Anda di halaman 1dari 10

Konsep Dasar Sistem Endokrin

A. Pengertian
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan
hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk memengaruhi organ-organ lain.
Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel
dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan.
Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat,
dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.
Kelenjar endokrin juga disebut kelenjar buatan . Karena kelenjar endokrin tidak mempunyai
saluran khusus tetapi langsung ke pembuluh darah, tidak ke dalam rongga tubuh. Cabang
kedokteran yang mempelajari kelainan pada kelenjar endokrin disebut endokrinologi, suatu
cabang ilmu kedokteran yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan penyakit dalam.

B. Macam – macam kelenjar endokrin


a. Kelenjar hipofisis
Merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terletak pada lekukan tulang selatursika di
bagian tengah tulang baji. Pituitari dapat mengkontrol kelenjar endokrin lainnya sehingga
sering disebut master of glands (raja dari semua kelenjar). Kelenjar hipofise berukuran
tidak lebih besar dari kacang tanah terletak terlindung di dasar tengkorak. Kelenjar ini
terbagi atas 2 bagian, bagian depan dan bagian belakang. Bagian belakang merupakan
kelanjutan dari hiPotalamus (bagian dari otak). Kelenjar ini menghasilkan hormon
pertumbuhan (growth hormone), hormon perangsang tiroid (TSH), perangsang gonad
(FSH), dan lain-lain. Hormon pertumbuhan banyak dihasilkan selama masa pertumbuhan,
tetapi menurun setelah manusia mencapai usia dewasa. Jika hormon itu dihasilkan dalam
jumlah berlebih selama masa pertumbuhan, akan didapatkan anak menjadi sangat tinggi.
Kelenjar hipofisis terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus anterior (depan), lobus intermediet
(tengah), dan lobus posterior (belakang). Bagian anterior menghasilkan hormon
pertumbuhan, prolaktin, tirotropin, kortikotropin, endorfin, dan hormon seks. Sedangkan
pada bagian posterior menghasilkan hormon antidiuretik (ADH) dan oksitosin.Sekresi
hormon dari kelenjar pituitari ini dipengaruhi oleh faktor emosi dan perubahan iklim.

Kelenjar hipofisis terbagi menjadi kelenjar hipofisis lobus anterior, kelenjar hipofisis lobus
intermediet, dan kelenjar hipofisis lobus posterior
1. Kelenjar hipofisis lobus anterior
Menghasilkan bemacam-macam hormon pengatur dan beberapa hormon yang lain yaitu
 Hormon adrenokortikotropik (ACTH)

Berfungsi mengontrol sekresi beberapa hormon oleh korteks adrenal.

 Hormon tiroid (TSH)

Berfungsi mengontrol sekresi hormon oleh kelenjar tiroid


 Hormon somatotrof (STH)

Berfungsi menstimulasi pertumbuhan sel tubuh dan anabolisme protein.

 Follicle Stimulating Hormon (FSH)

Pada wanita, berfungsi merangsang perkembangan folikel pada ovarium dan sekresi
estrogen. Sedangkan pada pria, berfungsi menstimulasi testis untuk menghasilkan
sperma

 Luteinizing Hormon (LH)

Pada wanita, bersama dengan estrogen berfungsi menstimulasi ovulasi dan


pembentukan progesteron oleh korpus luteum pada ovarium. Sedangkan pada pria,
berfungsi menstimlasi sel-sel interstisial pada testis untuk berkembang dan
menghasilkan testosteron.

 Hormon prolaktin (LTH)

Berfungsi untuk memelihara sekresi susu oleh kelenjar susu.

2. Kelenjar hipofisi lobus intermediet

Menghasilkan Melanocyte Stimulating Hormon (MSH) yang berfungsi mengatur


perubahan warna kulit.

 Kelenjar Hipofisis Posterior

Menghasilkan beberapa hormon yaitu sebagai berikut:

 Hormon Antidiuretik (ADH)

Disebut juga vasopressin, berfungsi menurunkan volume urine dan meningkatkan


tekanan darah.

 Hormon Oksitoksin

Berfungsi menstimulasi kontraksi sel otot polos pada rahim wanita hamil sebelum
melahirkan dan menstimulasi kontraksi sel-sel kontraktil kelenjar susu agar
mengeluarkan air susu.

b. Kelenjar Tiroid (Kelenjar Gondok)


Kelenjar tiroid terletak di leher bagian depan di sebelah bawah jakun, Kelenjar ini berfungsi
untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energi, membuat protein dan mengatur
kesensitifan tubuh terhadap hormon lainnya. Kelenjar tiroid dapat distimulasi dan menjadi
lebih besar oleh epoprostenol. Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (TSH)
hipofisis, dibawah kendali hormon pelepas tirotropin (TRH) hipotalamus melalui sistem
umpan balik hipofisis-hipotalamus. Faktor utama yang mempengaruhi laju sekresi TRH dan
TSH adalah kadar hormon tiroid yang bersirkulasi dan laju metabolik tubuh. Produksi
hormon yang berlebihan dapat menyebabkan gejala jantung berdebar, yang bila berlarut-
Iarut akan melemahkan jantung, banyak keringat dan berat badan turun, serta mata
menonjol seperti ikan koki. Pembesaran tiroid yang aktif disebut hot nodule dan yang tidak
aktif disebut cold nodule. Kelenjar ini menghasilkan hormon-hormon sebagai berikut:
 Tiroksin dan Triodotironin

Berfungsi mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan, dan kegiatan sistem


saraf.

 Kalistonin

Berfungsi menurunkan kalsium dalam darah dengan cara mempercepat absorpsi


kalsium oleh tulang.

c. Kelenjar paratiroid (kelenjar anak gondok)


Terletak di sebelah atas kelenjar tiroid. Kelenjar yang dihasilkan adalah parathormon yang
berfungsi mengatur kadar kalsium dalam darah. Kekurangan parathormon akan
menyebabkan kretinisme (kekerdilan), mixodema, yaitu kegemukan (obesitas) yang luar
biasa serta kecerdasan menurun. Sedangkan kelebihan parathormon menyebabkan
basedow, yaitu meningkatnya metabolisme, meningkatnya denyut jantung, gugup,
emosional, mulut ternganga, dan mata lebar (eksoftalmus), serta menyebabkan batu ginjal.
Ada 2 jenis sel dalam kelejar paratiroid, ada sel utama yang mensekresi hormon paratiroid
(PTH) yang berfungsi sebagai pengendali keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh
melalui peningkatan kadar kalsium darah dan penuurunan kadar fosfat darah dan sel
oksifilik yang merupakan tahap perkembangan sel chief.
d. Kelenjar epifisis
Kelenjar ini terdapat di otak bagian atas dan belum diketahui dengan pasti hormon yang
dihasilkan maupun fungsinya.
e. Kelenjar timus
Kelenjar ini berfungsi menimbun hormon somatotrof dan setelah dewasa tidak berfungsi
lagi.
f. Kelenjar adrenal
Kelenjar ini terdiri dari dua bagian:
a. Bagian korteks adrenal, menghasilkan beberapa macam hormon:
 Mineralokortikoid, berfungsi mengontrol metabolisme ion anorganik.
 Glukokortikoid, berfungsi mengontrol metabolisme glukosa
 Adrogen, bersama hormon reproduksi (gonad) untuk menentukan sifat kelamin
sekunder pria.
b. Bagian medulla adrenal, menghasilkan hormon adrenalin dan nonadrenalin yang
mempunyai fungsi:
 Memacu aktifitas jantung dan menyempitkan pembuluh darah kulit dan kelenjar
mukosa.
 Mengendurkan otot polos batang tenggorok sehingga melapangkan pernapasan.
 Mengubah glikogen menjadi glukosa dalam hati.
 Bersama insulin mengatur kadar gula darah

g. Kelenjar kelamin
Kelenjar kelamin dibedakan menjadi kelenjar kelamin pria dan kelenjar kelamin wanita.
 Kelenjar kelamin pria (testis) menghasilkan hormon testosterone yang berpengruh terhadap
pertumbuhan sekunder pada pria dan berfungsi mempertahankan proses spermatogenesis.
 Kelenjar kelamin wanita (ovarium) menghasilkan hormon estrogen dan progesterone yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan kelamin sekunder wanita.
h. Kelenjar langerhans (pankreas)
Kelenjar langerhans menghasilkan dua macam hormon :
 Hormon insulin, berfungsi mengubah glukosa menjadi glikogen di dalam hati dan otot
sehingga mengurangi kadar gula dalam darah. Kekurangan hormon insulin
menyebabkankan diabetes mellitus (kencing manis).
 Hormon glukagon, berfungsi mengubah glikogen menjadi glukosa.
i. Kelenjar pencernaan (kelenjar usus atau lambung)
 Kelenjar usus menghasilkan hormon sekretin yang befungsi merangsang sekresi getah
pankreas dan hormon kolesistokinin yang merangsang sekresi getah empedu.
 Kelenjar lambung menghasilkan hormon gastrin yang merangsang sekresi getah lambung

C. Penyakit – penyakit sistem endokrin


1. Hipotiroidisme
 Pengertian
Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu tingkat
dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid-”end organ”, dengan akibat terjadinya defisiensi
hormon tiroid, ataupun gangguan respon jaringan terhadap hormon tiroid. Hipotiroidisme
merupakan suatu sindroma klinis akibat penurunan produksi dan sekresi hormon tiroid. Hal
tersebut akan mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan penurunan
glukosaminoglikan di interstisial terutama dikulit dan otot.
Hipotiroidisme biasanya disebabkan oleh proses primer dimana jumlah produksi hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid tidak mencukupi. Dapat juga sekunder oleh karena gangguan
sekresi hormon tiroid yang berhubungan dengan gangguan sekresi Thyroid Stimulating
Hormone (TSH) yang adekuat dari kelenjar hipofisis atau karena gangguan pelepasan
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus (hipotiroid sekunder atau tersier).
Manifestasi klinis pada pasien akan bervariasi, mulai dari asimtomatis sampai keadaan
koma dengan kegagalan multiorgan (koma miksedema).
Disfungsi tiroid pada masa bayi dan anak dapat berakibat kelainan metabolik yang
ditemukan pada masa dewasa, berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan, karena
maturitas jaringan dan organ atau jaringan spesifik yang merupakan pengatur
perkembangan bergantung pada efek hormon tiroid, sehingga konsekuensi klinik disfungsi
tiroid tergantung pada usia mulai timbulnya pada masa bayi atau anak. Apabila
hipotiroidisme pada janin atau bayi baru lahir tidak diobati, dapat menyebabkan kelainan
intelektual dan atau fungsi neurologik yang menetap.
2. Hipertiroidisme
 Pengertian
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan
hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi
yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.
Hipertiroidisme (Hyperthyrodism) adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja
secara berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah.
Hipertiroidisme adalah kadar TH yang bersirkulasi berlebihan. Gangguan ini dapat terjadi
akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. (Elizabeth J. Corwin: 296).

 Etiologi
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF
karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya. Hipertiroidisme akibat
rnalfungsi hipofisis memberikan gambamn kadar HT dan TSH yang finggi. TRF akan
Tendah karena uinpan balik negatif dari HT dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi
hipotalamus akan memperlihatkan HT yang finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
1. Penyebab Utama
a. Penyakit Grave
b. Toxic multinodular goitre
c. ’’Solitary toxic adenoma’’
2. Penyebab Lain
a. Tiroiditis
b. Penyakit troboblastis
c. Ambilan hormone tiroid secara berlebihan
d. Pemakaian yodium yang berlebihan
e. Kanker pituitari
f. Obat-obatan seperti Amiodarone
 Manifestasi Klinis
 Peningkatan frekuensi denyut jantung.
 Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
Katekolamin.
 Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran
terhadap panas, keringat berlebihan.
 Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik
 Peningkatan frekuensi buang air besar
 Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
 Gangguan reproduksi
 Tidak taahan panas
 Cepat lelah
 Pembesaran kelenjar tiroid
 Mata melotot (exoptalmus). Hal ini terjadi sebagai akibat penimbunan zat dalam orbit
mata.
 Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan
penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran
normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam
folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan
pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali
lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi
TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar
tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam.
Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan
pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas,
sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar.
Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari
sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang
diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang
penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang
mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya
tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami
gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan
salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi
merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-
otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.

 Komplikasi

Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid
storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani
terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak
terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang
menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila tidak
diobati, kematian Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves,
infeksi.

 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid
(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
Obat antitiroid. Digunakan dengan indikasi:
 Terapi untuk memperpaqjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada
pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikusis
 Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase seblum pengobatan, atau sesudah
pengobatan pada pasien yg mendapt yodium radioaktif
 Persiapan tiroidektomi
 Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
 Pasien dengan krises tiroid
 Pada pasien hamil biasanya diberikan propiltiourasil dengan dosis serendah
mungkin yaitu 200 mg/hari atau lebih lagi. Hipertiroidisme kerap kali sembuh
spontan pada kehamilan tua sehingga propiltiourasil dihentikan. Obat-obat
tambahan sebaiknya tidak diberikan karena T4, yang dapat melewati plasenta hanya
sedikit sekali dan tidak dal mencegah hipotiroidisme pada bayi yang baru lahir.
Pada masa laktasi juga diberikan propiltiourasil karena hanya sedik:it sekali yang
keluar dari air susu ibu. Dosis ya; dipakai 100-150 mg tiap 8 jam: Setelah pasien
eutiroid, secara Minis dan laboratorim dosis diturunkan dan dipertahankan menjadi
2 x 50 mg/hari. Kadar T4 dipertahank pada batas atas normal dengan dosis
propiltiaurasil
3. Tiroiditis
Tiroiditis pada umumnya ditandai oleh pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar
tiroid. Ada beberapa tipe tiroiditis dan telah dikenal sebagai klasifikasi. Yang paling
sederhana diantara klasifikasi tersebut ialah pembagian tiroiditis menjadi
a) Akut (supuratif)
b) Subakut
c) Limfositik (Hashimoto)

TIROIDITIS SUBAKUT

Nama yang umum dipakai untuk tiroiditis sub akut ialah tiroiditis De Quervain dengan
banyak sinonim antara lain non-infectious thyroiditis, granulamatous, giant cell
thyroiditis. Kelainan itu terutama mengenai wanita paling banyak pada umur antara 31
– 50 tahun. Inflamasi tiroid biasanya terjadi 2 – 4 minggu sesudah infeksi saluran cerna
atas.

Etiologi

Yang jelas sampai sekarang tidak diketahui, pada umumnya diduga oleh virus. Pada
beberapa kasus dijumpai antibody autoimun.

Perjalan penyakitnya khas yaitu pada permulaan penyakit, pasien mengeluh nyeri
dileher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai gejala
hipertiroidisme ringa atau sedang. Kadar tiroksin serum tinggi tetapi ambilan I 131
rendah. Pada ± 25 % kasus tidak disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisis ditemukan tiroid yang membesar, nyeri tekan, biasanya disertai
takikardia, berkeringat, demam, tremor dan tanda – tanda lain hipertiroidisme.
Pemeriksaan laboratorium sering dijumpai tanpa leukositosis, lanju endap darah (LED)
yang meninggi. Pada 2/3 kasus, kadar hormone tiroid meninggi karena pelepasan
hormone tiroid yang berlebih akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Hal
ini pula yang menyebabkan rendahnya ambilan I 131. Antibody antitiroid biasanya
tidak ada atau terdapat sepintas (transient) dengan titer sangat rendah. Kelainan
histopatologis yang khas ialah adanya sel – sel raksasa.

Keadaan tersebut kemudian diikuti periode hipotiroidisme selama 2 – 4 minggu. Kadar


tiroksin rendah atau normal, ambialan I 131 masih tetap rendah. TSH normal atau
sedikit meninggi. Perbaikan fungsi tiroid terjadi dalam waktu 2 – 4 bulan, kadang –
kadang lebih lama. Penyembuhan biasanya sejajar dengan perbaikan uji tangkap
iodium.

Diagnosa banding

Diagnosa banding tiroiditis subakut adalah :

 Perdarahan akut kedalam nodul tiroid.


 Tiroiditis piogenik yang akut

Pada yang pertama, nyeri biasanya lebih terlokalisasi, tidak ditemukan gejala sistemik.
Pada keadaan kedua, perlu dipikirkan apabila selain ditemukan tanda – tanda sistemik
peradangan, juga terdapat fluktuasi pada perabaan kelenjar tiroid, serta tidak dapat
menghasilkan perbaikan pada pemberian glukokortikoid.

Pengobatan

Penyakit ini biasaya sembuh sendiri, sehingga pengobatan yang diberikan hanya
bersifat simtomatis. Pada umumnya dapat diberikan asetosal untuk mengurangi rasa
nyeri.

Pada keadaan berat dapat diberikan glukortikoid misalnya prednisone dengan dosis
awal 50 mg/hari. Respon terapeutik biasanya tampak setelah 24 jam. Selanjutnya dosis
diturunkan bertahap dalam waktu 1 – 4 minggu kemudian dihentikan.

Glukortikoid selain mengurangi gejala, juga mempercepat terjadinya remisi yang


selanjutnya dapat menetap. Pada masa hipotiroidisme dapat diberikan L-tiroksin 0,05 –
0,1 mg/hari yang kalau perlu dapat dinaikan dosisnya dengan 0,05 mg tiap 3 – 5 minggu
sampe eutiroidisme tercapai.
TIROIDITIS AKUT SUPURATIF

Istilah lain dari tiroidis akut supuratif adalah anfective thyroiditis dan ini menunjukan
tiroiditis bukan oleh virus, tetapi oleh bakteri atau jamur. Infeksi ini dapat memberikan
gambaran akut, subakut dan menahun. Tetapi bentuk yang khas infeksi bakteri ini ialah
tiroiditis septic akut.

Kejadian tiroiditis ini sangat jarang. Dalam 18 tahun, seorang peneliti hanya
menemukan 15 kasus.

Etiologi

Kuman penyebab biasanya stafhylococcus aureus, stafhylocaccus hemolyticus dan


pneumococcus. Infeksi dapat terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari
jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktuk tiroglosus yang
persisten, kelainan yang terjadi dapat disertai terbentuknya abses atau tanpa abses.
Abses ini dapat menjurus ke mediastinum, bahkan dapat pecah ke trakea dan
esophagus.

Gejala klinis

Gejala klinis berupa nyeri leher mendadak, malaise, demam, menggigil dan takikardia.
Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid
membengkak dengan tanda – tanda peradangan lain dan sangat nyeri tekan.
Pemeriksaan laboratorium menunjukan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid
memperlihatkan daerah nodul dingin.

Pengobatan

Tanpa pengobatan penyakit ini dapat menjadi hebat yaitu dengan terbentuknya abses
yang kemudian mudah pecah. Kadang – kadang ada juga yang sembuh spontan.
Pengobatan utama ialah menggunakan antibiotic. Coccus gram positif biasanya dapat
diatasi dengan penisilin dan derivatnya, tetrasiklin, kloramfenikol. Kadang – kadang
diperlukan tindakan lanjutan yaitu bila terbentuk abses. Kalau jelas hal ini menyangkut
satu lobus, perlu lobektomi (dengan lindungan antibiotic). Bila infeksi sudah menyebar
melalui satu kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, perlu insisi dan drainage.

TIROIDITIS HASHIMOTO

Merupakan suatu tiroiditis autoimun. Nama lainya adalah struma limfomatosa, tiroiditis
autoimun. Yang terserang umumnya wanita berumur 30 – 50 tahun.

Pada keadaan ini, kelenjar tiroid biasanya membesar secara lambat, tidak terlalu besar,
simetris, regular dan padat. Kadang – kadang ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Pasien
bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid.titer antibody biasanya tinggi dan ada
imunitas yang cell mediated terhadap antigen tiroid.
Kelainan histopatologisnya dapat bermacam – macam yaitu antara lain infiltrasi limfosit
yan difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakan dengan
pasti secara histopatologis melalui biopsy. Sayangnya hasil biopsy sering tidak dapat
dipercaya. Diagnosis presumtif dapat dibuat atas dasar gambaran klinis dan tingginya
titer antibody yaitu lebih dari 1/32 untuk antibody mikrosomal atau 1/100 untuk
antibody tiroglobulin.

Pengobatan

Biasanya tidak diperlukan pengobatan karena strumanya kecil dan asimtomatik. Bila
kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan tindakan pengangkatan, sebaiknya
operasi ini ditunda karena kelenjar tiroid tersebut dapat mengecil sejalan dengan waktu.
Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut. Disamping itu tiroksin juga dapat
diberikan pada keadaan hipotiroidisme. Hipotiroidisme dapat terjadi pada beberapa
pasien tetapi prosesnya lambat. Bila terjadi hipertiroidisme dapat diberikan obat
antitiroid. Pemberian glukokortikoid dapat menyebabkan regresi struma dan
mengurangi titer antibody. Tetapi mengingat efek samping dan kenyataan bahwa
aktivitas penyakit dapat kambuh kembali sesudah pengobatan dihentikan, maka
pemakaian obat golongan ini tidak dianjurkan pada keadaan biasa.

Anda mungkin juga menyukai