Oleh :
RAHMAWATI
NIM : 20201900038
i
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS
Disusun oleh :
RAHMAWATI
NIM : 20201900038
i
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Disusun oleh :
RAHMAWATI
NIM : 20201900038
Dipertahankan di Depan Tim Penguji Tanggal :
14 Agustus 2021
Tim Penguji:
1. Ketua
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Teknik
ii
MOTTO
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan
baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Jazakallahu Khairan
iv
KAJIAN PENEMPATAN LOKASI BANGUNAN PENGENDALI
SEDIMEN (CHECK DAM) UNTUK MENJAGA USIA GUNA
BENDUNGAN
(Studi Kasus : Bendungan Tapin, Kabupaten Tapin, Provinsi
Kalimantan Selatan)
Rahmawati1, M. Faiqun Ni’am2, Rachmat Mudiyono3
1
Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Islam Sultan Agung
2&3
Dosen Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Islam Sultan Agung
ABSTRAK
Sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material
organik yang terbawa hanyut dan bergerak mengikuti arah aliran air sungai.
Sedimen akan mengendap di hilir suatu DAS. Begitu juga dengan di bendungan,
sedimen akan mengendap sehingga mempengaruhi tampungan dan mempengaruhi
usia guna bendungan. Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun akan
sebanding dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan baik untuk pemukiman
maupun pertanian sehingga lahan hutan akan terjarah dan mengalami penyusutan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan kajian penempatan
bangunan pengendali sedimen atau check dam. Besarnya sedimentasi dipengaruhi
oleh besaran erosi. Studi ini bertujuan untuk memprediksi besarnya sedimen dari
awal pembangunan Bendungan Tapin (2014) hingga sekarang (2020),
menempatkan bangunan pengendali sedimen di lokasi yang sesuai dan efisien serta
mengkaji aspek hidrolis dari bangunan pengendali sedimen.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data
curah hujan, peta jenis tanah, peta kontur, peta penggunaan lahan, desain tipikal
check dam, serta data studi terdahulu. Data primer yang dibutuhkan berupa data
penampang sungai untuk ditempatkan check dam. Data-data tersebut akan dianalisa
menggunakan beberapa metode. Analisa peta-peta menggunakan Arc GIS, analisa
erosi dan sedimentasi dianalisa menggunakan aplikasi Arc SWAT. Analisa
pemilihan lokasi check dam AHP (Analytical Hierarchy Process) Expert Choice.
Dari hasil analisa erosi pada DAS Tapin rata-rata pada Kelas Berat yaitu
>180 ton/ha/tahun. Perubahan nilai sedimentasi dari perencanaan bendungan
sampai sekarang yaitu 1.6 mm/th menjadi 1.8 mm/th, keduanya termasuk dalam
kelas baik karena <2 mm/th. Oleh karena itu perlu adanya penempatan dan
pemilihan lokasi check dam untuk menangani masalah tersebut. Dari analisa
pemilihan prioritas lokasi check dam dapat diketahui bahwa lokasi yang paling tepat
dan paling optimal untuk ditempatkan check dam adalah pada Sub DAS 1. Pada
Sub DAS tersebut, debit banjir rancangan untuk Q50 tahun menggunakan metode
ITB-2 sebesar 41,34 m3/detik. Aspek hidrolis check dam pada Sub DAS 1 yaitu
dengan disesuikan dengan penampang sungai yang ada maka dihasilkan sediment
inflow sebesar 6.592,05 m3/tahun dan tampungan kapasitas tampungan 49.132,00
m3 dengan tinggi bangunan 3.75 meter dan lebar ambang pelimpah 20 meter.
v
STUDY ON THE PLACEMENT OF SEDIMENT CONTROL
BUILDING LOCATIONS (CHECK DAM) TO PRESERVE THE
USEFUL LIFE OF THE DAM
(Case Study: Tapin Dam, Tapin Regency, South Kalimantan Province)
ABSTRACT
vi
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
(Rahmawati)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir atau Tesis dengan judul “KAJIAN PENEMPATAN
LOKASI BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN (CHECK DAM) UNTUK
MENJAGA USIA GUNA BENDUNGAN (Studi Kasus : Bendungan Tapin,
Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan)” dapat diselesaikan.
Tesis ini penulis susun dengan harapan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan khususnya informasi tentang pengelolaan atau konservasi berupa
bangunan sipil yaitu check dam di daerah aliran sungai terutama untuk menjada usia
guna Bendungan Tapin.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
pohak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini, yaitu :
1. Ir. M. Faiqun Ni’am, MT, Ph.D dan Ir. H. Rachmat Mudiyono, MT, Ph.D,
selaku dosen pembimbing atas arahan,, kritik dan sarannya selama penelitian
dan penyusunan tesis;
2. Dr. Ir. Kartono Wibowo, MM, MT selaku dosen pembanding pada seminar hasil
tesis ini yang telah memberikan ktirik dan masukan yang membangun terhadap
tesis ini;
3. Dr. Henny Pratiwi Adi, ST, MT dan Dr. Abdul Rochim, ST, MT selaku dosen
penguji tesis ini yang telah memberikan ktirik dan masukan yang membangun
terhadap tesis ini;
4. Ir. H. Rachmat Mudiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Islam
Sultan Agung Semarang; Prof. Dr. Ir. S. Imam Wahyudi, DEA selaku Ketua
Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Islam Sultan Agung
Semarang beserta Bapak/ Ibu Dosen dan staf administrasi atas dukungan dan
fasilitasnya selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini;
5. Orang tua dan segenap keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungan;
6. PT. Virama Karya (Persero) yang telah memberikan dukungan dan fasilitasnya
selama perkuliahan dan penyusunan tesis;
viii
7. Semua pihak yang telah membantu, teman-teman kantor, teman-teman MTS
Angkatan 42 yang saling memberi semangat dalam penyusunan tesis ini;
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk kebaikan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya di bidang sumberdaya air dalam ilmu Teknik Sipil.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
x
2.10. Kajian Terdahulu ................................................................................ 30
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 36
3.1. Lokasi Penelitian .................................................................................... 36
3.2. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 38
3.3. Metode Pengolahan Data ........................................................................ 39
3.4. Metode Analisis Data ............................................................................. 40
3.5. Tahapan Penelitian ................................................................................. 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 45
4.1. Gambaran Umum Lokasi Kajian ............................................................ 45
4.2. Analisa Erosi .......................................................................................... 45
4.2.1. Curah Hujan .................................................................................... 45
4.2.2. Slope................................................................................................ 48
4.2.3. Krakteristik Jenis Tanah .................................................................. 52
4.2.4. Penggunaan Lahan .......................................................................... 56
4.2.5. Analisa Erosi dan Sedimentasi metode SWAT ............................... 61
4.3. Penentuan Lokasi Check Dam ................................................................ 66
4.3.1. Pemilihan lokasi berdasarkan erosi ................................................. 66
4.3.2. Pemilihan Prioritas lokasi dengan AHP Expert Choice .................. 67
4.4. Analisa Debit Banjir Rancangan ............................................................ 75
4.4.1. Curah Hujan Rencana ..................................................................... 75
4.4.2. Debit Banjir Rancangan HSS ITB-2 ............................................... 79
4.5. Aspek Hidrolis Check Dam .................................................................... 82
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 85
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 85
5.2. Rekomendasi .......................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 87
LAMPIRAN .................................................................................................. Lamp-2
xi
DAFTAR TABEL
xii
Tabel 4. 22 Urutan prioritas lokasi check dam secara keseluruhan...................... 74
Tabel 4. 23 Luas Sub DAS 5 ranking teratas ....................................................... 74
Tabel 4. 24 Jarak Sub DAS dengan Bendungan Tapin dari Sub DAS 5 ranking
teratas ............................................................................................... 75
Tabel 4. 25 Data Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Sta. Tapin Utara .... 75
Tabel 4. 26 Curah hujan maksimum tahunan ....................................................... 76
Tabel 4. 27 Dispersi curah hujan rata-rata............................................................ 77
Tabel 4. 28 Dispersi curah hujan rata-rata untuk Log .......................................... 77
Tabel 4. 29 Tabel Persyaratan Metode Sebaran ................................................... 78
Tabel 4. 30 Perhitungan sebaran hujan penentuan nilai Cs Metode Log Pearson
Type III............................................................................................. 79
Tabel 4. 31 Perhitungan sebaran hujan Metode Log Pearson Type III ................ 79
Tabel 4. 32 Debit Banjir Rencana Sub DAS 1 Metode HSS ITB-2 ..................... 81
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
akan mengendap di sepanjang bendungan yang akan menaikkan elevasi dasar
waduk atau terjadi gradasi yaitu kenaikan dasar waduk akibat muatan sedimen yang
dibawa oleh aliran sungai (Pranowo, 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi usia
guna bendungan adalah tampungan waduk, erosi dan sedimentasi, curah hujan,
penggunaan lahan di hulu DAS, slope dan kegiatan konservasi di hulu DAS. Dalam
kajian ini tidak semua parameter tersebut dianalisa secara detail.
Sedimen yang masuk ke dalam Bendungan Tapin berasal dari Daerah Aliran
Sungai Tapin. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan catchmen area yang
terletak di bagian hulu, berperan penting dalam menangkap dan menyediakan
sumberdaya air. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu daerah yang
dikepung oleh punggung-punggung bukit dan merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungai yang melaluinya kemudian mengalir keluar dalam
satu outlet.
Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun akan sebanding dengan
meningkatnya kebutuhan akan lahan baik untuk pemukiman maupun pertanian
sehingga lahan hutan akan terjarah dan mengalami penyusutan. Perubahan kawasan
hutan untuk pemukiman warga maupun lahan pertanian khususnya di daerah hulu
suatu DAS yang merupakan daerah catchment area akan berdampak negatif
terhadap sumberdaya lahan dan air. Lahan hutan yang berfungsi sebagai daerah
resapan air menjadi kawasan pemukiman yang kedap air menyebabkan
berkurangnya area resapan sehingga menimbulkan limpasan permukaan.
Berkurangnya area resapan air di bagian hulu DAS akan berkorelasi terhadap
tingginya limpasan permukaan dan jika limpasan ini tidak dapat ditampung lagi
oleh badan sungai akan menyebabkan bencana banjir di bagian tengah, hilir bahkan
hulu DAS. Selain itu, pengelolaan lahan pertanian yang intensif dan tidak
mengindahkan konsep konservasi terutama dibagian hulu DAS akan berdampak
pada degradasi lahan yakni erosi yang mana akan menyebabkan berkurangnya
solum tanah dan tingginya sedimentasi sehingga bidang olah tanah akan berkurang
dan terjadi pendangkalan sungai ataupun waduk.
Berdasarkan studi terdahulu tentang Perubahan Tutupan Lahan Dan
Lingkungan di Provinsi Kalimantan Selatan yang disusun oleh BPPT tahun 2010,
2
terjadi perubahan tata guna lahan di Kalimantan Selatan dari tahun 2004 hingga
2007. Perubahan lahan terjadi terutama karena semakin luasnya daerah
pertambangan dan perkebunan. Sehingga terjadi penurunan pada luas hutan, rawa
dan areal penggunaan lain. Adanya pembukaan lahan untuk pertambangan,
perumahan dan perkebunan pada daerah aliran sungai (DAS) dapat menambah
potensi timbulnya erosi di hulu sungai dan sedimantasi serta banjir pada kawasan
hilir.
Berdasarkan data Badan Statistik Kabupaten Tapin tahun 2019, jumlah
penduduk Kabupaten Tapin mengalami pertumbuhan penduduk tiap tahunnya.
Sehingga perlu dilakukan kajian dampak perubahan tata guna lahan pada DAS
Tapin terutama di daerah hulu atau catchment area yang diindikasikan melalui
besarnya erosi dan sedimentasi. Akses dan kemudahan di area Bendungan Tapin
menjadi proyeksi pertumbuhan penduduk di wilayah hulu dan pembukaan lahan
untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Oleh adanya kondisi tersebut perlu adanya upaya untuk menjaga usia guna
bendungan sesuai rencana. Upaya tersebut dapat bersifat teknis, kimiawi dan
vegetatif. Salah satu penanganan yang dapat digunakan dalam waktu singkat yaitu
dengan teknis pembangunan bangunan pengendali (BPS) sedimen berupa Check
dam. Check dam biasanya dibangun pada catchment area yang kecil karena
mempunyai tampungan yang kecil dan umur layanan yang sangat pendek. Check
dam merupakan bangunan yang mempunyai fungsi menampung atau menahan
sedimen dalam jangka waktu sementara maupun tetap, serta air harus melewati
melalui mercu tubuh bangunan. Check dam juga digunakan untuk mengatur
kemiringan dasar sungai sehingga mencegah terjadinya penggerusan yang
membahayakan stabilitas bangunan di sepanjang sungai (Michalec, 2014).
Penempatan lokasi BPS harus tepat agar bangunan dapat berfungsi secara
efektif menampung sedimen. Penentuan lokasi harus mempertimbangkan beberapa
faktor kondisi eksisting antara lain besanya erosi, slope, penutupan lahan, dan
manajemen yang ada. Berdasarkan Peraturan Dirjen DAS dan Perhutanan Sosial
No. P.4/V-SET/2013 kriteria penentuan lahan kritis untuk pendekatan penentuan
lokasi bangunan pengendali sedimen yaitu penutupan lahan dengan bobot 30%,
3
lereng dengan bobot 20% dan erosi dengan bobot 50%. Besarnya bobot
menentukan besarnya pengaruh terhadap potensi lokasi.
Oleh karena itu perlu adanya kajian terkait penentuan lokasi check dam.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan lokasi BPS yang
tepat dalam upaya untuk menjaga usia guna Bendungan Tapin sesuai dengan
perencanaan bendungan.
4
2. Menempatkan bangunan pengendali sedimen di lokasi yang sesuai dan
efisien sesuai kriteria-kriteria sesuai peraturan yang ada.
3. Mengkaji aspek hidrolis dari bangunan pengendali sedimen.
1.6. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini dilakukan antara lain :
1. Ada perubahan besarnya sedimentasi dari rencana pembangunan
Bendungan Tapin (2014) hingga sekarang (2019).
2. Lokasi bangunan pengendali sedimen yang tepat dan desain disesuaikan
dengan pedoman yang berlaku.
3. Aspek hidrolis dari bangunan pengendali sedimen sesuai kondisi lapangan
dan disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan material erosi yang masuk ke
dalam aliran sungai sehingga membentuk dataran aluvial. Pengendapan tersebut
termasuk dalam proses yang mengganggu aliran sungai, karena endapan tersebut
menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan air yang melewati sungai
tersebut. Oleh karena itu, bisa terjadi air sungai meluber ke sekitar badan sungai.
Pengendapan sedimen di waduk-waduk akan mengurangi volume efektifnya
(Soemarto, 1995) karena sedimen dengan ukuran butiran halus akan diendapkan
pada Dam atau Bendungan yang sudah ada dan masuk pada area yang disebut Low
Water Level, sedangkan butiran kasarnya akan di endapkan di bagian hulu.
Sejumlah erosi dimana dapat mengalami proses erosi secara penuh hingga
mencapai titik kontrol dinamakan hasil sedimen (sediment yield). Hasil sedimen
tersebut dinyatakan dalam satuan berat (ton) atau satuan volume (m) dan juga
merupakan fungsi luas daerah pengaliran. Dengan kata lain hasil sedimen
merupakan besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah
tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu (Asdak, 2007).
Hasil dari proses sedimentasi, hanya sebagian aliran sedimen di sungai yang
diangkut keluar dari DAS, sedangkan yang lain mengendap di lokasi tertentu dari
sungai (Suhartanto, 2001). Sedimen yang merupakan hasil erosi bergerak
menempuk jarak pendek maupun panjang sebelum akhirnya diendapkan.
Pengendapan tersebut terjadi di suatu lahan dengan sebagian lagi di bagian yang
lebih datar atau yang sebagian lain masuk ke sungai. Persamaan umum untuk
menghitung sedimentasi suatu DAS belum tersedia, untuk lebih memudahkan
dikembangkan pendekatan berdasarkan luas area. Rasio sedimen terangkut dari
keseluruhan material erosi tanah disebut Nisbah Pelepasan Sedimen (Sediment
Delivery Ratio/SDR) yang merupakan fungsi dari luas area. Perhitungan Nisbah
Pelepasan Sedimen (Sediment Delivery Ratio) atau cukup dikenal dengan SDR
6
adalah perhitungan untuk memperkirakan besarnya hasil sedimen dari suatu daerah
tangkapan air.
Penentuan nilai besarnya SDR dianggap penting untuk menentukan
prakiraan yang realistis dari besarnya sedimen total berdasarkan perhitungan erosi
total di daerah tangkapan air. Perhitungan ini tergantung dari faktor- faktor yang
mempengaruhi, hubungan antara besarnya hasil sedimen dan besarnya erosi total
yang berlangsung di daerah tangkapan air umumnya bervariasi. Variasi tersebut
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain : sumber sedimen, jumlah sedimen,
sistem transpor, tekstur partikel-partikel tanah yang tererosi, lokasi deposisi
sedimen dan karateristik DAS (Asdak, 2007).
Sedang cara lain untuk menentukan besarnya SDR adalah dengan
menggunakan persamaan :
............................................... 2.1
7
Sedimentasi yang dihasilkan di suatu daerah aliran tertentu dapat ditentukan
dengan pengukuran pengangkutan sedimen terlarut (suspended sediment) pada titik
kontrol dari alur sungai. Sedimen yang sering dijumpai dalam sungai yang terlarut
maupun tidak terlarut, keduanya merupakan hasil dari pelapukan batuan induk yang
dipengaruhi faktor lingkungan terutama perubahan iklim. Hasil pelapukan batuan-
batuan tersebut dikenal sebagai partikel-partikel tanah, oleh karena itu pengaruh
dari tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan terutama di daerah tropis,
partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan terangkut ke tempat yang lebih
rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai dan dikenal sebagai sedimen.
Adanya proses transport sedimen akan terjadi pendangkalan-pendangkalan dan
terbentuk tanah-tanah baru di pinggir-pinggir sungai dan delta-delta sungai.
Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi
mineral dari bahan induk yang menyusunnya dikenal berbagai jenis sedimen
seperti pasir, liat dan lainnya tergantung pada ukuran partikelnya. Menurut
ukurannya, sedimen dibedakan menjadi beberapa jenis seperti pada Tabel 2.2
(Asdak, 2007).
Tabel 2. 2. Jenis Sedimen Berdasarkan Ukuran Partikel
Jenis Sedimen Ukuran Partikel (mm)
Liat < 0.039
Debu 0.039 - 0.0625
Pasir 0.0625 - 2.00
Pasir Besar 2.00 - 64
Sumber : Asdak, 2007
Kecepatan aliran sungai pada badan sungai biasanya lebih besar
dibandingkan dengan di tempat dekat permukaan tebing ataupun dasar sungai. Pada
pola aliran sungai yang tidak menentu (turbulance flow) tenaga momentum yang
diakibatkan oleh kecepatan aliran yang tak menentu tersebut akan dipindahkan ke
arah aliran air yang lebih lambat oleh gulungan-gulungan air yang berawal dan
berakhir secara tidak menentu juga. Gulungan-gulungan aliran air akan
mengakibatkan terjadinya bentuk perubahan dari tenaga kinetis yang dihasilkan
oleh adanya gerakan aliran sungai menjadi tenaga panas, yang berarti bahwa ada
tenaga yang hilang akibat gerakan gulungan aliran air tersebut. Namun ada juga
8
sebagian tenaga kinetis yang bergerak ke dasar aliran sungai yang memungkinkan
terjadinya gerakan partikel-partikel besar sedimen yang berada di dasar sungai dan
dikenal sebagai sedimen merayap (Asdak, 2007).
Sedimentasi merupakan proses terkikisnya butiran tanah yang berpengaruh
penting terhadap perencanaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan
sumber daya air. Angkutan sedimen yang terdapat di dalam waduk dapat diuraikan
berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :
Wash load ialah material berupa butiran halus yang mempunyai ukuran
berbeda-beda dalam bentuk lempung maupun debu yang terbwa arus sungai
(Rouf, 2004). Partikel tersebut terbawa energi air maupun angin dan mengendap
ke dalam cekungan seperti waduk maupun dasar sungai (Mardjikoen, 1987).
Suspended load merupakan sedimen yang berupa partikel halus yang
posisinya berada melayang yaitu tidak menyentuh dasar dan tidak berada di
permukaan air sungai. Sedimen ini sering disebut sedimen layang. Sedimen ini
dipengaruhi oleh kecepatan air dan daya turbulensi air dari bawah (Kironoto,
2001).
Bed load terdiri dari partikel- partikel agresif yang bergerak di sejauh serta
secara totalitas dekat dengan dasar sungai. Gerakan- gerakan partikel dasar
ialah ciri dari Bed load, gerakan tersebut bisa beralih, menggelinding, ataupun
meloncat- loncat, hendak namun tidak sempat lepas dari dasar sungai. Sedimen
9
sangat bergantung pada debit aliran yang terjalin di wilayah aliran sungai
(Mardjikoen, 1987). Sebaran konsentrasi sedimen adalah sebagai berikut :
2.2. Erosi
Erosi merupakan peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau sebagian dari
tanah dari satu tempat ke tempat yang lain, baik disebabkan oleh pergerakan air
maupun angin (Arsyad, 1989). Sedangkan sedimentasi merupakan proses lanjutan
dari hasil erosi yaitu pengendapan di jaringan dan lahan atau tempat tertentu. Erosi
dan Sedimentasi saling berkaitan karena prosen saling berkelanjutan, yaitu proses
terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material
tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material
yang terdapat di tempat lain (Suripin, 2002).
Erosi dan sedimentasi dapat terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
menurut Suripin (2002) faktor-faktor tersebut adalah karakteristik hujan,
kemiringan lereng, tanaman penutup dan jenis tanah terkait kemampuan tanah
untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal. Dampak dari erosi
10
dan sedimentasi tanah dapat menyebabkan endapan material di sungai sehingga
dapat mengurangi kapasitas penampung sungai.
11
Gambar 2. 3. Skema perhitungan erosi dengan MUSLE
12
Tabel 2. 3 Kelas Kondisi Tanah
𝟏𝟎𝟎
𝑺 = 𝟐𝟓. 𝟒 ( 𝑪𝑵 − 𝟏𝟎) …………………………………………… (2.4)
Dimana:
Qsurf = Akumulasi aliran permukaan
Rday = Hujan harian
Ia = Abstraksi awal
S = Retensi
CN = Curve Number
Abstraksi awal oleh SCS CN diperkirakan memiliki nilai 0.2 sehingga rumus
SCS-CN menjadi seperti dibawah ini.
𝟐
(𝐑 𝐝𝐚𝐲 −𝟎.𝟐)
𝐐𝐬𝐮𝐫𝐟 = (𝐑 …………………………………………… (2.5)
𝐝𝐚𝐲 +𝟎.𝟖𝐒)
13
Erosi dan hasil sedimen dihitung dengan menggunakan model Modified
Universal Soil Loss Equation (MUSLE). Prinsip kerja MUSLE berbeda dengan
USLE. Perhitungan erosi yang dihasilkan oleh USLE diperhitungkan berdasarkan
curah hujan. MUSLE tidak memperhitungkan curah hujan sebagai sumber energi
erosi namun menggunakan intensitas limpasan untuk mensimulasikan proses erosi
dan pembentukan sedimen.
𝐒𝐄𝐃 = 𝟏𝟏. 𝟖(𝐐𝐬𝐮𝐫𝐟 ∗ 𝐪𝐩𝐞𝐚𝐤 ∗ 𝐀𝐫𝐞𝐚𝐇𝐑𝐔 )𝟎.𝟓𝟔𝐊 𝐔𝐒𝐋𝐄 ∗ 𝐂𝐔𝐒𝐋𝐄 ∗ 𝐏𝐔𝐒𝐋𝐄 ∗ 𝐋𝐒𝐔𝐒𝐋𝐄 ∗
𝐂𝐅𝐑𝐆 ……………………………………………………..…………… (2.6)
Dimana:
SED = Total sedimen pada outlet DAS
Qsurf = Akumulasi surface runoff
qpeak = Debit puncak
AreaHRU = Luas area HRU
K USL = Erodibilitas tanah
C USLE = Faktor penutup lahan
P USLE = Faktor konservasi lahan
LS USLE = Faktor topografi
CFRG = Faktor pecahan batuan kasar
14
layanan waduk. Jika daya tampung tersebut penuh dalam waktu singkat maka
bendungan tidak dapat berfungsi, oleh karena itu perlu adanya upaya
pengendalian sehingga operasional waduk atau bendungan tetap terjaga.
2. Distribusi sedimen
Metode yang digunakan untuk memperkirakan umur layanan waduk yaitu
The Empirical Area Reduction. Kesimpulan dari 30 waduk yang disurvei di
tempat yang berbeda-beda dengan metode prediksi bagaimana distribusi
sedimen di dalam waduk pada masa yang akan datang. Acuan ini berdasarkan
hubungan antara fungsi luas genangan denga elevasi genangan dan kapasitas
tampung matinya. Dasar elevasi yang diambil adalah elevasi pintu pengambilan
sebagai acuan. Sehingga apabila elevasi pintu pengambilan akan dicapai oleh
elevasi endapan sedimen, maka kegiatan operasional waduk akan terganggu,
dan akhirnya secara teknis akan mengakibatkan waduk tidak dapat berfungsi
sama sekali.
15
juga merupakan potensi sedimen yang masuk ke dalam check dam. Komposisi
material sedimen bervariasi di beberapa tempat yaitu dapat berupa pasir halus, pasir
kasar, pasir kerikil, maupun batuan, hal ini menunjukan bahwa proses pengendapan
sedimen tergantung pada gradasi, yang meliputi variasi ukuran, kepadatan, bentuk,
dan kebulatan butiran. Proses pengendapan sedimen pada suatu tampungan sangat
dipengaruhi oleh penampang sungai dan kecepatan arus (Michalec, 2014).
16
5. Faktor-faktor lainnya
Faktor lain yang mesti dipertimbangkan adalah penggunaan lahan disekitar
bangunan, kemungkinan pengembangan daerah di sekitar check dam, perubahan
morfologi sungai dan sebagainya.
Berdasarkan Peraturan Dirjen DAS dan Perhutanan Sosial No. P.4/V-SET/2013
kriteria penentuan lahan kritis untuk pendekatan penentuan lokasi bangunan
pengendali sedimen. Penentuan lokasi check dam dilihat dari bobot kondisi per sub
das yang ada, antara lain besarnya erosi, kondisi penutupan lahan dan slope.
Sedangkan untuk desain check dam disesuaikan dengan kondisi lapangan dan debit
banjir di sub das tersebut.
17
Sumber : Kusrini, 2007
Gambar 2. 4. Struktur Bagan AHP
18
Asdak (2010) mendefinisikan DAS adalah daerah tangkapan secara
topografik dibatasi punggung dan bukit yang menampung air dan dialirkan ke
sungai dan laut. Pengelolannya dipengaruhi oleh aktivitas manusia.
Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2012 tentang pengelolaan Daerah
aliran sungai (DAS), menyatakan bahwa Daerah Aliran Sungai merupakan suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya. DAS mempunyai fungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami. DAS merupakan satu kesatuan
ekosistem yang ada di dalam pemisah topografis bukan hanya di badan sungai.
Pemisah topografis di darat berupa daerah yang paling tinggi biasanya punggung
bukit yang merupakan batas antara satu DAS dengan DAS lainnya.
2.9. Hidrologi
2.9.1. Hujan Wilayah
Data yang dibutuhkan adalah data curah hujan rata-rata di daerah yang
bersangkutan. Titik point sebagai pengamat hujan berupa stasiun-stasiun
hujan. Tujuan mencari hujan rata-rata adalah mengubah hujan titik (point
rainfall) menjadi hujan wilayah (regional rainfall) atau mencari suatu nilai
yang dapat mewakili pada suatu daerah aliran, yaitu (Triatmodjo, 2008) :
a. Cara Rata-rata Aljabar
Cara ini merupakan perhitungan rata-rata hujan secara aljabar biasa,
dengan cara menjumlahkan sesuai data yang ada dari sejumlah stasiun
hujan untuk waktu tertentu kemudian dibagi dengan jumlah stasiun hujan
tadi. Lebih jelasnya diformulasikan di bawah ini.
R1 R2 R3 .......... .......... .... RN
R ………………….2.2
N
dimana :
R1, R2, R3,...,RN = Besarnya Curah Hujan (mm),
N = Jumlah Pos Pengamatan.
19
b. Cara Poligon Thiessen
Metode ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang (weighted
mean). Cara ini digunakan untuk proporsi luasan pengaruh pos penakar
hujan akibat jarak yang tidak seragam. Diasumsikan bahwa variasi hujan
antara pos pengamatan yang satu dengan pos pengamatan lainnya adalah
linier dan bahwa sembarang pos pengamatan dianggap dapat mewakili
kawasan terdekat.
Langkah-langkah dalam menggunakan metode ini adalah sebagai
berikut :
1) Memplotkan peta DAS dan lokasi penakar hujan, kemudian membuat
garis penghubung antar pos hujan.
2) Menarik garis tegak lurus tepat di tengah-tengah tiap garis penghubung
shingga membentuk poligon thiessen. Kemudian setiap titik mempunyai
wilayah pengaruh dari setiap pos hujan. Curah hujan tersebut dianggap
menjadi representasi hujan pada kawasan pada luasan tersebut.
Batas P.
P.
A
A A
A
P.
P.
Gambar 2. 5 Metode Poligon Thiessen
3) Mengukur poligon luas setiap sub DAS dan menjumlahkan semua luas
poligon.
4) Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan persamaan berikut :
n
P A P A .... PnAn
PA i i
P 1 1 2 2 i 0
n ……………………… 2.3
A1 A2 .... A3
A
i 0
i
Di mana P1, P2, …., Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos
penakar hujan 1, 2, …., n. sedangkan A1, A2, …., An adalah luas
20
areal poligon 1, 2, …., n. serta n adalah banyaknya pos penakar
hujan.
c. Cara Isohyet
Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan
hujan rata-rata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Metode ini
memperhitungkan pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan secara aktual.
Metode ini terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut :
Intensitas curah hujan diplot pada peta.
Intensitas hujan dengan nilai yang sama dihubungkan dengan garis
kontur.
Luas antar dua garis isohyet dihitung dan kemudian dikalikan dengan
rata-rata hujan antar dua garis tersebut.
Hitung hujan rata-rata DAS dengan persamaan berikut :
P P P P P P
A1 1 2 A2 2 3 .... An 1 n 1 n
2 2 2 ………...... 2.4
P
A1 A2 .... An 1
Atau
P1 P2
A 2
P
A …………………………………….....…2.5
Metode Isohyet cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur
dengan luas lebih dari 5.000 km2.
21
P.2
110 Batas DPS
100
90
P.1 80
70 A5
60
50
A3 A4
A2
95
A1 80
P.3
P.4
22
Y
k
Sk* = i Y , dengan k = 1, 2, ……, n
i 1
Sk *
Sk** = dengan k = 0, 1, 2, …..,n
Dy
n
Y Y 2
Dy 2
=
i 1
i
R = max Sk ** min Sk **
0 k n 0 k n
Data konsisten jika Q < Qkritik dan R < Rkritik, nilai Qkritik dan Rkritik
dapat dilihat pada Tabel 2.4 dibawah ini.
Q/ √n R/ √n
N
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38
20 1,1 1,22 1,42 1,34 1,43 1,60
30 1,12 1,24 1,46 1,40 1,50 1,70
40 1,13 1,26 1,50 1,42 1,53 1,74
50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78
100 1,17 1,29 1,55 1,50 1,62 1,86
∞ 1,22 1,36 1,63 1,62 1,75 2
23
probability distribution dan yang biasa digunakan adalah Agihan Normal,
Agihan Gumbel, Agihan Log Pearson type III (Harto, 2000).
Secara sistematis perhitungan hujan rancangan ini dilakukan secara
berurutan sebagai berikut.
1. Penentuan Parameter Statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi
meliputi parameter nilai rata-rata (X bar), simpangan baku (Sd),
koefisien variasi (Cv) koefisien kemiringan (Cs) dan koefisien kurtosis
(Ck).
Sementara untuk memperoleh harga parameter statistik dilakukan
perhitungan dengan rumus Dasar sebagai berikut.
X bar = ………………………………………………….2.7
Sd = (X – X bar)2 …………………………………………2.8
n–1
Cs =
1
n
X X bar 3 n2 ………………………..2.9
.
1n X X bar 2
3
2 n 1n 2
1
n
X X bar4 n2
Ck = ……………………2.10
1n X X bar
.
2 2
n 1n 2n 3
dengan,
Sd = simpangan baku
Cv = koefisien variasi
Cs = koefisien kemiringan
24
Ck = koefisien kurtosis
4 1
c = ………………………………………………………2.12
1
μ3 c
a =½c ………………………………………………..2.13
μ2 c
Standart Deviasi = 2 c
Skewness = ½ l
25
Dalam pemakaiannya untuk analisis data banjir maka oleh US
Water Resources Council dianjurkan untuk menggunakan logaritma data
(bukan datanya sendiri) untuk menghitung parameter-parameter statistik.
Jadi prosedurnya adalah sebagai berikut:
a. Transformasikan data aslinya ke dalam harga-harga logaritma atau
mengubah bentuk X1, X2, … , Xn menjadi bentuk ln X1, ln X2 , … ,
ln Xn.
b. Hitung harga tengah sebesar
n
lnX
n 1
i
ln (X) = ……………………………………………..2.14
n
ln X
n 1
i (ln X)2
Si = ………………………………………2.15
n 1
d. Hitung Asimetri
n
n 2 ln Xi ln X3
n 1
Cs = ……………………………………2.16
n 1n 2 Si3
Uji Chi-Kuadrat
Analisa chi kuadrat digunakan untuk mengalanisa hasil distribusi
curah hujan apakah bisa diterima atau tidak.
Uji Chi-Kuadrat dapat diturunkan menjadi persamaan sebagai
berikut :
26
X
2 Ef Of 2
………………………………………………..2.18
Ef
Dimana :
X2 = harga Chi-Kuadrat
Ef = frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai
dengan pembagian kelasnya
Of = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama
Nilai X2 yang terhitung ini harus lebih kecil dari harga X2cr (dari tabel).
Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan :
DK = K – (h + 1) ……………………………………………….2.19
Dimana :
DK = derajat kebebasan
K = banyaknya kelas
h = banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya
parameter, yang untuk sebaran Chi-Kuadrat adalah sama
dengan 2 (dua)
27
1. Metode Mononobe
Adapun persamaan Mononobe yang di pakai adalah:
2/3
R t
i 24 T ………………………………….…2.20
t
dengan,
i = intensitas hujan rerata dalam T jam
R24 = curah hujan maksimum dalam sehari (mm/hari)
t = waktu konsentrasi hujan (jam)
T = lamanya hujan terpusat (jam)
B. Koefisien Pengaliran
Koefisien Pengaliran (C) adalah perbandingan antara jumlah air
yang mengalir di suatu daerah akibat turunnya hujan dengan jumlah air
hujan yang turun di daerah tersebut. Besarnya koefisien pengaliran
tergantung pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang
meliputi keadaan hujan, luas dan bentuk daerah pengaliran, kemiringan
daerah pengaliran, daya infiltrasi dan perkolasi tanah, kebasahan tanah,
suhu, udara, angin, evaporasi, tata guna lahan.
Untuk angka koefisien pengaliran diambil pedoman Juknis
Perhitungan Debit Banjir Bendungan, Pusat Bendungan. Beberapa
petunjuk untuk mendapatkan angka koefisien pengaliran dapat dilihat
pada tabel berikut (Sosrodarsono, 1977: 38).
28
Tabel 2. 5 Angka Koefisien Pengaliran untuk Berbagai Kondisi DAS
29
sendiri. Selain parameter fisik terdapat pula parameter non-fisik yang
digunakan untuk proses kalibrasi.
30
dalam beberapa tahun yaitu tahun 2008 sebesar 307,285 ton/ha/tahun, pada
tahun 2010 sebesar 318,482 ton/ha/tahun dan pada tahun 2012 erosi sebesar
385,336 ton/ha/tahun. Peningkatan nilai laju erosi dari tahun 2008-2012
adalah 20,26%.
b. Konservasi penanganan sedimen dengan bangunan sipil berupa Check Dam
diusulkan sejumlah 33 titik. Penentuan ini berdasarkan nilai sedimen
dengan kriteria tinggi hingga sangat tinggi. Dengan adanya bangunan
pengendali ini, sedimentasi dapat dihambat di bagian hulu DAS Hulu
Batang Gadis.
31
3. Analisis Laju Sedimen dengan Model SWAT
Penelitian ini dilakukan oleh Christanto (2018), dengan pokok bahasan
“Analisis Laju Sedimen DAS Serayu Hulu dengan Menggunakan Model
SWAT”.
Hasil kajian adalah sebagai berikut :
Untuk pengelolaan DAS secara komprefensif diperlukan langkah salah satunya
menggunakan aplikasi Soil and Water Assessment Tool (SWAT). Hasil analisa
laju sedimen di beberapa sub DAS tergolong tinggi yaitu pada Sub DAS 9
sebesar 4,8 juta ton/tahun dan pada Sub DAS 17 sebesar 5,1 juta ton/tahun.
Hasil pemodelan SWAT dengan menggunakan data selama 10 tahun (2004-
2013) menunjukkan bahwa DAS Serayu Hulu memiliki rerata hasil sedimen
sebesar 1.926.900.
32
5. Analisa Sedimen dan Debit Banjir di Bendungan Tapin
Penelitian ini dilakukan oleh Virama Karya (2014), dengan pokok bahasan
“Supervisi Pembangunan Bendungan Tapin Kalimantan Selatan”.
Hasil kajian adalah sebagai berikut :
Perencanaan Bendungan Tapin menggunakan debit banjir yang diperoleh dari
analisa Hidrograf Satuan Sitesis ITB-2. Debit banjir 25 tahunan dihasilkan 252
m3/detik, debit banjir 100 tahun 341 m 3/detik dan debit banjir 1000 tahun 502
m3/detik serta PMF 1491 m3/detik. Sedimentasi di Bendungan Tapin sebesar
1.6 mm/tahun.
33
No Peneliti Topik Hasil Penelitian
3 Christanto Analisis Laju Sedimen Hasil analisa SWAT
(2018) DAS Serayu Hulu menunjukkan niali R2 mencapai
dengan Menggunakan 0.94 dengan data 10 tahun
Model SWAT terakhir. Oleh karena itu, model
SWAT dapat digunakan untuk
memprediksi sedimentasi di
penelitian lainnya.
4 Fauzan (2016) Analisis Pemilihan Analisa menggunakan secara
Lokasi Kantor Dan manual dan aplikasi Expert
Workshop Baru Choice, semuanya mempunyai
Menggunakan Metode kesimpulan yang sama yaitu
AHP Pada CV. Young lokasi yang terpilih adalah
Interior Dieng dengan nilai bobot paling
besar dengan nilai 0.37 dan 0.38.
5 Virama Karya Supervisi Debit banjir rancangan dianalisa
(2014) Pembangunan menggunakan ITB-2 dan
Bendungan Tapin besarnya sedimentasi 1.6
Kalimantan Selatan mm/tahun.
34
Metode yang digunakan pada penelitian 1 berbeda dengan kajian penulis,
dimana di penelitian 1 hanya menggunakan parameter erosi untuk penentuan lokasi
bangunan pengendali sedimen. Persamaannya yaitu pemilihan lokasi pengendali
sedimen di DAS. Sedangkan pada kajian penulis menggunakan 3 parameter yaitu
erosi, penutupan lahan dan kelerengan. Perbedaan dengan penelitian 2 yaitu
parameter penentuan lokasi bangunan pengendali sedimen yang menggunakan
tingkat erosi, solum tanah dan luas tangkapan.
Penelitian 3 mempunyai persamaan analisa erosi menggunakan Arc SWAT
namun berbeda lokasi kajian. Penelitian 4 memiliki persamaan metode yaitu
menggunakan AHP Expert Choice, namun berbeda kajian pemilihan lokasi. Pada
penelitian 4 pemilihan lokasi kantor, sedangkan pada kajian penulis pemilihan
lokasi bangunan pengendali sedimen. Penelitian 5 mempunyai lokasi kajian yang
sama, hal ini digunakan untuk perbandingan nilai sedimentasi serta mengetahui
metode analisa debit banjir dari bendungan yang sudah dibangun sebelumnya.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
36
Gambar 3. 2 Pembagian Sub DAS di DAS Tapin
37
Tabel 3. 2 Luas tiap Sub DAS di DAS Tapin
38
- Dokumentasi kondisi cross section sungai dan penutupan lahan di DAS
Tapin
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah berbagai informasi yang telah ada sebelumnya dan
dengan sengaja dikumpulkan oleh peneliti yang digunakan untuk
melengkapi kebutuhan data penelitian.
a) Data curah hujan bersumber dari stasiun curah hujan Stasiun Tapin
Utara.
b) Peta DAS Tapin bersumber dari BPDAS Barito, Kalimantan Selatan.
c) Peta jenis tanah DAS Tapin bersumber dari Bakosurtanal Indonesia.
d) Peta kontur DAS Tapin bersumber dari BIG (Badan Informasi
Geospasial) DEMNAS Indonesia.
e) Peta penggunaan lahan DAS Tapin bersumber dari Peta Citra tahun
2019.
39
3.4. Metode Analisis Data
a. Analisis erosi dan sedimentasi metode SWAT
1. Membuat project SWAT baru melalui aplikasi ArcSWAT dengan menu
New SWAT Project.
2. Watershed Deliniator merupakan penyiapan data DAS untuk batasan
wilayah kajian SWAT. DAS yang sudah ada dideliniasi menjadi
subbasin atau sub DAS dengan acuan data DEM (Digital Elevation
Model).
3. Membuat HRU (Hydrologic Respons Unit) yang merupakan merupakan
merupakan unit satuan lahan terkecil yang digunakan oleh SWAT. HRU
didapatkan dengan cara melakukan overlay pada data tanah,
penggunaan lahan, dan kemiringan lereng secara otomatis dengan
model SWAT. HRU ini digunakan sebagai batasan terkecil untuk
analisa erosi dan sedimentasi. Selain itu, diperoleh data iklim dari model
SWAT serta penggunaan data hujan dan peta kenampakan geologi.
4. Running SWAT yaitu menjalankan model dari data-data yang sudah
diperoleh dari model SWAT kemudian dijalankan sehingga
menghasilkan nilai erosi dan sedimentasi di setiap satuan HRU.
b. Analisa penentuan lokasi menggunakan AHP Expert Choice
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan yaitu
adanya berbagai lokasi yang berpotensi dibangun check dam di subbasin
yang ada dengan tujuan dapat dipilih lokasi check dam sesuai kriteria yang
ditentukan.
2. Pemilihan pertama dilihat dari gaktor erosi yaitu erosi yang mempunyai
nilai tinggi hingga sangat tinggi. Kemudian dari hasil pemilihan dianalisa
menggunakan aplikasi Expert Choice.
Klasifikasi Kehilangan Tanah (Erosi) Menurut USDA adalah sebagai
berikut :
40
Tabel 3. 3 Klasifikasi kriteria kelas erosi
Tujuan
41
5. Uji kesesuaian distribusi hujan yang dipakai menggunakan Chi Kuadrat
sesuai pada Sub Bab 2.10.2.
6. Analisa debit banjir rancangan dengan metode ITB-2 dengan kala ulang
2, 5, 25, 50 dan 100 tahun berdasarkan persamaan yang ada pada Sub
Bab 2.10.3.
d. Aspek hidrolis Check Dam
1. Penempatan desain tipikal Check Dam di penampang sungai yang
dipilih.
2. Penentuan aspek hidrolis dari analisa erosi, sedimentasi dan debit banjir
disesuaikan dengan desain tipikal yang akan ditempatkan.
42
lahan sehingga membentuk HRU yaitu unit terkecil untuk analisa erosi dan
sedimentasi sehingga lebih detail.
Dari hasil analisa erosi yang dihasilkan kemudian dilanjutkan analisa
pemilihan lokasi Check Dam. Pemilihan lokasi pertama dipilih pada Sub DAS yang
mempunyai tingkat erosi berat hingga sangat berat. Hasil pemilihan tersebut
kemudian dianalisa dengan AHP Expert Choice yaitu pembobotan dengan masing-
masing Sub DAS. Parameter-parameter yang digunakan untuk pemilihan lokasi
dibandingkan dan dibobotkan untuk mengetahui prioritas yang layak untuk
dibangun Check Dam. Hasil analisa penentuan lokasi disesuaikan dengan dinas
terkait yang berwenang untuk membangun bangunan tersebut sehingga dipilih
lokasi dengan tampungan lebih besar sehingga lebih optimal pembangunan
tersebut.
Setelah lokasi check dam ditentukan maka selanjutnya penempatan desain
check dam yang sudah ada secara tipikal di lokasi terpilih. Dengan desain check
dam yang ada ditempatkan di lokasi maka dihasilkan karakteristik hidrolis yang
berbeda, oleh karena itu perlu disesuaikan lagi. Salah satu aspek hidrolis yang
dianalisa adalah debit banjir, yang dianalisa menggunakan ITB-2 sesuai dengan
sertifikasi pembangunan Bendungan Tapin.
43
Mulai
Pengumpulan Data :
- Data Curah Hujan
- Peta Jenis tanah
- Peta Slope
- Peta penutupan lahan
Tidak Tidak
Analisa Analisa
Debit Erosi
banjir dengan
rancangan SWAT
Ya Ya
Tidak
Analisa
penentuan
lokasi
check dam
Ya
Tidak
Penentuan
aspek
hidrolis
check dam
Ya
Analisa tampungan
check dam
Selesai
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
45
besarnya curah hujan yang terjadi di DAS Tapin. Stasiun hujan berada pada
koordinat 2o 55’ 20.53” LS dan 115o 22’ 46.80” BT.
Pencatatan data hujan dari tahun 2005-2019 tercatat jumlah curah hujan
selama satu tahun mencapai 3674 mm/tahun. Rincian curah hujan di Stasiun
Tapin Utara dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Max 514 410 458 442 541 300 241 257 239 450 467 711 5028
Rerata 349 229 352 273 251 146 102 85 72 109 283 380 2631 130 50
Min 206 98 199 54 65 7 21 0 0 4 69 244 965
Sumber :
Keterangan :
BB = Bulan Basah
BB = Bulan Kering
Metode penggolongan iklim menurut Schmidt-Fergusson dengan
menggunakan rasio Quotient (Q) yaitu perbandingan antara rata-rata bulan
kering (BK) dengan rata-rata bulan basah (BB) dalam kurun waktu tertentu
pada suatu wilayah.
46
Klasifikasi bulan basah dan bulan kering menurut Klasifikasi Schmidt-
Fergusson yaitu :
a. Curah hujan ≥ 100 mm/bulan termasuk dalam bulan basah.
b. Curah hujan 60 mm/bulan – 100 mm/bulan termasuk dalam bulan lembab.
c. Curah hujan ≤ 60 mm/bulan termasuk dalam bulan kering.
Klasifikasi Schmidt-Fergusson dapat diperoleh nilai Q dengan
menggunakan rumus :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Q= 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
50
Q= = 0.38
130
47
terhadap tanah, Jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi
(Arsyad, 1989). Air hujan yang menjadi air limpasan permukaan adalah unsur
utama penyebab terjadinya erosi.
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa DAS Tapin termasuk dalam iklim
C artinya agak basah, oleh karena itu curah hujan relatif tinggi. Dengan
demikian pengaruhnya terhadap erosi juga relatif besar. Karena semakin besar
nilai curah hujan, maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap erosi.
4.2.2. Slope
Kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di
berbagai tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya
endogen yang terjadi sehingga mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-
titik diatas permukaan bumi. Kemiringan lereng mempengaruhi erosi melalui
runoff. Makin curam lereng makin besar laju dan jumlah aliran permukaan dan
semakin besar erosi yang terjadi. Selain itu partikel tanah yang terpercik akibat
tumbukan butir hujan makin banyak (Arsyad, 2000).
Lereng mempengaruhi erosi dalam hubungannya dengan kecuraman
dan panjang lereng. Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (30-45%)
memiliki pengaruh gaya berat (gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan
dengan kemiringan lereng agak curam (15-30%) dan landai (8-15%). Hal ini
disebabkan gaya berat semakin besar sejalan dengan semakin miringnya
permukaan tanah dari bidang horizontal. Gaya berat ini merupakan persyaratan
mutlak terjadinya proses pengikisan (detachment), pengangkutan
(transportation), dan pengendapan (sedimentation) (Van Zuidam, 1985).
Tabel 4. 3 Klasifikasi lereng berdasarkan Van Zuidam (1985)
No Kelas lereng Proses penciri dan kondisi lapangan
1 0-2 % Datar (flat) atau hampir datar, dengan proses
denudasional yang tidak cukup berat dan pengikisan
permukaan yang tidak intensif di bawah kondisi
kering
2 2-15 % Landai , dengan pergerakan masa berkecepatan
rendah dari berbagai proses peroglacial, solifuction
48
No Kelas lereng Proses penciri dan kondisi lapangan
dan fluvial. Selain itu, memiliki kondisi yang hampir
sama dengan gently slope, namun lebih mudah
mengalami pengikisan permukaan, dengan erosi
permukaan yang intensif.
3 15-25 % Agak curam (moderately steep), semua jenis
pergerakan massa jenis terjadi, terutama periglacial-
solifluction, rayapan, pengikisan dan adakalanya
landslide.
4 25-40 % Curam (steep), proses denudasional dari semua jenis
terjadi secara intensif (erosi, rayapan, pergerakan
lereng).
5 >40% Sangat curam (very steep), proses denudasional
terjadi secara intensif.
49
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa DAS Tapin mempunyai
kelas lereng paling besar Landai yaitu 2-15% sebesar 41.95% dan agak curam
yaitu kemiringan lereng 15-25% sebesar 35.85%, dilanjutkan dengan kelas
lereng curam, datar dan sangat curam. Perbedaan kelerangan ini mempengaruhi
besarnya erosi yang terjadi karena kekuatan tanah yang terdapat di lereng
tersebut. Semakin besar nilai kelerengan maka semakin besar potensi erosi yang
terjadi. Secara visual persebaran kelerengan mulai dari kelas datar hingga
sangat curam dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
50
Gambar 4. 2 Kelas lereng DAS Tapin
51
Kelerengan suatu daerah berpengaruh terhadap potensi besarnya erosi.
Besarnya pengaruh kelerengan terhadap erosi dapat dilihat dari faktor LS.
Tetapan nilai LS dapat dilihat pada tabel berikut. Semakin besar nilai
kelerengan, maka semakin besar juga nilai LS yang juga berarti semakin besar
pengaruhnya terhadap terjadinya erosi.
Tabel 4. 5 Penilaian Kelas Kelerengan (LS)
Kelas
Kemiringan Lereng (%) Nilai LS
Kelerengan
A 0–5 0.25
B 5 – 15 1.20
C 15 – 35 4.25
D 35 - 50 9.50
E > 50 12.00
Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan RTL-RLKT Jakarta (1986)
Dari hasil analisa kelas kelerengan dan dilihat dari tabel nilai LS maka
dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah DAS Tapin masuk ke dalam
Kelas B dan C dengan nilai LS 1.20 dan 4.25.
52
Gambar 4. 3 Data Karaktersitk Fisik Tanah
Sumber: Soilgrids.org
Pembuatan peta karakteristik jenis tanah dilakukan dengan pendekatan
pedogeomorfologi sebagai penentuan batas sampel tanah. Pendekatan
pedogeomrofologi dianggap dapat mewakili pada tiap karakteristik tanah
(Tabel 4.6). Pada proses geomorfologi tersebut juga dapat menghasilkan
lapukan batuan dari batuan dasar dan dapat membentuk relief yang khas berupa
bentuk lahan (Gambar 4.3) di permukaan bumi. Pada peta bentuk lahan tersebut
yang kemudian dijadikan sebagai batas karakteristik kondisi fisik tanah yang
akan dijadikan sebagain input dalam pemodelan SWAT.
Berikut adalah hasil pengolahan data tanah sebagai input untuk
pemodelan SWAT. Batas lereng bawah hingga dataran merupakan sebagai
batas analisa erodibilitas, namun nilai erodibilitasnya murni dari sifat tanah itu
sendiri.
Tabel 4. 6 Karakteristik Fisik Tanah di DAS Tapin
Bentuk Kedalaman Clay Silt Sand Total Bulk Kandungan Erodibilitas
lahan perakaran (%) (%) (%) (%) Density Bahan
max (mm) (g/cm3) Organik
(%)
Lereng 35.56 37.23 27.33 100 1.02 6.09 0.50
Bawah
Lereng 37.60 35.42 26.98 100 1.02 6.22 0.49
tengah
4000
Puncak 37.81 34.42 27.55 100 1.04 6.72 0.50
Lereng 37.59 35.02 27.29 100 1.03 6.57 0.49
atas
Dataran 35.80 37.24 27.11 100 1.02 6.23 0.49
Sumber: Pengolahan Data, 2021
53
Gambar 4. 4 Peta bentuk lahan DAS Tapin
54
Persebaran bentuk lahan di DAS Tapin dibagi dalam beberapa
klasifikasi yaitu dataran, lereng atas, lereng bawah, dan puncak. Berdasarkan
pada prosentase jenis tanah yang ada. Dari hasil prosentase pasir, lempung,
debu yang ada dibentuklah sebuah peta dari Arc SWAT berupa peta bentuk
lahan seperti pada Gambar 4.4. Prosentase tersebut mempengaruhi besarnya
erosi yang terjadi terhadap jenis tanah yang disebut Erodibilitas tanah.
Erodibilitas merupakan ketidaksanggupan tanah untuk menahan
pukulan butir-butir hujan. Tanah yang mudah tererosi pada saat dipukul oleh
butir-butir hujan mempunyai erodibilitas yang tinggi.
Tanah yang mempunyai erodibilitas tinggi akan tererosi lebih cepat, bila
dibandingkan dengan tanah yang mempunyai erodibilitas rendah. Erodibilitas
tanah merupakan ukuran kepekaan tanah terhadap erosi, dan hal ini sangat
ditentukan oleh sifat tanh itu sendiri, khususnya sifat fisik dan kandungan
mineral liatnya.
Faktor kepekaan tanah juga dipengaruhi oleh struktur dan teksturnya,
dan semakin kuat bentuk agregasi tanah dan semakin halus butir tanah, maka
tanahnya tidak mudah lepas satu sama lain sehingga menjadi lebih tahan
terhadap pukulan air hujan.
Dari hasil analisa bentuk lahan, dapat dilihat bahwa nilai edobilitas
tanah pada DAS Tapin sebagian besar mempunyai nilai erodibilitas tanah (K)
atau kepekaan terhadap erosi sebesar 0.49 - 0.50.
Tabel 4. 7 Kelas erodibilitas tanah menurut USDA-SCS
Kelas USA-SCS Nilai K Uraian Kelas
1 0 - 0.10 Sangat rendah
2 0.11 – 0.20 Rendah
3 0.21 – 0.32 Sedang
4 0.33 – 0.43 Agak tinggi
5 0.44 – 0.55 Tinggi
6 0.56 – 0.64 Sangat tinggi
Sumber : Dangler dan El-Swaify (1976)
Berdasarkan hasil analisa jenis tanah yang sudah dilakukan yaitu dari
nilai erodibilitas tanah, dapat dilihat bahwa nilai erodibilitas termasuk dalam
55
kelas 1-6 yaitu sangat rendah hingga sangat tinggi. Dari hasil dapat dilihat
bahwa DAS Tapin mempunyai kelas erdodibilitas tanah masuk ke dalam kelas
5 atau Tinggi.
56
disebabkan karena efektivitas tanaman dalam mengurangi laju erosi
dipengaruhi oleh (1) tinggi dan kontuinitas mahkota daun, (2) bahan organik
yang dihasilkan, (3) sistem perakaran, (4) kepadatan tanaman. Efektifitas
pengaruh tanaman terhadap erosi biasanya dilihat dari produksi bahan
keringnya dan kemampuan tanaman untuk menutup tanah. Dan jika ditinjau
dari segi tanahnya, pengelolaan tanah dalam mempengaruhi erosi dapat dilihat
dari jenis tanah dan cara pengelolaan tanahnya.
Tabel 4. 9 Prosentase penggunaan lahan DAS Tapin
57
Gambar 4. 5 Peta penggunaan lahan DAS Tapin
58
Dari hasil pengamatan lapang, didapat beberapa bentuk penggunaan
lahan yaitu : penggunaan lahan hutan berupa hutan primer dan hutan sekunder,
perkebunan, sawah, semak/ belukar, tegalan dan pemukiman. Penjelasan
masing-masing penggunaan lahan adalah sebagai berikut :
a. Hutan
Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuh – tumbuhan yang didominasi
oleh vegetasi berkayu (tegakan hutan) lainnya yang meliputi areal yang luas dan
keadaan cukup rapat sehingga mampu menciptakan iklim yang berbeda degan
di luarnya. Pada daerah penelitian yang dijumpai adalah hutan primer dan hutan
sekundar akan tetapi sudah banyak masyarakat setempat yang menjamahnya.
Hutan primer merupakan kawasan hutan alam yang sama sekali belum
dieksploitasi oleh manusia. Dengan kata lain, hutan primer terbentuk secara
alami dan belum disentuh atau diganggu oleh manusia. Prosentase hutan primer
pada DAS Tapin adalah 16.65%. Sedangkan hutan sekunder merupakan hutan
yang tumbuh dan berkembang secara alami sesudah terjadi
kerusakan/perubahan pada hutan yang pertama. Prosentase hutan sekunder pada
DAS Tapin adalah 65.15%.
b. Perkebunan
Kebun merupakan penggunaan lahan yang ditanami dengan berbagai
jenis tanaman pertanian, baik tanaman tahunan maupun setahun, seperti
cengkeh, kelapa, pala, sedangkan tanaman buah-buahan seperti : gandaria,
lansat, mangga, pisang, dan jambu ditanam secara bercampur. Pada DAS Tapin
perkebunan berupa kebun kelapa sawit dan kebun pisang. Prosentase
perkebunan di DAS Tapin sebesar 0.19%, hanya sebagian kecil dari
penggunaan lahan yang ada.
c. Sawah
Berdasarkan pengamatan di lapangan sawah adalah suatu tipe
penggunaan lahan, yang untuk pengelolaannya memerlukan genangan air yang
mempunyai permukaan datar atau didatarkan (dibuat teras) dan dibatasi oleh
pematang untuk menahan air genangan. Di DAS Tapin prosentase sawah hanya
1.05% dan hanya berada di lereng yang relatif landai.
59
d. Semak belukar
Jenis vegetasi yang terdapat pada penggunaan lahan semak belukar
adalah alang-alang, paku-pakuan, buah tinta, dan sungga-sungga. Penyebaran
semak belukar didaerah penelitian meliputi lereng-lereng landai sampai curam.
Semak belukar umumya merupakan bekas usaha perladangan, namun semak
belukar dengan tingkat kerapatan yang tinngi dapat mengurangi besarnya erosi
yang akan terjadi. Prosentase penggunaan lahan berupa semak/belukar pada
DAS Tapin sebesar 13.50%.
e. Tegalan
Berdasarkan pengamatan dilapangan pada penggunaan lahan tegalan
diusahakak jenis tanaman semusim seperti: ubi talas, ubi, kayu, dan jenis
tanaman sayuran seperti petsai, sawit, kacang panjang, buncis, terong, cili,
tomat, tegalan banyak diusahakan pada tanah dari dekat dengan pemukiman.
Prosentase penggunaan lahan berupa tegalan sebesar 2.59%.
f. Pemukiman
Menurut Sandi (1977), perkampungan adalah daerah yang terbentuk
sebagai akibat adanya kemungkinan hidup didaerah itu bagi masyrakat yang
bersangkutan, sesuai dengan keahlian atau ketrampilan mereka. Areal
pemukiman didaerah penelitian terletak pada kelas topografi data sampai
landai. Prosentase penggunaan lahan di DAS Tapin sebesar 0.20%.
60
4.2.5. Analisa Erosi dan Sedimentasi metode SWAT
Analisa erosi menggunakan metode SWAT dengan berbagai faktor yang
mempengaruhi di dalam DAS. Analisa erosi dilakukan dengan batasan sub das
dengan kondisi yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi
adalah curah hujan, kelerengan, jenis tanah/ erodibilitas tanah serta penggunaan
lahan. Dalam analisa menggunakan SWAT faktor pembedanya adalah langsung
dianalisa dan dijalankan dengan aplikasi tersebut dengan parameter yang
dimasukkan seperti yang telah disebutkan.
Tabel 4. 10 Kelas Bahaya Erosi
61
Nomor Sub Erosi Kelas
DAS (Ton/Ha/Th) Erosi
19 315.503 Berat
20 196.405 Berat
21 238.664 Berat
22 284.635 Berat
23 161.746 Sedang
24 384.859 Berat
25 384.067 Berat
450.000
400.000
350.000
Nilai Erosi (Ton/Ha/Th)
300.000
250.000
200.000
Erosi (Ton/Ha/Th)
150.000
100.000
50.000
0.000
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
Nomor Sub Basin
Dari hasil perhitungan, area yang mengalami tingkat erosi tinggi adalah
pada Sub DAS dengan penggunaan lahan kebun campuran dan kemiringan
lereng berkisar (45-48 %). Hutan memberikan kontribusi pada terjadinya erosi
lebih kecil dibandingkan dengan ladang, tegalan, pemukiman dan semak
belukar. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kemiringn lereng, erodibilitas
tanah, vegetasi tidak rapat. Penurunan luas hutan, perubahan penggunaan lahan,
dan perkebunan menyebabkan peningkatan erosi pada kelas erosi tinggi.
Peningkatan jumlah penduduk dan pemenuhan kebutuhan dasar hidup
penduduk menyebabkan perubahan penggunaan lahan.
62
Gambar 4. 7 Peta Sebaran Erosi DAS Tapin
63
Tabel 4. 12 Klasifikasi tingkat laju sedimentasi
Laju sedimentasi
No Kelas
(mm/th)
1 <2 Baik
2 2-5 Sedang
3 >5 Buruk
Sumber: Departemen Kehutanan, 2009
Tabel 4. 13 Nilai Sedimentasi di setiap Sub DAS Tapin
Laju
Nomor Sub Kelas
Sedimentasi
DAS Sedimentasi
(mm/th)
1 4.11 Sedang
2 2.27 Sedang
3 1.78 Baik
4 4.09 Sedang
5 0.17 Baik
6 1.58 Baik
7 0.11 Baik
8 0.23 Baik
9 4.31 Sedang
10 2.31 Sedang
11 3.11 Sedang
12 0.65 Baik
13 2.91 Sedang
14 0.12 Baik
15 2.76 Sedang
16 0.70 Baik
17 2.90 Sedang
18 0.54 Baik
19 1.05 Baik
20 1.89 Baik
21 0.17 Baik
22 2.74 Sedang
23 0.26 Baik
24 3.70 Sedang
25 3.69 Sedang
64
Dari hasil analisa menggunakan Arc SWAT dapat diketahui bahwa laju
sedimentasi pada DAS Tapin termasuk dalam kelas baik hingga sedang yaitu
nilai lajunya antara 0-5 mm/th. Secara umum rata-rata laju sedimentasi di DAS
Tapin adalah 1.8 mm/tahun masih tergolong kelas baik. Sedangkan pada analisa
dengan data pada tahun 2014 saat perencanaan bendungan Tapin sebesar 1.6
mm/tahun. Oleh karena itu ada peningkatan laju sedimentasi di DAS Tapin.
Meskipun keduanya masih tergolong dalam kelas baik, namun alangkah
baiknya perlu adanya penanganan sedimentasi, sehingga tidak semakin besar
peningkatannya untuk tahun-tahun selanjutnya.
65
Tabel 4.14 di atas merupakan perbandingan kelas erosi dan kelas laju
sedimentasi. Secara umum, jika erosi termasuk dalam kelas berat maka laju
sedimentasi termasuk dalam kelas sedang. Namun beberapa sub DAS
berbanding terbalik, hal ini dapat terjadi karena pembagian kelas erosi dan
pembagian kelas sedimentasi berbeda, yaitu pada kelas erosi dibagi menjadi 5
kelas, sedangkan laju sedimentasi hanya 3 kelas.
Berdasarkan Peraturan Dirjen DAS dan Perhutanan Sosial No. P.4/V-
SET/2013 kriteria yang digunakan untuk pendekatan penentuan lokasi
bangunan pengendali sedimen adalah nilai erosi, oleh karena itu nilai dan kelas
erosi sebagai salah satu kriteria penentuan lokasi check dam.
66
Nomor Sub Erosi Kelas Keterangan
DAS (Ton/Ha/Th) Erosi
13 302.386 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
14 254.888 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
15 287.190 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
16 218.103 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
17 301.334 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
18 219.100 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
19 315.503 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
20 196.405 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
21 238.664 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
22 284.635 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
23 161.746 Sedang Tidak terpilih
24 384.859 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
25 384.067 Berat Terpilih untuk analisa pemilihan lokasi
67
Nomor Sub Erosi Kelas
DAS (Ton/Ha/Th) Erosi
24 384.859 Berat
25 384.067 Berat
68
Tabel 4. 18 Parameter Sub DAS untuk analisa Expert Choice
Nomor Sub Erosi Prosentase terbesar
Slope (%)
DAS (Ton/Ha/Th) penggunaan lahan
1 427.404 Hutan sekunder 18.14
2 235.898 Hutan sekunder 17.35
3 185.129 Hutan sekunder 8.80
4 425.709 Hutan Primer 13.56
5 200.422 Hutan Sekunder 12.85
7 227.073 Hutan sekunder 14.60
8 229.565 Hutan Primer 10.45
10 239.869 Hutan sekunder 19.04
13 302.386 Semak belukar 24.16
14 254.888 Hutan sekunder 23.58
15 287.190 Hutan primer 15.30
16 218.103 Hutan sekunder 20.88
17 301.334 Semak belukar 22.06
18 219.100 Hutan sekunder 21.01
19 315.503 Hutan sekunder 24.70
20 196.405 Hutan primer 20.56
21 238.664 Hutan primer 18.47
22 284.635 Hutan sekunder 17.42
24 384.859 Semak belukar 18.57
25 384.067 Semak belukar 20.35
Input parameter dalam AHP Expert Choice berupa besaran erosi, slope dan
prosentase terbesar penutupan lahan. Berikut adalah langkah input parameter di
dalam analisa Expert Choice. Secara lebih detail, proses input parameter di Expert
Choice dapat dilihat pada Lampiran 1.
69
Gambar 4. 8 Input parameter pada Expert Choice
Parameter-parameter tersebut selanjutnya dianalisa dengan pembobotan
perbandingan setiap parameter dan Sub DAS untuk pemilihan lokasi yang prioritas
dibangun Check Dam. Antar Sub DAS dibandingkan berdasarkan parameter-
parameter tersebut. Berikut adalah hasil analisa pemilihan lokasi dengan 3
parameter yang ada.
Dari 3 kriteria yaitu tingkat erosi, penggunaan lahan dan slope mempunyai bobot
yang berbeda yaitu paling besar tingkat erosi sebesar 54,0%, diikuti oleh
penggunaan lahan dengan bobot sebesar 16,3 dan terakhir kriteria slope dengan
bobot sebesar 29,7%.
70
Gambar 4. 9 Hasil pemilihan lokasi Check Dam dengan Expert Choice
Secara grafik ranking prioritas penanganan dengan dibangun check dam adalah
sebagai berikut. Hasil dari analisa Expert Choice secara detail dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Tabel 4. 19 Urutan prioritas lokasi check dam dari kriteria tingkat erosi
Rangking Nomor Sub DAS Bobot (%)
1 Sub DAS 1 9.9
2 Sub DAS 4 9.9
3 Sub DAS 25 9.5
4 Sub DAS 24 9.5
5 Sub DAS 13 5.7
6 Sub DAS 15 5.7
7 Sub DAS 19 5.6
8 Sub DAS 17 5.5
9 Sub DAS 22 5.5
10 Sub DAS 20 3.9
11 Sub DAS 21 3.3
12 Sub DAS 16 3.3
13 Sub DAS 14 3.1
14 Sub DAS 18 3.1
15 Sub DAS 2 3.1
16 Sub DAS 10 3.1
17 Sub DAS 8 2.8
18 Sub DAS 7 2.8
19 Sub DAS 5 2.4
20 Sub DAS 3 2.1
71
Berdasarkan analisa Expert Choice dari kriteria tingkat erosi, 5 rangking teratas
lokasi yang terpilih ditempatkan check dam adalah, Sub DAS 1,Sub DAS 4, Sub
DAS 25, Sub DAS 24 dan Sub DAS 13.
Tabel 4. 20 Urutan prioritas lokasi check dam dari kriteria penggunaan lahan
Rangking Nomor Sub DAS Bobot (%)
1 Sub DAS 25 8.4
2 Sub DAS 24 8.4
3 Sub DAS 17 6.5
4 Sub DAS 22 5.9
5 Sub DAS 18 5.5
6 Sub DAS 19 5.5
7 Sub DAS 13 5.4
8 Sub DAS 14 5.1
9 Sub DAS 16 5.1
10 Sub DAS 1 4.7
11 Sub DAS 2 4.7
12 Sub DAS 3 4.7
13 Sub DAS 5 4.7
14 Sub DAS 7 4.7
15 Sub DAS 10 4.7
16 Sub DAS 20 3.9
17 Sub DAS 21 3.9
18 Sub DAS 15 3.1
19 Sub DAS 4 2.5
20 Sub DAS 8 2.5
72
Rangking Nomor Sub DAS Bobot (%)
10 Sub DAS 21 4.2
11 Sub DAS 22 4.2
12 Sub DAS 10 3.9
13 Sub DAS 1 3.8
14 Sub DAS 2 3.8
15 Sub DAS 15 2.9
16 Sub DAS 4 2.3
17 Sub DAS 5 2.3
18 Sub DAS 7 2.3
19 Sub DAS 8 2.1
20 Sub DAS 3 1.9
Berdasarkan analisa Expert Choice dari kriteria slope, 5 rangking teratas lokasi
yang terpilih ditempatkan check dam adalah, Sub DAS 19, Sub DAS 13, Sub DAS
14, Sub DAS 25 dan Sub DAS 17.
Secara keseluruhan yaitu 3 kriteria yaitu tingkat erosi, penggunaan lahan dan slope
sebagai berikut.
73
Tabel 4. 22 Urutan prioritas lokasi check dam secara keseluruhan
Rangking Nomor Sub DAS Bobot (%)
1 Sub DAS 25 8.6
2 Sub DAS 24 7.9
3 Sub DAS 1 7.2
4 Sub DAS 19 6.9
5 Sub DAS 13 6.8
6 Sub DAS 4 6.4
7 Sub DAS 17 6.0
8 Sub DAS 14 5.4
9 Sub DAS 22 5.3
10 Sub DAS 20 4.6
11 Sub DAS 15 4.5
12 Sub DAS 18 4.4
13 Sub DAS 16 3.9
14 Sub DAS 21 3.7
15 Sub DAS 2 3.6
16 Sub DAS 10 3.6
17 Sub DAS 7 3.0
18 Sub DAS 5 2.8
19 Sub DAS 3 2.7
20 Sub DAS 8 2.6
Dari hasil analisa Expert Choice yang sudah dilakukan dapat diketahui
bahwa prioritas check dam pada 5 ranking teratas untuk dibangun yaitu pada Sub
DAS 25, Sub DAS 24, Sub DAS 1, Sub DAS 19 dan Sub DAS 13. 5 ranking teratas
untuk prioritas dibangun check dam dilihat dari tingkat erosi, penutupan lahan dan
slope yang dioverlay dan diolah menggunakan Expert Choice. Semakin besar erosi,
maka semakin besar nilai prioritas untuk dibangun check dam. Berdasarkan
parameter penggunaan lahan, semakin tertutup lahan maka semakin kecil nilai
prioritasnya. Luas sub DAS 5 ranking teratas dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4. 23 Luas Sub DAS 5 ranking teratas
No Nomor Sub DAS Bobot (%)
1 Sub DAS 25 4.05
2 Sub DAS 24 2.78
3 Sub DAS 1 16.04
4 Sub DAS 19 5.42
5 Sub DAS 13 7.89
74
Pada buku Manual Rancang Bangun KTA Kementerian Kehutanan (2015),
menyebutkan bahwa bangunan pengendali sedimen dibangun pada daerah
tangkapan yang lebih besar sehingga besaran sedimen yang tertampung juga
semakin banyak. Dengan demikian perlindungan terhadap bendungan di hilir DAS
lebih optimal. Dari data di Tabel 4.17 menunjukkan bahwa Sub DAS terbesar
adalah Sub DAS 1, oleh karena itu saran untuk dinas yang berwenang terkait lokasi
paling optimal untuk dibangun check dam adalah pada Sub DAS 1.
Tabel 4. 24 Jarak Sub DAS dengan Bendungan Tapin dari Sub DAS 5 ranking
teratas
No Nomor Sub DAS Jarak (Km)
1 Sub DAS 25 14.89
2 Sub DAS 24 14.00
3 Sub DAS 1 18.19
4 Sub DAS 19 4.19
5 Sub DAS 13 15.02
75
Hujan Harian Maksimum Tahunan (mm)
No Tahun
Sta. Tapin Utara
4 2008 112.00
5 2009 86.50
6 2010 92.00
7 2011 91.00
8 2012 114.50
9 2013 126.00
10 2014 111.50
11 2015 128.00
12 2016 170.00
13 2017 88.00
14 2018 119.00
15 2019 110.0
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa curah hujan maksimum selama
15 tahun terdapat pada tahun 2016 yaitu sebesar 170 mm dan nilai maksimum
terkecil pada tahun 2017 yaitu sebesar 88 mm. Selanjutnya, curah hujan
dianalisa untuk dispersi curah hujan yang selanjutnya akan digunakan untuk
analisa debit banjir rancangan.
76
Rmax
No Tahun Rmax Probabilitas
diurutkan
Rata-rata 112.38
Min 86.50
Max 170.00
77
Rmax
Tahun (Xi) Log Xi (Log Xi - Xrt) (Log Xi - Xrt)2 (Log Xi - Xrt)3 (Log Xi - Xrt)4
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
2010 114.50 2.06 0.01 0.000200 0.000003 0.000000
2011 112.00 2.05 0.00 0.000021 0.000000 0.000000
2012 111.50 2.05 0.00 0.000007 0.000000 0.000000
2013 110.00 2.04 0.00 0.000011 0.000000 0.000000
2014 110.00 2.04 0.00 0.000011 0.000000 0.000000
2015 100.00 2.00 -0.04 0.001995 -0.000089 0.000004
2016 92.00 1.96 -0.08 0.006541 -0.000529 0.000043
2017 91.00 1.96 -0.09 0.007331 -0.000628 0.000054
2018 88.00 1.94 -0.10 0.010036 -0.001005 0.000101
2019 86.50 1.94 -0.11 0.011588 -0.001247 0.000134
Jumlah (Ʃ) 30.67 0.00 0.085025 0.003697 0.001576
Rata-rata (Log Xrt) 2.045
Standar Deviasi (S) 0.078 X min Log Xi 1.94
Cv 0.038 X max Log Xi 2.23
Cs 0.457
Ck 2.498
Dispersi atau sebaran hujan dilakukan dengan analisa normal dan secara
log. Tabel di atas adalah analisa dispersi atau sebaran hujan pada kondisi
norman dan log. Beberapa metode sebaran curah hujan digunakan antara lain
distribusi Normal, Gumbel, Log Normal dan Log Pearson III. Persyaratan
penggunaan sebaran tersebut berdasarkan pada nilai Cs dan Cv dengan batasan
tertentu setiap metode. Berikut adalah tabel pemilihan sebaran hujan yang akan
dipakai untuk analisa selanjutnya.
Tabel 4. 29 Tabel Persyaratan Metode Sebaran
Hasil
Distribusi Parameter Kesimpulan
Perhitungan
Cs ≈ 0 0.882 Tidak
Normal
Ck ≈ 3 3.434 memenuhi
Cs ≈ 1.139 0.882 Tidak
Gumbel
Ck ≈ 5.402 3.434 memenuhi
Cs ≈ 1.137 0.457
Tidak
Log Normal Cv ≈ 0.06 0.038 memenuhi
Cs/Cv = 3 11.98
Tidak ada 0.457
Log Pearson III Memenuhi
batasan 0.038
78
Dari hasil analisa pemilihan distribusi curah hujan, dapat dilihat bahwa
nilai Cs dan Cv yang paling memenuhi adalah pada distribusi Log Pearson III.
Oleh karena itu, distribusi yang dipakai untuk selanjutnya yaitu distribusi Log
Pearson III. Analisa dispersi curah hujan berbagai metode secara detail dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 4. 30 Perhitungan sebaran hujan penentuan nilai Cs Metode Log Pearson Type III
Periode Ulang (tahun)
Cs
2 5 10 25 50 100
0.4 -0.066 0.816 1.317 1.88 2.261 2.615
0.5 -0.083 0.808 1.323 1.91 2.311 2.686
0.457 -0.076 0.811 1.320 1.897 2.289 2.655
Nilai Cs dari hasil analisa dengan log adalah 0.457, kemudian dihasilkan
nilai Cs pada setiap kala ulang menggunakan interpolasi. Tabel nilai Cs dengan
kala ulang dengan Tabel Terlampir. Hasil analisa dispersi curah hujan
menggunakan Log Pearson III dapat dilihat pada Tabel 4.23.
79
I. Karakteristik DAS dan Hujan
1 Nama Sub DAS = Sub DAS 1
2 Luas Daerah Aliran Sungai (Adas) = 16.040 km²
3 Panjang Sungai Utama (L) = 7.229 km
4 Kemiringan Sungai (S) = 1.886
5 Tinggi Hujan Satuan (R) = 1.000 mm
6 Durasi Hujan Satuan (Tr) = 1.000 Jam
II. Perhitungan Waktu Puncak (Tp) Dan Waktu Dasar (Tb)
1 Koefisien waktu (Ct) = 1.000
2 Time Lag (TL)
TL=Ct*0.21*L^0.7 ; L < 15km
= L < 15km 0.839 jam
TL=Ct*(0.527+0.058*L) ; L ≥ 15km
3 Waktu Puncak
TP=1.6TL = 1.342 Jam
4 Waktu Dasar
TB/TP = 20.00 (Ratio TB/TP)
TB = 26.84 Jam
III. Debit Puncak (QP)
1 Cp. Koefisien Puncak (Cp) = 1.000
2 Alpha = 2.500
3 Betha = 0.720
4 Luas HSS (lihat Bag-IV,Jumlah Kol-4 ) = 1.766
5 Qp=1/(3.6*Tp)*(ADAS/AHSS) = 1.880 m³/s
6 Volume Hujan (VDAS=R*ADAS*1000) = 16040 m³
7 VHSS (Bag IV, Jumlah kolom-6) = 16040 m³
8 DRO=VHSS/ADAS/1000 = 1.000 mm
Berdasarkan perhitungan parameter fisik dan non fisik HSS ITB-2 diatas,
dilakukan perhitungan berbagai kala ulang dari 2 th, 5th, 10 th, 25th, 50th, 100th
dengan cara superposisi dari hujan efektif dikalikan perhitungan hidrograf satuan.
Tabel 4.32 menunjukkan hasil dari rekap perhitungan HSS ITB-2 Sub DAS 1
bagian dari DAS Tapin. Grafik hidrograf rencana dapat dilihat pada Gambar 4.11.
80
Secara detail proses analisa debit banjir rancangan menggunakan ITB-2 dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 4. 32 Debit Banjir Rencana Sub DAS 1 Metode HSS ITB-2
Kala Ulang (m3/dt)
t (waktu)
2th-an 5th-an 10th-an 25th-an 50th-an 100th-an
0.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.10 0.036 0.043 0.047 0.052 0.056 0.060
1.00 11.537 13.527 14.821 16.436 17.635 18.832
1.34 27.044 31.710 34.743 38.530 41.341 44.146
2.00 25.243 29.599 32.429 35.965 38.588 41.207
3.00 20.325 23.832 26.111 28.957 31.069 33.178
4.00 16.323 19.140 20.970 23.256 24.952 26.646
5.00 12.077 14.161 15.515 17.206 18.461 19.714
6.00 7.409 8.687 9.518 10.555 11.325 12.094
7.00 4.332 5.080 5.566 6.172 6.622 7.072
8.00 2.533 2.970 3.254 3.609 3.872 4.135
9.00 1.481 1.737 1.903 2.110 2.264 2.418
10.00 0.866 1.016 1.113 1.234 1.324 1.414
11.00 0.506 0.594 0.651 0.722 0.774 0.827
12.00 0.296 0.347 0.380 0.422 0.453 0.483
13.00 0.173 0.203 0.222 0.247 0.265 0.283
14.00 0.101 0.119 0.130 0.144 0.155 0.165
15.00 0.059 0.069 0.076 0.084 0.091 0.097
16.00 0.035 0.041 0.044 0.049 0.053 0.057
17.00 0.020 0.024 0.026 0.029 0.031 0.033
18.00 0.012 0.014 0.015 0.017 0.018 0.019
19.00 0.007 0.008 0.009 0.010 0.011 0.011
20.00 0.004 0.005 0.005 0.006 0.006 0.007
21.00 0.002 0.003 0.003 0.003 0.004 0.004
22.00 0.001 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002
23.00 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001
24.00 0.000 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001
Qmaks 27.044 31.710 34.743 38.530 41.341 44.146
Sumber : Hasil Analisa Penulis, 2021
81
Dari hasil analisa debit banjir di Sub DAS 1 dapat dilihat debit banjir dengan
kala ulang tahun hingga 100 tahun. Debit banjir rancangan yang dipakai untuk
mendesain check dam adalah debit banjir 50 tahun (Q50th). Hal tersebut juga sesuai
dengan peraturan dari Permen PUPR terkait bangunan pengendali sedimen. Nilai
debit banjir rancangan untuk Q 50 th adalah 41.34 m3/detik. Debit banjir rancangan
ini akan menjadi input di dalam check dam yang dibuat. Grafik hidrograf dari
analisa ini adalah sebagai berikut.
Grafik di atas menunjukkan hidrograf sintetis hasil analisa debit banjir pada
kala ulang 2 tahun hingga 100 tahun. Dari grafik dapat dilihat bahwa debit puncak
sama pada setiap kala ulang pada jam ke-1,34.
82
Gambar 4. 12 Penampang melintang sungai
Lokasi tersebut mempunyai lebar sungai 13 m, kondisi lereng agak curam,
banyak tersebar material batuan, pada sisi kiri sungai terdapat pemukiman warga
dengan jarak 50 m dari bibir sungai, sisi kanan terdapat kawasan hutan.
Dari hasil pengukuran topografi plotting situasi lokasi untuk bangunan
pengendali sedimen adalah sebagai berikut.
83
Gambar 4. 14 Gambar desain tipikal check dam
Secara detail penjelasan data teknis bangunan check dam adalah sebagai
berikut :
Tipe Bangunan : Beton
Luas Tangkapan BPS : 16.04 km2
Laju Sedimentasi Rerata : 0.4 mm/th
Sediment Inflow : 6.592,05 m3/th
Kapasitas Tampungan : 49.132,00 m3
Tinggi Bangunan : 3,75 m
Elevasi Ambang Pelimpah : +183,50 m
Lebar Ambang Pelimpah : 20,00 m
Panjang Kolam Olak : 13,00 m
Q50th : 41.34 m3/det
84
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa kajian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
:
1. Erosi dan sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu curah hujan,
penutupan lahan, slope dan jenis tanah. Erosi pada DAS Tapin rata-rata
termasuk dalam kelas berat yaitu lebih dari 180 ton/ha/tahun. Pada awal
perencanaan Bendungan Tapin pada tahun 2014 nilai sedimentasinya 1,60
mm/th sedangkan analisa saat tahun 2020 mencapai 1.80 mm/th. Oleh karena
itu perlu adanya penanggulangan secara bangunan sipil berupa bangunan
pengendali sedimen (check dam).
2. Bangunan pengendali sedimen ditempatkan pada lokasi yang sesuai dengan
kriteria yaitu dilihat dari parameter tingkat erosi, penggunaan lahan dan slope.
Lokasi paling optimal untuk dibangun check dam adalah pada Sub DAS 1.
Tingkat erosi pada sub DAS tersebut termasuk berat, dengan penutupan lahan
semak belukar dan hutan sekunder serta slope antara 18-20%.
3. Aspek hidrolis check dam Sub DAS 1 dengan desain tipikal adalah sebagai
berikut:
Tipe Bangunan : Beton
Luas Tangkapan BPS : 16.04 km2
Laju Sedimentasi Rerata : 0.4 mm/th
Sediment Inflow : 6.592,05 m3/th
Kapasitas Tampungan : 49.132,00 m3
Tinggi Bangunan : 3,75 m
Elevasi Ambang Pelimpah : +183,50 m
Lebar Ambang Pelimpah : 20,00 m
Panjang Kolam Olak : 13,00 m
Q50th : 41.34 m3/det
85
5.2. Rekomendasi
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa semakin
besar potensi erosi dan sedimentasi yang terjadi. Oleh karena itu perlu adanya
kajian secara berlanjut untuk dinas-dinas terkait sehingga kelestarian dan
keberlangsungan untuk konservasi dapat terjaga. Selain konservasi secara
bangunan sipil, perlu adanya konservasi secara vegetatif.
86
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : Institut Pertanian Bogor Press.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: Penerbit IPB (IPB Press).
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: Penerbit IPB (IPB Press).
Asdak, C. 2007. Hidrologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
Badan Standarisasi Nasional .2015. Desain Bangunan Penahan Sedimen SNI
2851:2015. Standar Nasional Indonesia.
Christanto, N. 2018. Analisis Laju Sedimen DAS Serayu Hulu dengan
Menggunakan Model SWAT. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Dangler, E. 1976. Erosion of selected Hawaii soils by simulated rainfall. Soil sci.
Fauzan, A. 2016. Analisis Pemilihan Lokasi Kantor Dan Workshop Baru
Menggunakan Metode AHP Pada CV. Young Interior. Malang : Institut
Teknologi Nasional Malang.
Harto, S. 2000. Analisis Hidrologi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kaharuddin, 2010. Kajian Pengendali Laju Sedimen dengan Baunan Pengendali di
DAS Hulu Batang Gadis Propinsi Sumatera Utara. Malang: Program
Magister Teknik Pengairan Universitas Brawijaya.
Kironoto, B. 2001. Hidraulika Transpor Sedimen. Yogyakarta : Program Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada.
Kodoatie, R. 2002. Banjir, Beberapa Penyebab dan Metode Pengendaliannya
dalam Perspektif Lingkungan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Kusrini. 2007. Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Yogyakarta :
Penerbit Andi.
Listriyana, I. 2006. Pemetaan Daerah Rawan Bahaya Erosi Di Bagian Barat
Daya Gunung Lawu Melalu Pendekatan Model Pixel dan Sistem Informasi
Geografi (SIG). Surakarta : UNS.
Mardjikoen, P. 1987. Transpor Sedimen. Yogyakarta : PAU Ilmu Teknik
Universitas Gadjah Mada.
Magdalena, H. 2012, Seminar Nasional ”Teknologi Informasi dan Komunikasi .
Pangkalpinang : STMIK Atma Luhur.
Ma’wa, J. 2010. Studi Pendugaan Sisa Usia Guna Waduk Sengguruh Dengan
Pendekatan Erosi Dan Sedimentasi. Malang : Universitas Brawijaya.
Michalec, B. 2014. Penilaian Distribusi Sedimen pada Kolam Penampungan Kecil.
Yogyakarta : UGM.
Neitsch, S. 2009. Soil and Water Assessmen Tool Theoretical Documentation.
Texas : Agriculture Research Service and Texas Agricultur Experiment
Station.
Oehadijono. 1993. Dasar Dasar Teknik Sungai. Jakarta: Universitas Hasanuddin.
Pranowo, J. 2001. Kajian Pola Distribusi Sedimentasi Waduk dengan Referensi
Beberapa Waduk di Jawa. Semarang : Magister Teknik Sipil Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Bandung : ITB.
87
Qohar, 2002. Prediksi Umur Layanan Waduk Kedungombo Akibat Sedimen.
Yogyakarta : FT UGM.
Rahim, 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan
Hidup. Jakarta : Bumi Aksara.
Rouf, A. 2004, Metode Pengukuran Sediment Transfort Dan Analisa Sedimen Di
Laboratorium . Semarang : Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Rusdi., A. 2013. Degradasi Lahan Akibat Erosi pada Areal Pertanian di
Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar. Jakarta : Manajemen
Sumberdaya Lahan.
Saptohartono, E. 2007. Analisis Pengaruh Curah Hujan terhadap Tingkat
Kerawanan Tanah Longsor Kab. Bandung. Bandung : Institut Teknologi
Bandung.
Sitorus. S. 1989. Survei Tanah Dan Penggunaan Lahan. Laboratorium
Perencanaan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Bogor : Jurusan
Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Soemarto, C. 1995. Hidrologi Teknik. Jakarta : Erlangga.
Sosrodarsono, 1977. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Jakarta. : P.T. Pradnya
Paramita,
Suhartanto, 2001. Hidrologi I Pengenalan Hidrologi Teknik Sipil. Yogyakarta :
UGM.
Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Penerbit
Andi.
Triatmodjo, B. 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta : Beta Offset.
Utomo, T. 2018. Analisis Penentuan Lokasi DAM Penahan Sedimen (DPN)
Berdasarkan Tingkat Bahaya Erosi dengan Program Arc GIS. Samarinda:
Program Magister Ilmu Kehutanan, Universitas Mulawarman.
Van Zuidam, R. 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and
Geomorphological Mapping. The Hague : Smith Publisher.
Virama Karya. 2014. Sertifikasi Pembangunan Bendungan Tapin.
Wischmeier, W. 1976. Use and Misuse Of The Universal Soil Lose Equation.
Journal of Soil and Water Conservation.
88
LAMPIRAN
Lamp-1
LAMPIRAN
Lamp-2
Lamp-3
Lamp-4
Lamp-5
Lamp-6
Lampiran 2. Hasil Analisa
Lamp-7
Lamp-8
Lampiran 3. Analisa Dispersi Curah Hujan
1. Distribusi Normal
Rata-rata (Xrt) k XT
No. Tahun Standar Deviasi
(mm) Normal (mm)
1 2 0.000 112.567
2 5 0.840 130.541
3 10 1.280 139.955
112.567 21.40
4 25 1.708 149.114
5 50 2.050 156.432
6 100 2.330 162.423
2. Distribusi Gumbel
n Sn Yn
15 1.0206 0.5128
T Xrt k Xt
No S
(Tahun) (mm) Gumbel (mm)
1 2 -0.143 109.499
2 5 0.967 133.262
3 10 1.703 148.996
112.567 21.397
4 25 2.631 168.874
5 50 3.321 183.621
6 100 4.006 198.282
3. Distribusi Pearson
T Xrt k Xt
No. S
(Tahun) (mm) Pearson III (mm)
1 2 -0.145 109.460
2 5 0.771 129.063
3 10 1.338 141.207
112.567 21.397
4 25 2.014 155.672
5 50 2.490 165.849
6 100 2.945 175.591
Lamp-9
3. Distribusi Log Normal
Lamp-10
GUMBEL
N Yn n Yn n yn n Yn n Sn n Sn n Sn n Sn
10 0.4952 34 0.5396 58 0.5515 82 0.5672 10 0.9496 33 1.1226 56 1.1696 79 1.1930
11 0.4996 35 0.5402 59 0.5518 83 0.5574 11 0.9676 34 1.1255 57 1.1708 80 1.1938
12 0.5035 36 0.541 60 0.5521 84 0.5576 12 0.9833 35 1.1286 58 1.1721 81 1.1945
13 0.507 37 0.5418 61 0.5524 85 0.5578 13 0.9971 36 1.1313 59 1.1734 82 1.1953
14 0.51 38 0.5424 62 0.5527 86 0.558 14 1.0095 37 1.1339 60 1.1747 83 1.1959
15 0.5128 39 0.543 63 0.553 87 0.5581 15 1.0206 38 1.1363 61 1.1759 84 1.1967
16 0.5157 40 0.5436 64 0.5533 88 0.5583 16 1.0316 39 1.1388 62 1.1770 85 1.1973
17 0.5181 41 0.5442 65 0.5535 89 0.5585 17 1.0411 40 1.1413 63 1.1782 86 1.1987
18 0.5202 42 0.5448 66 0.5538 90 0.5586 18 1.0493 41 1.1436 64 1.1793 87 1.1987
19 0.522 43 0.5453 67 0.554 91 0.5587 19 1.0565 42 1.1458 65 1.1803 88 1.1994
20 0.5236 44 0.5458 68 0.5543 92 0.5589 20 1.0628 43 1.1480 66 1.1814 89 1.2001
21 0.5252 45 0.5463 69 0.5545 93 0.5591 21 1.0696 44 1.1499 67 1.1824 90 1.2007
22 0.5268 46 0.5468 70 0.5548 94 0.5592 22 1.0754 45 1.1519 68 1.1834 91 1.2013
23 0.5283 47 0.5473 71 0.555 95 0.5593 23 1.0811 46 1.1538 69 1.1844 92 1.2020
24 0.5296 48 0.5477 72 0.5552 96 0.5595 24 1.0864 47 1.1557 70 1.1854 93 1.2026
25 0.5309 49 0.5481 73 0.5555 97 0.5596 25 1.0915 48 1.1574 71 1.1854 94 1.2032
26 0.532 50 0.5485 74 0.5557 98 0.5598 26 1.0861 49 1.1590 72 1.1873 95 1.2038
27 0.5332 51 0.5489 75 0.5559 99 0.5599 27 1.1004 50 1.1607 73 1.1881 96 1.2044
28 0.5343 52 0.5493 76 0.5561 100 0.56 28 1.1047 51 1.1623 74 1.1890 97 1.2049
29 0.5353 53 0.5497 77 0.5563 29 1.1086 52 1.1638 75 1.1898 98 1.2055
30 0.5362 54 0.5501 78 0.5565 30 1.1124 53 1.1658 76 1.1906 99 1.2060
31 0.5371 55 0.5504 79 0.5567 31 1.1159 54 1.1667 77 1.1915 100 1.2065
32 0.538 56 0.5508 80 0.5569 32 1.1193 55 1.1681 78 1.1923
33 0.5388 57 0.5511 81 0.557 Sumber : Hidrologi Teknik. C.D. Soemarto. Edisi Ke-2. 1987:237
Sumber : Hidrologi Teknik. C.D. Soemarto. Edisi Ke-2. 1987:236
Lamp-11
Uji Chi-Square
G = 1 + 3.322 log n
G = 4.91 TERGANTUNG DISTRIBUSI MANA YANG DITERIMA
≈ 5
Dk = G -3
Dk = 2
Ef = n/G
Ef = 3.00 ΔX = (Log Xmax-Log Xmin)/ (G-1)
Xawal = Log Xmin - 1/2 ΔX
∆X = (Xmaks- Xmin) / (G-1) Xakhir = Log Xmax + 1/2 ΔX
= 0.07
X awal = Xmin - 0.5 ∆X
= 1.90
X akhir = Xmax + 0.5 ∆X
= 2.27 0.367 0.0611
Lamp-12
a derajat kepercayaan
Dk
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879
2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597
3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860
5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750
Sumber: Bonnier,1980
Lamp-13
Lampiran 4. Analisa Debit Banjir
I. Karakteristik DAS dan Hujan
1 Nama Sub DAS = Sub DAS 1
2 Luas Daerah Aliran Sungai (Adas) = 16.040 km²
3 Panjang Sungai Utama (L) = 7.229 km
4 Kemiringan Sungai (S) = 1.886
5 Tinggi Hujan Satuan (R) = 1.000 mm
6 Durasi Hujan Satuan (Tr) = 1.000 Jam
II. Perhitungan Waktu Puncak (Tp) Dan Waktu Dasar (Tb)
1 Koefisien waktu (Ct) = 1.000
2 Time Lag (TL) jam
TL=Ct*0.21*L^0.7 ; L < 15km
= L < 15km 0.839
TL=Ct*(0.527+0.058*L) ; L ≥ 15km
3 Waktu Puncak
TP=1.6TL = 1.342 Jam
4 Waktu Dasar
TB/TP = 20.00 (Ratio TB/TP)
TB = 26.84 Jam
III. Debit Puncak (QP)
1 Cp. Koefisien Puncak (Cp) = 1.000
2 Alpha = 2.500
3 Betha = 0.720
4 Luas HSS (lihat Bag-IV,Jumlah Kol-4 ) = 1.766
5 Qp=1/(3.6*Tp)*(ADAS/AHSS) = 1.880 m³/s
6 Volume Hujan (VDAS=R*ADAS*1000) = 16040 m³
7 VHSS (Bag IV, Jumlah kolom-6) = 16040 m³
8 DRO=VHSS/ADAS/1000 = 1.000 mm
Lamp-14
IV. Perhitungan HSS ITB-2
T (jam) HSS Tak Berdimensi HSS Berdimensi
t=T/Tp q=Q/Qp A Q=qxQp V(m³)
(1) (2) (3) (4) (5)=(3)*Qp (6)
0.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.10 0.075 0.002 0.000 0.003 0.513
1.00 0.745 0.479 0.161 0.901 1464.877
1.34 1.000 1.000 0.188 1.880 1711.302
2.00 1.491 0.702 0.418 1.321 3791.789
3.00 2.236 0.411 0.415 0.772 3767.051
4.00 2.981 0.240 0.243 0.452 2202.752
5.00 3.726 0.140 0.142 0.264 1288.041
6.00 4.472 0.082 0.083 0.154 753.171
7.00 5.217 0.048 0.048 0.090 440.411
8.00 5.962 0.028 0.028 0.053 257.527
9.00 6.707 0.016 0.017 0.031 150.587
10.00 7.453 0.010 0.010 0.018 88.054
11.00 8.198 0.006 0.006 0.011 51.489
12.00 8.943 0.003 0.003 0.006 30.108
13.00 9.688 0.002 0.002 0.004 17.605
14.00 10.434 0.001 0.001 0.002 10.295
15.00 11.179 0.001 0.001 0.001 6.020
16.00 11.924 0.000 0.000 0.001 3.520
17.00 12.669 0.000 0.000 0.000 2.058
18.00 13.415 0.000 0.000 0.000 1.204
19.00 14.160 0.000 0.000 0.000 0.704
20.00 14.905 0.000 0.000 0.000 0.412
21.00 15.650 0.000 0.000 0.000 0.241
22.00 16.396 0.000 0.000 0.000 0.141
23.00 17.141 0.000 0.000 0.000 0.082
24.00 17.886 0.000 0.000 0.000 0.048
Lamp-15
2 tahunan
Waktu Tinggi Hujan (mm/jam) Hidrograf Total
HSS ITB-2 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
(jam)
12.788 3.324 2.331 1.857 1.568
0.00 0.0000 0.0000 * * * * 0.0000
0.10 0.0029 0.0365 0.0000 * * * 0.0365
1.00 0.9014 11.5271 0.0095 0.0000 * * 11.5365
1.34 1.8800 24.0411 2.9961 0.0066 0.0000 * 27.0438
2.00 1.3206 16.8879 6.2487 2.1012 0.0053 0.0000 25.2431
3.00 0.7722 9.8750 4.3895 4.3823 1.6735 0.0045 20.3248
4.00 0.4515 5.7743 2.5667 3.0784 3.4902 1.4133 16.3230
5.00 0.2640 3.3765 1.5009 1.8001 2.4517 2.9476 12.0767
6.00 0.1544 1.9744 0.8776 1.0526 1.4336 2.0706 7.4088
7.00 0.0903 1.1545 0.5132 0.6155 0.8383 1.2107 4.3322
8.00 0.0528 0.6751 0.3001 0.3599 0.4902 0.7080 2.5332
9.00 0.0309 0.3948 0.1755 0.2104 0.2866 0.4140 1.4813
10.00 0.0181 0.2308 0.1026 0.1231 0.1676 0.2421 0.8662
11.00 0.0106 0.1350 0.0600 0.0720 0.0980 0.1415 0.5065
12.00 0.0062 0.0789 0.0351 0.0421 0.0573 0.0828 0.2962
13.00 0.0036 0.0462 0.0205 0.0246 0.0335 0.0484 0.1732
14.00 0.0021 0.0270 0.0120 0.0144 0.0196 0.0283 0.1013
15.00 0.0012 0.0158 0.0070 0.0084 0.0115 0.0165 0.0592
16.00 0.0007 0.0092 0.0041 0.0049 0.0067 0.0097 0.0346
17.00 0.0004 0.0054 0.0024 0.0029 0.0039 0.0057 0.0202
18.00 0.0002 0.0032 0.0014 0.0017 0.0023 0.0033 0.0118
19.00 0.0001 0.0018 0.0008 0.0010 0.0013 0.0019 0.0069
20.00 0.0001 0.0011 0.0005 0.0006 0.0008 0.0011 0.0040
21.00 0.0000 0.0006 0.0003 0.0003 0.0005 0.0007 0.0024
22.00 0.0000 0.0004 0.0002 0.0002 0.0003 0.0004 0.0014
23.00 0.0000 0.0002 0.0001 0.0001 0.0002 0.0002 0.0008
24.00 0.0000 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0005
27.04
Lamp-16
5 tahunan
Waktu Tinggi Hujan (mm/jam) Hidrograf Total
HSS ITB-2 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
(jam)
14.995 3.897 2.733 2.177 1.838
0.00 0.0000 0.0000 * * * * 0.0000
0.10 0.0029 0.0427 0.0000 * * * 0.0427
1.00 0.9014 13.5161 0.0111 0.0000 * * 13.5272
1.34 1.8800 28.1895 3.5131 0.0078 0.0000 * 31.7104
2.00 1.3206 19.8019 7.3270 2.4638 0.0062 0.0000 29.5989
3.00 0.7722 11.5790 5.1469 5.1385 1.9622 0.0052 23.8319
4.00 0.4515 6.7707 3.0096 3.6096 4.0925 1.6572 19.1396
5.00 0.2640 3.9591 1.7598 2.1107 2.8748 3.4562 14.1606
6.00 0.1544 2.3151 1.0290 1.2342 1.6810 2.4278 8.6872
7.00 0.0903 1.3537 0.6017 0.7217 0.9830 1.4197 5.0798
8.00 0.0528 0.7916 0.3519 0.4220 0.5748 0.8301 2.9703
9.00 0.0309 0.4629 0.2057 0.2468 0.3361 0.4854 1.7369
10.00 0.0181 0.2707 0.1203 0.1443 0.1965 0.2838 1.0156
11.00 0.0106 0.1583 0.0703 0.0844 0.1149 0.1660 0.5939
12.00 0.0062 0.0925 0.0411 0.0493 0.0672 0.0971 0.3473
13.00 0.0036 0.0541 0.0241 0.0288 0.0393 0.0568 0.2031
14.00 0.0021 0.0316 0.0141 0.0169 0.0230 0.0332 0.1187
15.00 0.0012 0.0185 0.0082 0.0099 0.0134 0.0194 0.0694
16.00 0.0007 0.0108 0.0048 0.0058 0.0079 0.0113 0.0406
17.00 0.0004 0.0063 0.0028 0.0034 0.0046 0.0066 0.0237
18.00 0.0002 0.0037 0.0016 0.0020 0.0027 0.0039 0.0139
19.00 0.0001 0.0022 0.0010 0.0012 0.0016 0.0023 0.0081
20.00 0.0001 0.0013 0.0006 0.0007 0.0009 0.0013 0.0047
21.00 0.0000 0.0007 0.0003 0.0004 0.0005 0.0008 0.0028
22.00 0.0000 0.0004 0.0002 0.0002 0.0003 0.0005 0.0016
23.00 0.0000 0.0003 0.0001 0.0001 0.0002 0.0003 0.0009
24.00 0.0000 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0002 0.0006
31.7104
Lamp-17
10 tahunan
Waktu Tinggi Hujan (mm/jam) Hidrograf Total
HSS ITB-2 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
(jam)
16.429 4.270 2.995 2.385 2.014
0.00 0.0000 0.0000 * * * * 0.0000
0.10 0.0029 0.0468 0.0000 * * * 0.0468
1.00 0.9014 14.8086 0.0122 0.0000 * * 14.8208
1.34 1.8800 30.8852 3.8490 0.0085 0.0000 * 34.7427
2.00 1.3206 21.6955 8.0276 2.6994 0.0068 0.0000 32.4293
3.00 0.7722 12.6863 5.6391 5.6299 2.1499 0.0057 26.1109
4.00 0.4515 7.4182 3.2974 3.9548 4.4838 1.8156 20.9698
5.00 0.2640 4.3377 1.9281 2.3125 3.1497 3.7867 15.5148
6.00 0.1544 2.5365 1.1275 1.3522 1.8418 2.6600 9.5179
7.00 0.0903 1.4832 0.6593 0.7907 1.0770 1.5554 5.5655
8.00 0.0528 0.8673 0.3855 0.4624 0.6297 0.9095 3.2544
9.00 0.0309 0.5071 0.2254 0.2704 0.3682 0.5318 1.9030
10.00 0.0181 0.2965 0.1318 0.1581 0.2153 0.3110 1.1128
11.00 0.0106 0.1734 0.0771 0.0924 0.1259 0.1818 0.6507
12.00 0.0062 0.1014 0.0451 0.0541 0.0736 0.1063 0.3805
13.00 0.0036 0.0593 0.0264 0.0316 0.0431 0.0622 0.2225
14.00 0.0021 0.0347 0.0154 0.0185 0.0252 0.0364 0.1301
15.00 0.0012 0.0203 0.0090 0.0108 0.0147 0.0213 0.0761
16.00 0.0007 0.0119 0.0053 0.0063 0.0086 0.0124 0.0445
17.00 0.0004 0.0069 0.0031 0.0037 0.0050 0.0073 0.0260
18.00 0.0002 0.0041 0.0018 0.0022 0.0029 0.0043 0.0152
19.00 0.0001 0.0024 0.0011 0.0013 0.0017 0.0025 0.0089
20.00 0.0001 0.0014 0.0006 0.0007 0.0010 0.0015 0.0052
21.00 0.0000 0.0008 0.0004 0.0004 0.0006 0.0008 0.0030
22.00 0.0000 0.0005 0.0002 0.0003 0.0003 0.0005 0.0018
23.00 0.0000 0.0003 0.0001 0.0001 0.0002 0.0003 0.0010
24.00 0.0000 0.0002 0.0001 0.0001 0.0001 0.0002 0.0006
34.7427
Lamp-18
25 tahunan
Waktu Tinggi Hujan (mm/jam) Hidrograf Total
HSS ITB-2 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
(jam)
18.220 4.736 3.321 2.645 2.234
0.00 0.0000 0.0000 * * * * 0.0000
0.10 0.0029 0.0519 0.0000 * * * 0.0519
1.00 0.9014 16.4230 0.0135 0.0000 * * 16.4365
1.34 1.8800 34.2521 4.2686 0.0095 0.0000 * 38.5302
2.00 1.3206 24.0606 8.9027 2.9937 0.0075 0.0000 35.9645
3.00 0.7722 14.0693 6.2538 6.2436 2.3843 0.0064 28.9573
4.00 0.4515 8.2269 3.6569 4.3859 4.9726 2.0136 23.2558
5.00 0.2640 4.8106 2.1383 2.5646 3.4931 4.1995 17.2061
6.00 0.1544 2.8130 1.2504 1.4996 2.0425 2.9500 10.5555
7.00 0.0903 1.6449 0.7311 0.8769 1.1944 1.7250 6.1722
8.00 0.0528 0.9618 0.4275 0.5128 0.6984 1.0087 3.6092
9.00 0.0309 0.5624 0.2500 0.2998 0.4084 0.5898 2.1104
10.00 0.0181 0.3289 0.1462 0.1753 0.2388 0.3449 1.2341
11.00 0.0106 0.1923 0.0855 0.1025 0.1396 0.2017 0.7216
12.00 0.0062 0.1124 0.0500 0.0599 0.0817 0.1179 0.4220
13.00 0.0036 0.0658 0.0292 0.0351 0.0477 0.0690 0.2467
14.00 0.0021 0.0384 0.0171 0.0205 0.0279 0.0403 0.1443
15.00 0.0012 0.0225 0.0100 0.0120 0.0163 0.0236 0.0844
16.00 0.0007 0.0131 0.0058 0.0070 0.0095 0.0138 0.0493
17.00 0.0004 0.0077 0.0034 0.0041 0.0056 0.0081 0.0288
18.00 0.0002 0.0045 0.0020 0.0024 0.0033 0.0047 0.0169
19.00 0.0001 0.0026 0.0012 0.0014 0.0019 0.0028 0.0099
20.00 0.0001 0.0015 0.0007 0.0008 0.0011 0.0016 0.0058
21.00 0.0000 0.0009 0.0004 0.0005 0.0007 0.0009 0.0034
22.00 0.0000 0.0005 0.0002 0.0003 0.0004 0.0006 0.0020
23.00 0.0000 0.0003 0.0001 0.0002 0.0002 0.0003 0.0012
24.00 0.0000 0.0002 0.0001 0.0001 0.0001 0.0002 0.0007
38.5302
Lamp-19
50 tahunan
Waktu Tinggi Hujan (mm/jam) Hidrograf Total
HSS ITB-2 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
(jam)
19.548 5.081 3.563 2.838 2.397
0.00 0.0000 0.0000 * * * * 0.0000
0.10 0.0029 0.0557 0.0000 * * * 0.0557
1.00 0.9014 17.6209 0.0145 0.0000 * * 17.6354
1.34 1.8800 36.7505 4.5800 0.0102 0.0000 * 41.3406
2.00 1.3206 25.8157 9.5521 3.2120 0.0081 0.0000 38.5879
3.00 0.7722 15.0955 6.7100 6.6990 2.5582 0.0068 31.0695
4.00 0.4515 8.8270 3.9236 4.7058 5.3354 2.1604 24.9521
5.00 0.2640 5.1615 2.2943 2.7517 3.7479 4.5058 18.4612
6.00 0.1544 3.0181 1.3416 1.6090 2.1915 3.1652 11.3254
7.00 0.0903 1.7648 0.7845 0.9409 1.2815 1.8508 6.6224
8.00 0.0528 1.0320 0.4587 0.5502 0.7493 1.0822 3.8724
9.00 0.0309 0.6034 0.2682 0.3217 0.4382 0.6328 2.2644
10.00 0.0181 0.3529 0.1568 0.1881 0.2562 0.3700 1.3241
11.00 0.0106 0.2063 0.0917 0.1100 0.1498 0.2164 0.7742
12.00 0.0062 0.1206 0.0536 0.0643 0.0876 0.1265 0.4527
13.00 0.0036 0.0705 0.0314 0.0376 0.0512 0.0740 0.2647
14.00 0.0021 0.0413 0.0183 0.0220 0.0300 0.0433 0.1548
15.00 0.0012 0.0241 0.0107 0.0129 0.0175 0.0253 0.0905
16.00 0.0007 0.0141 0.0063 0.0075 0.0102 0.0148 0.0529
17.00 0.0004 0.0082 0.0037 0.0044 0.0060 0.0086 0.0309
18.00 0.0002 0.0048 0.0021 0.0026 0.0035 0.0051 0.0181
19.00 0.0001 0.0028 0.0013 0.0015 0.0020 0.0030 0.0106
20.00 0.0001 0.0016 0.0007 0.0009 0.0012 0.0017 0.0062
21.00 0.0000 0.0010 0.0004 0.0005 0.0007 0.0010 0.0036
22.00 0.0000 0.0006 0.0003 0.0003 0.0004 0.0006 0.0021
23.00 0.0000 0.0003 0.0001 0.0002 0.0002 0.0003 0.0012
24.00 0.0000 0.0002 0.0001 0.0001 0.0001 0.0002 0.0007
41.3406
Lamp-20
100 tahunan
Waktu Tinggi Hujan (mm/jam) Hidrograf Total
HSS ITB-2 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
(jam)
20.875 5.426 3.805 3.031 2.559
0.00 0.0000 0.0000 * * * * 0.0000
0.10 0.0029 0.0595 0.0000 * * * 0.0595
1.00 0.9014 18.8167 0.0155 0.0000 * * 18.8322
1.34 1.8800 39.2446 4.8908 0.0108 0.0000 * 44.1462
2.00 1.3206 27.5677 10.2004 3.4300 0.0086 0.0000 41.2067
3.00 0.7722 16.1200 7.1653 7.1537 2.7318 0.0073 33.1780
4.00 0.4515 9.4260 4.1899 5.0252 5.6974 2.3070 26.6455
5.00 0.2640 5.5118 2.4500 2.9384 4.0022 4.8116 19.7140
6.00 0.1544 3.2230 1.4326 1.7182 2.3403 3.3800 12.0940
7.00 0.0903 1.8846 0.8377 1.0047 1.3684 1.9764 7.0719
8.00 0.0528 1.1020 0.4898 0.5875 0.8002 1.1557 4.1352
9.00 0.0309 0.6444 0.2864 0.3435 0.4679 0.6758 2.4180
10.00 0.0181 0.3768 0.1675 0.2009 0.2736 0.3952 1.4139
11.00 0.0106 0.2203 0.0979 0.1175 0.1600 0.2311 0.8268
12.00 0.0062 0.1288 0.0573 0.0687 0.0936 0.1351 0.4835
13.00 0.0036 0.0753 0.0335 0.0402 0.0547 0.0790 0.2827
14.00 0.0021 0.0441 0.0196 0.0235 0.0320 0.0462 0.1653
15.00 0.0012 0.0258 0.0115 0.0137 0.0187 0.0270 0.0967
16.00 0.0007 0.0151 0.0067 0.0080 0.0109 0.0158 0.0565
17.00 0.0004 0.0088 0.0039 0.0047 0.0064 0.0092 0.0331
18.00 0.0002 0.0052 0.0023 0.0027 0.0037 0.0054 0.0193
19.00 0.0001 0.0030 0.0013 0.0016 0.0022 0.0032 0.0113
20.00 0.0001 0.0018 0.0008 0.0009 0.0013 0.0018 0.0066
21.00 0.0000 0.0010 0.0005 0.0005 0.0007 0.0011 0.0039
22.00 0.0000 0.0006 0.0003 0.0003 0.0004 0.0006 0.0023
23.00 0.0000 0.0004 0.0002 0.0002 0.0003 0.0004 0.0013
24.00 0.0000 0.0002 0.0001 0.0001 0.0001 0.0002 0.0008
44.1462
Lamp-21
Kala Ulang (m3/dt)
t (waktu)
2th-an 5th-an 10th-an 25th-an 50th-an 100th-an
0.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.10 0.036 0.043 0.047 0.052 0.056 0.060
1.00 11.537 13.527 14.821 16.436 17.635 18.832
1.34 27.044 31.710 34.743 38.530 41.341 44.146
2.00 25.243 29.599 32.429 35.965 38.588 41.207
3.00 20.325 23.832 26.111 28.957 31.069 33.178
4.00 16.323 19.140 20.970 23.256 24.952 26.646
5.00 12.077 14.161 15.515 17.206 18.461 19.714
6.00 7.409 8.687 9.518 10.555 11.325 12.094
7.00 4.332 5.080 5.566 6.172 6.622 7.072
8.00 2.533 2.970 3.254 3.609 3.872 4.135
9.00 1.481 1.737 1.903 2.110 2.264 2.418
10.00 0.866 1.016 1.113 1.234 1.324 1.414
11.00 0.506 0.594 0.651 0.722 0.774 0.827
12.00 0.296 0.347 0.380 0.422 0.453 0.483
13.00 0.173 0.203 0.222 0.247 0.265 0.283
14.00 0.101 0.119 0.130 0.144 0.155 0.165
15.00 0.059 0.069 0.076 0.084 0.091 0.097
16.00 0.035 0.041 0.044 0.049 0.053 0.057
17.00 0.020 0.024 0.026 0.029 0.031 0.033
18.00 0.012 0.014 0.015 0.017 0.018 0.019
19.00 0.007 0.008 0.009 0.010 0.011 0.011
20.00 0.004 0.005 0.005 0.006 0.006 0.007
21.00 0.002 0.003 0.003 0.003 0.004 0.004
22.00 0.001 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002
23.00 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001
24.00 0.000 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001
Qmaks 27.044 31.710 34.743 38.530 41.341 44.146
Lamp-22