Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“PENELITIAN DAN UJI TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN”

Dosen Pembimbing : Drs. Abdullah MF , M. Kes

Disusun Oleh:

Nama :Muhammad Lutfi


NPM : 2007010060
Kelas : NON REG FKM BJB

PROGRAM STUDY S-1 KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL
BANJARI
BANJARMASIN
2023
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, penulis
ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada-Nya atas limpahan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya bagi masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah disusun dengan penuh dedikasi dan mendapat
bantuan dari berbagai pihak yang turut membantu kelancaran penulisannya. Oleh
karena itu, penulis ingin mengungkapkan terima kasih kepada semua yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan
baik dalam susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, penulis dengan
senang hati menerima saran dan kritik dari pembaca guna memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Terakhir, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
dan inspirasi bagi pembaca serta masyarakat secara keseluruhan.

   
                                                                                     
Banjarmasin, Juli 2023

   
                                                                                              Penyusun

2
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR...................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................2
A. Pencemaran Udara...............................................................................................2
B. Sumber Pencemaran Udara..................................................................................2
1. Nitrogen Oksida (NOx)...................................................................................5
2. Belerang Oksida (SOx)...................................................................................8
3. Partikel............................................................................................................8
4. Logam Berat Timbal (Pb)...............................................................................9
C. Pencemaran Udara dan Respon Tanaman..........................................................10
1. Kerusakan Makrokopis.................................................................................11
2. Kerusakan Anatomi Daun.............................................................................12
3. Kerusakan Klorofil........................................................................................14
D. Sumber Timbal (Pb) dan Pencemarannya di Udara...........................................15
E. Sumber Timbal (Pb) dan Pencemarannya di dalam Tanaman...........................17
BAB III PENUTUP.......................................................................................................1
A. Kesimpulan..........................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................2

3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pencemaran udara, yang juga dikenal sebagai polusi udara, merujuk pada
keberadaan bahan atau zat asing dalam udara yang menyebabkan perubahan dalam
komposisi udara dari kondisi normalnya. Pencemaran udara disebabkan oleh berbagai
jenis zat kimia, baik yang berdampak langsung maupun tidak langsung, dan seiring
waktu, dapat semakin mengganggu kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan.
Pencemaran udara dapat berbentuk partikel padat, seperti debu yang terbawa angin,
asap dari industri dan kendaraan bermotor, serta hasil pembusukan sampah organik.
Selain itu, pencemaran udara juga dapat berbentuk cairan dan gelombang.
Pencemaran cairan mencakup air hujan dan bahan kimia yang dominan seperti ozon
dan CO2, sedangkan pencemaran udara dalam bentuk gelombang meliputi kebisingan
yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Pencemaran udara yang melebihi batas
wajar akan memiliki dampak terhadap makhluk hidup di bumi ini, oleh karena itu
penting untuk memahami dampak-dampak apa saja yang ditimbulkan oleh
pencemaran udara, terutama terhadap tumbuhan. Pembahasan dalam makalah ini
hanya membatasi dampak pencemaran udara dalam bentuk cairan (gas dan fitotoksik)
terhadap tumbuhan.
2. Tujuan Penulisan.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang dihasilkan oleh
pencemaran udara dalam bentuk cairan terhadap tumbuhan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pencemaran Udara
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup (KEPMEN KLH) No. Kep.02/Men-KLH/1988, pencemaran udara dapat
diartikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain ke dalam udara, serta perubahan tatanan udara akibat aktivitas
manusia atau proses alam, yang mengakibatkan penurunan kualitas udara hingga
tingkat tertentu sehingga udara tidak dapat berfungsi sesuai dengan tujuannya.
Menurut Wardhana (1995), udara yang bersih yang dihirup oleh hewan dan
manusia adalah gas yang tidak terlihat, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak
terasa. Namun, udara yang benar-benar bersih sulit ditemukan terutama di kota-
kota besar dengan keberadaan industri dan lalu lintas yang padat.
Udara yang mengandung zat pencemar dalam hal ini disebut sebagai
udara tercemar. Udara tercemar dapat merusak lingkungan dan kehidupan
manusia, mengurangi daya dukung alam terhadap kehidupan, dan pada akhirnya
mengurangi kualitas hidup manusia secara keseluruhan. Pencemaran udara
memiliki konsekuensi ekonomi, dan informasi yang akurat tentang tingkat gas
fitotoksik dalam udara yang tercemar masih kurang (Fitter dan Hay, 1994).
Konsentrasi pencemaran udara di suatu tempat tertentu akan tergantung pada
banyak faktor lingkungan, termasuk jarak dari sumber pencemar, topografi,
ketinggian dari permukaan laut (altitude), hujan, radiasi matahari, arah, dan
kecepatan angin.
2. Sumber Pencemaran Udara
Sumber utama pencemaran udara berasal dari transportasi, terutama
kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar yang mengandung zat
pencemar. Sekitar 60% dari pencemar yang dihasilkan terdiri dari karbon
monoksida, dan sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon (Fardiaz, 1992). Sumber-
sumber pencemar lainnya meliputi pembakaran, proses industri, pembuangan
limbah, dan lain-lain.

2
Di beberapa daerah perkotaan, kendaraan bermotor menyumbang 85%
dari total pencemaran udara yang terjadi. Kendaraan bermotor merupakan sumber
pencemar yang bergerak, menghasilkan pencemar seperti karbon monoksida,
hidrokarbon yang tidak terbakar sempurna, nitrogen oksida (NOx), sulfur oksida
(SOx), dan partikel. Pencemaran udara yang umum dijumpai dalam jumlah yang
terlihat di berbagai tempat, terutama di kota-kota besar, menurut Hasketh dan
Ahmad dalam Purnomohadi (1995) antara lain adalah:
1. Nitrogen Oksida (NOx) - senyawa gas yang terdiri dari gas nitrit oksida
(NO), nitrogen oksida (NO2), dan berbagai jenis oksida lainnya dalam
jumlah yang lebih sedikit. Gas NO tidak berwarna dan tidak berbau,
sedangkan gas NO2 berwarna coklat kemerahan, berbau tidak sedap, dan
cukup menyengat. Berbagai jenis NOx dihasilkan dari proses pembakaran
bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar fosil lainnya pada suhu
tinggi, yang dilepaskan ke lingkungan melalui cerobong asap pabrik-
pabrik di kawasan industri. Gas NOx ini berbahaya bagi kesehatan
manusia dan hewan, serta dapat merusak hasil panen di sektor pertanian.
2. Belerang Oksida (SOx) - terutama belerang dioksida (SO2) dan belerang
trioksida (SO3), adalah senyawa gas berbau tidak sedap yang banyak
ditemukan di kawasan industri yang menggunakan batubara dan kayu
sebagai bahan bakar utama. Belerang oksida juga dihasilkan oleh aktivitas
vulkanik, erupsi gunung berapi, sumber belerang alami (sulfatar), sumber
air panas, dan uap panas alami (fumarol). Oksida belerang ini merupakan
penyebab utama karat pada logam karena reaktif terhadap berbagai jenis
logam (membentuk senyawa logam sulfida). Selain itu, oksida belerang
juga mengganggu kesehatan terutama pada indra penglihatan dan saluran
pernapasan. Di sektor pertanian, gas-gas belerang oksida ini dapat
merusak hasil panen.
3. Partikel-partikel - dapat berasal dari asap yang dihasilkan oleh
pembakaran kayu, sampah, batubara, kokas, dan bahan bakar minyak yang
membentuk jelaga. Partikel-partikel ini juga dapat berupa debu halus dan

3
kasar yang berasal dari kegiatan manusia dan alam. Ukuran partikel
menjadi sifat yang penting, berkisar antara 0,0002 mikron hingga 500
mikron. Partikel-partikel ini dapat berbentuk partikel tersangga
(suspended particulate) yang bisa bertahan di udara mulai dari beberapa
detik hingga beberapa bulan, tergantung pada kondisi dinamika atmosfer.
Menurut Kozak dan Sudarmo dalam Purnomohadi (1995), terdapat dua
bentuk emisi dari unsur atau senyawa pencemar udara:
1. Pencemar Udara Primer (Primary Air Pollution): Ini adalah emisi
langsung dari unsur-unsur pencemar udara ke atmosfer dari sumber-
sumber diam dan bergerak. Pencemar udara primer ini memiliki waktu
paruh yang lama di atmosfer, seperti CO, CO2, NO2, SO2, CFC, Cl2,
partikel debu, dan lain-lain.
2. Pencemar Udara Sekunder (Secondary Air Pollution): Ini adalah emisi
pencemar udara yang terjadi sebagai hasil dari proses fisik dan kimia di
atmosfer, terutama melalui reaksi fotokimia, yang umumnya bersifat
reaktif dan mengalami transformasi fisik-kimia menjadi unsur atau
senyawa lain. Bentuk dan sifat pencemar ini berbeda setelah emisinya dan
setelah berada di atmosfer, seperti ozon (O3), aldehida, hujan asam, dan
sebagainya.
Berdasarkan penyebaran spasialnya, sumber pencemar udara dapat
diklasifikasikan menjadi sumber titik, sumber wilayah, dan sumber garis.
Sementara itu, berdasarkan sumber emisinya, emisi pencemar udara dapat
dibedakan menjadi sumber diam dan sumber bergerak. Sumber diam
umumnya terkait dengan kegiatan industri dan rumah tangga (pemukiman),
meskipun beberapa ahli menganggap pemukiman sebagai sumber pencemar
udara non titik (non-point sources). Sumber bergerak utamanya adalah
kendaraan bermotor yang terkait dengan transportasi.
Senyawa-senyawa pencemar udara dapat dibagi menjadi tiga kelompok
berdasarkan sifatnya, seperti yang dijelaskan oleh Meetham (1981):
1. Senyawa yang bersifat reaktif.

4
2. Partikel-partikel halus yang tersuspensi di udara dalam jangka waktu
yang lama.
3. Partikel-partikel kasar yang cepat jatuh ke permukaan tanah.
Beberapa senyawa pencemar udara tersebut meliputi SO2, SO3, CO,
ammonia (NH3), asam hidroklorida, senyawa fluor, dan unsur radioaktif.
Partikel-partikel halus terutama terbentuk dari pembakaran bahan bakar yang
tidak sempurna, sedangkan partikel-partikel kasar umumnya terdiri dari
senyawa organik. Senyawa SO2, asap, dan debu dapat dianggap sebagai
prototipe senyawa pencemar udara lainnya.

3. Nitrogen Oksida (NOx)


Nitrogen Oksida (NOx) adalah kelompok gas di atmosfer yang sering
ditemui sebagai pencemar udara. Kelompok gas ini terdiri dari gas nitrit
oksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), dan bentuk-bentuk lain dari
nitrogen oksida. NOx dapat dihasilkan melalui proses alami seperti
pencahayaan, kebakaran hutan, dan aktivitas mikroorganisme. Di daerah
perkotaan, emisi NOx terutama berasal dari pembakaran bahan bakar dan
bahan organik lainnya, baik dari sumber statis maupun sumber bergerak.
Penyebaran dan konsentrasi gas NOx di lingkungan perkotaan
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1. Topografi lokal, terutama adanya gedung-gedung tinggi yang
membentuk canyon, yang dapat meningkatkan kadar NO2 secara lokal
terutama di sisi jalan.
2. Keadaan meteorologi, seperti inversi suhu di atas kota yang dapat
mengurangi tinggi campuran udara dan meningkatkan kadar NO2.
Sebagian NO di atmosfer akan berubah menjadi NO2 melalui proses
fotolisis, yang merupakan hasil interaksi dengan sinar matahari. Secara
ringkas, tahap-tahap reaksi fotolisis dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. NO2 menyerap energi sinar matahari ultraviolet.

5
2. Energi tersebut memecah molekul NO2 dan atom oksigen (O) yang
sangat reaktif.
3. Atom oksigen ini berinteraksi dengan oksigen bebas di udara (O2),
membentuk ozon (O3) sebagai pencemar udara sekunder.
4. Ozon akan bereaksi dengan NO, membentuk NO2 dan O2, dan reaksi
ini berlangsung secara terus-menerus.
Daur ini tidak berpengaruh jika tidak ada reaktan lain, sehingga
konsentrasi NO dan NO2 tetap stabil karena O3 dan NO yang terbentuk
akan hilang dengan jumlah yang seimbang. NO akan dengan cepat
berubah menjadi NO2 dibandingkan dengan kecepatan disosiasi NO2
menjadi NO dan O, sehingga ozon (O3) dapat terakumulasi di atmosfer.
Oleh karena itu, gas NOx (terutama NO2) dianggap sebagai pencemar
udara penting yang berkontribusi terhadap senyawa oksidasi lain seperti
O3.
Konsentrasi NOx dalam udara berubah-ubah sepanjang waktu
tergantung pada paparan sinar matahari dan sumber pencemar. Perubahan
konsentrasi NOx dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Konsentrasi NO dan NO2 stabil, dengan sedikit peningkatan pada
dini hari.
2. Antara pukul 06.00 hingga 08.00, konsentrasi NO meningkat
karena aktivitas manusia seperti lalu lintas dan operasional pabrik,
mencapai nilai tertinggi hingga 2 ppm.
3. Dengan terbitnya matahari, NO primer berubah menjadi NO2
sekunder, dan konsentrasinya dapat meningkat hingga 0,5 ppm.
4. Seiring penurunan konsentrasi NO, konsentrasi O3 meningkat,
mencapai kurang dari 0,1 ppm.
5. Pada saat intensitas energi matahari menurun (antara pukul 17.00
hingga 20.00), konsentrasi NO kembali meningkat.

6
6. O3 yang terakumulasi sepanjang hari akan bereaksi dengan NO,
sehingga konsentrasi NO meningkat sedangkan konsentrasi O3
menurun.
Rata-rata waktu tinggal NO2 di atmosfer sekitar tiga hari, sementara
NO memiliki waktu tinggal rata-rata sekitar empat hari, berdasarkan
kecepatan emisi NOx. Lama waktu tinggal ini menyebabkan reaksi
fotokimia menghilangkan NOx tersebut. Akibatnya, pencemaran NOx
dapat berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang berinteraksi dengan
lingkungan dan terendapkan sebagai garam nitrat dalam air hujan atau
debu.
Selain NOx, belerang oksida (SOx) juga merupakan pencemar udara
penting. SOx terutama disebabkan oleh gas SO2 yang memiliki bau yang
tajam dan tidak dapat terbakar di udara, serta SO3 yang tidak reaktif.
Kedua gas ini merupakan sumber pencemar yang terkait dengan aktivitas
manusia, seperti pembakaran bahan bakar yang mengandung belerang dan
batubara. Kehadiran SO2 dan H2SO4 di udara dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti jumlah uap air, waktu tinggal pencemar belerang, jumlah
partikel atau unsur katalis, intensitas cahaya matahari,dan jumlah emisi
total SOx dari semua sumbernya. Konsekuensi dari keberadaan senyawa
belerang di udara, baik dalam bentuk SOx maupun H2SO4, antara lain
adalah:
1. Terbentuknya hujan asam di daerah yang tercemar oleh senyawa
belerang.
2. Adanya proses korosi pada logam dan penghitaman permukaan
bangunan yang mengandung kapur atau marmer.
3. Interaksi belerang dengan logam berat yang membentuk logam sulfida
(misalnya PbS) karena afinitas belerang terhadap logam berat relatif
tinggi. Hal ini dapat menyebabkan kontaminasi logam berat pada
lingkungan.

7
Proses biologis juga dapat menghasilkan jumlah NO yang signifikan,
tetapi karena penyebarannya merata secara regional atau global, tidak
menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah emisi NOx yang
dihasilkan oleh aktivitas manusia yang tersebar di udara hanya dalam
wilayah yang terbatas, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan
konsentrasi di lingkungan sekitar.

4. Belerang Oksida (SOx)


Kehadiran SO2 dan H2SO4 di udara dipengaruhi oleh beberapa
faktor, termasuk jumlah uap air, durasi dan waktu keberadaan pencemar
belerang, jumlah partikel atau unsur katalis, intensitas cahaya matahari,
dan total emisi SOx dari semua sumber. Dampak lebih lanjut dari senyawa
belerang di udara, baik dalam bentuk SOx maupun H2SO4, termasuk:
1. Terbentuknya hujan asam di daerah yang tercemar oleh senyawa
belerang.
2. Keberadaan senyawa belerang, baik dalam bentuk hujan asam maupun
bukan, dapat menyebabkan proses korosi pada logam dan perubahan
warna pada permukaan bangunan yang mengandung kapur atau
marmer.
5. Karena afinitas belerang terhadap logam-logam berat relatif tinggi,
campuran senyawa belerang dengan cemaran logam berat (seperti Pb)
dapat membentuk logam sulfida (PbS). Oleh karena itu, cemaran
logam berat tersebut mudah mengendap dan dapat berinteraksi dengan
berbagai jenis permukaan.

3. Partikel
Partikel merujuk pada benda padat atau cair yang tersebar dalam media
gas atau udara tanpa memiliki kecepatan jatuh yang signifikan. Partikel
atau debu dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan komposisi
kimianya, yaitu partikel mineral dan organik. Sumber pencemaran partikel
berasal dari industri, pembakaran bahan bakar fosil oleh kendaraan

8
bermotor, badai pasir, pembakaran hutan, dan letusan gunung berapi.
Ukuran partikel yang ada di udara bervariasi, mulai dari 0,0005 hingga
500 dm, di mana partikel terkecil dapat hilang karena gerakan Brown dan
partikel yang lebih besar akan jatuh karena pengaruh gravitasi.
Pencemaran oleh partikel dapat menyebabkan beberapa masalah, antara
lain:
1. Mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan.
2. Partikel tertentu memiliki kemampuan mencemari udara dengan
penyebaran yang luas, seperti Be, Pb, Cr, Hg, Ni, dan Mn.
3. Partikel dapat menyerap gas, sehingga meningkatkan efek berbahaya
dari komponen gas tersebut.

6. Logam Berat Timbal (Pb)


Bahan tambahan yang mengandung timbal pada bahan bakar
premium dan fremix digunakan sebagai cairan anti letupan (anti knocking
agent) yang mengandung scavenger kimiawi. Fungsi utamanya adalah
mengurangi fenomena letupan selama proses pemampatan dan
pembakaran di dalam mesin. Bahan yang umum digunakan adalah
tetrametil Pb atau Pb (C2H5)4, tetrametil Pb, atau kombinasi dari
keduanya. Biasanya, etilen di bromida (C2H4Br2) dan dikhlorida
(C2H4Cl2) ditambahkan agar dapat bereaksi dengan sisa senyawa Pb yang
tertinggal di dalam mesin setelah pembakaran bahan anti letupan.
Komposisi umum bahan tambahan tersebut terdiri dari 62%
tetrametil Pb, 18% etilen bromida, 18% etilen dikhlorida, dan 2% bahan
tambahan lainnya. Dalam berbagai senyawa sisa yang mengandung
timbal, emisi senyawa PbBrCl dan PbBrCl2PbO adalah yang paling
dominan, mencapai 32,0% dan 31,4% dari total Pb yang terlepas sesaat
setelah mesin kendaraan bermotor dihidupkan, serta 12,0% dan 1,6% dari
total Pb setelah 18 jam mesin dihidupkan.

9
Penelitian tentang pencemaran udara oleh Kozak pada tahun 1993
menunjukkan dugaan emisi timbal sebesar 73.154,42 ton pada tahun 1991,
dengan sebagian besar emisi berasal dari sektor transportasi (98,61%) dan
sektor industri (1,39%). Emisi timbal dari rumah tangga dan pemusnahan
sampah dianggap tidak signifikan.
Menurut Smith pada tahun 1981, logam berat dalam jumlah besar
dapat terasosiasi dengan tumbuhan tinggi. Beberapa logam berat
diperlukan sebagai unsur mikro (seperti Fe, Mn, dan Zn), sementara fungsi
logam berat lainnya dalam metabolisme tumbuhan belum sepenuhnya
dipahami (seperti Pb, Cd, Ti, dan lain-lain). Semua logam berat tersebut
berpotensi mencemari tumbuhan. Pencemaran logam berat dapat
menyebabkan gejala seperti klorosis, nekrosis, kerusakan pada ujung dan
sisi daun, serta busuk pada daun yang lebih awal. Kandungan timbal di
udara dipengaruhi oleh volume atau kepadatan lalu lintas, jarak dari jalan
raya dan daerah industri, percepatan mesin, dan arah angin. Sedangkan
tingginya kandungan timbal pada tumbuhan juga dipengaruhi oleh
sedimentasi. Beberapa tumbuhan tingkat tinggi relatif lebih tahan terhadap
partikel timbal daripada alga, tetapi dapat mengalami kerusakan dengan
konsentrasi yang rendah dan menyebabkan nekrosis pada jaringan.
Sebagai contoh, tumbuhan Vicia faba sangat sensitif terhadap pencemaran
udara setelah 24 jam.
7. Pencemaran Udara dan Respon Tanaman
Dalam keadaan pencemaran udara, baik secara individual maupun
dalam kombinasi, akan menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi pada
tanaman yang kemudian akan tercermin dalam gangguan pertumbuhan
(Kozlowski, 1991). Pencemaran tersebut akan mempengaruhi tingkat
biokimia sel dan diikuti oleh perubahan fisiologi pada tingkat individu hingga
komunitas tanaman. Selain itu, pencemaran udara juga dapat mempengaruhi
tanaman dalam hal-hal berikut:

10
1. Pertumbuhan: Banyak literatur yang menunjukkan bahwa berbagai jenis
pencemar udara dan air, baik secara individual maupun dalam kombinasi,
dapat mengurangi pertumbuhan kambium, akar, dan bagian reproduksi
tanaman.
2. Pertumbuhan akar: Pencemar gas maupun partikel dapat mengurangi
pertumbuhan bibit tanaman, dan tingkat pengurangan ini bervariasi
tergantung pada konsentrasi dan durasi paparan. Beberapa studi
menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi pada pohon dewasa juga dapat
terpengaruh. Sebagai contohnya, beberapa jenis tanaman mengalami
penurunan pertumbuhan tinggi yang disebabkan oleh pencemar seperti
SO2, NO2, dan partikel.
3. Pertumbuhan daun: Pohon yang terpapar oleh pencemaran udara dapat
mengalami penurunan luas daun dan densitas daun karena terbentuknya
daun yang lebih sedikit dan percepatan proses absisi daun. Sebagai
contoh, SO2 dapat mengurangi berat dan luas daun pada tanaman.

1. Kerusakan Makrokopis
Pencemaran atmosfer dapat merusak tumbuhan dalam beberapa
cara yang merugikan. Kerusakan akibat pencemaran sering
diklasifikasikan sebagai akut, kronis, atau tersembunyi (Muud, 1975).
Pada kerusakan akut, daun dapat mengalami penurunan kadar air,
mengering, dan berubah warna menjadi putih seperti gading pada sebagian
besar spesies tanaman, namun pada beberapa spesies, daun dapat berubah
menjadi coklat atau merah kecoklatan. Kerusakan ini disebabkan oleh
penyerapan gas pencemar udara yang cukup untuk membunuh jaringan
dengan cepat.
Kerusakan kronik ditandai dengan kuningnya daun yang kemudian
berlanjut hingga memutih karena kerusakan klorofil dan karotenoid yang
banyak. Kerusakan kronik disebabkan oleh penyerapan gas pencemar
udara dalam jumlah yang tidak cukup untuk menyebabkan kerusakan akut,

11
atau dapat disebabkan oleh penyerapan gas dalam konsentrasi subletal
dalam jangka waktu yang lama (Muud, 1975).
Beberapa polutan sekunder diketahui sangat merusak tanaman.
Percobaan yang dilakukan dengan mengasapi tanaman menggunakan NO2
menunjukkan adanya bintik-bintik pada daun jika konsentrasi 1,0 ppm
digunakan, sedangkan dengan konsentrasi yang lebih tinggi (3,5 ppm atau
lebih), terjadi nekrosis atau kerusakan pada jaringan daun.
Pencemaran oleh sulfur oksida, terutama disebabkan oleh dua
komponen gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan sulfur
trioksida (SO3), yang secara kolektif disebut sebagai belerang oksida
(Sox). Seperti halnya dengan gas lainnya, kerusakan tanaman akibat SOx
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu konsentrasi SOx dan durasi kontak.
Kerusakan akut terjadi jika terjadi kontak dengan konsentrasi
tinggi SOx dalam waktu singkat, dengan gejala beberapa bagian daun
menjadi kering dan mati, dan biasanya warnanya memudar. Kontak
dengan konsentrasi rendah SOx dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan kerusakan kronis, yang ditandai dengan kuningnya daun
karena terhambatnya pembentukan klorofil. Kerusakan akut pada tanaman
disebabkan oleh kemampuan tanaman untuk mengubah sulfur dioksida
yang diabsorpsi menjadi asam sulfat dan kemudian menjadi sulfat. Garam-
garam sulfat tersebut mengumpul di ujung atau tepi daun. Sulfat yang
terbentuk pada daun bersatu dengan sulfat yang diabsorpsi melalui akar,
dan jika akumulasi pencemaran udara cukup tinggi, terjadi gejala kronis
yang ditandai dengan gugurnya daun. Dengan demikian, klorosis atau
nekrosis akan terjadi pada jaringan antara tulang daun, terutama pada
bagian pucuk atau tepi daun.

2. Kerusakan Anatomi Daun


Jaringan anatomi daun pada tumbuhan dikotil terdiri dari
sekelompok sel yang memiliki bentuk hampir sama. Jaringan ini terdiri

12
dari epidermis atas dan bawah, serta jaringan mesofil yang terdiri dari
jaringan palisade dan jaringan bunga karang. Epidermis melapisi
permukaan atas dan bawah daun dan berlanjut ke epidermis batang.
Lapisan mesofil merupakan bagian utama untuk proses fotosintesis.
Lapisan palisade adalah bagian daun yang mengandung kloroplas paling
banyak, dan memiliki pengaruh terbesar terhadap fotosintesis. Kerusakan
pada jaringan mesofil, terutama pada jaringan palisade, akibat pencemaran
udara akan berdampak besar pada aktivitas fotosintesis tanaman.
Kerusakan akibat pencemaran dapat diklasifikasikan menjadi akut,
kronis, atau tersembunyi (Muud, 1975). Pada kerusakan akut, daun
mengalami plasmolisis, granulasi, kerusakan sel, disintegrasi, dan
perubahan pigmen jaringan. Kerusakan ini terjadi akibat absorpsi gas
pencemar dalam konsentrasi tinggi yang menyebabkan kerusakan jaringan
dengan cepat. Kerusakan kronis ditandai dengan perubahan warna daun
menjadi kuning hingga putih karena kerusakan klorofil dan karotenoid.
Kerusakan kronis disebabkan oleh penyerapan gas pencemar udara dalam
konsentrasi subletal dalam jangka waktu yang lama.
Dalam beberapa kasus, kerusakan pada tumbuhan oleh
pencemaran udara dapat terjadi secara tersembunyi, di mana dampak
fisiologis pada tanaman terjadi sebelum terlihat kerusakan fisik.
Kerusakan tersembunyi ini dapat menyebabkan penurunan kemampuan
tanaman dalam menyerap air, pertumbuhan sel yang lambat, atau
pembukaan stomata yang tidak sempurna. Kerusakan tersembunyi juga
dapat menyebabkan penurunan luas daun total tanaman akibat
terhambatnya pertumbuhan dan perluasan daun serta peningkatan jumlah
daun yang gugur. Hal ini secara langsung atau tidak langsung akan
mengurangi tingkat fotosintesis. Beberapa perubahan histologis yang
umum terjadi akibat pencemaran udara adalah plasmolisis, granulasi,
kerusakan sel, dan perubahan warna sel menjadi lebih gelap.

13
Pencemar debu di udara dapat menutupi stomata pada permukaan
daun, yang menghambat proses transpirasi. Bahan kimia berupa gas,
seperti SO2, dapat masuk melalui stomata dan mempengaruhi komposisi
cairan sel, menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Pada tanaman
berdaun lebar, baik SO2 maupun HF dapat menyebabkan kerusakan sel
bunga karang, diikuti oleh stomata pada permukaan bawah yang
terhubung dengan epidermis, dan kerusakan kloroplas serta jaringan
palisade. Jaringan vaskular juga dapat rusak akibatnya (Ormond, 1978).
Studi mengenai pengaruh fumigasi SO2 terhadap tanaman
menunjukkan bahwa pembengkakan dalam tilakoid merupakan salah satu
efek utama SO2 pada tanaman. Awalnya, pembengkakan ini bersifat
reversibel tergantung pada dosis yang digunakan. Beberapa
pembengkakan menunjukkan tanda-tanda kekacauan ionik dan penurunan
pH yang terlalu cepat. Kerusakan daun biasanya terjadi pada bagian
mesofil, dan ada hubungan antara kerusakan daun tersebut dengan jumlah
kendaraan yang melepaskan gas SOx, NOx, dan partikel. Daun menjadi
bagian yang paling terpengaruh karena sebagian besar polutan udara
mempengaruhi tanaman melalui daun, terutama melalui proses difusi
molekuler melalui stomata.

3. Kerusakan Klorofil
Penghambatan fotosintesis sering dianggap sebagai salah satu
dampak utama SO2 terhadap tanaman dan kloroplas. Kloroplas dianggap
sebagai tempat terjadinya gangguan yang disebabkan oleh SO2 atau
produknya dalam bentuk larutan. Stroma kloroplas umumnya memiliki pH
yang lebih tinggi dari 7 (mendekati 9 saat terkena cahaya terang) dan
dalam kondisi ini, sulfit terbentuk dengan melepaskan bisulfit saat terjadi
ionisasi sulfur dalam larutan. Oleh karena itu, pengaruh sulfit sering
dikaitkan dengan aktivitas belerang dioksida dalam kloroplas. Namun, jika

14
pH rendah, senyawa sulfur lebih mudah masuk sebagai larutan belerang
dioksida.
Pengaruh SO2 terhadap pigmen fotosintesis sangat signifikan.
Kerusakan klorofil terjadi pada lumut setelah terpapar SO2 dengan dosis 5
ppm selama 24 jam. Pada konsentrasi tinggi ini, molekul klorofil
terdegradasi menjadi phaeophytin dan Mg2+. Dalam proses ini, atom
magnesium (Mg2+) dalam molekul klorofil digantikan oleh dua atom
hidrogen, yang mengubah karakteristik spektrum cahaya dari molekul
klorofil. Oleh karena itu, kandungan klorofil sering digunakan sebagai
indikator pencemaran udara, terutama SO2. Pada lumut yang sensitif,
paparan kronis dengan konsentrasi rendah SO2 (0,01 ppm) dapat
menyebabkan hilangnya klorofil.
Untuk melindungi daun dari kerusakan akibat pencemaran udara,
lapisan lilin daun berperan penting. Lilin secara fisiologis ada di
permukaan daun untuk mengurangi kehilangan uap air, mengendalikan
pertukaran gas, mengurangi pelepasan nutrisi dan metabolit, serta
berfungsi sebagai penghalang reaktif terhadap polutan seperti SO2, NO2,
dan O3. Lilin daun merupakan bagian penting dari daun yang dapat rusak
lebih mudah akibat angin, abrasi, gesekan, dan interaksi kimia dengan
polutan. Kerusakan lilin daun dapat membuat daun menjadi lebih rentan
terhadap pencemaran. Morfologi dan distribusi lilin pada daun
dipengaruhi oleh pencemaran udara. Kerusakan pada permukaan daun,
terutama pada daun lebar, dapat terjadi akibat hujan asam dengan pH 3-3,5
dan konsentrasi sulfat sebesar 500 mol/liter, sementara nitrat tidak
memiliki pengaruh yang signifikan (Cape, 1993).
4. Sumber Timbal (Pb) dan Pencemarannya di Udara
Timbal (Pb) secara alami terdapat dalam berbagai bentuk mineral
seperti sulfida timbal, karbonat timbal, sulfat timbal, dan klorofosfat timbal.
Kandungan timbal dalam batuan kerak bumi bervariasi. Batuan eruptif seperti
granit dan riolit memiliki kandungan timbal sekitar 200 ppm, sedangkan

15
batuan intermedier seperti andesit memiliki kandungan timbal sekitar 20 ppm,
dan batuan metamorfosa seperti schist serta batuan sedimen seperti liat
memiliki kandungan timbal sekitar 15-20 ppm. Batu pasir (sandstone) dan
batu kapur (limestone) memiliki kandungan rata-rata timbal sekitar 7-10 ppm.
Timbal digunakan dalam berbagai keperluan karena sifat-sifatnya, seperti titik
leleh yang rendah, kemudahan dalam membentuk, dan sifat kimianya yang
melindungi logam dari pengaruh udara lembab. Namun, timbal juga dianggap
sebagai logam berat yang berbahaya, setelah merkuri.
Sumber utama pencemaran udara oleh timbal adalah asap kendaraan
bermotor. Pembakaran bahan bakar seperti bensin merupakan penyebab utama
polusi udara di daerah perkotaan, dengan sekitar 60-70% zat pencemar berasal
darinya. Sekitar 52% pencemaran timbal berasal dari aditif bahan bakar,
sementara 48% pencemaran timbal lainnya terkait dengan bahan pelindung
kabel, zat pewarna dalam cat, campuran logam, dan bahan stabilisator dalam
plastik dan karet.
Bahan aditif adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam bahan
bakar untuk meningkatkan kualitasnya. Timbal sering ditambahkan sebagai
bahan aditif untuk memperbaiki kualitas mesin. Jumlah timbal yang
ditambahkan ke dalam bensin berbeda-beda di setiap negara. Di Indonesia,
setiap liter bensin premium dengan nilai oktana 87 dan bensin super dengan
nilai oktana 98 mengandung sekitar 0,70-0,84 gram senyawa tetraetil dan
tetrametil timbal, sehingga sekitar 0,56-0,63 gram senyawa timbal dilepaskan
ke udara setiap liter bensin yang digunakan.
Beberapa faktor mempengaruhi konsentrasi timbal di udara, seperti
waktu, suhu, kecepatan emisi, ukuran dan bentuk partikel timbal, kepadatan
timbal, parameter meteorologi seperti kecepatan angin, turbulensi,
kelembaban, jarak pengambilan contoh dari sumber pencemar, dan topografi
setempat seperti lembah atau bukit yang dapat mempengaruhi penyebaran
pencemaran udara.

16
Partikel timbal yang dilepaskan oleh kendaraan bermotor memiliki
ukuran antara 0,08 hingga 1,00 mikrometer dan dapat tinggal di udara selama
4-40 hari. Masa tinggal yang lama ini memungkinkan partikel timbal tersebar
oleh angin hingga mencapai jarak 100-1000 kilometer dari sumbernya. Di
alam, terdapat sekitar 200 jenis mineral timbal, namun hanya beberapa yang
penting seperti galena (PbS), rusit (PbCO3), dan anglesit (PbSO4). Galena
adalah sumber utama ekstraksi timbal. Bijih timbal dapat berubah menjadi
karbonat atau sulfat karena proses pelapukan. Timbal juga dapat ditemukan
bersama dengan seng dalam batuan spalerit, dan dengan tembaga dalam
kalkopirit, serta berisomorf dengan ion-ion kalium (K), stronsium (Sr), barium
(Ba), tembaga (Cu), dan natrium (Na) dalam berbagai batuan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas maksimum
penyerapan timbal oleh manusia dewasa sebesar 400-450 mikrogram/hari.
Penyebaran bahan pencemar di udara sangat dipengaruhi oleh cuaca. Angin
dapat mengencerkan pencemaran udara, namun juga dapat menyebarkannya
secara horizontal ke daerah yang jauh dari sumbernya.
5. Sumber Timbal (Pb) dan Pencemarannya di dalam Tanaman
Dalam kebanyakan kasus pencemaran udara, timbal dapat
menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi pada tanaman. Meskipun
timbal bukan unsur esensial bagi tanaman, kandungannya dalam tanaman
secara normal berkisar antara 0,5-3,0 ppm. Namun, untuk tanaman tertentu,
tingkat keracunan timbal sangat tinggi, bahkan tanaman tersebut mungkin
tidak menunjukkan gejala keracunan dan tetap terlihat sehat, tetapi tetap
berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kandungan timbal dalam
tanaman meliputi durasi kontak tanaman dengan timbal, kandungan timbal
dalam tanah, morfologi dan fisiologi tanaman, umur tanaman, serta faktor-
faktor lingkungan seperti kepadatan tanaman penutup dan jenis tanaman di
sekitarnya. Timbal dapat masuk ke dalam tanaman melalui akar dan daun.
Partikel timbal yang masuk ke dalam jaringan daun disebabkan oleh ukuran

17
stomata yang cukup besar dibandingkan dengan ukuran partikel timbal.
Setelah masuk ke dalam tanaman, timbal akan diikat oleh membran sel,
mitokondria, dan kloroplas.
Pencemaran udara oleh timbal dapat menghambat proses fotosintesis
secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini disebabkan oleh kerusakan
atau hilangnya jaringan yang berperan dalam fotosintesis, serta gangguan
pada pembukaan stomata. Akibatnya, luasan daun pada tanaman yang terkena
pencemaran udara akan mengalami penurunan, pertumbuhan dan perluasan
daun terhambat, dan jumlah daun yang gugur meningkat.
Kandungan timbal dalam tanaman dapat dipengaruhi oleh lokasi
tanaman tersebut, terutama jika tanaman tumbuh di sepanjang jalan raya yang
padat lalu lintas. Namun, keberadaan timbal dalam tanah tidak selalu
berpengaruh langsung terhadap kandungan timbal dalam jaringan tanaman.
Timbal yang teremisi oleh kendaraan berbentuk senyawa yang tidak larut
dalam air, sehingga tingkat kontaminasi timbal dalam tanah tidak selalu
berhubungan dengan kandungan timbal dalam tanaman yang tumbuh di
atasnya.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pencemaran udara, baik secara individu maupun kombinasi, menyebabkan
kerusakan dan perubahan fisiologi tanaman yang berdampak pada pertumbuhan
dan kesehatannya. Hal ini terjadi melalui perubahan biokimia sel dan dapat
mempengaruhi seluruh aspek pertumbuhan tanaman, termasuk pertumbuhan akar
dan daun. Gejala yang tampak meliputi kerusakan makroskopis daun, kerusakan
klorofil, dan perubahan anatomi daun. Timbal, sebagai zat pencemar udara,
memiliki sifat racun terhadap manusia dengan dampak pada kalsium dan sistem
enzim dalam tubuh. Proses masuknya timbal ke dalam tubuh manusia melibatkan
fungsi kinetik seperti absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Oleh karena
itu, penting untuk mengurangi emisi zat pencemar udara guna menjaga kesehatan
ekosistem dan manusia secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Aubert, H. dan M. Pinta. 1997. Trace Element in Soils. Elsevier Scientific Publ. Co.,
New York.
Burau, R. G. 1982. Lead, pp. 347-365. In A.L. Page (Ed.). Method of Soils Analysis.
The University of Wisconsin. Madison.
Cape, J. N. 1993. Direct Damage to Vegetation Caused by Acid Rain and Polluted
Cloud: Definition of Critical Levels for Forest Trees. Env. Pollut. 82. Elsevier
Science Publisher Ltd. England. pp. 167-180.
Chang, W. C. 1975. Fluorides. In Responses of Plant to Air Pollution. Academic
Press. New York.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.
Fergusson, Jack E. 1991. The Heavy Elements: Chemistry, Environmental Impact
and Health Effects. Pergamon Press, Oxford-NY-Seoul-Tokyo.
Giddings, J. C. 1973. Chemistry, Mans and Environmental Changes: An Integrated
Approach. Canfield, San Francisco, New York.
Jones, L. H. P. dan S. C. Jarvis. 1981. The Fate of Heavy Metals In Greenland, D.J.
and M. H. Bird (eds). The Chemistry of Soils Process. John Wiley and Sons.
New York.
Kozak, J.H. 1993. Air Quality Standards in Indonesia. EMDI Project. No. 30 p. 70.
Kozlowski, T.T. P.J. Kramer. S.G. Pallardy. 1991. The Physiological Ecology of
Woody Plants. Academic Press Inc. London.
Meetham, A. R. 1981. Atmospheric Pollution; Its Origin and Prevention. 3rd Ed.
Pergamon Press. New York.
Metcalf dan Eddy. O 1978. Waste Water Engineering. McGraw Hill Publishing Co.,
New Delhi.
Mudd, J.B. 1975. Sulfur Dioxide; Response of Plant to Air Pollution. Academic
Press. London.
Owen, O. S. 1980. Natural Resources Conservation. McMillan Publ. Co., New York.
Purnomohadi, S. 1995. Peran Ruang Terbuka Hijau Dalam Pengendalian Kualitas
Udara di DKI Jakarta. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Rustiawan, A. 1994. Kandungan Logam Berat Timah Hitam Pada Komoditi Buah-
Buahan dan Sayuran di DKI Jakarta. Tesis S2 Program Pasca Sarjana IPB.
Saeni, M. S. 1995. The correlation between the concentration of heavy metals (Pb, Cu
and Hg) in the environment and in human hair. Buletin Kimia 9: 63-70.
Saeni, M.S. 1997. Penentuan Tingkat Pencemaran Logam Berat dengan Analisis
Rambut. Orasi Ilmiah. Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Lingkungan. Fakultas
Matematika dan IPA. IPB. Bogor.
Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.
Suratin. 1991. Studi Kerusakan Anatomi Daun Bauhinia purpurea Sebagai Tanaman
Tepi Jalan di Kota Bogor. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas
Kehutanan. IPB. Bogor.
Tsalev, D. L. dan Z. K. Zaprianov. 1985. Atomic Spectroscopy Occupation and
Environmental Health. CRC Press, Inc. Florida.
Wardhana, W. A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta.
WHO. 1995. Environmental Health Criteria 165. Inorganic Lead. Finland.
Widiriani, R. 1996. Kandungan Timbal Pada Tanaman Teh dan Tanah di Perkebunan
Gunung Mas Bogor. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Zubayr, M. 1994. Struktur Anatomi Lima Jenis Daun di Jalan Iskandardinata
KotaMadya Bogor. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas
Kehutanan. IPB. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai