Dosen Pembimbing:
drg. Pratiwi Nur Widyaningsih., M. Biome d
Nilai
Tanda Tangan
DPJP
drg. Pratiwi Nur Widyaningsih., drg. Pratiwi Nur Widyaningsih.,
M. Biomed M. Biomed
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Pulp capping didefinisikan sebagai perawatan enutupan pada pulpa yang vital yang
nantinya akan terpapar dengan bahan bioaktif utuk menjaga kesehatan pulpa gigi dan
memfasilitasi pembentukan dentin reparatif. Hal ini dapat menjadi alternative pertama untuk
terapi saluran akar yang telah terpapar pada bagian ruang pulpa karena cidera yang dapat
disembuhkan serta tanpa tanda-tanda peradangan. Secara umum tujuan dari pulp capping
adalah memelihara kesehatan pulpa dan perawatan pulpa krisis dengan menggunakan bahan
capping untuk kemudahan pembentukan dentin reparatif. Selain itu, tujuan pulp capping juga
untuk membentuk dentin baru dan menghasilkan penutupan yang tahan lama untuk
melindungi pulpa.
Indirect pulp capping dilakukan pada gigi dengan lesi karies yang telah mendekati ruang
pulpa namun tanpa gejala degenerasi pulpa. Restorasi indirect pulp capping adalah
menghilangkan karies yang telah dekat dengan ruang pulpa untuk menghindari terbukanya
ruang pulpa dan melindungi pulpa dari bahan restorasi yang dapat mengiritasi pulpa. Bahan
utama yang sering digunakan untuk pulp capping indirect adalah kalsium hidroksida karena
bahan tersebut memiliki sifat biologis dan mempunyai sifat anti mikroba dan bahan ini
merupakan bahan pilihan utama yang telah digunakan di kedokteran gigi. Pada perawatan
pulp capping diwajibkan menggunakan rubber dam sebelum proses perawatan untuk
(CHX 2%) sebagai larutan desinfeksi. Mikroorganise yang ada dalam karies dapat
menimbulkan masalah pada pulpa, sehingga pada perawatan pulp capping harus dapat
Prosedur pada perawatan indirect pulp capping dilakukan diawali pemasangan rubber dam
atau cotton roll sebagai isolasi namun dianjurkan menggunakan rubber dam untuk
pembersihan karies dengan bur diamond, anestesi lokal dapat dipertimbangkan kegunaannya
pada kasus dengan pasien yang sensitif. Karies di bersihkan secara total pada dinding kavitas
dan bagian dentino enamel junction dengan menggunakan bur tungsten carbid bulat dengan
kecepatan rendah, lalu keringkan bagian kavitas dengan cotton pellet. Aplikasikan calcium
hydroxide, lalu aplikasikan base dengan menggunakan Zinc Oxyde Eugenol (ZOE) yang
diletakkan di dasar kavitas kemudian dilapisi semen fosfat. Gigi dilakukan restorasi dengan
bahan restorasi sementara. Pasien diinstruksikan kontrol 1 hingga 2 minggu untuk melakukan
pemeriksaan klinis yang meliputi pemeriksaan palpasi, perkusi dan mobilitas serta melihat
apakah adanya fistula atau edema yang muncul pada jaringan sekitar gigi, tes vitalitas
dilakukan dengan tes termal jika pada pemeriksaan vitalitas baik maka akan dilakukan
pergantian restorasi permanen dengan melepas restorasi sementara menggunakan bur hingga
bagian kavitas gigi bersih dan kering sebelum pengaplikasian bahan permanen.
Gambar : Indirect Pulp Capping
Indirect pulp capping di indikasikan untuk gigi permanen dengan beberapa kondisi, antara
lain:
a. Gigi memiliki lesi karies dalam yang kemungkinan terjadi akibat ekskavasi yang
terlalu dalam
b. Tidak ada riwayat tanda dan gejala dari perawatan gigi sebelumnya
Indirect pulp capping tidak dapat dilakukan pada beberapa kondisi pasien. Berikut
Direct pulp capping merupakan salah satu perawatan pulpa yang terpapar yang dapat
disebebkan oleh karies atau trauma gigi sehingga terbentuk kerusakan enamel yang
mendekati ruang pulpa. Indikasi perawatan direct pulp capping adalah pulpitis reversibel.
Perawatan ini dilakukan untuk menggantikan perawatan saluran akar yang terjadi pada gigi
dengan kondisi akar gigi belum terbentuk secara sempurna atau untuk sebagai perawatan
yang dapat menunda perawatan saluran akar pada kondisi tersebut. Bahan yang sering
digunakan pada direct pulp capping adalah kalsiun silikat (CSM). Mineral trioxside agregat
(MTA) merupakan jenis kalsium silikat yang pertama yang dipasarkan. MTA memiliki
keberhasilan yang lebih tinggi dan menghasilkan peradangan pulpa yang lebih ringan di
bandingkan dengan kalsium hidroksida dan beberapa penelitian meneliti MTA dapat
menghasilkan jembatan dentin keras yang lebih. Prosedur direct pulp capping diawali dengan
menggunakan rubber dam dan dilakukan desinfeksi pada bagian mahkota klinis untuk
dengan menggunakan diamond bur, larutan natrium hipoklorit di gunakan untuk mengirigasi
kavitas yang telah terbentuk setelah pembuangan karies. Aplikasi bahan pulp capping
dilakukan melapisi kavitas pada bagian perbatasan ruang pulpa yang terbuka dengan
menyisakan ruang untuk bahan restorasi. Bahan restorasi diaplikasikan pada bagian atas
lapisan pulp capping dan pasien diinstruksikan agar kontrol 1 minggu kemudian untuk
memeriksa kondisi gigi. pemeriksaan dilakukan secara rutin untuk melihat perkembangan
f. Pasien telah menyetujui seluruh perawatan endodontic dari awal hingga akhir (Garg,
dkk., 2015)
Direct pulp capping tidak dapat dilakukan pada beberapa kondisi pasien. Berikut
b. Pulpa terbuka pada orang tua karena abrasi, erosi, atau karies
Perawatan direct pulp capping dikatakan berhasil apabila terdapat beberapa kondisi
seperti usia pasien, berdasarkan vaskularisasi pulpa, pasien usia muda memiliki potensi
keberhasilan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan usia dewasa. Tipe kerusakan
kavitas: kerusakan kavitas gigi yang disebabkan oleh faktor mekanis memiliki prognosis lebih
baik dibandingkan dengan kerusakan kavitas yang disebabkan oleh karies. Hal ini di
pengaruhi oleh inflamasi pulpa dan efek toksin bakteri pada pulpa yang lebih sedikit. Ukuran
kerusakan kavitas: pada kerusakan kavitas yang besar, sulit mengontrol perdarahan. Pada
kerusakan kavitas yang kecil, mudah mengatur perdarahan dan aplikasi bahan lebih mudah
sehingga potensi kesuksesan perawatan tinggi. Riwayat nyeri: apabila nyeri tidak terjadi
1) ZnOE
Kegunaan ZnOE yaitu mengurangi rasa sakit, melindungi pulpa dan bakterisidal dalam
e. Dapat digunakan sebagai basis pada restorasi logam sehingga melindungi pulpa dari
suhu panas. Disisi lain ZnOE cement dapat mengiritasi pulpa karena mengandung
arsen 0,0005% sehingga tidak digunakan pada kondisi pulpa yang terbuka (McCabe,
dkk., 2008)
4) Varnish Kavitas
merupakan penyekat dan pengisi celah antara amalgam dengan gigi mencegah penetrasi
5) Ca(OH)2
Calcium Hydroxide terdiri dari 2 pasta yaitu base (salisilat) dan katalis (Ca(OH) 2). Kedua
pasta tersebut memiliki setting time 2,5-5,5 menit apabila dicampur. Berikut beberapa sifat
Ca(OH)2 antara lain mudah larut dalam cairan mulut, saat berkontak dengan pus/ cairan
Ca(OH)2 akan berubah menjadi Ca2+ dan OH-, memiliki pH 12 karena terdapat OH - , Tidak
digunakan sebagai liner/ basis (pulp capping) karena bersifat toksik yang dapat
menyebabkan nekross koagulasi pulpa dan dapat teresorpsi sehingga penutupan marginal
buruk dan retensi tumpatan rendah (Sooeprapto, 2017), sifat basa kuat tersebut
a. Denaturasi protein pada membran sel bakteri sehingga lisis atau bersifat bakterisidal
b. Bakteri tidak dapat hidup pada suasana pH tinggi atau bersifat bakteriostatik
d. Apabila berkontak dengan pulpa yang masih steril akan menyebabkan nekrosis
6) GIC Konvensional
Berikut merupakan sifat GIC konvensional yang digunakan untuk perawatan pulp capping.
b. Aplikasi GIC harus tipis ± 0,5 mm karena memiliki sifat fisik rendah
c. Terdapat ikatan mikromekanis dengan resin komposit yang merupakan hasil etsa
d. Tidak bisa langsung diberikan tumpatan permanen karena settingnya butuh waktu
(Soeprapto, 2017).
7) RM-GIC
RM-GIC dapat ditambahkan HEMA pada liquidnya sehingga dapat dijadikan sebagai
polymerisation ketika disinar dan sebagian lagi dengan reaksi asam basa. Apabila
dibandingkan dengan GIC tipe III, RM-GIC mengalami reaksi asam basa lebih lama
Berikatan secara kimia apabila tumpatan permanennya menggunakan resin komposit RM-
GIC dapat setting sempurna tanpa perlu disinar sehingga dapat langsung di tumpat permanen
(Soeprapto, 2017).
MTA merupakan bahan pulp capping yang terdiri dari beberapa komposisi yakni
calcium sulfate, dan bismuth oxide. Kondisi pH awal ketika powder dan liquid MTA di
campur ialah 10,2 naik menjadi 12,5 setelah 3 jam. Gel akan setting sekitar 3 jam, dan akan
butuh air sehingga harus dalam keadaan lembab. Jika kering akan tampak berpasir. MTA
d. Membentuk dentinal bridge lebih cepat dari Ca(OH) 2 yang akan terbentuk setelah 1
minggu
MTA dapat digunakan untuk beberapa indikasi, antara lain pulp capping (direct dan
RM-calcium silicate memiliki beberapa sifat, antara lain harus di inisiasi dengan cahaya
(light-cured), digunakan untuk direct dan indirect pulp capping, digunakan sebagai bahan
LAPORAN KASUS
A. Kasus
Seorang anak perempuan berusia 11 tahun datang ke RSGM Prof. Soedomo bersama
a. CC : anak mengeluhkan gigi depan atas kiri patah setelah terjatuh dari sepeda 2 hari
yang lalu.
b. PI : gigi tidak terasa sakit dan tidak mengalami pembengkakan, gigi tersebut terasa
ngilu apabila terkena makanan dan minuman yang dingin dan pasien merasa malu serta
Pemeriksaan ekstra oral : tidak terdapat kelainan Pemeriksaan intra oral : gigi 21
mengalami fraktur pada bagian insisal hingga proksimal. Pemeriksaan Vitalitas dengan
menggunakan CE (+), Palpasi (-), Perkusi (-), Sondasi (-), Mobilitas (-). Pemeriksaan
penunjang radiografi pada gigi 21 memperlihatkan adanya fraktur pada sepertiga mahkota
dan meluas hingga ke interdental pada sebelah nesial, fraktur belum mencapai pulpa. Tidak
terlihat adanya fraktur akar dan tidak tampak area radiolusen pada region periapikal.
Diagnosis pada kasus adalah fraktur Ellis kelas II pada gigi 21 dengan rencana perawatan :
Fraktur merupakan kerusakan atau pecahnya suatu bagian baik tulang maupun gigi
yang disebabkan oleh terputusnya jaringan keras yang pada umumnya disebabkan oleh
trauma. Fraktur pada gigi umumnya ditandai dengan adanya rasa nyeri yang terdapat pada
gigi yang retak. Penegakkan diagnosis fraktur gigi dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang seperti radiografi. Setelah diagnosis fraktur gigi
ditegakkan masa jenis fraktur yang terjadi harus diklasifikasi untuk membantu menentuka n
rencana perawatan pada pasien (Lubisich, 2011). Terdapat beberapa klasifikasi untuk fraktur
1. Kelas I : fraktur melibatkan mahkota dan mengenai enamel. Pada kelas ini tidak terasa
2. Kelas II : fraktur melibatkan enamel dan dentin. Kondisi ini menyebabkan gigi terasa
nyeri dengan rangsangan baik termal maupun sentuhan secara umum biasanya gigi akan
terlihat adanya lapisan berwarna kuning dimana hal itu merupakan lapisan dentin yang
terihat.
3. Kelas III : fraktur melibatkan enamel, dentin dan pulpa. Umumnya terasa nyeri dan
4. Kelas IV : gigi menjadi non vital dengan atau tanpa hilangnya mahkota.
7. Kelas VII : gigi bergeser dari soket tanpa adanya fraktur mahkota atau akar.
8. Kelas VIII : gigi terlihat retak atau hancur.
Klasifikasi WHO pada pembagian kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa dapat di
bedakan menjadi,
1) Fraktur mahkota, suatu fraktur yang hanya mngenai enamel tanpa kehilangan struktur
gigi.
2) Fraktur enamel tidak kompleks yaitu fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel saja.
3) Fraktur enamel-dentin, yaitu fraktur yang hanya mengenai enamel dan dentin tanpa
melibatkan pulpa.
4) Fraktur mahkota yang kompleks, yaitu frkatur yang mengenai enamel, dentin dan pulpa.
dibedakan menjadi fraktur craze line yaitu dimana fraktur melibatkan hanya bagian enamel
saja, fraktur cusp dimana fraktur mahkota melibatkan dentin dan berakhir pada bagian
servikal gigi, gigi retak / cracked tooth adanya keretakan gigi pada permukaan oklusal ke
arah apikal tanpa membagi gigi menjadi dua fragmen, split tooth dimana kondisi keretakan
pada gigi mulai dari batas marginal kea rah mesiodental yang membelah gigi menjadi dua
fragmen yang terpisah dan klasifikasi yang terakhir adalah fraktur akar atau root fracture
adalah kondisi fraktur yang terjadi pada akar gigi yang dimana dapat berupa fraktur komplit
Pada kasus ini, seorang anak usia 11 tahun datang mengeluhkan gigi nya patah karena
terjatuh dari sepeda. Gigi yang paling sering terke na trauma adalah insisivus sentral rahang
atas, karena posisinya yang paling menonjol didalam rongga mulut, sehingga sering kali
mudah terkena benturan baik langsung maupun tidak. Faktor predisposisi terhadap trauma
gigi insisivus sentral antara lain karena susunan gigi anterior yang lebih protusif dan jarak
over jet yang besar. Posisi gigi 21 yang mengalami malposisi juga merupakan faktor yang
Diagnosis banding pada kasus adalah sindrom gigi retak atau cracked tooth syndrome.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakan diagnosis pada kasus adalah dengan
melakukan anamnesis untuk mencari tahu etiologi, mekanisme trauma, faktor resiko dan
riwayat perawatan gigi yang telah dilakukan oleh pasien. Pemeriksaan fisik juga dilakukan
seperti pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, tes vitalitas gigi, dan serangkaian tes khusus
seperti tes transiluminasi dimana tes yang dilakukan dengan memantulkan cahaya jika pada
gigi mengalami fraktur maka transmisi cahaya akan terhalang ke bagian korona gigi. Tes
wedging yaitu tes yang dilakukan untuk membedakan kondisi gigi retak dan gigi fraktur
dengan menggerakan gigi, apabila terdapat fragmen yang dapat digerakan maka
kemungkinan gigi tersebut mengalami fraktur, dan ada tes gigit dimana tes dilakukan dengan
menggigit bola kapas hasilnya, jika terdapat nyeri pada saar melepas gigi tan kemungkinan
terjadi fraktur (McTigue, 2017). Dari hasil pemeriksaan subyektif dan obyektif serta
pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan maka diagnosa dari kasus ini adalah fraktur
Ellis kelas II dimana kondisi fraktur meluas pada sebagian besar dentin tanpa mengenai
pulpa atau masuk dalam klasifikasi WHO kerusakan jaringan keras gigi dan pulpa pada kelas
3. Rencana perawatan yang dilakukan adalah restorasi dengan resin komposit yang
sebelumnya diaplikasikan bahan pulp capping dengan teknik indirect pulp capping dengan
bahan kalsium hidroksida pada bagian dentin. Indirect pulp capping dilakukan karena pada
kasus belum melibatkan pulpa atau pada bagian ruang pulpa tidak terbuka. Kalsium
hidroksida dipilih karena lebih efektif dalam pembentukan dentin sekunder yang dapat
menghasilkan suatu lapisan dentin tebal sehingga mampu melindungi pulpa. Langkah-
langkah indirect pulp capping pada kasus ini diawali dengan isolasi menggunakan rubber
dam atau cotton roll dan permukaan gigi dibersihkan dengan menggunakan larutan NaCl atau
Chlohexidine yang dicelupkan pada cotton pellet. Keringkan bagian dentin yang terbuka
dengan menggunakan cotton pellet steril dan diaplikasikan pasta kalsium hidroksida pada
selapis tipis dentin, kemudian di tutup dengan semen fosfat sebagai basis tumbatan.
Tumpatan sementara diaplikasikan jika akan menggunakan restorasi mahkota jaket sebagai
restorasi akhir atau juga dapat menggunakan resin komposit. Bahan restorasi yang dipilih
adalah bahan resin komposit dimana bahan ini memiliki kualitas estetik yang baik dan
memiliki stabilitas warna yang baik serta resin komposit memiliki daya lekat terhadap
jaringan gigi yang cukup baik. penyembuhan pulpa pada gigi permanen memakan waktu 6
hingga 8 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Cheng, C., Peng, L., Brenner, B. 2015. Fracture Tooth. Medscape Medicine E.Journal.
Garg, N., dan Garg, A., 2015, Textbook of Operative Dentistry 3 rd Edition, Jaypee, India.
Hasan, S., Sigh, K., Salati, N. 2015. Cracked tooth syndrome : overview of literature. Int
Journal Basic Med Res.
Lubisich, E., Hilton, T., Ferrance, J. 2011. Cracked Teeth: A Review of The Literature.
Journal Esthet Resor Dent.
McCabe, J.F., dan Walls, A.W.G., 2008, Applied Dental Materials 9th Editon, Blackwell
Publishing, Oxford.
McTigue, D., Griffen, A., Bachur, R Wiley. 2017. Evaluation and Management of Dental
Injuries in Children. Wolters Dent Journal.
Soeprapto, A., 2017, Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi, STPI Bina Insan
Mulia, Yogyakarta.