Anda di halaman 1dari 11

DOI: 10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).

4882 P-ISSN 2527-9610


E-ISSN 2549-8770

Esensi Reward dan Punishment dalam Diskursus


Pendidikan Agama Islam

Firdaus*

Universitas Islam Riau, Indonesia


Jl. Kaharuddin Nst No.113, Simpang Tiga, Kec. Bukit Raya, Kota Pekanbaru, Riau 28284
Email: firdausrida@edu.uir.ac.id

Abstract: This study aims to determine the essence of a reward and punishment in the
world of education. Mistakes in giving rewards and punishments sometimes make
pedagogical interactions breakdown between teachers and students. The method used
in this study is qualitative research with a library research approach. Because this
research is in the form of library research, the data is taken from book or journal
sources related to this research. The findings in this study are that in using the reward
and punishman methods, they must follow the signs and also the existing rules. Giving
rewards and punishments that do not follow the rules will cause a conflict between
students and students even between students and teachers themselves. In giving
rewards must be purely as motivation for students. Motivation that delivers is far better
in undergoing the process of teaching and learning. Likewise in giving punishment to
students it must be done in an effort to prevent from doing wrong and negligence.

Keyword: Reward, Punishment, Islamic Education

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui esensi sebuah reward dan
punishment dalam khazanah pendidikan Islam. Kesalahan dalam memberikan reward
dan punishment terkadang membuat rusaknya interaksi pedagogis antara guru dan juga
siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitain kualitatif dengan
pendekatan library research. Karena penelitian ini dalam bentuk penelitian pustaka,
maka data diambil dari sumber-sumber buku ataupun jurnal yang berkaitan dengan
penelitian ini. Hasil temuan dalam penelitian ini adalah bahwa dalam menggunakan
metode reward dan punishman haruslah mengikuti rambu-rambu dan juga aturan-
aturan yang ada. Pemberian reward dan punishment yang tidak mengikuti aturan akan
menimbulkan suatu konflik antara siswa dan siswa bahkan antara siswa dengan guru
itu sendiri. Dalam pemberian reward haruslah murni sebagai motivasi bagi peserta
didik. Motivasi yang mengantarkan jauh lebih baik dalam menjalani proses belajar
mengajar. Demikian pula dalam pemberian punishment kepada peserta didik haruslah
dilakukan dalam upaya pencegahan dari berbuat salah dan kelalaian.

Kata Kunci: Reward, Punishment, Pendidikan Islam

Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah Vol. 5, No. 1, Januari - Juni 2020
Received: 30 April 2020; Accepted 08 June 2020; Published 21 June 2020
*Corresponding Author: firdausfrida@edu.uir.ac.id
DOI: 10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4882 P-ISSN 2527-9610
E-ISSN 2549-8770

PENDAHULUAN sebatas aturan-aturan yang tertulis


Dalam Islam pendidikan memiliki dilembaran-lembaran kertas.
kedudukan yang penting bagi manusia. Berbicara masalah kedisiplinan
Karena dengan pendidikan manusia akan pada peserta didik, maka akan kita dapati
mengetahui jati dirinya dan juga akan siswa yang memiliki komitmen tinggi
mengetahui hakikat hidup yang dijalani terhadap aturan-aturan yang telah
dimuka bumi ini. Begitu pentingnya disepakati bersama. Dan ada pula siswa
pendidikan bagi manusia, maka yang menganggap remeh aturan yang
pendidikan tersebut tidaklah dapat telah disepakati tersebut.
dipandang sebelah mata, atau pendidikan Permasalahan ini adalah masalah
tersebut hanya dijadikan pelengkap bagi yang sangat besar dalam bidang
kehidupan manusia. pendidikan. Pelanggaran-pelanggaran
Pendidikan merupakan suatu yang yang dilakukan oleh siswa dan diabaikan
sangat urgen yang harus diperhatikan oleh guru ataupun pihak sekolah akan
dengan mengerahkan segenap memberikan dampak negatif bagi siswa
kemampuan kita. Karena melalui yang lain. Pelanggaran ataupun tindakan
pendidikan pulalah kualitas manusia indisipliner yang dibiarkan akan
tersebut akan dapat diukur apakah dia menimbulkan ketidakstabilan dalam
menjadi seorang yang mengabdikan proses belajar mengajar maupun
dirinya kepada Allah SWT atau bahkan lingkungan sekolah itu sendiri.
dia menjadi seseorang yang menentang Untuk itulah guru ataupun sekolah
Allah SWT. harus dapat menegakkan peraturan-
Salah satu usaha untuk mencapai peraturan tersebut untuk menjaga
keberhasilan dalam pendidikan adalah kestabilan dalam proses belajar mengajar
dengan menerapkan kedisiplinan kepada dengan memberikan punishment bagi
para murid. Tanpa adanya suatu pelanggar aturan dan memberikan
kedisiplinan yang tinggi maka hasil dari reward bagi siswa yang berprestasi.
suatu pendidikan tidak akan dapat kita Penerapan punishment hendaknya
capai. Menurut Hurlock dalam Rusydiana dibarengi pemberian reward. Jika
Hamid, secara umum konsep disiplin punishment bertujuan sebagai
adalah sama dengan punishment pencegahan suatu kelalaian peserta didik,
(Rusydiana, 2006: 66). Penegakan maka reward diberikan sebagai motivasi
kedisiplinan tersebut diperlukan jika dan juga penghargaan yang diberikan
adanya gejala-gejala pelaggaran yang kepada siswa.
dilakukan oleh peserta didik. Reward dan punishmen, kedua-
Kedisiplinan diterapkan bukanlah duanya bertujuan untuk memperbaiki
untuk memberatkan apalagi membebani siswa dalam proses belajar mengajar.
peserta didik. Kedisiplinan bertujuan Hanya saja sudah tepatkah kita
untuk pembentukan karakter dan juga menggunakan reward dan punishment ini
membimbing mereke pada pembentukan sebagai metode dalam pendidikan.
tingkah laku yang lebih baik lagi.
Pendisiplinan yang diterapkan KONSEP TEORI
kepada peserta didik diperlukan suatu Reward merupakan pemberian
pengawasan yang dilakukan oleh guru penghargaan ataupun hadiah kepada
ataupun pihak-pihak yang terkait. Tanpa peserta didik yang memiliki sebuah
adanya pengawasan yang baik, maka prestasi atau kelebihan-kelebihan yang
kedisipilnan tersebut tidak akan dapat lain yang dimilikinya dan tidak dimiliki
berjalan dengan baik. Sehingga rambu- oleh peserta didik yang lainnya (Rusdiana
rambu kedisiplinan tersebut hanya Hamid, 2006: 67).

20
DOI: 10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4882 P-ISSN 2527-9610
E-ISSN 2549-8770

Dalam dunia pendidikan reward yang terakhir. Pendidik haruslah mencari


dijadikan sebagai alat untuk memberikan alternatif yang lainnya sebelum
motivasi kepada siswa agar siswa memberikan hukuman kepada peserta
tersebut giat dalam belajar dan didik. Setelah menggunakan pendekatan-
menimbulkan sifat bersaing yang sehat pendekatan yang lain ternyata tidak
antara satu siswa dengan siswa yang menemui hasil, maka guru dapat
lainnya. menggunakan pendekatan punishment
Dalam memberikan reward, seorang kepada peserta didik.
pendidik harus menyesuaikan dengan Dalam pemberian sanksi berupa
apa yang telah dicapai oleh peserta didik, hukuman, terutama hukuman fisik maka
jangan sampai pemberian reward hendaknya seorang pendidik tidak
tersebut menimbulkan sifat materalis terburu-buru dan tidak terkesan pada
pada diri peserta didik (Rusdiana Hamid, balas dendam (Bafadhol, 2017: 1119).
2006: 68). Pemberian hukuman yang terburu-
Pemberian reward yang berlebihan buru ataupun cenderung untuk membalas
akan menghilangkan tujuan dari reward dendam atas kesalahan siswa tadi akan
itu sendiri. Apa lagi dengan pemberian menimbulkan efek yang tidak baik bagi
reward tersebut telah dianggap suatu siswa dan menjadikan hubungan antara
upah oleh peserta didik. siswa dan guru tersebut tidak baik.
Dalam pemberian reward sangatlah Dalam pemberian reward dan
variatif, reward dapat diberikan berupa punishment tersebut guru benar-benar
materi dan juga dapat diberikan berupa harus memperhatikan kaidah-kaidah
non materi (Wahyudi Setiawan, 2018: pendidikan. hal tersebut dilakukan untuk
187). Pemberian reward yang berupa menghilangkan stigma negatif dari
materi dapat diwujudkan dengan hadiah reward ataupun punishment tersebut.
ataupun benda-benda yang memiliki daya
tarik terhadap siswa sehingga siswa METODE PENELITIAN
termotivasi untuk mendapatkannya. Penelitian ini menggunakan metode
Adapun reward yang berupa non library research atau penelitian
materi dapat berupa pujian, ataupun kepustakaan. Penelitian kepustakaan ini
tepukan dipunggung dan hal-hal yang merupakan serangkaian kegiatan
dapat menyenangkan hati siswa tersebut. mengumpulkan data baik dari buku-buku
Adapun punishment adalah ataupun sumber-sumber yang lainnya
pemberian hukuman kepada siswa serta mengolah data-data tersebut (Zed.
sebagai sebuah konsekwensi logis atas M, 2004: 3).
pelanggaran yang telah diperbuatnya Data yang dikumpulkan dalam
dalam rangka pencegahan atas penelitian ini terbagi atas data primer
pelanggaran tersebut ataupun pemberi dan juga data sekunder. Data primer
pembelajaran kepada yang lainnya didapat dari buku-buku ataupun jurnal
(Baroroh, 2018: 55). yang membahas tentang reward dan
Dalam penjatuhan sebuah punishment secara langsung seperti pada
punishment seorang guru harus berhati- jurnal Serambi Tarbawi dengan judul
hati dan harus sangat memperhatikan Urgensi Reward dan Punishmen. Penulis
kondisi psikis seorang anak. Hal tersebut juga mengambil dari jurnal al-Ibroh
dilakukan agar punishment tersebut tidak dengan judul artikel Pemberian hukuman
menimbulkan dampak negatif pada diri dalam Perspektif Pendidikan Islam.
peserta didik. Adapun data sekunder penulis
Pemberian punishment apalagi yang mengambilnya dari buku ataupun jurnal
berupa fisik hendaklah dijadikan metode yang membahas masalah pendidikan

21
DOI: 10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4882 P-ISSN 2527-9610
E-ISSN 2549-8770

secara umum. Ataupun buku-buku atau Reward diberikan kepada anak yang
jurnal yang teori-teorinya dapat berhasil dalam melakukan kebaikan
menunjang penelitian ini seperti buku ataupun prestasi dalam kehidupannya
Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis sehari-hari baik prestasi tersebut
karangan Ngalim Purwanto. dilingkungan sekolah, keluarga ataupun
Tahapan dalam penelitian ini adalah masyarakat.
dengan mengumpulkan data dan teori Pentingnya reward kepada peserta
dari data primer dan sekunder tersebut. didik disebabkan penghargaan tersebut
Selanjutnya bahan dan data tersebut menjadi suatu motivasi ataupun
dikaji, dicatat dan diinfentarisir dan penggerak bagi manusia untuk
dimanfaatkan sebaik-baiknya. Setelah melaksanakan atau mengaktualisasikan
semua tahapannya tuntas barulah data- diri sebagai manusia.
data tersebut dianalisa. Analisa dalam Reward ataupun penghargaan
penelitian ini adalah analisa deskriptif. merupakan suatu bentuk pengapresasian
Dalam analisa deskriptif ini peneliti terhadap kebaikan yang telah diperbuat
memaparkan keterangan-keterangan oleh seseorang. Yang mana tujuannya
yang menjadi objek data. Selanjutnya data adalah sebagai motivasi agar orang yang
tersebut dianalisa dengan mendapatkan penghargaan tersebut akan
menggunalakan analisis sintesis. selalu berbuat kebaikan diwaktu lain.
Pada analisis sintesis ini penulis Reward yang diberikan kepada
berusaha untuk menganalisa suatu teori peserta didik merupakan motivasi
ataupun tulisan dalam rangka ekstrinsik yang berfungsi untuk
mendapatkan jawaban dari suatu merangsang anak yang bersangkutan
permasalahan mengenai asal asal usul ataupun peserta didik yang lainnya agar
dari sesuatu dan apa yang menjadi terbiasa untuk selalu berbuat kebaikan.
penyebabnya dari yang bersifat umum Menurut suatu penelitian
kepada sesuatu yang bersifat khusus. pemberian reward kepada siswa sangat
Selanjutnya peneliti juga efektif dalam rangka meningkatkan hasil
menggunakan heuristik. Heuristik adalah belajar (Setiawan, 2018: 189). Hal ini
merupakan langkah-langkah umum yang disebabkan oleh fitrah manusia itu
digunakan peneliti dalam rangka sendiri yang membutuhkan suatu
menemukan solusi suatu permasalahan penghargaan dari orang lain.
(Lidinillah DAM, 2011: 1). Heuristik ini Selain sebagi motivasi, reward yang
dilakukan secara mendalam terhadap hal- diberikan kepada peserta didik juga dapat
hal yang berkaitan dengan analisis. dijadikan sebagai alat untuk mengasah
Sehingga peneliti menemukan sesutau potensi-potensi kebaikan yang ada pada
yang baru dari apa yang sedang diteliti. peserta didik (Bafadol, 2017).
Seperti yang kita ketahui bahwa
HASIL DAN PEMBAHASAN dalam diri manusia terdapat dua potensi.
Reward dalam Pendidikan Islam potensi untuk beriman kepada Allah yang
Dalam dunia pendidikan kita ditandai dengan giatnya seseorang untuk
mengenal istilah reward, yang mana beramal sholeh dan juga potensi untuk
reward ini termasuk salah satu metode mendurhakai dengan banyaknya orang
dalam pendidikan. Reward merupakan bermaksiat kepada Allah SWT.
suatu yang terpenting dalam rangka Agar potensi untuk beriman kepada
memotivasi peserta didik untuk Allah SWT selalu ada pada diri manusia
memotivasi dalam belajar ataupun maka potensi tersebut perlu untuk
melakukan kebaikan-kebaikan lainnya dikembangkan dan juga dilestarikan pada
(Setiawan., 2018: 186). diri manusia. Agar potensi baik selalu

22
DOI: 10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4882 P-ISSN 2527-9610
E-ISSN 2549-8770

berkembang maka diperlukanlah reward Jika guru memberikan reward


agar anak didik tersebut selalu berbuat berbentuk materi (barang) yang harus
kebajikan. Adapun reward yang diberikan diperhatikan guru kepada siswanya
kepada siswa tidak hanya berupa benda adalah bahwa materi ataupun barang
semata. Dalam dunia pendidikan pujian yang dijadikan reward tersebut bukanlah
yang diberikan guru terhadap peserta satu-satunya tujuan. Jadi guru harus
didik merupakan penghargaan berharga. dapat memberikan pemahaman bahwa
Pemberian pujian atas prestasi hadiah yang diberikan tersebut hanya
ataupun keberhasilan kepada siswa merupakan suatu motivasi dan bukan
merupakan suatu perhatian yang tujuan. Jika materi ataupun barang
diberikan guru kepada anak didiknya. tersebut menjadi tujuan siswa, maka guru
Secara tidak langsung pujian tersebut lebih baik untuk menunda pemberian
juga merupakan komunikasi ataupun reward tersebut.
tanggapan positif yang telah diberikan Situasi kondisi dan keadaan siswa
guru kepada siswanya. Dengan adanya sangat perlu untuk diperhatikan sebelum
komunikasi seperti itu maka siswa akan guru memberikan hadiah atau ganjaran
merasa diperhatikan oleh gurunya, kepada siswanya. Jika siswa dalam
sehingga mereka menganggap apa yang keadaan normal dan dipandang tidak
telah mereka lakukan tidaklah sia-sia. perlu untuk memberikan reward, maka
Dengan memberikan pujian kepada reward yang berupa benda tersebut tidak
siswanya berarti seorang guru telah perlu untuk diberikan. Guru bisa
membangun suatu komunikasi positif memberikan reward yang bukan berupa
terhadap anak didiknya yang telah benda seperti pujian. Hal seperti ini perlu
berhasil sekaligus memberikan pesan untuk menjadi perhatian guru agar siswa
kepada murid yang lain untuk berbuat tersebut tidak menjadikan reward/hadiah
seperti yang diperbuat oleh murid yang tersebut sebagai satu-satunya tujuan
mendapatkan reward tadi. dalam belajar. Selain itu hal seperti ini
Dalam pemberian pujian hendaknya perlu dihindari agar anak didik tersebut
seorang guru menggunakan cara-cara melakukan sesuatu hal bukan
yang khusus dan terukur, tidak terlalu dikarenakan upah yang akan diterimanya.
berlebihan dan hendaknya sesuai dengan Kemudian jika reward yang
apa yang telah dilakukan oleh siswa diberikan berupa barang, maka sebaiknya
(Salminawati, 2019: 2). barang tersebut harus menarik dan
Pemberian pujian yang berlebihan berkesan sehingga peserta didik ketika
dan tidak sesuai dengan apa yang menerimanya meresa gembira. Bila guru
dilakukan oleh anak didik akan memberikan reward yang tidak sesuai
mengakibatkan anak didik tersebut dengan kegemaran mereka, tentu
“besar kepala” dan merasa superior dari efektivitas pemberian reward tersebut
teman-temannya yang lain. Pemberian tidak dapat mencapai tujuan. Selain itu,
pujian yang berlebihan juga akan hadiah tersebut juga haruslah dalam
mengakibatkan kecemburuan sosial bagi batas kewajaran dan seperlunya dan
murid-murid yang lainnya. Apabila hal ini tidak diberikan secara terus menerus.
terjadi maka reward tidaklah lagi menjadi Pemberian hadiah yang kontiniu dan
alat yang positif dalam dunia pendidikan. dilakukan secara terus menerus akan
Kecemburuan siswa yang lain menjadikan peserta didik matrealistis.
dikarenakan guru memuji temannya Sementara sifat materialistik ini sangat
secara berlebihan akan menciptakan gap tidak baik bagi seorang peserta didik.
atau jarak antara siswa-siswi dan guru itu
sendiri.

23
DOI: 10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4882 P-ISSN 2527-9610
E-ISSN 2549-8770

Urgensi Reward dalam Pendidikan Sebaliknya, jika dalam memberikan


Islam reward tersebut terdapat tujuan-tujuan
Reward yang diberikan dengan yang lain, maka sudah dapat dipastikan
benar dan memperhatikan etika-etika tujuan tersebuat akan memberikan
dalam pemberian reward akan mampu implikasi yang negatif dan hal semacam
meningkatkan motivasi belajar peserta itulah yang akan merusak sistem
didik. Metode reward juga memiliki pendidikan kita.
efektifitas yang tinggi pada peserta didik Pemberian reward kepada siswa
untuk mendapatkan hasil yang maksimal juga dapat berdampak negatif bagi siswa
dalam proses belajar mengajar (Akyuni, jika guru tidak memperhatikan kaedah-
2013: 57). kaedah dalam pemberian reward
Motivasi yang diberikan guru tersebut.
kepada siswa akan berimplikasi pada Oemar Hamalik dalam Akyuni
hasil belajar yang optimal pada anak mengatakan bahwa reward akan memiliki
didik. Sebaliknya bagi anak didik yang dampak yang negatif terhadap siswa jika;
membutuhkan motivasi dari gurunya, dan Pertama jika reward tersebut sudah
motivasi tersebut tidak didapatkannya dijadikan tujuan oleh siswa, sehingga
maka akan memberikan implikasi yang tujuan utama dari proses pembelajaran
negatif terhadap hasil belajar dan juga tersebut telah dikesampingkannya. Hal
proses belajar mengajar itu sendiri. seperti inilah yang menjadikan generasi
Bagi seorang pendidik pemberian kita generasi yang beroriantasi pada
reward kepada anak didiknya adalah kebendaan. Kedua, Guru memberikan
sebuah ungkapan kepuasan seorang guru reward kepada siswa tidak atas dasar
terhadap hasil positif yang telah didapai yang sama, padahal prestasi yang dicapai
oleh anak didiknya. Sehingga anak siswa adalah sama. hal ini akan
didikpun mengetahui bahwa gurunya mengakibatkan kecemburuan siswa dan
senang dengan apa yang dilakukannya akan menimbulkan prasangka bahwa
dan puas terhadap prestasi yang telah guru tersebut memiliki sifat pilih kasih
didapatinya. (Akyuni, 2013: 58).
Hal seperti inilah yang selalu harus Untuk meminimalisir dampak
digalakkan oleh seorang guru sehingga negatif dalam pemberian reward maka
akan terjalin hubungan yang harmonis seorang guru perlu untuk memperhatikan
antara guru dan siswanya. Keharmonisan beberapa hal; Pertama, pemberian
hubungan antara guru dan siswanya akan reward kepada siswa hendaknya
memberikan dampak yang positif berdasarkan apa yang dikerjakannya
terhadap interaksi pedagogis antara guru bukan berdasarkan siapa yang
dan murid. Selain itu seorang guru juga mengerjakan. Artinya siswa dari golongan
harus memberikan pemahaman kepada manapun ketika dia melakukan suatu
peserta didik bahwa reward yang perbuatan baik maka dia berhak untuk
diberikan hanyalah untuk memotivasi mendapatkan reward walaupun mungkin
mereka supaya belajarnya lebih giat lagi. siswa tersebut dalam pandangan guru
Kemudian guru juga harus adalah siswa yang “bermasalah”. Kedua,
menanamkan dalam dirinya bahwa pemberian reward oleh seorang guru
pemberian reward tersebut hanya karena harus memiliki batasan. Artinya reward
guru menginginkan anak didiknya rajin, bukanlah suatu metode yang harus
ulet, giat dalam belajar untuk meraih digunakan oleh guru secara terus
prestasi. Jika peserta didik berprestasi menerus. Penggunaan secara terus
dalam belajar, maka tujuan pembelajaran menerus akan mengakibatkan reward
dan sekolah telah tercapai. menjadi tujuan seperti yang telah

24
DOI: 10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4882 P-ISSN 2527-9610
E-ISSN 2549-8770

disinggung diatas. Ketiga, Guru tidak Dalam Islam term punishment


hanya melihat hasil akan tetapi juga harus diungkapkan dengan kata-kata ‘Iqab,
menghargai proses yang telah dijalani ‘adzab, yang mana hal tersebut
oleh siswa. Seorang siswa yang dinilai menunjukkan suatu hukuman ataupun
telah melakukan proses dengan benar azab sebagai bentuk pembalasan atas
dan sungguh-sungguh, walaupun dia suatu kesalahan ataupun pelanggaran
belum mendapatkan hasil yang yang dilakukan terhadap suatu peraturan
memuaskan juga harus menjadi perhatian (Setiawan, 2018: 192).
seorang guru. Sehingga siswa merasa apa Al-Ghazali dalam Muhammad Fauzi
yang telah dilakukannya tersebut mengatakan bahwa hukuman adalah
dihargai oleh gurunya (Rakhil, 2015: 37). suatu perbuatan yang dilakukan dengan
Reward yang diberikan dengan baik sadar yang mana perbuatan tersebut
juga akan memiliki dampak yang positif adalah perbuatan yang dijatuhkan kepada
bagi perkembangan anak didik. Peserta sesorang dengan tujuan menjadikannya
didik akan mendapatkan ketentraman sadar atas kelalaian yang diperbuatnya
batin serta perasaan puas terhadap apa dengan tujuan perbaikan bagi yang
yang dilakukannya baik secara proses bersangkutan (Fauzi, 2016: 34).
maupun hasil. Dalam dunia pendidikan, hukuman
Seperti yang dijelaskan di atas adalah jalan terakhir yang dilakukan oleh
sebelumnya bahwa reward memiliki guru disaat siswanya melakukan suatu
fungsi sebagai motivasi bagi peserta kelalaian ataupun kesalahan.
didik. Selain berfungsi sebagai motivasi, Seorang guru hendaknya mengajak
disisi lain reward juga mengambil peran berdialog terlebih dahulu kepada siswa
sebagai penyadaran kepada peserta didik yang berbuat suatu pelanggaran ataupun
bahwa apa yang telah dilakukannya kesalahan. Dengan adanya dialog yang
tersebut adalah benar adanya. Sehingga dilakukan guru kepada siswa maka siswa
apa yang telah dilakukan tersebut harus merasa tidak dihakimi atas perbuatan
selalu diulang-ulang kapan saja dan salah yang telah dilakukannya. Selain itu
dimana saja. dengan dialog tersebut guru akan dapat
Dengan demikian ada perasaan menemukan penyebab siswa melakukan
bangga pada diri siswa jika dia telah suatu pelanggaran dan memberikan suatu
berbuat kebaikan. Walaupun perasaan solusi atas apa yang sedang dialami oleh
bangga tersebut tidak perlu untuk siswa tersebut. Disaat pendekatan yang
ditunjukkan kepada orang lain. dilakukan oleh seorang guru tidak
Setidaknya dengan pemberian berdampak positif pada prilaku siswa,
reward tersebut siswa menyadari apa maka seorang guru dapat memberikan
yang telah dilakukan tersebut adalah suatu hukuman yang mendidik dan
benar dan dia harus mengulang-ulang menyadarkan kepada siswa apa yang
perbuatan yang baik tersebut yang pada diperbuatnya tersebut adalah sesuatu
akhirnya dapat menjadi contoh bagi siswa yang salah.
yang lainnya. Hukuman yang diberikan guru
kepada siswa adalah murni untuk
Punisment dalam Pendidikan Islam menyadarkan peserta didik tersebut
Punishment atau hukuman dapat bahwa apa yang ia lakukan sudah keluar
diartikan dengan suatu konsekuensi logis dari ketentuan. Hukuman yang diberikan
berupa sebuah hukuman yang akan merupakan konsekuensi dari perbuatan
diterima seseorang disebabkan oleh hal- salah mereka. Hukuman yang diberikan
hal yang kurang baik yang telah dilakukan tersebut juga diharapkan mampu
oleh seseorang (Baroroh, 2018: 55). menyadarkan pelakunya supaya mereka

25
DOI: 10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4882 P-ISSN 2527-9610
E-ISSN 2549-8770

tidak lagi mengulangi kesalahan yang suatu upaya pencegahan, hukuman


sama kedua kalinya. tersebut juga menyadarkan kepada
Pemberian hukuman atas suatu pelaku bahwa apa yang telah
kesalahan akan memberikan suatu diperbuatnya adalah suatu yang salah dan
pembelajaran bahwa setiap yang tidak dapat dibenarkan oleh syariat
dilakukan di dunia ini akan agama dan juga tatanan sosial
dipertanggungjawabkan baik dihadapan kemasyarakatan.
Allah SWT ataupun dihadapan manusia. Hukuman juga bisa dijadikan i’tibar
Dalam memberikan sebuah bersama. Hukuman dapat dijadikan
hukuman, seorang guru hendaknya pelajaran bersama bagi siswa yang lain
menyertainya dengan nilai-nilai pada diri bahwa suatu kesalahan tersebut akan
anak didik, seperti nilai-nilai tanggung memiliki dampak negatif jika dilakukan
jawab, disiplin dan keberhati-hatian dan akan merugikan diri sendiri ataupun
dalam berbuat dan juga bertindak. orang lain jika kesalahan tersebut tidak
Dengan demikian hukuman tidak segera dihentikan dan juga disadari.
selalu dipandang buruk dan negatif. Agar punishment tersebut tidak
Karena dibalik sebuah hukuman ada nilai- berakibat fatal dan negatif, dalam
nilai positif jika hukuman tersebut pelaksanaan punishment tersebut
dilakukan dengan cara baik dan benar. haruslah mengikuti rambu-rambu yang
Hukuman yang dilakukan secara telah ditetapkan oleh agama dan nilai-
positif berimplikasi baik pada siswa yang nilai kemanusiaan yang ada.
menerima hukuman tersebut walaupun Jika pelaksanaan punishment
secara kasat mata hukuman tersebut tersebut melanggar rambu-rambu yang
memberikan rasa yang tidak telah ditetapkan oleh agama dan nilai-
menyenangkan bagi orang yang nilai kemanusiaan, maka punishment yang
menerima hukuman tersebut. dilakukan oleh seorang guru tersebut
Asma Hasan dalam Wahyudi akan menghasilkan sesuatu yang negatif
Setiawan mengatakan bahwa tujuan dan tidak akan mengenai sasaran yang
hukuman dalam pendidikan Islam adalah diinginkan.
mengandung hal-hal yang positif. Punishment yang diberikan kepada
dikatakan hukuman tersebut siswa hendaklah tidak membuat siswa
mengandung hal-hal yang positif karena mengalami trauma psikis. Guru jangan
tujuan hukuman tersebut adalah untuk sampai memberikan hukuman yang
perbaikan dan pengarahan kepada hal membuat seorang anak menjadi trauma
yang lebih baik, bukan didasarkan atas sehingga mempengaruhi psikologis anak
balas dendam ( Setiawan, 2018: 140). tersebut. Cacian ataupun makian di depan
Punishment ataupun hukuman yang umum tidak baik, karena dapat
dilakukan atas dasar balas dendam akan mempengaruhi kepribadiannya. Bentuk
menghilangkan sendi-sendi kemanusiaan punishment seperti ini tidak akan
yang pada akhirnya akan menjadikan menyadarkan seorang anak akan
pendidikan tersebut sebuah wadah kesalahannya. Bahkan mungkin akan
kekerasan bukan lagi sebagi wadah menimbulkan permasalahan yang lain
pendidikan. antara guru dan anak tersebut. Anak akan
Dalam pendidikan Islam menjadi seorang pendendam dikarenakan
diberlakukannya suatu hukuman kepada harga dirinya telah dilecehkan.
peserta didik yang bersalah merupakan Dalam pemberian punishment
suatu pencegahan agar yang hendaknya tidak melebihi dari kesalahan
bersangkutan tidak mengulangi yang telah diperbuat oleh anak didik. Hal
kesalahan yang sama. Selain sebagai inilah yang diisyaratkan dalam Al-Quran

26
DOI: 10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4882 P-ISSN 2527-9610
E-ISSN 2549-8770

bahwa Allah SWT tidak memberi balasan punishment adalah pencegahan dan
atau ‘iqob yang melebihi dari apa yang sekaligus untuk memberikan efek jera.
diperbuat oleh hambanya. Firman Allah Jika siswa telah menyadari
SWT: kesalahan yang diperbuatnya maka siswa
        tersebut akan menjalani hukuman yang
diberikan kepadanya dengan sepenuh
hati. Dia akan menyadari bahwa hukuman
       
yang dijatuhkan tersebut bukanlah
hukuman yang dilandasi dengan sebuah
 
kebencian, akan tetapi hukuman tersebut
“Barangsiapa membawa amal yang baik, murni untuk kebaikan dirinya dimasa kini
Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat dan yang akan datang.
amalnya; dan Barangsiapa yang Dalam penjatuhan sebuah sanksi
membawa perbuatan jahat Maka Dia ataupun punishment hendaknya seorang
tidak diberi pembalasan melainkan guru dalam keadaan tenang dan tidak
seimbang dengan kejahatannya, sedang dalam keadaan emosi. pengendalian
mereka sedikitpun tidak dianiaya emosi ini sangat penting dilakukan agar
(dirugikan)”. hukuman yang diberikan kepada siswa
Ayat ini mengisyaratkan kepada kita tersebut tidak diluar batas kewajaran.
bahwa ketika kita memberi reward Guru harus tetap meyakini bahwa
kepada anak didik, maka reward tersebut siswa yang melakukan kesalahan tersebut
boleh kita berikan sesuai ataupun lebih adalah anak didiknya yang masih
dari apa yang telah diperbuat oleh anak membutuhkan bimbingan dan nasehat
didik tersebut. Akan tetapi dalam darinya. Sehingga hal tersebut akan tetap
pemberiam punishment, maka hukuman menimbulkan cinta dan kasih sayang
ataupun punishment tersebut harus guru tersebut kepada anak didiknya
sesuai dengan apa yang telah diperbuat walaupun pada saat yang bersamaan
oleh anak didik tersebut. anak tersebut berbuat sebuah kesalahan.
Pemberian hukuman yang melebihi Penjatuhan hukuman dalam
dari apa yang dilakukan akan keadaan emosi akan menghilangkan nilai-
menimbulkan pemberontakan dalam jiwa nilai pendidikan dalam punishment
peserta didik. Hal tersebut akan tersebut. Pada saat inilah terkadang kita
mengakibatkan pembangkangan yang menemukan sebuah punishment yang
lebih besar lagi dan juga mengakibatkan diberikan guru yang “tidak masuk akal”
tujuan dari punishment tersebut tidak dan juga tidak mendidik. Sehingga
akan tercapai. punishment merupakan suatu yang sangat
Sebelum pelaksaan ataupun menakutkan dan menimbulkan efek
penjatuhan sebuah hukuman, guru harus psikologis yang negatif bagi siswa.
dapat menyadarkan kepada peserta didik Untuk menghindari hal tersebut
bahwa apa yang dilakukannya tersebut diupayakan yang menjatuhkan
adalah sebuah kesalahan dan sebuah punishment kepada anak didik tersebut
pelanggaran (Rusdiana Hamid, 2006: 73). adalah orang yang benar-benar
Jika peserta didik tidak disadarkan mempunyai kelembutan hati yang lebih
akan kesalahan yang diperbuat tersebut, dan sangat mencintai peserta didik. Jika
maka penjatuhan sanksi ataupun punishment tersebut dilakukan oleh orang
punishment tersebut tidak akan yang dalam keadaan emosi yang tinggi,
menimbulkan efek jera pada pelaku. ditakutkan bukanlah punishment yang
Padahal tujuan utama dari sebuah diberikan melainkan karena balas
dendam.

27
DOI: 10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4882 P-ISSN 2527-9610
E-ISSN 2549-8770

Agar punishment yang diberikan


Urgensi Punishmet dalam Pendidikan kepada peserta didik tersebut mendidik
Islam dan mengena sasaran, maka seorang guru
Dalam pemberian punishment harus benar-benar memperhatikan
atapun hukuman, seorang guru harus rambu-rambu yang telah ditentukan
harus memperhatikan situasi dan kondisi sehingga punishment tersebut dapat
kepribadian peserta didik (Ngalim dijadikan suatu metode dalam pendidikan
Purwanto, 1985: 245). Seorang peserta untuk mencapai tujuan pembelajaran.
didik yang memiliki kepribadian yang
baik, ketika dia berbuat suatu kesalahan PENUTUP
hendaknya dibedakan terhadap Reward dan punishment merupakan
seseorang yang selalu melakukan suatu metode dalam dunia pendidikan
kesalahan-kesalahan. Demikian pula yang tujuannya adalah untuk
seorang siswa yang cukup dengan suatu memberikan motivasi agar prestasi dan
isyarat dia telah menyadari kesalahannya minat siswa dapat ditingkatkan.
maka seorang guru tidak perlu Penerapan reward dan punishment dalam
membesar-besarkan kesalahan yang telah dunia pendidikan haruslah mengikuti
diperbuat peserta didik tersebut. aturan dan rambu-rambu yang telah
Hukuman yang diberikan kepada ditentukan oleh agama maupun disiplin
peserta didik tersebut juga harus ilmu kependidikan itu sendiri. Sedangkan
memiliki akhir dan batas waktu. punishment digunakan untuk mencegah
Hukuman yang tidak memiliki batas siswa dari berbuat suatu pelanggaran dan
waktu akan membuat peserta didik memberikan efek jera kepada siswa yang
menanggung kesalahan sepanjang telah berbuat suatu pelanggaran. Sama
kehidupannya. Hal ini akan menjadikan halnya dengan reward, penerapan
peserta didik merasa selalu bersalah punishment hendaknya memperhatikan
dihadapan pendidiknya. rambu-rambu yang ada sehingga
Guru harus memafkan peserta punishment tersebut tidak menimbulkan
didiknya sebelum ataupun sesudah efek yang negatif kepada peserta didik.[]
punishment tersebut dijatuhkan.
Pemberian maaf dari seorang guru secara DAFTAR RUJUKAN
tidak langsung memberikan pelajaran Akyuni, Qurrata. "Urgensi Reward dalam
kepada peserta didiknya bahwa perasaan Pendidikan." Serambi Tarbawi 1.1
dendam adalah suatu yang dilarang (2013).
dalam ajaran agama. Jika guru mampu Bafadhol, Ibrahim. "Sanksi dan
memaafkan kesalahan peserta didik, Penghargaan dalam Pendidikan
maka dikemudian kelak peserta didik Islam." Edukasi Islami: Jurnal
akan mencontoh apa yang diperbuat oleh Pendidikan Islam 4.08 (2017): 15.
gurunya tersebut. Peserta didik akan
Baroroh, Umi. "Konsep Reward Dan
mudah memberikan maaf kepada orang Punishment Menurut Irawati Istadi
yang telah berbuat salah kepada dirinya. (Kajian Dalam Perspektif
Kata-kata yang kurang pantas dan Pendidikan Islam)." Jurnal
sopan juga harus dihilangkan dalam Penelitian Agama 19.2 (2018): 48-
penjatuhan sebuah punishment. Kata-kata 64.
yang tidak baik akan menjatuhkan Fauzi, Muhammad. "Pemberian Hukuman
martabat dan wibawa guru yang Dalam Perspektif Pendidikan Islam."
bersangkutan sehingga guru akan Al-Ibrah: Jurnal Pendidikan dan
mendapatkan penilaian negatif dari siswa Keilmuan Islam 1.1 (2016): 29-49.
tersebut dan siswa lainnya.

28
DOI: 10.25299/al-thariqah.2020.vol5(1).4882 P-ISSN 2527-9610
E-ISSN 2549-8770

Hamid, Rusdiana. "Reward dan


punishment dalam perspektif
pendidikan islam." Ittihad: Jurnal
Komunikasi dan Informasi Antar
PTAIS-KOPERTAIS XI 4.5 (2006): 65-
76.
Lidinillah, Dindin Abdul Muiz. "Heuristik
dalam pemecahan masalah
matematika dan pembelajarannya
di sekolah dasar." Jurnal Elektronik.
Universitas Pendidikan Indonesia
(2011): 1-11.
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis, Bandung:
Remaja Karya, 1985.
Rakhil, Fajrin. "Urgensi Reward dan
Punishment dalam Pendidikan Anak
Perspektif Psikologi
Perkembangan." Jurnal Pikir: Jurnal
Studi Pendidikan dan Hukum Islam
1.1 (2015): 31-47.
Salminawati. "Implementasi Reward Dan
Punishment Dalam Pembelajaran Di
Madrasah Se-Kota Medan." Al-Fatih:
Jurnal Pendidikan Dan Keislaman 2.1
(2019): 1-13.
Setiawan, Wahyudi. "Reward and
Punishment dalam Perspektif
Pendidikan Islam." Al-Murabbi 4.2
(2018): 184-201.
Zed, Mestika. Metode Penelitian
Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004.

29

Anda mungkin juga menyukai