Anda di halaman 1dari 7

Ventilasi Mekanik untuk Tatalaksana COVID-19

Ekstubasi

Pendahuluan
Mengetahui kapan dan bagaimana cara memulai ventilasi mekanik adalah hal yang penting. Di saat yang
sama, tidak kalah pentingnya adalah mengetahui kapan dan bagaimana melepas pasien dari ventilasi
mekanik (juga dikenal sebagai weaning / penyapihan). Sebagaimana kita ketahui bahwa, persiapan
untuk ekstubasi dimulai sejak saat pertama pasien diintubasi. Pasien yang terinfeksi COVID-19 umumnya
memerlukan intubasi untuk periode yang cukup lama, berkisar antara 10 hingga 14 hari. Tim yang
merawat pasien dengan ventilasi mekanik bertanggung jawab untuk mengevaluasi kondisi pasien setiap
hari, dan menilai apakah kondisi pasien mulai stabil atau membaik. Bila pasien menunjukkan tanda-
tanda perbaikan, maka penilaian untuk persiapan ekstubasi harus dimulai.
Kondisi pasien perlu diperiksa secara kontinu dan begitu terlihat tanda perbaikan pertukaran gas dan
komplians paru, maka tingkat bantuan pernapasan yang diberikan dapat dikurangi. Untuk sebagian
besar kasus, langkah pertama mempersiapkan pasien untuk menuju ekstubasi adalah mengubah mode
ventilasi dari assist control ke pressure support ventilation. Sebagaimana dibahas di bacaan sebelumnya,
mode pressure support memungkinkan bagi pasien untuk bernapas spontan. Pasien menggerakkan
diafragmanya sendiri dan mengatur sendiri laju pernapasan, aliran, serta volume tidal. Gambar layar
ventilator berikut ini menggambarkan kondisi pasien yang siap dialihkan ke pressure support. Pasien
dapat dibangunkan dengan mengurangi sedasi, dan kondisi mekanik paru terlihat baik yaitu PIP (Peak
Inspiratory Pressure) yang rendah yaitu hanya 22, dan volume tidal 400. Kebutuhan PEEP (Positive-End
Expiratory Pressure) juga rendah, dan pasien hanya memerlukan FiO2 0.5. Hasil analisis gas darah (AGD)
pasien juga baik, yaitu 7,37/38/110. (Catatan: selain memindahkan pasien ke ventilasi pressure support,
FiO2 juga dapat diturunkan ke 40% mengingat PaO2 atau Tekanan Oksigen Parsial sudah lebih dari
adekuat).

Setelah pasien dipindah ke ventilasi pressure support, kesiapan pasien untuk penyapihan dinilai
berdasarkan beberapa parameter fisiologis termasuk MIP atau tekanan maksimal inspirasi (maximal
inspiratory pressure), fRVT (rasio frekuensi pernapasan dan volume tidal, atau rapid shallow breathing
index - RSBI) dan lain-lain.

Bila kriteria berikut ini dipenuhi, pasien perlu menjalani tes kemampuan bernapas spontan atau disebut
spontaneous breathing trial (SBT) untuk menentukan apakah pasien siap untuk mencoba ekstubasi.

Kriteria untuk Melakukan Spontaneous Breathing Trial (SBT)*

2
● Perbaikan kondisi dasar yang menyebabkan intubasi
● Hemodinamis relatif stabil
o HR < 130
o Tekanan Arteri Rata-rata dapat dicapai dengan dosis vasopresor yang tetap
● Pasien memiliki refleks batuk (sering timbul saat tindakan suctioning)
● Beban sekresi dapat diatasi dengan kekuatan batuk. (Pasien dengan batuk yang kuat akan
mampu mengeluarkan lebih banyak secret jalan naps.)
● Oksigenasi adekuat
o Biasanya SpO2 > 90% pada 40% FiO2 dan PEEP ≤ 8
o Mampu mempertahankan status oksigenasi setelah ekstubasi.
● Ventilasi adekuat
o pH > 7.3 dengan PCO2 mendekati baseline
o Pasien dapat mempertahankan ventilasi semenit (minute ventilation) setelah
ekstubasi, biasanya < 12 L/menit
● Pengaturan minimum di ventilator
o Pada mode pressure support ≤ 10 cm H2O
o PEEP ≤ 8 cm H2O
o Volume tidal tetap di ≥ 5 mL/kg prediksi berat badan (PBW)
o Laju pernapasan < 35 kali per menit
o FiO2 ≤ 50%
*Angka-angka ini diberikan untuk tujuan edukasi secara umum. Sebagian besar institusi memiliki kriterianya masing-masing.
Silakan merujuk ke rincian dalam protokol institusi anda.

3
Gambar di bawah ini menunjukkan kondisi pasien dengan ventilasi pressure support 10/5 (driving
pressure 10 cm H20 dengan PEEP 5 cm H2O). Pasien ini berada dalam kondisi marjinal karena dengan
tekanan pemacu 10 cm H2O, volume tidal cukup baik yaitu 400, tapi laju pernapasan 30. Pasien ini
memerlukan evaluasi apakah takipnea terjadi karena hal-hal yang bukan pulmoner seperti karena rasa
sakit, gelisah/agitasi, demam, dll. Dalam situasi ini, cukup beralasan bila pressure support diturunkan
dari 10 cm H2O ke 5 cm H2O dan lalu dilakukan penilaian terhadap volum tidal dan laju napas. Respon
pasien sulit diprediksi, sehingga seringkali jalan terbaik adalah untuk mencoba dan mengevaluasi.

Uji coba bernapas spontan (spontaneous breathing trial - SBT) dipakai untuk menilai kesiapan pasien
untuk penyapihan yaitu dengan cara melepas pasien dari ventilator selama 30 menit dan mengevaluasi
kemampuan pasien untuk bernapas sendiri selama waktu tersebut. SBT dapat dilakukan dengan banyak
cara, termasuk dengan pengaturan pressure support 5/5, 0/5, 0/0, ataupun dengan metode “T-piece” di
mana pasien dilepaskan dari ventilator dan diberi oksigen yang telah dilembabkan melalui T-piece
(blow-by humidified oxygen). Tiap metode memiliki keunggulan tersendiri, dan panduan yang ada
bervariasi antar institusi. Konsep terpenting adalah bahwa petugas perlu mempertimbangkan apa saja
dukungan pernapasan yang tersedia bagi pasien dan memastikan bahwa pasien mampu bernapas
dengan teknik yang diberikan.

Kriteria Keberhasilan Spontaneous Breathing Trial (SBT)*

4
● Tampilan Klinis
o Tidak terlihat tanda-tanda terjadi distres napas
■ Sianosis, diaforesis, menggunakan otot pernapasan tambahan, atau meringis
● Kondisi mekanik paru-paru
o Rasio laju pernapasan : volume tidal < 105
o Laju pernapasan < 30 kali per menit
o Volume tidal < 5 mL/kg berat badan terprediksi (PBW)
● Oksigenasi dan ventilasi
o SpO2 > 90% pada FiO2 ≤ 50%
o PaCO2 ≤ 50mmHg atau
o pH ≥ 7,3 atau penurunan pH ≤ 0,07
● Kondisi Hemodinamik
o Perubahan tekanan darah sistolik ke > 90 atau < 180 mmHg
o Detak jantung < 130 denyut per menit (BPM)
o Tidak ada aritmia yang baru
Angka-angka ini diberikan untuk tujuan edukasi secara umum. Sebagian besar institusi memiliki kriterianya masing-masing.
Silakan merujuk ke rincian dalam protokol institusi anda.

Layar di bawah ini menunjukkan pasien dalam kondisi baik saat percobaan bernapas spontan (SBT).
Pasien menerima ventilasi pressure support 5/5, dengan volume tidal 735 ml, yang menandakan
compliance paru baik. Laju pernapasan rendah yaitu 14, dan FiO2 yang diberikan rendah 25%. Pasien ini
merupakan calon untuk ekstubasi, dengan asumsi tidak ada kondisi lain yang menghalangi ekstubasi.

5
Bila pasien mampu bernapas spontan saat SBT, maka langkah selanjutnya adalah mengevaluasi apakah
ada hambatan lain untuk ekstubasi. Satu pendekatan yang bermanfaat adalah dengan melakukan
evaluasi keseluruhan, mulai dari kepala hingga ujung jari kaki:

Penilaian Hambatan terhadap Ekstubasi

Kepala: Apakah pasien sadar dan mampu mengikuti instruksi? Bila tidak, apakah klinisi yakin pasien
dapat batuk dan melindungi jalan napas? Apakah pasien tenang atau gelisah? Bila pasien gelisah,
apakah itu terkait dengan selang endotrakeal? Apakah ada rencana untuk mengatasi kegelisahan
pasien? Apakah rasa sakit dapat dikendalikan tanpa menyebabkan pasien somnolen atau apnea?

Wajah/Leher: Ada trauma wajah? Pembengkakan lidah atau bibir? (Catatan: ini dapat terjadi pada
pasien yang sebelumnya ditempatkan dalam posisi telungkup) Apakah proses intubasi pasien sulit?
(Catatan: walaupun tidak menghalangi ekstubasi, hal ini perlu diketahui oleh semua klinisi) Apakah ada
kebocoran pada cuff pasien?

Dada: Apakah pasien mengalami trauma dada/kondisi patologi lain (seperti fraktur tulang rusuk, dll.)
yang mungkin menghambat upaya bernapas secara adekuat?

Perut: Apakah ada rencana untuk melakukan tindakan atau prosedur diagnostik tertentu sebelum
ekstubasi? Bagaimana dengan pemberian nutrisi setelah ekstubasi? Apakah perlu dipasang selang
nasogastrik terlebih dahulu sebelum ekstubasi? (Catatan: sebagian besar pasien yang diintubasi untuk
jangka waktu lama mengalami kelemahan otot faringeal selama beberapa hari setelah ekstubasi,
sehingga tidak dapat makan secara normal.)

Bila tidak ditemui hambatan untuk ekstubasi, maka ekstubasi dapat dilakukan. Sebagai persiapan,
sediakan semua peralatan yang diperlukan untuk oksigenasi pasca ekstubasi (kanula hidung, masker
oksigen, CPAP atau BPAP, dll.) juga peralatan yang diperlukan untuk prosedur intubasi pasien bila
ekstubasi ternyata gagal:

● Selang endotrakeal (ETT) dengan ukuran yang tepat


● Kantong ambu dengan katup positive end expiratory-pressure (PEEP)
● Bougie atau stylet untuk membantu memasang ETT
● Tube exchangers
● Laringoskopi langsung (traditional direct laryngoscope)
● Laringoskopi melalui video (Video laryngoscope)
● Bronkoskopi fleksibel (Flexible bronchoscope)
● Obat-obatan yang diperlukan untuk induksi
● Selang ujung untuk alat penghisap cairan (suction catheter)

6
Untuk ekstubasi:

1. Bantu pasien ke posisi duduk tegak.


2. Lakukan penghisapan ETT dan rongga mulut. Keluarkan semua sekresi di atas cuff ETT dengan
penghisapan subglotis, bila ada, atau masukkan kateter berukuran kecil (small bore catheter) di
pinggir ETT untuk mengeluarkan sekresi di atas cuff ETT.
3. Keluarkan ETT dari holder.
4. Minta pasien menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan napas.
5. Saat penghembusan napas, kempiskan cuff dan lepaskan ETT dengan mudah.
Catatan: bila ada selang orogastrik, selang tersebut akan dilepaskan bersamaan dengan ETT dan
perlu diganti dengan selang nasogastrik, bila pasien belum siap untuk memperoleh obat dan
nutrisi secara oral.
6. Lakukan penghisapan dalam rongga mulut.
7. Minta pasien menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkan semua sekresi melalui batuk.
8. Beri oksigen tambahan melalui kanula hidung, masker oksigen, dll sesuai kebutuhan.

Setelah ekstubasi, sangatlah penting untuk terus memantau pasien dengan seksama. Pastikan pasien
memperoleh oksigenasi yang memadai dan beri oksigen tambahan sesuai kebutuhan.
Bila pasien memerlukan dukungan tambahan, pertimbangkan pemberian CPAP/BPAP. Gunakan
bronkodilator seperlunya, lakukan manajemen sekresi, pertahankan hidrasi jalan napas, jaga agar jalan
napas sentral selalu paten, dan dorong pasien untuk melakukan kegiatan yang mengurangi potensi
terjadinya re-intubasi:

● Batuk
● Menarik napas dalam-dalam
● Duduk
● Mobilisasi dengan berjalan bila memungkinkan

Beberapa faktor risiko yang memberi indikasi pasien perlu diintubasi ulang mencakup:

● Pneumonia
● Batuk lemah
● Perlu tindakan penghisapan yang cukup sering
● Rapid shallow breathing index (RSBI) >58 kali napas per menit per liter
● Positive fluid balance (keseimbangan cairan positif) dalam 24 jam sebelum ekstubasi

Proses ekstubasi dan rekomendasi pasca ekstubasi dimodifikasi dari Saeed F, Lasrado S. Extubation. [Updated
2019 Jul 21]. Dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Ada di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539804/

Anda mungkin juga menyukai