Anda di halaman 1dari 11

JURNAL READING

The Risk of COVID-19 Pandemic in Patients with Moderate to Severe


Plaque Psoriasis Receiving Systemic Treatments

Pembimbing :

dr. Flora Anisah Rakhmawati, Sp.KK

Disusun oleh :

Fadhilah Aisyah

2017730043

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS


KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JAKARTA RSUD R. SYAMSUDIN, S.H. KOTA
SUKABUMI
PERIODE 14 NOVEMBER – 20 DESEMBER 2021
I. Gambaran umum jurnal

1. Judul jurnal : “The Risk of COVID-19 Pandemic in Patients with


Moderate to Severe Plaque Psoriasis Receiving
Systemic Treatments ”
2. Penulis : Paolo Gisondi, Francesco Bellinato, Andrea Chiricozzi
dan Giampiero Girolomoni.
3. Nama institusi :
- Departemen Ilmu Kulit Dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas
Verona Italia
- Institusi Dermatologi, Universitas Katolik, Roma
4. Nama jurnal : Vaccines 2020, 8, 728; doi:10.3390/vaccines8040728
5. Tahun terbit 2020

II. Abstrak
Psoriasis plakat kronis merupakan penyakit inflamasi kulit yang mempengaruhi 2-3%
populasi. Sekitar sepertiga pasien merupakan kandidat untuk mendapatkan terapi
imunosupresif sistemik seperti obat DMARDs sintetis atau biologis akibat dari
perluasan penyakit, lokalisasi lesi di daerah sensitif atau terlihat dan/atau resistensi
terhadap pengobatan topikal. Terapi ini telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
infeksi, termasuk infeksi virus pada saluran pernapasan atas. Psoriasis sering
dikaitkan dengan komorbiditas kardio-metabolik, seperti: obesitas dan diabetes, yang
merupakan faktor risiko prognosis yang buruk pada penyakit pneumonia COVID-19.
Penelitian ini merupakan sebuah naratif review dari berbagai literatur berdasarkan
pencarian secara elektronik dari Basis data PubMed® yang dilakukan dengan tujuan
menyelidiki apakah ada peningkatan risiko infeksi COVID-19 pada pasien psoriasis
yang mendapatkan pengobatan sistemik. Artikel asli, seperti laporan kasus yang
diterbitkan hingga 1 November 2020, disertakan dalam tulisan ini. Hasilnya: tidak
terdapat bukti pasti bahwa pasien dengan psoriasis sedang hingga berat yang
mendapatkan terapi sistemik, termasuk terapi biologis, memiliki risiko lebih tinggi
terinfeksi SARS-CoV-2 dan/atau risiko meningkatnya kasus rawat inap dan kematian
terkait COVID-19 dibandingkan dengan populasi umum. Beberapa kasus melaporan
terjadinya pemulihan penuh dan hasil outcome klinis yang baik pada pasien psoriasis
dengan positif COVID-19 yang sedang mendapatkan terapi psoriasis sintetis atau
biologis. Namun, tetap perlu
perhatian lebih dalam regulasi terapi sistemik pada pasien psoriasis terkait risiko
infeksi COVID-19 dan diperlukan lebih banyak data untuk dapat menarik kesimpulan
yang pasti.

III. Pendahuluan
Pandemi COVID-19 yang merupakan pneumonia viral yang disebabkan oleh
Severe Acute Respiratory Syndorme Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) sudah menjadi
fokus serius para dermatologi dan pasien psoriasis yang mendapatkan terapi
immunodilator/immunosupresan. Psoriasis plakat merupakan penyakit inflamasi pada
kulit yang bersifat kronis yang mengenai 2-3% populasi secara umum, dan sekitar
sepertiga pasien merupakan kandidat yang harus mendapatkan terapi sistemik karena
keparahan, perluasan dan atau terkait lokasi lesi pada area sensitif/terlihat. Terapi
sistemik meliputi DMARDs/disease-modifying antirheumatic drug’s baik
sintestis/biologis seperti methotrexate, siklosporin dan inhibitor TNF-α, IL-17, IL-
12/23, dan IL-23 dimana pemberian terapi ini dihubungkan dengan peningkatan risiko
infeksi termasuk infeksi virus pada traktur respiratorius. Terlebih lagi, pasien psoriasis
moderate sampai berat sering kali dipengaruhi oleh komorbid kardio-metabolik
seperti obesitas, diabetes melitus dan hipertensi arterial yang berhubungan dengan
risiko tinggi rawat inap dan prognosis yang fatal pada pneumonia COVID-19.
Tujuan dari naratif review ini ialah untuk menyelidiki/mengetahui apakah ada
peningkatan risiko infeksi COVID-19 atau outcomes berupa infeksi COVID-19 yang
lebih parah pada pasien psoriasis yang mendapatkan terapi sistemik.

IV. Bahan dan Metode


Naratif literatur riview ini dilakukan melalui pencarian berbagai artikel dan
penelitian yang publikasikan secara elektronik di PubMed. Kata kunci yang
digunakan adalah (“infeksi Sars-CoV2” atau COVID-19) dan (“Psoriasis”, “psoriasis
plakat”, “biologic”, “methotrexate”, “cyclosporin”, “acitretin”, “dimethyl fumarate”,
“apremilast”, “TNF-α inhibitor”, “IL-17 inhibitor”, “IL-12/23 inhibitor”, atau “IL-23
inhibitor”). Terdapat 2 investigator yang secara bersamaan mengumpulkan data, dan 2
penulis lain sebagai tempat konsultasi jika terdapat beberapa ketidaksesuaian.
Terdapat 57,243 total artikel yang dicari sesuai dengan judul dan abstrak serta
dianggap relevan setelahnya teks dianalisis secara menyeluruh dan kemudian dipilih
dan disingkirkan sesuai kriteria inklusi dan ekslusi. Artikel dan review original yang
diambil merupakan
tulisan yang menganalisis risiko infeksi Sars-Cov-2 dan atau infeksi COVID-19 dan
laporan terkait outcome klinis pada pasien psoriasis plakat kronis dan atau pasien
psoriasis artritis yang mendapatkan terapi sistemik yang diterbitkan hingga 1
November 2020. Didapatkan 27 sumber tulisan yang kemudian dianalisis dan 57,216
lainnya tidak diikutkan. Dari setiap tulisan yang dianalisis didapatkan informasi
sebagai berikut: tipe penelitian, jumlah sampel, metode ekstraksi data (registry-based,
telephone call- based), tipe terapi sistemik apakah DMARDs sintetis atau biologis,
adanya penyakit inflamasi selain psoriasis yang membutuhkan terapi sistemik (seperti
Crohn’s disease, uveitis, dan hidradenitis suppurativa), serta manifestasi COVID-19.
Kasus suspek yang tidak terkonfimasi COVID-19 tidak diikutkan. Tingkat keparahan
infeksi COVID-19 dinilai dengan mempertimbangkan: kondisi rawat inap, kebutuhan
perawatan di ruang ICU dan kematian.

V. Hasil
1. Kerentanan terhadap infeksi COVID-19 pada pasien psoriasis dengan
pengobatan immunodilator/immunosupresan
Saat ini apakah psoriasis sendiri dapat menyebabkan kerentanan terhadap
infeksi virus SARS-CoV-2 masih belum diketahui. Sampai tahap ini, belum ada
penelitian yang menyelidiki prevalensi atau insidens infeksi COVID-19
asimptomatik pada pasien psoriasis plakat. Mereka yang menderita psoriasis
kemungkinan terkena SARS-CoV-2 virus sesuai dengan penyebaran pandemi di
mana mereka tinggal. Sebaliknya, penelitian yang berbeda telah menilai kejadian
infeksi SARS-CoV-2 pada pasien psoriasis plakat yang menerima sistemik
pengobatan (Tabel 1).
Sebuah penelitian di Spanyol berdasarkan pendekatan multisenter kohort
prospektif, memperkirakan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam rasio
insiden standar (SIR) untuk infeksi SARS-CoV-2 pada pasien psoriasis yang
diobati dengan terapi sistemik dibandingkan dengan populasi umum (SIR =
1,58;95% CI 0,98- 2,41). Dalam penelitian kohort lain terhadap 1830 pasien dari
Wilayah Veneto (Italia Timur Laut), didapatkan insiden serupa terkait infeksi
COVID-19 pada pasien psoriasis secara biologis dibandingkan dengan populasi
umum (IR = 9,7; 95% CI 3,9-20,1 per 10.000 orang/bulan versus 11.5; 95% CI
11.4-11.7 per 10.000 orang/bulan).
Sebuah penelitian kohort dari dua provinsi di Italia Utara yang melibatkan 246
pasien psoriasis yang menerima obat biologis menemukan bahwa hanya satu pasien
yang diuji dan positif SARS-CoV-2 asimptomatik selama periode pengamatan.
Hanya di penelitian yang lebih kecil dari 139 pasien di daerah Bergamo yang
melaporkan prevalensi infeksi Sars-CoV-2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan
populasi umum (3,6% versus 0,7%). Namun, signifikansi penelitian ini
dipertanyakan, mengingat jumlah kasus yang kecil dan fakta bahwa 2 dari 5 kasus
yang dilaporkan tidak diuji untuk COVID-19.
Penelitian kohort skala besar lainnya telah menilai risiko rawat inap,
kebutuhan perawatan intensif dan kematian akibat COVID-19 pada pasien
psoriasis yang diobati dengan terapi sistemik biologis (Tabel 2). Peneliti
menyelidiki risiko rawat inap dan kematian akibat COVID-19 pada pasien dengan
psoriasis plakat kronis yang menerima pengobatan biologis dan penerima
transplantasi ginjal dalam pemeliharaan pengobatan imunosupresif. Tidak ada
rawat inap atau kematian yang didokumentasikan pada 980 pasien dengan psoriasis
yang mendapatkan terapi biologis, dan hanya satu pasien transplantasi ginjal yang
dirawat di rumah sakit di antara 280 pasien yang diobservasi pada bulan Februari
sampai April 2020.
Selanjutnya, penelitian observasional retrospektif multisenter telah meninjau
5206 pasien psoriasis dengan terapi sistemik biologis dari enam provinsi Italia
Utara. Didapatkan tidak ada kasus kematian akibat COVID-19 yang ditemukan
antara Februari-April 2020 (IR = 0;95% CI 0–5,1 dibandingkan dengan 1,6 per
10.000 orang/bulan pada populasi umum), dan hanya empat pasien yang dirawat di
rumah sakit karena pneumonia interstitial COVID-19 (IR = 5,6; 95% CI 1,5-14,3
dibandingkan dengan 5,9 per 10.000 orang/bulan pada populasi umum).
Studi kohort lain dari wilayah Veneto mengkonfirmasi temuan ini. IR rawat
inap dan kematian karena pneumonia terkait COVID-19 didapatkan nilai 6,5 (95%
CI 2,0-15,6) dan 0 (95% CI 1-10,4) per 10.000 orang/bulan, dibandingkan dengan
9,6 (95% CI 9,4-9,7) dan 1,16 (95% CI 1,10-1,21) per 10.000 orang/bulan pada
populasi umum.
Sebuah penelitian single-center case–control dari Lombardy melaporkan
hanya lima kejadian rawat inap dan tidak ada kematian dari 1.193 pasien psoriasis
yang diobati dengan pengobatan biologis dan dosis kecil. Meskipun pasien dengan
pengobatan biologis berada pada risiko rawat inap yang lebih tinggi sehubungan
dengan populasi umum Lombardy, dengan OR 3,59 (95% CI 1,49-8,63), dan tidak
didapatkan adanya peningkatan risiko masuk unit perawatan intensif atau kematian.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien yang menggunakan obat biologis
berisiko lebih tinggi terkena infeksi SARS-CoV-2 bahkan meskipun tingkat
keparahan COVID-19 mungkin tidak meningkat.
Penelitian serupa dari negara Amerika mengkonfirmasi hasil berikut. Sebuah
penelitian cross-sectional retrospektif di Amerika pada 412 pasien yang menerima
obat imunomodulator sistemik untuk penyakit kulit, termasuk psoriasis, ditemukan
tingkat infeksi dan outcome klinis COVID-19 serupa dengan yang ditemukan pada
populasi umum, hanya dilaporkan lima kasus infeksi dan satu kasus rawat inap.
Para penulis menyimpulkan bahwa risiko infeksi COVID-19 dan risiko outcome
yang buruk sangat kecil dipengaruhi oleh obat-obatan immunomodulator dibidang
dermatologis.
Temuan konsisten lainnya dilaporkan juga oleh penelitian cross-sectional
multicenter di Prancis yang melibatkan 1418 pasien yang menerima pengobatan
sistemik, termasuk metotreksat, siklosporin, acitretin, apremilast dan biologis.
Sebanyak lima (0,35%) pasien menderita COVID-19 yang parah dan
membutuhkan rawat inap, meskipun 60% dari mereka disertai faktor risiko lain
yang memungkinkan infeksi lebih parah.
Data terbaru dan akses terbuka tentang dampak pneumonia COVID-19
pada pasien psoriasis saat ini tersedia di PsoPROTECT (Psoriasis Patient
Registry for Outcomes, Therapy and Epidemiology of Covid-19 infecTion).
PsoPROTECT adalah inisiatif global yang bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor predisposis terkait outcome klinis COVID-19 pada psoriasis dan untuk
mengklasifikasikan pasien yang mungkin berguna sebagai standarisasi apakah
pengobatan sistemik perlu dihentikan, dilanjutkan atau dimulai. Data registrasi
dari PsoPROTECT tampak meyakinkan dan tidak menunjukkan peningkatan
risiko infeksi SARS- CoV-2 atau kondisi COVID-19 yang parah pada pasien
psoriasis, termasuk mereka yang menjalani terapi sistemik.

2. Perjalanan Infeksi COVID-19 pada Pasien Psoriasis yang Menerima Pengobatan


Sistemik
Penelitian yang melaporkan perjalanan COVID-19 pada pasien psoriasis
yang mendapatkan perawatan sistemik diringkas dalam Tabel 3.
Mahil et al. menganalisis perjalanan COVID-19 yang dilaporkan oleh dokter
pada 374 psoriasis dari 25 negara, termasuk pasien yang mendapatkan
pengobatan biologis (71%), non-biologis (18%) dan pasien yang tidak
mendapatkan pengobatan sistemik (10%). Sebanyak 348 pasien (93%) sembuh
total dari COVID-19, 77 (21%) diantaranya dirawat di rumah sakit dan 9 (2%)
pasien meninggal.
Para penulis menemukan bahwa terapi sistemik biologis dikaitkan dengan
risiko rawat inap terkait COVID-19 yang lebih rendah dibandingkan dengan
terapi sistemik non-biologis. Tetapi dari sebuah penelitian kohort retrospektif
pada 104 pasien yang terkena psoriasis termasuk pasien yang diobati dengan
sintetis (siklosporin dan metotreksat) dan DMARD biologis dan terkonfirmasi
COVID-19 melalui (PCR), tidak menemukan perbedaan signifikan terkait
outcome klinis COVID-19 diantara pasien mendapatkan atau tidak mendapatkan
terapi sistemik.
Data yang diambil dari penelitian case–control, studi kohort dan laporan
kasus menunjukkan pemulihan penuh dari COVID-19 pada pasien psoriasis
setelah pengobatan DMARDs sintetis. Hasil/outcome klinis yang baik dilaporkan
pula pada pasien psoriasis dengan infeksi COVID-19 yang melanjutkan terapi
apremilast dan biologis tertentu, seperti dalimumab, ustekinumab, ixekizumab
dan guselkumab.
VI. Diskusi
Temuan utama dari tinjauan ini ialah tampaknya, tidak ada peningkatan
kerentanan Infeksi SARS-CoV-2 atau peningkatan keparahan gejala klinis terkait
perjalanan penyakit COVID 19 pada pasien dengan psoriasis yang menerima
DMARDs sintetis atau biologis. Temuan ini mungkin tampak mengejutkan karena
pengobatan sistemik telah dikaitkan dengan risiko infeksi lain yang lebih tinggi,
karena adanya inhibisi sitokin yang merupakan mediator inflamasi yang terlibat dalam
respon imun terhadap patogen. Risiko infeksi oportunistik terkait herpes zooster
dilaporkan lebih tinggi insidensnya pada pasien yang menerima terapi imunosupresif
untuk mengobati psoriasis sedang hingga berat.
Risiko infeksi karena obat imunosupresan konvensional telah telah diselidiki
secara ekstensif. Siklosporin diketahui terkait dengan peningkatan risiko infeksi.
Sebuah penelitian kohort prospektif multicenter menemukan risiko 58% infeksi lebih
tinggi pada penggunaan siklosporin dibandingkan dengan metotreksat (RR 1,58 yang
disesuaikan; 95% CI 1,17-2,15). Namun demikian, siklosporin menargetkan
cyclophilin, yang diperlukan untuk replikasi virus, dan dapat menghambat virus
influenza A, virus hepatitis C dan virus Corona. Metotreksat juga dikaitkan dengan
peningkatan risiko infeksi; penelitian kohort prospektif multicenter melaporkan risiko
infeksi 40% lebih tinggi dibandingkan dengan acitretin.
Acitretin tampaknya tidak menyebabkan efek samping imunosupresif; sebuah
studi dari registri BIODAVERM membandingkan tingkat infeksi di antara obat
sistemik yang berbeda dan menemukan bahwa acitretin menunjukkan resiko infeksi
yang terendah. Apremilast tidak mempengaruhi sekresi sel B, sel T, IgG dan IgM,
tetapi sebagian menghambat TNF, INF-, IL-17 dan IL-23. Mengingat sifat
imunomodulator dan mekanisme spesifiknya, apremilast tidak memperparah infeksi
atau badai sitokin, dan tidak meningkatkan risiko fibrosis paru, salah satu faktor
kematian COVID-19.
Dampak potensial terkait status komorbiditas seperti obesitas, hipertensi,
diabetes dan riwayat penyakit kardiovaskular dibahas dalam studi internasional Mahil
et al. yang menganalisis data dari PsoPROTECT. Mereka menemukan bahwa faktor
risiko terkait usia lanjut, laki-laki, pasien kulit gelap dan memiliki riwayat penyakit
paru kronis dikaitkan dengan tingkat rawat inap yang lebih tinggi untuk COVID-19.
Beberapa hipotesis menjelaskan mengapa insiden COVID-19 yang lebih fatal
tidak ditemukan pada pasien psoriasis dengan pengobatan sistemik. Pasien psoriasis
dengan pengobatan sistemik mungkin memiliki perilaku yang lebih defensif terkait
pandemi COVID-19 (misalnya, mengenakan masker dan menjaga jarak)
dibandingkan dengan populasi umum. Hipotesis lain menyatakan adanya
kemungkinan efek perlindungan terhadap COVID-19 dari pengobatan biologis
psoriasis. Penghambatan respons imun pada infeksi COVID-19 akan berbahaya pada
fase awal infeksi, tetapi akan membantu untuk menekan perkembangan penyakit
menjadi lebih parah.
Umumnya, keputusan untuk menghentikan pengobatan sistemik dilaporkan
atas kehendak pasien sendiri akibat kekhawatiran terkait risiko infeksi. Akibatnya,
persentase perburukan penyakit pasien psoriasi terjadi cukup signifikan akibat efek
withdrawal obat.
Peneliti mengakui keterbatasan penelitian yang tidak sistematis melainkan
berupa tinjauan naratif dari berbagai literatur. Isi manuskrip dalam tinjauan ini cukup
heterogen dalam hal populasi, terapi yang diberikan dan outcome klinis yang
didapatkan. Meskipun demikian, temuan dari peneliti cukup jelas dan tegas, dan
tentunya perlu penelitian tambahan lainnya yang mungkin membantu untuk
mengkonfirmasi hasil penelitian ini. Ditinjau dari penelitian yang ada, dapat
disimpulkan bahwa pasien psoriasis yang menerima pengobatan sistemik tampaknya
tidak menunjukkan adanya peningkatan risiko infeksi SARS-CoV-2 atau COVID-19
yang parah. Selain itu, pasien yang terkena penyakit inflamasi lain, seperti rheumatoid
arthritis dan penyakit radang usus yang diobati dengan pengobatan biologis
menunjukkan hasil klinis COVID-19 yang serupa dengan pasien psoriasis.

VII. Kesimpulan

Oleh karena potensi efek negatif dari terapi tidak dapat sepenuhnya
disingkirkan sekira rekomendasi untuk menghentikan terapi sistemik pada pasien
psoriasis yang positif terinfeksi SARS-CoV-2 atau COVID-19 masih layak
dipertimbangkan. Walaupun sampai saat ini tidak ada bukti untuk mendukung
gagasan bahwa pasien yang menerima terapi sistemik harus menghentikan
pengobatannya. Sebaliknya, frekuensi pemantauan dapat ditingkatkan di awal
sebelum memulai terapi sistemik. Untuk lebih memahami dampak infeksi SARS-
CoV-2, perjalanan penyakit pasien psoriasis dengan tes positif COVID-19 harus
diikuti dengan seksama dan dimasukkan ke data registrasi global, seperti
PsoPROTECT. Orang dengan psoriasis yang menjalani terapi sistemik harus
disarankan untuk tetap mengikuti pedoman terkait hygiene/kebersihan dan physical
distancing di era pandemi COVID-19 sesuai anjuran di wilayah tempat tinggal
masing-masing. Mengingat bahwa ini kondisi COVID-19 merupakan situasi yang
baru dan dapat mengalami perubahan dengan cepat, rekomendasi terkait pasien
psoriasis dengan infeksi COVID-19 dapat dimodifikasi seiring bertambahnya
ketersediaan data.

Anda mungkin juga menyukai