Sangat penting bagi peserta pelatihan untuk memahami proses


pengorganisasian dalam pelaksanaan uji kompetensi Jabatan Fungsional
Apoteker agar dapat mengetahui tugas dan fungsi dari masing-masing
instansi pemerintah terkait. Dengan memahami proses pengorganisasian
tersebut, maka akan mempermudah kita dalam melakukan tahapan
persiapan dan pelaksanaan uji kompetensi.

Sebelum melaksanakan uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker,


ada beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh instansi
penyelenggara agar pelaksanaan uji kompetensi berjalan dengan lancar.
Selanjutnya agar mampu melaksanakan uji kompetensi Jabatan
Fungsional Apoteker, maka perlu diketahui mekanisme pelaksanaan uji
kompetensi mulai dari penyiapan, pelaksanaan sampai penerbitan
sertifikat uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta mampu menjelaskan
mengenai mekanisme Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker

Sub Materi Pokok


1. Pengorganisasian
2. Persiapan
3. Pelaksanaan

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 360


Uraian Materi Pokok 1

Sebelum Anda mempelajari lebih lanjut tentang mekanisme uji


kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker, apa yang Anda ketahui
tentang mekanisme Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker?

Anda sebagai seorang Pejabat Fungsional Apoteker, agar dapat


melakukan persiapan uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker
dengan baik, maka Anda perlu memahami pengorganisasian uji
kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker.

Uraian di bawah ini dapat memberikan wawasan tentang


pengorganisasian dalam penyelenggaraan uji kompetensi Jabatan
Fungsional Apoteker. Dibaca sampai tuntas ya, agar tidak gagal paham.

A. Pengorganisasian

Penyelenggara uji kompetensi adalah instansi pemerintah pengguna


Jabatan Fungsional Apoteker di Pusat dan di Daerah yang dipimpin
oleh sekurang-kurangnya pejabat pimpinan tinggi pratama atau
pejabat yang setara dan mempunyai tugas, fungsi dan/atau
wewenang dalam merencanakan dan menyelenggarakan uji
kompetensi jabatan fungsional kesehatan di instansi masing-masing
setelah mendapatkan akreditasi penyelenggaraan uji dari Kementerian
Kesehatan. Adapun organisasi penyelenggara uji kompetensi Jabatan
Fungsional Kesehatan, dijelaskan dalam bagan gambar 1.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 361


Gambar 1. Organisasi Penyelenggara Uji Kompetensi

Tugas Organisasi penyelenggara uji kompetensi Jabatan Fungsional


Apoteker meliputi:
1. Pusat yang membidangi pengembangan jabatan fungsional
kesehatan adalah unit kerja yang membidangi pengembangan
jabatan fungsional kesehatan di Kementerian Kesehatan, yang
tugasnya meliputi:
a. Menyusun regulasi uji kompetensi;
b. Menyusun perencanaan penyelenggaraan uji kompetensi
secara nasional;
c. Mengarahkan instansi penyelenggara dalam penyelenggaraan
uji kompetensi;
d. Menjadi koordinator penyelenggaraan uji kompetensi secara
nasional;
e. Mensosialisasikan kebijakan uji kompetensi secara
berkesinambungan;
f. Memberikan rekomendasi pelaksanaan uji kompetensi kepada
instansi pelaksana uji;

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 362


g. Melakukan akreditasi penyelenggaraan uji kompetensi jabatan
fungsional kesehatan;

h. Memberikan sertifikat akreditasi;

i. Memberikan nomor sertifikat kepada peserta yang telah


dinyatakan lulus;

j. Membuat dan mengembangkan sistem informasi terkait uji


kompetensi; dan

k. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan uji


kompetensi.

2. Unit Pembina adalah unit kerja yang membina Jabatan Fungsional


Apoteker, dikaitkan dengan tugas pokok dan fungsinya sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pembinaan Jabatan
Fungsional di lingkungan Kementerian Kesehatan, yang tugasnya
meliputi :
a. Bertanggung jawab dalam penyelenggaraan uji kompetensi
secara nasional terhadap jabatan fungsional yang menjadi
binaannya;
b. Membentuk tim penguji dan tim pelaksana uji;
c. Menunjuk dan menetapkan admin e-ukom di masing-masing
unit pembina;
d. Memfasilitasi penyelenggaraan uji;
e. Menerbitkan sertifikat uji kompetensi untuk pejabat fungsional
yang diuji di tingkat unit pembina;
f. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan uji
kompetensi;
g. Berkoordinasi dengan pusat yang membidangi pengembangan
jabatan fungsional kesehatan.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 363


3. Instansi pemerintah sebagai instansi pengguna Pejabat Fungsional
Apoteker terdiri dari Unit Pelaksana Teknis di lingkungan
Kementerian Kesehatan, Unit yang membidangi pembinaan
Jabatan Fungsional Apoteker, kementerian/ lembaga pemerintah
nonkementerian selain Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Instansi pemerintah
lainnya dan fasilitas pelayanan kesehatan yang dipimpin oleh
sekurang-kurangnya pejabat pimpinan tinggi pratama atau pejabat
yang setara.

Instansi pemerintah sebagai instansi pengguna Pejabat Fungsional


Apoteker memiliki tugas :
a. Identifikasi peserta uji kompetensi;
b. Membentuk dan menetapkan tim penguji dan tim pelaksana uji;
c. Menunjuk dan menetapkan admin e-ukom;
d. Membuat rencana penyelenggaraan uji kompetensi;
e. Membuat surat pengajuan akreditasi penyelenggaraan uji
kompetensi;
f. Melakukan persiapan penyelenggaraan uji kompetensi;
g. Memfasilitasi penyelenggaraan uji kompetensi;
h. Menerbitkan sertifikat uji kompetensi untuk pejabat fungsional
yang diuji sesuai dengan nomor sertifikat yang diberikan dari
pusat yang membidangi pengembangan jabaatan fungsional
kesehatan;
i. Melakukan pencatatan dan pelaporan;
j. Membuat berita acara pelaksanaan (BAP) seperti contoh
sebagaimana tercantum dalam formulir peraturan ini; dan
k. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
penyelenggaraan uji kompetensi.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 364


Selain mengetahui pengorganisasian dalam penyelenggaraan uji
kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker, Anda juga perlu memahami
proses persiapan uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker.

B. Persiapan
1. Sosialisasi dan Koordinasi

Pusat yang membidangi pengembangan jabatan fungsional


kesehatan melakukan sosialisasi untuk menginformasikan
penyelenggaraan uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker ke
semua unit terkait, meliputi unit pembina Jabatan Fungsional
Apoteker, kementerian/lembaga, instansi pengguna Jabatan
Fungsional Apoteker, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan pejabat fungsional kesehatan. Informasi yang
disampaikan antara lain:
a. maksud dan tujuan uji, peserta, penyelenggara uji, tim penguji,
materi uji, metode uji, tempat dan waktu pelaksanaan;
b. tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur dalam
penyelenggaraan uji kompetensi jabatan fungsional; dan
c. mekanisme pelaksanaan.

Selanjutnya unit Pembina Jabatan Fungsional Apoteker, instansi


pengguna Jabatan Fungsional Apoteker, Dinas Kesehatan Provinsi,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan koordinasi dan
sosialisasi dan menginformasikan secara teknis tentang beberapa hal
berikut ini:
a. Maksud dan tujuan uji, peserta uji, penyelenggara uji, tim
penguji, materi uji, metode uji, tempat dan waktu pelaksanaan;
b. Mekanisme pelaksanaan;
c. Penetapan peserta uji;
d. Penetapan waktu pelaksanaan;
e. Penetapan tempat;

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 365


f. Penetapan tim penguji; dan
g. Penetapan metode uji.

2. Penetapan Tim Penguji


a. Pusat
Pejabat pimpinan tinggi madya di Lingkungan Kementerian
Kesehatan yang membina Jabatan Fungsional Apoteker
menetapkan tim penguji tingkat pusat untuk Jabatan
Fungsional Apoteker berdasarkan usulan unit Pembina dan
Pusat yang membidangi pengembangan jabatan fungsional
kesehatan.

b. Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Kesehatan


Pejabat pimpinan tinggi pratama (Eselon II) Unit Pelaksana
Teknis di Lingkungan Kementerian Kesehatan menetapkan tim
penguji tingkat Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Kementerian Kesehatan, yang berjumlah sekurang-kurangnya
tiga (3) orang dan terdiri atas ketua dan anggota.

c. Instansi kementerian/lembaga non kementerian selain


Kementerian Kesehatan
Pejabat pimpinan tinggi pratama (Eselon II) Instansi pengguna
jabatan fungsional kesehatan menetapkan tim penguji tingkat
instansi. Kementerian/Lembaga non Kementerian selain
Kementerian Kesehatan, yang berjumlah sekurang-kurangnya
tiga (3) orang dan terdiri atas ketua dan anggota.

Setelah Anda memahami pengorganisasian dan persiapan dalam


penyelenggaraan uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker, maka
Anda dapat mulai mempelajari dan memahami mekanisme
pelaksanaan uji kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan.

Ayooo tetep semangat yach…. Jangan kasih kendorr!

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 366


C. Pelaksanaan

1. Mekanisme Uji Kompetensi

Mekanisme bagi penyelenggara uji kompetensi Jabatan Fungsional


Apoteker adalah sebagai berikut:

a. Melakukan mapping terhadap Jabatan Fungsional Apoteker


meliputi variabel nama pemangku, jenis jabatan fungsional,
kategori jabatan fungsional, jenjang jabatan fungsional, riwayat
pendidikan, riwayat pelatihan jabatan fungsional terkait dan
variabel lainnya yang diperlukan.

b. Melakukan identifikasi terhadap kebutuhan uji kompetensi bagi


pejabat fungsional terutama yang akan naik jenjang.

c. Memeriksa kelengkapan dokumen administrasi calon peserta.

d. Menetapkan calon peserta uji yang telah memenuhi


persyaratan.

e. Menunjuk dan menetapkan tim penguji sesuai persyaratan.

f. Melakukan perencanaan dan mengalokasikan anggaran biaya


penyelenggaraan uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker.

g. Melakukan penyiapan tempat uji kompetensi.

h. Melakukan penyiapan peralatan, sarana dan prasarana yang


dibutuhkan untuk uji kompetensi.

i. Membuat dan menyampaikan proposal penyelenggaraan uji ke


pusat yang membidangi pengembangan jabatan fungsional
kesehatan.

j. Melaksanakan uji kompetensi.

k. Membuat dan menyampaikan Berita Acara Pelaksanaan Uji


dan meminta nomor sertifikat ke pusat yang membidangi
pengembangan jabatan fungsional kesehatan.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 367


l. Mengeluarkan sertifikat kompetensi dan memberikan kepada
Pejabat Fungsional Apoteker yang lulus, paling lambat satu
bulan setelah dinyatakan lulus.

m. Memberikan peningkatan pengetahuan dan kemampuan bagi


peserta uji yang tiga kali tidak lulus uji kompetensi.

2. Sertifikat Uji kompetensi

Sertifikat uji kompetensi merupakan bukti pengakuan tertulis atas


penguasaan kompetensi kerja yang diberikan kepada Pejabat
Fungsional Apoteker yang telah lulus uji kompetensi jabatan
fungsional.

Sertifikat Uji Kompetensi jabatan fungsional sebagaimana dimaksud


dicetak di atas kertas ukuran A4 dengan berat 120 g dan
ditandatangani oleh pimpinan instansi penyelenggara uji
kompetensi dan ketua tim penguji.

Setiap sertifikat akan mendapatkan nomor peserta terdiri dari 16


digit yang masing-masing digit mempunyai arti dengan rumusan
kode digit.

3. Sanksi

a. Peserta yang melanggar tata tertib diberi peringatan oleh tim


penguji, apabila peserta telah diberikan peringatan dan tidak
mengindahkan peringatan tersebut, maka tim penguji mencatat
dan mengusulkan peserta tersebut untuk dinyatakan gagal
ujian dan dibuatkan berita acara.

b. Penguji yang melanggar ketentuan sebagaimana dalam


pedoman ini maka akan diberikan sanksi. Proses pemberian
sanksi bagi penguji berdasarkan pada proses klarifikasi dan
koordinasi dengan pihak terkait termasuk penguji yang diduga
melanggar, sanksi tersebut diberikan oleh pejabat yang

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 368


menetapkan tim penguji tersebut sesuai tingkatannnya atas
rekomendasi tim pembinaan dan pengawasan. Pemberian
sanksi ini berdasarkan pada tingkat pelanggaran, dapat berupa
antara lain:

1) Teguran lisan;

2) Teguran tertulis;

3) Pembebastugasan dari keanggotaan tim penguji untuk


periode waktu tertentu; atau

4) Pembebastugasan dari keanggotaan tim penguji dan tidak


dapat menjadi tim penguji lagi.

c. Penyelenggara uji tidak boleh melaksankan uji kompetensi


tanpa adanya surat rekomendasi penyelenggaraan uji
kompetensi dari pusat yang membidangi pengembangan
jabatan fungsional kesehatan dan akan dilaksanakan akreditasi
terkait penyelenggaraan uji kompetensi secara berkala oleh
pusat yang membidangi pengembangan jabatan fungsional
kesehatan.

d. Unit Pembina/Dinas Kesehatan Provinsi/Dinas Kesehatan


Kab/Kota dan instansi pengguna Pejabat Fungsional Apoteker
yang telah memenuhi persyaratan dan telah mendapatkan
rekomendasi penyelenggaraan uji kompetensi dari pusat yang
membidangi pengembangan jabatan fungsional kesehatan
namun tidak bersedia menyelenggarakan uji tanpa alasan yang
kuat maka pejabat fungsional yang berasal dari instansinya
tidak dapat diuji di instansi lain.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 369


SEKARANG SAYA TAHU

• Pengorganisasian dalam penyelenggaraan uji kompetensi Jabatan


Fungsional Apoteker melibatkan Pusat yang membidangi
pengembangan jabatan fungsional kesehatan, Unit Pembina Jabatan
Fungsional Apoteker, dan Instansi Pemerintah sebagai instansi
pengguna Jabatan Fungsional Apoteker.

• Tahapan persiapan penyelenggaraan uji kompetensi Jabatan


Fungsional Apoteker dimulai dari proses sosialisasi dan koordinasi
antara instansi pembina dengan unit terkait dan di internal instansi
pengguna, serta proses penetapan tim penguji kompetensi.

• Untuk menyelenggarakan uji kompetensi Jabatan Fungsional


Apoteker, maka perlu dilakukan tahapan-tahapan seperti mapping
peserta dan seleksi administrasi sebelum pelaksanaan uji, penerbitan
sertifikat uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker untuk peserta
yang lulus uji, serta pemberian sanksi untuk peserta dan penguji yang
melanggar aturan.

Anda sudah capeekk?? Yuk istirahat dulu, energizer sebentar 5 menit.

Nah, sekarang anda sudah segar kembali…. ayuuk kita lanjut


mempelajari materi pokok 2!

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 370


MATERI POKOK 2
MATERI UJI KOMPETENSI
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 371


Pendahuluan [YS1]

Setelah memahami tentang mekanisme uji kompetensi Jabatan


Fungsional Apoteker, yaitu pengorganisasian, persiapan, dan
pelaksanaan uji kompetensi, sekarang Anda akan mempelajari tentang
sebelu materi uji kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan.

Anda sebagai Pejabat Fungsional Apoteker perlu untuk memahami


standar yang dipakai dalam membuat materi uji kompetensi, jenis-jenis
metode uji kompetensi dan bagaimana cara penilaian uji kompetensi,
untuk mempersiapkan diri anda menghadapi uji kompetensi Jabatan
Fungsional Apoteker.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini peserta mampu:

1. Menjelaskan standar kompetensi

2. Menjelaskan metode uji kompetensi

3. Menjelaskan penilaian uji kompetensi

Sub Materi Pokok

1. Standar Kompetensi

2. Metode Uji Kompetensi

3. Penilaian Uji Kompetensi

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 372


Uraian Materi Pokok 2

Sebelum anda mempelajari lebih lanjut tentang materi uji kompetensi


Jabatan Fungsional Apoteker, apa yang anda ketahui mengenai materi
uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker? Tahukah Anda bahwa
materi uji kompetensi berbeda-beda untuk setiap jenjang jabatan?
Ternyata untuk membuat materi uji kompetensi ada standar yang
digunakan. Anda akan diberikan pengetahuan, bagaimana materi uji
disusun melalui materi di bawah ini!

A. Standar Kompetensi

Materi uji kompetensi jabatan fungsional Apoteker mengacu pada


kamus/standar kompetensi jabatan fungsional Apoteker yang disusun
Instansi Pembina atau sesuai butir-butir kegiatan dalam Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Materi uji kompetensi dalam rangka kenaikan jenjang jabatan
setingkat lebih tinggi meliputi :

1. materi uji meliputi kompetensi teknis, manajerial dan sosiokultural;

2. materi uji mengacu pada kompetensi jenjang yang akan diduduki


dan kompetensi jenjang yang sedang diduduki, meliputi 75 – 80%
kompetensi jenjang yang saat ini diduduki dan 25-20%
kompetensi jenjang yang akan diduduki; dan

3. level kompetensi mengacu pada kompetensi jenjang jabatan yang


akan diduduki dan kompetensi jenjang yang sedang diduduki.

Materi uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker mengacu pada


Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker atau sesuai butir-
butir kegiatan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 373


Negara dan Reformasi Birokrasi. Level kompetensi dalam Standar
Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker menunjukkan tingkat
penguasaan kompetensi, dimana penguasan kompetensi tersebut
digambarkan dalam suatu indikator perilaku yang terdiri dari 5 (lima)
tingkatan, yaitu dari Level 1 sampai dengan Level 5, dengan
penjelasan sebagai berikut:

1. Level 1 Paham/dalam pengembangan (awareness/being


developed), dengan kriteria: 1) mengindikasikan kemampuan
melaksanakan tugas/ pekerjaan teknis sederhana dengan proses
dan aturan yang jelas, memerlukan pengawasan
langsung/bantuan dari orang lain; 2) mengindikasikan penguasan
pengetahuan dan keterampilan yang tidak memerlukan pelatihan
khusus; 3) mengindikasikan memiliki pemahaman dasar tentang
prinsip-prinsip teori dan praktek, namun masih memerlukan
pengawasan langsung dan/atau bantuan pihak lain; dan 4)
mengindikasikan kemampuan bertanggungjawab atas pekerjaan
sendiri.

2. Level 2, Dasar (basic), dengan kriteria: 1) mengindikasikan


kemampuan melakukan kegiatan/ tugas teknis dengan alat,
prosedur dan metode kerja yang sudah baku; 2) mengindikasikan
pemahaman tentang prinsip-prinsip teori dan praktek, dalam
pelaksanaan tugas tanpa bantuan dan/atau pengawasan
langsung; 3) mengindikasikan penguasaan pengetahuan dan
keterampilan yang memerlukan pelatihan tingkat dasar; dan 4)
mengindikasikan kemampuan untuk bertanggungjawab atas
pekerjaan sendiri dan dapat diberi tangungjawab membantu
pekerjaan orang lain untuk tugas teknis yang sederhana.

3. Level 3 Menengah (intermediate), dengan kriteria: 1)


mengindikasikan kemampuan melakukan tugas teknis yang lebih
spesifik dengan menganalisis informasi secara terbatas dan

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 374


pilihan metode untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul
dalam tugasnya; 2) mengindikasikan pemahaman tentang prinsip-
prinsip teori dan praktek tanpa bantuan dan/atau pengawasan
langsung, dengan kecepatan yang tepat penyelesaian pekerjaan
yang lebih cepat; 3) mengindikasikan kepercayaan diri dan
kemampuan dan menunjukkan kelancaran dan ketangkasan
dalam praktek pelaksanaan pekerjaan teknis; 4) mengindikasikan
penguasan pengetahuan dan keterampilan yang memerlukan
pelatihan tingkat menengah; dan 5) mengindikasikan kemampuan
bertanggungjawab atas pekerjaan sendiri dan dapat diberi
tangungjawab atas pekerjaan kelompok/tim.

4. Level 4 Mumpuni (advance), dengan kriteria: 1) mengindikasikan


kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan/ iptek,
konsep/teori dan praktek mampu mendapat pengakuan ditingkat
instansi; 2) mengindikasikan kemampuan menghasilkan
perbaikan dan pembaharuan teknis, metode kerja; 3)
Mengindikasikan kemampuan beradaptasi dengan berbagai
situasi, peningkatan kompleksitas dan resiko serta kemampuan
memecahkan permasalahan teknis yang timbul dalam pekerjaan;
4) mengindikasikan kemampuan mengembangkan dan
menerapkan pendekatan mono disipliner/satu Bidang keilmuan
dan kemampuan melakukan uji kompetensi serta memiliki
kemampuan pengajaran serta menjadi rujukan atau mentor
tingkat instansi; dan 5) mengindikasikan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan yang memerlukan pelatihan
lanjutan.

5. Level 5 Ahli (expert), dengan kriteria: 1) mengindikasikan


kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan/iptek,
konsep/teori mampu mendapat pengakuan nasional atau
internasional; 2) mengindikasikan kemampuan menghasilkan

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 375


karya kreatif, original dan teruji; 3) menunjukkan inisiatif dan
kemampuan beradaptasi dengan situasi masalah khusus, dan
dapat memimpin orang lain dalam melakukan kegiatan teknis; 4)
mengindikasikan kemampuan mampu mengkoordinasikan,
memimpin dan menilai orang lain, kemampuan melakukan uji
kompetensi, dan kemampuan menjadi pembimbing/mentor; 5)
mengindikasikan kemampuan mengembangkan dan menerapkan
pendekatan inter, multi disipliner; dan 6) mengindikasikan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang menjadi
rujukan atau mentor tingkat nasional atau internasional

Tabel 1.
Pola Distribusi Required Competency Level (RCL) Kompetensi

JF Utama
5- 4 Dominan 5
Jabatan
Madya
Fungsional 5-4 Dominan 4
Keahlian Muda
4 -3 fifty-fifty
Pertama
3-2 -1 Dominan 2
JF Penyelia
4-3 fifty-fifty
Jabatan
Mahir
Fungsional 4-3 Dominan 3
Keterampilan Terampil
3,2,1 Dominan 2
Pemula
2 -1 Dominan 1

Nah... sekarang Anda tahu kompetensi level berapa yang harus anda
kuasai untuk menduduki jenjang jabatan saat ini dan level kompetensi
yang harus Anda miliki ketika Anda akan naik jenjang, mari kita lanjut
mempelajari metode-metode yang digunakan dalam pelaksaaan uji
kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 376


B. Metode Uji Kompetensi

Metode uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker dapat berupa


portofolio, uji tulis, uji lisan dan uji praktik. Uji portofolio dan uji lisan
merupakan metode wajib dalam pelaksanaan uji kompetensi jabatan
fungsional kesehatan. Sedangkan, metode uji tulis, dan uji praktik
merupakan metode uji pilihan.

1. Portofolio

Portofolio merupakan laporan lengkap segala aktifitas seseorang


yang masing masing. Penilaian portofolio merupakan suatu
metode penilaian yang berkesinambungan dengan
mengumpulkan informasi atau data secara sistematik atas
dilakukannya yang menunjukan kecakapan Pejabat Fungsional
Apoteker dalam bidangnya. Portofolio digunakan sebagai salah
satu cara penilaian yang mampu mengungkap pencapaian
kompetensi dan standar kompetensi setiap Pejabat Fungsional
Apoteker. Pentingnya portofolio memungkinkan Pejabat
Fungsional Apoteker untuk merefleksi pelayanan yang diberikan,
dapat menunjukan kemampuan, memberi gambaran atas apa
yang dilakukan Pejabat Fungsional Apoteker dan sebagai bukti
otentik.

2. Uji tulis

a. Uji tulis merupakan salah satu cara untuk mengukur


pengetahuan dan pemahaman Pejabat Fungsional Apoteker
untuk dapat menganalisis dan memecahkan masalah terkait
kompetensi. Metode uji tulis dalam uji kompetensi yang
digunakan dapat dalam bentuk pertanyaan dengan pilihan
ganda.

b. Uji Kompetensi tertulis digunakan untuk Untuk mengukur


kemampuan pengetahuan (cognitive) Pejabat Fungsional

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 377


Apoteker. Tes tertulis dilakukan dengan memberikan
pertanyaan atau tugas secara tertulis dan peserta menjawab
setiap pertanyaan atau tugas. Tes tertulis dapat berbentuk
tes objektif atau tes uraian. Bentuk tes objektif terdiri dari
bentuk soal benar-salah, menjodohkan, dan pilihan ganda.
Bentuk soal pilihan ganda dapat berupa pilihan ganda biasa,
pilihan ganda analisis kasus, pilihan ganda komplek, dan
pilihan ganda membaca diagram/tabel.

3. Uji Lisan

a. Uji lisan merupakan metode uji yang dapat digunakan selain


metode uji portofolio. Uji lisan dapat berupa wawancara
terstruktur dan dapat dilakukan bersamaan dengan uji
portofolio. Kompetensi yang diujikan dalam uji lisan
disesuaikan dengan standar kompetensi dan level
kompetensi sesuai dengan jenjang yang akan diampunya.

b. Uji Lisan/ Interview merupakan kegiatan uji kompetensi yang


dilakukan dengan mengajukan pertanyaan lisan dari penguji
kepada peserta uji yang tujuannya untuk mengklarifikasi atau
mengali kompetensi peserta uji.

c. Uji lisan ialah salah satu uji kompetensi jabatan fungsional


yang menggunakan teknik wawancara dibuat secara
sistematis untuk mengukur kemampuan peserta terkait butir
kegiatan Jabatan Fungsional Apoteker. Biasanya
menggunakan Wawancara terstruktur disusun secara
terperinci, menggunakan kuisioner standar (atau jadwal
wawancara) untuk menjamin semua responden ditanyakan
dengan satu perangkat pertanyaan yang sama dalam urutan
yang sama. Jawaban pertanyaan tidak membuka kebebasan

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 378


dan sudah terikat pada pertanyaan yang telah disusun lebih
dahulu

4. Uji Kompetensi Praktik

Uji praktik merupakan ujian praktik atas tindakan/ prosedur


tindakan dari butir-butir kegiatan jenjang jabatan dari Pejabat
Fungsional Apoteker untuk melihat kemampuan peserta uji dari
aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Apakah anda sudah paham metode-metode yang digunakan dalam


uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker? Apabila belum, maka
silakan baca kembali materi tadi perlahan-lahan. Apabila sudah
paham maka mari kita lanjutkan ke materi tentang mekanisme
penilaian uji kompetensi.

Penting bagi Anda untuk memahami bagaimana penilaian uji


kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker. Hal ini akan membantu
anda dalam mempersiapkan uji kompetensi sehingga berhasil lulus
uji kompetensi.

C. Penilaian Uji Kompetensi


Penilaian portofolio dalam konteks sebagai salah satu metode uji
kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker untuk memperoleh sertifikat
lulus uji kompetensi sebagai syarat dalam kenaikan jenjang/level.
Penilaian portofolio Jabatan Fungsional Apoteker dapat dilihat dari
beberapa komponen, yaitu:

1. Komponen Utama adalah Bukti Pelayanan

Penilaian komponen pelayanan ini mengacu dari butir kegiatan


Jabatan Fungsional Apoteker dengan kriteria:

a. 75%-80% komponen pelayanan berasal dari kompetensi


pada jenjang yang sedang dipangkunya; dan

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 379


b. 20%-25% komponen pelayanan berasal dari kompetensi
yang akan dipangkunya.

2. Komponen tambahan,

Komponen tambahan menjadi suatu pilihan penilaian dan bukan


menjadi persyaratan wajib bukti portofolio. Komponen tambahan
dapat berupa:

a. Sertifikat Pelatihan

Adalah kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) yang


pernah diikuti oleh Pejabat Fungsional Apoteker dalam
rangka pengembangan dan/atau peningkatan kompetensi
selama melaksanakan tugas pelayanan kesehatan di seluruh
instansi atau fasilitas pelayanan kesehatan. Bukti fisik
komponen pedidikan dan pelatihan ini berupa sertifikat atau
piagam asli yang dikeluarkan oleh lembaga penyelenggara
pelatihan. Pendidikan dan pelatihan harus dilengkapi dengan
laporan singkat hasil diklat yang meliputi tujuan diklat, materi
diklat dan manfaat diklat untuk perbaikan pelayanan
kesehatan. Sertifikat/piagam pendidikan dan pelatihan dapat
dinilai apabila:

1) Materi diklat memiliki relevansi dengan Jabatan


Fungsional Apoteker, dan dapat dikategorikan menjadi
relevan (R) dan tidak relevan (TR). Relevan (R) apabila
materi diklat secara langsung dapat menunjang
peningkatan kompetensi teknis di jenjang yang akan
dipangkunya. Tidak Relevan (TR) apabila materi diklat
tidak menunjang peningkatan kinerja/kompetensi Jabatan
Fungsional Apoteker dan diklat tidak relevan tidak akan
dinilai.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 380


2) Durasi diklat sekurang kurangnya 20 JPL. Jumlah
sertifikat/piagam diklat yang dapat dinilai sebanyak 3
(tiga) sertifikat /piagam per tahun

b. Karya Pengembangan Profesi

Penghargaan yang relevan di Bidang kesehatan.

Dalam rangka menjamin kualitas dari bukti-bukti yang


dikumpulkan selama pelaksanaan asesmen maka alat bukti
tersebut harus memenuhi 4 prinsip aturan pengumpulan bukti,
yaitu:

1. Memadai

Memadai berkaitan dengan apakah bukti yang dikumpulkan


telah cukup untuk dengan yakin menentukan bahwa hasil
yang ditargetkan dalam standar kompetensi telah dicapai.
Jumlah dokumen yang dipersyaratkan sesuai dengan
ketersediaan dokumen portofolio yang ada.

2. Valid

Valid pembuktian berhubungan dengan keterkaitan secara


langsung dan kesesuaian bukti dengan standar kompetensi
(outcome) yang ditargetkan, serta kriteria kinerja yang
spesifik, yang dokumen tersebut telah diverifikasi oleh atasan
langsung (ditandai dengan tanda tangan atasan langsung
dan cap basah instansi/unit kerja).

3. Asli

Asli berkaitan dengan keyakinan bahwa bukti yang


dikumpulkan oleh peserta uji merupakan hasil yang dilakukan

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 381


sendiri. Dokumen yang dinilai merupakan bukti asli dari
laporan portofolio yang diserahkan ke penguji.

4. Terkini

Terkini menunjukkan kepada waktu terakhir


dibuatnya/disediakannya alat bukti tersebut, paling lama 5
tahun sejak ditetapkan dalam SK jenjang Jabfung terakhir.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 382


SEKARANG SAYA TAHU

• Materi uji kompetensi disusun berdasarkan Standar Kompetensi yang


berisi pengetahuan, keterampilan dan perilaku seorang pejabat
fungsional yang mengindikasikan tingkat (level) penguasaan
kompetensi dari yang terendah, sampai yang tertinggi (level 1 sampai
level level 5).

• Terdapat 4 (empat) metode uji kompetensi, yaitu: portofolio, uji tulis, uji
lisan dan uji praktik, dimana uji portofolio dan uji lisan merupakan
metode yang wajib digunakan dalam pelaksanaan uji kompetensi

• Komponen utama yang dinilai dalam uji kompetensi portofolio adalah


bukti praktik kefarmasian dengan kriteria: 75% - 80% komponen
pelayanan berasal dari kompetensi pada jenjang yang sedang
dipangkunya, dan 20% - 25% komponen pelayanan berasal dari
kompetensi yang akan dipangkunya.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 383


MATERI POKOK 3

HAK DAN KEWAJIBAN


PESERTA UJI KOMPETENSI
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 384


Pendahuluan

Sebelum melaksanakan uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker,


Anda sebagai calon peserta uji perlu memahami apa yang menjadi
hak dan kewajiban sebelum, saat dan sesudah pelaksanaan uji
kompetensi.

Berikut merupakan uraian tentang hak dan kewajiban peserta uji


kompetensi sesuai dengan Peraturan menteri Kesehatan Nomor 18
tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Uji Kompetensi Jabatan
Fungsional Kesehatan.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini peserta dapat menjelaskan


mengenai hak dan kewajiban peserta uji kompetensi jabatan
fungsional Apoteker.

Sub Materi Pokok

1. Hak peserta uji kompetensi

2. Kewajiban peserta uji kompetensi

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 385


Uraian Materi Pokok 3

Sebagai peserta uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker, tentunya


memiliki hak dan kewajiban. Apakah yang anda ketahui tentang hak dan
kewajiban peserta uji kompetensi?

Adapun hak dan kewajiban peserta uji adalah sebagai berikut:

A. Hak Peserta Uji Kompetensi

1. Mendapatkan feedback dan hasil kelulusan uji kompetensi.

2. Bila lulus, mendapat sertifikat uji kompetensi.

3. Bila tidak lulus, boleh mengikuti uji ulang sesuai dengan


jadwal yang ditetapkan oleh pelaksana.

4. Bila uji ulang pertama tidak lulus, boleh mengikuti uji ulang
yang kedua sesuai dengan jadwal yang tersedia
penyelenggara.

5. Bila uji ulang yang kedua tidak lulus maka pimpinan instansi
pengguna memberikan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan kepada pejabat fungsional tersebut.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 386


Ketika Anda menjadi peserta uji kompetensi, selain mendapatkan
hak sebagai peserta uji, anda juga dituntut untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban. Berikut merupakan kewajiban sebagai
peserta uji kompetensi.

B. Kewajiban Peserta Uji Kompetensi

1. Mempersiapkan berkas administrasi yang diperlukan

2. Mengajukan permohonan uji kompetensi ke pimpinan


instansi pengguna dengan diketahui atasan langsung.

3. Melakukan registrasi online uji kompetensi jabatan


fungsional. Seluruh Pejabat Fungsional Apoteker yang akan
mengikuti uji kompetensi wajib melakukan pemutakhiran
data jabatan fungsional secara online melalui laman resmi
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan (Badan PPSDM Kesehatan). Setelah
melakukan pemutakhiran data jabatan fungsional, semua
calon peserta uji kompetensi harus mendaftar uji
kompetensi secara online.

4. Mencetak buku registrasi online.

5. Mempersiapkan berkas portofolio dan data dukung yang


diperlukan.

6. Melakukan konsultasi dengan tim penguji sebelum


melakukan uji kompetensi (setelah ditetapkan menjadi calon
peserta uji).

7. Melaksanakan uji sesuai dengan tempat, waktu, metode


yang telah ditetapkan.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 387


SEKARANG SAYA TAHU

• Selain wajib mempersiapkan semua dokumen administrasi, portofolio,


data dukung lainnya yang digunakan untuk uji kompetensi, peserta
juga diwajibkan untuk melakukan registrasi, berkonsultasi dengan tim
penguji dan melaksanakan uji kompetensi.

• Peserta uji kompetensi berhak mendapatkan feedback terhadap hasil


uji kompetensi, mendapatkan sertifikat apabila lulus uji dan
mendapatkan kesempatan untuk ikut uji kompetensi ulang maksimal 2
(dua) kali apabila tidak lulus uji.

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 388


MATERI POKOK 4
PERSIAPAN SEBAGAI PESERTA
UJI KOMPETENSI
JABATAN FUNGSIONAL APOTEKER

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 389


Pendahuluan

Dalam rangka pelaksanaan uji kompetensi jabatan fungsional, anda


diharapkan dapat melakukan persiapan sebagai peserta uji
kompetensi untuk dapat menghadapi pelaksanaan uji kompetensi
dengan lancar. Salah satu tahap persiapan sebagai peserta uji
kompetensi yaitu dengan mengetahui apa saja yang menjadi
kelengkapan uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker dan
mengetahui bagaimana cara menggunakan aplikasi e-ukom.

Dalam rangka persiapan sebagai seorang calon peserta uji


kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker, Anda akan menggunakan
aplikasi E-Ukom untuk melakukan registasi online hingga
mendapatkan kartu ujian.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini peserta mampu menjelaskan


mengenai persiapan sebagai peserta uji kompetensi jabatan
fungsional Apoteker

Sub Materi Pokok

a. Kelengkapan uji kompetensi

b. Aplikasi e-ukom

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 390


Uraian Materi Pokok 4

Sebelum anda mempelajari lebih lanjut tentang kelengkapan uji


kompetensi dan tata cara penggunaan aplikasi E-Ukom. Kemudahan apa
yang anda bayangkan untuk anda dapatkan dari aplikasi E-Ukom?
Pelajarilah materi di bawah ini.

A. Kelengkapan Uji Kompetensi

Dalam rangka persiapan uji kompetensi jabatan fungsional Apoteker,


peserta diharapkan dapat memenuhi kelengkapan uji kompetensi
diantaranya :

1. Mempersiapkan berkas administrasi yang diperlukan diantaranya


SKP satu tahun terakhir, surat rekomendasi dari atasan untuk
mengikuti uji kompetensi, dan SK jabatan fungsional Apoteker
jenjang terakhir,. Dalam hal ingin mendapatkan surat
rekomendasi dari atasan, maka peserta uji harus m engajukan
permohonan uji kompetensi ke pimpinan instansi pengguna
dengan diketahui atasan langsung.
2. Mempersiapkan berkas portofolio dan data dukung lain yang
diperlukan. Portofolio merupakan laporan lengkap segala
aktifitas pejabat fungsional apoteker yang dilakukannya
yang menunjukan kecakapan pejabat fungsional Apoteker
dalam bidangnya masing masing. Berkas portofolio dapat
disajikan meliputi komponen utama pelayanan kefarmasian
dengan persentase 75% - 80% komponen pelayanan
kefarmasian berasal dari kompetensi pada jenjang yang
sedang Anda pangku, dan 20% - 25% komponen pelayanan
kefarmasian berasal dari kompetensi yang akan Anda

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 391


pangku. Apabila Anda sebagai peserta uji pernah/telah
melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat)
dalam rangka pengembangan dan/atau peningkatan
kompetensi selama melaksanakan tugas pelayanan
kefarmasian di Instansi Anda dan telah mendapatkan
serifikat pelatihan maka dapat dijadikan komponen
tambahan untuk penilaian.

Nah, untuk selanjutnya Anda sebagai calon peserta uji


kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker dan telah
memahami kebutuhan kelengkapan berkas uji kompetensi,
Anda diharapkan mampu memahami aplikasi E-Ukom

B. Aplikasi E-Ukom

Aplikasi E-Ukom merupakan inovasi dalam uji kompetensi yang


awalnya bersifat manual menjadi elektronik. Aplikasi ini dibuat
dengan tujuan untuk mempercepat proses administrasi
penyelenggaraan uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan
berupa: Perencanaan Jadwal Uji Kompetensi, Penyusunan
Proposal, Penerbitan Kartu Ujian, Pembuatan Berita Acara
Pelaksanaan Uji Kompetensi, Pembuatan Nomor Sertifikat dan
Pencetakan Sertifikat serta dapat menghasilkan data dalam
rangka monitoring dan evaluasi.

1. Cara Membuka Situs


Cara untuk memulai akses terhadap sistem informasi uji
kompetensi jabatan fungsional (E-Ukom) sebagai berikut:

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 392


• Buka web browser (Google Chrome atau Mozilla
Firefox atau lainnya) dengan alamat url:
http://jabfung.bppsdmk.kemkes.go.id/eukom bisa
melalui desktop atau mobile.

• Kemudian tekan Enter pada tombol keyboard atau klik


tombol Go pada browser.

2. Cara Login Akun User Peserta

Gambar 2. Login E-UKOM

• Masukkan NIP dan password yang sudah terdaftar

• Tekan tombol Login

Bagaimana jika Anda lupa password? Nah silahkan ikuti


langkah berikut…

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 393


Pada Halaman Login pilih (Reset Password)

Gambar 3. Reset Password

Langkah mengembalikan akun user:

Masukkan email pendaftaran akun

Gambar 4. Memasukkan e-mail untuk reset password

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 394


Apabila email yang dimasukkan benar maka akan mengarah
kehalaman depan dan muncul notifikasi instruksi pengecekan
Email.

Gambar 5. Notifikasi pengecekan e-mail pada reset password

Periksa email Pesan Masuk (INBOX) dan ikuti intruksi


selanjutnya.

Gambar 6. Alur Tugas Akun Peserta

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 395


Gambar diatas menjelaskan alur tugas akun peserta
diantaranya:

• Melakukan registrasi untuk mendapatkan Akun

• Meng-entry Foto

• Mendaftar Uji Kompetensi

• Meng-entry Data Peserta Uji

• Mengupload file yang dibutuhkan

• Mencetak Kartu Registrasi Online

• Memantau proses verifikasi dan mengikuti ujian sampai


ujian dinyatakan selesai

3. Akun User Peserta


• Halaman Utama Akun Peserta

Gambar 7. Halaman Utama Akun Peserta

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 396


4. Cara mendaftar online.

Gambar 8. Sign up aplikasi E-UKOM

Keterangan :

1. Cara untuk mendaftar online, peserta dapat menekan


Menu Sign Up pada home peserta.

2. Isi semua data dengan benar

• Nip: NIP Pegawai Terdaftar (18 karakter dan tanpa


spasi)
• Instansi: Nama Instansi peserta uji kompetensi
• Unit : Unit atau Fasilitas Kesehatan
• Provinsi : Nama Provinsi
• Kabupaten / Kota : Nama Kabupaten /Kota
• Username : Nama Lengkap

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 397


• Email : Alamat Email
• Password : Password minimal 6 digit
• Password Repeat : Ulangi Password yang
dimasukkan
• Captcha : masukkan Kode Keamanan (pada gambar
captcha)
3. Tekan tombol Signup untuk mendaftar

5. Cara Meng-entry Foto

Gambar 9. Meng-entry Foto

Peserta dapat mengganti foto dengan cara menekan link


(Ganti Foto) dan memilih foto formal yang ingin di upload
dengan format gambar (.png, .jpg, .jpeg).

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 398


6. Cara Mendaftar Uji Kompetensi

Gambar 10. Registrasi Uji Kompetensi

Keterangan:

1. Cara untuk mendaftar uji kompetensi, peserta dapat


menekan link (Daftar Uji Kompetensi) pada homepeserta.

2. Kemudian sistem akan mengarahkan ke halaman


registrasi uji kompetensi. Nip dan Pilih Periode Uji
Kompetensi sudah muncul otomatis sesuai dengan
informasi peserta.

3. Tekan tombol (Ya Daftar) apabila yakin untuk melakukan


pendaftaran

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 399


7. Cara Meng-entry Data Peserta

Gambar 11. Meng-entry Data Peserta

Keterangan :

1. Cara untuk meng-input data peserta, peserta dapat


menekan link (Input Data Peserta) pada home peserta.

2. Kemudian sistem akan mengarahkan ke halaman Input


Data Peserta. Isikan data dengan benar.
• NIP: NIP Peserta (18 karakter dan tanpa spasi)
• Nama Lengkap: Nama Lengkap Peserta
• Instansi Kerja: Instansi KerjaPeserta
• Nama Provinsi: Nama ProvinsiPeserta
• Nama Kabupaten/Kota: Nama Kabupaten/ Kota
Peserta
• Instansi Unit: Instansi Unit Peserta
• Unit Fasilitas Layanan Kesehatan: Unit Fasilitas
Kesehatan Peserta

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 400


• Unit Kerja: Unit Kerja Peserta
• Kategori Uji Kompetensi: Kategori Uji Kompetensi
Peserta
• Jenis Jabatan Fungsional: Jenis Jabatan Fungsional
Peserta
• Jenjang Jabatan Fungsional: Jenjang Jabatan
FungsionalPeserta
• Nomor Ijasah Terakhir: Nomor Ijasah Terakhir Peserta
• Tahun Ijasah Terakhir: Tahun Ijasah Terakhir Peserta
• No. Telp HP/Rumah/Fax: No. Telp HP/ Rumah/Fax
Peserta
• No SK Jabatan Fungsional: Nomor SK Jabatan
Fungsional Peserta
• Tanggal SK Jabatan Fungsional: Tanggal SK Jabatan
Fungsional Peserta

3. Tekan tombol (Setuju) apabila yakin untuk menyimpan data


peserta atau tekan tombol (Tidak Setuju) apabila tidak yakin
untuk menyimpan datapeserta

8. Cara Meng-upload File

Gambar 12. Meng-upload File

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 401


Keterangan:
1. Cara untuk meng-upload file data, peserta dapat menekan link
(Upload File Data) pada home peserta.
2. Kemudian sistem akan mengarahkan ke halaman Upload
Files. Beberapa jenis file yang harus di upload antara lain:
a. SKP 1 tahun terakhir
b. Surat rekomendasi dari atasan untuk mengikuti uji
c. SK jafung jenjang terakhir
Peserta dapat memilih jenis file yang sesuai dan pilih file
yang ingin di upload dengan format gambar
(.png, .jpg, .jpeg).
3. Tekan tombol (Submit) apabila ingin menyimpan data.
4. File yang sudah terupload dapat dilihat di kolom Data File
Upload, peserta juga dapat menghapus data apabila terdapat
kekeliruan dalam menguplaod file.

9. Cara Mencetak Kartu Registrasi Online

Gambar 13. Mencetak Kartu Registrasi Online

Keterangan:

1. Admin Wilayah sudah melakukan verifikasi kepada Peserta


tersebut

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 402


2. Cara untuk mencetak kartu registrasi online, peserta dapat
menekan Menu Data Registrasi pada home peserta.

3. Pilih kartu registrasi online yang akan dicetak berdasarkan


periode uji kompetensi. Kartu registrasi online harus dibawa
oleh peserta selama mengikuti uji kompetensi. Berikut ini
tampilan dari kartu uji registrasi online:

Gambar 14. Bukti Pendaftaran Uji Kompetensi

10. Cara Keluar Dari Sistem


Pilih Menu (Logout) yang berada di pojok kanan atas

Gambar 13. Logout dari Sistem

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 403


SEKARANG SAYA TAHU

Peserta uji kompetensi jabatan fungsional Apoteker dapat


melakukan kelengkapan Uji Kompetensi dengan Mempersiapkan
berkas administrasi yang diperlukan diantaranya SKP satu tahun
terakhir, surat rekomendasi dari atasan untuk mengikuti uji
kompetensi, SK jabatan fungsional Apoteker jenjang terakhir, serta
berkas portofolio sebagai bukti otentik pelayanan kefarmasian yang
dilakukan.

Peserta uji kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker dapat


melakukan registrasi online melalui aplikasi E-Ukom dengan cara
membuat akun pada aplikasi E-Ukom, mengentry foto,
mengupload file yang dibutuhkan dan di tahap akhir peserta dapat
mencetak kartu ujian.

Selamat….

Akhirnya Anda telah menyelesaikan pembelajaran mandiri untuk


Mata Pelatihan Inti 6. Persiapan Uji Kompetensi dengan baik. Jika
Anda ingin tahu lebih banyak lagi tentang penyelenggaraan uji
kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan, silahkan unduh
Permenkes nomor 18 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Uji
Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan.

Silakan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan


pembelajaran berikutnya dan Jangan lupa menjawab tes akhir
pelatihan dan mengerjakan penugasan yang telah ditentukan.

Sekali lagi Selamat dan Semangattt…

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 404


REFERENSI

1. Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tenang Aparatur Sipil


Negera

2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang


Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil

3. Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 38 Tahun 2017 tentang


Standar Kompetensi Jabatan ASN

4. Peraturan Menteri PAN-RB nomor 13 Tahun 2019 tentang


Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Jabatan Fungsional
Pegawai Negeri Sipil

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2017 tentang


Penyelenggaraan Uji Kompetensi Jabatan Fungsional
Kesehatan

6. Peraturan Menteri PAN-RB nomor 13 Tahun 2021 tentang


Jabatan Fungsional Apoteker

Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Apoteker 405


Komunikasi Efektif 406
A Tentang Modul Ini

Komunikasi Efektif 407


DESKRIPSI SINGKAT

Salah satu tujuan dalam pelayanan kefarmasian adalah memberikan


pelayanan pasien dengan cepat, tepat dan aman melalui penyediaan,
pengelolaan sediaan farmasi dan memberikan informasi terkait. Dalam
menjalankan praktiknya, untuk menyampaikan informasi, edukasi dan
konseling kepada pasien/keluarganya, dan masyarakat, serta
berkomunikasi dan bersinergi dengan tenaga kesehatan dalam
memberikan asuhan bersama untuk perawatan pasien, seorang Apoteker
dituntut memiliki ketrampilan dalam berkomunikasi. komunikasi
merupakan cara dalam penyampaian pesan untuk mencapai tujuan
tertentu. Keberhasilan dalam mencapai tujuan bersama sangat
dipengaruhi oleh seberapa efektif komunikasi tersebut terjalin. Namun
sayangnya, tidak semua Apoteker memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi dengan baik. Beberapa hambatan dalam berkomunikasi
dapat menjadi faktor yang berperan dalam mencapai tujuan komunikasi.
Untuk itu dalam pelatihan ini, akan mengulas dan membahas tentang
konsep komunikasi efektif, sasaran komunikasi efektif, metode
komunikasi efektif, dan jenis komunikasi efektif, sehingga diharapkan
peserta dapat memiliki kompetensi dalam melakukan komunikasi dengan
pasien/keluarganya, tenaga Kesehatan lainnya, dan dengan kelompok
massa.

Komunikasi Efektif 408


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan
komunikasi efektif.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu

1. Menjelaskan definisi, manfaat dan tujuan komunikasi efektif


2. Menjelaskan sasaran komunikasi efektif: pasien, keluarga pasien
dan tenaga kesehatan lainnya
3. Melakukan metode komunikasi efektif (respect, listen, repeat,
share, be open)
4. Melakukan teknik/jenis komunikasi efektif (tertulis, lisan)

Komunikasi Efektif 409


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


1. Konsep komunikasi efektif
2. Sasaran komunikasi efektif
3. Metode komunikasi efektif
4. Jenis komunikasi efektif

Komunikasi Efektif 410


B Kegiatan Belajar

Komunikasi Efektif 411


MATERI POKOK 1
KONSEP KOMUNIKASI EFEKTIF

Komunikasi Efektif 412


Pendahuluan
Komunikasi merupakan suatu proses pertukaran informasi, ide, emosi
diantara dua orang atau lebih untuk menyampaikan pesan dan
mendapatkan respon, melalui penggunaan kata kata, simbol, dan media.
Komunikasi dikatakan efektif, apabila menghasilkan perubahan sikap
sehingga terjalin sebuah hubungan baik antara pemberi pesan dan
penerima pesan. Pengukuran efektifitas dari suatu proses komunikasi
dapat dilihat dari tercapainya tujuan dari si pengirim pesan. Pesan yang
tersampaikan dengan benar dan tepat sesuai harapan pengirim pesan,
menunjukkan bahwa komunikasi dapat berjalan efektif. Untuk mencapai
komunikasi efektif, maka peserta harus memahami prinsip komunikasi
efektif, bagaimana sarana yang digunakan serta meminimalisir hambatan
yang terjadi selama komunikasi.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok pelatihan ini, peserta dapat menjelaskan
:
1. Definisi
2. Manfaat komunikasi efektif
3. Prinsip komunikasi efektif
4. Sarana komunikasi
5. Hambatan dalam komunikasi

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
1. Definisi
2. Manfaat komunikasi efektif
3. Prinsip komunikasi efektif
4. Sarana komunikasi
5. Hambatan dalam komunikasi

Komunikasi Efektif 413


Uraian Materi Pokok 1

Sebelum anda mempelajari lebih lanjut tentang konsep komunikasi


efektif, apa yang anda ketahui tentang definisi komunikasi efektif,
manfaat, prinsip, sarana dan hambatan dalam komunikasi efektif?
Anda sebagai seorang apoteker yang berpraktik di pelayanan
kefarmasian, perlu memahami dan menerapkan komunikasi efektif dalam
hubungan dengan pasien, keluarga pasien dan juga tenaga Kesehatan
lainnya. Materi ini membantu menambah pengetahuan dan wawasan
anda tentang komunikasi efektif, sehingga anda dapat berkomunikasi
dan berkolabarasi dalam pelayanan kefarmasian sehari-hari

A. Definisi
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu untuk
menghasilkan perubahan sikap pada orang yang terlibat dalam
komunikasi. Sebagai seorang Apoteker, ketrampilan ini sangat
diperlukan saat berkomunikasi dengan pasien, keluarga pasien dan
tenaga kesehatan lainnya untuk mencapai tujuan bersama.

B. Manfaat komunikasi efektif


Manfaat komunikasi efektif adalah memberi kemudahan dalam
memahami pesan yang disampaikan antara pemberi dan penerima
sehingga bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman dan umpan balik
seimbang, dan melatih menggunakan bahasa non verbal secara baik.

C. Prinsip komunikasi efektif


Prinsip dasar komunikasi efektif yang biasa digunakan adalah prinsip
REACH atau Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble.
1. Respect - Menghargai
Prinsip dasar dalam berkomunikasi dengan pasien, keluarga
pasien dan tenaga kesehatan lain adalah rasa hormat dan saling

Komunikasi Efektif 414


menghargai. Komunikasi yang dibangun dengan rasa saling
menghargai akan dapat membangun kerjasama yang
menghasilkan sinergi yang baik sehingga dapat mencapai tujuan
bersama. Hal ini juga secara tidak langsung meningkatkan
efektifitas kinerja baik secara individu maupun kerja tim

2. Emphaty - Empati
Emphaty adalah suatu kemampuan seseorang dalam
menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh
orang lain. Emphaty membutuhkan kemampuan mendengarkan
dengan penuh seksama untuk dapat merasakan dan merespon
dengan baik situasi dan kondisi yang dihadapi oleh orang lain.

3. Audible – Dapat dipahami


Audible adalah pesan yang kita sampaikan dapat didengarkan,
dipahami dan diterima dengan baik. Agar dapat diterima dengan
baik, maka pesan yang disampaikan dapat menggunakan
berbagai media sebagai alat bantu untuk membantu agar pesan
dapat diterima dengan baik

4. Clairty -Jelas
Kejelasan adalah prinsip komunikasi yang harus diperhatikan
agar dapat menghindari adanya multi interpretasi atau penafsiran
yang berlainan dari suatu pesan tertentu. Penafsiran yang salah
akan mengakibatkan dampak yang negatif, dan tujuan tidak
tercapai. Clarity juga dapat diartikan keterbukaan dan
transparansi. Dengan adanya keterbukaan, maka dapat timbul
rasa percaya satu dengan lainnya sehingga penyampaian pesan
dapat diterima dengan baik.

5. Humble – Rendah Hati


Sikap rendah hati dalam berkomunikasi akan memudahkan si
penerima pesan dapat memahami pesan yang disampaikan

Komunikasi Efektif 415


dengan baik. Karena kerendahan hati terkait erat dengan upaya
untuk membangun rasa menghargai satu sama lain

Respect

Humble Emphaty

Clarity Audible

Gambar 1. Prinsip Komunikasi Efektif

D. Sarana komunikasi
1. Berdasarkan Fungsinya
a. Fungsi Produksi
Fungsi produksi adalah media komunikasi yang berguna
untuk menghasilkan informasi, contoh : komputer pengolah
kata (word processor, canva, adobe). Apoteker dapat
menggunakannya untuk menghasilkan informasi seperti
leaflet, lembar PIO, lembar konseling dan webinar

Gambar 2. Contoh webinar dengan komputer


sebagai Media Produksi

Komunikasi Efektif 416


b. Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi adalah media komunikasi yang digunakan
oleh apotaker untuk memproduksi ulang dan menggandakan
informasi, contoh : media sosial, audio tapes recorder dan
video tapes. Komunikasi menggunakan media sosial di era
digital saat ini, merupakan sarana yang mudah dan cepat
untuk mereproduksi dan komunikasi antara apoteker dengan
pasien/keluarganya, dan juga komunitas lainnya.

Gambar 3. Media sosial sebagai Media Reproduksi

c. Fungsi Penyampaian Informasi


Fungsi penyampaian informasi adalah media komunikasi yang
digunakan untuk komunikasi yang dipergunakan untuk
menyebarluaskan dan menyampaikan pesan kepada
komunikan yang menjadi sasaran, contohnya : media sosial,
telepon, faksimil, dapat menjadi sarana dalam penyampaian
informasi dari apoteker ke sasaran komunikan. Contoh adalah
Facebook, Instagram yang memuat informasi informasi terkait
kefarmasian, seperti contoh “ kampanye DAGUSIBU” , “
Penggunaan Antibiuotik yang bijak”

Komunikasi Efektif 417


2. Berdasarkan Bentuk
Berdasarkan bentuk alat komunikasi dapat dibagi menjadi media
cetak, media audio, dan media audio visual. Buletin, brosur, dan
sarana televisi atau radio dapat digunakan untuk membantu
apoteker dalam menyampaikan komunikasi dengan bantuan
media.

Gambar 4. Contoh alat komunikasi dengan televisi

3. Berdasarkan Jangkauan Penyebaran Informasi


Berdasarkan jangkauan penyebaran informasi dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu informasi secara internal dan eksternal.Untuk
informasi secara eksternal, perlu diperhatikan media komunikasi
yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi, dapat membantu
untuk menyampaikan informasi tidak mudah rusak, dan dapat
menjangkau sasaran komunikan.
Untuk penyebaran informasi internal, karena cakupan informasi
tidak seluas eksternal, maka media yang digunakan dapat lebih
sederhana, seperti papan pengumuman di lokasi internal.

E. Hambatan dalam komunikasi


Tantangan terhadap komunikasi dapat berasal dari budaya, latar
belakang sosial, ataupun bias-bias lainnya seperti ras, etnis dan
sebagainya. Tantangan komunikasi juga bisa disebabkan oleh
lingkungan yang terlalu gaduh yang membuat pesan tidak dapat

Komunikasi Efektif 418


disampaikan dengan maksimal. Selain itu tantangan komunikasi juga
bisa berasal dari persepsi partisipan yang berbeda. Tantangan lain
yang perlu diperhatikan oleh para partisipan yang akan terlibat dalam
suatu peristiwa komunikasi adalah infomasi yang overload, tantangan
kepercayaan dan kredibilitas, waktu yang kurang tepat, penyaringan
informasi.

Terdapat beberapa hambatan dalam berkomunikasi yang


disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat mengganggu
penerimaan suatu pesan. Karena terganggu maka penerima
pesan juga bisa salah dalam memaknai balik pesan yang
diterima. Faktor yang berpotensi menjadi penghambat dalam
komunikasi yang efektif adalah:
1. Perbedaan Status sosial antara komunikan dan
komunikator. misalnya saja karyawan harus tunduk atau
patuh terhadap apapun yang dikatakan atasannya, sehingga
karyawan tersebut takut menyampaikan aspirasi atau
pendapatnya.
2. Problem semantik, menyangkut bahasa yang digunakan
komunikator dalam menyampaikan pesan. Kesalahan
penyebutan bisa mengakibatkan sebuah kesalah - pahaman
dan beda penafsiran.
3. Distorsi persepsi, disebabkan perbedaan cara pandang
yang sempit pada diri sendiri dan perbedaan cara berpikir
pada orang lain. Hal ini menimbulkan hambatan perbedaan
persepsi dan wawasan satu dengan yang lainnya.
4. Perbedaan Budaya, dalam suatu organisasi terdapat
beberapa suku, ras dan bahasa serta agama yang berbeda

Komunikasi Efektif 419


sehingga ada beberapa penggunaan kata yang memiliki arti
berbeda pada tiap suku.
5. Gangguan fisik, gangguan lingkungan fisik seperti suara riuh
orang-orang, suara petir, hujan dan cahaya yang kurang
jelas.
6. Keterbatasan saluran komunikasi, gangguan yang
disebabkan pada media yang dipergunakan dalam
melancarkan komunikasi misal sambungan telephone yang
terputus-putus, suara radio yang hilang tenggelam, atau
gambar yang buram.
7. Tidak ada umpan balik/tanggapan, hambatan dimana pesan
yang disampaikan sang pengirim tidak di beri tanggapan.
Maka yang selanjutnya terjadi adalah komunikasi satu arah
yang sia-sia dan tidak efektif.

Komunikasi Efektif 420


SEKARANG SAYA TAHU

Dalam praktik pelayanan kefarmasian, komunikasi merupakan cara


dalam penyampaian pesan untuk mencapai tujuan tertentu.
Keberhasilan dalam mencapai tujuan bersama sangat dipengaruhi
oleh seberapa efektif komunikasi tersebut terjalin. Dalam menjalin
komunikasi efektif, prinsip prinsip komunikasi harus dapat
dipahami, dan diimplementasikan yaitu prinsip REACH atau
Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble. Untuk penyampaian
komunikasi berbagai sarana dapat dimanfaatkan seperti, telepon,
media cetak, brosur, leaflet dan lain lain. Hambatan dalam
berkomunikasi merupakan faktor yang dapat menghalangi
tercapainya tujuan komunikasi. Untuk itu saya harus dapat
memahami hambatan hambatan yang terjadi selama komunikasi
dan mengatasi hambatan tersebut.

Komunikasi Efektif 421


MATERI POKOK 2
SASARAN KOMUNIKASI EFEKTIF

Komunikasi Efektif 422


A. Pendahuluan
Salah satu dari tujuan komunikasi efektif adalah agar informasi atau
pesan yang disampaikan komunikator dapat dimengerti oleh
komunikan, yang menjadi sasaran untuk mencapai tujuan.
Komunikasi efektif juga bertujuan menggerakkan sekelompok
sasaran (individu, kelompok ataupun massa) untuk melakukan
sesuatu sesuai melalui pendekatan persuasif, dengan membangun
persamaan persepsi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka seorang
komunikator harus memiliki kemampuan untuk mengungkapkan
keinginan, ide, perasaaan, pikiran atau pendapat sehingga pesan
yang dikirimkan dapat dipahami, ditangkap dan dimengerti oleh
individu, kelompok ataupun massa yang menjadi sasaran dari
komunikasi.

B. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta dapat menjelaskan
sasaran komunikasi efektif.

C. Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
1. Komunikasi efektif dengan individu (pasien dan tenaga
kesehatan)
2. Komunikasi efektif dengan kelompok
3. Komunikasi efektif dengan massa

Komunikasi Efektif 423


Uraian Materi Pokok 2

Sebelum anda mempelajari lebih lanjut tentang sasaran komunikasi


efektif, dapatkah anda menjelaskan, bagaimana anda menerapkan
komunikasi secara efektif dengan pasien, tenaga kesehatan, komunikasi
kelompok dan komunikasi dengan massa? Faktor apa saja yang harus
anda perhatikan? Dan bagaimana membangun komunikasi efektif
dengan pasien/keluarga pasien, tenaga kesehatan, pada kelompok orang
atau bahkan pada massa?

A. Komunikasi efektif dengan individu (pasien dan tenaga


Kesehatan)

Komunikasi merupakan sebuah proses yang sangat penting dalam


hubungan antar sesama. Di dalam memberikan pelayanan
kefarmasian, apoteker harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
berkomunikasi yang baik sebagai awal terciptanya sebuah hubungan
apoteker dengan pasien/keluarganya dan juga dengan tenaga
kesehatan dalam asuhan bersama. Apoteker yang memiliki
kemampuan dan keterampilan yang baik dalam berkomunikasi akan
mudah menjalin hubungan dengan pasien/keluarganya dan dengan
tenaga kesehatan lainnya. Sehingga dapat mencapai tujuan dari
perawatan yaitu kesembuhan pasien. Komunikasi yang baik juga
berpengaruh pada kepuasan pasien dan keluarga, dan meningkatkan
rasa saling percaya antar tenaga kesehatan dalam perawatan
bersama.

Beberapa karakteristik seorang apoteker yang penting dalam


berkomunikasi dengan pasien/keluarganya dan tenaga kesehatan
lainnya adalah

Komunikasi Efektif 424


1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran
mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan
menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan
mempunyai respons yang tidak dibuat-buat. Sangat penting bagi
apoteker untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan
pasien/keluarganya maupun dengan tenaga kesehatan lainnya,
karena bila hal tersebut tidak dilakukan maka mereka akan
menarik diri dari komunikasi atau bisa juga berpura-pura patuh
dan mengabaikan terhadap informasi yang disampaikan oleh
apoteker.

2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif


Dalam berkomunikasi dengan tenaga kesehatan dan
pasien/keluarganya apoteker sebaiknya menggunakan kata-kata
yang mudah dipahami dan tidak menggunakan kalimat yang
berbelit-belit, atau menggunakan bahasa yang sulit dipahami.
Komunikasi akan menjadi lebih baik bila disertai dengan mimik
dan komunikasi nonverbal sehingga lebih ekspresif.

3. Bersikap positif
Bersikap positif saat berkomunikasi sangat penting baik dalam
membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat
rencana tindakan bersama dengan tenaga kesehatan lainnya
untuk pasien/keluarganya. Bersikap positif ditunjukkan dengan
bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap
pasien/keluarganya.

4. Empati bukan simpati


Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan kefarmasian,
karena dengan sikap ini apoteker akan mampu merasakan dan
memikirkan permasalahan seperti yang dirasakan dan dipikirkan
pasien/keluarganya demikian juga dengan tenaga kesehatan

Komunikasi Efektif 425


lainnya. Dengan bersikap empati apoteker dapat memberikan
alternative pemecahan masalah secara obyektif.

5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata orang lain


Dalam memberikan asuhan kefarmasian, apoteker harus
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan dan berorientasi pada
pasien/keluarganya sebagai pusat perawatan. Oleh karena itu
apoteker harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang
dihadapi tenaga kesehatan lain maupun pasien/keluarganya dari
sudut pandang mereka. Untuk mampu melakukan hal ini apoteker
harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan
dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh
perhatian menunjukkan sikap caring sehingga mampu
memotivasi pasien/keluarganya untuk berbicara atau
menyampaikan perasaannya kepada tenaga Kesehatan yang
merawat.

6. Menerima tenaga kesehatan dan pasien/keluarganya apa


adanya
Sebagai apoteker, dalam melaksanakan praktiknya sudah
selayaknya dapat menjadi helper yang efektif dan memiliki
kemampuan untuk menerima dan memahami kondisi tenaga
kesehatan dan pasien/keluarganya apa adanya. Jika seseorang
merasa diterima maka dia akan merasa nyaman dalam menjalin
hubungan interpersonal.

7. Sensitif terhadap kondisi tenaga kesehatan lainnya dan


pasien/keluarganya
Seorang apoteker harus mampu mengenali kondisi yang dihadapi
oleh tenaga kesehatan lainnya dan pasien/keluarganya untuk
dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif
dengan mereka. Dengan bersikap sensitive terhadap kondisi
mereka, apoteker dapat terhindar dari perkataan atau melakukan

Komunikasi Efektif 426


hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan dari tenaga
Kesehatan maupun perasaan pasien/keluarganya

8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu tenaga kesehatan


lain dan pasien/keluarganya ataupun diri apoteker sendiri

Apoteker harus mampu memandang dan menghargai tenaga


kesehatan, dan pasien/keluarganya sebagai individu yang ada
pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap
dirinya sendiri.

Komunikasi yang buruk antara apoteker dengan tenaga


kesehatan dan pasien/keluarganya dapat menyebabkan tujuan
tidak tercapai. Kegagalan komunikasi dapat mengakibatkan
kebingungan, ketidakpatuhan; dan mungkin dapat
membahayakan pasien jika informasi penting tidak tersampaikan
dengan tepat.

Sebagian besar apoteker dan tenaga kesehatan kadang


mengenal pasien dengan nama kecil mereka, bahkan ketika
pertemuan pasien pertama kali. Beberapa pasien kemungkinan
tersinggung saat dipanggil dengan nama kecil mereka, terutama
jika mereka jauh lebih tua dari apoteker yang berinteraksi.
Kondisi seperti ini menempatkan pasien dalam hubungan yang
tidak setara atau posisi inferior. Beberapa pasien tersinggung
saat dipanggil dengan nama kecil mereka, dan secara terbuka
dapat mengekspresikan ketidaksenangan mereka. Pasien lain
mungkin akan bereaksi untuk tidak lagi melanjutkan komunikasi
dengan apoteker. Demikian pula dengan tenaga Kesehatan
lainnya. Panggilan hendaknya menyiratkan hubungan yang
hangat, namun tetap menjungjung nilai noram dan etika.

Komunikasi Efektif 427


Beberapa hal yang harus diperhatikan saat berkomunikasi dengan
tenaga kesehatan dan pasien/keluarganya adalah sebagai berikut

1. Sopan dalam penggunaan panggilan


Kesopanan dalam penggunaan panggilan yang benar dapat
memberi kesan bahwa pasien ditangani dengan baik (misalnya,
Bapak, Ibu, Saudara). Cara terbaik untuk menghindari kebingungan
panggilan adalah dengan menanyakan kepada setiap pasien
bagaimana dia ingin dipanggil. Sebagai contoh : Apoteker
mengatakan “Halo selamat pagi..perkenalkan saya adalah apoteker
Handayani. Mohon konfirmasi, apakah saya boleh memanggil bapak
Hartono? “ Pendekatan ini menunjukkan rasa menghormati pasien,
yang akhirnya dapat mendorong terjadinya komunikasi yang baik.
Demikian pula dengan tenaga kesehatan lainnya, panggilan
hendaknya disesuaikan dengan hubungan professional, walaupun
telah sangat akrab, namun di saat suasana bekerja, hindari
memanggil dengan menyebut nama langsung, dan gunakan
panggilan ibu/bapak/sus/ atau dokter, untuk menunjukkan rasa
hormat dan juga kesantunan.

2. Menghormati Pasien/keluarga dan tenaga Kesehatan lainnya


Menghormati adalah sikap menunjukkan rasa hormat yang tulus dan
mendudukkan pasien/keluarganya dan tenaga Kesehatan lainnya
sebagai manusia, bukan sebagai obyek atau kasus (misalnya,
“pasien jantung di kamar Melati 12” atau Dokter jaga bangsal
bedah”). Dalam berkomunikasi pertahankan hubungan profesional
dan menghindari komunikasi yang bersifat pribadi dan tumbuhkan
rasa percaya, karena komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi
yang bersifat terapeutik dan kompleks. Hal-hal yang mungkin dapat
menyinggung perasaan, tetapi memang harus disampaikan tetap
harus disampaikan kepada tenaga kesehatan, pasien dan
keluarganya dengan jelas, tidak berbelit namun tetap santun.

3. Sikap dan cara berkomunikasi

Komunikasi Efektif 428


Pengaturan waktu yang cukup saat interaksi antara apoteker dengan
tenaga kesehatan lainnya dan pasien/keluarganya dapat dilakukan
antara lain dengan meminimalkan gangguan dari panggilan telepon,
atau menghindari berkomunikasi dengan pasien atau tenaga
kesehatan lain. Perkenalkan diri anda, setelah mendapatkan izin
untuk berinteraksi dengan pasien kemudian menjelaskan tujuan
interaksi.
Sampaikan siapa yang akan mendapat informasi dan bagaimana
informasi tersebut akan disampaikan. Apoteker memimpin interaksi
dengan mengendalikan jenis pertanyaan yang diajukan dan
memberikan waktu yang cukup untuk respon dari pasien.

Dalam berkomunikasi, apoteker juga harus memperhatikan berbagai


jenis pasien, antara lain.
1. Pasien antagonis.
Pasien antagonis mungkin tidak ingin diganggu dengan interaksi
apoteker – pasien atau informasi yang diberikan tentang obat dan
pengobatannya. Hal ini adalah respon alami untuk pasien antagonis
karena mereka berharap tidak perlu ada interaksi atau kalau ada
interkasi mungkin mereka akan marah atau bersikap lebih tahu.
Untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik dengan
pasien tipe ini, dibutuhkan pengantar berinteraksi dan berkomunikasi
yang dapat memberikan rasa nyaman kepada pasien dan
disampaikan dengan baik tujuan dilakukannya komunikasi.

2. Pasien Sakit Kronis


Pasien dengan sakit kronis memerlukan pelayanan dan perawatan
yang mungkin berbeda dengan pasien lain. Beberapa pasien dengan
sakit kronis tahu banyak tentang penyakit yang mereka derita, dan
mungkin juga paham dengan perawatan kesehatan dan pengobatan
untuk mereka. Situasi ini dapat memberikan kesan tidak
mengenakkan saat apoteker akan melakukan interaksi dan
komunikasi, sehingga kemungkinan beberapa diantara mereka akan

Komunikasi Efektif 429


bersikap sinis, dan sulit untuk berinteraksi. Apoteker yang akan
berikteraksi dengan pasien sakit kronis harus benar-benar memahami
apa yang harus dikomunikasikan dan dapat menyampaikan kepada
pasien dimulai dengan pengobatan dan obat yang diberikan kepada
pasien dengan memberikan uraian dan penjelasan yang cukup rinci
sehingga dapat memberikan rasa percaya pasien kepada apoteker.

3. Pasien Lanjut Usia


Pasien lanjut usia memerlukan penanganan khusus. Pasien lanjut
usia mungkin memiliki gangguan pendengaran dan penglihatan.
Gangguan pendengaran yang berhubungan dengan penuaan
ditandai dengan hilangnya kemampuan untuk membedakan antara
frekuensi tinggi suara, yang membuat pasien sulit untuk
membedakan nada percakapan dari suara latar. Luangkan waktu
lebih untuk berkomunikasi dengan pasien lanjut usia. Apoteker
diharapkan dapat mengatur cara berkomunikasinya dengan bersikap
hormat, berbicara secara perlahan dan jelas, serta menghindari istilah
kekinian yang mungkin menyulitkan pemahaman mereka. Berbicara
langsung dengan pasien lanjut usia sebaiknya disertai dengan
penggunaan leaflet atau brosur yang dapat memudahkan
pemahaman dari pasien ataupun pendamping pasien.

4. Pasien dalam situasi “Memalukan”


Yang dimaksud dengan kondisi pasien ini adalah pasien yang
memerlukan diskusi yang berkaitan dengan seks, bagian tubuh yang
intim, dan fungsi tubuh “memalukan:”. Banyak apoteker wanita yang
memiliki pengalaman melihat pasien laki-laki mondar-mandir di
apotek yang sungkan untuk meminta kondom. Begitu juga pasien
wanita yang akan meminta penjelasan tentang penggunaan krim
vagina atau mungkin vagina tablet. Pada situasi ini, komunikasi dapat
dilakukan di ruang konsultasi, dan berkomunikasi dengan
menghindari kontak mata serta membuat suasana komunikasi yang
sesantai mungkin sepeti obrolan tentang olah raga atau musik.

Komunikasi Efektif 430


Pasien Pasien
Antagonis Kronis

Pasien
Pasien dengan
Lanjut Usia situasi
khusus

Gambar 1. Komunikasi dengan pasien dalam kondisi khusus

Selain komunikasi dengan pasien, apoteker juga membutuhkan


kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk asuhan bersama.
Komunikasi dilakukan untuk mendiskusikan pemberian terapi,
perkembangan pasien, dan juga pelayanan kefarmasian lainnya
seperti pelayanan resep, dan pelayanan informasi obat. Komunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya selain prinsip keterbukaan, saling
percaya dan saling menghormati, maka perlu juga diperhatikan waktu
komunikasi dan data yang harus disiapkan sebelum komunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya agar, komunikasi berjalan efektif
dan efisien

B. Komunikasi efektif dengan kelompok


Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya
lebih dari dua orang. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas
dan efektif tidak hanya dengan pasien, anggota keluarga, dokter,
perawat, apoteker dan profesional kesehatan lainnya namun juga
komunikasi kepada kelompok. Tujuan komunikasi kelompok adalah

Komunikasi Efektif 431


untuk bertukar informasi dan mengambil keputusam, menyelesaikan
kebingungan, membangun hubungan baik dan lebih dekat untuk
mencapai tujuan bersama. Contoh praktek kefarmasian
berkomunikasi kelompok adalah komunikasi dengan tim medis, tim
farmasi dan terapi, tim patient safety dan lain lain., Berkomunikasi
dengan kelompok juga dapat dilakukan saat edukasi kepada
sekelompok masyarakat, misalnya saat penyuluhan di posyandu,
penyuluhan vaksinasi pada komunitas tertentu dan lain lain.

Prinsip dari komunikasi kelompok adalah persamaan ide dan


gagasan dari seluruh anggota kelompok komunikasi. Namun, untuk
mencapai sebuah tujuan komunikasi kelompok yang efektif dan
menghasilkan sebuah komunikasi yang efektif tentunya haruslah
melewati beberapa tahap-tahap komunikasi. Tahap-tahap atau
proses komunikasi di dalam sebuah kelompok tentunya dipengaruhi
juga oleh berbagai faktor antara lain
• Usia dan ukuran kelompok
• Persepsi ataupun pikiran dari anggota kelompok
• Status dan budaya pada anggota kelompok
• Struktur kepemimpinan atau kepengurusan kelompok
• Norma atau etika kelompok
• Jaringan komunikasi serta kohesi kelompok
• Kebutuhan interpersonal serta tanggung jawab anggota kelompok
• Cara berkomunikasi dan kemampuan berkomunikasi
• Jenis dan fungsi kelompok

Dalam berkomunikasi dengan kelompok terdapat 4 prinsip dasar,


yaitu
1. Interaksi dalam komunikasi kelompok.
Interaksi merupakan faktor yang penting, karena melalui interaksi
inilah, kita dapat melihat perbedaan antara kelompok dengan

Komunikasi Efektif 432


istilah yang disebut dengan coach. Coach adalah sekumpulan
orang yang secara serentak bergerak terkait dalam aktivitas yang
sama namun tanpa komunikasi satu sama lain. Misalnya,
Apoteker yang hanya secara pasif mendengarkan suatu diskusi,
secara teknis belum dapat disebut sebagai kelompok. Mereka
dapat dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mulai
mempertukarkan pesan dengan tim atau tenaga kesehatan
lainnyayang lain.

2. Waktu.
Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang
singkat, tidak dapat digolongkan sebagai kelompok. Kelompok
mempersyaratkan interaksi dalam jangka waktu yang panjang,
karena dengan interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau ciri
yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.

3. Ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok.


Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah anggota dalam
suatu kelompok. Ada yang memberi batas 3-8 orang, 3-15 orang
dan 3-20 orang. Untuk mengatasi perbedaan jumlah anggota
tersebut, muncul konsep yang dikenal dengan smallness, yaitu
kemampuan setiap anggota kelompok untuk dapat mengenal dan
memberi reaksi terhadap anggota kelompok lainnya. Dengan
smallness ini, kuantitas tidak dipersoalkan sepanjang setiap
anggota mampu mengenal dan memberi reaksi pada anggota lain
atau setiap anggota mampu melihat dan mendengar anggota
yang lain/seperti yang dikemukakan dalam definisi diatas.

4. Tujuan.
Komunikasi dalam kelompok memiliki pengertian bahwa
keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu
yang menjadi anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan satu
atau lebih tujuan bersama.

Komunikasi Efektif 433


interaksi

4 prinsip
Tujua komunikai waktu
kelompok

ukuran
kelompok

Gambar 2. Prinsip dasar komunikasi kelompok

C. Komunikasi efektif dengan massa


Komunikasi dalam kelompok besar (large group, masa atau makro
group) tidaklah selalu sama dengan komunikasi dalam kelompok kecil
meskipun setiap kelompok besar pasti terdiri atas beberapa kelompok
kecil. Hal ini antara lain disebabkan oleh beberapa hal sebagai
berikut:
1. komunikasi dalam kelompok yang jumlahnya besar (ratusan atau
ribuan orang) ketika dalam suatu situasi komunikasi yang sedang
berlangsung hampir tidak terdapat kesempatan untuk
memberikan tanggapan secara verbal dan personal karena sedikit
sekali kemungkinannya bagi komunikator untuk bertanya jawab
2. Situasi dialogis hampir tidak ada. Sebaiknya Apoteker senantiasa
perlu lebih fokus dalam arah pembicaraannya sehingga
pendengar akan dapat mudah mencerna pesan pembicara.

Terdapat beberapa hambatan dalam komunikasi, termasuk dalam


komunikasi massa. Hambatan dalam komunikasi berpotensi

Komunikasi Efektif 434


membuat pesan komunikasi tidak efektif, sehingga tujuan tidak
tercapai. Kemungkinan terjadinya gangguan dalam sistem dan proses
komunikasi massa sangat besar, di samping karena orang yang
terlibat dalam proses produksi dan reproduksi pesannya demikian
banyak, juga terutama karena penggunaan saluran media massa
sebagai komponen teknisnya. Komunikator dalam komunikasi massa
dituntut untuk mempertimbangkan kondisi penerimaan audience saat
menyampaikan pesan-pesannya. Misalnya dalam menyampaikan
edukasi penyuluhan kepada penduduk di satu kecamatan dengan
metode ceramah, apoteker dituntut untuk dapat menyampaikan
pesan dengan mengartikulasikannya dengan tepat dan menarik agar
tidak mengganggu pemaknaan terhadap pesan yang disampaikan.
Apoteker juga harus menghindari ucapan dan perilaku berlebihan
yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman dan penerimaan
massa.

Tujuan Komunikasi massa


• Mengubah sikap “to change the attitude”
• Mengubah opini/pendapat/pandangan “to change the opinion”
• Mengubah perilaku “to change the behavior”
• Mengubah masyarakat “to change the society”

Fungsi Komunikasi massa


• Menginformasikan “to inform” kepada massa
• Mendidik “to educate”
• Menghibur “to entertain”
• Mempengaruhi “to influence”

Komunikasi Efektif 435


Berbagai media dapat digunakan dalam komunikasi massa
antara lain, media televisi, radio, internet, ataupun langsung
memberikan informasi secara lisan dengan ceramah.

SEKARANG SAYA TAHU

Setelah mengikuti materi pelatihan ini, sekarang saya dapat


menerapkan komunikasi secara efektif dengan pasien, tenaga
kesehatan, dan berkomunikasi dengan kelompok kecil dan
komunikasi massa. Saya dapat menyebutkan faktor apa saja yang
mempengaruhi efektifitas dalam komunikasi dan bagaimana
membangun komunikasi dengan efektif dengan pasien/keluarga
pasien, tenaga kesehatan, pada kelompok orang dan komunikasi
dengan massa

Komunikasi Efektif 436


MATERI POKOK 3
METODE KOMUNIKASI EFEKTIF

Komunikasi Efektif 437


Pendahuluan
Tenaga kesehatan seringkali dituntut untuk menyampaikan informasi
kepada masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok.
Semua materi harus disampaikan dengan jelas dan ringkas. Hal
terpenting adalah poin-poin yang disampaikan harus ditangkap oleh
penerima komunikasi bahwa poin itu didengar dan dipahami.
Efektivitas komunikasi akan meminimalkan ambiguitas dalam
komunikasi, baik antar tenaga kesehatan maupun dengan
masyarakat.
Demi tersampaikannya informasi yang diharapkan dengan sukses,
kadang-kadang diperlukan metode komunikasi yang berbeda-beda
sesuai dengan kebutuhannya
Keberhasilan komunikasi yang efektif seperti ini pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas pelayanan pasien.

Indikator Hasil Belajar


Setelah menyelesaikan materi ini, peserta diharapkan mampu
melakukan metode komunikasi efektif.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
1. Metode repetisi
2. Metode kanalisasi
3. Metode informatif
4. Metode persuasif
5. Metode edukatif
6. Metode kursif

Komunikasi Efektif 438


Uraian Materi Pokok 3

Menurut Marhaeni Fajar (2009), terdapat 6 metode komunikasi


yang dapat dilakukan untuk menyampaikan informasi kepada pihak
lain. Dua metode yang pertama merupakan cara penyampaiannya,
sedangkan metode ketiga hingga keenam merupakan sifat dari
informasinya.

A. Metode repetisi
yaitu metode penyampaian pesan dengan pengulangan atau
repetisi. Dengan mengulang-ulang pesan, diharapkan akan
lebih menarik perhatian penerimanya dan menggangap
informasinya adalah sesuatu yang benar. Harapan akhirnya
adalah agar informasi yang disampaikan akan dapat tertanam
dalam pikiran bawah sadar sehingga memberi pengaruh kuat
terhadap yang menerimanya.

Contoh:
Kampanye kesehatan atau iklan produk-produk kesehatan yang
disiarkan di saluran televisi (TV) dan radio sering menggunakan
metode repetisi ini.

Penting untuk diperhatikan bahwa pengulangan yang terlalu


sering juga akan mencapai titik kejenuhan (saturation point),
sehingga menyebabkan hilangnya kekuatan pesan itu sendiri.
Oleh karena itu, hendaknya pengulangan-pengulangan itu
diberi variasi yang menarik agar tidak membosankan.

Komunikasi Efektif 439


Gambar 1. Metode repetisi dalam penyampaian informasi
terkait perkembangan COVID-19

B. Metode kanalisasi
Metode kanalisasi ini sesungguhnya adalah metode yang
mengarahkan cara berpikir penerima informasi melalui
pemisahan-pemisahan sesuai dengan yang kita inginkan. Ibarat
air yang akan diarahkan pola alirannya, perlu dibuatkan saluran
atau kanal (channel). Komunikasi ini biasanya dimulai oleh
komunikator dengan melontarkan ide-idenya yang disesuaikan
dengan nilai-nilai dan standar normatif penerima informasi, lalu
komunikator akan mengubahnya sedikit demi sedikit menuju
nilai-nilai dan standarisasi yang diinginkannya. Dalam bahasa
sederhananya, bagaimana kita memunculkan empati agar
dapat diterima oleh penerima informasi (misalkan dengan cara
membangun “rapport”/ kesamaan-kesamaan). Ketika kita telah
diterima, pada saat itulah proses kanalisasi dimulai.

Komunikasi Efektif 440


Contoh:
Grup-grup yang terdapat di media sosial (facebook), seperti
grup dokter umum, grup apoteker puskesmas, grup perawat
mandiri, dll.

Gambar 2. Kanalisasi melalui media sosial

C. Metode informatif
Metode informatif ini mungkin merupakan metode yang paling
sederhana, yaitu cukup memberi penerangan sejelas-jelasnya
tentang maksud pesan kepada penerima pesan. Penerangan
yang dimaksud adalah menyampaikan sesuatu apa adanya,
apa yang sesungguhnya, berdasarkan data, fakta dan opini
yang benar. Jadi, penerima informasinya bebas dalam
merespon pesan yang telah disampaikan.

Komunikasi Efektif 441


Contoh:
Apoteker menyampaikan informasi (berita) terkait penyakit yang
diderita seorang pasien, persentase kesembuhan, macam-
macam pilihan obat yang dapat digunakan, efek samping
obatnya.

D. Metode persuasif
Persuasif berarti mempengaruhi dengan bujukan. Tujuan
penggunaan metode persuasif ini adalah untuk membujuk
penerima informasi agar mengikuti (menuruti) keinginan dari
pemberi informasi. Tujuan akhir yanng diharapkan dari
persuasif ini adalah adanya perubahan sikap (attitude change),
perubahan pendapat (opinion change), perubahan perilaku
(behavioral change). Sasaran utama metode ini adalah
perasaan penerima informasi, bukan pikirannya.

Contoh:
Ajakan untuk mengikuti suatu kegiatan (seperti penyuluhan
kesehatan), membantu masyarakat, bergabung dengan
kelompok tertentu,

Ajakan-ajakan tersebut dapat dikemas dalam bentuk iklan,


pamflet (selebaran/ brosur), ataupun dakwah. Diperlukan
kemampuan untuk menyusun kalimat persuasifnya agar efektif
dalam proses membujuk penerima informasinya.
Motivational interviewing merupakan salah satu metode untuk
membujuk pasien tanpa membuat pasien merasa terpaksa
untuk mengikuti ajakan (bujukan) tenaga kesehatannya.

Komunikasi Efektif 442


E. Metode edukatif
Metode ini pada dasarnya mirip dengan metode informatif.
Keduanya sama-sama menyampaikan data, fakta dan
pengalaman-pengalaman yang sebenar-benarnya. Namun
perbedaannya dengan metode informatif, metode komunikasi
ini lebih disengaja, teratur dan terencana dengan tujuan
mengubah perilaku masyarakat ke arah yang diinginkan.

Contoh:
Tutorial cara-cara tertentu dalam menangani suatu masalah
(seperti meningkatkan kepatuhan dengan cara menyimpan obat
yang benar dalam kotak obat), kiat-kiat berhenti merokok, trik-
trik mencegah nyamuk demam berdarah, demonstrasi (berupa
langkah-langkah) cara penggunaan inhaler yang benar, materi
pembelajaran Gema Cermat.

Gambar 3. Poster tips berhenti merokok

Komunikasi Efektif 443


F. Metode kursif
Metode kursif merupakan metode komunikasi dengan jalan
memaksa (coorsive). Oleh karena itu, isi pesan tidak hanya
berisi pendapat-pendapat, namun mengandung ancaman-
ancaman (fear motivation).

Contoh: peraturan-peraturan, perintah dan proses intimidasi


lainnya merupakan perwujudan model komunikasi macam ini.
Contoh ancaman/ intimidasi dari tenaga kesehatan kepada
pasien:
“kalau Bapak tidak segera berhenti merokok, saya jamin akan
segera mengalami penyakit jantung.”

Gambar 4. Peraturan larangan merokok di Kawasan Bebas


Rokok

Komunikasi Efektif 444


SEKARANG SAYA TAHU

• Apoteker pasti akan dibutuhkan untuk menyampaikan pesan


(informasi) kepada pihak lain (tenaga kesehatan maupun masyarakat).
• Apoteker perlu memahami berbagai macam metode komunikasi efektif
dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat ataupun tenaga
kesehatan lainnya.
• Tidak setiap pesan harus disampaikan dengan metode yang sama
terus-menerus. Situasi yang berbeda akan memerlukan pilihan
metode komunikasi yang berbeda pula agar pesan yang ingin
disampaikan dapat tercapai secara efektif.

Komunikasi Efektif 445


MATERI POKOK 4
JENIS KOMUNIKASI EFEKTIF

Komunikasi Efektif 446


Pendahuluan
Tenaga kesehatan pasti akan berkomunikasi satu sama lain setiap
saat. Jenis tempat pelayanan (puskesmas ataukah rumah sakit)
dan macam pekerjaan yang terlibat dapat mempengaruhi cara
komunikasi utamanya, apakah itu memerlukan komunikasi verbal
dengan tatap muka langsung, komunikasi verbal melalui telepon,
video call, atau komunikasi tertulis melalui faks, pesan elektronik,
rekam medis dan sarana lainnya. Tidak peduli apa metode
komunikasi utamanya, semua jenis komunikasi tersebut akan
cenderung digunakan sepanjang hari.

Indikator Hasil Belajar


Setelah menyelesaikan materi ini, peserta diharapkan mampu
melakukan komunikasi efektif.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 4:
1. Komunikasi verbal
2. Komunikasi non-verbal

Komunikasi Efektif 447


Uraian Materi Pokok 4

Komunikasi dari seorang apoteker merupakan faktor penting dalam


mewujudkan kepuasan pasien, persepsi kualitas pelayanan secara
keseluruhan, dan kepercayaan. Komunikasi hendaknya lebih dari
sekadar berbicara dengan jelas, sehingga juga melibatkan
kemampuan dalam mendengarkan (listening) dan memahami
(understanding) dengan baik. Hal ini termasuk nada dan bahasa
tubuh Anda. Banyak hal yang bisa “dikatakan” antar individu
meskipun ketika tidak ada satupun kata yang diucapkan. Dalam
bidang perawatan kesehatan, komunikasi merupakan hal yang
sangat penting. Berkomunikasi secara efektif akan dapat
meningkatkan hasil dan membangun hubungan baik. Hal lain yang
perlu diingat adalah bahwa setiap orang merupakan sosok yang
unik, sehingga situasi yang berbeda mungkin memerlukan strategi
yang berbeda untuk komunikasi yang efektif.
Secara umum, terdapat dua jenis komunikasi, yaitu komunikasi
secara verbal (lisan) dan non-verbal (bahasa tubuh dan tertulis).

A. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal dapat dilakukan dengan cara (1) tatap muka
langsung maupun melalui (2) telepon atau panggilan video
(video call) serta penggunaan (3) jargon medis.

1. Tatap muka
Dalam beberapa tempat praktik, seperti rumah sakit dan
puskesmas, komunikasi antar tenaga kesehatan lebih sering
terjadi melalui tatap muka secara langsung. Misalkan
komunikasi yang terjadi ketika melakukan ronde (visit)

Komunikasi Efektif 448


pasien. Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (TTK) yang
bekerja di bagian farmasi akan berkomunikasi satu sama
lain. Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (TTK) juga
dapat berkomunikasi dengan perawat, dokter, petugas
laboratorium, dan lainnya di bangsal rumah sakit atau di
lingkungan puskesmas.
Beberapa aspek yang dapat mempengaruhi efektivitas
komunikasi verbal, antara lain: nada suara, pilihan kata,
bahasa tubuh, kontak mata, dan perhatian. Ketika aspek-
aspek tersebut rusak, maka akan dapat menyebabkan
miskomunikasi dan kesalahpahaman.

2. Telepon
Telepon adalah metode komunikasi verbal lain yang umum
antar tenaga kesehatan. Apoteker atau tenaga teknis
kefarmasian dapat berkomunikasi dengan apoteker lain (di
tempat berbeda) melalui sambungan telepon. Penulis resep
atau staf mereka dapat menanyakan resepnya ke bagian
farmasi. Staf farmasi dapat menghubungi kembali penulis
resep untuk meminta klarifikasi atas permintaan obat seperti
yang tertera dalam resep.
Berbicara melalui telepon seringkali memiliki tantangannya
sendiri karena lawan bicara dengan mudah dapat mengenali
ketika dirinya sedang diperlakukan dengan sopan, dan
sangat difasilitasi selama percakapan berlangsung.
Oleh karena itu diperlukan beberapa hal penting selama
berkomunikasi melalui telepon: menggunakan nada yang
menyenangkan, senyum yang benar-benar dapat didengar
melalui telepon, menunjukkan sikap positif, dan tidak
bergumam.

Komunikasi Efektif 449


Mulailah percakapan dengan menyapa orang yang
menjawab telepon, perkenalkan diri Anda dan bagian tempat
Anda bekerja, serta jelaskan secara singkat tujuan Anda
menelepon.

Gambar 1. Metode komunikasi melalui telepon

3. Jargon Medis
Komunikasi verbal juga mencakup penggunaan jargon.
Semua profesi memiliki jargonnya masing-masing.
Bayangkan jika setiap tenaga kesehatan menggunakan
jargon medis untuk menjelaskan sesuatu kepada pasien
yang tidak terbiasa dengan istilah yang Anda gunakan
tersebut. Berkomunikasi dengan pasien bisa menjadi sangat
sulit jika Anda tidak berbicara dalam bahasa yang sama
dengan mereka. Apa yang Anda katakan mungkin menjadi
sesuatu yang sangat tidak masuk akal bagi mereka. Ingatlah
bahwa kebanyakan pasien tidak tahu istilah medis, bahkan

Komunikasi Efektif 450


kata-kata dan frase yang mungkin tampak langsung bagi
Anda.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika
Serikat (CDC) memiliki daftar istilah medis yang umum
digunakan dan alternatif yang disarankan untuk membantu
Anda menggunakan "bahasa sederhana" saat menasihati
pasien. Alternatif bahasa sederhana ini memastikan bahwa
orang tersebut dapat memahami istilah tersebut saat
pertama kali mereka mendengar atau membacanya untuk
membantu mereka menggunakan informasi kesehatan
dengan lebih baik.

Contoh jargon medis dan padanan bahasa sederhananya:

Jargon medis Bahasa sederhana

Anemia Kadar zat besi rendah

Kronis Jangka panjang

Defisiensi Tidak memadai

Fatique Kelelahan

Glukosa Gula

Hipertensi Tekanan darah tinggi

Regimen Program

Efek samping Reaksi

Renal Ginjal

Komunikasi Efektif 451


B. Komunikasi non-verbal
Komunikasi non-verbal meliputi penggunaan (1) bahasa tubuh
(body language) dan (2) komunikasi tertulis.
1. Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh Anda akan memberi tahu lawan bicara
tentang seberapa baik Anda mendengarkan mereka. Jika
Anda terkesan terganggu ketika ditanyai atau menjawab
telepon, maka orang tersebut (lawan bicara) akan
menganggap bahwa mereka tidak mendapatkan perhatian
penuh dari Anda. Ini bisa membuat mereka ragu untuk
bertanya atau berbagi informasi dengan Anda.

Oleh karena itu, gunakan bahasa tubuh yang tepat untuk


menunjukkan bahwa Anda terbuka untuk mereka dan
bersedia menjadikannya pusat fokus Anda. Ingat 5 hal
berikut ini untuk membantu Anda menjaga bahasa tubuh
Anda tetap terbuka. Menunjukkan bahasa tubuh yang positif
akan membuat komunikasi Anda lebih efektif.

a) Tersenyum lebar

b) Postur tubuh terbuka

c) Sedikit condong ke depan

d) Tatapan mata

e) Rileks

Komunikasi non-verbal juga mencakup hal-hal seperti


ekspresi wajah dan gerakan mata. Mata yang berputar-putar
saat diajak berbicara menunjukkan ketidaksabaran dan
kurangnya rasa hormat. Hal ini akan dapat menyebabkan
orang tersebut (lawan bicara) merasa rendah diri. Jika

Komunikasi Efektif 452


ekspresi wajah Anda menyenangkan dan Anda tersenyum,
kemungkinan besar lawan bicara akan merespons lebih
positif daripada jika Anda cemberut. Pernapasan Anda juga
bisa menjadi jenis komunikasi non-verbal. Tarikan dan
hembusan napas yang berat dapat menandakan frustrasi
dan ketidaksabaran.

Gambar 2. Bahasa tubuh dalam berkomunikasi

2. Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis dapat diwujudkan dalam berbagai


bentuk, seperti pesanan dalam rekam medis, resep, atau
catatan kemajuan dari kondisi seorang pasien yang
memberikan informasi kepada tenaga kesehatan lain yang
merawat pasien tersebut. Catatan tempel (stiker post-it)
yang ditempelkan di dalam rekam medis atau layar
komputer merupakan contoh lain dari komunikasi tertulis.
Komunikasi tertulis tidak selalu ditulis tangan. Ini juga dapat
berupa catatan atau pesanan elektronik. Ini dapat

Komunikasi Efektif 453


melibatkan informasi faks dari apotek ke kantor penulis
resep atau mengirim dan menerima resep elektronik. Email
juga merupakan bentuk komunikasi tertulis.

Memiliki komunikasi tertulis yang jelas, ringkas, dan mudah


dipahami adalah langkah pertama untuk mendapatkan
tanggapan yang baik dari penulis resep dan tenaga
kesehatan lainnya. Kurangnya kejelasan dalam tulisan
maupun ucapan sering kali berkontribusi pada komunikasi
yang tidak efektif.

Jika memungkinkan untuk memiliki formulir komunikasi yang


mudah digunakan, dapat menulis dengan ringkas, dan
hanya menyertakan catatan yang relevan secara klinis akan
sangat membantu untuk memudahkan berkomunikasi.

Jaga agar pesan yang ingin disampaikan tetap jelas dan


ringkas dengan hanya memberikan informasi yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah saja. Uraikan
masalahnya dengan jelas. Misalnya, sebutkan apakah itu
permintaan tentang masalah dosis, reaksi obat yang
merugikan, kebutuhan untuk terapi, dll. Kemudian berikan
rekomendasi konkret kepada dokter, sehingga dia tidak
perlu menebak-nebak apa yang Anda minta.

Gambar 3. Komunikasi tertulis

Komunikasi Efektif 454


SEKARANG SAYA TAHU

• Keterampilan komunikasi yang baik membutuhkan lebih dari sekadar


mengatakan apa yang Anda maksud atau berbicara dengan jelas.
Namun, juga membutuhkan keterampilan mendengarkan yang baik
dan pemahaman tentang bagaimana bahasa tubuh Anda dapat
ditafsirkan oleh lawan bicara Anda.
• Berkomunikasi secara efektif dengan tenaga kesehatan lain dapat
dilakukan melalui berbicara dengan nada yang menyenangkan dan
profesional.
• Tentukan apa saja yang mereka butuhkan dan terbuka untuk
berkomunikasi dengan mereka melalui cara yang mereka sukai.
• Jangan pernah berasumsi bahwa pasien dapat memahami istilah
farmasi, selalu berkomunikasi dengan mereka dalam bahasa yang
sejelas mungkin dan mintalah umpan balik untuk mengonfirmasi
pemahaman mereka.
• Komunikasi yang terbuka antar tenaga kesehatan akan mewujudkan
kolaborasi antar profesi yang lebih baik sehingga pada akhirnya akan
menguntungkan pasien.

Selamat!!!
Anda telah menyelesaikan mata pelatihan Komunikasi Efektif. Jika
Anda belum sepenuhnya memahami materi, silakan pelajari kembali
modul dari awal ya!

Komunikasi Efektif 455


REFERENSI

1. Agus M. 2003. Komunikasi Intrapersonal dan Komunikasi


Interpersonal. Yogyakarta. Penerbit Kanisius
2. Koontz., Weihrich. 1998. Management, 9 th ed. Singapore Mc Graw
Hill Inc.
3. M.Jawad. H. 2017. Patient-Centered Communication: Basic Skills.
https://www.aafp.org/afp
4. SNARS. 2012. Panduan Komunikasi Efektif. https://SNARS.web.id/rs
5. Whitcomb, M.E. 2000. Communication and Profesionalism, Patient
education and Counseling.
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12024539/
6. Marhaeni Fajar. 2009. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik. Graha
Ilmu. Yogyakarta.
7. Bowles C. Effective Face-to-Face Communication. June 13, 2017.
http://www.livestrong.com/article/158753-effective-face-to-face-
communication/ (diakses tanggal 25 Oktober 2021)
8. McConney L. Five Telephone Communication Skill Tips for Customer
Service. http://www.skillsyouneed.com/rhubarb/customer-service-
telephone-skills.html (diakses tanggal 25 Oktober 2021)
9. McDonough R. Writing Effective Communications to Prescribers.
April 14, 2015.
http://www.thethrivingpharmacist.com/2015/04/14/writing-effective-
communications-to-prescribers/ (diakses tanggal 25 Oktober 2021)
10. Castro CM, Wilson C, Wang F, Schillinger D. Babel babble:
physicians' use of unclarified medical jargon with patients. Am J
Health Behav 2007;31(Suppl 1):S85-S95.
11. Centers for Disease Control and Prevention. Plain language
thesaurus for health communications. Version 3. October 2007.
https://www.orau.gov/hsc/HealthCommWorks/MessageMappingGuid
e/resources/CDC%20Plain%20Language%20Thesaurus%20for%20
Health%20Communication.pdf (diakses tanggal 25 Oktober 2021)

Komunikasi Efektif 456


1
A Tentang Modul Ini

Building Learning Commitment 458


DESKRIPSI SINGKAT

Pada suatu kegiatan pelatihan yang dikembangkan dengan


pendekatan partisipatif, pengendalian kondisi dan suasana
merupakan hal yang tidak dapat dianggap ringan perannya. Karena
setiap aktivitas partisipasi peserta sebagai orang dewasa juga
menekankan pada proses, maka kondisi yang terbangun selama
pelaksanaan pelatihan akan mempengaruhi pencapaian output
darinya. Dengan kata lain menjaga dinamika kelas atau peserta
adalah penting. Dinamika kelas harus sejak dini ‘direkayasa’
sedemikian rupa agar keterlibatan seluruh peserta tetap tinggi.
Salah satu masalah yang sering timbul dalam pelatihan partisipatif
adalah tidak terciptanya suasana dan iklim yang baik, karena belum
menyatunya peserta dengan pendekatan yang ada.

Bertemu sekelompok orang yang belum saling mengenal


sebelumnya, berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar
belakang sosial budaya, pendidikan/ pengetahuan, pengalaman,
serta sikap dan perilaku yang berbeda pula, pada awal memasuki
suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan suasana
kebekuan (freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti
merupakan pilihan prioritas dalam kehidupannya. Mungkin saja
kehadirannya di pelatihan karena terpaksa, tidak ada pilihan lain,
harus menuruti ketentuan/persyaratan.

Agar pelatihan sukses, partisipatif dan berbasis aktifitas peserta, kita


harus memperkenalkan rasa percaya antar peserta. Dalam
lingkungan peserta yang saling percaya, peserta akan lebih

Building Learning Commitment 459


disiapkan untuk berani mengambil resiko, berkontribusi dan lebih
menyenangi proses belajar dan membantu kelancaran proses
pembelajaran selanjutnya.

Berdasarkan pengalaman, kegiatan bersama (satu tim) akan timbul


apabila semua menyadari bahwa mereka melakukan secara
spontan, terbuka dan penuh kehangatan serta tidak dibuat-buat.
Untuk itulah bentuk ‘kepemimpinan’ dalam aktifitas harus
didistribusikan secara merata kepada seluruh warga belajar, agar
dinamika terjaga. Pada kegiatan yang berdurasi relatif panjang, atau
dengan pendekatan yang monoton dan kurang melibatkan peserta,
kegairahan peserta dalam mengikuti setiap materi menjadi
menurun. Ini merupakan bagian yang berat bagi fasilitator. Untuk itu
rangkaian materi harus diselingi dengan kegiatan "pemecah
kebekuan" atau "Icebreakers" dan pembangkit daya dan dinamika
atau "energiser".

Membangun Komitmen Belajar (BLC) adalah salah satu kegiatan


atau proses untuk mencairkan kebekuan tersebut. BLC juga
mengajak peserta mampu mengemukakan harapan-harapan
mereka dalam pelatihan ini, serta merumuskan nilai-nilai dan norma
yang kemudian disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses
pembelajaran. Jadi inti dari BLC juga adalah terbangunnya
komitmen dari semua peserta untuk berperan serta dalam mencapai
harapan dan tujuan pelatihan, serta mentaati norma yang dibangun
berdasarkan perbauran nilai nilai yang dianut dan disepakati. Proses
BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal
antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari

Building Learning Commitment 460


pelatihan ini, sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati
bersama serta kontrol kolektifnya.

Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan


dinamis. Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan
berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya.

Building Learning Commitment 461


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menerapkan


komitmen belajar dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan kelas.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:

1. Melakukan pencairan suasana dan

2. Melaksanakan nilai, norma dan kontrol kolektif kelas

Building Learning Commitment 462


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

Materi Pokok 1: Perkenalan

1. Perkenalan

2. Harapan

3. Pengurus Kelas

Building Learning Commitment 463


B Kegiatan Belajar

Building Learning Commitment 464


MATERI POKOK 1

PENCAIRAN SUASANA

Building Learning Commitment 465


Pendahuluan

Suatu langkah yang cukup krusial dalam tahap awal pelatihan adalah
melihat apa harapan-harapan peserta serta tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan ini adalah apa yang ingin dicapai peserta setelah pelatihan ini.
Langkah ini didasarkan pada prinsip pembelajaran orang dewasa di mana
mereka akan belajar dengan baik jika mereka dapat melihat menfaat dan
relevansi pembelajaran yang akan didapat bagi kehidupannya.

Anda akan mempelajari pencairan suasana pada materi pokok 1 ini.


Selamat belajar

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat melakukan pencairan


suasana.

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

A. Perkenalan

B. Harapan

C. Pengurus Kelas

Building Learning Commitment 466


Uraian Materi Pokok 1

A. Perkenalan

Anda pasti sering mendengar istilah “tak kenal maka tak sayang”. Istilah
tersebut merujuk pada pentingnya perkenalan. Dengan saling mengenal
sesama peserta pelatihan, Anda akan dengan mudah mengikuti proses
pelatihan. Apa Anda tahu hubungan antara perkenalan dan proses
pelatihan? Simak materi berikut!

Beberapa permainan untuk perkenalan sebagai berikut:

1. Menjelaskan Diri

Tujuan:

a. Agar peserta, fasilitator dan panitia penyelenggara pelatihan dapat


saling mengenal satu sama lain

b. Terciptanya suasana akrab, yang akan mempermudah interaksi


diantara peserta, fasilitator, dan panitia penyelenggara pelatihan

Proses:

Ini adalah cara peserta memperkenalkan diri dengan cepat dan


dengan cara yang berbeda.

● Minta seluruh peserta berdiri membentuk lingkaran

● Mulai dari Fasilitator/trainer memperkenalkan diri dengan cara


jalan keliling dan meyalami setiap peserta dengan menyebutkan
”nama” dan dua sifat yang paling ingin ditonjolkan. Misalnya: ”Hai,

● Saya Sugeng Raharjo, saya dermawan dan humoris”

● Minta peserta lain untuk tidak mengulang sifat yang sudah


disebutkan

Building Learning Commitment 467


2. Kartu Berpasangan

Tujuan:

● Peserta dan fasilitator saling mengenal dan akrab

● Tercipta suasana yang mendukung untuk pelatihan yang


membutuhkan partisipasi tinggi dengan memanfaatkan informasi
perkenalan

Bahan: Kartu Berpasangan

Proses:

● Atur duduk peserta membentuk U sejajar dengan fasilitator

● Suruh peserta menghitung dengan menyebut nomornya

● Jelaskan mengenai kegiatan perkenalan, buat kesepakatan


dengan peserta akan unsur yang perlu dikenalkan, dan cara
berkenalan, misalnya: perkenalan hobi, nama atau pengalaman
yang paling menarik dengan cara wawancara berpasangan dan
lain-lain.

● Kocok kartu berpasangan dan letakkan ditengah ruangan U.

● Minta setiap peserta untuk mengambil satu kartu dan menemukan


pasangannya untuk mendapatkan informasi akan hal yang
diperlukan

● Ajak kembali dalam kelas dan undang secara bergantian satu


peserta untuk memperkenalkan pasangannya seterusnya hingga
habis termasuk fasilitator

● Ajak diskusi peserta mengenai perasaan saat perkenalan, apa


pendapatnya tentang caranya dan jenis informasinya

Building Learning Commitment 468


Catatan: Buatlah cukup besar pada kertas yang cukup tebal dan
gunting pada sisinya. Bisa menggunakan bahasa lokal, atau
peribahasa yang berpasangan. Bisa menggunakan potongan bentuk
yang berpasangan.

3. Tupai dan Pemburu

● Permainan dapat dilakukan di ruangan yang cukup besar atau pun


di halaman, dengan jumlah peserta tidak terbatas, lebih baik
dengan jumlah kelipatan 3 plus 1. Misalnya 13, 16, 22, atau
31…dst.

● Instruksi dan petunjuk permainan

● Awalnya kita minta peserta membentuk lingkaran,

● Kemudian secara cepat kita minta mereka membentuk kelompok-


kelompok yang terdiri dari 3 orang, sehingga pasti akan tersisa
satu orang yang tidak mempunyai kelompok.

● Dari 3 orang tersebut kita minta satu orang menjadi tupai yang
akan jongkok/merunduk, berada di antara 2 rekan lainnya yang
membentuk pohon dengan cara berpegangan tangan saling
berhadapan, seperti pada permainan “ular naga panjangnya”.

● Fasilitator akan mulai dengan memberikan cerita, di mana dalam


ceritanya akan diselipkan kata PEMBURU, ANGIN, dan BADAI.

● Jika disebut kata PEMBURU, maka semua tupai harus pindah ke


pohon yang lain, jadi berpindah ke kelompok lainnya, secepatnya.
Pohon tetap diam di tempat.

● Jika disebut kata ANGIN, maka yang berpindah adalah pohon,


tanpa boleh melepas pegangan tangannya, mencari tupai yang
lain.

Building Learning Commitment 469


● Namun jika yang disebut adalah BADAI, maka semua harus
berpindah dan berganti peran, boleh jadi tupai atau pohon dan
sebaliknya.

● Cerita akan dilanjutkan oleh satu orang yang tidak mendapat


tempat/pasangan, dan diteruskan hingga beberapa kali

● Pada saat berpindah, orang yang bercerita harus ikut segera


mencari kelompok dan peran sebagai tupai/pohon yang kosong.

B. Harapan

Suatu langkah yang cukup krusial dalam tahap awal pelatihan


adalah melihat apa harapan-harapan peserta serta tujuan yang
hendak dicapai. Tujuan ini adalah apa yang ingin dicapai peserta
setelah pelatihan ini. Langkah ini didasarkan pada prinsip
pembelajaran orang dewasa di mana mereka akan belajar dengan
baik jika mereka dapat melihat menfaat dan relevansi pembelajaran
yang akan didapat bagi kehidupannya.

Tujuan-tujuan ini harus ditulis di kertas besar dan dipajang diposisi


yang strategis. Paling sedikit satu kali sehari ditinjau tujuan
manakah yang telah tercapai dan mana yang belum, berikan pada
peserta untuk mengomentarinya.

Cara yang baik dalam menyusun daftar tujuan ini adalah: pelatih
menanyakan pada peserta untuk menulis satu atau dua tujuan
yang ingin mereka capai dalam program pelatihan ini. Tema
utamanya adalah ”bagaimana saya akan berbeda setelah
pelatihan ini berakhir”. Pelatih seharusnya menanyakan peserta
untuk memberikan kontribusinya, satu persatu sampai semua
tujuan sudah dicatat.

Building Learning Commitment 470


C. Pengurus Kelas

Pengurus Kelas adalah peserta yang dipercaya dan diperlukan untuk


memimpin peserta dalam kelas. Seorang Ketua kelas dapat dipilih melalui
pemilihan suara dan kesepakatan para peserta. Ketua kelas dapat
memilih seksi akademis untuk mengumpulkan materi pembelajaran yang
diperlukan dan seksi disiplin yang bertugas untuk mencatat peserta yang
melanggar norma yang disepakati oleh peserta.

Anda telah menyelesaikan materi pokok 1. Bagaimana dengan materinya?


Menarik bukan? Dengan saling mengenal, menentukan harapan, dan
membentuk pengurus kelas dapat membuat proses pelatihan berjalan lebih
efektif dan efisien. Yuk istirahat sejenak untuk memulihkan konsentrasi,
kemudian Anda dapat melanjutkan materi pokok 2 ya!

Building Learning Commitment 471


SEKARANG SAYA TAHU

● Perkenalan dapat dilakukan dengan games Menjelaskan Diri, Kartu


Berpasangan, dan Tupai Pemburu.
● Menentukan harapan didasarkan pada prinsip pembelajaran orang
dewasa di mana mereka akan belajar dengan baik jika mereka dapat
melihat menfaat dan relevansi pembelajaran yang akan didapat bagi
kehidupannya.
● Pengurus Kelas adalah peserta yang dipercaya dan diperlukan untuk
memimpin peserta dalam kelas. Seorang Ketua kelas dapat dipilih
melalui pemilihan suara dan kesepakatan para peserta.

Building Learning Commitment 472


MATERI POKOK 2

NILAI, NORMA, DAN


KONTROL KOLEKTIF KELAS

Building Learning Commitment 473


Pendahuluan
Nilai-nilai pribadi peserta bisa berbeda. Melalui proses diskusi dan
interaksi dalam kelompok, peserta didorong untuk memberikan pendapat/
argumentasi atas pilihannya dan belajar saling menghargai serta saling
memahami akan nilai-nilai yang diyakini peserta lainnya. Perbedaan
haruslah dipahami sebagai kekayaan cara setiap individu memandang
sesuatu. Semakin banyak perbedaan semakin kaya dan luas kita
memandang sesuatu.
Anda akan mempelajari materi pokok 2 yaitu nilai, norma, dan control
kolektif kelas. Selamat belajar!

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta mampu melaksanakan nilai,
norma, dan kontrol kolektif kelas.

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

A. Nilai-nilai Kelas

B. Norma Kelas

C. Kontrol Kolektif

Building Learning Commitment 474


Uraian Materi Pokok 2

Pada materi ini Anda akan mempelajari tentang nilai-nilai, norma, dan
kolektif kelas. Yuk pelajari materi berikut dengan penuh semangat belajar!

A. Nilai-nilai Kelas

Nilai bisa diartikan sebagai suatu gagasan terkait apa yang dianggap
baik, indah, layak, dan juga dikehendaki oleh seluruh peserta dalam
proses pembelajaran. Nilai merupakan hal yang diyakini oleh suatu
kelompok atau masyarakat, kemudian menjadi kebiasaan serta
dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku kehidupan sehari hari
selama pelatihan.

Nilai-nilai pribadi peserta bisa berbeda. Melalui proses diskusi dan


interaksi dalam kelompok, peserta didorong untuk memberikan
pendapat/ argumentasi atas pilihannya dan belajar saling menghargai
serta saling memahami akan nilai-nilai yang diyakini peserta lainnya.
Perbedaan haruslah dipahami sebagai kekayaan cara setiap individu
memandang sesuatu. Semakin banyak perbedaan semakin kaya dan
luas kita memandang sesuatu.

Fasilitator atau Ketua Kelas menanyakan kepada peserta nilai-nilai


apa yang dapat diambil dari setiap permainan/game yang dilakukan.
Nilai-nilai ini yang mendasari norma kelas yang disepakati bersama
oleh peserta.

B. Norma kelas

Norma dalam suatu pelatihan, adalah gagasan, kepercayaan tentang


kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan,
untuk dipatuhi oleh semua anggota kelompok(peserta, pelatih/
fasilitator dan panitia).

Building Learning Commitment 475


Setelah para peserta saling mengetahui satu dengan yang lainnya, hal
berikut yang perlu dilakukan adalah membuat aturan pelaksanaan
pelatihan.

Mencapai kesepakatan bersama mengenai aturan pelatihan di awal,


adalah cara dalam menciptakan perilaku standar selama pelatihan
dan hal ini membantu anda dalam menjaga standar perilaku ini.

Pakailah metode curah pendapat untuk menyusun daftar aturan dasar


yang ditulis dalam kertas flip-chart. Aturan ini harus dipajang pada
posisi yang mudah terlihat sepanjang pelaksanaan pelatihan.

Contoh aturan dasar antara lain:

● Jam mulai dan berakhirnya pelatihan setiap hari

● Waktu-waktu istirahat

● Masalah berpakaian

● Penggunaan HP (silent atau getar)

● Jika menerima telepon harus meninggalkan ruangan

● Peserta yang terlambat hadir juga harus mendapat kontrol kolektif

● Setiap orang mempunyai hak yang sama.

● Jika ada yang berbicara, yang lain diharapkan tenang dan


mendengarkan.

● Yakinkan bahwa tidak ada yang mendominasi dalam setiap


diskusi.

Building Learning Commitment 476


C. Kontrol kolektif

Merupakan kesepakatan bersama tentang memelihara agar


kesepakatan terhadap norma kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam
bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak ditaati
atau dilanggar.

▪ Buat kesepakatan tentang kontrol kolektif (untuk menjaga agar


norma tetap dilaksanakan secara konsekuen)

▪ Pembentukan norma harus bisa memberikan pembelajarn


kepada peserta untuk tidak mengulangi kesalahannya dan
memberi nilai pembelajaran yang baik bagi peserta.

▪ Fasilitator atau Ketua Kelas memandu peserta untuk menentukan


kontrol kolektif yang disepakati bersama (kelas). Tuliskan hasil
kesepakatan kontrol kolektif pada kertas flipchart.

Kontrol kolektif yang biasa disepakati adalah Refleksi atau


energizer.

Membangun Komitmen Belajar (BLC) adalah salah satu kegiatan atau


proses untuk mencairkan kebekuan tersebut. BLC juga mengajak
peserta mampu mengemukakan harapan-harapan mereka dalam
pelatihan ini, serta merumuskan nilai-nilai dan norma yang kemudian
disepakati bersama untuk dipatuhi selama proses pembelajaran. Jadi
inti dari BLC juga adalah terbangunnya komitmen dari semua peserta
untuk berperan serta dalam mencapai harapan dan tujuan pelatihan,
serta mentaati norma yang dibangun berdasarkan perbauran nilai nilai
yang dianut dan disepakati. Proses BLC adalah proses melalui
tahapan dari mulai saling mengenal antar pribadi, mengidentifikasi
dan merumuskan harapan dari pelatihan ini,sampai terbentuknya
norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya.

Building Learning Commitment 477


SEKARANG SAYA TAHU

● Nilai merupakan hal yang diyakini oleh suatu kelompok atau


masyarakat, kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai
patokan dalam perilaku kehidupan sehari hari selama pelatihan.

● Norma dalam suatu pelatihan, adalah gagasan, kepercayaan tentang


kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan,
untuk dipatuhi oleh semua anggota kelompok(peserta, pelatih/
fasilitator dan panitia).

● Kontrol kolektif merupakan kesepakatan bersama tentang memelihara


agar kesepakatan terhadap norma kelas ditaati. Biasanya ditentukan
dalam bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak
ditaati atau dilanggar.

--------------------

Selamat!!!
Anda sudah berada di penghujung modul. Apakah Anda telah mempelajari
seluruh materi? Atau hanya setengah? Jika Anda belum paham, silakan
pelajari kembali materi modul ini ya!

Building Learning Commitment 478


REFERENSI

1. Pusdiklat Aparatur SDM Kesehatan, Modul Pelatihan Tenaga


Pelatih Program Kesehatan, Jakarta, 2015

2. Munir Baderel, Drs, Apt, Dinamika Kelompok, Penerapan Dalam


Laboratorium Perilaku, Universitas Sriwijaya, 2001

Building Learning Commitment 479


Anti Korupsi 480
A Tentang Modul Ini

Anti Korupsi 481


DESKRIPSI SINGKAT

Pembelajaran Orang Dewasa merupakan ciri dari proses pembelajaran pada


suatu pelatihan. Pada modul ini akan dijelaskan mengenai konsep dan prinsip
– prinsip Pembelajaran Orang Dewasa serta kunci sukses untuk mengajar
orang dewasa. Semangat perlawanan terhadap korupsi merupakan langkah
awal yang harus dimiliki masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Untuk
menanamkan semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa, perlu dilihat Visi
Indonesia 2045 jika Indonesia tanpa Korupsi.

Anti Korupsi 482


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu membangun Sikap Anti Korupsi.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti pelatihan, peserta dapat:
1. Membangun Semangat Perlawanan terhadap Korupsi
2. Menyadarkan Dampak Korupsi
3. Membangun Cara Berpikir Kritis terhadap Masalah Korupsi
4. Membangun Sikap Antikorupsi

Anti Korupsi 483


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:


A. Semangat Perlawanan terhadap Korupsi
B. Dampak Korupsi
C. Cara Berpikir Kritis terhadap Masalah Korupsi
D. Sikap Anti Korupsi

Anti Korupsi 484


B Kegiatan Belajar

Anti Korupsi 485


MATERI POKOK 1

SEMANGAT PERLAWANAN
TERHADAP KORUPSI

Anti Korupsi 486


Pendahuluan
Dilakukan beberapa upaya yang salah satunya melalui pelatihan, diharapkan
semangat anti korupsi akan mengalir di dalam darah setiap generasi dan
tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Sehingga, pekerjaan membangun
bangsa yang terseok-seok karena adanya korupsi dimasa depan tidak akan
terjadi lagi. Jika korupsi sudah diminimalisir, maka setiap pekerjaan
membangun bangsa akan maksimal.
Menyadari bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab
lembaga penegak hukum seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan agung,
melainkan menjadi tanggung jawab setiap anak bangsa.

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta dapat menyadarkan Dampak
Korupsi

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 1:
A. Kompetensi ASN
B. Pemetaan Kebutuhan Kompetensi ASN

Anti Korupsi 487


Uraian Materi Pokok 1

Semangat perlawanan terhadap korupsi merupakan langkah awal yang harus


dimiliki masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Untuk menanamkan
semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa, perlu dilihat Visi Indonesia 2045
jika Indonesia tanpa Korupsi.

Impian/Visi Indonesia 2015-2045 diantaranya adalah:


1. Sumber Daya Manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli
bangsa-bangsa lain di dunia,
2. Masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi pluralisme, berbudaya,
religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika;
3. Indonesia menjadi pusat pendidikan teknologi dan peradaban dunia
4. Masyarakat dan aparatur pemerintah yang bebas dari perilaku korupsi
5. Terbangunnya infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia
6. Indonesia menjadi Negara yang mandiri dan Negara paling berpengaruh di
Asia Pasifik dengan memaksimalkan pencapaian kepentingan nasional,
mampu menghasilkan gagasan untuk berkontribusi kepada regional order,
mampu membentuk tatanan regional mengelola konflik di kawasan dan
mampu mengelola public, juga memimpin dan berkontribusi dalam
berbagai forum kerjasama di kawasan.
7. Indonesia menjadi barometer pertumbuhan ekonomi dunia

Belajar kepada Negara-negara yang IPK Tinggi


Corruption Perception Index
Transparency International, sebuah organisasi internasional yang bertujuan
melawan korupsi banyak mempublikasikan hasil survei terkait korupsi.
Termasuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Sebuah publikasi tahunan yang
mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan persepsi atau anggapan

Anti Korupsi 488


publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politik. Beberapa Negara menjadi
langganan di ranking atas IPK, yang artinya menurut survey adalah Negara
yang relative bersih dari korupsi:
1. Denmark IPK 2016 – 90
Keterbukaan politik dengan memodernisasi sektor publik dan manajemen
sumber daya publik melalui peningkatan transparansi dalam pengambilan
kebijakan, mekanisme akuntabel dan antikorupsi, partisipasi warna dan
dialog civil society. Pendidikan di Denmark gratis. Para siswa dan
mahasiswa juga mendapat biaya hidup bulanan dari pemerintah Denmark.
Biaya pengobatan di Denmark juga gratis. WHO memasukkan Denmark
sebagai Negara paling mudah berbisnis di Eropa. Denmark memperoleh
hadiah 14 nobel.

2. Selandia Baru IPK 2016 – 90


Hukuman mati dihapuskan di Selandia Baru, namun media disana sangat
pro aktif memberitakan kasus korupsi sehingga menjadi hukuman sosial
kepada koruptor. Pendidikan antikorupsi ditanamkan sejak dini.
Transparansi pemerintah dan layanan public yang berkualitas. PNS
dinegara ini wajib melaporkan setiap kegiatan dan harta kekayaannya.
Negara ini sejahtera. Selandia baru adalah penemu jarum suntik habis
pakai, pagar listrik, tutup pengaman botol dari jangkauan anak-anak dan
GPS Navman. Para ahli di Negara ini mendunia.

3. Finlandia, IPK 2016 - 89


Integritas dinegara ini benar-benar teraktualisasi. Bahkan Perdana Menteri
rela mengundurkan diri hanya karena berbohong saat kampanye.
Implementasi undang-undang antikorupsi sangat baik. Kasus korupsi di
Negara ini tidak hanya melibatkan uang Negara, kasus seperti menunda
pengumuman penting yang wajib diketahui masyarakat dikategorikan
sebagai tindakan-tindakan pejabat terkait dengan korupsi. Hidup
sederhana dicerminkan lewat kepemilikan mobil yang jarang di Negara ini.

Anti Korupsi 489


Transportasi umum cukup baik. Finlandia memiliki SDM yang unggul dan
kompeten. Sistem pendidikannya juga menjadi kiblat dunia. Penemuan
dibidang Teknologi Informasi bisa dikatakan pioneer. Bahkan Nokia,
perusahaan gadget asal Negara ini, menjadi legenda untuk bisnis gadget
dunia.

Tahun 2015, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia menurut Transparency


International adalah 36 dan masih berada di peringkat 88 dari 168 negara di
dunia.

Pada kawasan Asia Tenggara, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia di tahun


2015 masih berada di bawah Negara Singapura (85), Malaysia (50) dan
Thailand (38).
Jika mengacu kepada nilai IPK tahun 2016, Negara Indonesia lebih korup
dibandingkan Negara Thailand, Malaysia dan Singapura. Tingkat korupsi
Negara Indonesia menyamai kondisi korupsi di Negara Philipina.
Dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2015 terjadi penurunan tingkat korupsi
di Indonesia yang ditandai dengan peningkatan indeks persepsi korupsi.
Dampak pendirian KPK pada tahun 2002 baru terlihat signifikan pada tahun
2005. Pada tahun 2005 indeks persepsi korupsi naik menjadi 20 dan terus
mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2016 indeks persepsi korupsi
Indonesia sampai pada titik 36.

10 Potensi Indonesia Bisa Makmur


Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal ini merupakan petunjuk dari para pendiri
bangsa bahwa Indonesia memiliki potensi kekayaan sebagai modal menjadi
negara yang makmur dan sejahtera. 10 Potensi Indonesia Bisa Makmur:
1. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari 134.668 pulau.
Luas territorial Indonesia adalah 5.193.250 km2

Anti Korupsi 490


2. Terletak diantara Asia dan Australias, serta diantara Samudera Pasifik dan
Samuder Indonesa menjadikan Indonesia sebagai persimpangan lalu lintas
dunia, baik lalu lintas darat maupun laut dan juga menjadi titik persilangan
kegiatan perekonomian dunia.

3. Indonesia memiliki sekitar 250 suku bangsa yang menghasilkan


keberagaman budaya nusantara. 746 bahasa daerah terdapat di Indonesia,
membuat Indonesia memiliki kebudayaan yang sangat beragam.

4. Indonesia memiliki penduduk dari Sabang sampai Merauke sebanyak


255.993.674 jiwa dan merupakan modal dalam memanfaatkan sumber
daya alam yang tersedia, mempertahankan keutuhan Negara dari
ancaman Negara lain, peningkatan kualitas sumber daya manusia.

5. Indonesia memiliki aneka bahan tambang. Minyak bumi Indonesia berada


di posisi ke-25 dalam daftar Negara dengan potensi minyak bumi terbesar
di dunia. Indonesia juga berada di peringkat ke-8 untuk gas alam dengan
produksi 7,2 (tcf). Indonesia juga berada di peringkat ke-7 dalam potensi
emas terbesar didunia dengan cadangan berkisar 2,3 % dari total
cadangan emas dunia.

6. Diperkirakan sekitar 100-150 genus dari tumbuhan dengan 25.000-30.000


spesies terdapat di Indonesia.

7. Indonesia memiliki sekitar 300 ribu atau 17% dari total jumlah satwa liar
dunia. Diantaranya adalah 1.539 jenis burung dan 515 jenis mamalia.
Indonesia menjadi habitat satwa endemic yang sangat banyak. Tercatat
259 jenis mamalia, 384 jenis burung dan 173 jenis amfibi hanya hidup di
negeri ini.

8. Indonesia merupakan produsen ikan terbesar di dunia. Volume


produksinya mencapai sekitar 5,71 juta ton. Itu meliputi 4,4 juta ton di

Anti Korupsi 491


wilayah tangkap perairan Indonesia dan 1,8 juta ton berada di perairan
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

9. Total potensi maritim Indonesia diperkirakan mencapai Rp 7.200 triliun atau


3,5 kali anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) 2015.

10. Indonesia memiliki sejarah besar dengan memproklamirkan kemerdekaan


pada 17 Agustus 1945 setelah dijajah Belanda 3,5 abad dan diduduki
Jepang selama 3,5 tahun. Majapahit pernah mempersatukan Nusantara
dibawah komando Mahapatih Gajah Mada. Indonesia pernah memiliki
armada laut Sriwijaya yang digdaya dan juga Samudera Pasai yang
sempat menguasai perdagangan.

Dilakukan beberapa upaya yang salah satunya melalui pelatihan, diharapkan


semangat anti korupsi akan mengalir di dalam darah setiap generasi dan
tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Sehingga, pekerjaan membangun
bangsa yang terseok-seok karena adanya korupsi dimasa depan tidak akan
terjadi lagi. Jika korupsi sudah diminimalisir, maka setiap pekerjaan
membangun bangsa akan maksimal.

Menyadari bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga


penegak hukum seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan agung, melainkan
menjadi tanggung jawab setiap anak bangsa.

Anti Korupsi 492


SEKARANG SAYA TAHU

1. Semangat perlawanan terhadap korupsi merupakan langkah awal yang


harus dimiliki masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Untuk
menanamkan semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa, perlu
dilihat Visi Indonesia 2045 jika Indonesia tanpa Korupsi.
2. Transparency International, sebuah organisasi internasional yang
bertujuan melawan korupsi banyak mempublikasikan hasil survei terkait
korupsi. Termasuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Sebuah publikasi
tahunan yang mengurutkan negara-negara di dunia berdasarkan persepsi
atau anggapan publik terhadap korupsi di jabatan publik dan politik.
3. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal ini merupakan petunjuk dari para
pendiri bangsa bahwa Indonesia memiliki potensi kekayaan sebagai
modal menjadi negara yang makmur dan sejahtera.

Anti Korupsi 493


MATERI POKOK 2

DAMPAK KORUPSI

Anti Korupsi 494


Pendahuluan
Tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara. Korupsi
mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara,
menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, serta meningkatnya
ketimpangan pendapatan. Bahkan korupsi juga dapat menurunkan tingkat
kebahagiaan masyarakat di suatu negara. Di Indonesia, korupsi berkorelasi
negative signifikan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, investasi, tingkat
belanja kesehatan publik dan pendapatan perkapita. Korupsi di Indonesia juga
berkorelasi positif signifikan terhadap kemiskinan dan ketimpangan
pendapatan. Maka dari itu perlu mengidentifikasi kerugian negara yang
ditimbulkan akibat korupsi

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta mampu Membangun Semangat
Perlawanan terhadap Korupsi

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 2:
A. Dampak Korupsi
B. Kerugian Negara Akibat Korupsi di Indonesia
C. Kerugian Negara VS Hukuman Koruptor
D. Biaya Sosial Korupsi
E. Hubungan Antara Dampak Korupsi dan Biaya Sosial Korupsi

Anti Korupsi 495


Uraian Materi Pokok 2

Segala sesuatu yang diperbuat pasti memiliki dampak. Begitu halnya dengan
korupsi. Silakan Anda pelajari materi di bawah ini ya!

Dampak Korupsi
Semangat masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi
harus terus-menerus dibangkitkan, salah satunya dengan cara menyadarkan
masyarakat akan bahaya dan dampak korupsi.
1. Dampak Korupsi Terhadap Berbagai Bidang
Transparansi Internasional Indonesia (TI) mencatat kalau uang rakyat
dalam praktek APBN dan APBD menguap oleh perilaku korupsi. Sekitar 30
sampai 40 persen dana menguap karena dikorupsi dan korupsi terjadi 70
persennya pada pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. Hal ini
memberikan dampak buruk yang massif terhadap masyarakat Indonesia di
berbagai lini kehidupannya. Mulai dari dampak terhadap ekonomi, sosial,
birokrasi pemerintahan, politik dan demokrasi, penegakan hukum,
pertahanan dan keamanan dan juga terhadap lingkungan hidup.
a. Dampak Masif Korupsi terhadap Ekonomi
Transparansi Internasional Indonesia (TII) mencatat kalau uang rakyat
dalam praktek APBN dan APBD menguap oleh perilaku korupsi. Sekitar
30-40 persen dana menguap karena dikorupsi, dan korupsi terjadi 70
persennya pada pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah.
1) Penurunan Produktivitas
Lesunya pertumbuhan ekonomi dan tidak adannya investasi,
membuat produktifitas menurun. Hal ini menghambat
perkembangan sektor industri untuk lebih baik terjadi seiring
dengan terhambatnya sector industri dan produksi untuk bissa
berkembang lebih baik.

Anti Korupsi 496


2) Lesunya Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi
Korupsi mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat
distorsi dan ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat,
korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari
pembayaran illegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup dan resiko pembatalan perjanjian atau karena
penyelidikan.

3) Rendahnya kualitas barang dan jasa untuk publik


Jalan rusak, jembatan ambruk, kereta api terguling, beras tidak
layak makan, ledakan tabung gas, bahan bakar merusak
kendaraan masyarakat, angkutan umum tidak layak, bangunan
sekolah ambruk, adalah kenyataan rendahnya kualitas barang dan
jasa sebagai akibat korupsi.

4) Menurunnya pendapatan dari sektor pajak


APBN sekitar 70% dibiayai oleh pajak. Pajak Penghasilan (PPh)
dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) merupakan jenis pajak yang
paling banyak menyumbang. Penurunan pendapatan dari sector
pajak diperparah dengan kenyataan bahwa banyak sekali oknum
pegawai dan pejabat pajak yang bermain untuk mendapatkan
keuntungan pribadi dan memperkaya diri sendiri.

5) Meningkatnya hutang negara


Korupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang luar
negeri yang semakin besar. Dari data yang diambil dari Direktorat
Jenderal Pengelolaan Hutang, Kementerian Keuangan RI,
disebutkan bahwa total hutang pemerintah per 31 Mei 2011
mencapai US $ 201.07 miliar atau setara dengan Rp 1.716,56
trilliun.

Anti Korupsi 497


b. Dampak Masif Korupsi terhadap Sosial dan Kemiskinan
1) Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik
Praktek korupsi menciptakan ekonomi biaya tinggi yang
membebankan pelaku ekonomi. Kondisi ekonomi biaya tinggi ini
berimbas pada mahalnya harga jasa dan pelayanan publik karena
harga yang ditetapkan harus dapat menutupi kerugian pelaku
ekonomi akibat besarnya modal yang dilakukan karena
penyelewengan yang mengarah ke tindak korupsi.

2) Pengentasan kemiskinan berjalan lambat


Lemahnya koordinasi dan pendataan, pendanaan dan lembaga.
Karena korupsi, permasalahan kemiskinan itu sendiri akhirnya akan
membuat masyarakat sulit mendapatkan akses ke lapangan kerja
yang disebabkan latar belakang pendidikan, sedangkan untuk
membuat pekerjaan sendiri banyak berkendala oleh kemampuan,
masalah teknis dan pendanaan.

3) Terbatasnya akses bagi masyarakat miskin


Rakyat miskin lebih mendahulukan mendapatkan bahan pokok
untuk hidup daripada untuk sekolah yang semakin menyudutkan
karena mengalami kebodohan. Jasa pendidikan, kesehatan, rumah
layak huni, informasi, hokum dan sebagainya sulit diakses oleh
rakyat miskin. Akses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak
menjadi sangat terbatas, yang pada akhirnya rakyat miskin tidak
mempunyai pekerjaan dan selalu dalam kondisi yang miskin
seumur hidup. Menciptakan lingkaran setan kemiskinan.

4) Pengentasan kemiskinan berjalan lambat


Lemahnya koordinasi dan pendataan, pendanaan dan lembaga.
Karena korupsi, permasalahan kemiskinan itu sendiri akhirnya akan
membuat masyarakat sulit mendapatkan akses ke lapangan kerja

Anti Korupsi 498


yang disebabkan latar belakang pendidikan, sedangkan untuk
membuat pekerjaan sendiri banyak terkendala oleh kemampuan
masalah teknis dan pendanaan.

5) Meningkatnya angka kriminalitas


Menurut Transparency International, korupsi dan kualitas serta
kuantitas kejahatan sangat berkaitan. Rasionya, ketika korupsi
meningkat, angka kejahatan yang terjadi juga meningkat.
Sebaliknya, ketika korupsi berhasil dikurangi, maka kepercayaan
masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) juga
meningkat.

6) Solidaritas sosial semakin langka


Masyarakat merasa tidak mempunyai pegangan yang jelas untuk
menjalankan kehidupannya sehari-hari. Ketidakjelasan masa
depan serta himpitan hidup yang semakin kuat membuat sifat
kebersamaan dan kegotong-royongan yang selama ini dilakukan
menjadi langka.

7) Demoralisasi
Masyarakat menjadi semakin individualis. Mementingkan dirinya
sendiri dan keluarganya saja. Mengapa masyarakat melakukan hal
ini dapat dimengerti, karena memang sudah tidak ada lagi
kepercayaan kepada pemerintah, system, hokum bahkan antar
masyarakat sendiri.

8) Terbatasnya akses bagi masyakarat miskin


Rakyat makin lebih mendahulukan mendapatkan bahan pokok
untuk hidup daripada untuk sekolah yang semakin menyudutkan
karena mengalami kebodohan. Jasa pendidikan, kesehatan, rumah
layak huni, informasi, hokum dan sebagainya sulit diakses oleh
Rakyat Miskin. Akses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak

Anti Korupsi 499


menjadi sangat terbatas, yang pada akhirnya rakyat miskin tidak
mempunyai pekerjaan dan selalu dalam kondisi yang miskin
seumur hidup. Menciptakan lingkaran setan kemiskinan.

9) Meningkatnya angka kriminalitas


Menurut Transparency International, korupsi dan kualitas serta
kuantitias kejahatan sangat berkaitan. Rasionya, ketika korupsi
meningkat, angka kejahatan yang terjadi juga meningkat.
Sebalikanya, ketika korupsi berhasil dikurangi, aka kepercayaan
masyarakat terhadap penegakan buku (law enforcement) juga
meningkat.

10) Solidaritas sosial semakin langka


Masyarakat merasa tidak mempunyai pegangan yang jelas untuk
menjalankan kehidupannya sehari-hari. Ketidakjelasan masa
depan serta himpitanhidup yang semakin kuat membuat sifat
kebersmaan dan kegotong-royongan yang selama ini dilakukan
menjadi langka.

11) Demoralisasi
Masyarakat menjadi semakin individualis. Mementingkan dirinya
sendiri dan keluarganya saja. Mengapa masyarakat melakukan hal
ini dapat dimengerti, karena memang sudah tidak ada lagi
kepercayaan kepada pemerintah, system, hukum bahkan antar
masyarakat sendiri.

c. Dampak Masif Korupsi terhadap Birokrasi Pemerintahan


1) Birokrasi Tidak Efisien Layanan Publik
Dalam peringkat PERC (Political and Economic Risk Consultancy)
ini, Indonesia menempati posisi nomor dua terburuk di Asia setelah
India. Dalam standar angka 1 terbaik sampai 10 terburuk, India

Anti Korupsi 500


teratas dengan skor 9.41 diikuti oleh Indonesia 8,59, Filipina 8,37,
Vietnam 8,13 dan Cina 7,93. Malaysia ditempat keenam dari bawah
dengan skor 6,97 diikuti oleh Taiwan 6,60, Jepang 6,57, Korea
Selatan 6,13 dan Thailand 5,53. Singapura menduduki peringkat
telah memiliki birokrasi yang paling efisien, dengan skor 2,53 diikuti
oleh Hong Kong dengan 3,49. (Republika, 3 Juni 2011).

2) Matinya Etika Sosial-Politik


Aparat hukum yang semestinya menyelesaikan masalah dengan
adil dan tanpa adanya unsur pemihakan, seringkali harus
mengalahkan integritasnya dengan menerima suap, iming-iming,
gratifikasi atau apapun untuk memberikan kemenangan.

3) Runtuhnya Otoritas Pemerintahan


Melindungi seorang koruptor dengan kekuatan politik adalah salah
satu indikasi besar runtuhnya etika sosial dan politik. Banyak
kejadian suatu kelompok politik akan rela melindungi anggotanya
dengan segala cara, meskipun anggotanya tersebut jelas-jelas
bersalah atau melakukan korupsi. Hal ini sangat melukai nurani
masyarakat, padahal mereka adakah wakil rakyat yang seharusnya
melindungi kepentingan rakyat.

d. Dampak Masif Korupsi terhadap Politik dan Demokrasi


1) Munculnya Kepemimpinan Korup
Konstituen didapatkan dan berjalan karena adanya suap yang
diberikan oleh calon-calon pemimpin pantai, bukan karena simpati
atau percaya terhadap kemampuan dan kepemimpinannya

2) Menguatnya Plutokrasi
Korupsi yang menyandera pemerintahan akan menghasilkan
konsekuensi menguatnya plutokrasi (system politik yang dikuasai

Anti Korupsi 501


pemilik modal/kapitalis). Faktany perusahaan-perusahaan besar
punya hubungan dengan partai-partai yang ada di kancah
perpolitikan negeri ini, bahkan beberapa pengusaha besar menjadi
ketua sebuah partai politik. Seringkali kepentingan partai
bercampur dengan kepentingan perusahaan.

3) Hancurnya Kedaulatan Rakyat


Seharusnya kedaulatan ada ditangan rakyat. Namun yang terjadi
sekarang ini adalah kedaulatan ada ditangan partai politik, karena
anggapan bahwa partailah bentuk representasi rakyat. Partai
adalah dari rakyat dan mewakili rakyat, sehingga banyak orang
yang menganggap bahwa wajar apabila sesuatu yang didapat dari
Negara dinikmati oleh partai.

4) Hilangnya Kepercayaan Rakyat Terhadap Demokrasi


Terjadinya tindak korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh
petinggi pemerintah, legislatif atau petinggi partai politik,
mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya kepercayaan
publik terhadap pemerintahan yang sedang berjalan.

e. Dampak Masif Korupsi terhadap Penegakan Hukum


1) Fungsi Pemerintahan Mandul
a) Korupsi menghambat peran Negara dalam pengaturan alokasi
b) Korupsi menghambat negaran melakukan pemerataan akses
dan asset
c) Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga
stabilitas ekonomi dan politik

2) Hilangnya Kepercayaan Rakyat terhadap Lembaga Negara


Korupsi yang terjadi pada lembaga-lembaga Negara seperti yang
terjadi di Indonesia dan marak diberitakan di berbagai media massa

Anti Korupsi 502


mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
tersebut hilang.

Lembaga Negara yang paling korup menurut Barometer Korupsi


Global (BKG) pada tahun 2009:
a) Legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat)
b) Partai Politik
c) Kepolisian RI
d) Lembaga Peradilan (Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung)

f. Dampak Masif Korupsi terhadap Pertahanan dan Keamanan


1) Lemahnya Alutsista dan SDM
Anggaran Hankan menguap sia-sia karena korupsi. Seringkali kita
mendapatkan berita dari berbagai media tentang bagaimana
Negara lian begitu mudah menerobos batas wilayah Negara
Indonesia, baik dari darat, laut maupun udara. Padahal Indonesia
adalah Negara nomor 15 terluas di dunia.

2) Lemahnya Garis Batas Negara


Nelayan asing dari Malaysia, Vietnam, Philipina, Thailand sering
sekali melanggar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan
meneruk kekayaan laut yang ada di dalamnya. Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI yang menyatakan bahwa Indonesia
mengalami kerugian 9,4 Triliun Rupiah per tahun akibat pencurian
ikan oleh nelayan asing (www.tempointeraktif.com/hg/bisnis, 12
April 2011).

3) Menguatnya Sisi Kekerasan dalam Masyarakat


Akumulasi dari rasa tindak percaya, apatis, tekanan hidup,
kemiskinan yang tidak berujung, jurang perbedaan kaya dan miskin

Anti Korupsi 503


yang sangat dalam, serta upaya menyelamatkan diri sendiri
menimbulkan efek yang sangat merusak yaitu kekerasan.

g. Dampak Masif Korupsi terhadap Kerusakan Lingkungan


1) Menurunnya Kualitas Lingkungan
Akibat yang dihasilkan oleh perusakan alam ini sangat merugikan
khususnya bagi kualitas lingkungan itu sendiri. Dari kasus illegal
loging saja disinyalir kerugian Negara yang terjadi sampai 30-42
triliun rupiah per tahun. Belum lagi kerusakan lingkungan ini akan
menciptakan bencana yang sebenarnya dibuat oleh manusia,
seperti banjir, banjir bandang, kerusakan tanah, kekeringan,
kelangkaan air dan menurunnya kualitas air dan udara, tingginya
pencemaran di perairan sungai dan laut sehingga sangat beracun
dan sebagainya.

2) Menurunnya Kualitas Hidup


Kerusakan hutan hujan tropis akan mengurangi persediaan oksigen
bukan hanya untuk wilayah tersebut namun juga oksigen untuk
bumi secara keseluruhan. Berkurangnya kualitas udara tentunya
juga akan berakibat pada menurunnya kualitas kesehatan manusia
yang menghirupnya.
Kerusakan yang terjadi di perairan seperti pencemaran sungai dan
laut, juga mengakibatkan menurunnya kualitas hidup manusia.

2. Kerugian Negara Akibat Korupsi di Indonesia


Tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara.
Korupsi mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara,
menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, serta meningkatnya
ketimpangan pendapatan. Bahkan korupsi juga dapat menurunkan tingkat
kebahagiaan masyarakat di suatu negara.

Anti Korupsi 504


Di Indonesia, korupsi berkorelasi negative signifikan dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi, investasi, tingkat belanja kesehatan publik dan
pendapatan perkapita. Korupsi di Indonesia juga berkorelasi positif
signifikan terhadap kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Maka dari itu
perlu mengidentifikasi kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi.

Berdasarkan sumber data putusan MA, Kerugian Negara menurut


pekerjaan terpidana korupsi sebagai berikut:

KERUGIAN
NEGARA (T)
TERPIDANA PRESENTASE
NO UNSUR HARGA
KORUPSI (5 %)
KONSTAN
2015
1 PNS 1.115 26,9 13,22
2 BUMN/D 149 8,7 4,27
3 Lembaga 62 81,8 40,14
Independen
4 Legislatif 480 2,0 0,97
5 Kepala Daerah 75 1,8 0,88
6 Swasta/Lainnya 670 82,6 40,53
TOTAL 2.551 203,9 100%

3. Kerugian Negara vs Hukuman Koruptor


Terpidana korupsi memperoleh sanksi berupa penjara dan sanksi berupa
hukuman finansial, yaitu hukuman yang diberikan kepada terpidana
korupsi berupa uang yang harus dikembalikan ke negara karena sebuah
tindakan korupsi. Hukuman finansial adalah gabungan nilai hukuman
denda, hukuman pengganti, dan perampasan barang bukti (aset). Dalam
perhitungan jumlah hukuman finansial yang dikenakan, asset nonmoneter

Anti Korupsi 505


tidak dimasukan dalam analisis karena tidak terdapat nilai taksiran dari
asset tersebut di putusan pengadilan.

4. Biaya Sosial Korupsi


Kasus dan masalah korupsi di Indonesia juga masih belum kunjung
selesai. Sebagian besar uang rakyat yang dikorupsi tetap dinikmati
koruptor meskipun koruptor telah dijatuhi hukuman. Ini menunjukan
bahwa rakyat telah mensubsidi koruptor. Karena nilai hukuman
finansial yang jauh lebih rendah dari nilai yan dikorupsi menyebabkan
uang yang dikorupsi tidak kembali sepenuhnya kepada negara.
Kerugian Negara akibat korupsi hanya dikembalikan sebesar 10,57%
dalam bentuk hukuman finansial terhadap terpidana korupsi.
Bentuk hukuman ini tidak akan memberikan efek jera kepada koruptor
di Indonesia.

Anti Korupsi 506


Efek jera yang optimum bagi pelaku kejahatan (koruptor) adalah
dengan memperbesar expected cost dari koruptor. Idealnya, hukuman
finansial yang diberikan kepada koruptor memperhitungkan biaya
sosial korupsi dengan mempertimbangkan dampak sosial korupsi.

5. Hubungan antara Dampak Korupsi dan Biaya Sosial Korupsi


Pelayanan publik tak kunjung membaik. Pelayanan kesehatan mahal
dan banyak lagi contoh buruk akibat kejahatan koruptor. Dampak
korupsi merupakan mis-alokasi sumber daya sehingga perekonomian
tidak dapat berkembang optimum. Dampak korupsi terhadap berbagai
bidang kehidupan masyarakat menimbulkan biaya yang disebut
sebagai biaya sosial korupsi.

Anti Korupsi 507


Konsep Biaya Sosial Korupsi
Biaya sosial kejahatan dihitung dari tiga hal yaitu biaya antisipasi
kejahatan, biaya akibat kejahatan dan biaya reaksi terhadap kejahatan
(Brand and Price, 2000). Maka, nilai kerugian keuangan negara
merupakan biaya sosial ekspisit dalam hal ini adalah biaya akibat
korupsi. Biaya sosial akibat korupsi antara lain:
a. Biaya Penegakan Hukum
b. Pencegahan Korupsi
c. Biaya Penahanan dan Biaya Penjara
d. Biaya Pengadilan serta Biaya Jaksa.

Skema Biaya Sosial Korupsi

Dampak Korupsi :
1. Negara korup harus membayar biaya hutang yang lebih besar
(Depken and Lafountan, 2006)
2. Harga infrastruktur lebih tinggi (Golden and Picci, 2005)

Anti Korupsi 508


3. Tingkat korupsi yang tinggi meningkatkan ketimpangan pendapatan
dan kemiskinan (Gupta, avoodi, and Alonso-Terme, 2002)
4. Korupsi menurunkan investasi (Paolo Mauro, 1995) dan karenanya
menurunkan pertumbuhan ekonomi
5. Persepsi korupsi memiliki dampak yang kuat dan negatif terhadap
arus investasi asing (Shang, ADB)
6. Negara-negara yang dianggap memiliki tingkat korupsi yang relatif
rendah selalu menarik investasi lebih banyak dari pada negara rentan
korupsi (Campos dan Pradhan, ADB)

Namun, perlu diketahui bahwa mulai 2014, KPK melakukan kajian yang lebih
mendalam tentang dampak yang ditimbulkan oleh korupsi sehingga sekarang
kalau membahas tentang dampak korupsi, dikenal istilah Social Cost
Corruption atau Biaya Sosial Korupsi. Nah berbicara tentang Biaya Sosial
Korupsi, maka kita akan membahas mengenai:
• Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi di Indonesia
• Perbandingan antara Kerugian Keuangan Negara dengan Hukuman
finansial Koruptor
• Hubungan antara Dampak Korupsi dan Biaya Sosial Korupsi
• Konsep Dasar Biaya Sosial Korupsi
• Ilustrasi Seandainya Uang yang Dikorupsi Digunakan untuk Pembangunan

Korupsi sangat berpengaruh buruk terhadap pembangunan dan kesejahteraan


masyarakat. Korupsi berdampak menghancurkan tatanan bidang kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara, mulai dari bidang sosial budaya,
ekonomi serta psikologi masyarakat. Negara yang sangat kaya, banyak
sumber kekayaan alamnya, namun jika penguasanya korup dimana sumber
kekayaan yang dijual kepada pihak asing, harga-harga barang pokok semakin
membumbung tinggi bahkan terkadang langka diperedaran atau di pasaran

Anti Korupsi 509


karena ditimbun dan dimonopoli. Akibatnya banyaknya terjadi kemiskinan dan
kematian di sana-sini.

Contoh lain adanya bantuan-bantuan yang diselewengkan, dicuri oleh orang-


orang korup sehingga tidak sampai kepada sasarannya. Ini sangat
memprihatinkan sehingga masyarakat semakin sinis terhadap ketidakpedulian
pemerintah, yang akhirnya membawa efek yang sangat luas kepada sendi-
sendi kehidupan hingga munculnya ketidak percayaan kepada pemerintah.

Anti Korupsi 510


SEKARANG SAYA TAHU

1. Transparansi Internasional Indonesia (TI) mencatat kalau uang rakyat


dalam praktek APBN dan APBD menguap oleh perilaku korupsi. Sekitar 30
sampai 40 persen dana menguap karena dikorupsi dan korupsi terjadi 70
persennya pada pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah. Hal ini
memberikan dampak buruk yang massif terhadap masyarakat Indonesia di
berbagai lini kehidupannya. Mulai dari dampak terhadap ekonomi, sosial,
birokrasi pemerintahan, politik dan demokrasi, penegakan hukum,
pertahanan dan keamanan dan juga terhadap lingkungan hidup.
2. Tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara.
Korupsi mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara,
menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, serta meningkatnya
ketimpangan pendapatan. Bahkan korupsi juga dapat menurunkan tingkat
kebahagiaan masyarakat di suatu negara.
3. Terpidana korupsi memperoleh sanksi berupa penjara dan sanksi berupa
hukuman finansial, yaitu hukuman yang diberikan kepada terpidana
korupsi berupa uang yang harus dikembalikan ke negara karena sebuah
tindakan korupsi. Hukuman finansial adalah gabungan nilai hukuman
denda, hukuman pengganti, dan perampasan barang bukti (aset).
4. Kasus dan masalah korupsi di Indonesia juga masih belum kunjung selesai.
Sebagian besar uang rakyat yang dikorupsi tetap dinikmati koruptor
meskipun koruptor telah dijatuhi hukuman. Ini menunjukan bahwa rakyat
telah mensubsidi koruptor. Karena nilai hukuman finansial yang jauh lebih
rendah dari nilai yan dikorupsi menyebabkan uang yang dikorupsi tidak
kembali sepenuhnya kepada negara. Kerugian Negara akibat korupsi

Anti Korupsi 511


hanya dikembalikan sebesar 10,57% dalam bentuk hukuman finansial
terhadap terpidana korupsi.
5. Pelayanan publik tak kunjung membaik. Pelayanan kesehatan mahal dan
banyak lagi contoh buruk akibat kejahatan koruptor. Dampak korupsi
merupakan mis-alokasi sumber daya sehingga perekonomian tidak dapat
berkembang optimum. Dampak korupsi terhadap berbagai bidang
kehidupan masyarakat menimbulkan biaya yang disebut sebagai biaya
sosial korupsi.

Anti Korupsi 512


MATERI POKOK 3

CARA BERPIKIR KRITIS


TERHADAP MASALAH KORUPSI

Anti Korupsi 513


Pendahuluan
Tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara. Korupsi
mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara,
menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, serta meningkatnya
ketimpangan pendapatan. Bahkan korupsi juga dapat menurunkan tingkat
kebahagiaan masyarakat di suatu negara.
Di Indonesia, korupsi berkorelasi negative signifikan dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi, investasi, tingkat belanja kesehatan publik dan
pendapatan perkapita. Korupsi di Indonesia juga berkorelasi positif signifikan
terhadap kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Maka dari itu perlu
mengidentifikasi kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta dapat Membangun Cara Berpikir
Kritis terhadap Masalah Korupsi.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 3:
A. Kerugian Negara Akibat Korupsi di Indonesia
B. Kerugian Negara VS Hukuman Koruptor
C. Biaya Sosial Korupsi
D. Hubungan Antara Dampak Korupsi dan Biaya Sosial Korupsi

Anti Korupsi 514


Uraian Materi Pokok 3

Ada banyak cara agar kita dapat memberantas korupsi. Salah satunya dengan
cara berpikir kritis terhadap masalah korupsi. Silakan Anda pelajari materi di
bawah ini. Selamat belajar!

1. Pengertian Korupsi
Secara etimologis, Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio”
(Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary:
1960). Kata “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin
yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah
“corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/
korruptie” (Belanda). Secara harfiah korupsi mengandung arti: kebusukan,
keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap. Kamus Umum Bahasa Indonesia
karangan Poerwadarminta “korupsi” diartikan sebagai: “perbuatan yang
buruk seperti: penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya”.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “korupsi” diartikan


sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan)
untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Menurut UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi yang dimaksud dengan Korupsi adalah Setiap orang yang
dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara

Anti Korupsi 515


Perilaku korupsi dapat digambarkan sebagai tindakan tunggal yang secara
rasional bisa dikategorikan sebagai korupsi. Euben (1989)
menggambarkan korupsi sebagai tindakan tunggal dengan asumsi setiap
orang merupakan individu egois yang hanya peduli pada kepentingannya
sendiri. Asumsi tersebut sejalan dengan karyanya Leviathan bahwa
manusia satu berbahaya bagi manusia lainnya, namun setiap manusia
dapat mengamankan keberadaan dan memenuhi kepentingan dirinya
melalui kesepakatan bersama sehingga menjadi legitimasi dari hasil
kesepakatan bersama (standar) demi kepentingan seluruh individu/publik.

2. Faktor Penyebab Korupsi


Pada dasarnya sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara
lain:
a. Faktor Individu
1) Sifat tamak,
Korupsi, bukan kejahatan biasa dari mereka yang membutuhkan
makan, tetapi kejahatan profesional orang yang sudah
berkecukupan yang berhasrat besar untuk memperkaya diri dengan
sifat rakus atau serakah.

2) Moral yang lemah menghadapi godaan.


Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk
melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman
setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi
kesempatan korupsi.

3) Gaya hidup konsumtif.


Perilaku konsumtif menjadi masalahh besar, apabila tidak
diimbangi dengan pendapatan yang memadai sehingga membuka
peluang untuk menghalalkan berbagai tindakan korupsi untuk
memenuhi hajatnya.

Anti Korupsi 516


b. Faktor Lingkungan
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan lingkungan. Lingkungan
kerja yang korup akan memarjinalkan orang yang baik, ketahanan
mental dan harga diri adalah aspek yang menjadi pertaruhan. Faktor
lingkungan pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di luar
diri pelaku, yaitu:
1) Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
Sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi
diantaranya:
a) Masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang
dimilikinya dibarengi dengan sikap tidak kritis dari mana
kekayaan itu didapatkan.
b) Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi.
Anggapan umum, korban korupsi adalah kerugian negara.
Padahal bila Negara merugi, esensinya yang paling rugi adalah
masyarakat juga, karena proses anggaran pembangunan bisa
berkurang sebagai akibat dari perbuatan korupsi.
c) Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi.
Setiap perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat.
Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada
kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun
tidak disadari.
d) Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa
dicegah dan diberantas dengan peran aktif masyarakat. Pada
umumnya berpandangan bahwa masalah korupsi adalah
tanggung jawab pemerintah semata.

Anti Korupsi 517


2) Aspek ekonomi, dimana pendapatan tidak mencukupi kebutuhan.
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami
situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka
ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya
dengan melakukan korupsi.

3) Aspek Politis. Instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan


mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan
perilaku korupsi

4) Aspek Organisasi
a) Sikap keteladanan pimpinan mempunyai pengaruh penting bagi
bawahannya, misalnya pimpinan berbuat korupsi, maka
kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan
yang sama dengan atasannya.
b) Kultur organisasi punya pengaruh kuat terhadap anggotanya.
Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan
menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif dan membuka
peluang terjadinya korupsi.
c) Kurang memadainya sistem akuntabilitas Institusi, belum
dirumuskan visi dan misi dengan jelas, dan belum dirumuskan
tujuan dan sasaran yang harus dicapai berakibat instansi
tersebut sulit dilakukan penilaian keberhasilan mencapai
sasaranya. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada
efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini
memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik
korupsi.
d) Kelemahan sistim pengendalian dan pengawasan baik
pengawasan internal (pengawasan fungsional dan pengawasan
langsung oleh pimpinan) dan pengawasan bersifat eksternal

Anti Korupsi 518


(pengawasan dari legislatif dan masyarakat) membuka peluang
terjadinya tindak korupsi.

Perilaku korupsi pada konteks birokrasi dapat disimpulkan dan


digeneralisasi, bahwa tingginya kasus korupsi dapat dilihat
berdasarkan beberapa persoalan, yaitu:
1) keteladanan pemimpin dan elite bangsa,
2) kesejahteraan Pegawai,
3) komitmen dan konsistensi penegakan hukum,
4) integritas dan profesionalisme,
5) mekanisme pengawasan yang internal dan independen,
6) kondisi lingkungan kerja, kewenangan tugas jabatan, dan
7) upaya-upaya pelemahan lembaga antikorupsi.

3. Jenis Tindak Pidana Korupsi


Berikut ini adalah jenis tindak pidana korupsi dan setiap bentuk tindakan
korupsi diancam dengan sanksi sebagaimana diatur di dalam UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No.
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ada 30 bentuk/jenis tindak pidana
korupsi yang dikelompokkan menjadi 7 kelompok sebagai berikut:
a. Kerugian Keuangan Negara (Pasal 2 (1) : 3
Melawan hukum, memperkaya diri orang/ badan lain yang merugikan
keuangan/ perekonomian negara
Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/ kedudukan yang
dapat merugikan keuangan/ kedudukan yang dapat merugikan
keuangan/ perekonomian Negara (Pasal 3)

Anti Korupsi 519


Tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau
menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan
dapat merugikan keuangan Negara.
Kata “dapat” sebelum frasa merugikan keuangan atau perekonomian
Negara menunjukkan suatu tindakan otomatis dapat dianggap
merugikan keuangan Negara apabila tindakan tersebut berpotensi
menimbulkan kerugian Negara. Adanya tindak pidana korupsi cukup
dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan
bukan dengan timbulnya akibat.

b. Suap Menyuap (Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 11)


Delik pemberian sesuatu/Janji kepada Pegawai Negeri/Penyelenggara
Negara (Ps 5 (1) a,b; Ps 13; Ps 5(2); Ps 12 a,b;Ps 11; Ps 6(1) a, b; Ps
6 (2); Ps 12 c,d)
Upaya suap-menyuap kepada pejabat penyelenggara Negara karena
jabatannya terkait kewenangan yang sedang diembannya.

c. Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 a, b, c)


Pejabat Penyelenggara Negara melakukan penggelapa uang,
memalsukan dokumen pemeriksaan administrasi, membantu
membiarkan atau diri sendiri merusak bukti.

d. Pemerasan dalam jabatan (Pasal 12 e, f, g)


Berdasarkan pasal 12 huruf e UU No 31 tahun 1999 jo, UU no.20 tahun
2001 pemerasan adalah tindakan/perbuatan yang dilakukan oleh
pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan
potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Anti Korupsi 520


e. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan (Pasal 12 huruf i)
Pejabat Penyelenggara Negara dengan sengaja baik langsung atau
tidak langsung turut serta dalam pengadaan barang yang diurusnya
dalam instansi atau perusahaan.

f. Perbuatan Curang, (Pasal 7 (1) huruf a, b, c, d: Ps 7 (2); Ps 12 huruf


h)
Tindakan curang oleh pemborongan Ahli Bangunan, Pengawas Proyek,
Rekanan TNI/Polri yang merugikan Negara serta pejabat
penyelenggara Negara menyerobot tanah.

g. Gratifikasi (Pasal 12B jo Pasal 12C)


Pejabat Penyelenggara Negara menerima gratifikasi terkait jabatannya
dan berlawanan dengan kewajibannya serta tidak melaporkan kepada
KPK dalam waktu 30 hari sejak gratifikasi diterima.
Gratifikasi didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas, yakni
meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, pinjaman
tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Bentuk Gratifikasi ada 2 yaitu:
1) Gratifikasi positif adalah pemberian hadiah dilakukan dengan
niat yang tulus dari seseorang kepada orang lain tanpa pamrih
artinya pemberian dalam bentuk “tanda kasih” tanpa
mengharapkan balasan apapun.
2) Gratifikasi negatif adalah pemberian hadiah dilakukan dengan
tujuan pamrih, pemberian jenis ini yang telah membudaya
dikalangan birokrat maupun pengusaha karena adanya interaksi
kepentingan.

Dengan demikian secara perspektif gratifikasi tidak selalu m empunyai


arti jelek, namun harus dilihat dari kepentingan gratifikasi. Akan tetapi

Anti Korupsi 521


dalam praktik seseorang memberikan sesuatu tidak mungkin dapat
dihindari tanpa adanya pamrih.

Dalam Pasal 12 B UU No 20 Tahun 2001 dinyatakan bahwa “Setiap


gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya
dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”. Apabila
seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima suatu
pemberian, maka ia mempunyai kewajiban untuk melaporkan kepada
KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 C UU No 20 Tahun 2001,
yaitu:
1) Ketentuan pada Pasal 12 B ayat (1) mengenai gratifikasi dianggap
sebagai pemberian suap dan tidak berlaku, jika penerima
melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK;
2) Laporan penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima;
3) Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
tanggal penerimaan laporan, KPK wajib menetapkan gratifikasi
dapat menjadi milik penerima atau milik negara;
4) Tata cara penyampaian laporan dan penentuan status gratifikasi
diatur menurut Undang-undang tentang KPK.

Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,


antara lain:
1) Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih
karena telah dibantu;
2) Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat
pada saat perkawinan anaknya;
3) Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;

Anti Korupsi 522


4) Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/pegawai negeri
untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan;
5) Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
6) Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi
lainnya dari rekanan;
7) Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri
pada saat kunjungan kerja;
8) Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri
pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya;
9) Pembiayaan kunjungan kerja lembaga legislatif, karena hal ini
dapat memengaruhi legislasi dan implementasinya oleh
eksekutif;
10) Cideramata bagi guru (PNS) setelah pembagian
rapor/kelulusan;
11) Pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan
tujuan sumbangan tidak jelas, oknum yang terlibat bisa jadi dari
petugas kepolisian (polisi lalu lintas), retribusi (dinas
pendapatan daerah), LLAJR dan masyarakat (preman). Apabila
kasus ini terjadi KPK menyarankan agar laporan dipublikasikan
oleh media massa dan dilakukan penindakan tegas terhadap
pelaku;
12) Penyediaan biaya tambahan (fee) 10-20 persen dari nilai
proyek.
13) Uang retribusi untuk masuk pelabuhan tanpa tiket yang
dilakukan oleh Instansi Pelabuhan, Dinas Perhubungan, dan
Dinas Pendapatan Daerah;
14) Parsel ponsel canggih keluaran terbaru dari pengusaha ke
pejabat;

Anti Korupsi 523


15) Perjalanan wisata bagi bupati menjelang akhir jabatan;
16) Pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah (karena
biasanya sudah tersedia anggaran untuk pembangunan
tempat ibadah dimana anggaran tersebut harus dipergunakan
sesuai dengan pos anggaran dan keperluan tambahan dana
dapat menggunakan kotak amal);
17) Hadiah pernikahan untuk keluarga PNS yang melewati batas
kewajaran;
18) Pengurusan KTP/SIM/Paspor yang “dipercepat” dengan uang
tambahan;
19) Mensponsori konferensi internasional tanpa menyebutkan
biaya perjalanan yang transparan dan kegunaannya, adanya
penerimaan ganda, dengan jumlah tidak masuk akal;
20) Pengurusan izin yang dipersulit.

Dengan demikian pemberian yang dapat dikategorikan sebagai


gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan
dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/atau semata-mata
karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/
pegawai negeri dengan si pemberi.

Dalam hal Pegawai Negeri Penyelenggara Negara tidak dapat


menolak pemberian gratifikasl karena kondisi tertentu seperti;
1) Gratifikasi tidak diterima secara langsung.
2) Tidak diketahuinya pemberi gratifikasi.
3) Penerima ragu dengan kualifikasi gratifikasi dan
4) Adanya kondisi tertentu yang tidak mungkin ditolak, seperti:
dapat mengakibatkan rusaknya hubungan baik institusi,
membahayakan diri sendiri/karir penerima/ada ancaman lain,

Anti Korupsi 524


rnaka untuk menghindari ancaman pidana, Pegawai
Negeri/Penyelenggara Negara wajib melaporkan kepada KPK
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal penerimaan
gratifikasi tersebut atau melalui Unit Pengendalian Gratifikasi
Instansi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja yang kemudian diteruskan
ke KPK;
5) Laporan gratifikasi disampaikan dengan menggunakan formullr
laporan gratifikasi yang dltetapkan oleh Komlsl Pemberantasan
Korupsi dan melampirkan dokumen terkait;
6) Dalam hal gratifikasi berbentuk barang, KPK dapat meminta
penerima gratifikasi untuk menyerahkan uang sebagai kempensasi
atas barang yang diterimanya sebesar nilai yang tercantum dalam
Keputusan Pimpinan KPK tentang Penetapan Status Kepemilikan
Gratifikasi;

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 02


Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status
Gratifikasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan KPK Nemor 06
Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan KPK Nomor 02 Tahun
2014 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi,
Pasal 16 disebutkan bahwa "Pedoman terkait implementasi kewajiban
pelaporan Gratifikasi diatur dalam Pedoman Pengendalian Gratifikasi
yang diterbitkan oleh KPK".

Terdapat bentuk penerimaan gratifikasi yang tidak wajib dllaporkan


(pengecualian dan batasan), meliputi:
1) Pemberian karena hubungan keluarga yaitu kakek/nenek/
bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/menantu, cucu, besan,

Anti Korupsi 525


paman/bibi, kakak/adik/ipar, sepupu dan keponakan, sepanjang
tidak memiliki konflik kepentingan;
2) Hadiah (tanda kasih) dalam bentuk uang atau barang yang memiliki
nilal jual dalam penyelenggaraan pesta pernikahan, kelahiran,
aqiqah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama
lainnya dengan batasan nilai per pemberi dalam setiap acara paling
banyak Rp1.000.000,00(satu juta rupiah);
3) Pemberian terkait dengan Musibah atau Bencana yang dialami oleh
penerima, Bapak/ibu/mertua, suami/istri, atau anak penerima
gratifikasi paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per
pemberian per orang. Penjelasan: Butir 3 ini merupakan ketentuan
kewajiban pelaporan. Untuk pemberian terkait dengan
musibah/bencana yang jumlahnya melebihi Rp1.000.000,00 dan
tidak memiliki konflik kepentingan dapat ditetapkan menjadi milik
penerima;
4) Pemberian sesama pegawai dalam rangka pisah sambut, pensiun,
promosi jabatan, dan ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang
atau tidak berbentuk setara uang yang paling banyak Rp300.000,00
(tiga ratus ribu rupiah) per pemberian per orang dengan total
pemberian Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun
dari pemberi yang sama;
5) Pemberian sesama rekah kerja tidak dalam bentuk uang atau tidak
berbentuk setara uang (cek, bilyet giro, saham, deposito, voucher,
pulsa, dan lain-lain) paling banyak Rp200.000,00 (dua ratus ribu
rupiah) per pemberian per orang dengan total pemberian maksimal
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari
pemberi yang sama;

Anti Korupsi 526


6) Hidangah atau sajian yang berlaku umum;
7) Prestasi akademis atau non akademis yang diikuti dengan
menggunakan biaya sendiri seperti kejuaraan, perlombaan atau
kompetlsl tidak terkait kedinasan;
8) Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau
kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum;
9) Manfaat bagi seluruh peserta koperasi pegawai berdasarkan
keanggotaan koperasi pegawai negeri yang berlaku umum;
10) Seminar kit yang berbentuk seperangkat modul dan alat tulis serta
sertiflkat yang diperoleh dari kegiatan resrni kedinasan seperti rapat,
seminar, werkshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan lain sejenis
yang berlaku umum.
Penjelasan: Butir 10) ini termasuk bentuk-bentuk perangkat
promosi lembaga berlogo instansi yang berbiaya rendah dan
berlaku umum, antara lain: pin, kalender, mug, payung, kaos dan
topi;
11) Penerimaan hadiah atau tunjangan baik berupa uang atau barang
yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang
diberikan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; atau
12) Diperoleh dari kompensasi atas profesi diluar kedinasan, yang tidak
terkait dengan tupoksi dari pejabatipegawai, tidak memiliki konflik
kepentingan dan tidak melanggar aturan internal instansi penerima
gratifikasi;

Peraturan internal terkait gratifikasi dapat lebih ketat mengatur batasan


gratifikasi, namun tidak dapat lebih longgar dibandingkan peraturan
KPK;

Anti Korupsi 527


1) Terhadap penerimaan gratifikasi berupa hadiah langsung/undian,
diskon/rabat, voucher, atau point rewards, atau suvenir yang
berlaku umum sesuai kewajaran dan kepatutan, tidak memiliki
konflik kepentingan dan tidak terkait kedinasan, tldak wajib
dllaporkan kepada KPK;
2) Terhadap penerimaan gratifikasi berupa honorarium baik dalam
bentuk uang/setara uang sebagai kompensasi pelaksanaan tugas
sebagai pembicara, narasumber, konsultan, dan fungsi serupa
lainnya berdasarkan penunjukkan atau penugasan resmi dapat
diterima oleh Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara sepanjang
tidak ada pembiayaan ganda, tidak dilarang atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan atau ketentuan yang
berlaku. Penerimaan tersebut dilaporkan kepada instansi penerima
sebagai fungsi kontrol untuk memutus potensi teriadinya praktik
korupsi investif (Investive Corruption) dari pihak pemberi;
3) Terhadap penerimaan gratifikasi berupa barang yang mudah busuk
atau rusak dalam batasan kewajaran dapat disalurkan langsung ke
panti asuhan, panti jompo, pihak-pihak yang membutuhkan atau
tempat penyaluran bantuan sosial lainnya dan dilaporkan kepada
masing-masing instansi disertai penjelasan taksiran harga dan
dokumentasi penyerahannya. Selanjutnya instansi melaporkan
rekapitulasi penerimaan tersebut kepada KPK;
4) Terhadap barang gratifikasi yang direkomendasikan untuk dikelola
instansi maka dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut:
a) Ditempatkan sebagai barang display instansi;
b) Digunakan untuk kegiatan operasional instansi;
c) Disalurkan kepada pihak yang membutuhkan antara lain, panti
asuhan, panti jompo, atau tempat penyaluran bantuan
sosiallainnya; atau

Anti Korupsi 528


d) Diserahkan kepada pegawai yang menerima gratifikasi untuk
dimanfaatkan sebagai penunjang kinerja.
5) Keberhasilan Program Pengendalian Gratifikasi dapat diukur
melalui ketersediaan unit atau fungsi pengendalian gratifikasi,
peraturan pengendalian gratifikasi intemal dan Implementasi yang
efektif antara lain berupa kepatuhan terhadap aturan gratifikasi
adanya pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan diseminasi pesan anti
korupsi secara berkesinambungan yang berdampak positif kepada
masyarakatlpemangku kepentingan;
6) Informasi lebih lanjut tentang gratifikasi dan mekanisme pelaporan
atas penerimaan gratifikasi dapat diakses/diunduh melalui
www.kpk.go.id/gratifikasi https:/Igol.kpk.go.id/
pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id dan aplikasi Gratis 2 Go melalui
App Store dan Google Play dengan memasukan keywords
"Gratifikasi KPK", atau menghubungi Direktorat Gratiflkasi pada
nomor telepon (021) 255-78440/255-78448/0855-88-45678.

Gratifikasi
Dasar hukum gratifikasi adalah; a. Pasal 12 dan Pasal 13 UU No 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; b. Pasal 12 B dan
Pasal 12 C UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atau UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan c. Pasal
16, Pasal 17, dan Pasal 18 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan
Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni
meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa

Anti Korupsi 529


bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut, baik yang diterima di dalam maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.

Menerima gratifikasi tidak diperbolehkan karena akan mempengaruhi setiap


keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat yang mendapatkannya, sehingga
hanya akan menguntungkan orang yang memberikannya dan melanggar hak
orang lain.

Selain itu juga akan menyebabkan seorang pejabat melakukan sesuatu


yang melampaui kewenangannya atau tidak melakukan sesuatu yang
merupakan kewajibannya dalam melayani masyarakat.

Cara yang harus dilakukan untuk menghindar dari ancaman hukuman


akibat menerima gratifikasi adalah;
a. Melaporkan setiap pemberian yang diterima kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi; b. Tidak menerima semua pemberian yang
dilakukan oleh orang yang patut diduga akan mendapatkan
keuntungan, akibat kedekatannya dengan seorang pejabat; c. Tidak
menerima semua pemberian yang berkaitan dengan jabatan yang
sedang diembannya.
Kita harus melaporkan penerimaan gratifikasi kepada: a. Pimpinan
instansi tempat kita bekerja;
b. Komisi Pemberantasan Korupsi.

Anti Korupsi 530


Perbedaan gratifikasi dengan suap
Suap dalam Pasal 3 Undang-undang No. 3 Tahun 1980 diartikan:
“menerima
sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga
bahwa pemberian sesuatu atau janji dimaksudkan supaya ia berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan
dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan
umum.”

Gratifikasi diartikan sebagai pemberian dalam arti luas dan tidak termasuk
“janji”.

Anti Korupsi 531


SEKARANG SAYA TAHU

1. Menurut UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi yang dimaksud dengan Korupsi adalah Setiap orang yang
dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara
2. Pada dasarnya manusia terdorong untuk melakukan korupsi dipengaruhi
beberapa faktor yaitu:
1) Faktor individu yaitu sifat tamak, moral yang lemah menghadapi
godaan, gaya hidup konsumtif.
2) Faktor Lingkungan yaitu aspek sikap masyarakat terhadap korupsi,
aspek ekonomi, aspek politis, aspek organisasi,
3. Ada 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi diatur di dalam UU No. 31 Tahun
1999 dan UU No. 20 Tahun 2001. Kemudian ketidapuluh bentuk/jenis
tindak pidana korupsi dikelompokan menjadi 7 kelompok yaitu Kerugian
Keuangan Negara, Penyuapan, Penggelapan dalam jabatan, Pemerasan
dalam jabatan, Perbuatan Curang dan Gratifikasi.

Anti Korupsi 532


MATERI POKOK 4

SIKAP ANTI KORUPSI

Anti Korupsi 533


Pendahuluan
Tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara. Korupsi
mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara,
menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, serta meningkatnya
ketimpangan pendapatan. Bahkan korupsi juga dapat menurunkan tingkat
kebahagiaan masyarakat di suatu negara.
Di Indonesia, korupsi berkorelasi negative signifikan dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi, investasi, tingkat belanja kesehatan publik dan
pendapatan perkapita. Korupsi di Indonesia juga berkorelasi positif signifikan
terhadap kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Maka dari itu perlu
mengidentifikasi kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi

Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti materi pokok ini peserta dapat Membangun Cara Berpikir
Kritis terhadap Masalah Korupsi.

Sub Materi Pokok


Berikut ini adalah sub materi pokok 4:
A. Sikap Anti Korupsi
B. Integritas
C. Indikator Seseorang Berintegritas

Anti Korupsi 534


Uraian Materi Pokok 4

Sikap Anti Korupsi

Sikap antikorupsi merupakan istilah lain dari Integritas, perilaku


antikorupsi, karakter, atau akhlak. Mengapa? Karena berbicara tentang
sikap, Integritas, perilaku, karakter, atau akhlak, maka kita berbicara
mengenai kejujuran, kesederhanaan, kedisiplinan, kemandirian, dan
sikap/perilaku/karakter/akhlak baik lainnya. Yuk simak materi di bawah
ini!

Mengingat fenomena korupsi telah memasuki zone Kejadian Luar Biasa


(KLB), maka pendekatan pemberantasan korupsi dipilih cara-cara yang
luar biasa (extra ordinary approach) dan tepat sasaran. Oleh karena itu,
kita wajib berpartisipasi dengan menunjukan sikap antikorupsi. Tindakan
membangun sikap antikorupsi sederhana, misalnya dengan cara:
• Bersikap jujur dalam kehidupan sehari-hari dan mengajak orang-
orang di lingkungan sekitar untuk bersikap jujur, menghindari
perilaku korupsi, contoh: tidak membayar uang lebih ketika
mengurus dokumen administrasi seperti KTP, kartu sehat, tidak
membeli SIM, dsb.
• Menghindari perilaku yang merugikan kepentingan orang banyak
atau melanggar hak orang lain dari hal-hal yang kecil, contoh: tertib
lalu lintas, kebiasaan mengantri, tidak buang sampah
sembarangan, dsb.
• Menghindari konflik kepentingan dalam hubungan kerja, hubungan
bisnis maupun hubungan bertetangga;
• Melaporkan pada penegak hukum apabila menjadi korban
perbuatan korupsi. contoh: diperas oleh petugas, menerima

Anti Korupsi 535


pemberian/hadiah dari orang yang tidak dikenal atau diduga
memiliki konflik kepentingan, dsb.

1. Nilai – nilai antikorupsi


Korupsi terjadi ketika tidak ada nilai-nilai antikorupsi yang kuat
ditanamkan dalam diri. Melalui pembiasaan dan pengembangan nilai-
nilai antikorupsi diharapkan memiliki kendali diri terhadap pengaruh
buruk lingkungan. Hal ini akan menghindarkan diri dari praktik-praktik
korupsi.
Ada 3 aspek dalam nilai-nilai anti korupsi yaitu:
a. Inti (Jujur, Disiplin, Tanggung Jawab)
b. Etos Kerja (Kerja Keras, Mandiri, Sederhana)
c. Sikap (Adil, Berani, Peduli)

a. Inti
1) ujur
Sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara
pengetahuan, perkataan dan perbuatan. Jujur berarti
mengetahui apa yang benar, mengatakan dan melakukan yang
benar. Orang yang jujur adalah orang yang dapat dipercaya,
lurus hati, tidak berbohong dan tidak melakukan kecurangan.
2) Disiplin
3) Kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala
bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. Disiplin berarti
patuh pada aturan.
4) Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial,
masyarakat, bangsa, negara maupun agama.

Anti Korupsi 536


b. Etos Kerja
1) Kerja Keras
Sungguh-sungguh berusaha ketika menyelesaikan berbagai
tugas, permasalahan, pekerjaan dan lain-lain dengan sebaik-
baiknya. Kerja keras berarti pantang menyerah, terus berjuang
dan berusaha.
2) Mandiri
Dapat berdiri sendiri. Mandiri berarti tidak bergantung pada
orang lain. Mandiri juga berarti kemampuan menyelesaikan,
mencari dan menemukan solusi dari masalah yang dihadapi.
3) Sederhana
Bersahaja. Sederhana berarti menggunakan sesuatu
secukupnya, tidak berlebih-lebihan.

c. Sikap
1) Adil
Berarti tidak berat sebelah, tidak memihak pada salah satu. Adil
juga berarti perlakuan yang sama untuk semua tanpa
membeda-bedakan berdasarkan golongan atau kelas tertentu.
2) Berani
Hati yang mantap, rasa percaya diri yang besar dalam
menghadapi ancaman atau hal yang dianggap sebagai bahaya
dan kesulitan. Berani berarti tidak takut atau gentar.
3) Peduli
Sikap dan tindakan memperhatikan dan menghiraukan orang
lain, masyarakat yang membutuhkan dan lingkungan sekitar.

Anti Korupsi 537


2. Integritas
Berdasarkan kamus kompetensi perilaku KPK, yang dimaksud dengan
integritas adalah bertindak secara konsisten antara apa yang
dikatakan dengan tingkah lakunya sesuai nilai-nilai yang dianut (nilai-
nilai dapat berasal dari nilai kode etik di tempat dia bekerja, nilai
masyarakat atau nilai moral pribadi).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Integritas adalah
mutu, sifat dan keadaan yang menggambarkan kesatuan yang utuh
sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan
kewibawaan dan kejujuran.
Orang yang Integral:
a. Memiliki Integritas Pribadi
b. Berkepribadian Utuh (setiap tindakan dan perilaku merujuk pada
nilai moral dan etika)
c. Satunya perkataan dan perbuatan
d. Patuh pada kode etik yang telah disepakati, tidak melanggar
sumpah jabatan
e. Tidak tergoda melakukan penyelewengan dengan wewenang yang
dimiliki:
1) Konsumerisme dan hedonism
2) Tata nilai dan ukuran moral masyarakat yang salah
3) Manusia terpukau dan terpedaya oleh uang dan kekuasaan
4) Menjadi panutan

3. Indikator seseorang berintegritas


a. Mengakui pelanggaran atau kesalahan integritas yang pernah
dilakukan.
b. Memperbaiki pelanggaran atau kesalahan integritas yang pernah
dilakukan.

Anti Korupsi 538


c. Mengingatkan orang lain karena tidak sesuai dengan nilai-nilai dan
norma yang diyakini.
d. Menegur orang lain karena melanggar nilai-nilai dan norma yang
diyakini.
e. Menyatakan kepada atasan karena melanggar nilai-nilai dan
norma yang diyakini
f. Menentang atasan karena menegur hal-hal yang tidak benar
g. Menyampaikan kebenaran dalam situasi yang sulit diceritakan
h. Menjelaskan kerugian-kerugian pribadi yang pernah dialami akibat
penyampaian kebenaran
i. Menguraikan tindakan-tindakan dalam mempraktikkan atau
mempertahankan kebenaran

Anti Korupsi 539


SEKARANG SAYA TAHU

1. Ada 3 aspek dalam nilai-nilai anti korupsi yaitu Inti (Jujur, Disiplin,
Tanggung Jawab); Etos Kerja (Kerja Keras, Mandiri, Sederhana); Sikap
(Adil, Berani, Peduli)
2. Integritas adalah bertindak secara konsisten antara apa yang dikatakan
dengan tingkah lakunya sesuai nilai-nilai yang dianut (nilai-nilai dapat
berasal dari nilai kode etik di tempat dia bekerja, nilai masyarakat atau
nilai moral pribadi).

Selamat!!!
Anda telah menyelesaikan MPP Anti Korupsi. Jika Anda belum sepenuhnya
memahami materi, silakan pelajari Kembali modul dari awal ya!

Anti Korupsi 540


REFERENSI

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001


2. PERMENPAN RB NO 10 Tahun 2019

Anti Korupsi 541


Rencana Tindak Lanjut 542
A Tentang Modul Ini

Rencana Tindak Lanjut 543


DESKRIPSI SINGKAT

Berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi No. 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional
Terapis Gigi dan Mulut, dinyatakan bahwa untuk kelancaran penilaian dan
penetapan angka kredit, setiap Terapis Gigi dan Mulut wajibmencatat dan
menginventarisasi seluruh kegiatan yang dilakukan paling kurang 1 (satu)
kali dalam setahun. PNS yang telah diangkat dalam Jabatan Fungsional
Terapis Gigi dan Mulutpaling lama 3 ( tiga) tahun harus mengikuti dan
lulus Pendidikan dan Pelatihan di bidang Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut.

Modul pelatihan jarak jauh rencana tindak lanjut disusun sebagai acuan
peserta latih dalam menyusun rencana tindak lanjut di institusi tempat
mereka bekerja sebagai bahan untuk melakukan monitoring dan evaluasi
pasca pelatihan. Dengan demikian, penyusunan rencana tindak lanjut ini,
harus dibuat secara realistis dan mengakomodir pengetahuan yang telah
diperoleh selama mengikuti pelatihan jarak jauh jabatan fungsional Terapis
Gigi dan Mulut.

Rencana Tindak Lanjut 544


TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menyusun rencana


tindak lanjut.

Indikator Hasil Belajar

1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup rencana tindak lanjut.

2. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan rencana tindak lanjut

3. Menyusun rencana tindak lanjut

Rencana Tindak Lanjut 545


MATERI POKOK

Materi Pokok

1. Pengertian dan ruang lingkup rencana tindak lanjut.

2. Langkah-langkah penyusunan rencana tindak lanjut

3. Rencana tindak lanjut

Sebelum memasuki kegiatan belajar, apakah Anda pernah mendengar


tentang materi Rencana Tindak Lanjut? Jika belum, silakan Anda pelajari
materi di bawah ini.

Rencana Tindak Lanjut 546


B Kegiatan Belajar

Rencana Tindak Lanjut 547


MATERI POKOK 1

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP


RENCANA TINDAK LANJUT

Rencana Tindak Lanjut 548


Pendahuluan

Penyusunan rencana tindak lanjut merupakan aktifitas peserta


pelatihan untuk merancang kegiatan atau upaya setelah mengikuti
pelatihan. Penyusunan rencana tindak lanjut ini disesuaikan dengan
kondisi serta sumberdaya yang dimiliki oleh setiap peserta.
Penyusunan rencana tindak lanjut pelatihan jarak jauh jabatan
fungsional Terapis Gigi dan Mulut merupakan implementasi atau
aplikasi materi pelatihan yang telah dibahas dalam menjalankan
perannya di tempat kerja. Rencana tindak lanjut setelah mengikuti
pelatihan ini, dipergunakan sebagai bahan untuk melakukan
monitoring dan evaluasi pasca pelatihan.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengkuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan


pengertian dan ruang lingkup rencana tindak lanjut.

Rencana Tindak Lanjut 549


Uraian Materi Pokok 1

Setelah mengikuti materi pelatihan inti yang telah Anda pelajari, Anda perlu
menyusun Rencana Tindak Lanjut pelatihan. Untuk dapat menyusun
rencana tindak lanjut, Anda perlu mengetahui pengertian dan ruang
lingkup dari rencana tindak lanjut pelatihan.

1. Pengertian Rencana Tindak Lanjut.


Pengertian rencana tindak lanjut (RTL) adalah rencana kegiatan yang
dibuat pada tahap akhir pelatihan, dan merupakan pernyataan
rangkaian kegiatan yang disusun secara sistematis dan berkelanjutan.
Dengan demikian, penyusunan rencana tindak lanjut ini, harus dibuat
secara realistis serta mengakomodir pengetahuan yang telah diperoleh
selama mengikuti pelatihan jarak jauh jabatan fungsional Terapis Gigi
dan Mulut.

Berdasarkan pengertian di atas, Anda perlu mengetahui ruang lingkup


rencana tindak lanjut seperti yang terdapat pada uraian di bawah ini.

Ruang lingkup rencana tindak lanjut adalah sebagai berikut:

a. Jenis kegiatan yang akan dilakukan


Adalah seluruh jenis kegiatan yang dilakukan oleh peserta pasca
pelatihan ketika kembali ke institusi tempat mereka bekerja.
Bentuk dari kegiatan ini dapat berupa pertemuan, workshop,
seminar, dsb.

b. Tujuan kegiatan
Adalah segala sesuatu yang akan dicapai (dituju) atau dihasilkan
melalui kegiatan yang akan dilakukan pasca pelatihan.

c. Sasaran kegiatan
Adalah target yang ingin dicapai dalam mencapai tujuan.

Rencana Tindak Lanjut 550


d. Penanggung jawab kegiatan
Adalah orang yang bertanggungjawab melakukan kegiatan.

e. Waktu pelaksanaan
Adalah kapan pelaksanaan kegiatan dilakukan

Berdasarkan materi di atas, sebagai peserta pelatihan Anda perlu


memahami pengertian dan ruang lingkup dalam penyusunan rencana
tindak lanjut.

Rencana Tindak Lanjut 551


SEKARANG SAYA TAHU

• Pengertian rencana tindak lanjut (RTL) adalah rencana kegiatan


yang dibuat pada tahap akhir pelatihan, dan merupakan pernyataan
rangkaian kegiatan yang disusun secara sistematis dan
berkelanjutan.

• Ruang lingkup rencana tindak lanjut (RTL) adalah sbb:

1. Jenis kegiatan yang akan dilakukan

2. Tujuan kegiatan

3. Sasaran kegiatan

4. Penanggung jawab kegiatan

5. Waktu pelaksanaan

Rencana Tindak Lanjut 552


MATERI POKOK 2

LANGKAH-LANGKAH
PENYUSUNAN
RENCANA TINDAK LANJUT

Rencana Tindak Lanjut 553


Pendahuluan

Rencana tindak lanjut disusun oleh peserta dengan mengacu kegiatan


apa yang akan dilakukan pada saat mereka kembali ke instansi
masing-masing. Untuk menyusun rencana tindak lanjut tesrsebut perlu
dipahami terlebih dahulu langkah-langkah yang dilakukan.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengkuti materi pokok in peserta mampu menjelaskan


langkah-langkah penyusunan rencana tindak lanjut

Sub Materi Pokok

Langkah-langkah penyusunan rencana tindak lanjut

Sebelum Anda mempelajari materi ini, apakah Anda punya pengalaman


sebelumnya dalam menetapkan langkah-langkah menyusun rencana tindak
lanjut? Jika belum, silahkan Anda menyimak materi di bawah ini.

Rencana Tindak Lanjut 554


Uraian Materi Pokok 2

Sebelum menetapkan rencana tindak lanjut pelatihan, perlu diketahui


langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut:

1. Menetapkan judul rencana tindak lanjut.

2. Menetapkan jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh manajer


pelatihan bidang kesehatan yang mengacu pada langkah-langkah
dan indikator kegiatan yang akan dilakukan.

3. Menetapkan tujuan setiap jenis kegiatan

4. Menetapkan sasaran setiap jenis kegiatan

5. Menetapkan penanggung jawab kegiatan setiap jenis kegiatan

6. Menetapkan waktu pelaksanaan setiap jenis kegiatan

Rencana Tindak Lanjut 555


SEKARANG SAYA TAHU

Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut:

1. Menetapkan judul rencana tindak lanjut.

2. Menetapkan jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh seorang


jabatan fungsional Terapis Gigi dan Mulut dengan mengacu pada
langkah-langkah dan indikator kegiatan yang akan dilakukan.

3. Menetapkan tujuan setiap jenis kegiatan

4. Menetapkan sasaran setiap jenis kegiatan

5. Menetapkan penanggung jawab kegiatan setiap jenis kegiatan

6. Menetapkan waktu pelaksanaan setiap jenis kegiatan

Anda telah mempelajari tentang langkah-langkah penyusunan rencana


tindak lanjut, apabila Andalelah silakan melakukan peregangan dengan
cara Anda sendiri. Selanjutnya, Anda akan mempelajari materi menyusun
rencana tindak lanjut. Selamat belajar!

Rencana Tindak Lanjut 556


MATERI POKOK 3

MENYUSUN
RENCANA TINDAK LANJUT

Rencana Tindak Lanjut 557


Pendahuluan

Setelah menetapkan langkah-langkah yang harus disusun selanjutnya


adalah bagaimana cara menyusun rencana tindak lanjut agar pada saat
kembali ke institusi asal bekerja peserta dapat melaksanakan kegiatan
yang telah disusun untuk dapat diterapkan sesuai dengan pengetahuan
yang didapat pada saat pelatihan.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengkuti materi pokok in peserta mampu menyusun rencana


tindak lanjut.

Sub Materi Pokok

Menyusun rencana tindak lanjut

Rencana Tindak Lanjut 558


Uraian Materi Pokok 1

Sebelum Anda mempelajari materi ini, apakah Anda punya pengalaman


sebelumnya dalam menyusun rencana tindak lanjut? Jika sudah, yakinlah Anda
dapat menyusunnya dengan benar sesuai langkah-langkah yang telah ditetapkan.

Penyusunan rencana tindak lanjut biasanya dibuat dalam bentuk matriks,


agar mudah dipahami. Penyusunan rencana tindak lanjut kegiatan jabatan
fungsional Terapis Gigi dan Mulut dengan mengacu pada kegiatan yang
akan dilakukan oleh seorang jabatan fungsional Terapis Gigi dan Mulut.

Tabel 1. Format Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Pelatihan Jarak


Jauh Jabatan Fungsional Terapis Gigi dan Mulut Tahun

Jenis
No. Tujuan Sasaran PJ Waktu
Kegiatan

Rencana Tindak Lanjut 559


REFERENSI

Pusdiklat Aparatur, Standar Penyelenggaraan Pelatihan, 2012, Jakarta

Rencana Tindak Lanjut 560

Anda mungkin juga menyukai