Anda di halaman 1dari 8

ISSN: 2614-6754 (print) Halaman 16038-16045

ISSN: 2614-3097(online) Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022

Analisis Implementasi Pendidikan Berbasis Inklusif sebagai Upaya


Mencegah Diskriminasi Anak Berkebutuhan Khusus
Anna Amatullah
Duta Peduli Kesehatan Jiwa
Email: Annaamatullah27@gmail.com

Abstrak

Pendidikan merupakan hak yang dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia
telah menekankan bahwa semua anak memiliki hak atas pendidikan, termasuk anak
berkebutuhan khusus. Tulisan ini membahas tentang bagaimana menerapkan pendidikan
berbasis inklusi sebagai upaya pencegahan diskriminasi terhadap kebutuhan khusus.
Makalah ini dikembangkan dengan menerapkan metode kualitatif untuk meninjau topik yang
dibahas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendidikan inklusif di Indonesia telah
menunjukkan perubahan positif yang signifikan. Hal ini terlihat dari pelaksanaan perbaikan
pemerintah dalam penyediaan fasilitas pendidikan inklusi yang berjumlah 2.250. Kajian ini
dapat dilanjutkan dengan membahas tantangan dan hambatan dalam menerapkan pendidikan
inklusi di Indonesia.

Kata Kunci: Anak Berkebutuhan Khusus, Pendidikan Inklusif, Pembelajaran.

Abstract

Education is a right that is owned by all Indonesian people. The Indonesian government has
emphasized that all children have the rights to education, which include children with special
needs. This paper discusses how to implement inclusive-based education as an effort to
prevent discrimination against special needs. This paper was developed by applying a
qualitative method to review the topics discussed. The results showed that the application of
inclusive education in Indonesia has shown significant positive changes. This can be seen
from the implementation of government improvements in the provision of inclusive education
facilities, which amounted to 2,250. This study can be continued by discussing the challenges
and obstacles in applying inclusive education in Indonesia.

Keywords: The Child With Special Needs, Inclusive Education, Learning.

PENDAHULUAN
Edukasi adalah sebuah hak yang ada pada semua masyarakat Indonesia tanpa adanya
pengecualian. Pernyataan ini telah ditegaskan dalam kebijakan Indonesia yang dituangkan di
UU No. 20 Tahun 2003 mengenai mekanisme edukasi nasional. Aturan tersebut menyebutkan
bahwasanya setiap warga negara berhak mendapatkan edukasi tanpa diskriminasi. Dengan
demikian, maka semua lapisan masyarakat Indonesia tanpa memandang perbedaan seperti
intelektual, status sosial, fisik, psikis, dan mental serta lainnya berhak untuk mengikuti dan
mendapatkan pendidikan yang bermutu.
Pemerintah Indonesia telah menekankan bahwa setiap anak berhak mendapat
pendidikan. Pemerintah bahkan berusaha agar setiap anak wajib sekolah dapat mengikuti
pendidikan yang bermutu. Pemerintah terus berusaha untuk memfasilitasi semua anak untuk
dapat mengikuti pendidikan, termasuk anak berkebutuhan khusus (Heri Setiawan et al:2020).
Anak dengan kebutuhan khusus ialah anak yang sedang mengikuti edukasi memerlukan
perlakuan yang lebih khusus karena anak dengan kebutuhan khusus memiliki kebutuhan yang
berbeda dengan anak pada umumnya (Sukadari:2020). Pada penelitian yang sama, Sukardi

Jurnal Pendidikan Tambusai 16038


ISSN: 2614-6754 (print) Halaman xxx-xxx
ISSN: 2614-3097(online) Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022

(2020) menyebutkan bahwa anak dengan kebutuhan khusus mencakup 2 golongan, yakni
anak yang dengan sifat permanen serta yang memiliki sifat temporer. Anak yang memiliki
kebutuhan temporer merupakan anak-anak yang dalam kegiatan belajar mengalami
hambatan dalam perkembangannya karena situasi dan kondisi lingkungannya. Salah satu
yang dialami oleh anak dengan kebutuhan khusus jenis kontemporer adalah anak mengalami
tantangan untuk melakukan penyesuaian diri akibat mengalami peristiwa seperti bencana
alam dan kerusuhan. Kasus lainnya diantaranya adalah anak mengalami keterbatasan untuk
mengikuti pembelajaran akibat perbedaan budaya yang sangat signifikan antara di rumah dan
di sekolah, karena kemiskinan, dan lainnya. Sementara itu, anak berkebutuhan khusus pada
kategori permanen maksudnya adalah keadaan ini terjadi sebab anak terkait mempunyai
kelainan bawaan.
Anak berkebutuhan khusus tidak bisa ditempatkan disekolah normal pada umumnya
apabila tenaga pendidik tidak memiliki ruang, fasilitas, dan pengetahuan tentang perlakuan
dan metode pengajaran pada anak dengan kebutuhan khusus. Jika hal tersebut dilaksanakan,
anak dengan keperluan khusus akan tertinggal dalam mengikuti proses belajar bersama-sama
anak normal yang lain. Bahkan, anak berkebutuhan khusus yang ditempatkan pada bukan
lingkungannya seringkali mengalami diskriminasi yang dapat merusak mental dan
kepercayaan diri anak. Maka dari itu, demi terlaksananya kesetaraan hak dan kesempatan
perlu dilakukan upaya agar anak berkebutuhan khusus diberikan ruang dan kesempatan untuk
dapat menerima dan mengikuti pendidikan seperti anak-anak normal lainnya.
Anak dengan disabilitas mempunyai hak yang sama dengan anak-anak lainnya dalam
memperoleh edukasi. Namun sangat disayangkan, aksesibilitas edukasi yang mencukupi bagi
anak dengan kebutuhan khusus masih kurang serta tidak merata. Hal ini dikarenakan
ketersediaan Sekolah Luar Biasa (SLB) umumnya di perkotaan besar. Edukasi inklusif hadir
menjadi salah satu opsi atau solusi guna memecahkan permasalahan sosial anak yang
memiliki disabilitas. Target didirikannya sekolah inklusi yakni untuk meminimalisir efek yang
muncul dari sikap eksklusif. Sekolah inklusif juga memberikan peluang bagi anak dengan
kebutuhan khusus serta di tingkat ekonomi kebawah untuk mendapatkan Pendidikan (Ahad
Jauhari:2017).
Direktorat Sekolah Dasar Republik Indonesia dikutip dari laman Kementrian Pendidikan,
Kebudayaaan, Riset dan Teknologi Indonesia menyatakan bahwa model pendidikan yang
dapat diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus adalah pendidikan Inklusif yaitu sebagai
solusi untuk mencegah diskriminasi. Kemendikbud ristek dalam laman tersebut menyebutkan
bahwa sebagai upaya untuk mempromosikan pendidikan yang berkualitas dalam rangka
perbaikan mutu sekolah yaitu melalui edukasi inklusif. Hal tersebut disebabkan fokus edukasi
inklusif tak hanya pada peserta didik umum melainkan juga bagi murid-murid yang mempunyai
kekurangan dari segi ekonomi, latar belakang, kemampuan, selain anak berkebutuhan
khusus.
Tulisan ini akan membahas tentang bagaimana implementasi dari pendidikan berbasis
inklusif sebagai upaya untuk mencegah terjadinya diskriminasi terhadap kebutuhan khusus.
Beberapa penelitan terdahulu menyebutkan bahwa Anak dengan kebutuhan khusus yang ikut
serta kegiatan belajar di sekolah umum seringkali mengalami kesulitan dalam mengikuti
proses belajar. Salah satu penyebabnya adalah karena guru mengalami kendala saat
mengajar dan karena sekolah tidak menyediakan guru pendamping (Mardiana & Ahmad
Khoiri:2021). Anak yang mempunyai kebutuhan khusus harus menerima pendidikan tidak
seperti pada kondisi normal. Anak yang berkebutuhan khusus harus mendapatkan guru-guru
yang memiliki keahlian khusus dalam proses belajar disekolah (Adibussholeh HM & Siti
Wahyuni:2021). Sekolah yang menerapkan edukasi inlusi adalah contoh pilihan tempat belajar
yang tepat untuk anak dengan kebutuhan khusus (Sukardi:2020). Hal ini karena sekolah yang
menerapkan pendidikan inklusi merupakan sekolah yang menerima seluruh murid dengan
tidak terbatas oleh keberagaman gender, agama, emosional, mental, fisik, dan potensi.
Pendidikan inklusi adalah suatu mekanisme yang menyesuaikan diri dengan apa yang
dibutuhkan oleh anak normal dan anak dengan kebutuhan khusus. Edukasi inklusi terbentuk
dalam rangka mengurangi diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus. Tujuan dari

Jurnal Pendidikan Tambusai 16039


ISSN: 2614-6754 (print) Halaman xxx-xxx
ISSN: 2614-3097(online) Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022

pendidikan ini adalah agar anak berkebutuhan khusus dapat terdorong untuk tidak merasa
berbeda dan turut berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.

METODE PENELITIAN
Tulisan ini dikembangkan dengan menerapkan metode kualitatif untuk mengulas topik
yang dibahas. Desain yang digunakan dalam kajian pada tulisan ini adalah Kualitatif-deskriptif
yaitu memperoleh deskripsi seutuhnya mengenai permasalahan yang menyeluruh tentang
topik yang dibahas (Sugiarto, E.:2010). Pembahasan yang dilakukan merupakan hasil kajian
yang bersifat studi pustaka (library research). Tinjauan atau studi kepustakaan adalah
Langkah atau tahapan penelitian mengenai tata cara mengumpulkan data yaitu didapatkan
melalui kegiatan menulis, dan atau membaca bahan penelitian, atau dengan bahan Pustaka
(Zed, M:2008).

PEMBAHASAN
Anak Berkebutuhan Khusus
Konvensi tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas telah diratifikasi melalui UU Nomor
19 Tahun 2011 mengenai Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas,
penyandang Disabilitas termasuk individu dengan keterbatasan intelektual, sensorik, fisik,
maupun mental pada periode lama yang mana pada saat menghadapi beragam tantangan,
hal tersebut bisa menjadi penghalang untuk keikutsertaan maksimal serta efisien dari individu
bersangkutan pada penduduk menurut kesejajaran dengan individu lain. Konvensi tersebut
tidak menjelaskan pembatasan mengenai pemilik disabilitas, Pada konvensi tersebut,
penyandang cacat disebut menjadi penyandang disabilitas. Tetapi oleh karena kekurangan
yang dimiliki, penyandang/disabilitas akan terhambat secara fisik, emosional maupun sosial
dalam memaksimalkan potensi dirinya.
Kemunculan istilah Penyandang Disabilitas di Indonesia sesudah forum Komnas HAM
dalam pembahasan bertema “Diskusi Pakar Memilih Terminologi untuk Mengganti Terminologi
Penyandang Disabilitas” pada 19-20 Maret 2010 di Jakarta. Forum ini mengundang banyak
ahli di bidang HAM, komunikasi, filsafat, psikolog, difabel, selain pakar isu rentan, komisioner
Komnas HAM, serta perwakilan kementerian sosial.

Permasalahan Anak berkebutuhan khusus


Ada beberapa aspek yang dapat dilihat untuk mengetahui permasalahan yang dialami
oleh anak berkebutuhan khusus (Auhad Jauhari:2017), yaitu sebagai berikut:
1. Aspek diri sendiri, yaitu meliputi keterbatasan anak dalam bergerak, mental, psikologis,
sosial, produktifitas dan pendidikan.
2. Aspek lingkungan keluarga, yaitu terdiri perlindungan yang diberikan keluarga, anak yang
mengalami diskriminasi dirumah, minimnya pengetahuan keluarga tentang perlakuan pada
anggota keluarga yang berkebutuhan khusus, dan adanya rasa malu memiliki anggota
keluaraga yang berkebutuhan khusus.
3. Aspek lingkungan masyarakat, yaitu terkait penerimaan masyarakat pada anak dengan
kebutuhan khusus. Fenomona yang sering dialami yakni anak dengan kebutuhan khusus
mempunyai kesempatan lapangan kerja yang terbatas, dan masyarakat cenderung
meragukan kemampuannya.
4. Aspek pemerintah, yaitu terkait belum optimalnya implemetasi dari kebijakan yang
menjamin hak-hak anak disabilitas

Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif adalah metode edukasi yang strategis serta inovatif guna meratakan
aksesibilitas edukasi untuk seluruh anak dengan kebutuhan khusus. Edukasi
inklusif merupakan wujud edukasi yang menggabungkan anak normal dengan anak kebutuhan
khusus saat proses pembelajaran. Hildegun Olsen pada Tarmansyah menjelaskan, edukasi
inklusif memerlukan sekolah yang bisa menampung seluruh pelajar dengan tidak

Jurnal Pendidikan Tambusai 16040


ISSN: 2614-6754 (print) Halaman xxx-xxx
ISSN: 2614-3097(online) Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022

membedakan keadaan fisik, kecerdasan maupun emosi dan sosial, bahasa, maupun keadaan
yang lain (Tarmansyah:2007). Pengertian edukasi inklusi berdasarkan Permendiknas Nomor
70 Tahun 2009 merupakan system yang menyelenggarakan edukasi serta memberi peluang
untuk seluruh murid dengan kebutuhan khusus serta mempunyai bakat kecerdaan maupun
bakat istimewa agar mampu ikut serta pada kegiatan belajar-mengajar di lingkup edukasi
secara umum bersamaan dengan murid-murid lainnya
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwasanya edukasi inklusif
merupakan sistem pelayanan edukasi yang mengharuskan agar anak dengan kebutuhan
spesial menjalani KBM di sekolah sekitar di kelas normal bersama dengan anak-anak sebaya.
Mekanisme edukasi inklusi adalah sistem edukasi yang menggambarkan kesatuan unsur yang
berhubungan dengan keterbukaan untuk melakukan penerimaan atas murid dengan
kebutuhan khusus agar bisa mendapatkan hak dasar mereka selaku warga negara. Dengan
demikian, maka eksistensi edukasi inklusif dapat dikatakan sangat penting karena bukan
hanya sebatas dapat mewadahi anak yang berkebutuhan khusus melainkan juga sebagai
wadah guna mengoptimalkan bakat serta menjamin masa depan dari tindakan diskriminatif di
dunia edukasi yang biasanya mengesampingkan anak-anak berkebutuhan khusus
(Mohammad Takdir Ilahi:2013).
Karakteristik dari pendidikan Inklusif adalah memiliki metode pembelajaran yang
ramah,dan menerapkan kurikulum, sistem evaluasi serta pendekatan pembelajaran yang
fleksibel (Auhad Jauhari:2017). Beberapa manfaat edukasi inklusif untuk anak dengan
kebutuhan khusus adalah sebagai berikut:
1. Setiap anak (dengan kebutuhan khusus dan normal) mempunyai hak yang adil dalam
proses belajar di sekolah.
2. Guru memandang anak berdasarkan kesulitan anak dalam menerima dan mengikuti
pembelajaran, bukan rigid.
3. Tidak ada alasan bagi guru untuk memisahkan anak dalam proses pendidikan
4. Metode Inklusif ini dapat menekan rasa takut anak dalam berteman (sosialisasi),
pemahaman diri, dan tanggung jawab.

Implementasi Pendidikan Berbasis Inklusif untuk Mencegah terjadinya Diskriminasi


pada Anak Berkebutuhan Khusus
Implementasi merupakan suatu prosedur kegiatan yang dilakukan oleh implementor
(banyak aktor) untuk memperoleh hasil yang diharapkan berdasarkan sasaran dan tujuan
yang telah disahkan (Manongga, A., Sofia, P., Josef, K:2018). Implementasi pendidikan
berbasis inklusif adalah pelaksanaan pendidikan inklusif pada anak disabilitas dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya diskriminasi pada anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan
perundang-undangan serta kebijakan pemerintahan bisa dinyatakan bahwasanya edukasi
inklusif adalah sebuah penegakkan HAM dimana Permendiknas No. 70 Tahun 2009
mengenai edukasi inklusif menjelaskan bahwasanya ketentuan edukasi inklusif adalah
mekanisme pengadaan edukasi yang memberi peluang untuk seluruh murid yang mempunyai
kekurangan serta mempunyai bakat kecerdaan maupun bakat istimewa agar mampu ikut serta
pada kegiatan belajar-mengajar di lingkup edukasi secara umum bersamaan dengan murid-
murid lainnya
Pelaksanaan pendidikan inklusif secara formal di di Indonesia baru dilakukan
sepanjang 1 dasawarsa terakhir, tetapi secara natural, edukasi inklusif telah diadakan sedari
dahulu. Meski demikian, ketersediaan sekolah reguler yang dapat mengakomodasi anak
berkebutuhan khusus (ABK) belum sebanding dengan kebutuhan terhadap sekolah inklusif
(Manongga, A., Sofia, P., Josef, K:2018). Berdasarkan data tahun 2011, jumlah anak
berkebutuhan khusus penyandang disabilitas di Indonesia adalah 356.192 anak. Tetapi, baru
85.645 anak yang mendapatkan layanan edukasi di kurang lebih 1.600 Sekolah Luar Biasa
(SLB) di Indonesia. Jumlah sekolah reguler yang sudah mengaplikasian inklusivitas di
Indonesia hanya 548 SD, 52 SMP, dan 40 SMA. Terbatasnya jumlah sekolah inklusi
disebabkan karena masih banyak sekolah reguler yang belum mengakomodasi instansi

Jurnal Pendidikan Tambusai 16041


ISSN: 2614-6754 (print) Halaman xxx-xxx
ISSN: 2614-3097(online) Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022

edukasinya hingga ke aspek yang inklusif untuk murid dengan disabilitas (Kompas.com:18 Juli
2022).
Keberadaan sekolah inklusi sangat diperlukan oleh anak dengan disabilitas, sebab
tidak seluruh anak dengan kebutuhan khusus harus masuk dalam SLB. Pendidikan SLB lebih
cocok bagi anak penyandang disabilitas berat, sedangkan sekolah inklusi lebih cocok untuk
anak penyandang disabilitas ringan hingga sedang. Melalui penyatuan anak normal dan anak
berkebutuhan khusus, harapannya tidak hanya hak belajar yang dipenuhi namun juga siswa
bisa diajari sejak dini untuk memahami serta menghargai satu dengan lainnya. Namun
konsekuensinya, anak berkebutuhan khusus berhak atas fasilitas umum yang mencakup
edukasi tanpa tindak diskriminatif. Persiapan kemampuan pendidik amat penting guna
menyongsong keberlangsungan program ini, termasuk guru pendidikan luar biasa, guru mata
pelajaran, hingga wali kelas.
Pada tahun 2021, Kementrian Kebudayaan menyebutkan bahwa saat ini pemerintah
tengah berupaya memfasilitasi agar semua anak, terutama yang masuk kategori
berkebutuhan khusus dapat menikmati pendidikan. Salah satu cara nya adalah dengan
mengupayakan peningkatan sekolah yang mampu menampung anak berkebutuhan khusus.
Hingga tahun ajaran 2020/2021 data Kementrian pendidikan menyebutkan bahwa saat ini
Indonesia telah memiliki sekolah untuk anak berkebutuhan khusus sejumlah 2.250 yang
tersebar di seluruh Indonesia. Rincian sekolah tersebut ditampilkan pada grafik gambar 1
dibawah ini. Berdasarkan angka terkait, sejumlah sekolah merupakan Sekolah Luar Biasa
(SLB) dengan perincian 552 adalah sekolah negeri sementara 1.465 lainnya adalah sekolah
swasta. SLB yang terdata berjumlah 115 unit yang mencakup 32 unit swasta serta 32 unit
negeri. Selanjutnya untuk sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB) memiliki total 47
sekolah dimana 62 diantaranya adalah miliki swasta. Terakhir untuk sekolah menengah luar
biasa (SMLB) yang merupakan tingkat edukasi paling tinggi untuk anak dengan kebutuhan
khusus ada sebanyak 51 unit dengan 6 sekolah milik negeri sementara 45 sekolah milik
swasta.

Gambar 1 grafik Jumlah Sekolah Luar Biasa di Indonesia tahun ajaran 2020/2021
Sumber: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2021)

Gambar 1 memperlihatkan bahwa pada saat ini terjadi peningkatan fasilitas sekolah
untuk anak berkebutuhan khusus. Fasilitas sekolah tersebut tentu saja juga dilengkapi dengan
tenaga pendidik yang dibutuhkan. Pelaksanaan program edukasi inklusif di SD
mengaplikasikan kurikulum regular (Kurikulum 2013) yang diadaptasi seturut dengan karakter
serta kapabilitas murid- murid (K. Sri Kusuma Wardani et al:2020). Pengadaptasian bisa

Jurnal Pendidikan Tambusai 16042


ISSN: 2614-6754 (print) Halaman xxx-xxx
ISSN: 2614-3097(online) Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022

dilaksanakan melalui perubahan jam belajar maupun materi pelajaran yang diberi dimana hal
ini dikenal sebagai PPI (Program Pembelajaran Individu). Dari segi diagram manajemen
kurikulum pada sekolah inklusi di Sekolah Dasar dengan Kurikulum regular diperlihatkan pada
gambar2.

Gambar 2 Sistem Manajemen Sekolah Pelaksana Pendidikan Inklusif

pelaksanaan pendidikan inklusi di lapangan, khususnya beberapa sekolah masih


memiliki banyak hambatan (Heni Mursih:2019). Hambatan dalam menyelenggaran edukasi
inklusi yakni tidak seluruh sekolah memfasilitasi layanan edukasi untuk anak dengan
disabilitas sesuai dengan keperluannya berdasarkan tolak ukur sarana prasarana yang
diperlukan. Tantangan yang dialami instansi pendidikan sekarang berhubungan dengan
sulitnya mendapatkan Guru Pendamping Khusus (GPK) walaupun sesungguhnya tiap sekolah
Negeri telah menerapkan sekolah inklusi sebab sekolah negeri wajib melayani ABK (Heni
Mursih:2019). Hambatan penyelenggaraan pendidikan inklusi di Indonesia, juga didapati di
negara lainnya. Hasil studi yang dilaksanakan di India memperlihatkan bahwasanya para
pendidik mengalami hambatan sehubungan dengan pengadaan pendidikan inklusif di sekolah
mereka. Hambatan utamanya yakni, banyaknya jumlah murid di kelas inklusif, finansial yang
terbatas, infrastruktur yang tidak memadai. Tidak hanya itu tantangan juga dialami oleh
pendidik sebab adanya keterbatasan pendidik yang handal untuk menangani murid dengan
kebutuhan khusus (Bhatnagar, N:2014). Sehubungan dengan hasil belajar serta kapabilitas
pendidik inklusi, banyak negara yang belum sukses mengembangkan sistem sekolah inklusi
yang disyaratkan oleh lembaga internasional.

SIMPULAN
Pendidikan inklusif merupakan pendekatan pendidikan yang inovatif dan strategis untuk
memperluas akses pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif
sangat cocok untuk mengatasi diskriminasi yang sering kali dialami oleh anak berkebutuhan
khusus. Keberadaan pendidikan inklusif sangat diperlukan agar semua anak terutama yang
berkebutuhan khusus dapat memperoleh haknya dalam mendapatkan pendidikan yang
bermutu.
Implementasi dari pendidikan Inklusif di Indonesia telah menunjukan perubahan positif
yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari terlaksananya peningkatan pemerintah dalam
menyediakan fasilitas pendikan inklusif yaitu hingga tahun anggaran 2021/2022 telah memiliki
sekolah untuk anak berkebutuhan khusus sejumlah 2.250 yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kendati demikian, beragam tantangan masih dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif. Kajian ini dapat diteruskan dengan membahas tentang tantangan dan hambatan
dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di Indonesia.

Jurnal Pendidikan Tambusai 16043


ISSN: 2614-6754 (print) Halaman xxx-xxx
ISSN: 2614-3097(online) Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022

DAFTAR PUSTAKA
Heri et al., "Analisis Kendala Guru di SDN Gunung Gatep Kabupaten Lobk Tengah dalam
Implementasi Pendidikan Inklusif"., Didaktis: Jurnal Pendiidkan dan Ilmu Pengetahuan
20, no. 2 (2020).
Sukadari., "Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melalui Pendidikan Inklusi" .,
Elementary Scchool 7, no.2 (2020)
https://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/pendidikan-inklusif-solusi-mencegah-diskriminasi
Mardiana & Ahmad Khoiri., "Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusu di Sekolah
Dasar"., Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar 5, no.1 (2021)
Adibussholeh HM & Siti Wahyuni., "Pendidikan Inklusif pada Anak Berkebutuhan Khusus".,
Indonesia Journal of Humanities and Social Sciences 2, no.1, (2021).
Sukardi., "Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melalui Pendidikan Inklusi".,
Elementary School 7, no.2, (2020).
Sugiarto, E. (2015). Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif: Skripsi dan Tesis. Yogyakarta:
Suaka Media.
Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Auhad Jauhari., "Pendidikan Inklusi sebagai Alternatif Solusi mengatasi Permasalahan Sosial
anak Penyandang Disabilitas"., Journal of Social Science Teaching 1, no.1, (2017).
Tarmansyah., “Inklusi Pendidikan Untuk Semua”., Jakarta: Depdiknas. (2007).
Kompas.com. 90 Sekolah Inklusif Peroleh Bantuan. Sumber:
http://edukasi.kompas.com/read/2012/11/30/10380538. Diakses Tanggal: 18 Juli
2022.
Mohammad Takdir Ilahi., "Pendidikan Inklusif"., Jogjakarta: ArRuzz MediaPurwanta. (2013).
Manongga, A., Sofia, P., Josef, K., “Implementasi Program Keluarga Harapan dalam
Mengatasi Kemiskinan di Kelurahan Pinokalan Kota Bitung. Jurnal Jurusan Ilmu
Pemerintah 1, no. 1, pp. 1-12. (2018).
Bhatnagar, N., “Regular School Teachers’ Concerns and Perceived Barriers to Implement
Inclusive Education in New Delhi, India”. International Journal of Instruction, 7(2), 90 –
102. (2014).
K. Sri Kusuma Wardani et al., "Pelaksanaan Progran Pendiidkan Inklusif Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus"., Progres Pendidikan 1, no.2, (2020).
Heni Mursih., "Gambaran Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar"., Jurnal Muara
Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni 3, no. 1. (2019)

Jurnal Pendidikan Tambusai 16044


ISSN: 2614-6754 (print) Halaman xxx-xxx
ISSN: 2614-3097(online) Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022

Jurnal Pendidikan Tambusai 16045

Anda mungkin juga menyukai