Anda di halaman 1dari 37

MARKAS BESAR

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MILIK DINAS


LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

HANJAR PENDIDIKAN POLRI


TINDAK PIDANA SIBER

untuk

PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM


SEKOLAH INSPEKTUR POLISI

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI


2023

-
KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

SAMBUTAN

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Salam sejahtera, Om Swastiastu, Namo Budaya dan Salam Kebajikan.

uji dan syukur tiada henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Tuhan


P Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
kepada kita sekalian atas tersusunnya bahan ajar (Hanjar) dalam
bentuk modul ini, sehingga dapat membantu para Pendidik maupun
peserta didik dalam mengikuti pendidikan sampai dengan selesainya
pendidikan Sekolah Inspektur Polisi (SIP) Polri Dikreg ke-52 T.A.
2023.
Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (Lemdiklat Polri)
merupakan unsur pendukung sebagai pelaksana pendidikan pembentukan dan
pengembangan yang berada di bawah Kapolri dengan tugas merencanakan,
mengembangkan dan menyelenggarakan fungsi pendidikan dan pelatihan, dalam
rangka menjadikan sumber daya manusia (SDM) Polri yang Presisi, dan perubahan
teknologi kepolisian modern berdasarkan jenis pendidikan Profesi, Manajerial
(Kepemimpinan), Akademis dan Vokasi serta mengelola komponen pendidikan di
jajaran Lemdiklat Polri.
Hanjar ini disusun untuk menghasilkan Perwira Polri yang bersumber dari Bintara Polri
sebagai pemimpin lini terdepan dan manajer tingkat pertama yang profesional, Presisi
dan unggul sebagai, pelindung, pengayom, pelayan dan penegakan hukum didukung
fisik yang samapta dengan memanfaatkan teknologi digital pada era police 4.0.
Dan untuk menyiapkan personel Polri yang profesional dan mampu menghadapi
dinamika tantangan tugas yang sangat kompleks, maka Lemdiklat Polri menyiapkan
sumber daya manusia Polri yang mempunyai critical thinking dan people management.
Materi Hanjar dalam bentuk modul ini diharapkan dapat menjadi literasi bagi peserta
didik sehingga dapat memiliki kemampuan dalam mengelola sumber daya yang
berada di bawah tanggung jawabnya melalui Hanjar yang uptodate/valid, tidak
monoton dan akuntabel serta mampu mengaplikasikan dalam pelaksanaan
pembelajaran dan lebih jauh untuk dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan tugas di
lapangan.

Saya ucapkan .....

i
Saya ucapkan terima kasih kepada Narasumber dan Pembina Fungsi serta peserta
rapat koordinasi penyusunan Hanjar untuk Pendidikan dan Pelatihan Polri, yang telah
mencurahkan waktu dan pikirannya, sehingga tersusun Hanjar yang kekinian sesuai
dengan tantangan tugas saat ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita
semua dalam melaksanakan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa dan
negara.
Sekian dan terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Jakarta, 26 Januari 2023

KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Prof. Dr. H. RYCKO AMELZA DAHNIEL, M.Si.


KOMISARIS JENDERAL POLISI

Paraf :
1. Konseptor/Kasubbag Sespimma : ...........
2. Kaurmin Dikbangum : ...........
3. Kabag Dikbangum : ……….
4. Kaurtu Rokurlum : ……….
5. Karo Kurikulum : ……….
6. Kataud Lemdiklat Polri : ............
7. Waka Lemdiklat Polri : ............

ii
MARKAS BESAR
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI


Nomor: Kep/ 74 /I/2023

tentang

HANJAR PENDIDIKAN POLRI


TINDAK PIDANA SIBER
SEKOLAH INSPEKTUR POLISI (SIP) TAHUN ANGGARAN 2023

KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Menimbang : bahwa dalam rangka penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Inspektur Polisi (SIP)
diperlukan adanya Hanjar yang sesuai dengan kurikulum maka dipandang perlu
menetapkan keputusan.

Mengingat : 1. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015
tentang Sistem Pendidikan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

2. Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor:


Kep/1717/XII/2022 tanggal 20 Desember 2022 tentang Program Pendidikan dan
Pelatihan Polri Tahun Anggaran 2023;

3. Peraturan Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Nomor 3 Tahun 2016
tentang Penyusunan Bahan Ajar Pendidikan Polri;

4. Keputusan Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Nomor:


Kep/649/VII/2022 tanggal 21 Juli 2022 tentang Rencana Kerja Lembaga
Pendidikan dan Pelatihan Polri Tahun Anggaran 2023;

5. Surat Perintah Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Nomor:


Sprin/1751/XII/DIK.1.3./2022 tanggal 29 Desember 2022 tentang rapat koordinasi
penyusunan (Rakorsun) Hanjar Dikbangum Sekolah Inspektur Polisi (SIP) Tahun
Anggaran 2023.

Memperhatikan : hasil kelompok kerja penyusunan Hanjar dalam bentuk modul pendidikan Sekolah
Inspektur Polisi (SIP) Tahun Anggaran 2023.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : 1. mengesahkan berlakunya Hanjar dalam bentuk modul Pendidikan Polri


”Tindak Pidana Siber” untuk Pendidikan Sekolah Inspektur Polisi (SIP);

2. hanjar .....
2 KEPUTUSAN KALEMDIKLAT POLRI
NOMOR : KEP/ 74 /I/2023
TANGGAL : JANUARI 2023

2. hanjar dalam bentuk modul ini, berklasifikasi terbatas;

3. keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 26 Januari 2023
KEPALA LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Kepada Yth: Prof. Dr. H. RYCKO AMELZA DAHNIEL, M.Si.


KOMISARIS JENDERAL POLISI
Kasetukpa Lemdiklat Polri.

Paraf:
1. Konseptor/Kasubbag Sespimma : .....
2. Kaurmin Dikbangum : .....
3. Kabag Kurhanjar Dikbangum : .....
4. Kaurtu Rokurlum : .....
5. Karo Kurikulum : .....
6. Kataud : .....
7. Wakalemdiklat Polri : .....
LEMBAR IDENTITAS

TINDAK PIDANA SIBER

Penyusun:

Tim Rapat Koordinasi Penyusunan Hanjar SIP T.A. 2023

Editor:

1. Brigjen Pol. Drs. Agus Salim.


2. Kombes Pol. Drs. Hudit Wahyudi., M.Hum., M.Si.
3. AKBP Andi Sophian, S.I.K.
4. AKP Wilianah, S.H., M.H.
5. AKBP Yanto Yusmar, S.H., M.M.
6. Penata Neri Rochniawati, S.Kom.
7. Amril Muhammad

Hanjar Pendidikan Polri


Sekolah Inspektur Polisi

Diterbitkan oleh:
Bagian Kurikulum dan Hanjar Pendidikan Pengembangan Umum
Biro Kurikulum
Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri
Tahun 2023

Dilarang menggandakan sebagian atau seluruh isi Bahan Ajar (Hanjar) Pendidikan
Polri ini, tanpa izin tertulis dari Kalemdiklat Polri.

viii
DAFTAR ISI

Cover .................................................................................................................. i
Sambutan Kalemdiklat Polri ................................................................................ ii
Keputusan Kalemdiklat Polri ............................................................................... iv
Lembar Identitas ................................................................................................. viii
Daftar Isi ............................................................................................................. ix
Pendahuluan ...................................................................................................... 1
Standar Kompetensi .......................................................................................... 2

MODUL TINDAK PIDANA SIBER 1


Pengantar ........................................................................................ 1
Kompetensi Dasar .......................................................................... 2
Materi Pelajaran ............................................................................. 4
Metode Pembelajaran ...................................................................... 5
Alat/Media, Bahan dan Sumber Belajar .......................................... 5
Kegiatan Pembelajaran ................................................................... 6
Tagihan / Tugas .............................................................................. 7
Lembar Kegiatan ............................................................................ 7
Bahan Bacaan ................................................................................ 8
POKOK BAHASAN 1
HAKIKAT TINDAK PIDANA SIBER
1. Pengertian Tindak Pidana Siber .............................................. 8
2. Asas Tindak Pidana Siber.. ..................................................... 9
3. Prinsip Tindak Pidana Siber .................................................... 10
4. Tujuan Tindak Pidana Siber .................................................... 12
POKOK BAHASAN 2
POKOK-POKOK UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK, DAN
PERUBAHANNYA (UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN
2016)
1. Pengertian-Pengertian Yang Berkaitan Dengan Undang- 13
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ............................
2. Asas dan Tujuan Informasi dan Transaksi Elektronik .............. 15
3. Ujaran Kebencian (Hate Speech) ............................................ 15
4. Penyelenggaraan Sistem Elektronik ........................................ 16
5. Penyelesaian Sengketa ........................................................... 17
6. Penyidikan ............................................................................... 17
7. Perbuatan dan Ketentuan Pidana Informasi dan Transaksi 19
Elektronik ................................................................................
POKOK BAHASAN 3
TINDAK PIDANA SIBER
1. Pengertian Tindak Pidana Siber .............................................. 25
2. Bentuk Tindak Pidana Siber .................................................... 25
3. Karakteristik Tindak Pidana Siber .......................................... 27
Rangkuman .................................................................................... 28
Latihan ............................................................................................ 28

ix
-
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

TINDAK PIDANA SIBER


MODUL
8 JP (360 Menit)

Pendahuluan

Pengertian cyber crime akan menyinggung tentang keamanan


suatu jaringan komputer atau informasi teknologi telekomunikasi.
Terutama pada era globalisasi saat ini, yang membawa kemajuan
teknologi sangat pesat maka hal tersebut tidak terlepas adanya resiko
dari penyalahgunaan dari pemanfaatan teknologi sebagai kebutuhan
informasi. “Teknologi telekomunikasi telah membawa manusia kepada
suatu peradaban baru dengan struktur sosial beserta tata nilainya.
Artinya, masyarakat berkembang menuju masyarakat baru yang
berstruktur global. Sistem tata nilai dalam suatu masyarakat berubah,
dari yang bersifat lokal partikular menjadi global universal. Hal ini pada
akhirnya akan membawa dampak pada pergeseran nilai, norma, moral,
dan kesusilaan. Kemajuan teknologi sangat berdampak besar bagi
masyarakat yang membawa dampak positif dan dampak negatif
terhadap perkembangan manusia dan peradabannya. Dampak negatif
yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan dunia kejahatan.
J. E. Sahetapy menyatakan, bahwa kejahatan erat kaitannya dan
bahkan menjadi sebagian dari hasil budaya itu sendiri. Maka demikian
artinya semakin tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu
bangsa, maka semakin modern pula kejahatan itu dalam bentuk, sifat
dan cara pelaksanaanya. Perkembangan teknologi komputer, teknologi
informasi, dan teknologi komunikasi juga menyebabkan munculnya
tindak pidana baru yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan
tindak pidana konvensional. Penyalahgunaan komputer sebagai salah
satu dampak dari ketiga perkembangan teknologi tersebut itu tidak
terlepas dari sifatnya yang memiliki ciri-ciri tersendiri sehingga
membawa persoalan yang rumit dipecahkan berkenaan dengan
masalah penanggulangannya mulai dari penyelidikan, penyidikan
hingga dengan penuntutan.
Sehingga berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat
dikatakan bahwa adanya kemajuan teknologi dan informasi selain
dapat dipergunakan manusia sebagai komoditi informasi, juga dapat
membawa dampak negatif yakni penyalahgunaan teknologi yang
membawa hal tersebut pada suatu tindak pidana yang disebut dengan
cyber crime. Adapun tindak pidana cyber crime ini memiliki karakteristik
tersendiri karena berhubungan dengan jaringan teknologi sehingga
dalam penangannya tidak dapat disamakan dengan tindak pidana
konvensional. Cybercrime merupakan kejahatan yang berbeda dengan
TINDAK PIDANA SIBER 1
PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

kejaharan konvensional (street crime). Cyber crime muncul bersamaan


dengan lahirnya revolusi teknologi informasi. Sebagimana
dikemukakan oleh Ronni R. Nitibaskara bahwa: “Interaksi sosial yang
meminimalisir kehadiran secara fisik, merupakan ciri lain revolusi
teknologi informasi. Penyimpangan sosial menyesuasikan bentuk dan
karakter baru dalam kejahatan. Merujuk pada pendapat tersebut maka
cyber crime dapat dimaknai secara luas dan sempit. Dalam arti sempit,
cyber crime dapat dimaknai sebagai perbuatan yang melanggar hukum
dengan memanfaatkan teknologi komputer. Sedangkan dalam arti luas,
cyber crime merupakan keseluruhan bentuk kejahatan yang ditujukan
pada komputer baik dari jaringan maupun penggunanya serta
kejahatan konvensional yang menggunakan teknologi komputer. Cyber
crime atau kejahatan dunia maya dalam peraturan Perundang-
undangan di Indonesia juga sering disebut dengan kejahatan tindak
pidana yang berkaitan dengan teknologi informasi.

Standar Kompetensi
Memahami tindak pidana siber.

TINDAK PIDANA SIBER 2


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Pengantar
Dalam modul ini membahas materi tentang hakikat tindak pidana siber,
Pokok-pokok Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik, dan perubahannya (Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2016) dan tindak pidana siber.
Tujuan diberikan materi ini adalah agar peserta didik memahami tindak
pidana siber.

Kompetensi Dasar
1. Memahami hakikat tindak pidana siber
Indikator hasil belajar:
a. menjelaskan pengertian tindak pidana siber.
b. menjelaskan asas tindak pidana siber.
c. menjelaskan prinsip tindak pidana siber.
d. menjelaskan tujuan tindak pidana siber.
2. Memahami Pokok-pokok Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan perubahannya
(Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016)
Indikator hasil belajar:
a. menjelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan
undang-undang informasi dan transaksi elektronik.
b. menjelaskan asas dan tujuan informasi dan transaksi
elektronik.
c. menjelaskan ujaran kebencian (hate speech).
d. menjelaskan penyelenggaraan sistem elektronik.
e. menjelaskan penyelesaian sengketa.
f. menjelaskan penyidikan.
g. menjelaskan perbuatan dan ketentuan pidana informasi dan
transaksi elektronik.
3. Memahami tindak pidana siber
Indikator hasil belajar:
a. Menjelaskan pengertian tindak pidana siber.
b. Menjelaskan bentuk tindak pidana siber.
c. Menjelaskan karakteristik tindak pidana siber.
TINDAK PIDANA SIBER 3
PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Materi Pelajaran
1. Pokok Bahasan:
Hakikat tindak pidana siber
Subpokok Bahasan:
a. Pengertian tindak pidana siber.
b. Asas tindak pidana siber.
c. Prinsip tindak pidana siber.
d. Tujuan tindak pidana siber.
2. Pokok Bahasan:
Pokok-pokok Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, dan perubahannya (Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016)
Subpokok Bahasan:
a. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan undang-
undang informasi dan transaksi elektronik.
b. Asas dan tujuan informasi dan transaksi elektronik.
c. Ujaran kebencian (hate speech).
d. Penyelenggaraan sistem elektronik.
e. Penyelesaian sengketa.
f. Penyidikan.
g. Perbuatan dan ketentuan pidana informasi dan transaksi
elektronik.
3. Pokok Bahasan:
Tindak pidana siber
Subpokok Bahasan:
a. Pengertian tindak pidana siber.
b. Bentuk tindak pidana siber.
c. Karakteristik tindak pidana siber.

TINDAK PIDANA SIBER 4


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang hakikat
forensik kepolisian.
2. Metode Brainstroming (curah pendapat)
Metode ini digunakan untuk menggali pendapat/pemahaman
peserta tentang materi yang disampaikan.
3. Metode Tanya Jawab
Metode ini digunakan untuk tanya jawab tentang materi yang telah
disampaikan.
4. Metode Discovery learning (pembelajaran penemuan)
Pembelajaran dengan menekankan pada proses pembelajaran
yang berpusat pada pengalaman peserta didik untuk
mendapatkan pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui
dengan cara menemukan dan mengemukakan gagasannya
terkait topik yang dipelajari melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai kepada suatu kesimpulan.

Alat/Media, Bahan dan Sumber Belajar


1. Alat/Media:
a. Whiteboard;
b. Flipchart;
c. Komputer/laptop;
d. LCD dan screen;
e. Laser point;
f. Pengeras suara/sound system.
2. Bahan:
a. Kertas;
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, dan perubahannya (Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2016)

TINDAK PIDANA SIBER 5


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Kegiatan Pembelajaran

1. Tahap awal : 10 menit


Pendidik melaksanakan apersepsi, yang mencakup:
a. Membuka kelas dan memberikan salam.
b. Perkenalan.
c. Pendidik menyampaikan tujuan dan materi yang akan
disampikan dalam proses pembelajaran.
2. Tahap inti : 340 menit
a. Tahap inti I: 270 menit
1) Pendidik menyampaikan materi tindak pidana siber;
2) Pendidik memberikan kesempatan kepada serdik
untuk bertanya atau berkomentar terkait materi yang
disampaikan.
3) Pendidik menyampaikan materi kompetensi tindak
pidana siber;
4) Pendidik memberikan kesempatan kepada serdik
untuk bertanya atau berkomentar terkait materi yang
disampaikan.
5) Pendidik menyampaikan materi tindak pidana siber;
6) Pendidik memberikan kesempatan kepada serdik
untuk bertanya atau berkomentar terkait materi yang
disampaikan.
b. Tahap inti II: 70 menit
1) Pendidik mengelompokkan peserta didik ke dalam 4
(empat) kelompok.
2) Setiap kelompok peserta didik mendiskusikan
langkah–langkah menyelesaikan Tindakan siber;
3) Setiap kelompok menyusun laporan hasil diskusi dan
menyajikan di depan kelas
4) Pendidik membahas hasil kerja dan paparan peserta
didik.
3. Tahap akhir : 10 menit
pendidik mengakhiri kegiatan pembelajaran, yang mencakup
kegiatan:
a. Memberikan penguatan materi, dengan cara memberikan
ulasan dan penguatan materi secara umum.

TINDAK PIDANA SIBER 6


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

b. Menjelaskan Keterkaitan mata pelajaran dengan


pelaksanaan tugas.
c. Menyampaikan tindaklanjut dari kegiatan pembelajaran
dalam bentuk penugasasan dan sebagainya.

Tagihan / Tugas
1. Peserta didik mengumpulkan produk hasil diskusi rencana aksi
tentang langkah - langkah peyidikan tindak pidana siber.
2. Peserta didik mengumpulkan hasil penelusuran literatur yang
terkait dalam bentuk tulisan tangan sebanyak 2 – 3 halaman.

Lembar Kegiatan
1. Peserta didik secara berkelompok mendiskusikan dan menyusun
rencana aksi materi tentang langkah – langkah peyidikan tindak
pidana siber sebagai berikut:
a. Kelompok 1 membahas materi ujaran kebencian (hate
speech);
b. Kelompok 2 membahas materi penyelenggaraan sistem
elektronik;
c. Kelompok 3 membahas materi penyelesaian sengketa;
d. Kelompok 4 membahas materi perbuatan dan ketentuan
pidana informasi dan transaksi elektronik;
2. Peserta didik melakukan penelusuran literatur (pengayaan)
tentang teori tindak pidana siber.

TINDAK PIDANA SIBER 7


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Bahan Bacaan

POKOK BAHASAN 1
HAKIKAT TINDAK PIDANA SIBER

1. Pengertian Tindak Pidana Siber


Membahas masalah cyber crime tidak lepas dari permasalahan
keamanan jaringan komputer atau keamanan informasi berbasis
internet dalam era global ini, apabila jika dikaitkan dengan
persoalan informasi sebagai komoditi. Informasi sebagai komoditi
memerlukan kehandalan pelayanan agar apa yang disajikan tidak
mengecewakan pelanggannya. Untuk mencapai tingkat
kehandalan tentunya informasi tersebut harus selalu
dimutaakhirkan sehingga informasi yang disajikan tidak
ketinggalan zaman.
Kejahatan dunia maya (cyber crime) ini muncul seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat. Untuk lebih
mendalam ada beberapa pendapat tentang apa yang dimaksud
dengan cyber crime? Menurut Indra Safitri mengemukakan,
kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan
dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas
serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa
teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang
tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan
dan diakses oleh pelanggan internet. satu Penulis berpendapat
bahwa cyber crime merupakan fenomena sosial yang merupakan
sisi gelap dari kemajuan teknologi informasi yang menimbulkan
kejahatan yang dilakukan hanya dengan duduk manis di depan
komputer.
Menurut Kepolisian Inggris, cyber crime adalah segala macam
penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau
kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan
kemudahan teknologi digital. Perkembangan teknologi informasi
telah menggeser pradigma para ahli hukum dalam memberikan
definisi dari kejahatan komputer, diawalnya para ahli hanya
terfokus pada alat dan perangkat keras, yaitu komputer.
Namun berkembangnya teknologi seperti internet, maka fokus
dari definisi cyber crime adalah aktivitas yang dapat dilakukan di
dunia siber melalui sistem informasi yang digunakan,
sebagaimana yang diutarakan oleh Barda Nawawi Arief dengan
kejahatan mayantara.Pada perkembangannya internet ternyata
membawa sisi negatif, dengan membuka peluang munculnya

TINDAK PIDANA SIBER 8


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

tindakan-tindakan anti sosial yang selama ini dianggap tidak


mungkin terjadi atau tidak terpikirkan akan terjadi. Sebuah teori
menyatakan, crime is product of society its self, yang secara
sederhana dapat diartikan bahwa masyarakat itu sendirilah yang
menghasilkan kejahatan.
Pada dasarnya cyber crime merupakan kegiatan yang
memanfaatkan komputer sebagai sarana atau media yang
didukung oleh sistem telekomunikasi, baik menggunakan telepon
atau wireles system yang menggunakan antena khusus yang
nirkabel. Hal inilah yang disebut “telematika” yaitu konvergensi
antar teknologi telekomunikasi, media dan informatika yang
semula masing-masing berkembang secara terpisah.
Kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan
aplikasi internet ini sering disebut dengan cyber crime. Dari
pengertian ini tampak bahwa cyber crime mencakup semua jenis
kejahatan beserta modus operandinya yang dilakukan sebagai
dampak negatif aplikasi internet. Widodo menjelaskan cyber
crime dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu cyber crime
dalam arti sempit dan cyber crime dalam arti luas. Cyber crime
dalam arti sempit adalah kejahatan terhadap sistem komputer,
sedangkan dalam arti luas mencakup kejahatan terhadap sistem
atau jaringan komputer dan kejahatan yang menggunakan
komputer. Secara umum, dapat kita simpulkan bahwa cyber crime
merupakan keseluruhan bentuk kejahatan yang ditujukan
terhadap komputer, jaringan komputer, dan para penggunanya
serta bentuk-bentuk kejahatan tradisional berupa tindak pidana
dengan bantuan komputer.
2. Asas Tindak Pidana Siber
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal
beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
a. Subjective territoriality, yang menekankan bahwa
keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat
perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya
dilakukan di negara lain.
b. Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang
berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu
terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan
bagi negara yang bersangkutan.
c. Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai
jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan
kewarganegaraan pelaku.
d. Passive nationality, yang menekankan jurisdiksi
berdasarkan kewarganegaraan korban.

TINDAK PIDANA SIBER 9


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

e. protective principle, yang menyatakan berlakunya hukum


didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi
kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar
wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban
adalah negara atau pemerintah.
f. Universality, asas ini selayaknya memperoleh perhatian
khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus
cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest
jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa
setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum
para pelaku pembajakan.
Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan
terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya
penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain.
Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini
mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer,
cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu
dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan
untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam
hukum internasional.
Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru
yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum
yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah.
Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya
dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber
telah mengubah hubungan antara legally significant (online)
phenomena and physical location.
3. Prinsip Tindak Pidana Siber
Prinsip-prinsip cyber law dalam transformasi digital
perkembangan internet saat ini mengalami percepatan yang
sangat tinggi serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak
pengguna jaringan internet yang terus meningkat sejak tahun
1990.
Salah satu indikator yang melihat bagaimana aplikasi hukum
tentang internet diperlukan di Indonesia adalah dengan melihat
banyaknya perusahaan yang menjadi provider untuk jasa
pengguna internet di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang
menggunakan jasa provider di Indonesia merupakan pihak yang
berperan sangat penting dalam memajukan perkembangan cyber
law di Indonesia. Atas dasar hal tersebut terdapat berbagai jenis
kejahatan di dalam dunia cyber yaitu kelompok kejahatan
terhadap privacy, obscenity, defamation, information security, dan
internet crime. Cyber law dalam dunia transformasi digital bisa
juga dikatakan sebagai suatu hukum yang dibangun dari teknologi
TINDAK PIDANA SIBER 10
PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

informasi, di dalam suatu perusahan beberapa aspek


produktivitas serta bisnis produk yang diperlukan oleh customer
juga harus mengerti mengenai enpowernment, ketika customer
telah dipersiapkan, perusahaan juga perlu mempesiapkan bisnis
proses untuk digital transformation dan aspek terakhir adalah
transformative product.
Di dalam cyber law terdapat juga suatu kedaulatan, negara
mempunyai yurisdiksi terhadap semua persoalan dan kejadian di
dalam wilayahnya. Prinsip ini adalah prinsip yang berhubungan
dengan cyber law. Menurut Hakim Lord Macmillan suatu negara
memiliki yurisdiksi terhadap semua orang, benda, perkara-
perkara pidana atau perdata dalam batas-batas wilayahnya
sebagai pertanda bahwa negara tersebut berdaulat.
Prinsip teritorial ini terbagi atas 2 (dua): suatu tindak pidana yang
dimulai di suatu negara dan berakhir di negara lain. Misalnya
seorang yang menembak di daerah perbatasan negara A melukai
seorang lainnya di wilayah negara B. Dalam keadaan ini, kedua
negara memiliki yurisdiksi. Negara, di mana perbuatan itu dimulai
(A), memiliki yurisdiksi menurut prinsip teritorial subyektif
(subjective territorial principle). Negara di mana tindakan tersebut
diselesaikan (B), memiliki yurisdiksi berdasarkan prinsip teritorial
obyektif (objective territorial principle).
Menurut Glanville Williams, hubungan yang erat tersebut dapat
dijelaskan karena adanya faktor-faktor berikut:
a) Negara di mana suatu perbuatan tindak pidana kejahatan
dilakukan biasanya mempunyai kepentingan yang paling
kuat untuk menghukumnya.
b) Biasanya si pelaku kejahatan ditemukan di negara tempat ia
melakukan tindak pidana.
c) Biasanya, pengadilan setempat (local forum) di mana tindak
pidana terjadi adalah yang paling tepat, karena saksi-saksi
(dan mungkin barang buktinya) dapat ditemukan di negara
tersebut.
d) Adanya fakta bahwa dengan tersangkutnya lebih dari 1
(satu) sistem hukum yang berbeda, maka akan janggal bila
seseorang tunduk pada 2 (dua) sistem hukum.
Di dalam era konvergensi seperti sekarang ini perubahan
teknologi cukup berkembangan dengan pesat sehingga informasi
yang diinginkan dapat diperoleh dengan cepat.

TINDAK PIDANA SIBER 11


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

4. Tujuan Tindak Pidana Siber


Cyber law sendiri diperlukan untuk menanggulangi
kejahatan Cyber. Cyber law sendiri sangat berkaitan dengan
upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganannya.
Cyber law akan menjadi dasar hukum untuk proses penegakan
hukum dalam sarana elektronik dan computer. Dengan kata lain,
cyber law sangat dibutuhkan karena Menurut pihak yang pro
terhadap Cyber Law, sudah saatnya Indonesia memiliki Cyber
Law, mengingat hukum-hukum tradisional tidak mampu
mengantisipasi perkembangan dunia maya yang pesat.

TINDAK PIDANA SIBER 12


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

POKOK BAHASAN 2
POKOK-POKOK UNDANG-UNDANG NOMOR 11
TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK, DAN PERUBAHANNYA
(UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016)

1. Pengertian-Pengertian Yang Berkaitan Dengan Undang-


Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
a. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, Electronic Data
Interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya.
b. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
c. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan
informasi.
d. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang
dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan
dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau
didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar,
peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,
Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna
atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
e. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan
prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau
menyebarkan Informasi Elektronik.
f. Penyelenggaraan sistem elektronik adalah pemanfaatan
sistem elektronik oleh penyelenggara negara, orang, badan
usaha, dan/atau masyarakat.

TINDAK PIDANA SIBER 13


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Penyelenggara sistem elektronik adalah setiap orang,


penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang
menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem
elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-
sama kepada pengguna sistem elektronik untuk keperluan
dirinya dan/atau keperluan pihak lain.
g. Jaringan sistem elektronik adalah terhubungnya dua sistem
elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
h. Agen elektronik adalah perangkat dari suatu sistem
elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan
terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis
yang diselenggarakan oleh orang.
i. Sertifikat elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik
yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang
menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam
transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara
sertifikasi elektronik.
j. Penyelenggara sertifikasi elektronik adalah badan hukum
yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang
memberikan dan mengaudit sertifikat elektronik.
k. Lembaga sertifikasi keandalan adalah lembaga independen
yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan
diawasi oleh pemerintah dengan kewenangan mengaudit
dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam transaksi
elektronik.
l. Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri
atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
m. Penanda tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan
atau terkait dengan tanda tangan elektronik.
n. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik,
magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi
logika, aritmatika, dan penyimpanan.
o. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan sistem
elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
p. Kode akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya
atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk
dapat mengakses komputer dan/atau sistem elektronik
lainnya.
q. Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat
melalui sistem elektronik.

TINDAK PIDANA SIBER 14


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

r. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan informasi


elektronik dan/atau dokumen elektronik.
s. Penerima adalah subjek hukum yang menerima informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik dari pengirim.
t. Nama domain adalah alamat internet penyelenggara
negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat, yang
dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet,
yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik
untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
u. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara
Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
v. Badan usaha adalah perusahaan perseorangan atau
perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.
w. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang
ditunjuk oleh Presiden.
2. Asas dan Tujuan Informasi dan Transaksi Elektronik
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik
dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat,
kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau
netral teknologi.
Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik
dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang
untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang
penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi
seoptimal mungkin dan bertanggung jawab;
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi
pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
3. Ujaran Kebencian (Hate Speech)
Kebebasan dalam berekspresi merupakan hak mutlak setiap
masyarakat Indonesia yang di cantumkan dalam UUD 1945.
Kebebasan berekspresi baik secara lisan maupun tulisan bukan
berarti suatu kebebasan yang tanpa batasan, melainkan suatu

TINDAK PIDANA SIBER 15


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

kebebasan yang mampu di pertanggungjawabkan, serta


mengikuti norma-norma yang berlaku.
Kebebasan yang tidak mengikuti norma bisa jadi mengarah pada
suatu ujaran kebencian (Hate Speech). Ujaran kebencian (Hate
Speech) merupakan suatu peristiwa yang saat ini sangat
membutuhkan suatu perhatian dan penaggulangan yang tegas,
Ketentuan ujaran kebencian (Hate Speech) belum diatur secara
khusus di Indonesia, padahal begitu banyak efek yang
ditimbulkan dari ujaran kebencian (Hate Speech), antara lain
pengucilan, diskriminasi, kekerasan, sampai yang paling parah
yakni pemusnahan terhadap kelompok tertentu/genosida.
Dengan perkembangan teknologi ujaran kebencian (Hate
Speech) pun telah merambah ke media elektronik, untuk itu
pemerintah berusaha merevisi undang-undang informasi dan
transaksi elektronik sebagai perisai dalam menanggulangi
kejahatan di media elektronik termasuk tindak pidana Ujaran
Kebencian (Hate Speech). Masalah dan pembahasan dalam
skripsi ini adalah bagaimana ketentuan tindak pidana ujaran
kebencian (Hate Speech) berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia, dan bagaimana implikasi
perubahan undang-undang informasi dan transaksi elektronik
terhadap tindak pidana ujaran kebencian (Hate Speech).
Pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebut melarang setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4. Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem
Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat.
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus
menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman
serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem
Elektronik sebagaimana mestinya.
Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
Ketentuan sebagaimana dimaksud tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan dan/atau
kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.
Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri,
setiap penyelenggara sistem elektronik wajib mengoperasikan
sistem elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai
berikut:
TINDAK PIDANA SIBER 16
PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

a. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau


dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa
retensi yang ditetapkan dengan peraturan Perundang-
undangan;
b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan,
kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam
penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk
dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
d. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan
dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami
oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan
sistem elektronik tersebut;
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga
kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur
atau petunjuk.
5. Penyelesaian Sengketa
Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang
menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau menggunakan
Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian. Masyarakat
dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak
yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau
menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan
masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan. Selain penyelesaian gugatan perdata,
para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
6. Penyidikan
Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan
dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam
UndangUndang ini.
Selain penyidik pejabat polisi negara republik indonesia, pejabat
pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang teknologi
informasi dan transaksi elektronik diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
tentang hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.

TINDAK PIDANA SIBER 17


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi


Elektronik dilakukan dengan memperhatikan perlindungan
terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik,
integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik
yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas
izin ketua pengadilan negeri setempat.
Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan, penyidik
wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-
Undang ini;
b. memanggil setiap orang atau pihak lainnya untuk didengar
dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi
sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang
terkait dengan ketentuan undang-undang ini;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan
ketentuan undang-undang ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan
usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana
berdasarkan undang-undang ini;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang
berkaitan dengan kegiatan teknologi informasi yang diduga
digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan
undang-undang ini;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang
diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak
pidana berdasarkan ketentuan undang-undang ini;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan
atau sarana kegiatan teknologi informasi yang diduga
digunakan secara menyimpang dari ketentuan peraturan
perundang-undangan;
h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan
terhadap tindak pidana berdasarkan undang-undang ini;
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana
berdasarkan undang-undang ini sesuai dengan ketentuan
hukum acara pidana yang berlaku.
Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik
melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua
TINDAK PIDANA SIBER 18
PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh


empat jam.
Penyidik pegawai negeri sipil berkoordinasi dengan penyidik
pejabat polisi negara republik Indonesia memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada
penuntut umum. Dalam rangka mengungkap tindak pidana
informasi elektronik dan transaksi elektronik, penyidik dapat
berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi
informasi dan alat bukti.
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan menurut ketentuan adalah sebagai berikut:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
perundang-undangan;
b. alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik.
7. Perbuatan dan Ketentuan Pidana Informasi dan Transaksi
Elektronik
a. Perbuatan yang dilarang:
1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
yang melanggar kesusilaan.
2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
perjudian.
3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
pemerasan dan/atau pengancaman.
b. Ketentuan Pidana
1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
TINDAK PIDANA SIBER 19
PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan


yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik dan pemerasan
dan/atau pengancaman. pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik dan setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA). Pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
4) Setiap orang yang memenuhi unsur dengan sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain
dengan cara apa pun dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
5) Setiap orang yang memenuhi unsur dengan sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apa
pun dengan tujuan untuk memperoleh informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah).
6) Setiap orang yang memenuhi unsur dengan sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apa
pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau
menjebol sistem pengamanan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda

TINDAK PIDANA SIBER 20


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta


rupiah).
7) Setiap orang yang memenuhi unsur dengan sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik dalam suatu komputer
dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain dan
setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu
komputer dan/atau sistem elektronik tertentu milik
orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan
apa pun maupun yang menyebabkan adanya
perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
sedang ditransmisikan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah).
8) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum dengan cara apa pun mengubah,
menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
9) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
10) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan
atau mentransfer informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang
lain yang tidak berhak dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
11) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang
berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau
mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja

TINDAK PIDANA SIBER 21


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

sebagaimana mestinya dipidana dengan pidana


penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
12) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan
untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,
menyediakan, atau memiliki:
a) perangkat keras atau perangkat lunak Komputer
yang dirancang atau secara khusus
dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan
yang dilarang;
b) sandi lewat Komputer, kode akses, atau hal yang
sejenis dengan itu yang ditujukan agar sistem
elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan
memfasilitasi perbuatan yang dilarang.
Tindakan bukan tindak pidana jika ditujukan untuk
melakukan kegiatan penelitian, pengujian sistem
elektronik, untuk perlindungan sistem elektronik itu
sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
13) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan,
perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan
agar informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
c. Transaksi elektronik
Penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan
dalam lingkup publik ataupun privat. para pihak yang
melakukan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud
wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau
pertukaran informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik selama transaksi berlangsung. ketentuan lebih
lanjut mengenai penyelenggaraan transaksi elektronik
sebagaimana dimaksud diatur dengan peraturan
pemerintah.

TINDAK PIDANA SIBER 22


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak


elektronik mengikat para pihak. para pihak memiliki
kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi
transaksi elektronik internasional yang dibuatnya. jika para
pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi
elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan
pada asas hukum perdata internasional. para pihak memiliki
kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif
lainnya yang berwenang menangani sengketa yang
mungkin timbul dari transaksi elektronik internasional yang
dibuatnya. jika para pihak tidak melakukan pilihan forum
sebagaimana dimaksud, penetapan kewenangan
pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa
yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan
pada asas hukum perdata internasional.
Para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus
menggunakan sistem elektronik yang disepakati kecuali
ditentukan lain oleh para pihak, transaksi elektronik terjadi
pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah
diterima dan disetujui penerima. persetujuan atas
penawaran transaksi elektronik sebagaimana dimaksud
harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara
elektronik.
Pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi
elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya,
atau melalui agen elektronik. pihak yang bertanggung jawab
atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi
elektronik sebagaimana dimaksud diatur sebagai berikut:
1) jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung
jawab para pihak yang bertransaksi;
2) jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat
hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik
menjadi tanggung jawab pemberi kuasa;
3) jika dilakukan melalui agen elektronik, segala akibat
hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik
menjadi tanggung jawab penyelenggara agen
elektronik.
Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal
beroperasinya agen elektronik akibat tindakan pihak ketiga
secara langsung terhadap sistem elektronik, segala akibat
hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara agen
elektronik. jika kerugian transaksi elektronik disebabkan
TINDAK PIDANA SIBER 23
PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

gagal beroperasinya agen elektronik akibat kelalaian pihak


pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi
tanggung jawab pengguna jasa layanan. ketentuan
sebagaimana dimaksud tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan,
dan/atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.
Penyelenggara agen elektronik tertentu harus menyediakan
fitur pada agen elektronik yang dioperasikannya yang
memungkinkan penggunanya melakukan perubahan
informasi yang masih dalam proses transaksi. ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelenggara agen elektronik
tertentu sebagaimana diatur dengan peraturan pemerintah.

TINDAK PIDANA SIBER 24


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

POKOK BAHASAN 3
TINDAK PIDANA SIBER

1. Pengertian Tindak Pidana Siber


Pengertian tindak pidana siber adalah tindakan kriminal yang
menggunakan perangkat elektronik dan koneksi internet yang
mampu melampaui batas-batas dari suatu negara dalam periode
waktu yang singkat dan tidak terbatas.
Menurut Tavani, kejahatan siber adalah tindakan kriminal yang
hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan
terjadi di dunia cyber.
Sementara itu, pengertian kejahatan siber adalah jenis kejahatan
yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi tanpa
batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah
rekayasa teknologi yang mengandalkan tingkat keamanan yang
tinggi dan kredibilitas dari informasi yang disampaikan dan
diakses oleh pelanggan internet.
Secara umum, kejahatan siber atau kejahatan dunia maya adalah
kejahatan yang menggunakan komputer yang berbasis pada
kecanggihan teknologi internet.
2. Bentuk Tindak Pidana Siber
Kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi
yang berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi ini
dikelompokkan dalam beberapa bentuk sesuai modus operandi
yang ada, antara lain:
a. Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke
dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah,
tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik system
jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku
kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud
sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia.
Namun begitu, ada juga yang melakukannya hanya karena
merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus
suatu system yang memiliki tingkat proteksi tinggi.
Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya
teknologi Internet/intranet. Kita tentu belum lupa ketika
masalah Timor Timur sedang hangat-hangatnya
dibicarakan di tingkat internasional, beberapa website milik
pemerintah RI dirusak oleh hacker.
Beberapa waktu lalu, hacker juga telah berhasil menembus
masuk ke dalam data base berisi data para pengguna jasa
TINDAK PIDANA SIBER 25
PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

America Online (AOL), sebuah perusahaan Amerika Serikat


yang bergerak dibidang ecommerce yang memiliki tingkat
kerahasiaan tinggi. Situs Federal Bureau of Investigation
(FBI) juga tidak luput dari serangan para hacker, yang
mengakibatkan tidak berfungsinya situs ini beberapa waktu
lamanya.
b. Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau
informasi ke Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar,
tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau
mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya,
pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan
menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal
yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu
informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan
propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan
sebagainya.
c. Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai
scripless document melalui Internet. Kejahatan ini biasanya
ditujukan pada dokumen-dokumene-commerce dengan
membuat seolah-olah terjadi "salah ketik" yang pada
akhirnya akan menguntungkan pelaku karena korban akan
memasukkan data pribadi dan nomor kartu kredit yang
dapat saja disalah gunakan.
d. Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan Internet
untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain,
dengan memasuki sistem jaringan computer (computer
network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya
ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun
data pentingnya (data base) tersimpan dalam suatu sistem
yang computerized (tersambung dalam jaringan komputer)
e. Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan,
perusakan atau penghancuran terhadap suatu data,
program komputer atau system jaringan komputer yang
terhubung dengan Internet. Biasanya kejahatan ini
dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus
computer ataupun suatu program tertentu, sehingga data,
program computer atau sistem jaringan komputer tidak
dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya,
atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku.
TINDAK PIDANA SIBER 26
PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

f. Offense against Intellectual Property


Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan
intelektual yang dimiliki pihak lain di Internet. Sebagai
contoh, peniruan tampilan pada web page suatu situs milik
orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di
Internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang
lain, dan sebagainya.
g. Infringements of Privacy
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan
pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi
yang tersimpan secara computerized, yang apabila
diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban
secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit,
nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan
sebagainya.
3. Karakteristik Tindak Pidana Siber
Kejahatan siber atau kejahatan di dunia maya memiliki sejumlah
karakteristik, yaitu:
a. Bersifat global dan sering kali dilakukan secara
transnasional atau melintasi batas negara sehingga sulit
untuk dideteksi dan menentukan hukum yang berlaku.
b. Tidak menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat. Oleh
karena itu, ketakutan atas kejahatan siber tidak mudah
muncul walaupun terkadang kejahatan tersebut dapat
menimbulkan kerusakan yang lebih besar dibanding
kejahatan konvensional.
c. Pelaku kejahatan siber tidak mengenal usia dan bersifat
universal. Bahkan, tak jarang di antaranya masih anak-anak
dan remaja.
d. Menggunakan teknologi informasi yang sulit dimengerti oleh
orang-orang yang tidak menguasai seluk beluk dunia siber.
e. Dapat menimbulkan kerugian material maupun nonmaterial,
seperti waktu, uang, barang, kerahasiaan informasi, bahkan
martabat dan harga diri.

TINDAK PIDANA SIBER 27


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

Rangkuman
1. Cyber law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari
cyberspace law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek
yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum
yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang
dimulai pada saat mulai “online” dan memasuki dunia cyber atau
maya.
2. Cyber law sendiri diperlukan untuk menanggulangi
kejahatan Cyber. Cyber law sendiri sangat berkaitan dengan
upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganannya.
3. Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan menurut ketentuan adalah sebagai berikut:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Perundang-undangan;
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.
4. Kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi
yang berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi ini
dikelompokkan dalam beberapa bentuk sesuai modus operandi.
5. Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik dilakukan dengan memperhatikan perlindungan
terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik,
integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem
Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat.

Latihan
1. Jelaskan pengertian tindak pidana siber !
2. Jelaskan asas tindak pidana siber !
3. Jelaskan prinsip tindak pidana siber !
4. Jelaskan tujuan tindak pidana siber !
5. Jelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan undang-
undang informasi dan transaksi elektronik !
6. Jelaskan asas dan tujuan informasi dan transaksi elektronik !
7. Jelaskan ujaran kebencian (hate speech)!
TINDAK PIDANA SIBER 28
PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

8. Jelaskan penyelenggaraan sistem elektronik !


9. Jelaskan penyelesaian sengketa !
10. Jelaskan penyidikan !
11. Jelaskan perbuatan dan ketentuan pidana informasi dan transaksi
elektronik !
12. Jelaskan pengertian tindak pidana siber !
13. Jelaskan bentuk tindak pidana siber !
14. Jelaskan karakteristik tindak pidana siber !

TINDAK PIDANA SIBER 29


PENDIDIKAN PENGEMBANGAN UMUM SEKOLAH INSPEKTUR POLISI

Anda mungkin juga menyukai