Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

PERAKITAN VARIETAS TANAMAN


ACARA 2
OUTBREEDING

Disusun Oleh:
Nama : Tabitha Deanova Damanik
NPM : E1J020045
Shift : Kamis, 08:00-10.00 WIB
Dosen : Dr. Ir. Dwi Wahyuni Genefianti, M.S.
Co-Ass : Venti Novita Sari (E2J021010)

LABORATORIUM AGRONOMI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies
yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, biji dan
ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan
dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurangkurangnya satu sifat yang
menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
Self-inkompatibilitas genetik disebabkan oleh beberapa indikasi antara lain
: (1) pertumbuhan pollen menurun, (2) pertumbuhan pollen normal tapi tabung
pollen terhambat dalam stylus dan (3) pollen tube tumbuh normal dan gamet
mencapai tetapi tidak terbentuk biji. Faktor Fisiologis dapat juga menyebabkan
terjadinya outbreeding. Apabila stamen lebih dahulu matang dari pada pistil disebut
protandri, sebaliknya apabila pistil lebih dahulumatang dari pada stamen disebut
protogeni.
Outbreeding adalah suatu keadaan dimana tidak terjadinya pembuahan
antara sel telur dan sperma pada bunga yang sama. Outbreeding dapat disebabkan
oleh beberapa faktor baik morfologi, genetic (self-inkompabilitas genetic) maupun
fisiologi. Faktor morfologi yang dapat menyebabkan outbreeding berkaitan dengan
panjanng pendeknya stamen dan stylus. Satu tipe yang mempunyai stylus panjang
dan stamen panjang disebut “pin”, sebaliknya apabila stylus pendek dan stamen
panjang disebut “thrum”.
Self-inkopabilitas genetic disebabkan oleh beberapa indikasi antara lain :
1. Pertumbuhan pollen menurun,
2. Pertumbuhan pollen normal tapi tabung pollen terhambat dalam stylus, dan
3. Pollen tube tumbuh normal dan gamet mencapai tetapi tidak terbentuk biji.

1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengenali struktur bunga tanaman yang
mengalami outbreeding dan penyebab outbreeding tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Persilangan dapat dilakukan pada tanaman dengan spesies sama
(intraspesifik) maupun pada spesies yang berbeda (interspesifik) (Setiawati et al.,
2016). Persilangan tetua dengan melibatkan latar belakang genetik yang luas
biasanya akan menghasilkan keturunan yang superior. Pada persilangan
interspesifik, inkompatibilitas menjadi kendala dalam pembentukan buah dan biji.
Inkompatibilitas merupakan bentuk ketidak suburan yang disebabkan oleh
ketidak mampuan tanaman yang memiliki serbuk sari dan putik normal untuk
membentuk biji karena adanya gangguan fisiologis yang menghalangi terjadinya
fertilisasi Oleh karena itu, keberadaan serangga penyerbuk sangat penting untuk
membantu terjadinya proses pembuahan putik oleh benang sari dan mengahasilkan
biji berkualitas (Arnhold, 2014).
Inkompatibilitas dibedakan menjadi dua yaitu inkompatibilitas homomorfik
dan heteromorfik. inkompatibilitas homomorfik : yaitu putik dan benang sari sama
panjang. Gametofitik Terhentinya pertumbuhan tabung tepung sari di dalam putik
multi alel. Interaksi antara tepung sari yang haploid dengan sel-sel putik yang
diploid. Jika alel tepung sari sama dengan alel putik, maka pertumbuhan tabung
serbuk sari terhenti dan sebaliknya. Pada system gametofit , inkompatibilitas terjadi
bila serbuk sari dan kepala putik mempunyai alel yang sama. Contohnya
persilangan gamet betina S1S2 x jantan S1S2 akan mengalami ketidakcocokkan
(inkompatibilitas) karena serbuk sari itu akan membawasalah satu alel S1 atau S2
yang keduanya terdapat pula pada jaringan tangkai putik. Tetapi pada persilngan
gamet betina S1S2 x jantan S1S3 akan lebih kompatibel dan menghasilkan
keturunan S1S3 dan S2S3 karena gamet jantan membawa S3 yang dapat berfungsi
secara normal. Persilangan resiprokal antara tanaman tersebut juga kompatibel dan
menghasilkan keturunan S1S2 dan S1S3. secara teoritis persilangan alel yang
homozigot tidak mungkin pada gametofit.. (James et al., 2018).
Sporofitik dikendalikan oleh alel dominant pada putik. Putik yang
mempunyai alel tersebut maka pollen tidak dapat tumbuh. System safrofit
mengandung bentuk dominansi yaitu S1 yang dominant terhadap seluruh alel lain,
S2 juga demikian kecuali terhadap S1 dan seterusnya. Ada mikrosporogenesis
semua serbuk sari, sifat genotif akan muncul pada fenotif alel dominant pada
jaringan jantan diploid. Misalnya, jantan S1 S2 akan menghasilkan fenotip S1,
meskipun disana dijumpai genotip S2. pada gamet betina tidak dijumpai ekspresi
dominant dan betina berfungsi sama seperti seperti system gametofit. Pada system
saprofit, persilangan gamet betina S1 S2 x jantan S1 S3 adalah tidak cocok
inkompatibel karena adanya efek dominansi pada jantan, bahwa kedua serbuk sari
S1 dan S2 mempunyai fenotip S1¬. selama S1¬ besifat inkompatibel terhadap
jaringan tangkai putik S1 S2 maka tidak akan terjadi pembuahan. Persilangan
resiprok juga akan menghasilkan proses yang inkompatibel.
Inkompatibilitas sering juga disebut dengan inkompatibilitas sendiri karena
yang terhalang adalah self-fertilisasi. terdapat dua jenis inkompatibilitas sendiri (SI)
yang berbeda yaitu gametofitik inkompatibilitas sendiri (GSI) dan inkompatibilitas
sendiri sporofitik (SSI) (Kao dan Huang, 2014).
Inkompatibilitas dapat disebabkan oleh ketidakmampuan tabung pollen
dalam menembus kepala putik, atau tumbuh normal sepanjang tangkai putik namun
tidak mampu mencapai ovule karena pertumbuhan yang terlalu lambat.Mekanisme
ini mencegah silang dalam (selfing) dan mendorong adanya penyerbukan silang
(crossing) (Muhammad, 2012).
Pada sistem gametofitik, kecepatan tumbuh tabung pollen dikendalikan oleh
rangkaian alel yang disimbolkan dengan S1, S2, S3, dan sebagainya. Inti pollen
adalah haploid sehingga hanya memiliki satu alel inkompatiblitas. Jaringan tangkai
putik pada tanaman betina adalah diploid sehingga memiliki dua alel
inkompatibilitas (James et al., 2013).
Protandri adalah bunga yang benang sarinya lebih dahulu masak. Dengan
demikian Bunga tersebut tidak akan mengalami penyerbukan sendiri. Contohnya
bunga dari tanaman seledri(Apium graveolens L.), wotel (Daucus corota L),
Peterseli (Petroselium crispum Nym.), dan Bawang Bombay(Allium cepa L.)
hampir semua tanaman ini mengalami penyerbukan silang (Allard, R. W, 2012).
Protogoni adalah bunga yang putiknya lebih dulu masak daripada benang
sari. Bilamana putiknya masak, maka benang sarinya masih sangat muda dan tidak
dapat berkecambah. Dengan demikian putiknya tidak mengalami penyerbukan
sendiri. Contohnya : Coklat (Theobroma cacao L.), Kubis (Brassica oleracea L.
Var.capitata), Apokat (Persea Americana miller) (Nasir. M, 2012).
Sistem inkompatibilitas sporofitik adalah sistem satu lokus dengan jumlah
alel S yang banyak. Berbeda dengan sistem gametofitik, disini alel S
memperlihatkan dominansi. Dominansi ditentukan oleh tanaman yang
menghasilkan pollen. Jika tanaman memiliki genotipe S1S2 dan S1 dominan
terhadap S2 sehingga semua pollen dari tanaman tersebut dapat berfungsi seperti
S1; dan pollen dengan alel S1 atau S2 akan inkompatibel dengan tangkai putik S1,
tetapi akan kompatibel dengan tangkai putik S2. Kombinasi genetik dari sistem
sprofitik banyak dan kompleks. Pada sistem ini, penghambatan perkecambahan
pollen atau pertumbuhan tabung pollen terjadi pada permukaan kepala putik,
berbeda dengan sistem gametofitik dimana penghambatan pertumbuhan tabung
pollen terjadi pada tangkai putik (Betty Lukiati, 2018).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahana
 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini:
- Bunga dari berbagai spesies tanaman (Bunga Bugenvil, Kembang
Sepatu, Widilia, Melastoma, Jagung dan beberapa rumput-rumputan).
 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini:
- Pinset
- Kaca pembesar
- Cawan petri

3.2 Cara Kerja


Beberapa langkah-langkah yang dilakukan pada praktikum ini:
1. Untuk outbreeding yang disebabkan oleh faktor morfologi, mengukur
panjang stamen dan stylus, kemudian menentukan termasuk ‘pin’ atau
‘thrum’.
2. Untuk outbreeding yang disebabkan faktor fisiologi, mencatat selisih umur
kematangan antara bunga jantan dan betina.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Gambar Keterangan

Kembang sepatu (Hibiscus rosa-


sinensis)
Bunga Kembang Sepatu
termasuk pin karena stylus lebih
panjang daripada stamen.

Bougenville
Bunga Bougenville termasuk
thrum karena stylus pendek
daripada stamen.

Bunga Asoka (Saraca Indica)

Bunga Asoka termasuk thrum


karena stylus lebih pendek
daripada stamen.

Bunga Mawar (Rosa sp)

Bunga Mawar termasuk thrum


karena stylus lebih pendek
daripada stamen.
Bunga Alamanda (Allamanda
cathartica L.)

Bunga Alamanda termasuk


thrum karena stylus lebih pendek
daripada stamen.

4.2 Pembahasan
Outbreeding merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadinya pembuahan
antara sel telur dan sperma pada bunga yang sama. Outbreeding dapat disebabkan
oleh beberapa factor, baik factor morfologi, genetic (self-inkompatibilitas genetic)
maupun fisiologis.
Tipe outbreding yang disebabkan oleh faktor morfologis pada pengamatan
ini lebih dominan ditemukan dari pada tipe outbreeding fisilogis. Tipe outbreeding
morfologis pada pengamatan ini di temukan empat jenis yaitu tanaman berbunga
thrum dan tanaman berbunga pin. Tanaman outbreeding dengan jenis bunga thrum
dapat di temukan pada seluruh bunga yang diamati terkecuali pada bunga kembang
sepatu, karena bunga kembang sepatu jenis bunga pin. Tipe thrum ditandai dengan
stylus lebih pendek dari stamen atau putik berada di atas letaknya dari benang sari,
tipe ini biasanya dibantu oleh serangga dalam penyerbukan.
Outbreeding pada tanaman dengan tipe bunga pin terdapat pada tanaman
kembang sepatu. Bunga pada tanaman ini memilki ciri stamen bunga lebih panjang
dibandingkan stylus bunga. Tanaman dengan tipe ini dalam penyerbukannya
dibantu oleh serangga untuk menyerbuk sendiri, dan dibantu oleh angin dalam
penyerbukan silang. Penyerbukan lebih dominan terjadi serbuk silang sebab polen
lebih mudah terbang ke pohon tanaman lain akibat tertiup oleh angin.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil dapat disimpulkan bahwa bunga yang
mengalami outbreeding biasanya disebabkan beberapa faktor, baik faktor
morfologi, genetic (self-inkompatibilitas genetic) maupun fisiologi. Pada
praktikum kali ini yang diamati yaitu karena faktor morfologi menyebabkan
outbreeding berkaitan dengan panjang pendeknya stamen dan stylus. Tipe yang
mempunyai stylus panjang dan stamen pendek disebut ‘pin’, apabila stylus
pendek dan stamen panjang disebut ‘thrum’. Bunga yang mengalami pin yaitu
bunga kembang sepatu. Bunga yang mengalami thrum yaitu bunga alamanda,
bougenville, asoka, dan mawar.
DAFTAR PUSTAKA

Arnhold, E., J.M.S. Viana, F. Mora, G.V Miranda, and R.G. Silva. 2014.
Inbreeding Depression and Genetic Components for Popping Expansion
and Other Traits in Brazilian Populations of Popcorn. Ciencia e
Investigacion Agraria. 37 (3): 125-13

Allard, R. W, 2012. Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Rineka Cipta.


Betty Lukiati. 2018. Inkompatibilitas Seksual. Institut Pertanian Bogor.
James R.Welsh dan Johanis P.Mogea. 2018. Dasar-dasar genetika dan pemuliaan
tanaman. Jakarta : Erlangga.
Kao dan Huang. 2014. Gametophytic self-incompability: a mechanism for self / non
self discrimination during sexual reproduction. Plant physiol. 105:461-466.
Muhammad. 2012. Pengantar Pemulyaan Tanaman. Departemen Agronomi Dan
Hortikultura: Fakultas Pertanian.
Nasir. M, 2012. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Depatemen Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Setiawati, T., Kurniawan, A., Supriatun, T., & Karyono. (2016). Persilangan
interspesifik Ipomea batatas Lam. dengan I. trifida (H.B.K.) G. Don.
berumbi asal Citatah, Jawa Barat. Kebun Raya Bogor LIPI, 19(1), 11–20.

Anda mungkin juga menyukai