Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE DAN PUTUSAN


ARBITRASE TIDAK DAPAT DIEKSEKUSI MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA”

Disusun Oleh:
Kelompok 5

1. Azzahra Nanda E. 7. M. Sauqi Rahman


2. Sylvia Mediarti Y. 8. Jovina Nurfitriyanti
3. Alvin Ariyanto 9. Alamsyah
4. Ahmad Rizki Rifaldi 10.Muh Aini
5. Riska Dwi Saputra 11. M. Rizal Effendi
6. Hendra Agustin

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL
BANJARI
BANJARMASIN
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
penulis dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini untuk masyarakan ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
   
                                                                                     
Banjarmasin, Juli 2023

   
                                                                                              Penyusun

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
A. Pelaksanaan Eksekusi Putusan Arbitrase Menurut Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa...............3
B. Putusan Arbitrase Tidak Dapat Dieksekusi Menurut Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.............11
BAB III PENUTUP.....................................................................................................15
A. Kesimpulan........................................................................................................15
B. Saran...................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam hubungan hukum di bidang ekonomi yang bersifat global, dimana
subjek hukum tidak hanya dalam lingkup nasional melainkan sudah melewati batas
Negara (internasional), pasti tidak terlepas dari kemungkinan timbulnya sengketa.
Sengketa bisa saja muncul mengenai perbatasan, perdagangan, dan lain-lain.
Sengketa yang perlu diantisipasi tersebut adalah mengenai bagaimana cara
melaksanakan klausul-klausul perjanjian, apa isi perjanjian ataupun disebabkan hal
lainnya. Ada beberapa cara yang bisa dipilih untuk menyelesaikan sengketa tersebut,
yaitu melalui negosiasi, mediasi, pengadilan, maupun arbitrase. 1
Sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase dipandang
sebagai cara yang efektif dan adil. gian orang lebih memilih penyelesaian sengketa di
luar pengadilan. Arbitrase merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa di luar
pengadilan yang paling disukai oleh para pengusaha, karena dinilai sebagai cara yang
paling serasi dengan kebutuhan dalam dunia bisnis. Bahkan, arbitrase dinilai sebagai
suatu pengadilan pengusaha yang independen guna menyelesaikan sengketa yang
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka2 Penyelesaian sengketa melalui
arbitrase menghasilkan suatu putusan arbitrase yang bersifat final and binding, yaitu
merupakan suatu putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat
para pihak. Dengan demikian, terhadap putusan arbitrase tidak dapat diajukan upaya
hukum banding, kasasi ataupun peninjauan kembali. Hal ini merupakan salah satu
kelebihan arbitrase untuk menghindarkan sengketa yang semakin berkepanjangan.3
Di Indonesia, perangkat aturan atau ketentuan mengenai arbitrase diatur
dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999, yang mendefinisikan arbitrase sebagai

1
Adi Astiti, Nyoman. "Penyelesaian sengketa bisnis melalui lembaga arbitrase." Jurnal
Al-Qardh 3.2 (2018): 110-122.
2
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi Di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2006), hlm. 1
3
Andriansyah, Muhammad. "Pembatalan putusan arbitrase nasional oleh pengadilan
negeri." Jurnal Cita Hukum 2.2 (2014): 95197.

1
cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa4
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana Pelaksanaan Eksekusi Putusan Arbitrase Menurut Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa?
2. Bagaimana Putusan Arbitrase Tidak Dapat Dieksekusi Menurut Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Eksekusi Putusan Arbitrase Menurut Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
2. Untuk mengetahui Putusan Arbitrase Tidak Dapat Dieksekusi Menurut Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
.

4
Komar Kantaatmadja, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 200), hlm. 37.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Eksekusi Putusan Arbitrase Menurut Undang-Undang Nomor 30


Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
1. Pelaksanaan Eksekusi Putusan Nasional
Dengan dikeluarkannya UU No. 30 tahun 1999 tentangArbitrase anAlternatif
Penyelesaian Sengketa, maka pengaturan tentang pelaksanaan putusan arbitrase
nasional yang diselenggarakan secara institusional oleh BANI yang diatur dalam
Anggaran Dasar BANI maupun Peraturan Prosedur BANI tidak berlaku lagi
sepanjang telah diatur dalam UU No. 30 tahun 1999.
Dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan,
lembar asli atau salinan autentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan di
Pengadilan Negeri. PutusanArbitrase adalah bersifat final dan mempunyai
kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Dalam hal putusan tersebut tidak
dilaksanakan secara sukarela, pelaksanaan putusan dilakukan melalui perintah
Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak.
Putusan pelaksanaan diberikan waktu paling lama 30 hari sejak permohonan
eksekusi. Dalam kaitannya dengan perintah pelaksanaan eksekusi, Ketua
Pengadilan Negeri tidak berwenang menilai isi maupun pertimbangan-
pertimbangan putusan arbitrase. Ia hanya dibolehkan menolak untuk memberikan
perintah pelaksanaan atas pertimbangan bahwa putusan arbitrase telah melanggar
ketertiban umum. Perintah pelaksanaan eksekusi akan dituliskan pada lembar asli
dan salinan autentik putusan arbitrase5
Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli
pengangkatan sebagai arbiter atau salinan autentiknya kepada panitera
pengadilan negeri. Dalam hal arbiter atau kuasanya gagal menyerahkan kedua
dokumen tersebut, maka berdasarkan UU No 30 Tahun 1999 tidak dapat

5
Panjaitan, Hulman. "Pelaksanaan Putusan Arbitrase Di Indonesia." to-ra 4.1 (2018):
29-34.

3
dilaksanakan.6 Dalam hal pemberian perintah pelaksanaan, maka ketua
pengadilan negeri harus memeriksa dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi
kriteria-kriteria berikut :
a. Para pihak menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan
secara arbitrase.
b. Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase hanya sengketa
di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan
peraturan perundang-undangan
c. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang
perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan.
d. Sengketa lain yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Eksekusi putusan arbitrase akan hanya dilaksanakan jika putusan arbitrase
tersebut telah sesuai dengan perjanjian arbitrase dan memenuhi persyaratan yang
ada di undang-undang No 30 Tahun 1999 serta tidak bertentangan dengan
kesusilaan dan ketertiban umum.
Putusan Arbitrase Nasional diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 64
UU Nomor 30 Tahun 1999 yakni:
Pasal 59 UU Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa:
(1) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase
diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera
Pengadilan Negeri.
(2) Penyerahan dan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilakukan dengan pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir
atau di pinggir putusan oleh Panitera Pengadilan Negeri dan arbiter

6
Tampongangoy, Grace Henni. "Arbitrase Merupakan Upaya Hukum Dalam
Penyelesaian Sengketa Dagang Internasioanal." Lex Et Societatis 3.1 (2015).

4
atau kuasanya yang menyerahkan, dan catatan tersebut merupakan akta
pendaftaran.
(3) Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli
pengangkatan sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada Panitera
Pengadilan Negeri.
(4) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. (5) Semua biaya
yang berhubungan
Pasal 60 UU Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa putusan arbitrase
bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.
Hal ini sesuai dengan prinsip dari arbitrase yang sifat putusannya final and
binding.
Pasal 61 UU Nomor 30 Tahun 1999 menyebutkan bahwa dalam hal para
pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan
dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan
salah satu pihak yang bersengketa. Sedangan dalam Pasal 62 UU Nomor 30
Tahun 1999 dikatakan bahwa
(1) Perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diberikan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan eksekusi
didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri.
(2) Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sebelum memberikan perintah pelaksanaan, memeriksa terlebih dahulu
apakah putusan arbitrase memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5,
serta tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
(3) Dalam hal putusan arbitrase tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Ketua Pengadilan Negeri menolak
permohonan pelaksanaan eksekusi dan terhadap putusan Ketua
Pengadilan Negeri tersebut tidak terbuka upaya hukum apapun. (4)
Ketua Pengadilan Negeri tidak memeriksa alasan atau pertimbangan
dari putusan atbitrase.

5
Pasal 63 UU Nomor 30 Tahun 1999 meyatakan bahwa Perintah Ketua
Pengadilan Negeri ditulis pada lembar asli dan salinan otentik putusan arbitrase
yang dikeluarkan.
Sedangkan dalam Pasal 64 UU Nomor 30 Tahun 1999 dikatakan bahwa
putusan arbitrase yang telah dibubuhi perintah Ketua Pengadilan Negeri,
dilaksankaan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang
putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Pelaksanaan Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional
Undang Undang Arbitrase di Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 mengatur bagaiman jika suatu putusan arbitrase internasional dieksekusi di
Indonesia, di mana beberapa ketentuan pokok pengaturan oleh UndangUndang
Nomor 30 Tahun 1999 yang berhubungan dengan eksekusi terhadap suatu
putusan dari arbitrase internasional adalah sebagai berikut :7
1. Yang Berwenang Menangani Eksekusi Arbitrase Internasional
Suatu putusan arbitrase internasional harus dilaksanakan di negara di
mana pihak yang dimenangkan mempunyai kepentingan. Jika putusan
tersebut harus dilaksanakan di Indonesia, siapakah yang berwenang dan
bertanggung jawab melaksanakan putusan tersebut. Hal ini ditemukan
jawabannya dalam pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.
Disebutkan bahwa yang berwenang menangani masalah pengakuan dan
eksekusi dari putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Dalam hal ini, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan
memberikan suatu putusan Ketua Pengadilan Negeri dalam bentuk : Perintah
Pelaksanaan, yang dalam praktek dikenal dengan sebutan Eksekuatur.
2. Pelaksanaan Permohonan Putusan Arbitrase Internasional dapat
Dilaksanakan.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 menentukan bahwa suatu putusan
arbitrase internasional hanya dapat dijalankan jika putusan tersebut telah

7
Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Penyelesian Suatu Sengketa Suatu Pengantar.
(Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2002). hlm. 19

6
diserahkan dan didaftarkan kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
(Pasal 67 ayat 1). Dengan demikian, sekurangkurangnya ada 4 emapt tahap
dalam Prosedur eksekusi tersebut, yaitu sebagai berikut :
e. Tahap penyerahan dan pendaftaran putusan.
Tahap penyerahan dan pendaftaran putusan Permohonan
pelaksanaan putusan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (Pasal 67 ayat (1)
UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999)
f. Tahap permohonan pelaksanaan putusan
Tahap permohonan pelaksanaan putusan, berkas permohonan
meliputi :
a) Permohonan pelaksanaan eksekusi oleh arbiter atau kuasanya
b) Lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional,
sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah
terjemahan resminya dalam Bahasa Indonesia
c) Lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar
Putusan Arbitrase Internasional sesuai ketentuan perihal
otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya
dalam bahasa Indonesia
d) Keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di
negara tempat Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan,
yang menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian,
baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Republik
Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional. (Pasal 67 (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999)
g. Tahap perintah pelaksanaan oleh ketua Pengadilan Negeri (eksekuatur)
Dengan tahapan sebagai berikut :
a) Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengirimkan berkas
permohonan eksekusi kepada Panitera/Sekretaris Jenderal

7
Mahkamah Agung untuk memperoleh eksekuatur (Pasal 5 (2)
Perma 1/1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Asing)
b) Putusan Eksekuatur diberikan oleh Mahkamah Agung dan
pelaksanaan selanjutnya diserahkan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat
c) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan perintah eksekusi.
h. Tahap pelaksanaan putusan arbitrase.
a) Tata cara penyitaan dan pelaksanaan putusan mengikuti tata cara
sebagaimana ditentukan dalam Hukum Acara Perdata (Pasal 69
(2) UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999)
b) Pelaksanaan eksekusi selanjutnya dilimpahkan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang secara relatif berwenang
melaksanakannya. (Pasal 69 (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999)8
Untuk dapat diberikan perintah pelaksanaan (eksekuatur) terhadap
suatu putusan arbitrase internasional, harus terlebih dahulu diajukan
berkas-berkas permohonan eksekusi yang berisikan hal-hal sebagai
berikut:
c) Permohonan pelaksanaan eksekusi.
d) Lembar asli atau salinan otentik dari putusan arbirase tersebut.
e) Terjemahan resmi dari putusan aribrase ke dalam bahasa Indonesia
dari putusan tersebut.
f) Lembar asli atau salinan otentik dari kontrak yang menjadi dasar
putusan arbitrase
g) Terjemahan resmi ke dalam bahasa Indonesia dari kontrak ayang
menjadi dasar putusan arbitrase.

8
Sunarso Budi, Prasetyo, and Emi Zulaika. (2013). "Pelaksanaan Arbitrase International
di Indonesia." Skripsi. Universitas Negeri Jakarta. hlm. 19

8
h) Surat keterangan dari perwakilan diplomatik RI di negara di mana
diputuskan, yang menyatakan bahawa negara pemohon terikat pada
perjanjian, baik secara bilateral ataupun secara multilateral dengan
negara RI tentang pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
internasional9
.
Pengaturan pelaksanaan putusan arbitrase Internasional diatur dalam Pasal 65
sampai dengan Pasal 69 UU Nomor 30 Tahun 1999.
Pasal 65 UU Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa yang berwenang
menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional
adalah Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat.
Sedangkan Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa Putusan
Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum
Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase
di suatu negara yang dengan negara Indonesia terkait pada perjanjian, baik
secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan
Putusan Arbitrasi Internasional.
b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dalam huruf a terbatas pada
putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang
lingkup hukum perdagangan.
c. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya
dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak
bertentangan dengan ketertiban umum.
d. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah
memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
e. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang
menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam
sengketa, hanya dapat dilaksankaan setelah memperoleh eksekuatur dari

9
Harahap, Yahya. Arbitrase: Edisi Kedua.( Jakarta: Sinar Grafika, 2004). hlm. 17

9
Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Pasal 67 UU Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa:
(1) Permohonan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional dilakukan
setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau
kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
(2) Penyampaian berkas permohonan pelaksanaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus disertai dengan :
a. lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai
ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan
resminya dalam Bahasa Indonesia;
b. lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan
Arbitrase Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen
asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia; dan
c. keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara
tempat Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan, yang
menyatakan bahwa segera bahwa negara pemohon terkait pada
perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara
Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional.
Pasal 68 UU Nomor 30 Tahun 1999 juga menyatakan bahwa:
(1) Terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 huruf d yang mengajui dan melaksanakan
Putusan Arbitrasi Internasional, tidak dapat diajukan banding atau kasasi
(2) Terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 huruf d yang menolak untuk mengakui dan
melaksanakan suatu Putusan Arbitrase Internasional, dapat diajukan
kasasi
(3) Mahkamah Agung mempertimbangkan serta memutuskan setiap
pengajuan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dalam jangka

10
waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah permohonan kasasi
tersebut diterima oleh Mahkamah Agung.
(4) Terhadap putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
66 huruf e, tidak dapat diajukan upaya perlawanan.
Sedangkan Pasal 69 UU Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa:
(1) Setelah Ketua Pengadilan Jakarta Pusat memberikan periksa eksekusi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 maka pelaksanaan selanjutnya
dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang secara relatif
berwenang melaksanakannya.
(2) Sita eksekusi dapat dilakukan atas harta kekayaan serta barang milik
termohon eksekusi.
(3) Tata cara penyitaan serta pelaksanaan putusan mengikuti tata cara
sebagaimana ditentukan dalam Hukum Acara Perdata.
B. Putusan Arbitrase Tidak Dapat Dieksekusi Menurut Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Putusan arbitrase itu bersifat 'final" yakni sebagai putusan pertama dan
terakhir, dan mempunyai kekuatan hukum tetap secara langsung mengikat (binding)
bagi para pihak. Sebagai suatu putusan yang bersifat final, maka dengan demikian
terhadap putusan arbitrase tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum seperti
perlawanan, banding, kasasi atau peninjauan kembali. Namun, karena beberapa ha1
dimungkinkan pembatalan putusan arbitrase tersebut.10
Sebagaimana ketentuan yang tercantum dalam Pasal 62 ayat (2) UU Arbitrase,
maka alasan-alasan yang dapat digunakan oleh pengadilan (dalam hal ini ketua
pengadilan) untuk penolakan eksekusi putusan arbitrase yang secara limitative
ditentukan adalah sebagai berikut.
1. Arbiter memutus melebihi kewenangan yang diberikan kepadanya. 2. Putusan
arbitrase bertentangan dengan kesusilaan
2. Putusan arbitrase bertentangan dengan ketertiban umum.

10
Susanto, Heri. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Di Indonesia. Diss. Universitas Islam
Indonesia, 2007.hlm. 86

11
3. Keputusan tidak memenuhi syaratsyarat sebagai berikut.
- Sengketa tersebut bukan mengenai perdagangan
- Sengketa tersebut bukan mengenai hak yang menurut hukum dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
- Sengketa tersebut bukan mengenai hal-hal yang menurut
perundangundangan dapat dilakukan perdamaian.11
Kemudian dalam Pasal 62 ayat (3) disebutkan bahwa:30 Dalam hal putusan
arbitrase tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Ketua
pengadilan negeri menolak permohonan pelaksanaan eksekusi dan terhadap putusan
ketua Pengadilan Negeri tersebut tidak terbuka upaya hukum apa pun.
Pembatalan putusan arbitrase ini hanya dapat dilakukan jika terdapat "hal-ha1
yang bersifat luar biasa". Pasal 70 Undang-Undang Arbitrase menentukan bahwa
putusan arbitrase dapat dibatalkan apabila putusan tersebut diduga mengandung
unsur-unsur sebagai berikut :
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan
dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
2. Setelah putusan diambil, ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan oleh pihak lawan; atau
3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak
dalam pemeriksaan sengketa12
Jika dilihat alasan pembatalan tersebut dim, sebenarnya upaya pembatalan
tersebut bukanlah upaya hukum yang biasa, melainkan merupakan upaya hukum
yang luar biasa. Tidak sama dengan upaya banding dalam sistim peradilan biasa.
Karena itu pula, sungguhpun tidak dengan tegas-tegas disebutkan dalam Undang-
Undang, tetapi jika kita melihat kepada alasanalasan pembatalan putusan arbitrase,
maka upaya hukum pembatalan tersebut merupakan hukum memaksa yang tidak
dapat dikesampingkan oleh kedua belah pihak.

11
Suyud Margono, Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Jakarta: Ghalia
Indonesia;2004) hlm. 18
12
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
sengketa pasal 71.

12
Dengan berpedoman pada Pasal 70, Pasal 71 dan Pasal 72 beserta penjelasannya
dari Undang-Undang Arbitrase, permohonan pembatalan putusan arbitrase diajukan
kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pengajuannya disampaikan secam tertulis dalam
jangka waktu 30 hari terhitung sejak dari penyerahan dan pendaftaran putusan
arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri. Ini berarti permohonan pembatalan
hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah didaftarkan di
Pengadilan Negeri.
Ketentuan di dalam Penjelasan Umum UU Arbitrase yang menyebutkan
bahwa pembatalan putusan arbitrase "dimungkinkan karena beberapa hal, antara lain
alasan-alasan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 70, juga menunjukkan bahwa
alasan-alasan permohonan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana disebutkan di
dalam Pasal 70 bukan merupakan "satusatunya" alasan untuk membatalkan suatu
putusan arbitrase menurut UU Arbitrase. Ada alasan-alasan lain yang dapat
digunakan untuk membatalkan suatu putusan arbitrasi
Berdasarkan pasal 70 sampai dengan pasal 72 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa, mekanisme
pembatalan putusan arbitrase adalah sebagai berikut:
Pertama, Pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan negeri.
Pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri tujuannya adalah
agar terhadap putusan dapat dimintakan eksekusi apabila para pihak tidak mau
melaksanakan putusan secara sukarela. Selama belum dilakukan pendaftaran putusan
arbitrase, maka eksekusi tidak dapat diminta oleh pihak yang berkepentingan kepada
Ketua Pengadilan Negeri13
Kedua, Permohonan pembatalan putusan arbitrase diajukan secara tertulis
kepada ketua pengadilan negeri. Apabila putusan arbitrase telah didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri sebagaimana diatur dalam pasal 59 ayat (1)
UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999, maka pihak yang keberatan dapat
mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase secara tertulis dalam waktu 30
hari terhitung sejak pendaftaran putusan arbitrase di Kepaniteraan Pengadilan Negeri.

13
M. Yahya Harahap, Arbitrase (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 300.

13
Ketiga, Apabila permohonan pembatalan dikabulkan, Ketua Pengadilan
Negeri menentukan lebih lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau sebagian putusan
arbitrase. Ketua pengadilan Negeri diberi wewenang untuk memeriksa tuntutan
pembatalan putusan arbitrase jika diminta oleh para pihak, dan mengatur akibat dari
pembatalan seluruhnya atau sebagian dari putusan arbitrase tersebut. Dan ketua
Pengadilan Negeri dapat memutuskan bahwa setelah diucapkannya kata pembatalan,
maka arbiter yang sama atau arbiter lain akan memeriksa kembali sengketa
bersangkutan atau menentukan bahwa suatu sengketa tidak mungkin diselesaikan lagi
melalui arbitrasi14

14
Andriansyah, Muhammad. "Op. Cit., hlm. 18.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelaksanaan Eksekusi Putusan Arbitrase Menurut Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa diatur
dalam
 Pengaturan pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59
sampai dengan Pasal 64 UU Nomor 30 Tahun 1999
 Pengaturan pelaksanaan putusan arbitrase internasional diatur dalam Pasal
65 sampai dengan Pasal 69 UU Nomor 30 Tahun 1999.
2. Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 62 ayat (2) UU Arbitrase, maka alasan-
alasan yang dapat digunakan oleh pengadilan (dalam hal ini ketua pengadilan)
untuk penolakan eksekusi putusan arbitrase yang secara limitative ditentukan
adalah sebagai berikut: 1) Arbiter memutus melebihi kewenangan yang diberikan
kepadanya. 2) Putusan arbitrase bertentangan dengan kesusilaan. 3) Putusan
arbitrase bertentangan dengan ketertiban umum. 4) Keputusan tidak memenuhi
syaratsyarat

B. Saran
Semoga dengan adanya penulisan makalah ini pembaca dapat mengambil
manfaat. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu penulis mengharapkan saran, pendapat maupun kritikan terhadap makalah ini,
supaya makalah ini dapat disempurnakan.

15
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdurrasyid, Priyatna.(2002). Arbitrase dan Penyelesian Suatu Sengketa Suatu
Pengantar. Jakarta: PT. Fikahati Aneska
Harahap, Yahya. (2004). Arbitrase: Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika
Harahap, Yahya. (2006). Arbitrase Jakarta: Sinar Grafika
Komar Kantaatmadja. (2007). Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Soemartono, Gatot. (2006). Arbitrase dan Mediasi Di Indonesia (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Suyud Margono, (2004). Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta:
Ghalia Indonesia

Jurnal
Adi Astiti, N. (2018). Penyelesaian sengketa bisnis melalui lembaga arbitrase. Jurnal
Al-Qardh, 3(2), 110-122.
Andriansyah, M. (2014). Pembatalan putusan arbitrase nasional oleh pengadilan
negeri. Jurnal Cita Hukum, 2(2), 95197.
Panjaitan, H. (2018). Pelaksanaan Putusan Arbitrase Di Indonesia. to-ra, 4(1), 29-34.
Sunarso Budi, Prasetyo, and Emi Zulaika. (2013). "Pelaksanaan Arbitrase
International di Indonesia." Skripsi. Universitas Negeri Jakarta
Susanto, Heri. (2007). Pelaksanaan Putusan Arbitrase Di Indonesia. Diss. Universitas
Islam Indonesia
Tampongangoy, G. H. (2015). Arbitrase Merupakan Upaya Hukum Dalam
Penyelesaian Sengketa Dagang Internasioanal. Lex Et Societatis, 3(1).

Undang-Undang
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999,
TentangArbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa

16

Anda mungkin juga menyukai