Anda di halaman 1dari 5

C.

Pelaksanaan Merger Bagi Badan Usaha yang Berbentuk Perseroan Terbatas (PT)

Pada dasarmya penggabungan (merger) suatu badan usaha yang berbentuk PT, hanya dapat
dilakukan apabila rancangan penggabungan telah mendapat persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham masing-masing badan usaha yang terlibat. Dalam Pasal 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 ditentukan sebagai berikut.

1. Penggabungan, peleburan dan penggabungan hanya dapat dilakukan dengan


persetujuan RUPS.
2. Penggabungan,peleburan dan pengambilalihan berdasarkan keputusan RUPS yang
dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ bagian dari
jumlah suara tersebut.
3. Bagian badan usaha terbuka, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) tidak dicapai, maka syarat kehadiran dan pengambilalihan ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.

Dari ketentuan di atas,tampak peranan yang besar dari para pemegang saham dalam
penggabungan Suatu PT. Demikian pula tentang perlindungan terhadap pemegang saham
minoritas,karyawan dan konsumen/masyarakat merupakan persyaratan mutlak yang harus
dipenuhi dalam hal penggabungan. Hal ini tampak dalam ketentuan Pasal 104 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan dipertegas lagi dalam Pasal 4 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 yang menyebutkan sebagai berikut.

1. Penggabungan,peleburan dan pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan


memerhatikan:

a. kepentingan badan usaha-badan usaha,pemegang saham minoritas dan karyawan badan


usaha yang bersangkuan;

b. kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

2. Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan tidak mengurangi hak pemegang saham


minoritas untuk menjual sahamnya dalam harga yang wajar.

3. Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai penggabungan,
peleburan dan pengambilalihannya dapat menggunakan haknya agar saham yang dimiliki dibeli
dengan harga yang wajar sesuai dengan ketentuan pasal 55 Undang Undang Nomor 1 Tahun
1995.

4. Pelaksanaan hak sebagaimana tersebut di atas tidak menghentikan proses pelaksanaan


penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.
Menurut UU No. 1 Tahun 1995 dan PP No. 27 Tahun 1998, merger suatu PT dapat dilakukan
melalui tahapan berikut ini.

1. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan ini diatur dalam Pasal 102 ayat (2) Undang UIndang Nomor 1 Tahun
1995,yang menyebutkan sebagai benikut.

Rencana penggabungan atau peleburan, sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dituangkan
dalam rancangan penggabungan atau peleburan yang disusun bersama oleh direksi dari badan
usaha yang akan melakukan penggabungan atau peleburan,yang memuat sekurang-kurangnya:

a. nama badan usaha yang akan melakukan penggabungan atau peleburan;

b. alasan serta penjelasan masing-masing, direksi badan usaha yang akan melakukan
penggabungan atau peleburan dan persyaratan penggabungan atau peleburan;

c. tata cara konversi saham dari masing-masing badan usaha, yang akan melakukan
penggabungan atau peleburan terhadap saham badan usaha hasil penggabungan atau
peleburan;

d. rencana perubahan anggaran dasar badan usaha hasil penggabungan (apabila ada), yaitu
rancangan Akta Pendirian badan usaha hasil peleburan;

e. neraca perhitungan laba rugi yang meliputi tiga tahun buku terakhir dari semua badan usaha
yang akan melakukan penggabungan atau peleburan.

2. Persetujuan RUPS

Selanjutnya rencana penggabungan suatu badan usaha, harus dimintakan persetujuan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) masing-masing badan usaha (Pasal 102 ayat[3]).Pada dasarnya
keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi, bila tidak
tercapai mufakat, keputusan untuk melakukan penggabungan, peleburan, atau
pengambilalihan badan usaha akan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili
paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara tersebut.

Rencana penggabungan badan usaha yang telah mendapat persetujuan RUPS dilampirkan pada
permohonan perubahan anggaran dasar badan usaha untuk mendapatkan persetujuan Menteri
Kehakiman (sekarang Departemen Hukum dan HAM).Rencana penggabungan badan usaha
yang telah mendapat persetujuan RUPS, baik yang tidak disertai perubahan anggaran dasar
maupun yang disertai perubahan anggaran dasar, dilaporkan kepada menteri.

3. Pengumuman Rencana Penggabungan


Direksi wajib mengumumkan dalam dua surat kabar harian mengenai rencana penggabungan
badan usaha paling lambat empat belas hari sebelum pemanggilan RUPS (Pasal 105 UUPT).
Pengumuman tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada pihak-pihak yang
bersangkutan untuk mengetahui rencana akan adanya penggabungan. Apabila mereka merasa
bila rencana tersebut dilaksanakan akan menyebabkan kepentingannya dirugikan, ia masih
mempunyai kesempatan untuk melakukan langkah-langkah tertentu guna membela
kepentingannya,misalnya melakukan pencegahan dan lain sebagainya.

4. Pelaksanaan

Dalam hal telah dilaksanakannya proses pendahuluan yang harus dipenuhi, penggabungan ini
dapat dilakukan dengan tidak merugikan:

a. kepentingan badan usaha pemegang saham minoritas, dan karyawan badan usaha; dan

b. kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha


penggabungan,peleburan,dan pengambilalihan badan usaha ini tidak mengurangi hak
pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar.

5. Pengumuman Hasil Penggabungan

Direksi badan usana hasil penggabungan atau peleburan, wajib mengumumkan hasil
penggabungan atau peleburan dalam dua surat kabar harian paling lambat tiga puluh hari
terhitung sejak penggabungan atau peleburan selesai dilakukan (Pasal 108 ayat (1)
UUPT).Pengumuman itu dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui
bahwa telah dilakukan penggabungan atau peleburan. Dalam hal ini pengumuman wajib
dilakukan paling lambat tiga puluh hari terhitung sejak tanggal:

a. persetujuan Menteri Kehakiman atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi
penggabungan;

b. laporan diterima Menteri Kehakiman,baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar
maupun yang tidak disertai perubahan anggaran dasar;

c. pengesahan Menteri Kehakiman atas akta pendirian badan usaha dalam hal terjadi
peleburan.

Syarat-syarat Pelaksanaan Merger Perseroan Tanpa Likuidasi Terlebih Dahulu

Sebagai badan usaha, pada dasarnya perseroan memiliki hak dan urusan untuk mengatur diri-
sendiri, namun negara melalui UUPT 40/2007 telah memberikan batasan-batasan.
Dalam pelaksanaan merger perseroan, dalam Pasal 126 UUPT 40/2007 menyatakan bahwa
suatu Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib
memperhatikan kepentingan:

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan;

b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan; dan

c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Perbedaan Pelaksanaan Merger Perseroan yang Dilakukan dengan Likuidasi Terlebih Dahulu
dan Merger yang Dilakukan Tanpa Likuidasi Terlebih Dahulu

Dalam UUPT 40/2007, disebutkan jenis penggabungan (merger) perseroan ke dalam dua
macam merger yakni merger yang dilakukan dengan tanpa likuidasi terlebih dahulu atau
dengan likuidasi terlebih dahulu. Dalam Pasal 122 ayat (2) UUPT 40/2007 menyebutkan bahwa
berakhirnya perseroan dapat terjadi tanpa melakukan likuidasi terlebih dahulu. Dalam hal
penggabungan perseroan yang dilakukan tanpa likuidasi, maka akibat hukum dari
penggabungan tersebut menurut Pasal 122 ayat (3) UUPT 40/2007 adalah sebagai berikut:

a. Aktiva dan pasiva perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada
perseroan yang menerima penggabungan diri. Prinsipnya aktiva digabungkan dengan aktiva dan
pasiva (utang atau modal) digabungkan dengan pasiva.
b. Pemegang saham perseroan yang menggabungkan diri karena hukum menjadi pemegang
saham pada perseroan yang menerima penggabungan.
c. Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum sejak tanggal penggabungan
mulai berlaku.Sedangkan bila penggabungan dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan
likuidasi, maka pada dasarnya yang digabungkan adalah aset bersih (net assets) perseroan.
Ketentuan hukum mengenai pelaksanaan merger yang pembubarannya dilakukan dengan
likuidasi terlebih dahulu, diatur dalam Pasal 142 ayat (2) sub (a) UUPT 40/2007, sebagaimana
dinyatakan bahwa “Dalam hal terjadi pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1): a. wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator.”

Apabila pelaksanaan merger yang dipilih adalah merger yang pembubaran perseroannya
dengan likuidasi terlebih dahulu, maka berlaku hukum tentang likuidasi biasa secara mutatis
mutandis. Berlakunya mutatis mutandis disebabkan pelaksanaan merger dengan likuidasi
terlebih dahulu, berlaku ketentuan hukum sebagaimana pelaksanaan likuidasi pada umumnya,
antara lain yakni dilakukan pendaftaran likuidasi dalam daftar perusahaan, pengumuman
likuidasi dalam Berita Negara, pengumuman dalam surat kabar, pemberitahuan kepada
Menteri Kehakiman dan sebagainya.
Dalam hal pemberitahuan, pengumuman atas pelaksanaan pembubaran perseroan dilakukan
oleh pihak likuidator sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 147 ayat (1) UUPT 40/2007: “Dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran perseroan,
likuidator wajib memberitahukan:
a. kepada semua kreditor mengenai pembubaran perseroan dengan cara mengumumkan
pembubaran perseroan dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
b. pembubaran perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan bahwa
perseroan dalam likuidasi.”Pelaksanaan merger yang dilakukan tanpa likuidasi terlebih dahulu,
berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Seluruh aktiva perseroan yang dibubarkan beralih secara hukum kepada perusahaan yang
eksis; (Pasal 1 UUPT 40/2007);

b. Seluruh kewajiban perseroan yang dibubarkan beralih secara hukum kepada perseroan yang
eksis;

c. Pemegang saham dari perseroan yang dibubarkan beralih secara hukum menjadi pemegang
saham perseroan yang eksis, kecuali pemegang saham minoritas yang tidak setuju dengan
merger, dapat terlebih dahulu menjual sahamnya dengan harga yang wajar;

d. Perusahaan yang bubar tidak perlu dibereskan secara hukum, karena tidak ada boedel yang
perlu dibereskan, tetapi tetap perlu dilakukan penyelesaian administrasi terhadap perseroan
yang bubar tersebut dengan cara dan kegiatan yang sama dengan pembbaran dengan likuidasi.

Anda mungkin juga menyukai