Anda di halaman 1dari 30

CBD MODUL 1

“PULPEKTOMI”

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi


Kepaniteraan Klinik di Bagian Dental Karies dan Penyakit Pulpa

Oleh
BIMA PRABU SANJAYA
19100707360804137

Pembimbing : drg. Darmawangsa,M.Kes

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan case base discusion

”Pulpektomi” untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

kepanitraan klinik modul 1 (Dental Karies dan Penyakit Pulpa) dapat diselesaikan.

Dalam penulisan case base discusion ini penulis menyadari, bahwa semua

proses yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Darmawangsa,M.Kes

selaku dosen pembimbing, bantuan, dan dorongan yang telah diberikan berbagai

pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu.

Penulis juga menyadari bahwa case base discusion ini belum sempurna

sebagaimana mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya,

karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya

kepada kita semua dan semoga case base discusion ini dapat bermanfaat serta

dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang

memerlukan.

Padang, Agustus 2022

Bima Prabu Sanjaya

2
HALAMAN PENGESAHAN

CBD (CASE BASED DISCUSSION)


PULPEKTOMI
Yang Diajukan dan Disusun Oleh
BIMA PRABU SANJAYA

Pembimbing :
drg. Darmawangsa,M.Kes

Padang, Agustus 2022


Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing

drg. Darmawangsa,M.Kes

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawatan endodontik merupakan salah satu bagian dari ilmu

kedokteran gigi yang mencakup perawatan terhadap penyakit atau gangguan

pada jaringan pulpa dan juga periradikuler. Tujuan dari perawatan endodontik

adalah untuk mengeliminasi rasa sakit, infeksi, dan untuk mempertahankan gigi

dalam rongga mulut selama mungkin. Salah satu jenis perawatan endodontik

adalah pulpektomi.

Pulpektomi merupakan prosedur dimana pulpa vital dieliminasi

seluruhnya karena cedera ireversibel akibat karies maupun trauma mekanik.

Prosedur ini efektif mengeliminasi rasa nyeri dan mencegah infeksi sekunder,

sehingga gigi dapat dipertahankan dalam lengkung rahang.

Pulpektomi bisa diindikasikan pada gigi permanen maupun gigi sulung

pada pulpa yang telah cedera secara irreversible. Tahapan dari perawatan

pulpektomi terdiri atas anastesi, aseptik, ekstirpasi, pengukuran panjang kerja,

preparasi, sterilisasi dan obturasi. Pulpektomi dapat dilakukan dalam satu kali

kunjungan maupun dua atau lebih kunjungan dan prognosisnya tergantung dari

kondisi yang dihadapi.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Pulpa

Penyakit pulpa adalah Penyakit pada jaringan pulpa dan periapikal bersifat

dinamis dan progresif karena tanda dan gejalanya yang bervariasi tergantung pada

stadium penyakit dan status pasien. Pemberian perawatan yang tepat untuk

penyakit pulpa yaitu dengan diagnosis lengkap endodontik berdasarkan tanda dan

gejala, pemeriksaan klinis secara menyeluruh dan pemeriksaan radiograf

terperinci.

Klasifikasi Menurut Walton dan Torabinejad (2008) terdapat beberapa

klasifikasi dari penyakit pulpa diantaranya adalah pulpitis reversibel, pulpitis

ireversibel, pulpitis hiperplastik dan nekrosis pulpa.

2.1.1 Pulpitis Reversibel

Pulpitis reversibel adalah radang pulpa yang ringan, jika penyebab radang

dihilangkan maka pulpa akan kembali normal. Faktor-faktor yang menyebabkan

pulpitis reversibel adalah erosi servikal, stimulus ringan atau sebentar contohnya

karies insipien, atrisi oklusal, kesalahan dalam prosedur operatif, kuretase

perodontium yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin

terbuka (Walton & Torabinejad, 2008). Gejala-gejala pulpitis reversibel

diantaranya rasa sakit hilang saat stimulus dihilangkan, rasa sakit sulit terlokalisir,

5
radiografik periradikuler terlihat normal, dan gigi masih normal saat diperkusi,

kecuali jika terdapat trauma pada bagian oklusal.

2.1.2 Pulpitis Ireversibel

Pulpitis ireversibel adalah radang pada pulpa yang disebabkan oleh

inflamasi jaringan keras, sehingga sistem pertahanan jaringan pulpa tidak dapat

memperbaiki dan pulpa tidak dapat pulih kembal. Gejala dari pulpitis ireversibel

diantaranya adalah nyeri spontan yang terus menerus tanpa adanya penyebab dari

luar, nyeri tidak terlokalisir, dan nyeri berkepanjangan jika terdapat stimulus

panas atau dingin (Walton & Torabinejad, 2008).

2.1.3 Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa adalah keadaan pulpa yang sudah mati, aliran pembuluh

darah sudah tidak ada, dan syaraf pulpa sudah tidak berfungsi kembali. Pulpa

yang sepenuhnya nekrosis, menunjukkan gejala asimtomatik hingga gejala-gejala

timbul sebagai hasil dari perkembangan proses penyakit ke dalam jaringan

periradikuler. Secara radiografis, jika pulpa yang nekrosis belum sepenuhnya

terinfeksi, jaringan periapikalnya akan terlihat normal. Secara klinis, pada gigi

yang berakar tunggal biasanya tidak merespon pada tes sensitivitas, namun pada

gigi yang berakar jamak pada tes sensitivitas terkadang masih mendapatkan hasil

positif atau negatif tergantung syaraf yang berdekatan pada permukaan gigi yang

diuji.

2.2 Pulpektomi

2.2.1 Pengertian Pulpektomi

Pulpektomi merupakan prosedur dimana pulpa vital dieliminasi

seluruhnya karena cedera ireversibel akibat karies maupun trauma mekanik.

6
Prosedur ini efektif mengeliminasi rasa nyeri dan mencegah infeksi sekunder,

sehingga gigi dapat dipertahankan dalam lengkung rahang.

2.2.2 Macam-macam Pulpektomi

a) Pulpektomi Vital

Pulpektomi vital adalah pengambilan seluruh jaringan dalam ruang

pulpa dan saluran akar secara vital.

Indikasi pulpektomi vital yaitu:

 Insisivus sulung yang mengalami trauma dengan kondisi patologis

 Molar sulung kedua, sebelum erupsi molar permanen pada umur 6

tahun

 Tidak ada bukti–bukti kondisi patologis dengan resorpsi akar yang

lebih dari 2/3 (Andlaw, 1992)

b) Pulpektomi Devital

Pulpektomi devital adalah pengambilan seluruh jaringan pulpa dalam

ruang pulpa dan saluran akar yang lebih dahulu dimatikan dengan bahan

devitalisasi pulpa.

Indikasi pulpektomi devital yaitu sering dilakukan pada gigi

posterior sulung yang telah mengalami pulpitis atau dapat juga pada gigi

anterior sulung pada pasien yang tidak tahan terhadap anestesi (Andlaw,

1992).

c) Pulpektomi Non Vital

Pulpektomi non vital adalah gigi sulung yang dirawat pulpektomi

non vital adalah gigi sulung dengandiagnosis gangren pulpa atau nekrose

pulpa.

7
Indikasi pulpektomi non vital yaitu:

 Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan

estetik

 Gigi tidak goyang dan periodontal normal

 Belum terlihat adanya fistel

 Ro-foto : resorpsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal, tidak ada

granuloma pada gigi-geligi sulung

 Kondisi pasien baik

 Keadaan sosial ekonomi pasien baik

Kontraindikasi pulpektomi non vital yaitu:

 Gigi tidak dapat direstorasi lagi.

 Kondisi kesehatan pasien jelek, mengidap penyakit kronis seperti

diabetes dan TBC

 Terdapat pembengkokan ujung akar dengan granuloma (kista) yang

sukar dibersihkan (Andlaw, 1992).

2.2.3 Indikasi Pulpektomi

 Pulpektomi diindikasikan untuk gigi dengan tanda dan gejala pulpitis

irreversible.

 Pulpektomi pada gigi permanen hanya dapat dilakukan pada gigi

yang perkembangan akarnya telah selesai, untuk memastikan bahwa

perawatan yang dilakukan tidak secara langsung mengenai jaringan di

lingkungan rongga mulut.

8
 Gigi dengan pulpitis hiperplastik (pulpa polip) juga diindikasikan untuk

dilakukan perawatan pulpektomi. Pulpa polip merupakan bentuk pulpitis

irreversible yang biasanya terjadi pada pasien muda dengan karies

mahkota. Pulpektomi pada kasus pulpa polip dapat dilakukan pada gigi

yang perkembangannya telah selesai.

 Pulpektomi dilakukan apabila sisa jaringan gigi masih bisa direstorasi.

 Pada kasus resorpsi akar internal akibat peradangan pada pulpa, dianjurkan

untuk segera melakukan pulpektomi karena lesi ini cenderung progresif

dan akhirnya dapat melubangi jaringan periodontal kearah lateral. Ketika

ini terjadi, pulpa akan nekrosis dan perawatan akan lebih sulit.

 Perawatan pulpektomi diindikasikan apabila perawatan pulp capping direk

dan pulpotomi prognosisnya buruk.

 Pulpektomi juga dapat dilakukan pasca prosedur hemiseksi pada

perawatan periodontal, dan ketika dibutuhkan retentive measures pada

perawatan prostodontik.

 Apabila pasca perawatan pulpotomi nyeri tidak hilang, maka dilakukan

perawatan pulpektomi.

2.2.4 Kontra Indikasi Pupektomi

 Pulpektomi tidak dapat dilakukan pada gigi permanen muda yang

pertumbuhan akarnya belum sempurna, dalam hal ini perlu dilakukan

induksi penutupan ujung saluran akar sebelum dilakukan obturasi.

 Pada individu muda dengan perkembangan akar gigi yang belum

sempurna sangat penting untuk mempertahankan sebanyak mungkin

9
jaringan pulpa untuk memungkinkan perkembangan lanjutan dari

struktur gigi.

 Pada kasus gigi yang sudah non vital (nekrosis) dan peradangan

sudah menyebar ke jaringan periapikal.

 Pada kasus fraktur cusp gigi, perawatan pulpektomi tidak

diindikasikan karena biasanya pulpa belum terbuka.

 Pulpektomi tidak perlu dilakukan pada kasus di mana jaringan pulpa dan

dentin di daerah apikal tidak terinfeksi.

 Pada gigi dengan dinding saluran akar yang tipis tidak dapat

dilakukan pulpektomikarena berpotensi mengalami fraktur akar.

 Sisa jaringan gigi tidak bisa direstorasi.

 Pada kasus gigi dengan fraktur akar vertikal.

 Gigi dengan mobilitas lebih dari 2-3 mm.

2.2.5 Prosedur Pulpektomi

a) Devitalisasi

Obat-obatan yang dapat digunakan dalam devitalisasi jaringan pulpa

antara lain : arsen trioksid, paraformaldehida, nerviside dan formocresol.

Formocresol mengandung 1% formaldehid, 35% kresol dalam

larutan gliserin/air, yang nantinya akan digunakan sebagai obat untuk

perawatan gigi-gigi molar susu dengan perforasi pulpa. Formocresol

memiliki efek toksik baik lokal maupun sistemik, oleh karena itu

penggunaannya saat ini sudah mulai dikurangi. ( Harty, 1992).

Bahan lain yang dapat digunakan adalah pasta devitalisasi

(paraformaldehid). Pasta ini memiliki komposisi paraformaldehid 1.0g,

10
Lignokain 0.06g, carmine 0.01g, Carbowax 1.3g, dan Propylene Glycol

0.5ml. Pasta ditempatka di atas bagian yang terbuka dan ditutup rapat

pada gigi selama 1 atau 2 minggu. Gas paraformaldehid merembes

melalui pulpa bagian mahkota dan akar sehingga jaringan terfiksasi

( Harty, 1992).

b) Preparasi Akses Korona

Akses korona merupakan Fase yang paling penting dari aspek teknik

perawatan akar dan kunci untuk membuka pintu bagi keberhasilan tahap

pembersihan, pembentukan dan obturasi saluran akarnya.

Tujuan :

• Membuat akses yang lurus.

• Menghemat preparasi jaringan gigi.

• Membuka atap ruang pulpa.

1. Saluran akar tunggal

 Preparasi dimulai dengan round bur no 2 atau 4 atau tapered fissure

diamond bur dengan arah tegak lurus pada permukaan enamel

sampai menembus jaringan dentin dan diteruskan sampai atap pulpa

terbukan dengan kedalaman 3mm.

 Setelah itu arah bur diubah menjadi sejajar sumbu gigi sampai

menembus ruang pulpa sehingga ditemukan lubang saluran akar

yang terletak pada dasar ruang pulpa yang disebut orifice.

 Gunakan tapered fissure no 2 atau 4 untuk membentuk dinding

cavity entrance divergen ke arah oklusal atau insisal samapi jarum

11
miller dapat masuk dengan lurus, setelah terasa tembus maka orifice

dicari dengan menggunakan jarum miller.

 Menghilangkan tanduk pulpa menggunakan round diamond bur

dengan gerakan menarik keluar kavitas sehingga cavity entrance

terbentuk dengan baik dan alat preparasi dapat dimasukkan ke dalam

saluran akar dengan bebas. Masukkan jarum ektirpasi, diputar searah

jarum jam dan ditarik keluar, diulang lagi sampai jaringan pulpa

dicabut

2. Saluran akar ganda

 Pembutan cavity entrance menggunakan round bur no1 atau tapered

fissure diamond bur pada tengah fossa di bagian oklusal atau endo

access.

 Setelah kedalaman preparasi mencapaidentin, preparasi dilanjutkan

menggunakan fissure diamond bur sampai ditemukan orifice ke 3

saluran akar.

 Pada gigi berakar ganda, bila atap pulpa belum terbuka maka cari

orifice yang paling besar terlebih dahulu, kemudian atap pulpa

diangkat dengan bur sesuai letak orifice.

 Menghilangkan tanduk pulpa menggunakan round diamond bur

dengan gerakan menarik keluar kavitas, sehingga cavity entrance

terbentuk dengan baik dan alat preparasi dapat dimasukkan ke dalam

saluran akar dengan bebas.

c) Pengukuran panjang kerja

12
 Panjang Kerja: Panjang dari alat preparasi yang masuk ke dalam

saluran akar pada waktu melakukan preparasi saluran akar.

 Menentukan panjang kerja dikurangi 1mm panjang gigi sebenarnya,

untuk menghindari:

 Rusaknya apical constriction (penyempitan saluran akar di

apical).

 Perforasi ke apical.

 Cara melakukan DWP (Diagnostic Wire Photo)

 Masukkan jarum miller atau file nomor kecil yang diberi stopper

dengan guttap perca pada batas panjang gigi rata-rata (lihat

tabel) dikurangi 1-2 mm lalu dilakukan foto R

d) Preparasi Biomekanis

1. Teknik Konvensional

Preparasi saluran akar dilakukan dengan menggunakan reamer,

file atau kombinasi feamer dan file.

 Jika alat preparasi yang digunakan reamer, maka gerakannya

memutar 90° sampai 180° searah jarum jam, kemudian diputar

kembali berlawanan arah.

 Jika alat preparasi yang digunakan file, maka gerakannya naik

turun (push and pull motion) mengasah dinding saluran akar

 Stopper diatur terlebih dahulu sesuai dengan panjang kerjanya

 Reamer/file harus masuk saluran akar sampai stopper tepat pada

bates mahkota gigi

13
 Reamer/file digunakan seeara berurutan dimulai dari nomor

yang terkecil yang dapat masuk saluran akar (pada tiap gigi tidak

selalu sama) hingga nomor lebih besar dengan panjang kerja

tetap sama

 Nomor reamer/file :

 Kotak I         :  15 20 25 30 35 40

 Kotak II       :  45 50 55 60 70 80

 Kotak III      :  90 100 110 120 130 140

 Selalu preparasi,  saluran akar harus di irigasi  akuades  dengan

menggunakan jarum suntik untuk membersihkan serbuk dentin

yang terasah dan saluran akar kemudian dikeringkan dengan

paper point

 Tahap preparasi saluran akar dianggap selesai yaitu jika bagian

dentin yang terinfeksi telah terambil dan saluran akar cukup

lebar untuk tahap pengisian saluran akar (Buku Petunjuk

Endodontia, 2013).

2. Teknik step-back

  Preparasi saluran akar dilakukan dengan menggunakan file. File

dimasukkan ke dalam saluran akar sesuai dengan panjang kerja

kemudian ditarik (“Rasping action”). Tindakan ini dimulai dari

file nomor 10 sampai 25, sesuai panjang kerja. File nomor 25 ini

digunakan sebagai “Master Apical File” (MAF)

 Preparasi selanjutnya dilakukan dengan file yang lebih besar

yaitu nomor 30, dengan panjang kerja 1 mm lebih pendek dari

14
MAF. Untuk file nomor 35, panjang kerja 2 mm lebih pendek

dari MAF. File berikutnya digunakan nomor 40 dengan panjang

kerja 3 mm lebih pendek dari MAF. Untuk preparasi mulai file

nomor 45 sampai nomor 60 atau 80, maka panjang kerjanya

tetap yaitu 3 mm lebih pendek dari MAF.

 Setiap pergantian alat dilakukan pengontrolan panjang kerja alat,

semula dengan menggunakan file nomer 25. Hal ini dilakukan

untuk mencegah terjadinya pembuntuan saluran akar oleh serbuk

dentin yang terasah.

 Setiap pergantian nomer halus dilakukan irigasi saluran akar

 Khusus untuk preparasi ssluran akar bengkok, sebaiknya alat

sedikit dibengkokan (Buku Petunjuk Endodontia, 2013).

e) Disinfeksi Saluran Akar

1. Irigasi Saluran Akar

Tujuannya untuk mengeluarkan sisa jaringan nekrotik, serbuk

dentin, dan kotoran-kotoran lain yang terdapat di saluran.

Irigasi dilakukan setiap :

 Pergantian file pada saat preparasi saluran akar

 Pada saat akan melakukan perbenihan

 Sterilisasi saluran akar

Bahan irigasi yang digunakan

 H2O2 3%

 Aquadest steril

 NaOCl

15
2. Medikameni saluran Akar

  ChKM (Chlorophenolkamfermetol)

 ChKM mempunyai anti bakteri spectrum luas. Masa aktif

selama 1 hari.

 Chresophen

 Chresophen merupakan antipholosticum, sangat baik untuk

kasus dengan permulaan periodontitis apikalis akut yang

dapat terjadi pada peristiwa overinstrumentasi. Masa

aktifnya antara 3-5 hari.

 Kalsium Hidroksida (CaoH)

 Pengaruh antiseotiknya berkaitan dengan ph-nya yang tinggi

dan pengaruh melumerkan jaringan pulpa yang nekrotik.

CaoH merupakan desinfektan intrapulpa yang sangat efektif.

Masa aktifnya 7-14 hari.

 Eugenol

 Eugenol memiliki sifat sebagai penghalang impuls saraf

interdental. Eugenol merupakan golongan minyak esensial.

Masa aktif 3 hari (Bakar, 2013).

 Eugenol memiliki sifat sebagai penghalang impuls saraf

interdental. Eugenol merupakan golongan minyak esensial.

Masa aktif 3 hari (Bakar, 2013)

f) Obturasi Saluran Akar

Macam teknik pengisian saluran akar yang dilakukan yaitu:

1.  Teknik single cone

16
 Dinding saluran akar diulas dengan pasta saluran kar (misal seng

oksida ChKM) dengan jarum lenlulo. Guttap-point diulasi pula

dengan pasta dan dimasukkan ke dalam saluran akar sampai

dengan batas panjang kerja yang teiah ditandai dengan ball-point

 Guttap-point dipotong 1-2 mm dibawah dasar ruang pulpa

dengan ekskavator yang telah dipanaskan dengan api spiritus

(ekskavator dicoba dulu dan dipilih hingga dapat masuk ke

ruang pulpa)

 Kemudian dasar ruang pulpa diberi basis semen seng fosfat lalu

ditutup kapas dan tumpatan sementara menggunakan fletcher

atau cavit.

2. Teknik Kondensasi Lateral

Teknik pengisian kondensasi lateral biasanya dilakukan pada

saluran akar yang bentuknya oval atau yang telah diprepaparasi secara

step-back

 Dinding saluran akar diulas dengan pasta saluran akar

 Guttap-point utama (master) dimasukkan dan ditekan ke

samping ke arah dinding saluran akar dengan menggunakan

spreader

 Setelah itu spreader dikeluarkan dari saluran akar

 Pada ruangan yang kosong bekas spreader diisi dengan guttap-

point tambahan yang besarnya lebih kecil dari pada pada

spreader tadi

17
 Kemudian spreader dimasukkan lagi untuk menekan guttap-

point tambahan tadi ke arah dinding saluran akar

 Tindakan ini dilakukan terus sampai ruangan saluran akar

menjadi padat dan spreader tidak dapat dimasukkan lagi

 Guttap-point dipotong sampai 1-2 mm dlbawah dasar ruang

pulpa dengan menggunakan ekskavator yang telah dipanaskan

 Guttap-point dipadatkan dengan root canal plugger

 Bila pengisian sudah baik, maka dasar ruang pulpa diberi basisi

semen seng fosfat, ditutup kapas dan tumpatan sementara

18
BAB III

LAPORAN KASUS

Pasien laki-laki berusia 19 tahun datang ke Pusat Pelayanan Gigi dan

Mulut RS PTN Universitas Udayana pada tanggal 23 Juli 2018 dengan keluhan

gigi depan atas kanannya patah semenjak 7 bulan yang lalu (Gambar 1). Pasien

mengeluhkan adanya darah yang keluar dari dalam gigi yang patah setiap pagi dan

terasa sakit jika terkena makanan atau minuman dingin. Keluhan tetap ada begitu

makanan atau minuman dingin dihilangkan. Gejala yang dialami pasien dirasakan

sangat mengganggu aktivitas serta penampilannya. Pasien pernah mengkonsumsi

obat asam mefenamat untuk mengurangi keluhannya namun saat ini sudah

berhenti dikonsumsi. Pasien menyangkal adanya keluhan lain. Gigi yang patah

juga belum pernah menerima perawatan di dokter gigi. Pasien sama sekali belum

pernah menerima perawatan gigi. Pasien belum pernah membersihkan karang gigi

sebelumnya sehingga ditemukan adanya kalkulus pada gigi depan atas bawah

bagian lingual dan labial. Hubungan gigi posterior cusp to marginal ridge normal,

cusp to marginal fossa normal, overjet 2 mm, overbite 1 mm.

Gambar 1. Kondisi klinis pada gigi 11 sebelum dilakukan perawatan

19
Pemeriksaan objektif pada gigi 11 menunjukkan adanya fraktur enamel-

dentin-pulpa sebanyak lebih dari 2/3 insisal. Tes vitalitas pada gigi 11 berupa tes

thermal menunjukkan hasil positif, tes kavitas tidak dilakukan, tes jarum miller

tidak dilakukan, nilai Electric pulp tester (EPT) low 22, mid 19. Tes jaringan

pendukung perkusi positif, palpasi tidak dilakukan dan mobilitas tidak ada.

Terdapat diskolorasi. Keadaan gingiva normal. Pada pemeriksaan radiografi

menunjukkan bagian mahkota terdapat gambaran radiolusen pada bagian koronal

hingga ruang pulpa, PDLS melebar 0.5 mm di mesial, lamina dura Terputus pada

bagian apikal, alveolar crest tidak terdapat resorpsi interna dan eksterna, pada

bagian apikal terdapat gambaran radiolusen berbatas difuse ± 1.5mm

Diagnosa yang dapat ditegakan berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan

klinis dan pemeriksaan radiografi yaitu gigi 11 adalah pulpitis ireversibel.

Rencana perawatan yang akan dilakukan yaitu perawatan endodontic pulpektomi

dengan restorasi tetap mahkota pasak inti tuang dengan bahan restorasi mahkota

jaket porcelain fused to metal dan prognosis dari perawatan ini adalah baik dilihat

dari struktur gigi yang tersisa dan radiografi pre operatif.

20
TATALAKSANA KASUS

Pada kunjungan pertama dilakukan pengisian rekam medis dan foto

rontgen periapikal gigi 11 (Gambar 1). Kemudian dijelaskan kepada pasien

mengenai prosedur perawatan, waktu serta biaya dan pasien bersedia untuk

dirawat, lalu dilakukan pencetakan model studi untuk mock-up model restorasi.

Gambar 2. Rontgen pre operatif gigi 11

Pada kunjungan berikutnya dilakukan anestesi infiltrasi di bagian labial

gigi 11, lalu access opening menggunakan endo access bur dan ekstirpasi jaringan

pulpa dengan jarum ekstirpasi, kemudian dilakukan diagnostic working length dan

kemudian didapatkan panjang kerja 19 mm (Gambar 3) .

Gambar 3. DWP panjang kerja

21
Selanjutnya dilakukan preparasi saluran akar. Preparasi saluran akar

dilakukan dengan teknik step-back hingga MAF nomor file #30 sesuai panjang

kerja. Setelah itu preparasi dilanjutkan hingga 3 nomor diatas MAF dengan

pengurangan panjang kerja 1 mm setiap pergantian nomor file hingga file #50.

Irigasi dilakukan setiap pergantian file dengan menggunakan NaOCl 2.5%, EDTA

17% cair dan dibilas dengan saline. Pada akhir preparasi diirigasi dengan

chlorhexidine 2% (biodinamica® Clorexoral 2%) dan dibilas kembali dengan

saline. Saluran akar kemudian dikeringkan dengan paper point steril. Selanjutnya

dilakukan prosedur sterilisasi dengan pemberian dressing saluran akar

menggunakan Ca(OH)2 (Prevest Dentpro® Calplus). Dressing dilakukan

sebanyak 3 kali hingga sampai dengan kunjungan kelima.

Pada kunjungan berikutnya dilakukan trial photo dengan gutta percha

utama sesuai ukuran MAF. Obturasi saluran akar dengan gutta percha dan sealer

(resin based sealer Epoxidine®) menggunakan teknik kondensasi lateral. Sealer

diaplikasikan pada saluran akar dengan menggunakan jarum lentulo. Sealer juga

diaplikasikan pada gutta percha utama (Gambar 4)

Gambar 4. Foto rontgen trial guttap

22
Gutta percha utama dan auxilliary gutta percha atau tambahan ditekan ke

apikal hingga tidak ada ruang yang tersisa dan spreader tidak bisa masuk ke

saluran akar. Kelebihan gutta percha dipotong sebanyak 1 mm dibawah orifice

dengan plugger yang dipanaskan. Lalu aplikasi liner GIC, tumpatan sementara

dan ronsen hasil obturasi (Gambar 5).

Gambar 5. Foto rontgen obturasi

Kunjungan berikutnya dilakukan kontrol. Pemeriksaan objektif didapatkan

hasil berupa; tumpatan sementara utuh dan perkusi negatif (-). Dilakukan

dekaputasi mahkota gigi 11 dan pengurangan guttap point dengan gates glidden

drill dan peeso reamer sesuai panjang kerja pasak kemudian foto rontgen hasil

pengurangan guttap point (Gambar 6). Berikutnya dilakukan pembuatan model

malam pasak dengan malam biru dan dicetak dengan bahan elastomer. Hasil

cetakan dikirim ke lab beserta instruksi. Kemudian dilakukan wax up pada model

kerja dan pembuatan provisional crown secara direct menggunakan bahan self

cured acrylic (Tempron) dan disementasi sementara.

23
Gambar 6. Foto rontgen pengurangan guttap

Kunjungan berikutnya dilakukan pasang coba pasak inti tuang dan foto

rontgen pasang coba (Gambar 7). Hasil foto rontgen menunjukkan pasak sesuai

dengan panjang kerja dan mengisi seluruh ruangan preparasi. Kemudian

dilakukan sementasi pasak dengan luting cement GIC Tipe I lalu preparasi seat

dengan flat end fissure bur pada bidang bukal dan round end fissure bur pada

bidang proksimal serta palatal, dan pencetakan model kerja mahkota PFM dengan

teknik double impression menggunakan material elastomer. Cetakan kemudian

dikirim ke lab beserta dengan instruksi untuk pembuatan mahkota PFM warna A3

(penentuan warna dengan shade guide Vivadent Ivoclar®).

Gambar 7. Foto rontgen pasang coba pasak

24
Kunjungan berikutnya dilakukan scaling ultrasonik, kemudian pasang

coba mahkota PFM. Dilakukan pengecekan marginal fit, bentuk anatomi, warna,

oklusi serta kontak proksimal dari crown-nya. Kemudian dilakukan isolasi daerah

kerja, lalu mahkota PFM disementasi dengan luting cement GIC tipe I (GC® Fuji

1 Luting Cement). Kelebihan semen kemudian dibersihkan dengan sonde half-

moon. Dilakukan KIE pada untuk kontrol satu minggu setelahnya.

Pada saat kontrol (Gambar 8) dilakukan dengan pemeriksaan subjektif dan

objektif. Pasien merasa giginya tidak ada keluhan, crown utuh dan dalam kondisi

baik, jaringan lunak sekitar gigi 11 normal, tes perkusi negatif (-).

Gambar 8. Kontrol 1 minggu setelah sementasi mahkota PFM gigi 11

PEMBAHASAN

Penjelasan pasien tentang keluhan subjektifnya yaitu pernah mengalami

nyeri spontan sesuai dengan gejala dari pulpitis ireversible yaitu adanya nyeri

spontan, hipersensitifitas terhadap rangsangan suhu (panas, dingin) dan akan tetap

ada walaupun rangsangan telah dihilangkan. Tes thermal menggunakan ethyl

chloride dilakukan pada bagian servikal gigi 11 dan respon positif. Tes EPT

(Electric Pulp Tester) dilakukan pertama dengan kategori low, didapatkan angka

27, kemudian kategori medium didapatkan angka 22 yang mengindikasikan

bahwa gigi 11 masih vital. Tes kavitas tidak dilakukan dan tes jarum miller tidak

25
dilakukan karena tidak ada kavitas dan gigi pasien dalam keadaan sakit. Perkusi

positif, palpasi tidak dilakukan karena tidak ada pembengkakan, tidak ada

mobilitas, dan terdapat diskolorisasi. Berdasarkan pemeriksaan subjektif dan

objektif, dapat ditegakkan diagnosa pada kasus ini yaitu pulpitis ireversibel.

Pada kasus ini termasuk dalam indikasi perawatan saluran akar beberapa

kali kunjungan karena pasien mengeluhkan adanya rasa sakit dan pada radiografi

terdapat kelainan periapikal. Penggunaan pasak pada gigi 11 pasca pulpektomi

adalah berdasarkan sisa jaringan keras gigi yang tersisa, diameter saluran akar

pada daerah servikal, panjang akar yang masih terpegang tulang alveolar, serta

sebagai penunjang restorasi akhir.

Restorasi mahkota jaket porselen fusi metal berdasarkan pertimbangan

monoblok dengan customed dowel yang juga berbahan metal, mampu menahan

gaya lateral sehingga tekanan dapat didistribusikan dengan baik ke seluruh

permukaan gigi. Coping porselen dibutuhkan untuk keperluan estetik mengingat

gigi yang direstorasi adalah gigi anterior dimana sangat membutuhkan tampilan

estetik yang tinggi (Surya&erna,2013).

Untuk preparasi saluran akar dipilih teknik stepback. Kelebihan teknik ini

yaitu lebih efektif membersihkan saluran akar, mempermudah obturasi, pengisian

lebih padat karena spreader dapat menjangkau sampai dekat dengan apeks

sehingga mengurangi kebocoran apikal. Kerugiannya yaitu membutuhkan waktu

lama, ukuran saluran akar hasil preparasi biomekanik kecil pada aspek korona,

dan proses obturasi rentan terjadinya gap baik yang vertikal maupun horizontal

(Ismiatin,2011).

26
Obturasi pada kasus ini menggunakan teknik kondensasi lateral yang

sesuai untuk preparasi teknik stepback.

Restorasi gigi pasca endodontik bergantung kepada sisa jaringan gigi,

kebutuhan fungsi bagi pasien, posisi/lokasi dari gigi serta morfologi dari saluran

akar. Bagi gigi anterior (gigi 11) pada kasus ini memenuhi syarat bagi pembuatan

pasak. Pemilihan bentuk dan jenis pasak tergantung pada ukuran mahkota klinis

gigi, diameter saluran akar dan posisi gigi yang akan direstorasi sehingga

kesehatan jaringan periodontal tetap terjaga dengan baik (Surya&erna,2013).

Pasak yang telah selesai dipasang coba, dilakukan foto rontgen kemudian

diinsersikan dengan luting agent GIC tipe 1. Mahkota selubung yang dipilih

adalah PFM, dengan alasan bahan backing yang terbuat dari logam dapat

menahan beban yang diterima, sedangkan coping terbuat dari porselen karena

estetiknya baik untuk gigi anterior 12 (Mella dkk,2011).

Saat dilakukan follow-up satu minggu pasca insersi mahkota PFM

didapatkan hasil yang diinginkan yaitu pasien tidak memiliki keluhan subjektif,

crown utuh dan dalam kondisi baik, gigi merespon negatif pada perkusi, dan

jaringan lunak di sekitar gigi dalam kondisi normal.

27
BAB IV

KESIMPILAN

4.1 Penutup

Pulpektomi merupakan prosedur dimana pulpa vital dieliminasi

seluruhnya karena cedera ireversibel akibat karies maupun trauma mekanik.

Inflamasi parah pada pulpa gigi yang tidak akan bisa pulih walaupun

penyebabnya dihilangkan didiagnosa sebagai pulpitis ireversibel. Perawatan

endodontik merupakan perawatan pada bagian pulpa gigi dengan tujuan

mempertahankan gigi vital atau gigi non vital dalam lengkung gigi. Maka untuk

pulpitis ireversibel dilakukan pulpektomi. Pulpektomi bisa diindikasikan pada gigi

permanen maupun gigi sulung pada pulpa yang telah cedera secara irreversible.

Tahapan dari perawatan pulpektomi terdiri atas anastesi, aseptik, ekstirpasi,

pengukuran panjang kerja, preparasi, sterilisasi dan obturasi. Pulpektomi dapat

dilakukan dalam satu kali kunjungan maupun dua atau lebih kunjungan dan

prognosisnya tergantung dari kondisi yang dihadapi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed HMA. Pulpectomy procedures in primary molar teeth. European


Journal of General Dentistry. 2014 January-April : 3(1) : 4

Andlaw, R.J dan Rock, W.P. 1992. Perawatan Gigi Anak Edisi 2. Jakarta: Widya
Medika.

Bakar, Abu. 2013. Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2. Yogyakarta: Quantum.

Bawazir, Omar. Pulpectomy Technique For Primary Teeth. Pakistan Oral &
Dent. Jr. 23 (2) Dec 2003

Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik. Jakarta : Universitas


Indonesia.

Bergenholtz G, Bindslev PH, Reit C. Endodontology. 2nd ed. USA :


Willey-Backwell; 2010.Buku Petunjuk Endodontia. 2013. Kediri: IIK.

Clinical Affairs Committee, Pulp Therapy Subcommittee. Guideline on pulp


therapy for primary and immature permanent teeth. American Academy Of
Pediatric Dentistry. 2014 : 37(15) : 3

Cohen, Stephen, and Richard C Burns. 1994. Pathway of The Pulpa Sisth


Ed. USA: Mosby.

Fajriani. 2013. Penatalaksanaan Penyakit Pulpa pada Gigi Anak. Makasar Dental
Journal Vol.2 No.6 Desember 2013. ISSN: 2089-8134

Friedman S, Stabholz A. 1986. Endodontic Retreatment, Case Selection and


Technique Part 1 Criteria for case selection. J Endo 28-33

Harty FJ. Endodonti Klinis. 3rd ed. Alih Bahasa. Lilian Yuwono. Jakarta:
Hipokrates, 1992: 292-298.
Ismiatin K. 2011. Restorasi kerusakan mahkota klinis gigi yang luas dengan
penguat pasak jadi. Majalah Kedokteran Gigi ( Dental Journal) 2001:
34(4) : 767-769 dalam Elisabeth D.H.N., dkk. : Restorasi Mahkota
Jaket Porselin. Maj Ked Gi,; 18(1) : 58-62.

Kidd. 1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penaggulangannya. Jakarta: EGC


Nisha G, Amit G. Textbook of Endodontics. 2nd Ed. India:
JaypeeBrothers Medical Publishers(P)Ltd;2010.

Mella, S.D., dkk. 2011. Restorasi Resin Komposit dengan Pasak Fiber Reinforced
Composite untuk Perbaikan Gigi Insisivus Sentralis Maksila Pasca
Trauma. Maj Ked Gi.; 18(1): 92-7.

29
Surya, T., Erna, M,. 2013. Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan Pada Pulpa
Nekrosis Disertai Restorasi Mahkota Jaket Porselin Fusi Metal dengan
Pasak Fiber Reinforced Composit (Kasus Gigi Insisivus Sentralis Kanan
Maksila), Maj Ked Gi.; 20(1): 71-77.
Tarigan, Rasinta. 1994. Karies Gigi. Jakarta: Hipokrates.

Torabinejad M, Walton RE. Endodontics Priciples and Practices. 4th ed. Dolan J,
editor. St. Louis: Saunders Elsevier; 2009.

Torabinejad M, Walton RE. Endodontics Priciples and Practices. 4th ed. Dolan
J, editor. St. Louis: Saunders Elsevier; 2009.

Welbury RR, Duggal MS, Hosey MT. Pediatric dentistry. 3rd ed. New
York: Oxford. 2005. 185 p.

30

Anda mungkin juga menyukai