A. Akhlak Sosial
1. Pengertian Akhlak Sosial
Manusia adalah makhluk sosial, dia tidak bisa hidup seorang diri,
atau mengasingkan diri dari kehidupan bermasyarakat. Dengan dasar
penciptaan manusia yang memikul amanah menjadi khalifah di muka bumi,
maka islam memerintahkan umat manusia untuk saling taawu, saling tolong
menolong, untuk tersebarnya nilai rahmatan lil alamin ajaran islam.
Istilah akhlak sudah sangat akrab di tengah kehidupan kita, akhlak
biasa dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Kata akhlak berasal dari bahasa
arab, jamak dari khuluqun yaitu budi pekerti, tingkah laku, perangai atau
tabiat (A. Mustafa, 2010: 11).
Selain pengertian di atas dalam buku Ilmu Akhlak menjelaskan kata
“akhlak” berasal dari bahasa arab, yaitu jama dari kata “khuluqun” yang
secara linguistik diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat, tata krama, sopan santun, adab dan tindakan. Kata akhlak juga berasal
dari kata “khalaqa” atau “khaliqun” artinya kejadian, serta erat hubungannya
dengan “khaliq” artinya pencipta dan “makhluq” artinya yang diciptakan
(Beni Akhmad, 2010: 13).
Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M), yang dikenal sebagai pakar
bidang akhlak terkemuka mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara itu, imam Al- Ghazali
(1015-1111M), mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yag tertanam dalam
jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gemblang dan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Beni Akhmad, 2010:
14).
13
14
Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya
akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Hasbi Ash-Shiddieqy,
1995: 2199).
Maksud ayat di atas adalah bahw orang yang senantiasa berbuat baik
akan Allah berikan ganjaran krepadanya berupa hidup yang baik, hidup yang
penuh kebahagiaan, yaitu hidup yang diselubungi rada qana’ah penuh dengan
taufik .
Berikut ini adalah beberapa akhlak sosial islam yang bisa dijadikan
landasan hidup bermasyarakat:
a) berlaku adil
berblaku adil adalah tindakan yang paling mendekati takwa,
sebagaimana firman Allah dalam Q.S. An-Nisa: 58 sebagai berikut:
16
b) Saling menyayangi
Bersikap saling menyayangi adalah adalah bagian dari akhlakul
karimah yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Kasih sayang
terhadap sesama akan mengantarkan seseorang senantiasa
melakukan kebajikan. Sikap kasih sayang banyak diterangkan dalam
Al-Quran, diantaranya dalam Q.S. Al-Isra: 24 sebagai berikut:
Q.S. Al-Fath: 29
c) Mencintai sesama
Seseorang belum bisa dikatakan beriamna sempurna sebelum dia
mampumencintai orang lain seperti mencintai dirinya sendiri.
5) Sabar.
d) Akhlak terhadap keluarga
Akhlak terhadap keluarga diantarnya:
1) Akhlak terhadap orang tua.
2) Akhlak terhadap suami istri.
3) Akhlak terhadap anak.
4) Akhlak terhadap tetangga.
e) Akhlak terhadap lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia,
baik binatang, tumbuhan maupun benda-benda yang tidak bernyawa.
3. Aspek-aspek yang Mempegaruhi Akhlak Sosial
Setiap perilaku manusia didasarkan atas kehendak. Apa yang telah
dilakukan oleh manusia timbul dari kejiwaan. Walaupun panca indra
kesulitan melihat pada dasar kejiwaan namun dapat dilihat dari wujud
kelakuan. Maka setiap kelakuan pasti bersumber dari kejiwaan.
Segala tindakan dan perbuatan manusia yang memiliki corak yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya, pada dasarnya merupakan adanya
pengaruh dari dalam manusia dan motivasi yang disuplai dari luar dirinya.
Istighfarotul Rahmaniyah (2010: 97-100) menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, antara lain:
a) Insting (naluri), adalah seperangkat tabiat yang dibawa manusia
sejak lahir. Dalam insting terdapat tiga unsur kekuatan yang bersifat
psikis, yaitu mengenal (kognisi), kehendak (konasi), dan perasaan
(emosi). Dalam ilmu etika, insting insting berarti akal pikiran. Akal
dapat memperkuat akidah tapi harus ditopang oleh ilmu, amal an
taqwa kepada Allah.
b) Adat (kebiasaan), adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang
yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama
sehingga menjadi kebiasaan.
c) Pola dasar bawaan, dahulu orang beranggapan bahwa manusia
dilahirkan dalam keadaan yang sama, baik jiwa maupun bakatnya.
20
antara usia 14-25 tahun untuk laki-laki dan antara usia 12-21 tahun untuk
perempuan (Hamalik, 2010: 117).
Masa remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi
perkembangan remaja, dianggap sebagai masa topan badai dan stres (strom
and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan
nasib diri sendiri. Jika terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang
individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi jika tidak terimbang,
maka bisa menjadi seorang yang tidak memiliki masa depan yang baik
(Dariyo, 2004: 13).
Dalam psikologi perkembangan seorang remaja yang usia berkisar
12-21 tahun adalah termasuk adolescence yang mempunyai tiga tahap
perkembangan remaja (adolescence) yaitu (Sarlito, 2012: 30-31):
a) Remaja Awal (early adolescence)
Pada masa ini remaja masih terheran-heran akan perubahan-perubahan
yang terjadi pada tubuhnya. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran
baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara
erotik.Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya
kendali terhadap ego menyebabkan para remaja ini sulit mengerti dan
dimengerti.
b) Remaja Madya (middle adolescence)
Pada tahap ini ia membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak
yang menyukainya. Ada kecenderungan narcistic yaitu kecenderungan
menyukai diri sendiri dan menyukai teman yang mempunyai sifat-sifat
yang sama. Ia berada pada posisi yang kebingungan dimana ia harus
berlaku peka atau tidak peka, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau
pesimis, idealis atau matrealis dan untuk remaja laki-laki harus
membebaskan diri dari oedipoes complex (perasaan cinta pada ibu sendiri
pada masa kanak-kanak) dengan cara mempererat hubungan dengan
kawan-kawan dari lain jenis.
c) Remaja Akhir (late adolescance)
26
Tahap ini adalah tahap konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dengan pencapaian lima hal, yaitu minat yang semakin mantap terhadap
fungsi intelek, egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang
lain dan mencari pengalaman-pengalaman baru, terbentuk identitas
seksual yang tidak akan berubah lagi, gosentrisme (terlalu memusatkan
perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara
kepentingan diri sendiri dan orang lain, serta tumbuh “dinding” yang
memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (The
Publik).
a) Akhlak terhadap ibu bapak, dengan berbuat baik dan berterima kasih
kepada keduanya. Firman Allah dalam Q.S. Luqman: 14 sebagai
berikut:
2. Tujuan Pembinaan
Adapun yang berkaitan dengan tujuan, perlu diuraikan istilah tujuan
dalam bahasa arab dinyatakan dengan kata ghoyat, atau ahdaf atau maqosid
sedangkan dalam bahasa Inggris, tujuan dikatakan goal, purpose (Arifin,
2011: 53). Dengan demikian, tujuan adalah sesuatu yang hendak dituju yaitu
yang akan dicapai dengan suat kegiatan atau usaha pendidikan.
Pendidikan berusaha mengubah keadaan seseorang dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak dapat berbuat menjadi dapat berbuat. Menurut Zakiah
Daradjat, tujuan pendidikan islam adalah kepribadian muslim, yaitu sustu
kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran islam (Daradjat, 1996:
72). Tujuan dalam proses kependidikan islam adalah idealis (cita-cita) yang
mengandung nilai-nilai islami yang hendak dicapai dalam proses kependidikn
yang berdasarkan ajaran islam secara bertahap (Arifin, 2011: 54).
Tujuan pengajaran agama islam harus berisi hal-hal yang dapat
menumbuhkan dan memperkuat iman serta mendorong kepada kesenangan
mengamalkan ajaran agama islam. Tujuaan pengajaran agama secara utuh
dan lengkap tidak dapat dicapai dengan kegiatan pengajaran sekaligus dalam
waktu yang singkat, tetapi harus elalui tahap-tahap periodisasi, sesuai dengan
kondisi dan kondisi.
Arifin (2011: 56-58), dalam bukunya merumuskan dua tujuan
pendidikan islam secara teoritis sebagai berikut:
a) Tujuan keagamaan
Setiap orang islam pada hakekatnya adalah insane agama yang
bercita-cita, berpikir, beramal untuk hidup akhiratnya berdasarkan
atas petunjuk dari wahyu Allah melalui Rasulullah. Tujuan ini
difokuskan pada pembentukan pribadi muslim yang sanggup
melaksanakan syariat islam melalui proses pendidikan spiritual
menuju ma’rifat kepada Allah.
b) Tujuan keduniaan
Tujuan ini lebih mengutamakan pada upaya untuk mewujudkan
kehidupan sejahrtera di dunia dan kemanfaatannya. Tujuan
31
Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagi muslim yang
merupakan ujung dari taqwa sebagai akhir dari proses hidup jelas
berisi kegiatan pendidikan.
c) Tujuan sementara
Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola taqwa sudah
terlihat meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya
beberapa cirri pokok telah terlihat.
d) Tujuan operasional
Tujuan operasional adalah tujuan yang akan dicapai dengan sejmulah
kegiatan pendidikan tertentu. Kemampuan dan keterampilan yang
dituntut merupakan sebagian kemampuan dan keterampilan insan kamil
yang semkin sempurna.
3. Materi Pembinaan
Materi-materi yang diuraikan dalam Al-Qur’an menjadi bahan-bahan
pokok pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan islam, formal
maupun non formal. Dalam ilmu pendidikan islam, kurikulum merupakan
bahan-bahan ilmu pengetahuan yang diproses di dalam system kependidikan
islam. Ia juga menjadi salah satu bahan masukan yang mengandung fungsi
sebagai alat pencapai tujuan pendidikan islam.
4. Metode Pembinaan
Al-Ghazali mengemukakan metode mendidik anak dengan memberi
contoh, latihan dan pembiasaan kemudian nasehat dan anjuran sebagai alat
pendidikan dalam membina kepribadian anak sesuai dengan ajaran agama
islam. Pembentukan kepribadian itu berlangsung secara berangsur-angsur
yang merupakan proses menuju kesempurnaan. Dalam hal ini Al-Ghazali
mengatakan:
“apabila anak itu dibiasakan mengamalkan apa-apa yang baik, diberi
pendidikan ke arah itu, pastilah ia akan tumbuh di atas kebaikan tadi akibat
positifnya ia akan selamat sentosa di dunia dan akhirat. Kedua orang tuanya
dan semua pendidik, pengajar serta pengasuhnya ikut serta memperoleh
pahalanya. Sebaliknya jika jika anak itu sejak kecil sudah dibiasakan
33
34
.7