Reformasi Birokrasi Area IV Penguatan Kelembagaan Evaluasi Organisasi 1501463191
Reformasi Birokrasi Area IV Penguatan Kelembagaan Evaluasi Organisasi 1501463191
SEKRETARIAT JENDERAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
2012
1
BAB SATU
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
2
Meskipun Setjen DPR RI sebagai organisasi unsur penunjang DPR RI
termasuk sudah mapan secara kelembagaan tetapi tetap dituntut untuk
meningkatkan kinerjanya agar dapat mendukung terhadap peningkatan
kinerja DPR RI. Gambar 1.1, yang diperoleh dari survei pada tahun 2009
terhadap Anggota DPR dan Fraksi yang memperlihatkan masih adanya
pandangan ketidakpuasan DPR RI terhadap dukungan Setjen DPR RI,
meskipun kalau dibandingkan dengan yang puas masih lebih besar.
Selanjutnya bagaimana Setjen DPR RI dapat meningkatkan kinerjanya
melalui visi dan misi yang diembannya, maka sangat dipengaruhi oleh
kemampuan organisasi dalam mengelola berbagai sumber daya organisasi.
Terdapat empat sumber daya penting untuk diperhatikan, yaitu kesisteman
(method), sumber daya manusia (man), anggaran serta sarana dan prasarana
(material). Keempat aspek inilah yang harus dikelola dan dievaluasi secara
berkesinambungan sehingga visi dan misi Sekretariat Jenderal DPR-RI untuk
memberikan bantuan teknis, administrasi, dan keahlian kepada DPR-RI dapat
tercapai.
Dalam perkembangannya, untuk mengefektifkan pengelolaan berbagai
sumber daya tersebut dalam kerangka peningkatan kinerja organisasi,
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Namun demikian
peraturan ini hanya melihat pada satu aspek organisasi saja yaitu aspek
struktur. Padahal dalam organisasi banyak aspek yang harus diperhatikan,
karena pada dasarkan organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu
melalui pengelolaan berbagai sumber daya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dilakukan kegiatan
evaluasi terhadap Organisasi Setjen DPR RI. Evaluasi dilakukan melalui
penilaian terhadap struktur organisasi dan evaluasi terhadap organisasi dalam
melakukan pengelolaan berbagai sumber daya organisasi yaitu kesisteman
(method), SDM (man), anggaran (money) dan sarana prasarana (material)
yang dilakukan dari tahun 2008 sampai 2012.
3
B. TUJUAN
C. METODOLOGI
4
Adapun model evaluasi adalah analisis terhadap komponen model
evaluasi yang terdiri dari konteks, input, proses dan produk dimaksudkan
sebagai:
1. Konteks (Context), yaitu berfokus pada pendekatan sistem dan tujuan,
kondisi aktual dan masalah-masalah melalui telaah diagnostik yaitu
menemukan kesenjangan antara tujuan dengan dampak yang tercapai.
2. Masukan (Input), yaitu berfokus pada strategi pencapaian tujuan.
3. Proses (Process), yaitu catatan terhadap pelaksanaan program.
4. Produk (Product), yaitu berfokus pada mengukur pencapaian tujuan
pada akhir program.
D. SISTIMATIKA LAPORAN
Keselurahan laporan Evaluasi Kelembagaan Sekretariat Jenderal DPR
RI terbagi dalam tujuh bab.
1. Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang akan
mengetengahkan tentang latar belakang, tujuan dan metodologi.
2. Bab dua membahas tentang evaluasi terhadap Struktur Organisasi
Setjen DPRI RI berdasarkan Perpres 23/2005 dan Persekjen 400/2005.
3. Bab tiga membahas tentang evaluasi terhadap bekerjanya kesisteman.
Secara lebih detil akan dibahas tentang peraturan perundang-
undangan yang menjadi landasan dan operasional organisasi, serta
pedoman, ketatalaksanaan dan budaya organisasi.
4. Bab empat membahas tentang evaluasi terhadap kebijakan
pengelolaan SDM. Pada bagian ini juga akan dijelaskan tentang
gambaran SDM baik dari sisi kuantitas dan kualitas serta kebijakan
pengelolaan SDM mulai dari perencanaan sampai dengan pengawasan
terhadap kinerjanya.
5. Bab lima membahas tentang kinerja keuangan. Pada bab ini akan
diketengahkan tentang perkembangan anggaran untuk bebrapa tahun
5
terakhir. Pada bagian ini juga akan dijelaskan tentang kinerja keuangan
dan akuntabilitas.
6. Bab enam membahas tentang ketersediaan sarana dan prasarana.
Pada bab ini akan dibahas tentang ketersediaan sarana dan prasarna
gedung termasuk perkembangan dari information, communication and
technology (ICT) dan perpustakaan.
7. Bab tujuh mengetengahkan tentang kesimpulan dan rekomendasi.
6
BAB DUA
EVALUASI STRUKTUR ORGANISASI SETJEN DPR RI
BERDASARKAN PERPRES 23/2005 DAN PERSEKJEN 400/2005
7
Pada tahun 2010, restrukturisasi yang dilakukan Setjen DPR RI adalah
perubahan nomenklatur dan penambahan unit kerja baru sebagai pendukung
tugas dan fungsi DPR RI, sebagai amanat dari Undang-undang Nomor 27 Tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yaitu:
a. Pembentukan Bagian Sekretariat Badan Akuntabilitas Keuangan Negara
(BAKN) sebagai bentuk supporting system kepada BAKN DPR RI.
Penambahan Eselon III dan IV untuk Sekretariat Bagian BAKN di lingkungan
Biro Pengawasan Legislatif Deputi Anggaran dan Pengawasan
b. Perubahan nomenklatur Bagian Sekretariat Panitia Anggaran menjadi Bagian
Sekretariat Badan Anggaran sesuai dengan perubahan nomenklatur Badan
DPR RI dalam UU Nomor 27 tahun 2009.
c. Pembentukan dan penyesuaian nomenklatur Bagian Sekretariat yang melayani
tata usaha untuk wakil-wakil Ketua. Semula berjumlah 3 bagian, yaitu:
1) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Politik, Ekonomi, dan Keuangan;
2) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Industri, Perdagangan, dan
Pembangunan;dan
3) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan rakyat.
Diubah menjadi:
1) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Politik dan Keamanan;
2) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Industri dan Pembangunan;
3) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan;dan
4) Bagian Tata Usaha Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan.
10
dilaksanakan oleh setiap Pegawai Negeri Sipil dalam kedinasan dan kehidupan
sehari-hari. Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk :
1. Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan
secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat
pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemempuan, dan
keteladanan Pegawai Negeri Sipil.
2. Mendorong etos kerja Pegawai Negeri sipil untuk mewujudkan Pegawai
Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya
sebagai unsur aparatur Negara, dan abdi masyarakat.
3. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan
kebangsaan Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
11
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dalam rangka melayani dan
memberikan dukungan administrasi terhadap pelaksanaan tugas Dewan
Pengurus Korps Pegawai RI Setjen DPR RI telah dibentuk Sekretariat Dewan
Pengurus, seperti yang tertuang dalam Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI
Nomor 02/PER-SEKJEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Dewan Pengurus Korps Pegawai RI Setjen DPR RI, yang berada di luar Struktur
Setjen DPR RI.
Berdasarkan Renstra DPR RI 2010-2014, kelembagaan sistem pendukung
Setjen DPR RI kedepan digambarkan sebagaimana terlampir dan sampai saat ini
sedang dilakukan pembahasan lebih lanjut oleh BURT. oleh karena itu, evaluasi
organisasi Setjen DPR RI untuk sementara tidak dilakukan sampai dengan
selesainya pembahasan pembentukan Badan Fungsional Keahlian (BFK) di
BURT/terbentuknya Peraturan tentang BFK.
Gambar.2.1.
DIAGRAM RINGKAS KELEMBAGAAN SISTEM PENDUKUNG DPR-RI
Garis Pertanggungjawaban
Garis Administrasi
DPR
Unit
BFK SETJEN Pengawasan
Internal
12
BAB TIGA
EVALUASI KESISTEMAN
A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANG
Sekretariat Jenderal DPR RI sebagai bagian dari lembaga
pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan harus
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitu juga
dengan kedudukannya sebagai bagian dari Lembaga Birokrasi, pengaturan
tentang bekerjanya Organisasi Setjen tunduk pada berbagai peraturan
perundang-undangan. Sebagai contoh Perundang-undangan yang mengatur
tentang pengelolaan pegawai adalah berpedoman kepada UU No.8 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana yang telah diubah
dengan UU No.43 Tahun 1999.
Di samping itu Sekretariat Jenderal DPR RI berdasarkan kewenangan
yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dapat membuat
peraturan dan kebijakan di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI, dalam
rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya memberikan dukungan kepada
pelaksanaan tugas dan fungsi konstitusional DPR RI.
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Dalam lingkup Sekretariat
Jenderal DPR RI, peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan adalah
peraturan dan keputusan yang dikeluarkan oleh Sekretaris Jenderal DPR RI.
Namun untuk pelaksanaan teknis Setjen DPR RI masih minim
pengaturan teknisnya, misalnya peraturan Sekjen yang terkait dengan
pengelolaan kepegawaian adalah Sosialisasi Peraturan Sekjen DPR RI
Nomor 70/SEKJEN/2011 tentang Pedoman Tugas Belajar bagi PNS (lihat
tabel 2.1).
Beberapa jenis produk peraturan perundang-undangan di lingkungan
Sekretariat Jenderal DPR RI yaitu:
1. Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI, berjumlah 10 (sepuluh) peraturan;
13
2. Keputusan Sekretaris Jenderal DPR RI tahun 2011 berjumlah ± 1300
secara garis besar Keputusan Sekretaris Jenderal berupa:
a. Penetapan pejabat untuk menduduki jabatan tertentu;
b. Penetapan penggunaan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan unit-
unit kerja;
c. Pembentukan tim kerja/panitia;
d. Penetapan pedoman pelaksanaan kegiatan tertentu;
3. Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran, Tahun 2011 berjumlah ± 1019.
berupa pembentukan panitia pengadaan barang dan jasa serta penetapan
kegiatan unit kerja tertentu.
4. Keputusan Pejabat Pembuat Komitmen pada tahun 2011 berjumlah 88
(delapan puluh delapan) keputusan berupa pembentukan tim kerja/panitia.
5. Instruksi Sekretaris Jenderal DPR RI.
6. Surat Edaran Sekretaris Jenderal DPR RI.
Tabel.3.1
Peraturan Perundangan-undangan yang Melandasi Bekerjanya
Organisasi Setjen DPR RI
Aspek Undang-undang/PP Peraturan Setjen
Kesisteman Undang-Undang Nomor 27 Peraturan Sekjen DPR RI
Tahun 2009 tentang Majelis No.01/Per-Sekjen/2011
Permusyawaratan Rakyat, tentang Perubahan Kedua
Dewan Perwakilan Rakyat, Atas Peraturan Sekjen DPR
Dewan Perwakilan Daerah dan RI No. 400/Sekjen/2005
Dewan Perwakilan Rakyat tentang Organisasi Dan Tata
Daerah. Kerja Sekretariat Jenderal
Peraturan Presiden Nomor 23 Dewan Perwakilan Rakyat
Tahun 2005 tentang Sekretariat Republik Indonesia
Jenderal Dewan Perwakilan Sebagaimana Telah Diubah
Rakyat Republik Indonesia. Dengan Peraturan Sekjen
Peraturan DPR RI Nomor 1 DPR RI No.03/Per-
Tahun 2009 tentang Tata Tertib Sekjen/2010.
Peraturan Sekjen Nomor
02/PER-SEKJEN/2011
tentang Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Dewan
Pengurus Korps Pegawai
Republik Indonesia Sekjen
DPR RI.
Peraturan Sekjen Nomor
02/PER-SEKJEN/2010
tentang Pedoman
Penyusunan Standar
Operasional Prosedur di
Lingkungan Sekretariat
Jenderal DPR RI, (namun
belum sesuai dg Per-
MenPAN).
14
Kepegawaian Undang-undang Nomor 8 Tahun Peraturan Sekjen DPR RI
1974 jo. Undang-undang Nomor Nomor 70/SEKJEN/2011
43 Tahun 1999 tentang Pokok- tentang Pedoman Tugas
pokok Kepegawaian. Belajar bagi PNS di
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Lingkungan Sekretariat
Tahun 1994 tentang Jenderal DPR RI
Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil dalam Jabatan Fungsional.
Peraturan Pemerintah Nomor 97
Tahun 2000 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun
2003 tentang Formasi Pegawai
Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 99
Tahun 2000 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun
2002 tentang Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 100
Tahun 2000 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun
2002 tentang Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam
Jabatan Struktural.
Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000 tentang Pendidikan
dan Pelatihan Pegawai Negeri
Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 2003 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun
2008 jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 2009 tentang
Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 2010 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 1994 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil dalam Jabatan Fungsional.
15
Peraturan Presiden No.5 Tahun Peraturan Sekjen
2010 tentang RJPMN 2010-2014. No.1157/Sekjen/2010 tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Pedoman Evaluasi LAKIP
Tahun 2004 tentang Rencana yang telah diubah menjadi
Kerja Pemerintah Keputusan Setjen DPR RI No.
Keputusan DPR RI No.08/DPR 828A/SEKJEN/2010 tentang
RI/IV/2009-2010 tentang Pedoman Evaluasi LAKIP di
Penetapan Rencana Strategis Lingkungan Setjen DPR RI.
Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia 2010-2014.
16
peningkatan kinerja DPR RI sebagai lembaga negara dan lembaga perwakilan
rakyat sesuai dengan harapan rakyat. Tujuan perekrutan Tenaga Ahli dan
Asisten Anggota adalah untuk melakukan seleksi sejumlah Calon Tenaga Ahli
dan Calon Asisten Anggota yang memiliki kompetensi, kapabilitas dan
integritas yang baik guna memberikan dukungan keahlian atau teknis
administrasi bagi Anggota Dewan, Alat Kelengkapan maupun Fraksi dalam
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat.
17
Kehumasan DPR RI telah selesai disusun dan ditetapkan dengan Keputusan
BURT pada tanggal 22 Oktober 2010.
20
10. Pedoman Penyusunan Naskah Resmi dan Surat Dinas DPR RI
Hal lain yang juga menjadi sorotan DPR RI dalam pembenahan
lembaga adalah belum adanya keseragaman format dan mekanisme terkait
dengan dokumen kedinasan, surat menyurat dan sistem kearsipan surat-surat
dinas yang merupakan dokumen pendukung legalitas dari setiap kegiatan
DPR RI. Guna menciptakan tertib administrasi dalam pelaksanaan Tata
Persuratan guna menunjang tugas pokok Dewan dan sesuai Tatib DPR Pasal
295 maka perlu ada petunjuk teknis Tata Naskah Dinas yang disebut
Pedoman Tata Naskah DPR RI. Pedoman ini akan dijadikan dasar acuan
pengelolaan dokumen kedinasan, surat menyurat dan sistem kearsipan terkait
dengan surat-surat dinas.
Oleh karena itu, DPR RI menganggap bahwa semua ini perlu dibenahi
dan dikelola dengan baik yang dirumuskan dalam suatu pedoman. Pedoman
yang berhasil disusun dan ditetapkan adalah Pedoman Penyusunan Naskah
Resmi dan Surat Dinas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Penyusunan pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi
pembuatan naskah resmi yang dihasilkan oleh Dewan dan sekaligus bagi
para pejabat di lingkungan Sekretariat Jenderal agar dalam menunaikan
tugasnya diperoleh keseragaman terhadap naskah resmi dalam bentuk
laporan dan surat-surat dinas dengan format yang baku. Dengan disusunnya
pedoman ini, diharapkan dapat terwujud tertib administrasi dalam
pelaksanaan Tata Persuratan guna menunjang tugas pokok Dewan dan
kelancaran komunikasi tulis yang efektif dalam penyelenggaraan
pemerintahan umum dan pembangunan. Untuk itu maka Surat Keputusan
BURT pada tanggal 9 Desember 2011 telah ditetapkan Pedoman Penyusunan
Naskah Resmi dan Surat Dinas DPR RIuntuk dijadikan acuan dalam
pelaksanaan kegiatan di lingkungan DPR RI sehingga penyelenggaraan tata
naskah dinas di lingkungan DPR RI dan Sekretariat Jenderal DPR RI memiliki
kesamaan pengertian, bahasa dan penafsiran.
21
C. KETATALAKSANAAN
1. Standard, Operating and Procedure (SOP)
Di lingkungan Setjen DPR RI selama ini sudah diterapkan prosedur
kerja yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari.
Berangkat dari prosedur kerja yang telah ada dan untuk menyesuaikan
perkembangan kebutuhan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dalam rangka
peningkatan efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas, maka
prosedur kerja yang telah ada dapat dikembangkan menjadi suatu Standar
Operasional Prosedur (SOP).
SOP dimaksud sebagai pedoman/petunjuk bagi para aparatur
(pejabat/pegawai) dalam melaksanakan tugas (dukungan dan pelayanan)
bagi para pengguna jasa pelayanan untuk mengetahui/memahami akan suatu
prosedur pelayanan yang dilakukan oleh aparatur. Dengan demikian, dapat
dihindarkan adanya tumpang tindih, kesalahan prosedur melaksanakan tugas
dan kejelasan tanggung jawab, serta memberikan informasi yang diperlukan
dalam menyusun standar pelayanan sehingga dapat menciptakan efisiensi
dan efektivitas kinerja organisasi dalam mencapai tujuannya.
Pedoman penyusunan SOP di lingkungan Setjen DPR RI didasarkan
pada Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor 02/Per-Sekjen/2010
tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur di Lingkungan
Sekretariat Jenderal DPR RI. Berdasarkan Peraturan Sekretaris Jenderal
tersebut, setiap unit organisasi di lingkungan Setjen DPR RI diharuskan
menyusun SOP-nya sendiri yang kemudian penetapannya akan
ditandatangani oleh masing-masing Deputi atas persetujuan Sekretaris
Jenderal DPR RI. SOP bersifat dinamis dan dapat dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan kebijakan teknis masing-masing unit
organisasi.
Secara umum, jenis dokumen SOP Setjen DPR RI dapat dibedakan
menjadi:
1. SOP Teknis. SOP Teknis pada umumnya disusun untuk berbagai
kegiatan teknis seperti: kegiatan perekaman pembicaraan rapat-rapat
Alat Kelengkapan DPR RI, kegiatan pemeriksaan dan penelitian barang-
barang untuk disimpan dan didistribusikan dari Bagian Perlengkapan.
Selain itu, SOP teknis juga dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan seperti
22
memproses dan mengevaluasi data (termasuk verifikasi dan validasi),
pemodelan, pengenalan risiko, dan mengaudit peralatan operasional.
2. SOP Administratif. SOP Administratif dipergunakan untuk menyusun
berbagai macam prosedur kegiatan yang bersifat administratif, antara
lain me-review dokumen seperti kontrak, proyek; menentukan kebutuhan
diklat; ataupun menggambarkan prosedur surat menyurat kantor.
3. SOP Kognitif. SOP Kognitif dipergunakan untuk menyusun berbagai
macam prosedur kegiatan yang bersifat penggabungan teknis dan
administratif, antara lain pencarian, pengumpulan, pengolahan,
pemberian data dan informasi, pengkajian, analisa, dan perancangan.
Tabel.3.2
Standar Pperasional Prosedur (Standard Operating Procedures) di Lingkungan
Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
23
14 SOP tentang Penyelenggaraan Rapat Pimpinan DPR RI SOP.001/TU/2010
15 SOP tentang Penyaluran Delegasi Pengaduan SOP.001/HM/2010
Masyarakat
Deputi Bidang Administrasi
16 SOP tentang Pembentukan Rapat Panitia (Panja) Kerja SOP.001/PR/2010
BURT
17 SOP tentang Pelayanan Dokter Umum SOP.001/KA/2010
24
2. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan
interaksi yang dikeluarkan Setjen DPR RI maupun stakeholdernya
untuk keperluan aktivitas sehari-hari.
3. Memberikan peluang bagi DPR RI dan Setjen DPR RI untuk
mendapatkan masukan melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang
berkepentingan.
4. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara
cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi
sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada.
5. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra DPR
RI dan Setjen DPR RI dalam proses pengambilan berbagai kebijakan
publik secara merata dan demokratis.
Sebagai salah satu bentuk dari E-Gov dan E-Par, maka sesuai
Keputusan Rapat BURT tanggal 15 – 16 Januari 2010 bahwa Pengadaan
Barang dan Jasa yang akan ditenderkan, diumumkan pada papan
pengumuman di lingkungan DPR RI dan pelaksanaanya dilakukan melalui e-
auction/e-procurement. Menindaklanjuti keputusan tersebut pada tanggal 12
Juli 2010 Ketua BURT meresmikan layanan e-procurement untuk mendukung
proses kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa DPR RI dan SETJEN DPR RI
merupakan salah satu dari enam instansi pemerintah yang telah
melaksanakan pengadaan barang dan jasa melalui e-procurement
(Penjelasan lebih lanjut tentang E-Gov dan E-Par dipaparkan dalam Bab V).
D. BUDAYA ORGANISASI
Dalam rangka menumbuhkembangkan etos kerja aparatur, tanggung
jawab moral dan guna meningkatkan produktivitas serta kinerja pelayanan
aparatur kepada masyarakat, dipandang perlu mengembangkan nilai-nilai
dasar Budaya Kerja Aparatur Negara secara intensif dan menyeluruh pada
jajaran aparatur penyelenggara negara. Kemudian agar pelaksanaan
pengembangan nilai-nilai dasar Budaya Kerja Aparatur Negara dapat berjalan
secara terencana, sistematis dan efektif, maka perlu diberikan Pedoman
Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara dalam bentuk Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara SK Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002
25
tanggal 25 April 2002 tentang Nilai-nilai Dasar Budaya Kerja bagi Aparatur
Negara.
Setjen DPR RI telah berusaha untuk melakukan perubahan budaya
kerja dengan meningkatkan kedisiplinan pegawai, yaitu sejak tahun 2003
telah diterapkannya sistem absensi elektronik (finger print) sebagaimana yang
diatur dalam Surat Edaran Sekjen DPR RI No. KP.07/7747/DPR RI/2003
tertanggal 31 Desember 2003 perihal Absen Elektrik. Kemudian usaha ini
dikuatkan dengan penggunaan absen elektrik dan pengaturan jam kerja
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Sekjen DPR RI No. KP/0485/DPR
RI/2009 tertanggal 29 Januari 2009 perihal penggunaan Absen Elektrik.
Namun demikian budaya kerja ini masih belum banyak berubah karena masih
terdapat pegawai yang masuk dan pulang tidak sesuai dengan ketentuan
serta jam efektif yang masih kurang dari yang dipersyaratkan. Menyadari hal
tersebut Setjen DPR RI di awal tahun 2012 telah merumuskan nilai-nilai
budaya organisasi yang disebut dengan RAPI (Religius, Akuntabel,
Profesional dan Integritas).
E. ANALISIS
1. Peraturan
Secara konteks, permasalahan umum yang terkait peraturan
Perundang-undangan di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI adalah
produk peraturan perundang-undangan yang sudah ada belum mampu
memenuhi kebutuhan pelaksanaan tugas dan tanggungjawab dari semua unit
kerja di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI. Permasalahan tersebut
ditandai dengan adanya tumpang tindih kewenangan pejabat dalam membuat
peraturan atau keputusan. Selain itu permasalahan terdapat pada konsistensi
materi muatan antara Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI dan Keputusan
Sekretaris Jenderal DPR RI, ketidakjelasan dalam mekanisme dan prosedur
penyusunan peraturan perundang-undangan, belum adanya peraturan
Sekretaris Jenderal yang mengatur suatu permasalahan tertentu, sistem
penomoran yang tidak teratur atau tidak jelas, sistem pendokumentasian dan
sosialisasi yang belum baku, serta kemampuan staf penyusunan peraturan
perundang-undangan yang belum memadai.
26
Menyadari arti penting peraturan turunan dari Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah, saat ini Setjen DPR RI sedang melakukan penataan
peraturan perundang-undangan. Karena itu secara input, saat ini telah
tersedia peta permasalahan peraturan perundangan-undangan yang sedang
diselesaikan oleh Setjen DPR RI. Peta tersebut salah satunya mengisyaratkan
adanya peraturan perundang-undangan yang diterbitkan Setjen DPR RI perlu
menyesuaikan dengan UU No. 12 Tahun 2011 yang mengatur mengenai jenis
produk hukum di lingkungan Setjen DPR RI, asas-asas pengaturan,
perencanaan, penyusunan, pembahasan, penomoran, pendokumentasian,
dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan di lingkungan Setjen
DPR R. Begitu juga masih terdapat tumpang tindih substansi, ketidakjelasan
perbedaan antara substansi Peraturan Setjen DPR RI dan Keputusan Setjen
DPR RI , tumpang tindih kewenangan antara unit kerja.
Dari sisi proses, sejauh ini langkah-langkah perbaikan sudah dimulai
namun belum dilaksanakan secara terprogram dan sistematis. Ada kesan,
kondisi di bidang peraturan perundang-undangan merupakan masalah biasa
yang tidak perlu dilakukan pembenahan khusus. Namun, beberapa langkah
penting untuk memenuhi kebutuhan peraturan perundang-undangan antara
lain dilakukan melalui:
Penyempurnaan terhadap Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI
400/SEKJEN/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Jenderal DPR RI. Pembenahan terhadap Peraturan Sekjen tersebut
melalui Peraturan Sekjen Nomor 03/SEKJEN/2010 Perubahan atas
peraturan Sekjen DPR RI Nomor 400/SEKJEN/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal DPR RI yang kemudian diubah
kembali dengan Persekjen Nomor 01/PER-SEKJEN/2011 tentang
Perubahan kedua atas peraturan Sekjen DPR RI Nomor
400/SEKJEN/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Jenderal DPR RI sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Sekjen
Nomor 3/SEKJEN/2010.
Peraturan Sekjen Nomor 01/PER-SEKJEN/2010 tentang Tata Cara
Penyelesaian Ganti Kerugian Negara di Lingkungan Sekjen DPR RI.
27
Peraturan Sekjen Nomor 01A/PER-SEKJEN/2010 tentang Pedoman
Pengawasan di Lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI.
Peraturan Sekjen Nomor 02/PER-SEKJEN/2010 tentang Pedoman
Penyusunan Standar Operasional Prosedur di Lingkungan Sekretariat
Jenderal DPR RI, (namun belum sesuai dg Per- MenPAN).
Peraturan Sekjen Nomor 02/PER-SEKJEN/2011 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Sekretariat Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik
Indonesia Sekjen DPR RI.
Peraturan Sekjen Nomor 03/PER-SEKJEN/2007 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara di Lingkungan Sekjen DPR RI.
2. Pedoman
Secara konteks, meskipun sudah banyak disusun dan ditetapkan
Pedoman tetapi belum ada kegiatan evaluasi atas efektivitas Pedoman yang
telah ditetapkan tersebut sehingga belum dapat diketahui apakah Pedoman
yang sudah disusun dapat terlaksana dengan baik dan dapat mencapai tujuan
sasaran perbaikan pengelolaan suatu objek yang diatur.
Berdasarkan permasalahan dan kondisi dari perkembangan dari
berbagai Pedoman yang dimiliki menunjukkan bahwa Organisasi Setjen DPR
menyadari arti penting bahwa perbaikan dalam mengelola berbagai sumber
daya organisasi maka secara input Setjen DPR RI mengembangkan strategi
penyusunan mekanisme kerja yang jelas antara hubungan Setjen DPR RI
dengan DPR RI, maupun antar unit organisasi yang ada dalam struktur
Organisasi Setjen DPR RI. Karena itu disusunlah berbagai Pedoman dengan
tujuan agar dimilikinya panduan agar pengelolaan berbagai sumber daya
menjadi efisien dan efektif. Kesadaran akan pentingnya Pedoman setidaknya
menggambarkan keinginan Organisasi untuk menata dirinya lebih baik
kedepannya.
Dari sisi proses, Setjen DPR RI saat ini sedang menyelesaikan
beberapa Pedoman yang sudah menjadi prioritas untuk segera disusun dan
ditetapkan, setidaknya pada tahun 2012, misalnya Pedoman Pelaksanaan
Fungsi Legislasi yang sudah pada tahap penyempurnaan oleh Badan
Legislasi (Baleg). Pedoman ini mengatur standar kegiatan dan waktu yang
28
dibutuhkan oleh setiap Alat Kelengkapan Dewan khususnya Komisi dalam
proses penyusunan dan pembahasan undang-undang. Begitu juga dengan
Pedoman Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPR RI yang masih dalam taraf
pengkajian. Pedoman ini akan menjadi acuan bagi Alat Kelengkapan Dewan
dan Anggota DPR RI dalam melakukan fungsi pengawasannya sehingga
terdapat standar minimum pelaksanaan pengawasan.
3. Ketatalaksanaan
Berdasarkan konteks, sama halnya dengan Pedoman yang telah
banyak disusun dan ditetapkan SOP tetapi belum ada kegiatan evaluasi atas
efektivitas SOP yang telah ditetapkan tersebut sehingga belum dapat
diketahui apakah SOP yang sudah disusun dapat terlaksana dengan baik dan
dapat mencapai tujuan sasaran perbaikan suatu mekanisme kerja terkait
dengan layanan yang diberikan oleh Setjen DPR RI kepada DPR RI.
Berdasarkan permasalahan dan kondisi dari perkembangan dari
berbagai SOP yang dimiliki, maka secara input menunjukkan bahwa
Organisasi Setjen DPR menyadari arti penting bahwa perbaikan dalam
mekanisme kerja sehinggan dikembangkan strategi penataan
ketatalaksanaan dengan ditetapkannya berbagai SOP dengan tujuan agar
setiap tahapan kerja menjadi jelas urutan kerjanya sekaligus memperlihatkan
siapa yang harus bertanggungjawab.
Kesadaran akan pentingnya SOP setidaknya menggambarkan
keinginan Organisasi untuk memperbaiki mekanisme kerjanya. Namun
demikian secara proses ke depan perlu adanya evaluasi terhadap berbagai
SOP agar dapat memastikan bahwa SOP yang telah disusun dapat
memudahkan atau mendorong bagi perbaikan kinerja.
Kemudian terkait dengan permasalahan E-Gov dan E-Par, berdasarkan
sisi konteks meskipun Setjen DPR RI telah menerapkan E-Gov dan E-Par
tetapi belum ada kegiatan evaluasi atas efektivitas penerapan E-Gov dan E-
Par. Sedangkan secara input, berdasarkan permasalahan dan kondisi dari
perkembangan penerapan E-Gov dan E-Par menunjukkan bahwa Organisasi
Setjen DPR RI memiliki kesiapan untuk melakukan penyempurnaan-
penyempurnaan dan pengembangan-pengembangan sistem aplikasi dengan
mengacu kepada System Development Life Circle (SDLC)i. Begitu juga dari
29
sisi proses sekarang ini Bagian Data dan Sarana Informasi sudah memiliki
rencana pengembangan 46 sistem aplikasi.
4. Budaya Kerja
Berdasarkan konteks, maka permasalahan dan kondisi dari pola pikir
dan budaya kerja yang dimiliki menunjukkan bahwa Organisasi Setjen DPR RI
perlu ekstra keras dalam melakukan perubahan terutama perubahan dari pola
pikir. Setjen DPR RI harus mampu mendefinisikan atau mengoperasionalkan
pola pikir apa yang harus dirubah. Hal ini menjadi penting karena untuk
mampu merubah sistem dalam pengelolaan berbagai sumberdaya organisasi
dari model yang selama ini berjalan menuju sesuatu yang baru harus
dilandasi dengan perubahan pola pikir. Pola pikir (mind set) pegawai Setjen
DPR RI belum sepenuhnya mendukung organisasi yang efisien, efektif,
produktif dan profesional. Selain itu pegawai belum benar-benar memiliki pola
pikir yang melayani DPR RI secara profesional, belum menghasilkan kinerja
yang baik dan belum berorientasi pada hasil (outcome). Begitu juga budaya
kerja (culture set) organisasi saat ini sama halnya dengan masalah birokrasi
secara umum yaitu belum berorientasi keluar, minim pemberdayaan,
cenderung lambat dalam pengambilan keputusan, masih bersifat tertutup dan
belum berintegrasi serta tidak responsif.
Berdasarkan hal di atas secara input, Setjen DPR RI perlu
mempertegas pola pikir seperti yang memang dibutuhkan, dan hal ini belum
nampak sampai evaluasi ini dilakukan. Karena pola pikir ini akan
mempengaruhi terhadap kebijakan yang akan disusun dan ditetapkan oleh
Setjen DPR RI. Karena itu strategi yang perlu dikembangkan adalah
perubahan pola pikir pada pejabat struktural dan ini perlu mendapatkan
prioritas utama. Sementara itu dari sisi proses, kegiatan ini akan
membutuhkan waktu yang relatif lama karena secara agenda belum nampak.
Sedangkan secara proses perlu terus dilakukan upaya-upaya internalisasi
nilai-nilai budaya tersebut ke dalam cara kerja di organisasi.
30
BAB EMPAT
EVALUASI ATAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA
A. KETERSEDIAAN PEGAWAI
Sesuai dengan tugas dan fungsi Setjen DPR-RI, yaitu memberikan
dukungan administrasi, teknis dan keahlian kepada DPR RI maka untuk
menjalankan tugas dan fungsinya Setjen DPR RI didukung melalui
kebaradaan PNS sebanyak 1.362. Sebaran berdasarkan golongan dan
jumlahnya sampai Juli 2012 dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Jumlah Pegawai Berdasar Golongan (Per Juli 2012)
Golongan Jumlah Golongan Jumlah
Gol. IV/e 3 Gol. II/d 90
Gol. IV/d 15 Gol. II/c 102
Gol. IV/c 15 Gol. II/b 81
Gol. IV/b 45 Gol. II/a 101
Gol. IV/a 48 Gol. I/d 8
Gol. III/d 161 Gol. I/c 6
Gol. III/c 122 Gol. I/b 12
Gol. III/b 357 Gol. I/a 1
Gol. III/a 195 Jumlah 1.362
31
atau banyak masalah kepegawaian dapat dipecahkan dengan analisa jabatan
diantaranya adalah kebutuhan pegawai dan formasi pegawai.
Analisa jabatan juga berguna untuk masalah ketatalaksanaan terutama
dalam menyusun prosedur kerja dan hubungan. Tujuan dilakukannya
pengukuran beban kerja secara regular adalah: (1) Untuk mengevaluasi
sejauh mana seorang pegawai telah melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dalam organisasi; (2) Untuk menghindari adanya kelebihan beban
kerja (workload overwhelming) dari seorang pegawai, karena hal tersebut
akan secara langsung berdampak pada produktivitas kerja dan secara tidak
langsung menghambat pencapaian tujuan organisasi; dan (3) Untuk
mengevaluasi pembagian kerja berdasarkan job design dan kebutuhan
organisasi. Hal ini bermanfaat untuk membagi tugas dan kerja berdasarkan
tujuan yang akan dicapai oleh organisasi.
Untuk mendukung hasil yang lebih validitas dan reliabelnya dari hasil
analisa jabatan maka diperlukan analisa beban kerja karena untuk
menghitung jumlah waktu dan kapasitas pegawai dalam melaksanakan
tugas.Beban kerja diartikan sebagai serangkaian tugas dan tanggung jawab
yang harus dilaksanakan dan diemban oleh seorang pegawai berkaitan
dengan posisi dan tupoksi kerja yang dimilikinya. Pengukuran beban kerja
(workload measurement) dimaksudkan sebagai suatu mekanisme untuk
meninjau kembali porsi tugas dan tanggung jawab dari seorang pegawai
direfleksikan dengan pekerjaan yang diembannya dan tujuan yang ingin
dicapai oleh organisasi.
Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan suatu
jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan
norma waktu.Efektivitas dan efisiensi kerja adalah perbandingan antara
bobot/beban kerja dengan jam kerja efektif dalam rangka penyelesaian tugas
dan fungsi organisasi. Hasil perhitungan tersebut, lebih dikenal dengan
efisiensi dan efektivitas jabatan (EJ). EJ dikategorisasikan dalam lima interval
yang kemudian diberi penilaian atas prestasi kerja jabatan (PJ) yaitu A
(sangat baik) sampai dengan E (kurang); dengan ketentuan:EJ di atas 1 = A
(Sangat Baik); EJ antara 0,90 – 1 = B (Baik); EJ antara 0,70 – 0,89 = C
(Cukup); EJ antara 0,50 – 0,69 = D (Sedang); dan EJ di bawah 0,50 = E
(Kurang).
32
1. Sekretaris Jenderal
Beban kerja Sekretaris Jenderal berdasarkan aktivitas yang dilakukan
pada tahun 2011 dalam pelaksanaan tugasnya mencapai10.661,5 dengan
nilai efisiensi 1,480. Beban kerja yang demikian tinggi mencerminkan beratnya
beban tugas yang diemban oleh Sekretaris Jenderal. Oleh karena itu,
sebaiknya posisi Wakil Sekretaris Jenderal yang masih kosong dapat segera
dilantik pejabatnya sehingga Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris
Jenderal dapat berbagi dalam menjalankan tugasnya memimpin Sekretariat
Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
33
4. Deputi Bidang Persidangan dan Kerjasama Antar Parlemen
Jumlah pemangku jabatan dalam lingkup unit-unit kerja Deputi Bidang
Persidangan dan Kerjasama Antar Parlemen sebanyak 370 (tiga ratus tujuh
puluh) pemangku jabatan dengan jumlah beban kerja mencapai 11.768.418.
Berdasarkan hasil ABK, total kebutuhan pegawai dalam lingkup Deputi Bidang
Persidangan dan Kerjasama Antar Parlemen mencapai 375 (tiga ratus tujuh
puluh lima) orang pegawai, sehingga jika dibandingkan dengan jumlah
pemangku jabatan saat ini maka terjadi kekurangan pegawai sebanyak 5
(lima) orang pegawai, yaitu pada jabatan Pranata Humas (-5).
B. JENIS PEGAWAI
Sesuai dengan tugas Setjen DPR-RI untuk memberikan bantuan
berupa teknis, keahlian, dan administrasi bagi fungsi kedewanan, maka jenis
SDM di Setjen DPR-RI juga terbagi menjadi 3, yaitu pejabat struktural dan
pejabat fungsional khusus dan pejabat fungsional umum. Jumlah pegawai
berdasar golongan dan jenis jabatan dapat dilihat pada tabel 4.2.
34
Tabel 4.2.
Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan
Fungsional Fungsional
Golongan Struktural
Khusus Umum
Gol IV/d 9 6
Gol IV/c 9 6
Gol IV/b 37 8
Gol IV/a 27 21
Gol III/d 113 20 28
Gol III/c 23 39 60
Gol III/b 7 7 345
Gol III/a 6 189
Gol II/d 3 87
Gol II/c 1 101
Gol. II/b 81
Gol. II/a 102
Gol. I/d 8
Gol. I/c 6
Gol. I/b 12
Gol. I/a 1
35
Perincian kekurangan tenaga struktural dan fungsional dapat dilihat pada
tabel 4.3.
Tabel 4.3.
Kekurangan Pegawai Struktural dan Fungsional di Setjen DPR-RI
Unit Organisasi Struktural Fungsional
Biro Perancangan Undang-undang Bidang Politik, Hukum, HAM
dan Kesejahteraan Rakyat
Perancang Peraturan Perundang-undangan 11
Biro Perancangan Undang-undang Bidang Ekonomi, Keuangan,
Industri dan Perdagangan:
Perancang Peraturan Perundang-undangan 18
Biro Hukum dan Pemantau Pelaksanaan Undang-undang:
Pelaksana Pertimbangan dan Bantuan Hukum 2
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN
Penganalisa Negara dan Pembiayaan Anggaran 5
Penganalisa Belanja Negara 5
Penganalisa Ekonomi Makro 3
Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi
Pranata Komputer 8
Biro Hubungan Masyarakat dan Pemberitaan
Pranata Humas 5
Biro Perencanaan dan Pengawasan
Perencana Anggaran Dewan 1
Perencana Anggaran Setjen 2
Analis Tata Laksana 1
Pemeriksa Anggaran 2
Pemeriksa Materiil/Auditor 2
Pemeriksa Administrasi Umum/Auditor 2
Perawat Gigi 3
Pranata Laboratorium 4
Apoteker 1
Bidan 3
Biro Keuangan
Pengadministrasi Perjalanan Dinas Dalam Negeri 3
Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi
Perencana Pemeliharaan Gedung dan Peralatan 10
Biro Umum
Pengganda dan Penjilid 1
Anggota Pengamanan Dalam 45
Total 84 53
C. KUALITAS PEGAWAI
Berdasarkan hasil asesmen tahun 2009 Setjen DPR RI telah
mengetahui sejauh mana potensi dan kesiapan dari pejabat dan pegawai
untuk dijadikan kader kepemimpinan di organisasi pada setiap jenjang hirarki
yang ada. Dari 244 pegawai yang berasal dari Pejabat Eselon III, IV dan Non
Eselon ternyata untuk masing-masing eselon terjadi gap kompetensi, artinya
pejabat-pejabat yang berada pada posisinya sekarang ini sebenarnya masih
memiliki potensi yang kurang pada jabatan tersebut. Rata-rata kompetensi
pejabat eselon dan pegawai non eselon dapat dilihat pada tabel 4.4.
36
Tabel 4.4.
Rata-Rata Kompetensi Pejabat Eselon dan Pegawai Non Eselon
No Eselon Rata-rata Nilai yang Gap
Skor diharapkan
1 Eselon II 46 67 -21
2 Eselon III 42 58 -16
3 Eselon IV 41 49 -8
4 Non Eselon 37 40 -3
Keterangan: untuk Eselon II nilai diperoleh dari 6 pejabat yang diasesmen.
1. Rekrutmen
Rekrutmen memiliki tujuan memperoleh sejumlah kandidat karyawan
yang qualified sehingga memungkinkan organisasi Setjen DPR-RI dapat
37
menyeleksi orang-orang yang paling tepat untuk mengisi lowongan pekerjaan.
Rekrutmen tersebut terutama dilakukan dengan rekrutmen baru maupun
perbantuan dari instansi lain. Rekrutmen pegawai dari luar instansi (open karir
terbatas) dilakukan oleh Setjen DPR RI secara sangat selektif dan hanya
untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu yang membutuhkan kompetensi
khusus.
Untuk rekrutmen baru disusun dengan konsep zero tolerant to KKN dan
dilaksanakan berdasar pada Pedoman Rekrutmen dengan konsep zero
tolerant to KKN yang digunakan pada pelaksanaan rekrutmen pegawai tahun
2009. Dari hasil rekrutmen tersebut berhasil terjaring sejumlah 96 CPNS, 47
diantaranya calon peneliti dan 6 perancang undang-undang. Dengan
demikian saat ini jumlah seluruh PNS adalah 1369, diantaranya 191 orang
Tenaga Fungsional. Hasil rekrutmen dengan konsep Zero Tolerant to KKN
telah memberikan manfaat bagi organisasi berupa hadirnya pegawai-pegawai
yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan keberadaannya untuk
memperkuat dukungan bagi pelayanan keahlian kepada DPR.
2. Pembinaan Karir
Semangat reformasi dalam bidang SDM sudah dimulai jauh sebelum
adanya program nasional Reformasi Birokrasi. Langkah penting dimulai pada
tahun 2003 di mana telah dilakukan Penataan SDM melalui kegiatan
Pemetaan Jabatan. Setiap pemegang jabatan dituntut untuk memiliki
kompetensi dibidangnya. Terkait dengan kompetensi pegawai, sejak tahun
2003-2012 sudah dilakukan asesmen meskipun secara terbatas terhadap
para Pejabat Struktural (eselon I, II, III, dan IV), Pejabat Fungsional (Peneliti,
Calon Perancang PUU, Calon Perencana Anggaran), dan Jabatan
Umum/Staf. Output dari kegiatan asesmen tersebut, saat ini Setjen DPR-RI
dapat mengetahui profil kompetensi pejabat. Oleh karena itu penataan SDM
melalui kegiatan asesmen dilanjutkan untuk para Pejabat Fungsional (calon
perancang peraturan perundang-undangan dan calon analis anggaran) dan
Pegawai Golongan III. Berdasarkan hasil asesmen ternyata terdapat ± 50%
pegawai yang kurang kompeten.
Kegiatan asesmen terus dilakukan sampai dengan tahun 2011. Sejak
tahun 2008, hasil asesmen juga digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi
38
Baperjakat untuk mutasi pegawai/pejabat dan yang akan mendapatkan
promosi jabatan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini dituangkan dalam bentuk
pedoman pengangkatan pejabat eselon I, II, III, dan IV dan Mutasi
Pejabat/Pegawai Setjen DPR-RI. Manfaat dari hasil asesmen tersebut telah
memberikan kemudahan bagi Setjen DPR-RI dalam melakukan pemantauan
dan evaluasi bagi pejabat struktural. Dari hasil evaluasi pada tahun 2003,
telah dilakukan evaluasi terhadap 5 orang pejabat eselon IV yang harus
dibebaskan dari jabatannya dikarenakan kurang disiplin dan kurang dapat
melaksanakan tugas pada jabatannya secara akuntabel.
Evaluasi terhadap kinerja pejabat struktural ini dilakukan secara terus
menerus. Untuk memperkuat kinerja para pejabat kemudian dikeluarkan
kebijakan dengan membuat surat pernyatan bersedia dilakukan evaluasi yang
ditandatangani di atas materai bagi Pejabat Eselon II, III, IV untuk
mempertanggungjawabkan jabatannya. Evaluasi terhadap kinerja jabatan
fungsional secara umum bertujuan untuk menciptakan Sistem Pengelolaan
SDM Fungsional yang efisien dan efektif sesuai dengan peran Setjen DPR-RI
sebagai Supporting System bagi DPR, yang mampu memberikan
keseimbangan terjaminnya hak dan kewajiban PNS Fungsional dengan misi
untuk memotivasi kinerja PNS Fungsional di lingkungan Setjen DPR RI.
Tabel 4.5.
Hasil Pemetaan Talent Pool
Eselon Kategori Jumlah
Talent Alternative Talent Untalented
III 7 29 14 48
IV 50 42 5 97
Non Eselon 82 17 - 99
Jumlah 139 88 19 244
39
Penentuan talent di Setjen DPR RI digunakan penghitungan alternatif
yaitu dihitung berdasarkan Nilai Rata-rata Kelompok Asesmen (mereka
diperbandingkan dengan sesama pejabat struktural dalam kelompok yang
sama di lingkungan Setjen DPR RI).
Tabel 4.6.
Jumlah Talent Berdasarkan Potensi Karir Eselonering
Eselonering Jabatan Saat Ini Jumlah
Eselon III Eselon IV Non Eselon
Eselon II 7 2 1 10
Eselon III - 48 27 75
Eselon IV - - 54 54
Jumlah 7 50 82 139
40
1) Dengan NIP lama, sejumlah 6 buah, yang ditempatkan di :
a) Gd. Nusantara I Lt. 1 : 2 Buah
b) Gd. Nusantara I Lt. 23 : 1 Buah
c) Gd. Nusantara 3 Lt. 1 : 1 Buah
d) Gd. Samania Lt. 1 : 2 Buah
E. ANALISIS
Berdasarkan sisi konteks yang dilihat dari hasil pemetaan
memperlihatkan bahwa Setjen DPR RI sedang menghadapi permasalahan
serius terkait dengan SDM manajerial dikarenakan masing-masing eselon
memiliki pejabat yang potensi untuk menjadi kader eselon di atasnya sangat
sedikit dibandingkan dengan kebutuhan. Idealnya jumlah talent yang ada
seharusnya minimum mengikuti jumlah jabatan yang ada, artinya ketika
seluruh jabatan yang ada mulai dari Eselon IV sampai Eselon IV berjumlah
230 posisi maka mereka yang tidak berada pada jabatan minimum 230 orang
masuk dalam talent, dan semua talent memiliki potensi sampai dengan Eselon
I. Begitu juga pejabat yang berada pada Eselon IV minimal 66 orang masuk
sebagai talent dan memiliki potensi sampai Eselon I.
Selanjutnya berbagai permasalahan yang bersifat kritis yang dihadapi
dalam pengelolaan SDM Aparatur dirangkum dalam tabel.4.7.
41
Tabel 4.7.
Permasalahan Kritis Dalam Penataan Sistem Manajemen SDM Setjen DPR RI
No Kegiatan Masalah Kritis
1 Rekrutmen pegawai Penyempurnaan sistem rekrutmen yang secara
berangsur-angsur mengarah kepada konsep
transparan dan bersih dari KKN
2 Analisis jabatan Analisis jabatan belum sepenuhnya
menggambarkan deskripsi jabatan dan syarat
jabatan.
3 Evaluasi Jabatan Evaluasi jabatan belum dilaksanakan
4 Analisis Beban Kerja Analisis Beban Kerja belum dilaksanakan
5 Standar Kompetensi Jabatan Standar Kompetensi Jabatan belum dilaksanakan
6 Asesmen Kompetensi Individu Hasil asesmen belum sepenuhnya digunakan
sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan
SDM aparatur.
7 Penerapan sistem penilaian Penerapan sistem penilaian kinerja individu masih
kinerja individu bersandar pada penilaian atasan langsung dan
dituangkan dalam DP3.
8 Pembangunan/pengembangan Pembangunan/pengembangan database belum
database pegawai sepenuhnya memuat informasi tentang administrasi
kepegawaian.
9 Pengembangan pendidikan Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan belum
dan pelatihan berbasis sepenuhnya mengacu kepada hasil asesmen.
kompetensi
10 Pengintegrasian pengelolaan Masih adanya ketidak sesuaian kompetensi Tenaga
Tenaga Ahli dan Asisten Ahli dan Asisten Anggota sebagaimana yang
Anggota dipersyaratkan dalam pedoman
11 Pengembangan jabatan Jenis jabatan fungsional masih perlu dikembangkan.
fungsional
42
yang harus disusun berdasarkan fungsi dan kompetensi sesungguhnya yang
dipersyaratkan, pengunaan analisis jabatan dan evaluasi jabatan sebagai
dasar untuk menentukan formasi kebutuhan pegawai dan pembinaan karir,
peningkatan pemahaman pegawai terhadap tupoksinya secara utuh melalui
penyempurnaan job description, penyusunan profil kompetensi jabatan, dan
menyusun sistem penilaian kinerja pegawai, penyempurnaan sistem
database, serta penyusunan kebutuhan diklat yang diperlukan bagi pegawai
berbasis kompetensi.
43
BAB LIMA
EVALUASI ATAS PENGELOLAAN ANGGARAN
A. PERKEMBANGAN ANGGARAN
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi organisasi dibutuhkan anggaran
yang cukup. Dengan sistem anggaran yang berlaku saat ini maka anggaran
disusun dengan pendekatan anggaran berbasis kinerja. Anggaran Setjen
DPR RI merupakan bagian dari Anggaran DPR RI. Sebagaimana diketahui
bahwa Anggaran DPR RI terbagi ke dalam dua Satuan Kerja (satker) yaitu
Satker Dewan dan Satker Setjen. Meskipun ada dua satker, Setjen DPR RI
tetap menjadi penguna anggaran baik untuk Setjen DPR RI maupun untuk
DPR RI.
Gambar 5.1.
Persentase Serapan DIPA 2005-2009
85.00%
80.00%
75.00%
70.00%
65.00%
2005 2006 2007 2008 2009
44
Secara operasional, pengalokasian anggaran diawali dengan
penyusunan Arah Kebijakan Umum Pengelolaan Anggaran DPR RI. Proses
ini sudah dimulai sejak tahun 2011. Sebagai tindak lanjut dari perbaikan
dalam sistem penganggaran juga telah dilakukan pembenahan internal
melalui penyusunan pedoman pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI telah
dilaksanakan melalui penyusunan Pedoman Umum Pengelolaan Anggaran
DPR RI.
Berikut adalah contoh untuk anggaran tahun 2011. Penyusunan
anggaran tahun 2011 disusun berdasarkan Arah Kebijakan Umum
Pengelolaan Anggaran DPR RI Tahun 2011. Penyusunan Arah Kebijakan
Umum Pengelolaan Anggaran DPR RI Tahun 2011 merupakan bukti nyata
DPR terus berusaha untuk menjadi lebih efisien. Arah Kebijakan Umum
Pengelolaan Anggaran DPR RI Tahun 2011 menjadi pedoman bagi setiap
Alat Kelengkapan Dewan maupun Sekretariat Jenderal dalam menyusun
rencana kerja dan anggarannya di tahun 2011. Di samping itu untuk
memastikan bahwa dalam penggunaan anggaran negara DPR tahun 2011
mendatang diawali dengan membuat prioritas kegiatan yang akan dilakukan
pada tahun 2011. Dengan adanya Arah Kebijakan Umum Pengelolaan
Anggaran DPR RI Tahun 2011, setiap penggunaan anggaran DPR menjadi
lebih jelas dimana DPR berupaya menselaraskan kebutuhan anggaran
berdasarkan pelaksanaan setiap fungsi DPR yang kegiatannya melekat pada
setiap Alat Kelengkapan Dewan. BURT telah membahas dan menghasilkan
dokumen Arah Kebijakan Umum Pengelolaan Anggaran DPR RI Tahun 2011
yang ditetapkan melalui Surat Keputusan BURT pada tanggal 4 Februari 2010
sebagai dasar acuan bagi AKD dan Setjen dalam menyusun kebutuhan
Anggarannya untuk Tahun 2011.
Contoh lainnya adalah untuk anggaran 2012, pengelolaannya diawali
dengan perencanaan anggaran yang didasarkan kepada Arah Kebijakan
Umum Pengelolaan Anggaran Tahun 2012. Memasuki awal tahun 2011,
BURT telah melakukan persiapan untuk menyusun anggaran DPR RI Tahun
2012 yang diawali dengan disusunnya Arah Kebijakan Umum Pengelolaan
Anggaran DPR RI. Selanjutnya Arah Kebijakan Umum Pengelolaan Anggaran
DPR RI Tahun 2012 yang ditetapkan melalui Surat Keputusan BURT tanggal
45
10 Februari 2011 akan menjadi acuan bagi AKD dan Setjen dalam menyusun
kebutuhan anggarannya untuk Tahun 2012.
Memasuki awal tahun 2012, BURT telah melakukan persiapan untuk
menyusun anggaran DPR RI Tahun 2013. Mengacu pada siklus penyusunan
anggaran DPR RI yang menyatakan bahwa penyusunan usulan anggaran
DPR RI diawali dengan disusunnya Arah Kebijakan Umum Pengelolaan
Anggaran DPR RI Tahun 2013 yang mengacu pada kebutuhan kegiatan
Dewan. Arah Kebijakan Umum Pengelolaan Anggaran DPR RI juga
merupakan penjabaran Rencana Strategis DPR RI 2010-2014 untuk tahun
keempat yang diuraikan ke dalam program dan kegiatan terhadap tugas dan
fungsi Dewan. Selanjutnya Arah Kebijakan Umum Pengelolaan Anggaran
DPR RI Tahun 2013 yang ditetapkan melalui Surat Keputusan BURT tanggal
15 Desember 2011 akan menjadi acuan bagi AKD dan Setjen dalam
menyusun kebutuhan anggarannya untuk Tahun 2013.
Gambar 5.2.
Pagu vs Realisasi DIPA 2005-2009
46
penyelenggaraan fungsi penganggaran Negara yang akuntabel dan
transparan. Dalam rangka mencapai visi sekaligus melaksanakan misi DPR
tersebut maka pengelolaan anggaran harus dilaksanakan secara profesional
baik dalam segi pelaksanaan maupun pelaporannya.
Realisasi penerimaan Satker Dewan Semester I TA 2012 hanya
berasal dari PNBP sebesar Rp 11.190.282.151,-. Jumlah ini meningkat Rp
5.128.834.573 atau 84,6% dibandingkan Semester I TA 2011. Pos
penerimaan Satker Dewan hanya berasal dari pos penerimaan kembali
belanja lainnya TA 2011.
Realisasi belanja Satker Dewan Semester I TA 2012 dalam laporan
Realisasi Anggaran Belanja adalah sebesar Rp 601.281.675.689,- yang
merupakan nilai realisasi belanja netto dari nilai realisasi belanja bruto
sebesar Rp 602.745.050.644,- setelah dikurangi pengembalian belanja
sebesar Rp 1.463.374.955,-. Realisasi belanja Satker Dewan pada semester I
TA 2011 sebesar Rp 441.021.408.599,- yang merupakan realisasi belanja
netto dari realisasi belanja bruto sebesar Rp 441.596.863.099,- setelah
dikurangi pengembalian belanja sebesar Rp 575.454.500,-. Dari angka
tersebut terlihat bahwa realisasi belanja Semester I TA 2012 meningkat
sebesar Rp 160.260.267.090,- atau 36,3% dibandingkan realisasi belanja
Semester I TA 2011.
48
Perubahan paradigma yang mengedepankan dukungan keahlian pada
akhirnya akan menggerakkan fungsi administrasi dan teknis secara efektif.
Gambar 5.3.
Persentase Serapan DIPA 2005-2009
85.00%
80.00%
75.00%
70.00%
65.00%
60.00%
2005 2006 2007 2008 2009
49
kualitas SDM Setjen DPR-RI adalah pembenahan pada Sistem Manajemen
SDM. Selanjutnya agar penyelenggaraan pengelolaan SDM dapat mencapai
sasaran yang diinginkan maka sistem pengelolaan SDM perlu memperolah
evaluasi secara berkesinambungan dan mengubahnya sesuai dengan
kebutuhan akan dukungan kedewanan.
B. KINERJA KEUANGAN
1. Kinerja Keuangan
Pada bagian ini akan disampaikan kinerja keuangan dua satker di
DPR pada periode keuangan yang berakhir pada 31 Desember 2011 dan
2010. Seperti diketahui hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
atas Laporan Realisasi Anggaran DPR pada periode yang bersangkutan telah
memperoleh predikat wajar dalam semua hal yang bersifat material dan
sesuai dengan Standar Akutansi Pemerintahan. Lebih lanjut sebagai bagian
dari keyakinan atas kewajaran laporan tersebut, maka BPK menindaklanjuti
dengan pemeriksaan terhadap sistem pengendalian internal dan kepatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tabel.5.1
Realisasi Anggaran per 31 Desember 2011
Uraian Anggaran Realisasi %Realisasi
Anggaran
Belanja Transaksi Kas dalam
Rupiah Murni
Belanja pegawai 548.607.254.000 481.473.680.871 87,76
Belanja barang 1.772.051.336.000 1.154.184.849.859 65,13
Belanja modal 124.084.399.000 106.720.009.221 86,01
Belanja Transaksi Kas dari
Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Belanja Pegawai 741.145.000 537.713.750 72,55
Jumlah Belanja 2.445.484.134.000 1.742.916.253.701 71,27
50
area ini, telah ditegaskan bahwa kewajaran penyajian Laporan Keuangan
merupakan salah satu sasaran dalam usaha peningkatan akuntabilitas
instansi pemerintahan. Dalam usaha untuk mencapainya, maka Setjen DPR-
RI terus menyempurnakan Pedoman Evaluasi dan Pelaporan Kinerja beserta
anggarannya untuk tahun 2012 hingga 2014.
Tabel.5.2.
Realisasi Anggaran per 31 Desember 2010
Uraian Anggaran Realisasi %Realisasi
Anggaran
Belanja Transaksi Kas dalam Rupiah
Murni
Belanja pegawai 488.833.688.000 464.611.847.095 95,04
Belanja barang 1.167.623.488.000 894.187.953.262 76,58
Belanja modal 712.844.661.000 431.434.242.235 60,52
Belanja Transaksi Kas dari Pinjaman
dan Hibah Luar Negeri
Belanja Pegawai 7.463.491.000 2.137.275.350 28,64
Jumlah Belanja 492.000.000
Belanja Transaksi Kas dalam Rupiah 2.377.257.328.000 1.792.371.317.942 75,40
Murni
51
entitas akuntansi yang berada di bawah DPR-RI. Laporan ini terdiri
atas Pendapatan Negara dan Hibah dan Belanja.
b. Neraca. Neraca disusun berdasarkan penggabungan neraca entitas
akuntansi yang berada di bawah DPR-RI dan disusun melalui SAI.
c. Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas Laporan Keuangan
menyajikan informasi tentang pendekatan penyusunan laporan
keuangan, penjelasan, atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu
pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca
dalam rangka pengungkapan yang memadai.
2. Akuntablitas
Aspek akuntabilitas kinerja saat ini menjadi ukuran untuk menilai atau
menjadi standar “benchmark” untuk mengukur dan membandingkan kinerja
52
antara satu instansi pemerintah dengan instansi pemerintah yang lainnya.
Penilaian ini dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB). Setjen DPR-RI telah menjadi
instansi yang dinilai sejak tahun 2009. Pada tahun 2009, kinerja Setjen DPR-
RI mendapat nilai “D”. Selanjutnya pada tahun 2010 kinerja Setjen meningkat
menjadi “C”. Kemudian pada tahun 2011 meningkat menjadi “CC” (target
tahun 2012 “B”, tahun 2013”A” dan tahun 2014 “AA”).
Berdasarkan LAKIP Setjen DPR-RI tahun 2011, Setjen DPR-RI
memiliki tugas menyelenggarakan dukungan teknis, administratif, dan
keahlian kepada anggota Dewan. Dalam melaksanakan tugas ini Setjen DPR-
RI menjalankan fungsi:
1. Koordinasi dan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas unit organisasi
di lingkungan Setjen DPR-RI.
2. Pemberian dukungan teknis, administratif, dan keahlian di bidang
perundang-undangan, anggaran, dan pengawasan kepada DPR-RI.
3. Pembinaan dan pelaksanaan perencanaan dan pengendalian,
kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan kerumahtanggaan di
lingkungan DPR-RI.
Tabel.5.3.
Sasaran, Indikator Kerja, dan Capaian Setjen DPR-RI 2011
No Sasaran Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian
53
2 Memberikan dukungan Hasil analisa terhadap isu 5 hari 5 hari 100%
dalam mencapai internasional, regional, dan
kualitas kelembagaan bilateral disusun tepat waktu
DPR-RI yang kredibel
dan akuntabel Penyusunan transkrip rapat 3 hari 3 hari 100%
sidang internasional, regional,
dan bilateral disusun tepat
waktu
Prosentase kunjungan 65% 80% 123%
masyarakat ke DPR
3 Memberikan dukungan Hasil analisa/kajian tentang 5 hari setelah 9 draft 150%
agar DPR mencapai RUU bidang Polhukkam Kesra akhir triwulan RUU
tujuan dengan dan bidang Ekkuindag yang bidang
menghasilkan produk disusun tepat waktu Polhukka
hukum yang berkualitas m
sesuai dengan 18 draft 120%
prolegnas sehingga RUU
masyarakat bidang
memperoleh kepastian Ekkuindag
hukum dalam Pantauan pelaksanaan 2 tahun 43 UU 100%
melaksanakan tugasnya kebijakan pemerintah dan setelah UU
pengelolaan keuangan negara dilaksanakan
disusun tepat waktu
4 Memberikan dukungan Hasil analisa kebijakan 5 hari sejak 2 laporan 100%
dalam mencapai tujuan pemerintah dan pengelolaan adanya hapsem
pengawasan terhadap keuangan negara yang disusun permintaan
seluruh kebijakan tepat waktu anggota
pemerintah dan Dewan
pengelolaan keuangan
negara yang memenuhi Jumlah kajian yang dihasilkan 72 72 kajian 100%
aspirasi rakyat oleh bidang pengkajian P3DI kajian/tahun
Hasil analisa pengaduan 3 hari setelah 98,74% 98,74%
masyarakat disampaikan surat masuk
kepada Pimpinan Dewan
5 Memberikan dukungan Hasil analisa kajian tentang 1 bulan 72 100%
dalam mencapai kebijakan anggaran negara sebelum laporan
kebijakan anggaran yang disusun tepat waktu pembahasan
negara dan kebijakan dengan
anggaran DPR yang pemerintah
tepat sasaran,
transparan, dan Konsep anggaran DPR yang 1 hari 80% 100%
akuntabel tepat waktu sebelum rapat
BURT
C. ANALISIS
1. Kesisteman
Secara konteks, rendahnya capaian kinerja Setjen DPR RI
disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, dari sisi perencanaan kinerja
masih terdapat beberapa kelemahan yaitu : a) Dokumen Renstra belum
sepenuhnya digunakan sebagai acuan dalam penyusunan dokumen
perencanaan tahunan maupun RKA; b) Rumusan tujuan dan sasaran dalam
dokumen perencanaan belum seluruhnya berorientasi pada hasil; c) sebagian
54
besar rumusan indikator kinerja dalam Renstra/RKT belum memenuhi kriteria
indikator kinerja yang baik; d) Dokumen Renstra tingkat lembaga belum
sepenuhnya digunakan sebagai acuan dalam penyusunan dokumen
perencanaan/Renstra di tingkat unit kerja; e) Dokumen RKT belum
sepenuhnya digunakan dalam penyusunan dokumen penganggaran/RKA;
dan, f) Dokumen PK belum mengacu sepenuhnya/selaras dengan dokumen
RKT dan belum dilakukan pemantauan terhadap pencapaiannya secara
berkala.
Kedua, dari aspek pengukuran kinerja terdapat beberapa kelemahan
yang perlu diperbaiki dalam pengukuran kinerja antara lain : a) Pengumpulan
data kinerja belum dilakukan secara berkala; b) Beberapa indikator kinerja
pada Renstra, RKT dan PK belum sepenuhnya dapat diukur secara obyektif,
belum menggambarkan hasil dan belum relevan untuk mengukur keberhasilan
atau kegagalan pencapaian sasaran strategis yang telah ditetapkan, dan hal
tersebut mengakibatkan kegiatan pengukuran kinerja tidak memberikan hasil
pengukuran yang mencerminkan kinerja yang sesungguhnya sehingga tidak
dapat dimanfaatkan untuk pemantauan dan pengendalian kinerja; dan, c)
Hasil pengukuran kinerja belum digunakan untuk penilaian kinerja.
Ketiga, aspek pelaporan kinerja LAKIP, ada beberapa kelemahan yang
perlu diperbaiki dalam penyusunan pelaporan kinerja, antara lain: a) LAKIP
belum menyajikan informasi mengenai capaian sasaran yang berorientasi
outcome, hasil evaluasi dan analisis serta pembandingan data kinerja secara
memadai, dan LAKIP juga belum menyajikan informasi mengenai pencapaian
target jangka menengah; b) LAKIP belum menyajikan informasi tentang
pencapaian IKU dan kinerja yang telah diperjanjikan; c) LAKIP belum
menyajikan informasi mengenai keuangan yang terkait dengan pencapaian
kinerja; dan, d) Informasi kinerja disajikan belum digunakan dalam perbaikan
perencanaan dan peningkatan kinerja.
Keempat, dari sisi evaluasi kinerja, belum melakukan evaluasi
akuntabilitas kinerja secara internal terhadap imlementasi Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) sehingga tidak dapat mengidentifikasi
kelemahan-kelemahan dalam penerapan SAKIP yang diperlukan dalam
rangka perbaikan perencanaan dan perbaikan penerapan manajemen kinerja
di lingkungan Setjen DPR RI.
55
Kelima, Capaian Kinerja, pencapaian kinerja dinilai dari aspek
pencapaian target output dan outcome dan keandalan data kinerja serta
kinerja penilaian dari stakeholders. Kelemahan pada capaian kinerja adalah
belum optimal terutama karena LAKIP Setjen DPR RI masih menitikberatkan
penyampaian informasi output, bukan outcome dan aspek kinerja transparansi
dan penghargaan kepada Setjen DPR RI masih belum optimal.
Sementara itu berdasarkan sisi input, selama ini kelemahan dari sisi
pengawasan dapat dilihat dari sisi organisasi dan SDM membuat fungsi
pengawasan internal di lingkungan DPR RI dan Setjen DPR RI menyebabkan
kualitas pengawasan dan akuntabilitas kurang optimal terutama dari sisi
peningkatan kinerja. Hasil pengawasan belum menjadi dasar bagi perbaikan
kinerja, karena posisi organisasi dari unit pengawasan internal. Walaupun dari
sisi pelaporan keuangan, DPR RI memperoleh opini WTP, hal ini belum cukup
memberikan indikasi kinerja pengawasan dan kepatuhan unit terhadap hasil
pengawasan.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut maka strategi yang
akan dilakukan, pertama, perlu dilakukan adanya evaluasi terhadap
penerapan SPIP di lingkungan Setjen DPR RI, kemudian disusun
Perencanaan kegiatan SPIP dan Penyusunan Pedoman Pelaksanaan SPIP.
Selanjutnya diperlukan perbaikan terhadap proses pencatatan, pengelolaan
dan pelaporan barang miliki negara, agar aset atau prasarana yang ada di
lingkungan Setjen DPR RI dapat diawasi keberadaan dan penggunaannya,
sekaligus juga dapat memperbaiki proses perencanaan pengadaan barang
melalui dasar pencatatan yang baik.
Kedua, untuk mengatasi kelemahan pada sisi efektifitas pengelolaan
keuangan negara dalam kerangka reformasi birokrasi diarahkan pada
kegiatan evaluasi atas kemanfaatan produk layanan dan kegiatan Setjen DPR
RI dengan meminta pendapat dari publik atau pengguna layanan Setjen DPR
tersebut, dalam hal ini termasuk Anggota DPR RI. Selain itu juga telah dan
akan dilakukan monitoring dan evaluasi atas realisasi anggaran dan kegiatan
setiap triwulan agar pengelolaan Keuangan Negara dapat dijalankan secara
efektif.
Ketiga, terhadap capaian opini WTP yang saat ini sudah diraih oleh
Setjen DPR RI, dalam kerangka reformasi birokrasi dilakukan pemantapan
56
dan upaya mempertahankan capaian tersebut dengan sejumlah kegiatan.
Kegiatan tersebut adalah mengidentifikasi lebih jauh atau monitoring dan
evaluasi atas tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), menyusun langkah-langkah internal
untuk menindak-lanjuti temuan hasil pemeriksaan BPK RI dalam bentuk
kebijakan atau peraturan Setjen DPR RI, melakukan rapat kerja rutin antara
Setjen DPR RI dengan unit di bawahnya setahun 2 kali sebagai tindak lanjut
hasil pengawasan, melakukan telaahan atas laporan keuangan sebelum
pemeriksaan semesteran dan pemeriksaan realisasi anggaran.
Keempat, untuk mengatasi kelemahan atau kekurangan sistem
pencegahan terhadap penyalahgunaan wewenang di lingkungan Setjen DPR
RI dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap tingkat penyalahgunaan
wewenang, menyusun dan mensosialisasikan kode etik pejabat dan pegawai,
evaluasi atas tingkat pelanggaran kewenangan dan tindak korupsi dalam
pengelolaan dan penggunaan anggaran, memperkuat kebijakan Setjen DPR
RI dalam mendorong pejabat memenuhi peraturan pelaporan kekayaan
pejabat negara, promosi terus menerus mengenai kegaitan anti korupsi dan
memberikan perlindungan pelapor, evaluasi dan perbaikan kebijakan e-
procurement dan pembentukan unit layanan pengadaan barang dan jasa.
Dilihat dari sisi proses, untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas
telah ditempuh beberapa langkah kebijakan. Salah satunya melalui Peraturan
Sekjen DPR RI Nomor 219/Sekjen/2011 tentang Pedoman Penyusunan
LAKIP Setjen DPR RI dan Peraturan Sekjen No.1157/Sekjen/2010 tentang
Pedoman Evaluasi LAKIP yang telah diubah menjadi Keputusan Setjen DPR
RI No. 828A/SEKJEN/2010 tentang Pedoman Evaluasi LAKIP di Lingkungan
Setjen DPR RI. Peraturan tersebut sudah mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja,
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Keputusan MenPan
No.KEP/135/M.PAN/9/2004 tentang Pedoman Umum Evaluasi LAKIP,
Peraturan MenPAN dan RB Nomor 13 Tahun 2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Evaluasi AKIP Tahun 2010, Peraturan MenPAN dan RB Nomor
29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan PK dan Pelaporan AKIP.
57
Adapun langkah-langkah yang sudah diambil dalam memperbaiki
kinerja, dilakukan dengan membentuk Tim Penyusunan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2011 yang dibentuk berdasarkan
SK Sekjen DPR RI No.257/SEKJEN/2012 dan Tim Evaluasi Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2011 yang dibentuk
berdasarkan SK Sekjen DPR RI No.649/SEKJEN/2012.
Melalui pembentukan kedua tim tersebut, telah dihasilkan beberapa
perubahan, baik perubahan yang bersifat ke dalam ataupun perubahan yang
bersifat ke luar dengan dihasilkan skor penilaian LAKIP dari D pada tahun
2009, menjadi C pada tahun 2010 dan CC pada tahun 2011. Ke depan
pencapaian kinerja tersebut perlu ditingkatkan melalui sejumlah program dan
kegiatan reformasi di bidang akuntabilitas kinerja.
Untuk mencapai target peningkatan penilaian dari Kemen PAN dan RB,
Setjen DPR-RI perlu membentuk SAKIP. Selain itu setiap unit kerja perlu
dibenahi agar memiliki kemampuan perencanaan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dan perencanaan dari setiap unit kerja harus sesuai dengan
realisasi capaian kinerja pada tahun sebelumnya. Di sisi perencanaan
melakukan perbaikan agar indikator kinerja pada setiap unit kerja sesuai
dengan prinsip Specific, Measurable, Achiable, Relevant and Timely
(SMART).
Karena itu dalam rangka mendukung kegiatan pengawasan di
lingkungan Setjen DPR RI telah diterbitkan Peraturan Sekjen DPR RI
No.01A/PER-SEKJEN/2010 tentang Pedoman Pengawasan di lingkungan
Setjen DPR RI. Selain itu telah disusun SOP sebagai dasar untuk
melaksanakan tupoksi kegiatan pengawasan. Begitu juga dalam kerangka
pengembangan sistem pengawasan internal di lingkungan DPR RI dan Setjen
DPR RI, berdasarkan Peraturan DPR RI No. 8/DPRRI/IV/2009-2010 tentang
Penetapan Rencana Strategis DPR RI Tahun 2010 – 2014 direncanakan
pada tahun 2014 sudah terbentuk unit pengawasan internal setingkat Eselon I
atau Eselon II. Hal ini memberikan gambaran bahwa fungsi pengawasan
internal akan diperkuat dalam upaya meningkatkan kualitas pengawasan dan
akuntalibiltas di lingkungan DPR RI dan Setjen DPR RI.
58
2. Kelembagaan
Secara konteks, saat ini pengawasan internal dilakukan oleh unit
organisasi Eselon III, yaitu Bagian Pengendalian Administrasi Umum,
Pengendalian Materiil, dan Pengendalian Keuangan, di dalam satu Biro
Perencanaan dan Pengendalian.
Saat ini satuan kerja Setjen DPR RI memiliki 1 unit pengawasan
setingkat Eselon III yaitu Bagian Pengawasan Internal. Unit ini berada di
bawah Eselon I yaitu Deputi Bidang Administrasi dan Eselon II Biro
Perencanaan dan Pengawasan (Biro Renwas). Dari posisi eselonisasi
menunjukkan bahwa fungsi pengawasan menjadi satu kesatuan dengan
fungsi perencanaan. Penempatan struktur ini dimaksudkan untuk
mensinergikan hasil perencanaan dan pengawasan. Selain itu struktur
penempatan Bagian Pengawasan Internal dibawah Eselon II juga
dimaksudkan untuk mengefektifkan pengawasan, sehingga hasil pengawasan
juga dapat diselaraskan dengan perencanaan dan tugas dan fungsi dari
struktur diatasnya. Alur kerja yang demikian diharapkan dengan mudah
melakukan perbaikan terhadap kinerja atau kesalahan yang ditemukan.
Dalam kenyataannya, sejak struktur tersebut dibentuk berdasarkan
Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2005 tentang Setjen DPR RI, dan
diturunkan dengan Peraturan Sekjen DPR RI No. 400/SEKJEN/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Setjen DPR RI sebagaimana telah beberapa kali di
ubah terakhir dengan Peraturan Sekjen DPR RI No.3/SEKJEN/2011, fungsi
pengawasan kurang berjalan optimal.
Permasalahan kritis yang dihadapi oleh pelaksana tugas pengawasan
adalah keberadaannya pada tingkat Eselon III, sehingga menyebabkan fungsi
pengawasan kurang optimal. Sejumlah hasil temuan sering tidak
ditindaklanjuti, bahkan setelah diverifikasi dengan dokumen perencanaan,
hasil temuan sering diabaikan. Selain itu, karena posisinya sebagai eselon III,
banyak informasi atau hasil temuan kurang terkomunikasikan dengan baik ke
pejabat eselon I, dalam hal ini Sekjen DPR RI dan Deputi di bawah Sekjen
DPR RI. Hasil pengawasan hanya menjadi instrumen pencegahan dan
perbaikan, belum sepenuhnya menjadi instrumen evaluasi untuk perbaikan
kinerja.
59
Kelemahan lainnya dari pelaksanaan peraturan organisasi yang ada
adalah jumlah dan kualitas SDM yang menjalankan tugas di bidang ini.
Kualitas SDM yang bekerja masih kurang memenuhi kompetensi yang
dibutuhkan untuk menjalankan tugas sebagai unit pengawasan internal. Saat
ini SDM yang bekerja lebih banyak merupakan SDM yang ditempatkan karena
bagian dari proses rotasi dan mutasi jabatan, bukan karena penempatan yang
secara fungsional untuk kebutuhan jangka panjang (permanen/fungsional),
memperkuat kerja dan memenuhi kinerja unit pengawasan. Akibatnya SDM
yang bekerja kurang memahami dan menjiwai tugas dan fungsi dari bidang
pengawasan. Latar belakang SDM dari unit-unit lainnya pada satu sisi
menguntungkan pelaksanaan fungsi pengawasan, karena lebih memahami
cara kerja dan kinerja unit-unit kerja yang diawasi. Tetapi tidak semua unit
kerja terwakili dan yang lebih mendasar adalah di sisi kompetensi. Setidaknya
untuk menjadi tenaga profesional di bidang pengawasan harus memiliki
kualifikasi baik pengetahuan, wawasan dan pengalaman kerja sebagai auditor
baik dari sisi pendidikan formal maupun keterampilan.
Karena itu secara input, maka dikembangkan strategi bahwa untuk
memenuhi kebutuhan SDM yang handal telah dilakukan rekrutmen pegawai
baru yang kedepannya diarahkan menjadi tenaga fungsional pengawas atau
auditor. SDM tersebut berjumlah dua orang. Namun secara jumlah dari sisi
kebutuhan dan pemanfaatannya jumlah SDM yang bekerja di bidang ini masih
jauh dari memadai. Dari 15 eselon II dan 60 eselon III yang menjadi objek
pengawasan tenaga yang menangani berjumlah 16 orang. Hal ini berdampak
pada pola kerja, dimana pembidangan tugas tidak diklasifikasi berdasarkan
objek pengawasan yaitu SDM, materiil, dan keuangan, tetapi dilakukan secara
tim. Tim-tim tersebut dibagi menurut kluster unit kerja yang diawasi, dimana
tim menangani pengawasan, SDM, keuangan dan materiil secara bersamaan.
Pola ini menyulitkan bagian pengawasan internal dalam menjangkau unit kerja
yang ada secara lebih mendalam. 3 kluster pengawasan tersebut kurang
dapat memperdalam dan menguatkan fungsi pengawasan internal di
lingkungan Setjen DPR RI.
Saat ini dan kedepan (20 tahun), fungsi pengawasan internal di
lingkungan Setjen DPR RI menghadapi tantangan besar yaitu adanya dua
satuan kerja di lingkungan DPR RI yaitu Setjen DPR RI dan DPR RI itu
60
sendiri. Tentunya pengawasan terhadap satuan kerja DPR RI membutuhkan
SDM dan tingkat organisasi yang memadai. Organisasi pengawasan terhadap
DPR RI harus organisasi yang tingkat wewenang dan posisinya sama dengan
Setjen DPR RI, karena harus mempertanggungjawabkan hasil pengawasan
langsung kepada DPR RI. Hal ini membutuhkan kualifikasi dan jumlah SDM
yang memadai untuk meningkatkan kinerja fungsi pengawasan yang mampu
menjadi unsur pembentuk lembaga Setjen DPR RI yang professional dan
mendukung kelembagaan DPR RI yang kredibel. Arah pengembangan
organisasi pengawasan perlu dilakukan untuk memberikan peringatan dan
evaluai internal yang baik bagi perbaikan kelembagaan DPR RI dan Setjen
DPR RI sesuai dengan tantangan yang dihadapinya.
Dalam jangka pendek secara proses, untuk mencapai target-target di
tahun 2014, diperlukan sejumlah program yang mendukung capaian yang
dimaksud sebagaimana dijabarkan berikut ini:
a. Peningkatan Kualitas Kinerja Setjen DPR RI. Program ini merupakan
kelanjutan dari kegiatan penyusunan Renstra dan LAKIP. Program ini
dilanjutkan dengan kegiatan penyempurnaan Renstra dan dokumen IKU,
kegiatan ini diharapkan sudah dimulai bulan Mei 2012. Kemudian
dilanjutkan penyusunan RKT yang disesuaikan dengan Renstra dan
Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah disempurnakan. Selanjutnya
dilakukan peninjauan kembali secara periodik pada bulan Januari-Maret
tahun 2012-2014.
b. Peningkatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Setjen DPR RI sudah
dilaksanakan sejak Tahun 2008. Program ini masuk ke dalam kerangka
reformasi birokrasi untuk mendukung peningkatan kualitas Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Program perbaikan
SAKIP diharapkan dapat menghasilkan LAKIP sesuai standar dan tepat
waktu, serta bermanfaat untuk evaluasi atas capaian kinerja dari unit-unit
di lingkungan Setjen DPR-RI. Selain itu, pelaporan ini juga berfungsi
sebagai alat kontrol terhadap proses pelaksanaan program atau kegiatan
yang sedang berjalan selama ini dan menurut rencana akan dilaksanakan
di masa yang akan datang. Output dari program ini adalah laporan LAKIP
yang berkualitas sesuai standar pembuatan LAKIP. yang dilanjutkan
61
dengan penyusunan laporan evaluasi atas LAKIP pada bulan Desember
tahun 2012 – 2014 dan menyusun LAKIP Setjen dan eselon II .
62
BAB ENAM
EVALUASI ATAS PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA
PENDUKUNG
63
9. Gedung Pemadam seluas 200 m2, peruntukkan Unit Pemadam
Kebakaran.
10. Pool Kendaraan seluas1.918 m2, peruntukkan Pool Kendaraan.
11. Posko Pamdal seluas 224,25 m2, peruntukkanPos Komando Pamdal.
12. Gedung Sekretariat Jenderal seluas 7.140 m2, peruntukkan Ruang
Kerja Setjen DPR RI.
13. Mesjid Baiturrahman seluas 2.451 m2, peruntukkan Mesjid.
14. Lapangan Badminton Indoor seluas 702 m2, peruntukkan GOR.
15. Lapangan tennis indoor seluas 1.406 m2, peruntukkan GOR.
66
1. Server yang dimiliki berjumlah 57 unit yang dikelola dalam satu
ruang khusus dengan monitoing 24 jam dengan sistem piket.
2. Backbone switch yang dimiliki 96 tersebar di 48 tempat.
3. Infrastruktur yang dikembangkan adalah koneksi LAN fiber optic
dari core switch ke backbone ke tiap gedung, pengembangan
infrastruktur dilakukan dengan merubah/mengganti distribution switch
dan kabel yang masih menggunakan type cat 5 menjadi cat 6 serta
menghubungkan seluruh switch backbone fiber optic dengan core
switch.
Lima aspek pokok teknologi informasi dan komunikasi (TIK) inilah yang
diberdayakan untuk merealisasikan pencapaian output dalam kurun waktu
2010-2014 yaitu terciptanya penggunaan 45 sistem aplikasi dan
pengembangan/pemeliharaan sistem jaringan komputer.
Seluruh proses penggunaan sistem Teknologi Informasi dilakukan
pengelolaan/manajemen dengan berpedoman pada system Development life
circle (SDLC):
1. Investigated. Dilakukan dengan menitoring sistem dan masukan-masukan
dan keluhan dari unit kerja pemakai
2. Analize. Menganalisa hasil monitoring dan masukan/ keluhan pengguna
/user system dengan memperhatikan 5 aspek TIK
3. Design. Mengatasi solusi hasil analisa dengan membuat design dan
penyempurnakan aplikasi
4. Implement. Menerapkan penyempurnaan aplikasi kepada pengguna/user
5. Maintain. Melakukan perbaikan dan penyempurnaan sistem aplikasi
2. Perpustakaan
Renstra DPR RI 2010-2014 memprioritaskan pembangunan dan
pengembangan perpustakaan parlemen pada tahun 2011 sebagai bagian
terpadu prasarana parlemen. Namun dengan adanya keputusan Rapat
Konsultasi antara Pimpinan DPR RI dengan Pimpinan Fraksi-Fraksi dan
Pimpinan BURT DPR RI yang menunda atau tidak melaksanakan
pengembangan prasarana utama DPR RI dan menyerahkannya kepada
Kementerian Pekerjaan Umum sehingga pembangunan perpustakaan
parlemen yang merupakan bagian terpadu dari pengembangan prasarana
utama DPR RI tidak dapat dilaksanakan.
Namun demikian, upaya pengembangan perpustakaan parlemen tetap
dilakukan dalam bentuk:
1. Penetapan Pedoman Umum Pengelolaan Perpustakaan DPR RI.
2. Pembuatan website perpustakan online http://perpustakaan.dpr.go.id.
3. Katalog koleksi buku perpustakaan DPR sudah terhubung dengan website
http://www.dpr.go.id dapat diakses dari seluruh unit kerja di DPR RI;
4. koleksi kliping yang dapat diakses oleh pengguna unit kerja di seluruh
DPR RI melalui kliping.dpr.go.id.
5. Koleksi peraturan perundang-undangan berlangganan dari
pik.kompas.co.id dan hukumonline.com hanya dapat diakses di
Perpustakaan DPR RI.
6. Koleksi semua terbitan DPR RI (antara lain: buku pedoman, hasil kajian,
jurnal, dan sebagainya) yang menjadi ciri khas dari Perpustakaan DPR RI.
7. Penambahan koleksi Perpustakaan DPR RI.
8. Standard Operation Procedure (SOP) tentang kegiatan layanan
Perpustakaan DPR RI.
9. Penyusunan abstraksi koleksi Perpustakaan DPR RI.
68
C. ANALISIS
Berdasarkan sisi konteks, ketersediaan sarana dan prasarana untuk
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Setjen DPR RI sebagai unsur
penunjang DPR yang harus menyiapkan kebutuhan sarana dan prasana
untuk menunjang tugas dan fungsi DPR RI masih memiliki keterbatasan.
Padahal secara dokumentasi sudah ada rekomendasi, yaitu hasil kajian dari
TIM KAJIAN PENINGKATAN KINERJA DPR RI dengan SK Pimpinan DPR No.
12 tertanggal 16 Februari 2006 yang memuat setidaknya ada 11 (sebelas)
rekomendasi terkait dengan persoalan Gedung DPR, yaitu:
1. Penyiapan sarana gedung untuk ruang kerja dan rapat Anggota.
2. Pembuatan standar ruang rapat dan ruang kerja.
3. Penambahan jumlah tenaga ahli Anggota dan Alat Kelengkapan
Dewan.
4. Peningkatan jumlah staf pendukung keahlian di lingkungan Sekretariat
Jenderal DPR.
5. Pengembangan Pusat Penelitian.
6. Pengembangan jaringan yang memudahkan Anggota untuk
mengakses data dan informasi pada ruang kerjanya.
7. Pengembangan sistem pelayanan data dan informasi.
8. Pembangunan tempat khusus bagi masyarakat yang datang langsung
ke DPR RI untuk menyampaikan aspirasinya.
9. Pembangunan Pusat Data dan Analisa APBN.
10. Peningkatan fasilitas press room yang lebih representatif dalam
menunjang tugas kewartawanan Dewan.
11. Pengelolaan Komplek Gedung MPR/DPR akan dilakukan oleh satu
badan pengelola.
70
BAB TUJUH
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Saat ini Organisasi Setjen DPR RI memiliki struktur organisasi yang
disesuaikan dengan tugas dan fungsinya. Namun adanya UU No. 27
Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
maka akan dibentuk Badan Fungsional Keahlian (BFK) yang tugasnya
adalah memberikan dukungan keahlian. Dengan adanya BFK ini maka
akan mereduksi tugas dan fungsi Setjen DPR RI pada dukungan keahlian
sehingga Setjen DPR RI harus melakukan restrukturisasi organisasi.
Melalui UU Nomor 27 Tahun 2009 tersebut, khususnya Pasal 392
Ayat (2), menyatakan bahwa, ‘‘untuk mendukung pelaksanaan tugas DPR
RI dibentuk badan fungsional/keahlian yang ditetapkan melalui peraturan
DPR RI setelah dikonsultasikan dengan Pemerintah’ dan Ayat (3)
menyebutkan ‘badan fungsional/keahlian secara fungsional
bertanggungjawab kepada DPR RI dan secara administratif
dikoordinasikan oleh Sekretariat Jenderal DPR RI.’ Untuk menindaklanjuti
UU tersebut maka BURT telah membentuk Panitia Kerja yang dibantu oleh
SETJEN DPR. Panitia Kerja tersebut akan membahas sistem pendukung
yang nantinya dapat memperkuat tugas dan fungsi Dewan ke depan yaitu
dengan membentuk Badan Fungsional Keahlian yang secara administrasi
masih di bawah SETJEN. Pembahasan Badan Fungsional Keahlian sudah
pada tahap Kajian Organisasi, SDM dan Tata kerjanya yang dilakukan oleh
pihak Independen. Pihak Independen ini merupakan suatu Tim/Konsorsium
yang terdiri dari Akademisi dan pakar dari 3 (tiga) Universitas termana di
Indonesia yaitu: Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan
Universitas Gajah Mada.
Adanya agenda pembentukan BFK tersebut memperlihatkan bahwa
dalam struktur organisasi akan ada pembedaan tugas dan fungsi dari
organisasi unsur penunjang kedalam organisasi yang berbeda. Karena itu
berdasarkan pendekatan strategi telah muncul strategi spesialisasi dalam
71
organisasi pendukung DPR RI yang memisahkan antara fungsi administrasi
teknis dengan keahlian. Kemudian proses itu sudah terlihat usaha-usaha
tindaklanjut atas strategi tersebut msekipun masih dalam tahap
penyelesaian oleh Pihak Ketiga.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dilihat dari sumber daya
yang berbentuk kesisteman, maka secara konteks, kesisteman yang
dilihat dari perangkat kesisteman berupa peraturan-perundangan, pedoman
mekanisme kerja, ketatalaksanaan dan budaya organisasi. Hasil evaluasi
memperlihatkan:
1. Setjen DPR RI memiliki beberapa peraturan pelaksana di tingkat
organisasi meskipun masih terbatas.
2. Dimilikinya berbagai pedoman dan SOP yang mengatur mekanisme
kerja sehingga akan semakin memperjelas hubungan kerja DPR RI
dengan Setjen DPR RI dan antar unit organisasi yang ada dalam
Organisasi Setjen DPR RI.
3. Setjen DPR RI telah mengembangkan dan mengaplikasikan
information, comunication and technology ke dalam proses
tatalaksana sehingga efektif proses.
4. Setjen DPR RI telah menetapkan kode etik dan budaya organisasi
sehingga akan mampu mendorong perubahan dalam perilaku
pegawai.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka untuk mendukung
pembenahan kelembagaan secara terus menerus dapat disampaikan
saran-saran sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan efektivitas kesisteman, maka hal penting yang
perlu dilakukan adalah adanya perubahan mind setting di mana saat ini
perlu dioperasionalkan konsep dari perubahan mind setting yang
dibutuhkan untuk peningkatan kinerja Organisasi Setjen DPR RI ke
depan.
2. Untuk mendukung peningkatan pelayanan administrasi, teknis dan
fungsional kepada DPR RI, maka dibutuhkan:
a. Kebijakan peningkatan kualitas SDM melalui penyelenggaraan
diklat yang berbasis kompetensi.
b. Kebijakan pengadaan pegawai (Calon Pegawai Negeri Sipil/CPNS)
untuk mengisi formasi dukungan administrasi yang memasuki usia
pensiun dan dukungan fungsional yang saat ini masih kurang.
3. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran, maka
dibutuhkan kebijakan penyelenggaraan diklat manajemen keuangan,
seperti perencanaan (strategic management), dan sistem akuntansi
pemerintah.
74
4. Untuk mendukung peningkatan pelayanan administrasi, teknis dan
anggaran maka dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai.
Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:
a. Mengoptimalkan pengunaan ruang-ruang yang ada sehingga
dibutuhkan penataan ruang.
b. Perlu penataan terhadap ruang pendidikan dan pelatihan yang
dapat mendukung terhadap proses kegiatan belajar.
75