Anda di halaman 1dari 2

Dalam tafsir ilmi, umumnya membahas tentang alam dan kejadian-kejadiannya

(kauniyah) dan berusaha untuk membuktikan bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat semua ilmu
atau pengetahuan yang ada di dunia ini, baik yang telah lewat maupun yang akan datang.
Bahkan menurut mereka (yang menggandrungi tafsir ilmi ini) masih banyak ilmu yang belum
tergali dalam Al-Qur’an. Kelahiran corak penfasiran ini bersamaan dengan kemajuan pesat
kebudayaan Islam. Tuntutuan perkembangan ilmu juga mendorong penafsiran secara ilmiah.
Dari ulama klasik, yang mendukung penafsiran semacam ini di antaranya adalah Imam Al-
Ghazali dan Al-Suyuthi.
Ditengah perdebatan keabsahan dan tidak Tafsir Ilmi membuat para ulama Islam agar
lebih selektif melihat jenis jenis penafsiran yang absah. Di satu Sisi Al-Quran telah
memberikan jawaban tepat terhadap permasalahan yang timbul dari perkembangan ilmu
pengetahuan, dan keberadaan Tafsir Ilmi memberi kontribusi baik bagi Pemahaman dan
peningkatan keimanan terhadap Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia. Disisi lain
penafsiran dengan corak ilmi ini telah membawa mufassir terangkap kepada penafsiran bi al-
ra’yi yang dapat menjadikan Firman Allah itu kehilangan nilai kewahyuannya.
Berkenaan dengan hal ini para mufassir kontemporer dapat memaklumi keberadaan
Tafsir Ilmi. Mereka lebih moderat dalam menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan yang di
korelasikan dengan teks teks Alqur’an diantara mereka itu ialah:
1. Muhammad Mustafa al-maraghi (w. 1945 M). salah seorang Syeh al Azhar, ia
berkomentar dalam pengantar buku al Islam wa al-Thibb al-Hadis karya Abdul
Azis Ismail, pendapatnya: Alqur’an bukanlah kitab Suci yang mencakup segala
ilmu pengetahuan secara terperinci dengan metode pengajarannya yang terkenal,
akan tetapi sesungguhnya Alqur’an itu meliputi kaidah dasar umum yang sangat
Urgent untuk diketahui oleh setiap manusia agar dapat mencapai kesempurnaan
jiwa dan raga. Menurutnya Alqur’an telah membuka pintu yang luas bagi ahlinya
untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan agar dapat diuraikan kepada semua
orang secara terperinci sesuai dengan zaman seorang mufassir itu hidup. Akan
tetapi ia mengingatkan tidak dibolehkan bagi seorang mufassir menarik ayat ayat
Alqur’an kemudian menggunakannya untuk menguraikan kebenaran ilmu
pengetahuan, atau sebaliknya menarik ilmu pengetahuan untuk menafsirkan ayat
ayat Alqur’an, akan tetapi jika terdapat kesesuaian antara ilmu pengetahuan yang
sudah tetap dan pasti dengan zahir ayat ayat Al-Quran maka tidak mengapa
menafsirkan Al-Quran dengan bantuan ilmu pengetahuan ini. (Muhammad
Husein, 1409H: 519).
2. Ahmad Umar Abu Hajar penulis buku al Tafsir al Ilmi Fi Al-Mizan. Ia
mengungkapkan alasannya setelah memperhatikan perbedaan pendapat para
ulama terhadap Tafsir Ilmi, dan menurutnya mereka yang beranggapan bahwa
Alqur’an jauh daripada Tafsir Ilmi telah melakukan suatu kebenaran jika Tafsir
yang dimaksud berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang bersifat perkiraan dan
tidak pasti atau ilmu itu hanya berlandaskan pendapat murni tanpa bukti otentik
penelitian ilmiah, akan tetapi jika berlandaskan ilmu yang sudah pasti
kebenarannya maka tidak ada halangan untuk mengambil manfaat kebenaran
ilmu ini guna menjelaskan Alqur’an. Dia juga menambahkan bahwa Alqur’an
merupakan Kalam Allah, sedangkan alam adalah bagian dari ciptaan-Nya, maka
pasti ayat ayat Alqur’an tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan.
Ahmad Umar, 1991:113,118).
3. Ayatullah Makarem al syirazy salah seorang mufassir Iran bermazhab Syiah
Imamiah. Ia termasuk ulama yang moderat dalam menanggapi keberadaan Tafsir
Ilmi ini dalam bukunya tafsir Amtsal ia menggunakan sebagian Tafsir Ilmi untuk
mengungkapkan kemukjizatan alqur’an dari sisi keilmuan nya. Ia beranggapan
bahwa ilmu pengetahuan saat ini telah mengambil posisinya dalam menafsirkan
alqur’an, dan yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu yang sudah pasti dan tidak
berubah dengan perubahan zaman. Ilmu yang selalu berubah menurutnya tidak
dapat menjelaskan Alqur’an yang sudah tetap. Adapun ilmu pengetahuan seperti
ilmu biologi dan ilmu astronomi yang mengkaji alam dan pergerakan bumi
menurutnya adalah jenis ilmu yang telah terbukti kebenarannya dan sudah tetap.
Jenis ilmu inilah yang dapat diterima untuk menguraikan Alqur’an (Naser
Makrem, 1379H:Muqaddimah).
4. Ayatulah Ja’far subhani, salah seorang mufassir yang moderat dalam menanggapi
keberadaan Tafsir Ilmi, yang menetapkan syarat seorang mufassir itu harus
memperhatikan teori teori keilmuan guna membuka pemikiran luas manusia
untuk mencapai pemahaman yang dinamis terhadap ayat ayat Alqur’an.
Menurutnya ilmu ilmu pengetahuan ini dicapai oleh karena kekuatan pikiran
filsafat, ke ilmuan manusia dan terbukanya Pemahaman mufassir sehingga
memberikan kemampuan sempurna untuk mengambil manfaat dari ayat ayat
Alqur’an. Akan tetapi tidak bermaksud untuk menafsirkan ayat ayat Alqur’an
menggunakan ilmu filsafat Yunani atau islam , atau menafsirkan ayat ayat
Alqur’an menggunakan ilmu ilmu modern Yang belum pasti kebenarannya lalu
mencocokkannya dengan Alqur’an, tidak. Karena hal seperti ini dianggap sebagai
jenis Tafsir bi alro’yi (tafsir dengan pendapat murni) yang sudah jelas dilarang
oleh agama dan tidak sejalan denga akal.
Adapun salah satu tafsir yang bercorak Ilmi ialah tafsir yang dikarang oleh syekh
Thantawi Jauhari. Thantawi dalam menafsirkan Al-Quran, ia menyuguhkan dan memberi
keterangan berupa gambar-gambar dan penjelasan yang berkorelasi dengan ilmu
pengetahuan. Selain itu, dalam menafsirkan suatu ayat, Thantawi murni menggunakan
rasionya sesuai kompetensi keilmuan yang dimilikinya, kecuali hanya sedikit mengutip
pendapat para ulama. Di samping sebagai mufasir, ia juga expert dalam ilmu pengetahuan,
fisika dan biologi.
Adapun cara penafsirannya mengikuti urutan surat dan ayat, kemudian dijelaskan
secara terperinci. Dengan demikian, Thantawi menggunakan metode tahlili (analitis). Ia juga
mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat
tersebut dengan ayat yang lain.
Maka dapat disimpulkan bahwa Thanthawi dalam tafsirnya ini menggunakan metode
tahlili (analitis), yang menyusun tafsir berdasarkan urutan mushaf secara luas. Ia juga
mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-
ayat tersebut satu sama lain. Jika ditilik dari isinya, Tafsir Jawahir ini tergolong tafsir ‘ilmy
karena di dalam tafsir ini banyak menguraikan pembahasan tentang ayat-ayat sains
menggunakan teori ilmu pengetahuan modern dan hasil riset ilmiah untuk menjelaskan ayat-
ayat Al-Quran serta memadukan tafsir Al-Quran dengan penjelasan ilmu sains.

Anda mungkin juga menyukai