Anda di halaman 1dari 5

KO-INSIDENSI KANKER PADA PASIEN COVID-19 DI RSUP H.

ADAM
MALIK DAN RS USU MEDAN

OLEH :

NADYATARIO KARIERHASYANDA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Virus corona adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari gejala

ringan sampai berat. Infeksi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit

jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab

COVID-19 ini dinamakan SARS-CoV-2, dan merupakan zoonosis (menular dengan

perantara hewan), namun terjadi mutasi pada virus yang menyebabkan transmisi antar

manusia. Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia

melalui kontak erat dan droplet, namun WHO baru-baru ini mengungkapan adanya

kemungkinan transmisi melalui airborne. Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19

antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa

inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-

19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan

bahkan kematian (Cennimo DJ, 2020; Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI, 2020).

Insidensi COVID-19 di seluruh dunia sampai 20 Juli 2020 mencapai 14.689.596

kasus pada 251 negara. Indonesia juga menduduki peringkat ke 24 dengan insidensi

COVID-19 yaitu 88.214 kasus. Sumatera Utara termasuk 10 besar provinsi dengan

kejadian COVID-19 terbanyak yaitu 2.937 kasus (3,4%). Insidensi yang semakin

meningkat menyebabkan mortalitas yang cukup tinggi di dunia yaitu sekitar 4%.

(Worldometers, 2020) Kejadian COVID-19 berisiko pada pasien dengan komorbid


hipertensi dan diabetes melitus, jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif. Pasien kanker

dan penyakit hati kronik juga lebih rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2 (Liang W et al.,

2020; Zhang C et al., 2020). Kanker diasosiasikan dengan reaksi imunosupresif, sitokin

yang berlebihan, supresi induksi agen proinflamasi, dan gangguan maturasi sel dendritic

(Pan X, Chen D, Xia Y, et al; 2020)

Penderita kanker mengalami stress baik secara psikis maupun fisik, karena

penyakit atau proses pengobatan yang dijalani. Salah satu pengobatan kanker adalah

kemoterapi. Pemberian kemoterapi yang dijalani oleh penderita keganasan mempunyai

efek samping yang tidak menyenangkan yang menimbulkan stress metabolik. Pada

kondisi stress metabolik akan terjadi penurunan respons sistem imun. Adanya stress

pada penderita kanker akan memberikan efek negatif pada sistem imun (American Cancer

Society, 2011). Hal ini dapat meningkatkan risiko pasien terhadap COVID-19.

Hipotesis bahwa pasien kanker mungkin rentan terhadap infeksi selama epidemi

virus akibat dari penurunan status kekebalan tubuh, yang mungkin disebabkan oleh

pengobatan kanker (Sepkowitz, 2009). Laporan pertama penemuan COVID-19 pada

pasien kanker diterbitkan pada 14 Februari 2020 sebanyak 18 pasien dengan riwayat

kanker di China didiagnosis mengalami COVID-19. Sebanyak 7(39%) pasien harus

dirawat secara intensif (ICU) dan / atau mengalami mortalitas (Liang W, 2020).

Perburukan infeksi, prognosis yang lebih buruk, jumlah rawatan ICU yang lebih tinggi,

kebutuhan terhadap ventilasi mekanik dan mortalitas yang lebih tinggi didapatkan pada

kelompok pasien Kanker apabila mengalami COVID-19 (Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, et al,

2020). Berdasarkan penelitian lainnya di salah satu RS di Wuhan, didapatkan bahwa

pasien kanker dari episentrum epidemi virus memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi

SARS-CoV-2 (OR = 2,31, 95% CI = 1,89-3,02) bila dibandingkan dengan pasien tanpa
kanker. Meskipun demikian, hanya kurang dari setengah pasien yang terinfeksi COVID-

19 yang menjalani perawatan aktif untuk kanker yang diderita (Jing Yu, 2020). Pasien

dengan leukimia, kanker paru dan kanker sekunder dijumpai prognosis COVID-19 yang

lebih buruk (Jing Yu, 2020). Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat

kematian COVID-19 pada pasien dengan kanker payudara lebih tergantung pada

komorbiditas daripada adanya riwayat terapi radiasi atau kemoterapi (Vuagnat et al,

2020).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui ko-insidensi kanker pada

pasien COVID-19 di RSUP H. Adam Malik dan RS USU Medan.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, pertanyaan penelitian ini

adalah “Bagaimanalah ko-insidensi kanker pada pasien COVID-19 di RSUP

H.Adam Malik dan RS USU Medan?”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ko-insidensi kanker pada pasien

COVID-19 di RSUP H.Adam Malik dan RS USU Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Institusi Pendidikan

Sebagai data ilmiah mengenai kasus-kasus COVID-19 pada pasien kanker yang

didapatkan pada penelitian ini.

1.4.2. Institusi Kesehatan


Kasus COVID-19 pada pasien kanker diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam

diagnosis dan pengembangan terapi pada kanker disertai COVID-19.

1.4.3. Bidang Pengembangan Penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk

penelitian-penelitian lain selanjutnya yang berhubungan dengan ko-insidensi COVID-19

pada pasien kanker.

Anda mungkin juga menyukai