Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERPES AYAT 12 SWASTA


Dosen Pembimbing : Banta Karollah,SE,M.SM

Asni
Sofia Nasila
Mulia Amanda
Siti Ramidah
Wildayanti
Firizki
Suryadi Barat
Haikal
Musliadi
Dandi Muharjais

FAKULTAS MANAJEMEN
UNIVERSITAS SEKOLAH TINNI ILMU EKONOMI SABANG
2023
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah dengan judul “Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan” ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak
terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam mata
kuliah Pengantar Antropologi. Selain itu, pembuatan makalah ini juga
bertujuan agar menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempuraan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Banda Aceh 28 mei 2023


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengadaan barang/jasa dimulai dari adanya transaksi pembelian dan
penjualan barang di pasar secara langsung (tunai), kemudian berkembang
kearah
pembelian berjangka waktu pembayaran, dengan membuat dokumen
pertanggungjawaban (pembeli dan penjual), dan pada akhirnya melalui
pengadan
proses pelelangan. Dalam prosesnya pengadaan barang/jasa melibatkan
beberapa
pihak terkait sehingga perlu etika, norma dan prinsip pengadaan barang dan
jasa
untuk dapat mengatur atau dijadikan dasar penetapan kebijakan pengadaan
barang/jasa.1
Pengguna akan membuat daftar jumlah dan jenis barang yang dibutuhkan,
yang selanjutnya akan diserahkan kepada penyedia barang agar mengajukan
penawaran. Daftar barang yang disusun secara tertulis merupakan asal usul
dokumen pembelian, sedangkan penawaran yang dibuat secara tertulis
merupakan
asal usul dokumen penawaran. Dengan meminta penawaran kepada beberapa
penyedia barang, pengguna dapat memilih harga barang yang paling murah
dengan kualitas yang sesuai spesifikasi barang. Hal ini merupakan cikal bakal
pengadaan barang dengan cara lelang.2
Pengadaan barang/jasa Pemerintah di atur dalam Peraturan Presiden Nomor
16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam Pasal 1
angka
1 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa. Pengadaan
Peraturan Presiden No.12 Tahun 2021 merupakan perubahan atas
Peraturan Presiden No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.

Pengadaan barang/jasa kini bertansformasi menjadi salah satu


penggerak roda perekonomian, khususnya dengan terbitnya Perpres
Nomor 12 Tahun 2021 yang memudahkan bagi para pelaku Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk mengikuti tender PBJ ini.

Bagi kamu baik para pelaku usaha maupun para pejabat pengadaan
yang cukup sulit membedakan dan memahami Perpres 12/2021 dengan
Perpres 16/2018, berikut ini kami berikan matriks Perpres 12 Tahun
2021 yang merupakan perubahan dari Perpres 16 Tahun 2018.

Dalam aturan Perpres 12/21, pemerintah mendukung secara penuh


para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi, serta penggunaan
produk dalam negeri. Ditambah lagi, pemerintah mewajibkan bagi bagi
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) untuk
mengalokasikan paling sedikit 40 persen dari nilai anggaran belanja
barang/jasa.

Tak hanya itu saja, pemerintah juga menaikkan batasan paket


pengadaan untuk UKM menjadi Rp15 miliar atau enam kali lipat dari
nilai sebelumnya yang hanya Rp2,5 miliar. Batasan ini sesuai
dengan No 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan
Pemberdayaan Kope PP rasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah yang mengatur tentang batasan hasil penjualan tahunan
paling banyak sebesar Rp15 miliar.

Dengan aturan Perpres 12 Tahun 2021 ini, para pelaku UKM harus
tumbuh dan mendapatkan kesempatan serta peluang sebesar-besarnya
untuk dapat bersaing dengan sehat, terutama dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah.

Selain itu, Perpres ini juga megatur untuk pemenuhan SDM PBJ yang
profesional sehingga mampu mencapai tugas dan fungsi yang diemban,
serta membentuk UKPBJ sebagai pusat keunggulan “Center of
Excellence” PBJ dengan tingkat kematangan level 3 (proaktif).
Dengan Perpres 12/21, harapannya pelaksanaan tender kedepannya
dapat memberikan kemudahan dan mempercepat proses pengadaan
barang/jasa tanpa meninggalkan tujuh prinsip dan etika pengadaan.

Perpres No. 12 Tahun 2021 mulai berlaku sejak tanggal 2 Februari 2021
di mana Presiden Joko Widodo telah menandatanganinya. Dan berikut
ini adalah matriks Perpres 12 Tahun 2021 dan poin-poin pentingnya
yang akan memudahkanmu untuk memahami perbedaannya dengan
Perpres 16 Tahun 2018.

NO PASAL AWAL PASAL PERUBAHAN

e. menetapkan besaran uang e. menetapkan HPS;


muka yang akan dibayarkan
kepada Penyedia; f. menetapkan besaran uang
muka yang akan dibayarkan
f. mengusulkan perubahan kepada Penyedia;
jadwal kegiatan;
g. mengusulkan perubahan
g. menetapkan tim jadwal kegiatan;
pendukung;
h. melaksanakan E-
h. menetapkan tim atau purchasing untuk nilai paling
tenaga ahli; sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus
i. melaksanakan E-purchasing juta rupiah);
untuk nilai paling sedikit di
atas Rp200.000.000,00 (dua i. mengendalikan Kontrak;
ratus juta rupiah);
j. menyimpan dan menjaga
j. menetapkan Surat keutuhan seluruh dokumen
Penunjukan Penyedia pelaksanaan kegiatan;
Barang/Jasa;
k. melaporkan pelaksanaan
k. mengendalikan Kontrak; dan penyelesaian kegiatan
kepada PA/KPA; l.
l. melaporkan pelaksanaan menyerahkan hasil pekerjaan
dan penyelesaian kegiatan pelaksanaan kegiatan kepada
kepada PA/KPA; PA/KPA
m. menyerahkan hasil dengan berita acara
pekerjaan pelaksanaan penyerahan;
kegiatan kepada PA/KPA
dengan berita acara m. menilai kinerja Penyedia;
penyerahan;
n. menetapkan tim pendukung;
n. menyimpan dan menjaga
keutuhan seluruh dokumen o. menetapkan tim ahli atau
pelaksanaan kegiatan; dan tenaga ahli; dan

o. menilai kinerja Penyedia. p. menetapkan Surat


Penunjukan Penyedia
(2) Selain melaksanakan Barang/Jasa.
tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), PPK (2) Selain melaksanakan tugas
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
pelimpahan kewenangan dari ayat (1), PPK melaksanakan
PA/KPA, meliputi: tugas pelimpahan
kewenangan dari PA/KPA,
a. melakukan tindakan yang meliputi:
mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja; dan a. melakukan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran
b. mengadakan dan anggaran belanja; dan
menetapkan perjanjian
dengan pihak lain dalam batas b. mengadakan dan
anggaran belanja yang telah menetapkan perjanjian dengan
ditetapkan. pihak lain dalam batas
anggaran belanja yang telah
(3) PPK dalam melaksanakan ditetapkan.
tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dibantu (3) Dalam hal tidak ada
oleh Pengelola Pengadaan penetapan PPK pada
Barang/Jasa. Pengadaan Barang/Jasa yang
menggunakan anggaran
belanja dari APBD, PA/KPA
menugaskan PPTK untuk
melaksanakan tugas PPK
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf m.
(4) PPTK yang melaksanakan
tugas PPK sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib
memenuhi persyaratan
kompetensi PPK.

Tujuan dari Perpres 16/2018 pada Pasal 4 berbunyi :

Pengadaan Barang/Jasa Bertujuan untuk :

• a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang


dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya,
lokasi, dan Penyedia;
• b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
• c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan
Usaha Menengah;
• d. meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
• e. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa
hasil penelitian;
• f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
• g. mendorong pemerataan ekonomi; dan
• h. mendorong Pengadaan Berkelanjutan.

Perubahannya
menjadi :

Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk :

• a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang


dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas,kuantitas, waktu, biaya,
lokasi, dan Penyedia;
• b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
• c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil,dan
Koperasi;
• d. meningkatkan peran Pelaku Usaha nasional;
• e. mendukung pelaksanaan penelitian danpemanfaatan barang/jasa
hasil penelitian;
• f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
• g. mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan perluasan
kesempatan berusaha; dan
• h. meningkatkan Pengadaan Berkelanjutan.

Filosofis Perubahan
Pada bagian “Menimbang” di Perpres 12/2021 tertulis :

Poin c dan poin g adalah merubah dan mewujudkan pertimbangan


diatas dalam hal :

• meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha


Menengah; menjadi

o meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil,dan


Koperasi;
▪ terdapat pergeseran dari UMKM menjadi UMK dan Koperasi
sebagai upaya untuk mewujudkan UU Cipta Kerja
• mendorong pemerataan ekonomi; menjadi

o mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan perluasan


kesempatan berusaha;
▪ terdapat perluasan ditandai dari “mendorong” menjadi
“mewujudkan”, dan tidak hanya pemerataan semata tapi juga
perluasan kesempatan berusaha yang merupakan semangat dari
UU Cipta Kerja.

Bagaimana dengan Poin a?


• menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang
dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya,
lokasi, dan Penyedia; menjadi

o menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang


dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas,kuantitas, waktu, biaya,
lokasi, dan Penyedia;
o Jumlah dapat diartikan dalam konteks Tepat Jumlah = “Jumlah
barang/jasa yang dibeli sesuai dengan kebutuhan atau barang/jasa
yang diadakan tidak berlebih atau kurang dari yang dibutuhkan”
(Buku Informasi 2 Pelatihan PBJ Tingkat Dasar)
o Sedangkan Tepat “Kuantitas” memiliki makna yang lebih luas.

Tepat Kuantitas
Kuantitas secara sempit memiliki makna setara dengan makna kata
“jumlah” sebagaimana versi sebelumnya yang telah dibahas diatas,
namun pada pemaknaan yang lebih luas dapat bermakna lebih inklusif.
Ketepatan pada aspek Kuantitas lebih pada aspek kuantitas yang
dibutuhkan pembeli dan dijual oleh pemasok, dalam hal ini antara
kuantitas yang dibutuhkan pembeli dan dijual pemasok dapat
berpengaruh pada keseimbangan dari kebutuhan kedua belah pihak.

Dalam hal ini ditilik dari perspektif yang lebih luas dari sudut pandang
pengadaan/manajemen rantai pasok, maka kemungkinan kolaborasi
atau metode kemitraan yang dapat digunakan untuk menghadirkan
keseimbangan kebutuhan yang lebih baik dan memberikan value for
money yang semakin optimal.
(Buku : Excelence in Public Sector Procurement, Stuart Emmet and Paul
Wright, dan referensi lainnya).

Kuantitas dan Peningkatan Volume


Perhatikan bahwa jumlah Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah memiliki
volume magnitusi yang lebih besar mengingat keseluruhan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah biasanya memiliki kebutuhan
yang serupa/mirip. Dalam hal ini akan lebih memiliki nilai layak apabila
kebutuhan tersebut “ditampung” dalam satu wadah besar dan kesamaan
kebutuhan yang ditampung ini dapat meningkatkan nilai tawar untuk
memenuhi “kuanititas” minimum untuk mendapatkan harga lebih baik.

Kuantitas dan Strategi Konsolidasi


Strategi Kuantitas ini dapat terlihat dari definisi dalam pasal 1 angka 51
Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 berbunyi “Konsolidasi Pengadaan
Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa yang
menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis.”
dalam hal ini volume Kuantitas meningkat untuk meningkatkan value.
Tidak heran bila kita melihat lagi tambahan tugas berkaitan dengan
Konsolidasi, dulu dituliskan dalam Bab Pelaku Pengadaan terdapat
sebagai tugas PA / KPA (bila di delegasikan), di Perpres 12/2021
ditambahkan menjadi tugas PPK dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b
menjadi “b. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;”,
terlepas bahwa hal ini dulu disebutkan dapat dilakukan oleh
PA/KPA/PPK/UKPBJ pada Pasal 21 ayat (2) Perpres 16/2018, namun
dengan dicantumkan tugas ini dalam uraian tugas PPK pada Pasal 11
Perpres 12/2021 seperti halnya tugas PA dalam Perpres 16/2018
membuat Pengadaan Pemerintah di dorong untuk memiliki kualitas
perencanaan yang semakin baik untuk memperoleh value khususnya
dalam memandang aspek tepat “jumlah” yang di geser menjadi tepat
“kuantitas”.
Dengan demikian Konsolidasi pengadaan semakin dipertegas untuk
mencapai ketepatan “Kuantitas” untuk aspek value for money. Lebih
luas maknanya dibandingkan “Jumlah” dan dalam hal ini perluasan
makna Jumlah menjadi Kuantitas juga berkaitan dengan perluasan
tujuan filosofis dari UU Cipta Kerja, mengingat Kuantitas memperhatikan
aspek tidak hanya dari sisi Pemerintah sebagai Pembeli namun
pengaruh antara pengaruh Kuantitas dengan pembeli dan penjual.

Kesimpulan
Perubahan Tujuan Pengadaan di dominasi dari keberadaan Cipta Kerja,
dalam hal ini dimaknai dengan perluasan definisi Jumlah menjadi
Kuantitas yang memiliki pengaruh antara pembeli dan penjual
(diperkuat dari keberadaan penegasan Konsolidasi sebagai strategi
yang menjadi tugas PPK saat ini), dalam hal ini kuantitas yang tepat dan
kuantitas kebutuhan barang/jasa pemerintah dalam aspek yang lebih
luas berpengaruh pada keberadaan dan tujuan pelaku usaha sebagai
penjual yang semakin di dukung untuk semakin berkembang dengan
pergeseran dari UMKM dengan pergeseran fokus menjadi pada UMK
dan Koperasi, kemudian “mendorong” menjadi “mewujudkan”, dan tidak
hanya pemerataan semata tapi juga perluasan kesempatan berusaha
yang merupakan semangat dari UU Cipta Kerja.

Tentunya pendapat diatas adalah persepsi saya dari beberapa bacaan


pribadi, bukan penjelasan resmi dari kurikulum pelatihan PBJP tingkat
dasar atau dari LKPP.

Demikian yang dapat disampaikan, tetap semangat, tetap sehat, dan


salam pengadaan!

Menyukai ini:

Anda mungkin juga menyukai