Anda di halaman 1dari 3

Lima Istilah Kurban; Istilah Kelima Berisi Anjuran Supaya Daging Kurban

Tidak Dihabiskan dalam Sehari


by aanardianto

 3 days ago

MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Pengajian Umum Pimpinan Pusat (PP)


Muhammadiyah kembali digelar pada Jumat malam (16/6). Mendekati perayaan
Iduladha 1444 H, Pengajian Umum kali ini mengangkat tema “Transformasi Nilai
Ibadah Qurban”.

Salah satu pemateri adalah Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2)


Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhbib Abdul Wahab. 

Menyampaikan materi melalui media daring, Muhbib mengungkapkan bahwa Nabi


Muhammad mewajibkan ibadah kurban bagi dirinya, dan menghukumi Ibadah
Kurban sebagai sunnah muakkadah bagi umatnya.

“Walaupun ada yang mengatakan ibadah kurban itu wajib, karena paralel dengan
perintah salat. Setidak-tidaknya itu menurut Imam Abu Hanifah,” katanya.
MateriTerkait
Observatorium Muhammadiyah ini Lakukan Pengamatan Hilal Awal Zulhijah 1444 H
Susul 5 Pemain Persebaya, M. Iqbal dan Kasim Botan Ambil Beasiswa Atlet di UM Surabaya
Hadapi Perbedaan Iduladha, PP Muhammadiyah Berpesan Warganet Kedepankan Kesalihan
Digital
 

Selain itu, Muhbib menyampaikan bahwa secara semantik kurban memiliki lima
istilah yang saling berkaitan. Istilah pertama yaitu kurban itu sendiri, yang
merupakan istilah paling awal digunakan dalam konteks sejarah berkurban. 

Istilah ini digunakan oleh Allah SWT dalam QS. Al Maidah ayat 27, yaitu terkait
dengan perintah kepada putra Nabi Ibrahim untuk berkurban sesuai dengan yang
dimiliki.

Istilah yang kedua adha atau udhiyah yang berarti binatang penyembelihan, “Ada
juga yang mengatakan bahwa proses penyembelihan hewan kurban itu dilakukan di
waktu dhuha sampai selesai. Maka adha-dhuha juga memiliki makna muatan waktu,”
tuturnya.

Sementara yang ketiga adalah dzibh atau dzabih. Karena jika merujuk ke dalam QS.
Ash-Shaffat ayat 107, kedua kata itu bermakna sembelihan atau yang disembelih. 

Istilah keempat yang berkaitan dengan kurban adalah nahr yang dimaknai lebih pada
proses pemotongan hewannya. “Sehingga hari penyembelihan itu sering juga
disebut dengan ayyamun nahr.” Ungkapnya.
Kelima atau yang terakhir adalah tasyriq yang memiliki arti asal adalah menjemur
atau mendendeng daging. Istilah kelima ini menjadi indikasi sekaligus anjuran
supaya daging kurban tidak dikonsumsi habis dalam waktu sehari atau pas hari H.

“Dengan adanya hari tasyriq itu dimaksudkan agar kita berpikir strategis dan jangka
panjang, bagaimana dahulu itu belum ada mesin pendingin dan juga belum ada cara
mengolah olahan daging yang awet-tahan lama.” Katanya.

“Maka dalam konteks berkurban berkemajuan di Indonesia sebagaimana yang telah


dipelopori oleh Lazismu; memasak atau mengolah daging itu menjadi Rendangmu.”
sambung Muhbib.

Dari kelima istilah yang saling berkaitan tersebut dapat disimpulkan bahwa kurban
merupakan menyembelih hewan kurban setelah salat Iduadha, dan pada hari tasyriq
11, 12 dan 13 Zulhijah dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT dan
kepada sesama.

Maka dengan demikian hewan yang disembelih sebelum dilaksanakannya Salat


Iduladha, tidak bisa disebut sebagai hewan kurban. Dan cara mendekatkan diri
kepada Allah ialah dengan bertakbir, sementara mendekatkan diri ke sesama adalah
dengan gotong royong pada proses penyembelihan sampai pembagian.

Anda mungkin juga menyukai