Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS SWOT PENYIDIKAN TIPIKOR DI POLRES METRO JAKARTA

PUSAT

DI SUSUN OLEH :
FITRIA CAHYANI AMINUDIN
112011172

PROGRAM STUDY MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNIVERSITAS PELITA BANGSA

2023
PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang besar. Secara geografis maupun demografis Indonesia
mempunyai potensi yang besar untuk menjadi salah satu kekuatan yang diperhitungkan di
dunia. Sudah 70 tahun waktu berlalu semenjak kemerdekaan dan sudah 17 tahun berlalu
semenjak reformasi Indonesia. Indonesia memang bergerak maju namun perkembangannya
dinilai belum maksimal. Untuk itulah pemerintah semenjak reformasi giat menerapkan
prinsip Good Governance dalam menjalankan roda pemerintahan.Kebijakan ini juga diikuti
oleh Polri sebagai salah satu institusi pemerintahan. Penerapan prinsip good governance ini
kemudian diterjemahkan oleh Polri ke dalam Grand Strategi Polri yang terbagi ke dalam 3
tahap yaitu : tahap Trust Building (2005-2010), Partnership Building (2010-2015), dan Strive
for Excelent (2016-2025).Jika melihat dari pentahapan Grand Strategi maka sekarang kita
berada pada tahap Partnership Building dimana kita membangun kerja sama yang erat dengan
berbagai pihak yang terkait dengan fungsi kepolisian dalam penegakan hukum, ketertiban
serta pelayanan, perlindungan, pengayoman untuk menciptakan rasa aman di masyarakat.
Pertanyaannya adalah apakah kita sudah mendapatkan TRUST yang seharusnya kita raih
pada tahapan pertama grand strategi Polri?

Jawabannya dapat terlihat dari bagaimana reaksi masyarakat di media terhadap Polri.
Trust yang seharusnya dicapai pada tahapan sebelumnya belum dapat diraih, masyarakat
masih menganggap Polri sebagai lembaga yang korup dan tidak bisa diandalkan dalam
melaksanakan tugas pokoknya. Lalu darimana anggapan masyarakat itu berasal? Masyarakat
menganggap polisi kurang mempunyai integritas dan kurang mempunyai komitmen dalam
melaksanakan tugas yang tercermin dari ketidakmampuannya melaksanakan beberapa tugas
pokoknya. Menyempitkan fokus pembahasan, penulis akan membahas dan menganalisa
bagaimana pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi dilaksanakan di Polres Metro
Jakarta Pusat. Walaupun kewenangan untuk menyidik tipikor sudah dimiliki oleh Polri sejak
terbitnya UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor namun semangat Polri untuk menyidik
tipikor baru muncul sejak tahun 2012. Semua satker tingkat Polres ke atas kemudian
diberikan target penyelesaian kasus tipikor dan diberikan anggaran khusus yang jumlahnya
memadai untuk penyidikan tipikor. Karena itulah di Polres jajaran Polda Metro Jaya belum
terbentuk unit tipikor sampai dengan 2012. Pada saat kebijakan penanganan tipikor sebagai
extra ordinary crime ini dicanangkan pada tahun 2012, Polres Metro Jakarta Pusat
mendapatkan target penyelesaian perkara sebesar 3 perkara per tahun dengan anggaran Rp
603.000.000,-. Namun pada tahun tersebut tercatat bahwa Polres Metro Jakarta Pusat tidak
dapat mencapai target, bahkan tidak menangani kasus tipikor sama sekali. Pada akhir tahun
2012 Polres Metro Jakarta Pusat mendapatkan teguran dari Mabes Polri tentang target yang
tidak tercapai tersebut.

Melihat gambaran kondisi di atas, penulis merasa perlu untuk membahas dan
menganalisa bagaimana pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi dilaksanakan di Polres
Metro Jakarta Pusat berdasarkan analisa SWOT (Strength, Weakness, Oportunities,
Threats) sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Polri dapat teridentifikasi dengan
baik. Tujuan akhir dari identifikasi ini adalah agar Polri dapat melakukan langkah antisipatif
untuk menangkal hambatan dan ancaman serta memanfaatkan peluang dan kekuatan yang
dimiliki. Penulis yang sebelumnya bertugas sebagai Kanit Tipikor Polres Metro Jakpus
merasa bahwa dengan terlaksananya penanganan tindak pidana korupsi secara profesional
maka dapat meningkatkan trust dari masyarakat. Namun sebaliknya, apabila pelaksanaan
penyidikan tindak pidana korupsi ini dinilai gagal oleh masyarakat, maka justru akan
memperburuk citra Polri dan semakin menenggelamkan citra Polri sebagai lembaga yang
korup.

ANALISIS SWOT PELAKSANAAN PENYIDIKAN TIPIKOR

Berdasarkan kondisi penanganan yang kurang tersebut maka penulis mulai


menganalisa pelaksanaan penyidikan Tipikor berdasarkan metode analisa SWOT (Strength,
Weakness, Oportunities, Threats) agar memudahkan bagi manajer untuk mencari solusi
menghadapi hambatan dan membuat kebijakan yang memanfaatkan peluang. Analisis SWOT
adalah sebuah metode analisis yang dikembangkan oleh Kearns yang mengidentifikasi faktor
internal dan eksternal yang berpengaruh kepada performa organisasi. Faktor internal tersebut
terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses). Kekuatan (streght) adalah
sumber daya yang dimiliki organisasi yang dapat mendukung organisasi untuk mencapai
tujuan sedangkan kelemahan (weaknesses) adalah hal penghambat yang berasal dari internal
organisasi yang dapat menggangu upaya pencapaian tujuan organisasi. Faktor eksternal
organisasi adalah kondisi lingkungan yang dinamis yang mempengaruhi keberadaan
organisasi tersebut dalam mencapai tujuan. Faktor eksternal itu terdiri dari peluang
(oportunities) dan ancaman (threats). Peluang (oportunities) merupakan hal di luar organisasi
yang apabila dimanfaatkan dengan baik akan membawa manfaat bagi organisasi untuk
mencapai tujuan. Sedangkan ancaman (threats) merupakan hal di luar organisasi yang daoat
memberikan hambatan bagi organisasi dalam mencapai tujuan.

Adapun analisis SWOT terhadap pelaksanaan penyidikan Tipikor Polres Metro


Jakarta Pusat adalah:

1.) Kekuatan (Strength)


a) Terdapat dana penyidikan yang cukup besar yaitu sebanyak Rp 603.000.000,-
per tahun untuk menyidik 3 perkara tipikor. Jumlah ini lebih besar daripada
anggaran penyidikan yang diberikan untuk menangani kasus pidana biasa.
Dengan dana yang diberikan tipikor sangatlah cukup untuk digunakan
membiayai operasional penyidikan tipikor.
b) Sarana dan prasarana yang mendukung penyidikan tipikor seperti komputer,
laptop, printer, internet, ATK, dan mobil sudah tersedia.
c) Tersedia sumber daya manusia yang mendukung yaitu anggota penyidik yang
sudah berpengalaman melakukan penyidikan selama bertahun-tahun dan
sebagian besar sudah mendapatkan gelar sarjana hukum.
d) Terdapat STR (Surat Telegram) Kapolri yang berisikan perintah untuk
menggiatkan penyidikan tipikor di wilayah-wilayah sehingga dapat digunakan
sebagai dasar untuk melakukan langkah prioritas dalam melakukan penyidikan
tipikor.
e) Budaya organisasi yang baik dimana anggota tidak ragu untuk melaksanakan
lembur kerja apabila sedang menangani perkara yang membutuhkan atensi
penanganan

2.) Kelemahan (Weaknesses)


a) Belum dibentuknya unit yang khusus menangani tindak pidana korupsi.
Tugas menangani tindak pidana korupsi dibebankan kepada unit krimsus
dimana anggota masih dibebankan tugas menangani tindak pidana umum
lainnya sehingga tidak fokus dalam menangani tindak pidana korupsi.
b) Penyidik maupun kasubnit tidak memahami bagaimana langkah
penanganan tindak pidana korupsi, bahkan mereka belum paham perbuatan
pidana yang ada di UU Tipikor. Hal ini terjadi karena baik anggota maupun
kasubnit belum pernah menangani tindak pidana korupsi dan belum
mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan.
c) Kurangnya koordinasi dengan instansi samping yang berkaitan dengan
penanganan tipikor seperti BPKP, LPSE, LPJK, dan PPATK. Tidak adanya
hubungan yang baik dengan instansi pendukung ini membuat langkah-langkah
penyidikan menjadi terhambat karena jalur birokrasi tidak dapat berjalan
dengan lancar, sedangkan dalam kasus korupsi dibutuhkan sebuah hubungan
antar lembaga yang dapat memotong jalur birokrasi sehingga pemenuhan alat
bukti dapat dengan cepat dilaksanakan.
d) Tidak adanya rencana penyelidikan / penyidikan yang jelas yang membuat
langkah-langkah penanganan tidak terencana dengan baik.
e) Anggota tidak paham bagaimana menggunakan anggaran penyidikan tindak
pidana korupsi. Anggota masih beranggapan bahwa biaya penyidikan masih
dibebankan kepada penyidik sehingga anggota enggan untuk melakukan
tindakan yang mengeluarkan biaya yang besar, padahal dalam penyelidikan
tipikor membutuhkan beberapa ahli dan auditor dengan biaya yang tidak
sedikit.

3.) Peluang (Oportunities)


a) Adanya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang mewajibkan
lembaga untuk memberikan keterbukaan informasi terhadap masyarakat
secara umum. Hal ini menyebabkan dapat diketahuinya anggaran Pemerintah
Daerah dan pertanggung jawaban penggunaannya oleh semua pihak sehingga
tidak ada lagi anggaran yang ditutupi keberadaannya.
b) Di Provinsi DKI Jakarta seluruh anggaran pemerintah daerah yang
didistribusikan kepada SKPD di bawahnya dijelaskan secara rinci dalam
portal web resmi Provinsi DKI Jakarta. Hal ini memudahkan penyelidikan
karena anggota dapat memantau penggunaan anggaran Pemda hanya dengan
dari internet.
c) Sistem lelang saat ini yang menggunakan sistem pendaftaran LPSE dimana
peserta lelang mendaftarkan dokumen lelang ke portal LPSE membuat
terekamnya data elektronik sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti
pendukung.
d) Adanya tim asistensi dari Polda yang diampu oleh kanit tipikor Polda Metro
Jaya. Keberadaan tim asistensi ini dapat membimbing penyidik sehingga
penyidikan tipikor lebih terarah dan menambah pengetahuan penyidik tentang
tindak pidana korupsi.
e) Lokasi kantor BPKP, PPATK, LPSE, LPJK dan BPK yang berada dekat
Polres Metro Jakarta Pusat memberikan keuntungan karena dapat sering
berkoordinasi dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan dalam pemenuhan
alat bukti.

4.) Ancaman (Threats)


a) Rumitnya birokrasi yang ada di instansi samping yang berkaitan dengan
penanganan tipikor seperti BPKP, LPSE, LPJK, dan PPATK sehingga dapat
menghambat pelaksanaan penyidikan tipikor.
b) Pelaku kejahatan tipikor di Jakarta cenderung mempunyai banyak jaringan dan
melibatkan banyak orang dalam pemerintah daerah, hal ini membuat kejahatan
semakin rapi dan sangat sedikit meninggalkan bukti kejahatan.
c) Komitmen penanganan tipikor instansi Kejaksanaan yang tidak sejalan dengan
semangat pemberantasan korupsi dari kepolisian menyebabkan terhambatnya
proses pengajuan berkas perkara ke persidangan.
d) Adanya intervensi baik kepada penyidik ataupun atasan penyidik yang datang
dari politisi atau atasan kepolisian lainnya yang bertugas di luar satuan kerja
Polres Metro Jakarta Pusat.
e) Dikarenakan wilayah Polres Metro Jakarta Pusat sering terjadi unjuk rasa
maka selain melaksanakan tugasnya sehari-hari sebagai penyidik, anggota unit
tipikor juga dibebankan untuk melakukan pengamanan unjuk rasa sehingga
terkadang tidak dapat menepati waktu yang telah disusun dalam rencana
penyelidikan.
f) Penyidikan tindak pidana korupsi melibatkan banyak ahli dan memerlukan
anggaran yang lebih besar daripada tindak pidana biasa.
Contoh contoh kasus korusi,gratifikasi,suap,konflik kepentingan :
a. Korupsi
Contoh kasus : “ kasus BLBI (bantuan likuiditas bank indonesia) di
Indonesia pada era 1998 adalah contoh korupsi yang melibatkan pembiayaan
yang tidak sesuai prosedur dan menguntungkan sejumlah pihak tertentu.
Beberapa pejabat pemerintah dan pengusaha terlibat dalam skandall ini

b. Gratifikasi
Contoh kasus : seorang pejabat pemerintah yang menerima hadiah atau
insentif secara pribadi dalam pertukaran untuk memberikan kontrak proyek
kepada sesuatu perusahaan. Kasus ini melibatkan pemberian imbalan tanpa
memperhatikan keadilan atau transparasi dalam proses pengadaan.
c. Suap
Contoh kasus : suap dalam proses perizinan proyek konstruksi disuatu
kota. Seorang pengembang mungkin memberikan uang kepada pejabat
pemerintah setempat agar mempercepat atau menjamin persetujuan perizinan
proyek tersebut.
d. Konflik kepentingan
Contoh kasus : seorang pejabat yang terlibat dalam pembuatan
kebijakan terkait industri tertentu dan pada saat yang sama memiliki saham
besar diperusahaan dalam industri tersebut.Konflik kepentingan muncul
karena kebijakan yang diambil dapat memberikan keuntungan pribadi kepada
pejabat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai