Jika melihat dari pentahapan Grand Strategi maka sekarang kita berada pada tahap
Partnership Building dimana kita membangun kerja sama yang erat dengan
berbagai pihak yang terkait dengan fungsi kepolisian dalam penegakan hukum,
ketertiban serta pelayanan, perlindungan, pengayoman untuk menciptakan rasa
aman di masyarakat. Pertanyaannya adalah apakah kita sudah mendapatkan
TRUST yang seharusnya kita raih pada tahapan pertama grand strategi Polri?
Jawabannya dapat terlihat dari bagaimana reaksi masyarakat di media terhadap
Polri. Trust yang seharusnya diraih pada tahapan sebelumnya belum dapat diraih,
masyarakat masih menganggap Polri sebagai lembaga yang korup dan tidak bisa
diandalkan dalam melaksanaka tugas pokoknya.
II. Permasalahan.
Walaupun kewenangan untuk menyidik tipikor sudah dimiliki oleh Polri sejak
terbitnya UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor namun semangat Polri untuk
menyidik tipikor baru muncul sejak tahun 2012. Semua satker tingkat Polres ke
atas diberikan target penyelesaian kasus tipikor dan diberikan anggaran khusus
yang jumlahnya memadai untuk penyidikan tipikor. Karena itulah di Polres
jajaran Polda Metro Jaya belum terbentuk unit tipikor sampai dengan 2012. Hal
ini tentunya merupakan hambatan yang berarti karena dengan tidak adanya unit
yang khusus menangani tipikor maka output penyelesaian perkaranyapun tidak
dapat diharapkan secara maksimal. Pada saat kebijakan penanganan tipikor
sebagai extra ordinary crime ini dicanangkan pada tahun 2012, Polres Metro
Jakarta Pusat mendapatkan target penyelesaian perkara sebesar 3 perkara per
tahun dengan anggaran Rp 633.000.000,-. Namun pada tahun tersebut tercatat
bahwa Polres Metro Jakarta Pusat tidak dapat mencapai target, bahkan tidak
menangani kasus tipikor sama sekali.
Pada akhir tahun 2012 Polres Metro Jakarta Pusat mendapatkan teguran dari
Mabes Polri tentang target yang tidak tercapai tersebut. Atas teguran itulah
kemudian dibentuk subnit tipikor di bawah Unit Krimsus Satrekrim yang
dipimpin oleh seorang bintara tinggi dan 4 orang anggota. Dalam kesehariannya
selain bertugas melakukan penyidikan tindak pidana korupsi mereka juga
dibebankan penanganan kasus pidana umum lainnya. Anggota yang dipilih juga
belum mempunyai background pendidikan penyidikan tipikor. Tidak adanya
pelatihan dan bimbingan yang dapat menambah pengetahuan anggota mengenai
tindak pidana korupsi. Kasubnit dan anggota tersibukkan dengan penanganan
kasus pidana umumnya sehingga sampai bulan Juli 2013 ketika penulis pertama
kali dipercaya untuk bertugas sebagai Kanit Krimsus Polres Metro Jakarta Pusat
belum ada perkara tipikor yang ditangani atau diselesaikan.
Melihat kondisi yang sedang terjadi dan melihat sisa waktu penyelesaian perkara
yang tinggal 6 bulan lagi, maka penulis sebagai kanit yang membawahi subnit
tipikor tersebut mulai menganalisa kelemahan yang ada dalam pelaksanaan
penyidikan tipikor di Polres Metro Jakpus. Kelemahan yang ditemukan oleh
penulis antara lain:
Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi tersebut, penulis sebagai kanit kemudian
memutuskan untuk mengubah sistem penyidikan tindak pidana korupsi dengan
cara:
1. Kesimpulan
1. Rekomendasi
–– ADVERTISEMENT ––
Dibuatnya sistem monitoring online penyidikan perkara tipikor yang
mencantumkan sejauh mana tahapan penyidikan yang sedang dilakukan oleh
penyidik untuk meningkatkan akuntabilitas dan meningkatkan trust dari
masyarakat.
Membuat sistem layanan pengaduan masyarakat secara online tentang kasus
tipikor sehingga dapat meningkatkan monitoring Polres Metro Jakarta Pusat
terhadap kasus tipikor.
Perlunya bantuan pimpinan yang lebih tinggi untuk membantu membuat jalur
koordinasi yang baik dengan instansi yang mendukung pemberantasan korupsi
seperti PPATK, BPKP, LPJK, OJK, dan Pemprov DKI sehingga dapat
memangkas birokrasi yang harus ditempuh penyidik yang dapat bermuara pada
efiensi waktu penyidikan