Anda di halaman 1dari 6

Ventilasi Mekanis untuk COVID-19

Penilaian Harian Pasien

Bacaan diadaptasi dari Wilcox, Susan R., et al. Mechanical Ventilation in Emergency Medicine. Springer, 2019

I. PENDAHULUAN

Setidaknya sekali sehari, semua pasien yang menggunakan ventilasi mekanik harus dievaluasi oleh tim
multidisiplin. Bentuk tim yang ideal akan bervariasi menurut rumah sakit; namun direkomendasikan sesi
ronde dengan semua anggota tim perawatan, termasuk dokter dan perawat yang bertugas
mendampingi pasien, serta terapis pernapasan jika tersedia.

Penilaian harian biasanya dimulai dengan evaluasi tanda-tanda vital, termasuk obat vasoaktif yang
diperlukan untuk mempertahankan hemodinamik tersebut. Untuk pasien COVID, sebagian besar
narasumber menganjurkan agar salah satu anggota tim perawatan melakukan pemeriksaan fisik dan
melaporkan kembali kepada anggota tim lainnya.

II. SISTEM NEUROLOGI

Banyak pasien dengan COVID-19 memerlukan dosis sedasi yang sangat tinggi dan bahkan terkadang
pelumpuh otot untuk menjaga sinkronisasi dengan ventilator. Setiap hari, tim medis harus menilai
tingkat sedasi pasien saat ini, analgesia yang sesuai, manajemen ventilasi (rencana tahapan penggunaan)
termasuk sinkronisasi atau asesmen kemampuan penyapihan, sehingga dapat membuat keputusan
rencana sedasi dan analgesia yang sesuai. Secara umum, pasien yang mengalami ARDS sedang hingga
berat memerlukan ventilasi terkontrol dan sedasi cukup dalam. Setelah paru menunjukkan perbaikan,
sedasi harus dikurangi dan pasien dibangunkan setiap harinya (daily awakening). Hal ini dapat dilakukan
untuk mengurangi hari penggunaan ventilator.

Delirium adalah masalah yang sangat umum di Unit Perawatan Intensif, dan ini dapat menyebabkan
penggunaan ventilasi mekanis yang berkepanjangan. Sampa saat ini terapi medikamentosa untuk
delirium belum terbukti, namun perhatian terhadap ambiens lingkungan dapat bermanfaat.

Agitasi dan delirium

o Minimalkan sumber gangguan lingkungan, seperti ventilator dyssynchrony dan


kebisingan
o Atasi disortentasi audiovisual pasien dengan reorientasi
o Tidak menggunakan pengekang fisik (restrain) untuk mengatasi agitasi, jika masih
memungkinkan, lebih baik atasi sumber agitasi

Manajemen sedasi dan nyeri

○ Penggunaan sedasi harus minimal dan termasuk interupsi sedasi harian


o Kaji dan obati nyeri secara berkala
o Waspadai rangsangan yang menyakitkan, termasuk suctioning, membalik, dan mobilisasi
pasien

Tidur

o Penggunaan obat hipnotik harus dilakukan hanya jika benar-benar diperlukan dan hanya
setelah mengatasi gangguan tidur yang disebabkan oleh rasa sakit dan kebisingan

Mobilisasi dini

o Saat pasien mulai menunjukkan perbaikan klinis, mobilisasi dini sangat penting untuk
meningkatkan kemungkinan ekstubasi.
o Pasien harus lebih sedikit beristirahat di tempat tidur dan lebih sering berpartisipasi
dalam rehabilitasi multidisiplin

SISTEM KARDIOVASKULAR

Hipotensi sering terjadi pada COVID-19, sebagian besar karena penggunaan obat penenang dan
analgetik dosis tinggi untuk menjaga sinkronisasi ventilator, volum intravaskular yang dikurangi dalam
upaya mengoptimalkan paru-paru, dan vasoplegia akibat sepsis. Tren laju jantung dan tekanan darah
selama 24 jam terakhir harus dinilai setiap hari, termasuk evaluasi dosis vasopressor yang diperlukan
untuk mempertahankan target tekanan darah. Target tekanan darah untuk kebanyakan pasien adalah
tekanan arteri rata-rata 65 mmHg. Pada pasien dengan hipertensi kronis, sebuah penelitian menemukan
bahwa mempertahankan tekanan arteri rata-rata lebih dari 75 mmHg dikaitkan dengan penurunan risiko
kebutuhan renal replacement therapy. Oleh karena itu, mengingat kondisi yang mendasari pasien dan
fungsi ginjal, klinisi dapat juga menyesuaikan tujuan tekanan arteri rerata.
Lakukan asesmen terhadap klien terkait status hemodinamiknya; apakah ada perbaikan, memburuk
atau tidak berubah. Upaya harus dilakukan untuk memverifikasi etiologi dari setiap gangguan
hemodinamik, termasuk sepsis yang memburuk atau berulang, hipovolemia, syok kardiogenik, atau
penyebab syok tidak obstruktif yang jauh lebih kecil kemungkinannya. Sesuai indikasi yang menjadi
perhatian utama, fungsi jantung dapat dievaluasi dengan EKG atau ekokardiogram.

Selain menilai status hemodinamik pasien dan menentukan tujuan, hemodinamik pasien harus dipantau
secara ketat setelah ada perubahan pada ventilator. Perubahan tekanan intratoraks dapat
menyebabkan variasi detak jantung dan tekanan darah.

Target hemodinamik harian harus dinyatakan dengan jelas, dan rencana untuk mencapai target
tersebut harus diuraikan dengan baik.

IV. SISTEM PULMONER

Penilaian awal pasien pada ventilator dimulai dengan evaluasi pengaturan ventilator saat ini serta tren
selama 24 jam terakhir. Tanda-tanda vital dasar yang harus ditinjau setiap hari termasuk volum tidal,
tekanan jalan napas, plateau pressure, driving pressure, PEEP, laju napas, dan FiO2. Selain itu, berat
badan terprediksi, dan Rasio PaO2 / FiO2 harus dinilai setiap hari.

Secara khusus, untuk berbagai mode ventilasi, penting untuk memeriksa parameter yang berbeda:

o Pada volume assist control, periksa tekanan puncak (peak pressure) dan plateau
pressure.
o Pada pressure assist control, periksa volume tidal puncak dan ventilasi semenit.
o Saat pasien bernapas secara spontan, pantau perubahan ventilasi menit.

Batasan yang sesuai untuk parameter-parameter ini bersifat patient-specific; atau berbeda untuk tiap
pasien. Alarm biasanya disetel sedikit di atas atau di bawah nilai yang dipantau saat ini, untuk
mengingatkan tim perawatan pasien saat ada perubahan kondisi.

Selain itu, pastikan plateau pressure <27 cm H 2 O (atau 30 pada pasien ARDS) dan pertimbangkan
apakah PEEP yang lebih tinggi akan lebih sesuai. Tindakan agresif harus diambil untuk menurunkan PEEP
dan persiapan penyapihan (weaning).

Setiap perubahan tren selama 24 jam terakhir yang harus dievaluasi etiologinya. Dalam meninjau
pengaturan ini, dokter dapat mulai membuat penilaian, apakah kondisi pasien lebih baik, lebih buruk,
atau tetap sama.

Jika kondisi pasien memburuk, ditandai dengan peningkatan kebutuhan FiO2, peningkatan PEEP, atau
penurunan compliance, tim harus menilai penyebabnya. Masalah dapat mencakup derecruitment,
pulmonary edema, timbulnya pneumonia, atau lainnya. Selain itu, khususnya pada COVID-19, pasien
perlu proses penyapihan dari ventilator yang lebih panjang. Mencoba mengubah ventilator terlalu dini
dapat menyebabkan perburukan. Tim harus memutuskan langkah terbaik berikutnya, seringkali
termasuk memperdalam sedasi, memastikan sinkronisasi ventilator, meningkatkan PEEP, melakukan
manuver recruitment, atau proning (posisi tengkurap).
Jika kondisi pasien membaik, yang ditunjukkan dengan kebutuhan FiO2 berkurang, PEEP lebih rendah,
atau compliance yang lebih baik, tim dapat mempertimbangkan pengaturan ventilator yang lebih
liberal. Banyak yang akan menggunakan rasio PaO2 / FiO2 >200 sebagai batasan untuk mengubah mode
ventilasi menjadi pressure support ventilation.

Perhatikan bahwa tidak setiap pasien yang tampak siap untuk mode pressure support. Layar ventilator
di bawah ini menunjukkan disters napas berat dengan pressure support, dengan laju pernapasan tinggi
(36) dan volume tidal yang sangat tinggi (1013), menunjukkan ventilasi yang merusak paru (lung-
injurious ventilation). Pasien ini diubah kembali ke volume control ventilation.

Pasien harus dievaluasi setiap hari untuk kesiapan untuk uji coba pernapasan spontan (SBT /
spontaneous breathing trial). Dipertimbangkan jika:

 Pasien stabil dan / atau membaik secara medis.


 FiO2 0,5 atau kurang.
 PEEP 10 cm H 2O atau kurang.
 Pasien dapat melakukan napas spontan

Setelah mengubah pengaturan ventilator, pastikan untuk memantau:

 Tekanan darah
 Gas darah arteri untuk oksigenasi yang cukup dan keseimbangan asam-basa

V. RENAL

Kira-kira 35% pasien ARDS mengalami cedera ginjal akut (acute kidney injury) selama periode sakit kritis.
Acute kidney injury dapat menjadi penyebab mortalitas yang tinggi. Memberikan lebih banyak cairan
tidak selalu memperbaiki renal outcomes (kondisi/kinerja ginjal). Sebuah penelitian besar yang
diterbitkan pada tahun 2006 menemukan bahwa menjaga keseimbangan cairan negatif pada pasien
yang tidak mengalami syok dikaitkan tidak hanya dengan kondisi paru yang lebih baik, tetapi juga kerja
ginjal. Keluaran urin per jam, keseimbangan tubuh total selama 24 jam terakhir, BUN, kreatinin, serta
elektrolit lainnya harus dinilai setiap hari.
Pasien harus dinilai apakah mengalami perbaikan atau penurunan fungsi ginjal pada acute kidney injury,
dan keputusan harus dibuat mengenai status volume pasien.

Untuk pasien dengan gagal ginjal yang memburuk, ditandai oleh output urin yang lebih rendah
meskipun volume sirkulasi cukup, peningkatan kreatinin, atau kegagalan klirens obat atau elektrolit,
langkah selanjutnya adalah mengevaluasi kapan pasien mungkin memerlukan dialisis. Indikasi untuk
dialisis darurat adalah asidosis berat, hiperkalemia, toksin (kemungkinannya kecil), kelebihan (overload)
volum cairan yang menyebabkan gangguan paru, atau uremia.

VI. PERTIMBANGAN LAIN

Gastroenterologi dan Nutrisi: Nutrisi sangat penting untuk penyembuhan pasien yang sakit kritis. Pasien
harus dievaluasi terkait rencana nutrisi yang sesuai, termasuk toleransi tube feeding. Liver injury sering
terjadi dan pasien sakit kritis, seringkali karena syok (hipoperfusi) hepar. Pencahar dapat menjadi sangat
penting pada pasien yang menggunakan opioid karena dapat menyebabkan masalah sembelit yang
serius.

Hematologi: Hemoglobin, trombosit, faktor koagulasi harus dievaluasi sesuai indikasi. Pada pasien
dengan COVID-19, D-dimer sering meningkat, tingkat yang lebih tinggi berasosiasi dengan hasil yang
lebih buruk. Pasien dengan penurunan hemoglobin yang tidak dapat dijelaskan harus dievaluasi untuk
perdarahan atau hemolisis. Harap dicatat bahwa rata-rata pasien yang sakit kritis kehilangan 40 sampai
70 mL darah sehari hanya dari proses phlebotomy. Kebanyakan pasien harus diberikan transfusi jika ada
tanda gangguan hemodinamik yang signifikan, perdarahan aktif atau hemoglobin kurang dari 7. Selain
itu, rencana antikoagulan harus ditentukan, jika terindikasi.

Infeksi: Jumlah sel darah putih, suhu maksimum selama 24 jam terakhir, suhu saat ini, dan data kultur
harus ditinjau ulang. Jika pasien menggunakan antibiotik, mereka harus ditinjau ulang serta hari
pemberian antibiotik dicatat. Untuk pasien dengan COVID-19, kadar prokalsitonin seringkali rendah,
tetapi dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien untuk superimposed pneumonia karena bakteri.
Hasil gambar/foto harus ditinjau untuk bukti infeksi yang sedang berlangsung. Jika pasien memiliki
infeksi yang sudah diketahui, lakukanlah asesmen apakah kondisi infeksi tersebut membaik atau
memburuk. Pasien juga harus evaluasi terkait bukti infeksi baru. Jika pasien menunjukkan perbaikan
klinis pada antibiotik, tetapi tidak memiliki bukti jelas terkait infeksi dan kultur negatif, maka
penghentian antibiotik harus dipertimbangkan. Semua antibiotic di ICU harus direncanakan durasi
waktunya.

Endokrin: Kontrol glukosa pasien harus ditinjau. Steroid tidak direkomendasikan secara rutin untuk
pasien dengan COVID-19, tetapi dapat diberikan jika pasien mengidap kondisi lain yang responsif
terhadap steroid. Pasien yang memiliki masalah tiroid harus melanjutkan pengobatannya selama berada
di unit perawatan intensif. Jika pasien tidak memiliki kendali glukosa yang memadai, rejimen harus
disesuaikan, menggunakan insulin drip / infus insulin, jika perlu.

Mengurangi risiko pneumonia terkait ventilator (VAP)

 Cuci tangan lebih sering


 Angkat kepala tempat tidur hingga 30-45 derajat (jika memungkinkan, tergantung pada kondisi
khusus pasien)
 Gunakan teknik aseptik saat suctioning
 aspirasi seminimal mungkin dengan tekanan serendah mungkin
 Hiperoksigenasi pasien sebelum dan sesudah suctioning
 Jangan memberikan normal saline ke tabung ET
 Berikan interupsi sedasi
 Evaluasi viabilitas ekstubasi
 Berikan profilaksis untuk deep vein thrombosis

VII. ALARM VENTILATOR

Ada beberapa alarm yang harus diperhatikan:

 Ventilasi semenit: saat menggunakan mode pressure control atau mode dengan target tekanan
lainnya, hal itu dapat berarti bahwa mekanisme sistem pernapasan telah berubah atau
dorongan pernapasan pasien telah berubah sehingga alarm teraktivasi.
 Alarm tekanan puncak penting dalam volume control. Ini menunjukkan bahwa mekanisme
sistem pernapasan telah berubah, tetapi apakah itu karena perubahan resistans atau komplians
perlu dinilai dengan melihat tekanan puncak (peak pressure) dan plateau pressure.
o Perubahan tekanan plateau adalah hasil dari perubahan compliance
o Perubahan PEEP dan / atau volume tidal juga akan mengubah tekanan plateau.

Saat memecahkan masalah terkait alarm high-pressure ventilator, Peak inspiratory pressure (PIP) adalah
kuncinya.

PIP harus ditampilkan di layar ventilator, sedangkan Plateau Pressure (Pplat / tekanan plateau) diperoleh
dengan tekan-tahan tombol " inspiratory hold " atau " inspiratory pause " pada ventilator. PIP yang
meningkat dan Pplateu normal merupakan indikasi peningkatan resistensi jalan napas. PIP yang
meningkat dan Pplat yang meningkat merupakan indikasi komplians yang abnormal. Dengan
menentukan apakah pasien memiliki masalah resistans atau masalah komplians , dapat membantu
dalam diagnosis banding gagal napas.

Anda mungkin juga menyukai