Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AKHLAK TERHADAP BINATANG

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak)

Dosen Pengampu : Abdul Hafiz, S.Sos.I., M.Pd.I

Disusun Oleh :

Ira Dewi Hariyani 2022B1B087R

Program Studi S1 Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Mataram

2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................

1.1 Latar belakang .........................................................................................


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................
1.3 Tujuan .....................................................................................................

BAB II PEMBAHAASAN......................................................................................

2.1 Mengenal Sejarah Perkembangan Islam di Lombok ...............................


2.2 Mengenal Akulturasi Agama dan Budaya di Lombok ...........................
2.3 Mengenal Islam Sasak Waktu Telu dan Waktu Lima ...........................

BAB III PENUUTUP ...........................................................................................

Kesimpulan .................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah


Kasih sayang Allah swt. terhadap makhluknya itu tidak terbatas, maka dari itu Allah
swt. memerintahkan untuk berbuat baik, mengasih sayangi terhadap sesama makhluk,
mencintai karena Allahswt. semata berarti mencintai makhluk yang diridhai untuk dicintai
dan dengan cara yang diridhai pula. Makhluk yang di ridhai untuk dicintai adalah para
nabi, ulama, fakir, miskin, yatim, hewan-hewan yang dihalalkan dan yang diharamkan,
dan lain sebagainya.Barang siapa yang menyayangi hamba Allah swt.Maka Allahswt.akan
menyayanginya. Oleh karena itu, tatkala hamba tersebut menyayangi makhluk lainnya
(hewan), maka ia memperoleh pahala sebagaimana apabila dilakukannya
Islam melarang perbuatan dzalim.Dan kedzaliman itu bisa terjadi tidak hanya kepada
manusia, namun juga kepada hewan. Dan hal itu terlarang bahwa Islam tidak
membolehkan menyiksa binatang dengan cara apa pun, membuatnya kelaparan,
memukulnya, membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak mampu, mengikatnya,
memotongnya, menyakiti hatinya, bahkan menyiksanya dengan benda tumpul,
menyentrumnya dengan sengatan listrik atau membakarnnya. Sedangkan Allah
swt.senantiasa memberi rezki pada setiap makhluk-Nya. Dia pulalah yang berhak
menghidupkan dan mematikan makhluk-Nya.
Sebagaimana yang dijelsakan di dalam Shahih Bukhari bersumber dari Said bin
Jubair, ia berkata : “Ketika aku berada didekat Ibnu Umar, lewatlah pemuda, mereka
menyakiti dan melempari seekor ayam. Ketika mereka melihat Ibnu Umar, mereka
bercerai berai. Berkatalah Ibnu Umar : “Siapa yang berbuat? Sesungguhnya Rasulullah
saw. pernah bersabda : “Allah swt. melaknat orang yang menyiksa binatang”.
Seperti yang di sebutkan di atas menyiksa binatang dengan membuatnya kelaparan,
memukulnya, membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak mampu, mengikatnya,
memotongnya, menyakiti hatinya, bahkan menyiksanya dengan benda tumpul,
menyentrumnya dengan sengatan listrik atau membakarnya Karena hanya Allah swt yang
pantas menyiksa binatang ataupun makhluk lainnya dengan api dan lain sebagainya. Dan
hal ini berlaku untuk semua hewan baik itu yang dihalalkan maupun yang diharamkan.\
Sebagian umat Islam salah memahami doktrin Islam tentang najis besar (najis
mughaladzah) yang berasal dari hewan. Kesalahan pemahaman ini mengakibatka
tindakan di luar batas kewajaran terhadap binatang yang dinilai membawa kenajisan,
seperti anjing. Padahal Islam mengajarkan sikap lemah lembut terhadap binatang
apapun. Kalaupun kita harus membunuh karena mereka karena mengganggu atau
memang untuk dimakan, ditetapkan oleh Allah harus dengan cara-cara yang lembut
dan kasih sayang, jauh dari penyiksaan.1
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas maka dapat menjadi pokok
permasalahan, dalam makalah ini kami lebih memfokuskan Tentang Hadits – hadits yang
berkaitan dengan Hewan yang diharamkan dalam Islam .
1. Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Adab terhadap Hewan baik yang halal maupun
haram `?
2. Bagaimana perlakuan umat Islam pada masa Nabi saw terhadap anjing?
3. Bagaimana hukum memelihara anjing ?

1
A. Ardi, Adab Terhadap Hewan, diakses dari http://idr.uin-antasari.ac.id/4274/4/BAB%20I.pdf
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadits Tentang Adab Terhadap Hewan


Seorang muslim beranggapan bahwa kebanyakan hewan adalah makhluk mulia, maka
dari itu ia menyayanginya karena Allah sayang kepada mereka dan ia selalu berpegang
teguh kepada etika dan adab berikut ini:
1. Memberinya makan dan minum apabila hewan itu lapar dan haus, sebab Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :

ْ ‫فِي ُكلِّ َكبِ ٍد َر‬


‫طبَ ٍةَأجْ ٌر‬

"Pada setiap yang mempunyai hati yang basah (hewan) itu terdapat pahala (dalam
berbuat baik kepadaNya)" (HR Al-Bukhari: 2363)2

‫َم ْناَل يَرْ َح ُماَل يُرْ َح ُم‬

"Barangsiapa yang tidak belas kasih niscaya tidak dibelaskasihi" (HR Al-Bukhari ; 5997,
Muslim : 2318)3

ِ ْ‫ارْ َح ُموا َم ْنفِياَأْلر‬


‫ضيَرْ َح ْم ُك ْم َم ْنفِيال َّس َما ِء‬

"Kasihanilah siapa yang ada di bumi ini, niscaya kalian dikasihani oleh yang ada di
langit" (HR At-Tirmdzi: 1924)4

2. Menyayangi dan kasih sayang kepadanya, sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa


sallam telah bersabda ketika para sahabatnya menjadikan burung sebagai sasaran
memanah:

‫لَ َعنَ َمنِاتَّخَ َذ َش ْيًئافِي ِهالرُّ و ُح َغ َرضًا‬

2
Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâil al-Bukhârî, al-Jâmi’ al-Sahih (selanjutnya disebut Sahih al-Bukhârî),

3
Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâil al-Bukhârî, al-Jâmi’ al-Sahih (selanjutnya disebut Sahih al-Bukhârî),

4
Shahih tirmdzi :1924
"Allah mengutuk orang yang menjadikan sesutu yang bernyawa sebagai sasaran" (HR
Al-Bukhari: 5515, Muslim: 1958, Redaksi ini riwayat Ahmad: 6223)5

Beliau juga telah melarang mengurung atau mengikat binatang ternak untuk dibunuh
dengan dipanah/ditombak dan sejenisnya, dan karena beliau juga telah bersabda:

‫َم ْنفَ َج َعهَ ِذ ِهبِ َولَ ِدهَا ُر ُّدوا َولَ َدهَاِإلَ ْيهَا‬

"Siapa gerangan yang telah menyakiti perasaan burung ini karena anaknya?
Kembalikanlah kepadanya anak-anaknya".

Beliau mengatakan hal tersebut setelah beliau melihat seekor burung berputar-putar
mencari anak-anaknya yang diambil dari sarangnya oleh salah seorang sahabat" (HR
Abu Daud : 2675 dengan sanad shahih)

3. Menyenangkannya di saat menyembelih atau membunuhnya, karena Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

,ُ‫ ْف َرتَه‬zzzz‫ َو ْلي ُِح َّدَأ َح ُد ُك ْم َش‬z,‫االذ ْب َح‬


َّ ْ‫نُو‬zzzz‫ َوِإ َذا َذبَحْ تُ ْمفََأحْ ِس‬,َ‫االقِ ْتلَة‬
ْ ْ‫نُو‬zzzz‫ فَِإ َذاقَت َْلتُ ْمفََأحْ ِس‬,‫ ْي ٍء‬zzzz‫ِإنَّاللهَ َكتَبَاِْإل حْ َسانَ َعلىَ ُكلِّ َش‬
ُ‫َو ْلي ُِرحْ َذبِ ْي َحتَه‬

"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu, maka
apabila kalian membunuh hendaklah berlaku ihsan di dalam pembunuhan, dan apabila
kalian menyembelih hendaklah berlaku baik di dalam penyembelihan, dan hendaklah
salah seorang kamu menyenangkan sembelihannya dan hendaklah ia mempertajam mata
pisaunya" (HR Muslim: 1955)6

4. Tidak menyiksanya dengan cara penyiksaan apapun, atau dengan membuatnya kelaparan,
memukulinya, membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak mampu, menyiksanya atau
membakarnya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: "Seorang
perempuan masuk neraka karena seekor kucing yang ia kurung hingga mati, maka dari
itu ia masuk neraka karena kucing tersebut, disebabkan ia tidak memberinya makan dan
tidak pula memberinya minum di saat ia mengurungnya, dan tidak pula ia
membiarkannya memakan serangga di bumi" (HR Al-Bukhari: 3482)

5
Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâil al-Bukhârî, al-Jâmi’ al-Sahih (selanjutnya disebut Sahih al-Bukhârî),

6
Abi Husain Muslim, Shahih Muslim, (Maktabah Syamilah) jilid 1 hal 484 jilid 6, h, 156.
Ketika beliau berjalan melintasi sarang semut yang telah dibakar, beliau bersabda:

ِ َّ‫ِإنَّهُاَل يَ ْنبَ ِغيَأ ْنيُ َع ِّذبَبِالن‬


ِ َّ‫ارِإاَّل َربُّالن‬
‫ار‬

"Sesungguhnya tidak ada yang berhak menyiksa dengan api selain Rabb (Tuhan) pemilik
api" (HR Abu Daud : 2675, hadits shahih)

5. Boleh membunuh hewan yang mengganggu, seperti anjing buas, serigala, ular,
kalajengking, tikus dan lain-lainnya, karena beliau telah bersabda,

‫يال ِحلِّ َو ْال َح َر ِم ْال َحيَّةُ َو ْال ُغ َرابُاَأْل ْبقَع َُو ْالفَْأ َرةُ َو ْال َك ْلب ُْال َعقُو ُر َو ْال ُح َديَّا‬
ْ ِ‫اسقُيُ ْقت َْلنَف‬
ِ ‫خَ ْم ٌسفَ َو‬

"Ada lima macam hewan fasik yang boleh dibunuh di waktu halal (tidak ihram) dan di
waktu ihram, yaitu ular, burung gagak yang putih punggung dan perutnya, tikus, anjing
buas dan rajawali" [HR Muslim : 1198].

Juga ada hadits shahih yang membolehkan membunuh kalajengking dan


mengutuknya.

6. Boleh memberi wasam (tanda/cap) dengan besi panas pada telinga binatang ternak yang
tergolong na'am untuk maslahat, sebab telah diriwayatkan bahwasanya Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi wasam pada telinga unta shadaqah dengan tangan
beliau yang mulia. Sedangkan hewan lain selain yang tergolong na'am (unta, kambing
dan sapi) tidak boleh diberi wasam, sebab ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melihat ada seekor keledai yang mukanya diberi wasam beliau bersabda,

ُ‫لَ َعنَاللَّهُالَّ ِذي َو َس َمه‬

"Allah mengutuk orang yang memberi wasam pada muka keledai ini" (HR Muslim:
2117)

7. Mengenal hak Allah pada hewan, yaitu menunaikan zakatnya jika hewan itu tergolong
yang wajib dizakati.

8. Tidak boleh sibuk mengurus hewan hingga lupa taat dan dzikir kepada Allah. Sebab Allah
telah berfirman:

ِ ‫يَاَأيُّهَاالَّ ِذينَآ َمنُواالتُ ْل ِه ُك ْمَأ ْم َوالُ ُك ْم َوالَأوْ ال ُد ُك ْم َع ْن ِذ ْك ِرهَّللا‬


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah" (QS. Al-Munafiqun/63: 9)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah bersabda berkenaan dengan kuda
:

ْ‫ْال َخ ْيلُلِ َر ُجَأٍلجْ ر ٌَولِ َر ُجلٍ ِس ْتر ٌَو َعلَى َر ُجلٍ ِو ْز ٌرفََأ َّماالَّ ِذيلَهَُأجْ ٌرفَ َرجُلٌ َربَطَهَافِي َسبِياِل للَّ ِهفََأطَالَبِهَافِي َمرْ ٍجَأو‬
‫ض ِة َكانَ ْتلَهُ َح َسنَاتٍ َولَوْ َأنَّهُا ْنقَطَ َع ِطيَلُهَافَا ْستَنَّ ْت َش َرفًاَأوْ َش‬
َ ْ‫يطيَلِهَا َذلِ َك ِم ْن ْال َمرْ ِجَأوْ ال َّرو‬ َ ‫ض ٍةفَ َماَأ‬
ِ ِ‫صابَ ْتف‬ َ ْ‫َرو‬
‫اح َسنَاتٍلَه َُولَوْ َأنَّهَا َم َّر ْتبِنَهَ ٍرفَ َش ِربَ ْت ِم ْنهُ َولَ ْمي ُِر ْدَأ ْنيَ ْسقِيَ َكانَ َذلِ َك َح َسنَاتٍلَهُفَ ِهيَلِ َذلِ َك‬
َ َ‫َاوَأرْ َواثُه‬ َ ‫َرفَ ْينِ َكانَ ْتآثَا ُره‬
‫ُورهَافَ ِهيَلِ َذلِ َك ِس ْت ٌر َو َر ُجلٌ َربَطَهَافَ ْخرًا َو‬ ِ ‫اواَل ظُه‬ َ ‫َأجْ ٌر َو َر ُجلٌ َربَطَهَاتَ َغنِّي‬
ِ ِ‫ًاوتَ َعفُّفًاثُ َّملَ ْميَ ْن َس َحقَّاللَّ ِهف‬
َ َ‫يرقَابِه‬
‫ر‬zٌ ‫ِريَا ًء َونِ َوا ًءَأِل ْهاِل ِإْل ْساَل ِمفَ ِهيَ َعلَى َذلِ َك ِو ْز‬

"Kuda itu ada tiga macam. Kuda bagi seseorang menjadi pahala, kuda bagi seseorang
menjadi pelindung dan kuda bagi seseorang menjadi dosa. Adapun kuda yang
mendatangkan pahala adalah kuda seseorang yang dipangkal untuk fisabilillah, ia banyak
berdiam di padang rumput atau di taman. Maka apa saja yang dimakan oleh kuda itu
selama dipangkal di padang rumput atau di taman itu, maka pemiliknya mendapat
pahala-pahala kebajikan. Dan sekiranya ia meninggalkannya lalu mendaki satu atau dua
tempat tinggi, maka jejak dan kotorannya menjadi pahala-pahala kebajikan baginya.
Maka dari itu kuda seperti itu menjadi pahala bagi pemiliknya. Kuda yang diikat oleh
seseorang karena ingin menjaga kehormatan diri (tidak minta-minta) dan ia tidak lupa
akan hak Allah Subhanahu wa Ta'ala pada leher ataupun punggung kuda itu, maka kuda
itu menjadi pelindung baginya. Dan kuda yang diikat (dipangkal) oleh seseorang karena
kebanggaan, riya dan memusuhi orang-orang Islam, maka kuda itu mendatangkan dosa
baginya" (HR Al-Bukhari : 2371)

Itulah sederet adab atau etika yang selalu dipelihara oleh seorang muslim terhadap
hewan karena taat kepada Allah dan Rasulnya, sebagai pengamalan terhadap ajaran yang
diperintahkan oleh syari'at Islam, syari'at yang penuh rahmat, sayari'at yang serat dengan
kebaikan bagi segenap makhluk, manusia ataupun hewan.7

B. Memelihara Anjing, Menyentuh Dan Menciumnya

7
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza'iri, Adab Terhadap Hewan, Diakses dari, E-book,
https://ibnumajjah.com/2015/02/20/adab-terhadap-hewan/, pada Tanggal 10 April 2018, pukul 19.50
Salah satu permasalahan yang tengah dihadapi umat Islam saat ini adalah tentang
memelihara anjing. Mayoritas umat Islam menganggap bahwa anjing adalah binatang
yang najis dan haram dipelihara. Namun di samping itu, saat ini tidak sedikit masyarakat
muslim yang memelihara anjing di dalam hadis, cukup banyak pembahasan yang
berkaitan dengan anjing. Para ulama klasik berbeda pendapat dalam memahami hadis-
hadis tentang memelihara anjing. Pemahaman tersebut tentunya tidak terlepas dari
beragam cara yang mereka gunakan dalam memahami hadis sehinggah menghasilkan
hukum sesuai ijtihad mereka masing-masing yang kemudian menghasilkan perbedaan
sikap dan perilaku terhadap binatang tersebut.
Dalam hal ini ulama fiqih sebagai pemegang porsi paling besar dalam membahas
masalah memelihara anjing. Hal tersebut bermula dari pemahaman mereka tentang najis
atau tidaknya tubuh anjing.
“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yûsuf dari Mâlik dari Abu Al-Zinâd
dari Al-A'raj dari Abu Hurairah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: "Jika
anjing menjilat bejana seorang dari kalian, maka hendaklah ia cuci hingga tujuh kali.”8
Berdasarkan hadis ini, Imam Syâfi’î menganggap bahwa anjing adalah binatang yang
najis, sebab kenajisannya maka Rasul memerintahkan untuk mencuci bekas jilatannya
hingga tujuh kali yang mana hal ini menunjukkan bahwa najis anjing adalah najis yang
berat. Karena hal itu, Imam Syâfi’î yang dikenal sangat berhati-hati dalam mementapkan
suatu hukum, maka memilih untuk menetapkan hukum memelihara anjing untuk
keperluan apapun adalah haram.
Berbeda halnya dengan Imam Maliki yang tidak menganggap anjing sebagai hewan
yang najis dan beliau justru lebih longgar dalam menetapkan hukum dan mengatakan
bahwa memelihara anjing untuk keperluan mengamankan rumah hukumnya adalah
mubah. Maka apabila terkena jilatan atau tetesan air liurya maka wajib dibersihkan sesuai
syari’at Nabi.
Di samping perdebatan tentang kenajisan anjing, terdapat pula golongan yang
menunjukkan sikap tidak senang terhadap anjing bahkan sampai dengan tega
membunuhnya. yang demikian itu berdasarkan sebuah hadis Nabi yang memerintahkan
untuk membunuh anjing.
“sesungguhnya Rasulullah saw. memerintahkan untuk membunuh anjing”9
8
Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâil al-Bukhârî, al-Jâmi’ al-Sahih (selanjutnya disebut Sahih al-
Bukhârî),
9
Abdullah Muhammad bin Isma’il al- Bukhârî, Sahih Bukhârî, (Maktabah Syamilah), jilid 4, h. 158,
no. hadis :3323.
Dalam sebuah artikel didapatkan informasi bahwa setiap bulan Ramadhan banyak
masyarakat muslim yang membawa anjing mereka ke rumah sakit hewan atau klinik untuk
memberikan suntikan mematikan. Alasan yang diberikan oleh mayoritas Muslim ini
adalah bahwa Islam melarang mereka untuk memelihara anjing. Selain itu juga terjadi
penelantaran terhadap anjing yang akhirnya membuat hewan tersebut mati karena
kelaparan tidak mendapatkan makanan, hal tersebut menurut penulis merupakan salah satu
akibat dari pemahaman yang kurang tepat yang dilakukan oleh umat Islam terhadap
sebuah teks hadis.tidak semua umat Islam melarang untuk memelihara anjing dengan
menimbang bahwa banyak manfaat yang dihasilkan dari memelihara anjing. Hal tersebut
tentunya tidak terlepas dari bagaimana hadis tentang anjing tersebut dipahami.
Selain hadis yang telah disebutkan di atas, ada beberapa hadis lain yang juga menjadi
penyebab perbedaan pemahaman tentang memelihara anjing. Di antara hadis tersebut
adalah yang menjelaskan bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang terdapat
anjing di dalamnya.
“Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya; Telah mengabarkan kepada
kami Ibn Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Yunûs dari Ibn Syihâb dari Ibn al-Sabbâq
bahwa 'Abdullah bin 'Abbâs berkata; Telah mengabarkan kepadaku Maimûnah; bahwa
pada suatu pagi Rasulullah saw. kelihatan diam karena susah dan sedih. Maimunah
berkata; "Ya, Rasulullah! Aku heran melihat sikap Anda sehari ini. Apa yang telah
terjadi?" Rasulullah saw. menjawab: 'Jibril berjanji akan datang menemuiku malam tadi,
ternyata dia tidak datang. Ketahuilah, dia pasti tidak menyalahi janji denganku! '
Demikianlah Rasulullah saw. senantiasa kelihatan susah dan sedih sehari itu. Kemudian
beliau melihat seekor anak anjing di bawah tempat tidur kami, lalu beliau menyuruh
keluarkan anak anjing itu. Kemudian diambilnya air lalu dipercikinya bekas-bekas tempat
anjing itu. Ketika hari sudah petang, Jibril datang menemui beliau. Kata beliau kepada
Jibril: 'Anda berjanji akan datang pagi-pagi.' Jibril menjawab; 'Benar! Tetapi kami tidak
dapat masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar.' Pada pagi
harinya Rasulullah memerintahkan supaya membunuh semua anjing, sampai anjing
penjaga kebun yang sempit, tetapi beliau membiarkan anjing penjaga kebun yang luas.10
Selain itu, ada juga hadis yang menyebutkan bahwa pahala akan berkurang tiap
harinya apabila seseorang memelihara anjing
“Telah menceritakan kepada kami Mu'âdz bin Fadâlah telah menceritakan kepada
kami Hisyâm dari Yahya bin Abî Katsîr dari Abî Salamah dari Abî Hurairah ra. berkata;
10
Abi Husain Muslim, Shahih Muslim, (Maktabah Syamilah) jilid 1 hal 484 jilid 6, h, 156.
Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang menyentuh anjing berarti sepanjang hari itu dia
telah menghapus amalnya sebanyak satu qîrâth13 kecuali menyentuh anjing ladang atau
anjing jinak". Berkata, Ibn Sîrîn dan Abû Sâlih dari Abî Hurairah ra. dari Nabi saw,:
"Kecuali anjing untuk mengembalakan kambing atau ladang atau anjing pemburu". Dan
berkata, Abû Hâzim dari Abî Hurairah dari Nabi saw. : "Anjing pemburu atau anjing
yang jinak”.11

C. Pemahaman Hadis
1. Hadis tentang malaikat tidak masuk ke dalam rumah
Imam Nawawî dalam syarah Muslim menjelaskan bahwa setidaknya ada empat sebab
malaikat tidak mau masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing.
Pertama, karena anjing sering memakan makanan yang najis.
Kedua, karena sebagian anjing ada yang disebutkan sebagai setan dalam beberapa
hadis, sedangkan malaikat adalah musuhnya setan.
Ketiga, anjing memiliki bau yang busuk, sedangkan malaikat membenci bau yang
busuk.
Dan keempat, karena memelihara anjing adalah merupakan perkara yang dilarang,
sehingga yang tetap memeliharanya dihukum dengan terhalangnya malaikat untuk
memasuki rumahnya, berdoa di dalamnya, memohonkan ampunan untuknya,
memberkati dia juga rumahnya, dan menahannya dari gangguan setan.
Malaikat tersebut adalah malaikat rahmat yang memohonkan keberkahan dan
ampunan untuk penghuni rumah, bukan malaikat yang mencatat amal ibadah manusia,
karena malaikat pencatat amal ditugaskan untuk selalu berada di sekitar manusia dalam
kondisi apapun.
2. Berkurangnya pahala apabila memelihara anjing
Imam Nawawî mengatakan bahwa kepemilikan anjing adalah dilarang jika tanpa
adanya keperluan, dan boleh memilikinya untuk keperluan berburu, menjaga ladang, dan
ternak.
Abu Tayyib dalam kitab syarh Abû Dâud yang mengatakan bahwa tidak salah apabila
memelihara anjing untuk selain keperluan berburu, menjaga tanaman, dan berladang,
misalnya untuk menjaga rumah atau keperluan lainnya
sebab munculnya hadis-hadis yang terkait dengan memelihara anjing bermula dari
hadis yang menyebutkan bahwa malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang terdapat
11
Sahîh Bukhârî, Jilid 3, h. 136.
anjing di dalamnya. Dari hadis tersebut pula kemudian muncul perintah Nabi untuk
membunuh semua anjing hingga ditemukan hadis dalam riwayat Imam Muslim kitab al-
masâqâh bahwasanya Jabir berkata : “Rasulullah memerintahkan kami untuk membunuh
anjing.” Hingga ada seekor anjing milik seorang wanita yang mana anjing itu selalu
mengawal tuannya dari dusun. Kemudian Rasulullah melarang membunuh anjing seperti
itu, dan bersabda : “Hendaklah kalian membunuh anjing yang seluruh bulunya berwarna
hitam dengan dua titik di keningnya, karena anjing seperti itu adalah setan.” Menurut
Imam Syâfi’î dari hadis inilah diketahui bahwa perintah membunuh semua anjing telah
dihapus. anjing yang berwarna hitam dan melarang pemilikan terhadap seluruh anjing
kecuali anjing pemburu, atau untuk keperluan penjaga ladang atau ternak.”
Sehingga penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa hadis terkait pemeliharaan
anjing merupakan hadis yang turun karena ada hal tertentu yang terjadi pada Nabi
Muhammad saw. yakni ketidakhadiran Malaikat Jibril yang kemudian diketahui bahwa
sebabnya adalah ada anjing di dalam rumah beliau. Bermula dari hadis tersebutlah
kemudian muncul hadis tentang perintah membunuh anjing dan berkurangnya pahala
seseorang yang memelihara anjing.
Hadis yang tampak bertentangan antara perintah membunuh anjing dan kebolehan
memelihara anjing untuk menjaga ladang, ternak dan untuk berburu telah dijelaskan oleh
Imam al-Syâfi’î bahwa perintah membunuh anjing telah dihapus oleh hadis kebolehan
memelihara anjing untuk kebutuhan berburu, menjaga ladang dan menjaga ternak.99 Di
sinilah proses nash wa al-mansûkh terjadi.
Berangkat dari hadis kebolehan memelihara anjing untuk berburu, menjaga tanaman
dan menjaga ternak, sebagian fuqaha' menghukumi boleh memelihara anjing selama ada
kebutuhan. Lebih jelasnya, Ibn ‘Abd al-Barr menegaskan bahwa kebolehan itu didasarkan
pada jaib al-manafi’ wa duf’u al-mafasid (ambil yang bermanfaat, dan tinggalakan yang
merusak) seperti menjaga tanaman, ternak, menanggulangi tindak kriminal, dan lain
sebagainya. Hal ini sebagaimana dicontohkan dalam hadis. Dengan demikian, tanpa ada
kebutuhan. ulama hampir sepakat atas keharaman memelihara anjing. Namun, sebagian
fuqaha menghukumi makruh. Alasannya, kalau saja memelihara anjing itu haram, tentu
harus berlaku di setiap kondisi, baik pahalanya berkurang atau tidak, sebagaimana tersurat
dalam hadis. Selanjutnya. di antara yang disepakati ulama adalah tentang keharaman
memelihara anjing yang suka menggigit (galak).
Pelarangan memelihara anjing menurut al-San’anî adalah karena mempertimbangkan
terhadap kenajisan tubuh anjing.108 al-Nawawî dalam syarh riyad al-shâlihîn mengatakan
bahwa memelihara anjing hukumnya haram karena anjing bertaring, mengingong dan lain.
Terakhir, bagaimana seharusnya berinteraksi dengan anjing Seyogianya dalam
berinteraksi dengan hewan apa pun manusia dianjurkan untuk menggaulinya dengan baik.
Di antaranya tidak boleh menelantarkannya. Apalagi membebani sesuatu di luar
kemampuan hewan itu. Senada dengan hal ini, Dr. asy-Syirbashi menuturkan bahwa kelak
Allah akan menghisab perilaku manusia terhadap hewan peliharaan yang selalu
berinteraksi dengannya. Jadi, sesuatu yang kita lakukan pada hewan apa pun pasti akan
diperhitungkan kelak di hari akhir.Maka karena itulah, kita harus melayani hewan
peliharaan itu dengan Iebih baik, anjing sekalipun. Jika khawatir anjing itu akan mengotori
rumah atau perabot yang lain, ada baiknya dibuatkan tempat khusus agar anjing itu tidak
berkeliaran dan kebersihannya lebih terjaga.12

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

12
Nur Ashlihah Mansur, Pemeliharaan Anjing Dalam Perspektif Hadis, diakses dari,
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33942/1/NUR%20ASHLIHAH%20MANSUR%20-
%20FU.pdf, pada tanggal 10 April 2018, pukul 20.54
Apabila memahamai hadis terkait memelihara anjing secara tekstual, maka akan
mendapat kesimpulan bahwa memelihara anjing adalah dilarang, dan siapa yang memelihara
anjing selain untuk keperluan berburu, menjaga ternak dan menjaga ladang maka akan
mendapat hukuman dikurangi pahala dari amal perbuatannya sebesar satu atau dua qîrâth.
Namun, apabila di kontektualisasikan, maka akan mendapatkan pemahaman bahwa
memelihara anjing diperbolehkan dengan syarat anjing tersebut dipergunakan untuk suatu
keperluan. Karena pada zaman Nabi, kegunaan anjing dengan kelebihan yang dimilikinya
hanya bisa dimanfaatkan untuk berburu, menjaga ladang dan ternak saja sebagaimana
disebutkan dalam teks hadis, namun pada saat itu dengan kelebihan yang dimiliki anjing,
maka kita bisa mempergunakannya juga untuk kebutuhan yang lain. Seperti menjaga rumah,
membantu polisi untuk melacak bukti kejahatan, dll.
Islam melarang perbuatan dzalim.Dan kedzaliman itu bisa terjadi tidak hanya kepada
manusia, namun juga kepada hewan. Dan hal itu terlarang bahwa Islam tidak membolehkan
menyiksa binatang dengan cara apa pun, membuatnya kelaparan, memukulnya,
membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak mampu, mengikatnya, memotongnya, menyakiti
hatinya, bahkan menyiksanya dengan benda tumpul, menyentrumnya dengan sengatan listrik
atau membakarnnya. Sedangkan Allah swt.senantiasa memberi rezki pada setiap makhluk-
Nya. Dia pulalah yang berhak menghidupkan dan mematikan makhluk-Nya.

DAFTAR PUSTAKA
Mansur Nur Ashlihah, Pemeliharaan Anjing Dalam Perspektif Hadis, diakses dari,
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33942/1/NUR%20ASHLIHAH
%20MANSUR%20-%20FU.pdf.
Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza'iri, Adab Terhadap Hewan, Diakses dari, E-book,
https://ibnumajjah.com/2015/02/20/adab-terhadap-hewan/.
Ardi, Adab Terhadap Hewan, diakses dari http://idr.uin-antasari.ac.id/4274/4/BAB
%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai