Anda di halaman 1dari 9

UJIAN AKHIR SEMESTER

Nama : Fathia Nanda Tika

NIM : 17060102

Mata Kuliah : Kebanksentralan

Kode Seksi : Semua seksi

Jurusan : Ilmu Ekonomi

Waktu : 100 Menit

Dosen : Dewi Zaini Putri SE, MM

Yollit Permata Sari SE, M.Si

1.  Nilai tukar di dalam sebuah negara di pengaruhi oleh banyak faktor, jelaskan beserta kurva,
teori tentang nilai tukar menurut :

            a. Mundel Flemming model

Jawaban :

Model ini sangat efektif kebijakan moneter dalam memengaruhi output hanya berlaku
jika negara menganut sistem nilai tukar mengambang dan sistem devisa bebas. Jika kebijakan
fiskal akan efektif untuk sistem nilai tukar tetap dan sistem devisa terkontrol. Model Mundel-
Fleming merupakan model yang banyak digunakan dalam teori penentuan nilai tukar. Model
Mundel-Fleming dapat dikatakan sebagai perpanjangan dari model IS-LM dan kedua model
tersebut menekankan interaksi antara pasar barang dan pasar uang. Perbedaan keduanya adalah
model IS-LM digunakan pada sistem ekonomi tertutup, sementara model Mundell-Fleming
digunakan pada sistem ekonomi terbuka. Model MundellFleming pada dasarnya mengasumsikan
bahwa harga bersifat tetap dan perfect foresight. Model Mundell-Flemming menerapkan tiga
persamaan yaitu: persamaan kurs, permintaan uang, dan pendapatan nasional.

Model Mundel-Fleming memiliki sejumlah implikasi penting terkait dengan keefektifan


kebijakan fiskal dan moneter dalam menciptakan keseimbangan ekonomi, baik internal maupun
eksternal.

 Kebijakan moneter dan nilai tukar dalam model Mundell-Fleming

Diasumsikan bahwa penawaran uang secara eksogen ditentukan oleh otoritas moneter.
Karena tingkat harga diasumsikan tetap, maka kenaikan jumlah uang beredar berarti kenaikan
dalam keseimbangan uang riil. Peningkatan penawaran uang akan menyebabkan pergeseran
kurva LM ke kanan (LM’) dan tingkat keseimbangan baru bergeser menuju C. Nilai tukar jangka
panjang akan terdepresiasi secara proporsional (s menjadi lebih tinggi dari poin A ke poin C).
Pada awalnya, karena perekonomian tidak mampu menyesuaikan produksi barang/jasa secara
langsung, menyebabkan nilai tukar melonjak (overshoot) di atas tingkat keseimbangan jangka
panjangnya (dari poin A ke poin B). Selanjutnya, nilai tukar yang terdepresiasi menyebabkan
tingkat ekspor bertambah dan impor berkurang sehingga output nasional dan harga meningkat
(kurs terapresiasi) secara perlahan dan perekonomian bergerak dari poin B ke keseimbangan baru
C. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa efek bersih dari peningkatan penawaran uang adalah
depresiasi jangka panjang dari nilai tukar (poin C), dengan adanya overshooting pada awalnya
(poin B), dan peningkatan output dalam jangka panjang. Hal ini ditunjukkan pada Gambar.

 Kebijakan fiskal dan nilai tukar dalam model Mundell-Fleming

Berikut akan dibahas efek dari perubahan kebijakan fiskal dalam model Mundell-
Fleming. Dimisalkan, perubahan fiskal (peningkatan pengeluaran pemerintah) menyebabkan
ekspansi dalam perekonomian sehingga kurva IS bergeser ke kanan (IS’) dan tingkat
keseimbangan baru bergeser menuju poin D. Hal ini menyebabkan nilai tukar jangka panjang
akan terapresiasi secara proporsional ke poin D (s menjadi lebih rendah). Namun demikian, pada
awalnya, karena perekonomian tidak mampu menyesuaikan harga barang/jasa dalam jangka
pendek atau secara langsung ke poin D, hal ini menyebabkan nilai tukar menurun ke poin E di
atas tingkat keseimbangan jangka panjangnya (poin D). Selanjutnya, nilai tukar yang terapresiasi
menyebabkan tingkat ekspor berkurang dan impor bertambah. Selanjutnya, dengan berjalannya
waktu, nilai tukar terdepresiasi sehingga mendorong ekspor meningkat/impor turun (total output
bertambah) menyesuaikan secara perlahan dan perekonomian bergerak dari E ke keseimbangan
baru D. Secara singkat dapat disimpulkan, bahwa efek bersih dari adanya ekspansi kebijakan
fiskal adalah apresiasi nilai tukar jangka panjang, dengan adanya undershooting pada awalnya,
dan peningkatan output dalam jangka panjang. Hal ini ditunjukkan pada Gambar.
  b. Dornbush model

Jawaban :

Model harga kaku ini diperkenalkan oleh Dornbusch (1976) dan memperbolehkan adanya
overshooting jangka pendek pada nilai tukar nominal dan riil di atas tingkat keseimbangan
jangka panjangnya. Model ini mengasumsikan adanya variabel-variabel fleksibel dalam sistem,
yaitu nilai tukar dan suku bunga sebagai sebuah kompensasi atas kakunya variabel lain, terutama
harga barang. Model MundellFleming dan harga kaku sedikit memiliki kesamaan. Akan tetapi,
tidak seperti model Mundell-Fleming, dalam model harga kaku, output tidak lagi ditentukan oleh
permintaan, atau dengan kata lain, kelebihan dalam permintaan agregat lebih berpengaruh
kepada inflasi daripada peningkatan output.

Karena harga diasumsikan bersifat kaku dalam jangka pendek, maka penurunan
penawaran uang berimplikasi pada penurunan penawaran uang riil. Hal ini menyebabkan
peningkatan suku bunga untuk menyeimbangkan pasar uang. Peningkatan suku bunga tersebut
kemudian menarik para investor untuk berinvestasi di dalam negeri dan menyebabkan mata uang
domestik terapresiasi. Tentunya para investor menyadari apresiasi nilai tukar ini dapat berubah
menjadi depresiasi saat pembayaran kewajiban luar negeri mereka. Namun, para investor masih
akan terus membeli aset domestik selama perbedaan tingkat suku bunga masih lebih besar
daripada kerugian akibat depresiasi nilai tukar.

Asumsikan terjadi penurunan dalam jumlah penawaran uang nominal. Dalam jangka
panjang, karena model harga kaku mengasumsikan netralitas uang, penurunan dalam jumlah
penawaran uang nominal menyebabkan tingkat harga menjadi lebih rendah (P0 menjadi P1).
Karena model ini mengasumsikan paritas daya beli jangka panjang adalah tetap dan harga luar
negeri adalah konstan, maka nilai tukar jangka panjang akan terapresiasi secara proporsional dan
bergeser dari S0 ke S1 sejajar dengan 45 derajat. Keseimbangan baru pun bergeser menjadi C.
Karena harga menyesuaikan dengan perlahan, perekonomian tidak dapat bergerak ke C secara
langsung. Agar perekonomian dapat menyesuaikan dengan keseimbangan baru C, nilai tukar
bergeser ke S2. Kemudian harga pun bergeser perlahan dan perekonomian bergeser dari B
menuju keseimbangan jangka panjang C. Dapat disimpulkan bahwa efek bersih dari penurunan
penawaran uang adalah apresiasi nilai tukar jangka panjang (S0 ke S1) dengan fenomena
overshoot pada awalnya (S2 ke S1).

            c. Model Moneter Harga Flexible

Jawaban :

Dalam model MundelFleming, output ditentukan oleh permintaan dan harga bersifat
tetap. Dalam model harga kaku Dornbush, output berada pada tingkat alamiahnya dalam jangka
panjang dan harga menyesuaikan secara kaku terhadap kelebihan permintaan. Sedangkan dalam
model harga fleksibel, ouput juga berada pada tingkat alamiahnya, namun harga bersifat fleksibel
dan merespon kelebihan permintaan secara langsung. Model harga fleksibel mengasumsikan
tingkat suku bunga domestik bersifat eksogen dalam jangka panjang dan ditentukan oleh pasar
dunia berdasarkan asumsi mobilitas modal sempurna. Model harga fleksibel juga
mengasumsikan adanya paritas daya beli. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, dalam model
harga fleksibel, kenaikan dalam penawaran uang relatif terhadap pasokan mata uang asing
menyebabkan mata uang domestik terdepresiasi.

Peningkatan dalam pendapatan domestik riil menyebabkan kelebihan permintaan


terhadap mata uang domestik, ceteris paribus. Dalam rangka meningkatkan keseimbangan uang
riil, penduduk domestik memilih untuk mengurangi pengeluaran sehingga harga-harga pun
mengalami penurunan sampai keseimbangan pasar uang tercapai. Berdasarkan asumsi paritas
daya beli, maka penurunan harga domestik berimplikasi pada nilai tukar mata uang domestik
yang terapresiasi terhadap mata uang asing. Demikianlah nilai tukar ditentukan berdasarkan
model harga fleksibel.
2. Buatlah kerangka kerja kebijakan moneter, termasuk instrumen kebijakan moneter, sasaran
operasional, sasaran antara dan sasaran akhir kebijakan moneter. Jelaskan yang manakah dari
kerangka kerja tersebut yang digunakan oleh Bank Indonesia, kenapa ?

Jawaban :

Kerangka kerja kebijakan moneter :

 Instrumen kebijakan moneter


1) Operasi Pasar Terbuka (OPT)
2) Discount Rate
3) Giro Wajib Minimum
 Sasaran Operasional
1) Uang Primer
2) BI Rate
 Sasaran Antara
1) Uang Primer
2) Nilai Tukar
3) ITF (inflasi yang di targetkan)
 Sasaran Akhir
1) Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
2) Mengatasi Pengangguran
3) Menjaga inflasi
4) Stabilitas Nilai Tukar
5) Suku Bunga
Bank indonesia menggunakan kerangka kerja kebijakan moneter dengan instrumen
(OPT,Dr,GWM) , sasaran operasional BI rate, sasaran antara dengan menggunakan kerangka
ITF dan sasaran akhir menjaga kestabilan inflasi.

3. Pada bulan Mei 2019, Bank Indonesia mengumumkan akan mempertahankan suku bunga
acuan 6 bps, Berikan pendapat saudara atas kebijakan Bank Indonesia tersebut? Apakah
kebijakan tersebut tepat ditengah perang dagang amerika VS china yang kembali memanas?
Apakah kondisi neraca transaksi berjalan di Indonesia yang mengalami defisit terburuk
“sepanjang sejarah”, IHSG yang melemah, nilai rupiah yang kembali terdepresiasi adalah
dampak dari perang dagang?

Jawaban :

Keputusan BI untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan sejalan dengan upaya
menjaga stabilitas eksternal perekonomian indonesia ditengah ketidakpastian pasar keuangan
global yang meningkat. Ketidakpastian global akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dan
China yang mengurangi sentimen risiko. Selain itu, ini juga menekan rupiah dalam beberapa
waktu terakhir.

Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan menurun dipicu stimulus fiskal yang terbatas,


pendapatan dan keyakinan pelaku ekonomi yang belum kuat, serta permasalahan struktur pasar
tenaga kerja yang terus mengemuka. Perbaikan ekonomi Eropa diperkirakan lebih lambat akibat
melemahnya ekspor, belum selesainya permasalahan di sektor keuangan, serta berlanjutnya
tantangan struktural berupa aging population. Ekonomi Cina juga diperkirakan belum kuat,
meskipun telah ditempuh stimulus fiskal melalui pemotongan pajak dan pembangunan
infrastruktur. Pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat berpengaruh kepada volume
perdagangan dan harga komoditas global yang menurun, kecuali harga minyak yang naik pada
periode terakhir dipengaruhi faktor geopolitik.

Walau BI masih menunda untuk memangkas suku bunga , Bank Indonesia tetap bisa
mengoptimalkan instrumen kebijakan lain, seperti kebijakan makroprudensial dan kebijakan
operasi pasar terbuka untuk menunggu waktu yang tepat untuk menurunkan tingkat suku bunga
acuan. Hal ini dipengaruhi oleh terkendalinya inflasi serta ekspektasi menyusutnya defisit
transaksi berjalan yang dapat menjaga stabilitas rupiah. Pelonggaran kebijakan moneter ini
diharapkan bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia, apalagi di tengah
meningkatnya ketidakpastian global yang juga memicu perlambatan ekonomi dunia.

4. Venezuela adalah salah satu negara produsen minyak terbesar di dunia. Pada tahun 2014,
ketika harga minyak dunia turun membuat hasil ekspornya turun drastis, pertumbuhan
ekonominya menjadi minus, APBN defisit karena selama ini hanya mengharapkan minyak
sebagai sumber penerimaan negara, Alhasil negara tersebut kesulitan membayar hutang dan
mengalami krisis (krisis moneter + krisis fiskal). Harga melambung tinggi karena uang yang
langka dan lelang surat berharga yang tidak laku memaksa bank sentral harus mencetak uang
tambahan untuk menambah uang yang beredar di masyarakat dan bayar hutang jatuh tempo
sehingga inflasi meningkat +-1000%. apakah kondisi moneter dan fiskal itu saling berhubungan?
Berikan pendapat saudara tentang kebijakan yang diambil oleh pemerintah venezuela dan apa
solusinya?

Jawaban :

 Hubungan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal

Kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank sentral dan kebijakan fiskal yang ditetapkan
oleh pemerintah harus saling berkaitan agar lebih optimal dalam mengatasi masalah inflasi.
Kebijakan moneter yang ditetapkan bank sentral akan mempengaruhi pasar uang, dan pasar uang
tersebut akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan
memperngaruhi tingkat agregat. Kebijakan fiskal yang ditetapkan pemerintah akan berpengaruh
terhadap permintaan dan penawaran agregat, yang pada gilirannya permintaan dan penawaran
agregat itu akan menentukan keadaan di pasar barang dan jasa.

Inflasi sebagai masalah utama, tidak hanya bisa dikendalikan hanya oleh pemerintah atau


bank sentral, namun keduanya harus saling berkoordinasi.

Kondisi di pasar barang dan jasa ini akan menentukan tingkat harga dan kesempatan kerja


akan menentukan tingkat pendapatan dan tingkat upah yang di harapkan. Keduanya akan
memiliki umpan balik  yaitu pendapatan akan memberikan umpan balik
terhadap permintaan agregat dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran
agregat dan pasar uang serta pasar surat berharga.

 kebijakan yang diambil oleh pemerintah venezuela

Menurut saya kebijakan yang di ambil venezuela untuk terus mencetak uang malah akan
menurunkan nilai mata uangnya dan melonjakkan inflasi. Serta membuat terjadinya
hyperinflasion di negara tersebut, yang memberikan dampak seperti kelaparan, kemiskinan, dan
pengangguran yang melanda sejumlah titik di venezuela. Selain itu, hiperinflasi juga membuat
kondisi politik dan ekonomi menjadi sangat tidak stabil. Kondisi perdagangan internasional
disana juga menjadi tidak seimbang sehingga investasi sulit untuk masuk dan terjadi juga defisit
anggaran.

Solusi yang dilakukan pemerintah venezuela untuk mengatasi krisis ekonomi, pertama
masalah kelaparan yang dialami rakyat venezuela, diatasi dengan menggelontorkan sebagian
besar anggaran negaranya bagi pemenuhan kebutuhan pangan. untuk bangkit dari krisis,
pemerintahan akan mendongkrak volume produksi minyak bumi yang memang menjadi andalan
perekonomian Venezuela selama ini. Langkah lainnya, pemerintah Venezuela sedang
mengembangkan mata uang virtual, serta menyelesaikan masalah hubungan bilateral dengan
Kolombia.

5. Awal bulan lalu Bank Indonesia memutuskan membeli surat berharga pemerintah pada pasar
primer atau perdana karena kondisi perekonomian Indonesia yang sangat melemah dikarenakan
covid-19. Hal tersebut merupakan hal yang baru karena sebelumnya bank Indonesia dilarang
membeli SBN pada pasar primer karena hal tersebt melanggar independensi bank indonesia.
Bagaimana pendapat saudara mengenai kebijakan BI tersebut jika dikaitkan dengan
indepedensi ?

Jawaban :

Menurut saya kebijakan bank Indonesia tersebut dapat membantu meredam dampak
penyebaran virus corona. Walaupun tidak optimal dalam menyerap surat utang pemerintah di
pasar perdana. Hal itu dilakukan karena negara butuh dana besar untuk penanganan dampak
pandemi di dalam negeri. Aturan tersebut tercantum dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan
Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman
yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Biasanya, BI hanya diizinkan untuk membeli surat utang negara di pasar sekunder yang
dilepas oleh asing. Pembelian tersebut merupakan bentuk intervensi bank sentral dalam menjaga
nilai tukar rupiah tetap stabil ketika banyak investor asing yang menarik dananya dari Indonesia.
Kini, BI bisa langsung membeli surat utang pemerintah di pasar perdana. Hanya saja, jumlahnya
dibatasi yaitu maksimal sebesar 25 persen dari target lelang pemerintah. Kemudian, untuk Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) hanya boleh 30 persen dari target lelang pemerintah.

Pembelian surat utang pemerintah yang dilakukan oleh BI di pasar perdana ini diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan
Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi
Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan. BI
sendiri tak bisa seperti bank sentral di Amerika Serikat (AS) yang mencetak uang dan
dikucurkan secara langsung ke sektor riil demi menekan dampak penyebaran virus corona. Maka
itu, yang bisa dilakukan BI adalah membeli lebih banyak surat utang pemerintah di pasar
perdana.

Dengan BI membeli lebih banyak surat utang negara di pasar perdana, pemerintah akan
memiliki dana yang dapat disalurkan langsung ke sektor riil. Di sisi lain, Direktur Institute for
Development on Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat pembelian surat
utang pemerintah yang lebih banyak di pasar perdana oleh BI justru akan membuat inflasi tinggi.
Pasalnya, jumlah uang yang beredar nantinya akan semakin banyak. Bila itu terjadi, maka nilai
uang yang beredar di masyarakat bisa lebih rendah dibandingkan harga barang. Alhasil, ada
risiko hiperinflasi di Indonesia. Hiperinflasi sendiri bisa diartikan sebagai harga barang melonjak
dan nilai uang menurun drastis.

Ditambah, pasar akan menilai BI tak lagi bersikap independen karena terlalu banyak
membeli surat utang pemerintah di pasar perdana. Ujung-ujungnya, asing akan menarik dananya
dari Indonesia jika sudah tak percaya. Namun, tak menyangkal jika kebijakan pelonggaran
GWM yang selama ini dilakukan BI belum berdampak signifikan dalam penanganan virus
corona di dalam negeri. Kebijakan itu pengaruhnya masih kecil terhadap sektor riil.
Makanya, ia menyarankan agar BI kembali menurunkan suku bunga acuannya dalam beberapa
waktu ke depan. Dengan demikian, tercipta tren suku bunga acuan yang rendah pula di
perbankan.

Dengan tren penurunan suku bunga acuan, perbankan juga akan menurunkan bunga
kreditnya secara bertahap. Bila itu berjalan efektif, maka penyaluran kredit berpotensi kembali
menggeliat di tengah penyebaran virus corona. Apalagi, pemerintah akan memberikan subsidi
bunga kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). kebijakan itu akan menarik
pelaku UMKM untuk mengajukan pinjaman ke perbankan.

Anda mungkin juga menyukai