Anda di halaman 1dari 2

Nama : N.

Nabila Hania Zahra


NIM : 6111211073
Kelas : B1/Ilmu Pemerintahan
Mata Kuliah : Pemerintah Daerah

ANALISIS UNDANG UNDANG OTONOMI DAERAH


Sejauh yang saya ketahui, undang-undang otonomi daerah di Indonesia telah
mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan-perubahan tersebut tercantum dalam beberapa
undang-undang, antara lain sebagai berikut:

Amandemen UU dari Hasil Analisis


masa ke masa
UU Nomor 5 Tahun 1974 Otonomi yang nyata dan bertanggung jawab (otonomi
daerah bertingkat). Menganut asas pemerintahan yang
memadukan asas desentralisasi dengan asas dekonsentrasi
(fused model).
UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah pada tahun 2014, yang
membahas peningkatan kewenangan daerah dan peningkatan
kewajiban pemerintah daerah dalam menjalankan tugas-
tugasnya.
UU No.32 tahun 2004 Tentang pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan,
dan peran serta masyarakat. Pada uu ini lebih memperhatikan
hubungan antar susunan pemerintahan dan pemerintah daerah.
UU No 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pada tahun 2019, yang
membahas peningkatan kewenangan dan tanggung jawab
pemerintah daerah dalam menjalankan urusan pemerintahan.
Pada tahun 2021, yang membahas penyempurnaan mekanisme
pengawasan terhadap pemerintah daerah dan peningkatan
penggunaan teknologi dalam pemerintahan daerah.
UU Nomor 2 Tahun 2015 Dalam analisisnya, UU Nomor 2 Tahun 2015 secara umum
mencoba untuk memperbaiki tata kelola legislatif, terutama
terkait dengan proses seleksi dan kualitas anggota legislatif.
Selain itu, UU ini juga berupaya mengatur aspek keuangan
DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota agar lebih
transparan dan akuntabel. Namun, ada juga beberapa kritik
yang dilayangkan terhadap UU ini. Salah satu kritik utama
adalah pembatasan masa jabatan anggota legislatif hanya
menjadi dua kali berturut-turut. Beberapa berpendapat bahwa
pembatasan ini dapat memangkas hak konstitusional warga
negara untuk memilih siapa yang dianggap layak untuk
mewakili mereka.
Selain itu, juga terdapat kritik terkait dengan pengaturan dana
hibah kepada partai politik. Beberapa pihak berpendapat bahwa
pemberian dana hibah dapat menimbulkan praktik korupsi dan
tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang
seharusnya terbebas dari intervensi uang. Sebagai kesimpulan,
UU Nomor 2 Tahun 2015 merupakan upaya untuk melakukan
perbaikan terhadap tata kelola legislatif di Indonesia. Namun,
bila ingin hasilnya bisa memuaskan banyak pihak, pemerintah
harus mempertimbangkan kembali aspek-aspek kritis dan
memperbaiki UU ini secara terus-menerus.
UU Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah pada tahun 2020, yang
membahas peran pemerintah daerah dalam pembangunan
ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan otonomi daerah seluas luasnya lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai
daerah terhadap berbagai kewenangan yang selama 25 tahun pemerintahan orde baru
menjalankan mesin sentralistiknya. Semua mesin partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya
tumbuh sebelum orde baru berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol kekuasaan.
Stabilitas politik demi kelangsungan investasi ekonomi (pertumbuhan) menjadi alasan pertama
bagi orde baru untuk mematahkan setiap gerak prakarsa yang tumbuh dari rakyat.
Baru setelah reformasi 1998 kemudian otonomi daerah yang seluas luasnya diterapkan
dengan harapan dapat lebih menjamin kreativitas, inovasi dan partisipasi masyarakat daerah
dalam negara kesatuan dengan ditetapkannya Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah. Hal ini merupakan sebuah jawaban atas tuntutan yang menguat atas
pemerintahan daerah yang lebih otonom, sehingga masalah-masalah terselesaikan pada tingkat
lokal, juga akan memberi kemampuan yang besar bagi pemerintah pusat untuk menyelesaikan
masalah-masalah besar yang berskala nasional.
Namun dalam perjalannya format otonomi daerah pada era reformasi ini telah
mengalami perubahan substansif dengan dilakukan amandemen Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan,
dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga digantikan dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hingga saat ini kembali mengalami perubahan,
dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah.
Perubahan ini mengakibatkan terjadinya pergeseran politik desentralisasi ke arah resentralisasi
atau dengan kata lain menyimbangkan antara desentralisasi dengan dekonsentrasi.
Format Otonomi Daerah yang seluas luasnya ini sesungguhnya merupakan kesempatan
yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam
melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat
ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah daerah.
Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu
saja dengan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan

Anda mungkin juga menyukai