Anda di halaman 1dari 174

Pendidikan Agama Kristen (PAK)

SAMBUTAN:
Prof. Dr. Hartanto Sunardi, S.T., S.Si., M.Pd
1
Pendidikan Agama Kristen (PAK) Katalog Dalam Terbitan (KTD):
Pendidikan Agama Kristen (PAK)/ Busthan Abdy ; editor,
Koko Andi Silvia. -- Kupang : Desna Life Ministry, 2023. 115
hlm ; 21 cm. ISBN:978-602-6487-19-3

Pendidikan Agama Kristen (PAK)


Penulis:
Abdy Busthan

ISBN: 978-602-6487-19-3

Editor dan Penyunting:


Syalom Garry J. Busthan

Desain Sampul dan Tata Letak:


Koko Andi Silvia

Penerbit:
Desna Life Ministry

Redaksi:
Jln. Bakti Karya 2, Kecamatan Oebobo, Kupang - NTT
Telp. 081333343222
E-mail: kasihcinta683@yahoo.com

Distributor Tunggal:
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) Nabire
Jln. Sion (Lorong Samping Gereja Sion) Nomor 03,
Karang Tumaritis, Nabire – Papua Tengah
Telp/WhatsApp. 081333343222

Cetakan pertama, Januari 2023


173 hlm ; (14, 8 x 21 cm) Bookman Old Style

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa ijin tertulis
dari penulis dan penerbit

2
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

SAMBUTAN:
Prof. Dr. Hartanto Sunardi, S.T., S.Si., M.Pd

Ketika saya di minta untuk menuliskan sambutan


atau semacam prawacana awal dalam buku yang
berjudul ―Pendidikan Agama Kristen (PAK)” ini,
maka yang langsung terlintas dalam benak saya
adalah satu Nama yang Akbar, yaitu Yesus Kristus.
Nama ini melekat dalam diri seorang Guru Agung
yang datang dengan seperangkat pengajaran yang
kontekstual dan yang relevansinya memiliki
pengaruh sangat dasyat hingga detik ini—detik
dimana saya menulis prawacana ini. Dan entah
mengapa, sepertinya kita memang tidak akan
mungkin memiliki waktu yang cukup jika harus
membahas semua keunikan dalam pengajaran
Sosok Yang Mulia ini. Saya pikir, lebih bijaksana
jika kita biarkan saja fenomena ini terjadi dengan
apa adanya.
Pembaca sekalian, sampai disini tentu Anda
bertanya, apa hubungan Pendidikan Kristen dengan
Sosok yang saya sebutkan diatas. Saya setuju
dengan apa yang dikatakan penulis buku ini,
bahwa tidak ada satu pun fakta yang dapat kita

3
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

ketahui bersama tentang kapan dan dimana


kehadiran Pendidikan Agama Kristen (PAK) itu
bermula, kecuali dalam relasinya dengan Allah di
dalam diri Yesus Kristus. Saya pikir inilah titik
ordinat yang bukan saja tepat tapi juga abslot
untuk membicarakan tentang apa dan bagaimana
Pendidikan Kristen itu! Karena memang studi ini
berporos dan bermuara pada diri Yesus Kristus dari
Nazaret itu. Dan buku ini bisa menjadi dasar yang
urgen dalam memahaminya.
Akhirulkalam, belajarlah dengan menganggap
bahwa Anda tidak mengerti apa-apa, dan yakinlah
bahwa Anda bisa memahami apa yang Anda tidak
mengerti itu.

Surabaya, Awal Desember 2017


Prof. Dr. Hartanto Sunardi S.T., S.Si., M.Pd

4
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

DAFTAR ISI
Halaman

Sambutan__________________________________________ 3
Daftar Isi__________________________________________ 5
Profil Penulis______________________________________ 7

1. Substansi Pendidikan Agama Kristen (PAK)_____ 9


A. Pengertian Pendidikan Agama Kristen (PAK)_______ 10
B. Filsafat Pendidikan Agama Kristen (PAK)__________ 16
C. Pedoman Penyelenggaraan PAK_______________ 24
2. Antitesis Pendidikan Kristen dan Non-Kristen_--____37
A. Filsafat___________________________________________43
B. Kurikulum_______________________________________ 43
B. Siswa____________________________________________ 43
3. Identitas Pendidikan Agama Kristen____________ 45
A. Percaya Kepada Yesus (Iman)_____________________ 46
B. Meneladani Kehidupan Yesus (Mengikuti)________ 47
C. Berbuah, Lalu Membawa Jiwa____________________ 47
4. Dasar Hukum dan Tujuan PAK__________________ 51
A. Undang-Undang Dasar 1945_____________________ 52
B. Undang-Undang RI: SISDIKNAS__________________ 53
C. Tujuan Pendidikan Agama Kristen (PAK)__________ 54
5. Interaksi Guru dan Siswa dalam PAK___________ 61
A. Kedudukan Guru PAK dalam UU SISDIKNAS______67
B. Integritas dan Standar Kompetensi Guru PAK_____ 69
6. Landasan Dasar Kurikulum PAK_________________73
A. Ciri Khas Kurikulum PAK_________________________77
B. Pengembangan Kurikulum PAK_____________________ 78
7. PAK dalam Lingkungan Sekolah_________________85
A. Dampak Penyelenggaraan PAK____________________86
B. Metode Penyelenggaraan PAK____________________ 90

5
Pendidikan Agama Kristen (PAK)
Halaman

8. Wujud Hubungan PAK dengan Gereja__________95


A. Teladan Jemaat Efesus__________________________98
B. PAK Sebagai Tanggung Jawab Gereja____________99
C. Panggilan Hubungan Gereja-Sekolah PAK_______101
D. Tujuan PAK di Sekolah dan Gereja_______________ 104
E. Gereja Sebagai Penyedia Pengajar PAK__________104
F. Pemahaman Keliru______________________________ 107
G. Bentuk Hubungan PAK dengan Gereja__________108
(1). Diakonia (Melayani___________________________109
(2). Koinonia (Bersekutu)__________________________
116
(3). Marturia (Kesaksian-Bersaksi)_______________ 120
9. Etika Kristen___________________________________123
A. Substansi Etika Kristen_________________________124
B. Pandangan Etika Agama Suku__________________129
C. Prinsip Dasar Etika Kristen_____________________131
D. Etika Perjanjian Lama (PL)______________________135
E. Etika Peranjian Baru (PB)________________________
145
F. Etika Muda-Mudi (Cinta, Pacaran, dan Sex)_____160

6
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Profil Penulis

Abdy Busthan, adalah seorang dosen dan teknolog


pembelajaran. Lahir di Serity pada tanggal 14 Maret
1978. Dibesarkan di Kota Nabire – Papua Tengah.
Menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak
hingga Perguruan Tinggi pada:
 TK Nurimanis Kota Nabire – Papua Tengah
 SD Negeri 2 Kota Nabire – Papua Tengah
 SMP Negeri 4 Kota Nabire – Papua Tengah
 SMA YPK Tabernakel Nabire, Papua Tengah
 FKIP IPTH Universitas Kristen Artha Wacana
Kupang NTT (Pendidikan Strata Satu)
 Pasca Sarjana UNIPA Surabaya (Pendidikan
Strata dua)

7
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

“Fungsi utama guru dan siswa dalam Pendidikan Agama Kristen


(PAK) adalah panggilan menjalin komunikasi di dalam dan oleh
Kristus. Segala hal yang dilakukan dalam PAK harus bermula
dengan takut akan Tuhan dan melakukan perintah-perintah Tuhan
Yesus”. (Busthan Abdy, 2023)

8
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

1
Substansi Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Gereja, sekolah dan semua lembaga serta instansi


pendidikan berlabel Kristen yang ada sejak zaman
dulu hingga saat ini, bukan penemu pendidikan
Kristen. Tetapi tepatnya dikatakan sebagai hasil
dari pendidikan Kristen. Lalu kapan dan dimana
Pendidikan Agama Kristen (PAK) itu dimulai?
Sebagai dasar penting kehadiran Pendidikan
Kristen, Berkhof dan Til (2010:27) menegaskan
bahwa tidak ada fakta yang diketahui tentang
kehadiran Pendidikan Kristen kecuali diketahui
dalam relasinya dengan Allah. Tentu signifikansi
penting pendapat ini dalam hubungan dengan
kehadiran Pendidikan Kristen adalah bahwa dengan
kehadiran manusia sebagai ciptaan yang segambar
dengan Allah, maka manusia itu harus memuliakan
Allah melalui kehidupannya di muka bumi ini,

9
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

sehingga konsep pendidikan secara Alkitabiah tidak


hanya berbicara tentang ilmu pengetahuan semata,
tetapi juga tentang moralitas dan integritas hidup
sesuai panggilan dan tuntutan moralitas Allah.
Menurut Homrighausen & Enklaar (2004:1-2),
PAK itu bermula dari Allah, sebab Allah sendiri
yang bertindak menjadi Pendidik Agung bagi umat-
Nya di bumi. Hal ini ditandai dengan terpanggilnya
Abraham menjadi nenek moyang bagi umat pilihan
Tuhan sekaligus Abraham dinobatkan menjadi
Bapa orang percaya. Untuk mengetahui lebih lanjut
tentang kehadiran PAK, Alkitab merupakan tempat
Allah sendiri untuk menyatakan rahasia penciptaan
manusia dengan alam semesta serta rahasia
keselamatan-Nya yaitu melalui bangsa Israel.

A. Pengertian Pendidikan Agama Kristen (PAK)


Untuk membahas pengertian Pendidikan Agama
Kristen (PAK), maka terlebih dahulu perlu dipahami
makna dari istilah ―Agama‖ dan istilah ―Kristen‖,
yang mana pengertian kedua istilah ini akan
membentuk substansi utama dari pendidikan yang
berpondasikan nilai-nilai kehidupan kristiani yang
setiap saat selalu memancarkan kasih Kristus.
Istilah agama pada awalnya berasal dari kata
benda dari dalam bahasa Latin, yaitu religio yang

10
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

nominalizednya berasal dari salah satu diantara


tiga kata kerja berikut: relegere (untuk berpaling
terus-menerus/amati sungguh-sungguh); religare
(untuk mengikat diri; kembali); dan reeligere (untuk
memilih lagi). Dengan ketiga makna yang berbeda
dan hanya dengan analisis etimologis saja, tidak
mungkin akan menyelesaikan ambiguitas dalam
mendefinisikan agama karena masing-masing poin
kerja memiliki pemahaman berbeda tentang apa
yang dimaksud dengan ―agama‖.
Selama periode abad pertengahan, istilah
agama sering digunakan sebagai kata benda untuk
menggambarkan seseorang yang sudah bergabung
dengan suatu ordo monastik (a "agama"). Dan
meskipun perubahan ini hanya terjadi dalam arti
katanya saja, namun penting untuk dicatat bahwa
istilah agama terutama berhubungan dengan istilah
kristen. Yudaisme dan Hindu misalnya, bagi mereka
istilah ini tidak termasuk dalam vocabulary mereka.
Sementara untuk kata ―kristen” hanya muncul
sebanyak 3 (tiga) kali dalam Alkitab, yaitu dalam
kitab Kisah Para Rasul 11:26; Kisah Para rasul
26:28, dan kitab 1 Petrus 4:16. Untuk pertama kali
orang-orang percaya disebut Kristen adalah di
Athiokia (Kisah 11:26). Namun perlu dipahami,

11
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

bahwasanya panggilan Kristen pada saat itu adalah


panggilan kasar yang bersifat menyerang. Karena
sebenarnya Kristen bukanlah tentang doktrin atau
segala sesuatu yang dilakukan oleh orang-orang
Kristen. Tetapi orang-orang dapat disebut Kristen
karena mempunyai hubungan atau relasi dengan
Yesus Kristus (Busthan Abdy, 2014).
Dalam Kekristenan, manusia bisa menemukan
kebebasan sepenuhnya yaitu melalui hubungannya
dengan Allah. Kebebasan tersebut terpatri dalam
kemampuan manusia untuk memilih, sehingga
manusia yang dihadapkan dengan Allah dapatlah
memilih untuk membina relasi atau berhubungan
dengan Dia, ataukah sama sekali hidup tanpa
Allah. Setiap pilihan memiliki konsekuensi sendiri-
sendiri. Jika manusia memilih membina relasi dan
berhubungan dengan Allah, maka hal pertama yang
harus dilakukan adalah dia mengimplementasikan
ajaran Yesus Kristus melalui PAK di mana saja dan
kapan saja, agar kemuliaan Allah tetap nyata di
dalam dunia ini.
Dengan demikian, bagaimanapun alasannya
permulaan munculnya Pendidikan Kristen, selalu
ditandai dengan terciptanya sebuah hubungan atau
relasi yang baik dengan Allah, sebagaimana dalam

12
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

konteks penciptaan manusia pertama. Karena Dia


yang memulai segala sesuatunya dan sumber dari
ajaran PAK sejak dahulu, sekarang, dan selamanya.
Menurut Pazmino Robert (2012:14), bahwa untuk
memikirkan pendidikan Kristen beserta praktik
pendidikan secara lebih bertanggungjawab dari
sudut pandang Injili, maka orang Kristen,
khususnya para pendidik Kristen, harus lebih
berhati-hati memeriksa fondasi alkitabiah yang
mendasari praktek pendidikan Kristen tersebut.
Alkitab adalah sumber esensial utama agar bisa
mengerti keunikan dan sensasi Kekristenan dalam
pendidikan. Karena pendidikan Kristen yang
dibangun diatas pola-pola yang selalu berdasarkan
Alkitab justru akan memberikan pengalaman
edukasional yang dinamis dan beragam. Terdapat
dua fondasi alkibiah disini, yaitu fondasi dalam
Perjanjian Lama (PL) dan fondasi dalam Perjanjian
Baru (PB). Jika ingin mendefinisikan pendidikan
Kristen, maka setidaknya terdapat faktor-faktor
yang diperhatikan, seperti: tujuan (apa), konteks
(dimana), pelaku (siapa), metode (bagaimana),
materi (apa) dan waktu (kapan), ini semua harus
tersirat di dalamnya. Dengan begitu maka tiap

13
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

konteks dan tujuan tertentu, pengertian tentang


pendidikan Kristen perlu dijelaskan secara spesifik.
Bisa disimpulkan bahwa pendidikan Kristen
adalah upaya berkesinambungan dalam mencari
pengetahuan, nilai, sikap, keterampilan serta
sensitivitas dan tingkah laku yang selalu konsisten
dengan iman Kristen. Pendidikan Agama Kristen
merupakan usaha dan upaya dalam melakukan
perubahan dan pembaharuan reformasi pribadi,
kelompok dan struktur oleh kuasa Roh Kudus,
sehingga akan selalu bersesuaian dengan kehendak
Allah, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci,
terutama di dalam diri Yesus yang diwujudkan oleh
upaya itu. Dengan demikian, pengertian ini dapat
diimplikasikan dalam berbagai konteks pendidikan,
yakni dalam rumah tangga, di sekolah, di gereja
dan ditengah masyarakat dunia.
Pendidikan Agama Kristen tidak saja berupaya
mengalihkan nilai-nilai dasar, doktrin atau ajaran,
tetapi juga berusaha mengalihkan perlengkapan-
perlengkapan yang dibutuhkan dalam konteks
dimana anak didik atau berada. Individu-individu
diperlengkapi sedemikian rupa, sehingga dalam
bimbingan Allah, mereka mampu menjadi saluran

14
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

berkat bagi orang lain—dalam rangka pembaharuan


keluarga, gereja, dan masyarakatnya.
Homrighausen & Enklaar (2004) berpendapat,
Pendidikan Agama Kristen (PAK) adalah pendidikan
yang diberikan baik itu pada pelajar muda dan tua
untuk memasuki persekutuan iman yang hidup
dengan Tuhan sendiri dan oleh serta dalam Dia,
mereka terhisap pada persekutuan jemaat-Nya yang
mengakui dan memuliakan nama-Nya di segala
waktu dan tempat. Dengan demikian, maka PAK
sebenarnya lebih merupakan suatu usaha yang
dilakukan oleh pihak gereja untuk membawa jiwa-
jiwa baru pada pengenalan akan ‗jalan keselamatan‘
dan hidup kekal melalui Yesus Kristus dengan
menyaksikan pribadi Yesus melalui sikap dan
perbuatan orang percaya.
Piper Jhon (2012:23) mempertegas posisi PAK
bahwa tujuan semua studi Kristen—bukan hanya
soal studi Alkitab saja—adalah studi yang selalu
mempelajari realitas sebagai manifestasi kemuliaan
Allah, mempercakapkannya dan menuliskannya
secara akurat, kemudian menikmati keagungan
Allah di dalamnya, lalu menggunakannya demi
kebaikan manusia. Sebab merupakan sebuah
penyangkalan terhadap eksistensi studi, apabila

15
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

seorang Kristen melakukan tugas akademisnya


hanya dengan sedikit referensi kepada Allah. Jika
alam semesta dan seisinya eksis karena rancangan
Allah yang mutlak dan berpribadi demi menyatakan
dan mengasihi kemuliaan multidimensi-Nya, maka
menganalisis sesuatu tanpa referensi kemuliaan
Allah, bukanlah sebuah studi melainkan sebuah
―pemberontakan‖.

B. Filsafat Pendidikan Agama Kristen (PAK)


Filsafat merupakan alasan mengapa suatu
situasi bisa menghasilkan tanggapan yang berbeda-
beda bagi tiap-tiap orang. Filsafat seseorang akan
menyaring setiap pengalaman dan setiap informasi
yang dia bisa dapatkan (individualistis). Rasul
Paulus menekankan untuk tetap waspada terhadap
orang-orang yang ―menawan‖ (atau merusak) diri
mereka melalui filsafatnya. Dalam pemahaman
bahwa filsafat yang salah tentu akan menghasilkan
tanggapan yang salah pula dalam menghadapi
sebuah situasi, dan berakibat dalam diri seseorang
untuk mengambil kesimpulan yang salah mengenai
kejadian-kejadian dan informasi dalam hidup.
Setiap penalaran Kristen juga memerlukan
filsafat yang berlandaskan pada Kristus, dan bukan
berlandaskan pada ajaran turun-temurun, tipu

16
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

daya yang sia-sia, atau prinsip-prinsip dunia ini


(Wommack Andrew, 2013:1-2). Sebagaimana cara
umat Kristen berfilsafat, maka Rasul Paulus sudah
lebih dahulu menekankannya dalam surat Kolose
2:8 yang tertulis: “Hati-hatilah, supaya jangan ada
yang menawan kamu dengan filsafatnya yang
kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan
roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus”.
Jemaat di Kolose saat itu konteksnya adalah
mereka belajar mengenai Kristus dari Epfras,
bukan dari Paulus. Saat Paulus menulis surat itu
(ayat di atas), Paulus belum pernah menginjili
mereka dan bertemu muka dengan muka (Kolose
2:1). Jadi sebelumnya jemaat Kolose belum pernah
menerima ajaran Paulus. Sehingga Paulus ingin
memastikan pemahaman mereka yang mendalam
tentang pengajaran Kristus. Paulus mengingatkan
setiap orang Kristen untuk berwaspada terhadap
segala filsafat agama dan tradisi yang menekankan
usaha manusia, yang sesungguhnya sudah terlepas
dari Allah dan semua ajaran Kristen yang benar.
Sekarang ini, salah satu ancaman filsafat yang
terbesar terhadap iman kristen yang berdasarkan
Alkitab adalah humanisme sekular. Paham ini telah
menjadi filsafat mendasar dan agama yang banyak

17
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

diterima oleh kebanyakan pendidikan sekular,


pemerintahan dan masyarakat pada umumnya.
Paham ini merupakan segi pandangan yang tetap
dari kebanyakan media berita dan hiburan pada
seluruh dunia. Maka melalui iman yang cerdas dan
berpegang pada keyakinan akan kebenaran ajaran
Kristus, PAK mampu menolak paham-paham yang
sifatnya berbau filsafat humanisme tersebut.
Apakah yang diajarkan filsafat humanisme?
Berikut diuraikan doktrin filsafat humanisme,
seperti dikutip melalui penjelasan Alkitab Sabda
(YLSA, 2014) sebagai berikut:
Pertama. Filsafat humanisme mengajar bahwa
manusia, alam semesta dan segala yang ada, hanya
terdiri atas zat dan tenaga yang terbentuk
kebetulan dalam wujudnya sekarang.
Kedua. Filsafat humanisme mengajar bahwa
manusia tidak diciptakan oleh Allah yang
berkepribadian, tetapi adalah hasil proses evolusi
yang untung-untungan.
Ketiga. Filsafat humanisme mengajarkan
bahwa paham ini menolak kepercayaan kepada
Allah yang berkepribadian dan tak terbatas, serta
menyangkal bahwa Alkitab adalah penyataan yang
diilham oleh Allah kepada umat manusia.

18
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Keempat. Filsafat humanisme mengajarkan


bahwasanya pengetahuan tidak terlepas dari
penemuan insane manusia, dan bahwa nalar
manusialah yang menentukan etika yang tepat bagi
masyarakat sekaligus menjadikan manusia sebagai
otoritas yang tertinggi.
Kelima. Filsafat humanisme berusaha untuk
mengubah perilaku manusia melalui pendidikan,
redistribusi ekonomi, psikologi modern atau hikmat
manusia.
Keenam. Filsafat humanisme mengajar bahwa
standar moral tidak mutlak, melainkan nisbi dan
bisa ditetapkan oleh apa yang membahagiakan
orang, membuatnya senang atau dianggap baik
untuk masyarakat sesuai tujuan-tujuan yang
ditentukan para pemimpinnya, dalam hal ini nilai-
nilai dan moralitas alkitabiah di tolak.
Ketujuh. Filsafat humanisme mengajarkan rasa
nyaman-diri, kepuasan, dan kesenangan dianggap
sebagai keuntungan yang tertinggi dalam hidup.
Kedelapan. Filsafat humanisme mengajarkan
manusia belajar menanggulangi kematian dan
segala kesukaran hidup tanpa percaya atau
bergantung pada Allah.

19
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Jelas bahwa filsafat humanisme dimulai dengan


perwujudan kebohongan Iblis, bahwa manusia
dapat menjadi seperti Allah (Kejadian 3:5). Alkitab
jelas menyebutkan bahwa penganut humanisme
sebagai orang yang telah "menggantikan kebenaran
Allah dengan dusta dan memuja serta menyembah
makhluk dengan melupakan Penciptanya" (Roma
1:25). Sehingga PAK harus berusaha semampunya
melindungi siswa/i dari indoktrinasi humanisme
dengan menyingkapkan kesalahan ajaran ini, serta
menanam nilai-nilai iman Kristen yang berporos
pada kehidupan dalam ajaran Kristus. (Roma 1:20-
32; 2 Korintus 10:4-5; 2 Timotius 3:1-10; Yudas
1:4-20; lihat 1 Korintus 1:20; lihat 2 Petrus 2:19)
atau 1 Korintus 1:20; 2 Petrus 2:19).
Dengan demikian, ditegaskan oleh Wommack
Andrew (2013:5-8) bahwa ajaran filsafat PAK harus
menyadari bahwa Allah telah memberikan kepada
manusia segala sesuatu yang berguna untuk hidup
yang saleh lewat mengenal dan memiliki hubungan
yang intim dengan Yesus Kristus (2 Petrus 1:3-4),
tetapi orang Kristen tidak akan mengalami semua
itu jika mereka membiarkan dunia menggoda untuk
tetap memandang hidup dengan cara pandang yang
tidak Alkitabiah dan Ilahi.

20
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Dalam dunia ini, bahkan juga dalam gereja,


telah banyak dipenuhi berbagai macam filsafat dan
ajaran kosong serta palsu, juga adat istiadat
manusia yang siap menawan orang Kristen sebagai
tawanannya. Dan hal-hal tersebut jika dibiarkan
terus terjadi maka akan merampas berkat-berkat
yang telah dibayar lunas lewat penebusan Kristus
di kayu salib. Karena adat istiadat sekuler maupun
agama sudah banyak merusak cara berpikir orang
Kristen, maka segala sesuatu dalam kehidupan PAK
haruslah berporos pada cara berpikir seperti dalam
kitab Amsal 23:7 (KJV), yang berbunyi: ―Sebab
seperti yang dipikirkan seseorang dalam hatinya,
demikianlah ia….”
Dalam kajian tentang prinsip filsafat agama,
Pranata Magdalena (2009:10) menyatakan bahwa
filsafat agama adalah pemikiran reflektif yang
mendalam dan kritis terhadap masalah krusial
keagamaan dan iman. Karenanya, filsafat agama
selalu mempelajari konsep serta sistim kepercayaan
dalam berbagai agama untuk direfleksikan juga
dalam fenomena agama masing-masing. Dari
pengertian ini maka dalam konteks Kekristenan,
pendidikan memiliki dua pusat utama, yaitu
pendidikan budaya yang bersifat antroposentris dan

21
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

pendidikan gereja yang Teosentris. Terkait hal itu,


pendidikan budaya mengingatkan orang akan
nilainya selaku manusia dan potensi-potensinya
untuk mencapai sesuatu, yang penekanannya
adalah kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh
ilmu pengetahuan dan estetika, yaitu ketika orang
dikalangan gereja gagal mencapai karunia-karunia
kepada umat manusia itu (Cully Iris, 2011:6).
Bila paham humanisme terlalu mengutamakan
aspek-aspek intelektual dari kehidupan, maka
gereja, dalam hal ini PAK bertugas mengaplikasikan
―pendidikan gereja yang Teosentris‖, yaitu dengan
menegaskan bahwa manusia tidak diselamatkan
hanya oleh intelektualnya semata, melainkan pada
keseluruhan pribadinya yang dipanggil Allah, yaitu
merespon melalui ketaatan dan kesetiaan kepada
Allah. Maka pendidikan gereja yang Teosentris
dipanggil untuk menegaskan kembali nilai setiap
manusia yang diciptakan segambar dan serupa
dengan Allah. Dalam pemahaman bahwa apabila
manusia menjadi suatu abstraksi, maka Alkitab
berkata: ―Tuhan engkau menyelidiki dan mengenal
aku‖ (lihat Mazmur 139:1). Sehingga terbentuklah
falsafah dalam pandangan tentang manusia sebagai

22
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

oknum (pribadi) yang akan bergantung sepenuhnya


kepada Allah.
Jadi terdapat perbedaan yang signifikan antara
filsafat Kristen yang berpusat pada pendidikan
Teokrasi dengan pendidikan yang pada umumnya
berpusat pada budaya yang bersifat antroposentris
tersebut. Setiap pendidikan mempunyai pusat
utama. Pusat berkembangnya pendidikan Kristen
adalah yang berpusat melalui diri Allah, yakni di
dalam dan oleh Yesus Kristus. Sedangkan pusat
dari berkembangnya pendidikan budaya atau
antroposentris adalah manusia yang merupakan
fokus penting dalam masyarakat yang humanistis
dan sejajar dengan tradisi besar yang berakar pada
kebudayaan Yunani klasik dan memasuki dunia
modern melalui suatu proses yang disebut sebagai
renaissance, mengilhami kemajuan dalam kesenian
maupun dalam ilmu pengetahuan—intinya sumber
kebebasan manusia ada pada dirinya sendiri.
Dari pemaparan diatas, dapat dipahami bahwa
pendidikan kristen selalu memiliki warna dan nilai-
nilai Kekristenan. Untuk memiliki warna yang
berbeda, pendidikan Kristen terbentuk dari filosofi
Kristen yang berdasarkan pada kebenaran Alkitab.
Kemudian filosofi inilah yang selanjutnya akan bisa

23
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

dijadikan dasar dan acuan bagi jalannya sebuah


Pendidikan Agama Kristen (PAK).

C. Pedoman Penyelenggaraan PAK


Dalam kaitannya dengan PAK, terdapat 5 (lima)
pemahaman mendasar yang berhubungan dengan
konteks penciptaan (Kejadian 1) dan perlu dipahami
secara baik, sehingga bisa menjadi pedoman untuk
memulai praktek penyelenggaraan Pendidikan
Agama Kristen (PAK), yaitu sebagai berikut.

(1) Pemahaman Tentang Allah


Allah yang diberitakan Alkitab adalah Allah
Pencipta segala sesuatu. Oleh sebab itu sangatlah
tepat jika digunakan kata ―Maha‖ kepada Allah.
Karena Dia adalah Allah yang Maha Kuasa, Maha
Kasih, Maha Adil, Maha Benar, Maha Tahu, Maha
hadir, Maha Kekal, Maha Sempurna, Maha Kudus,
dll. Manusia dapat mengenal Allah di dalam diri
Yesus Kristus yang merupakan pribadi yang tak
terpisahkan dari Allah Tritunggal, yakni Tuhan
yang menjadi manusia. Di dalam dan melalui Yesus
Kristus, manusia akan memperoleh pendamaian
dan keselamatan dari Allah serta mengalami
kelahiran baru oleh Roh Kudus.

24
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

(2) Pemahaman Tentang Manusia


Ciptaan unik dan istimewa, manusia adalah
ciptaan Allah yang unik dan istimewa. Dikatakan
unik dan istimewa karena manusia merupakan
ciptaan yang mendapatkan hak istimewa dari Allah
untuk menikmati hubungan intim dengan-Nya.
Bahkan di awal penciptaan, bila diadakan tingkatan
(ordo), maka manusia berada pada satu tingkat di
bawah Allah. Hal berikutnya bahwa manusia itu
diciptakan segambar dan serupa dengan Allah yang
merupakan cermin pantulan Allah. Hanya manusia
yang diberikan kapasitas mendapatkan anugerah
Allah, mengenal Allah, berpikir dan merasakan,
berkreativitas, dll. Setiap manusia diciptakan unik,
dimana Allah sendiri yang menciptakan manusia
dengan kemampuan dalam diri manusia yang
berbeda, yang juga sesuai tujuan yang telah Allah
tetapkan sebelumnya. Maka tujuan utama manusia
adalah memuliakan Allah Sang Penciptanya.
Ciptaan yang berdosa, saat manusia pertama
kali diciptakan, manusia memiliki hubungan baik
dengan Allah. Manusia juga diberikan hak memilih
yang baik dan benar. Hal ini membuat manusia
memiliki kebebasan untuk dapat berbuat dosa dan
tidak berbuat dosa. Namun hubungan yang baik

25
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

dengan Allah itu menjadi rusak karena manusia


memilih berbuat dosa, melawan, dan memberontak
kepada Allah. Maka sejak itulah manusia memiliki
natur menjadi sifat manusia, yaitu kecenderungan
berbuat dosa. Semua manusia terpolusi oleh dosa.
Semua hubungan yang terbina baik menjadi rusak.
Manusia menjadi berdosa bahkan jika digambarkan
berdasarkan tingkatannya, posisi manusia jatuh ke
tingkatan paling bawah (titik nadir). Disini manusia
berada di bawah malaikat, iblis, dan alam. Ketika
manusia itu kehilangan kemuliaan Allah maka ia
pun tampil menjadi makhluk egois, materialistis,
hedonis dan sangat jauh terpisahkan dari Allah.
Ciptaan yang di tebus, karena Allah sangat
mengasihi manusia, maka Dia tidak membiarkan
milik-Nya yang paling berharga terus hidup dalam
kegelapan dosa. Allah yang penuh kasih, kerelaan,
dan pengorbanan telah memberikan Anak-Nya yang
tunggal yaitu Yesus Kristus untuk menebus dan
mendamaikan serta menyelematkan manusia. Allah
lalu mengembalikan tingkatan atau posisi (reposisi)
manusia kepada posisi yang semula. Barang siapa
percaya Yesus adalah Tuhan, ia akan mengalami
kelahiran baru. Meskipun demikian, manusia yang
telah ditebus tetap hidup atau tinggal di dalam

26
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

dunia yang penuh dosa. Oleh sebab itu, manusia


harus tetap berjuang melawan dosa dan bergantung
penuh kepada kuasa, kasih, dan anugerah Allah.

(3) Pemahaman Tentang Alam Semesta


Dalam hal ini alam semesta merupakan ciptaan
Allah. Allah menciptakan alam dengan teratur dan
seimbang sesuai dengan hukum-hukum alam yang
sudah Allah rencanakan. Alam diciptakan untuk
kelangsungan kehidupan manusia. Maka setiap
manusia harus tetap menjaga dan memelihara alam
ciptaan Allah ini. Apalagi ketika manusia berdosa,
maka alam ikut terpolusi oleh dosa yang dilakukan
manusia. Hubungan antara manusia dan alam
akhirnya menjadi rusak. Namun, hingga sekarang
Allah tetap memelihara kelanjutan ciptaan-Nya.
Allah tidak menciptakan alam lalu meninggalkan
begitu saja, tetapi Allah masih dan tetap berperan
dalam alam ini.

(4) Pemahaman Tentang Kebenaran


Semua kebenaran yang ada adalah bersumber
dari kebenaran Allah. Karena Allah adalah pemberi
kebenaran sejati. Sumber kebenaran Allah adalah
Firman Allah yang tercantum di dalam Alkitab.
Seluruh kebenaran dalam dunia harus di uji oleh

27
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

kebenaran Allah ini. Manusia akan sulit memahami


kebenaran yang benar kecuali ia mau bersunguh-
sungguh berjuang memahaminya dan meminta
Allah mengaruniakan pemahaman kepada manusia.
Dalam hal ini kebenaran yang benar-benar
nantinya akan digunakan setiap manusia untuk
memuliakan Allah demi peningkatan kualitas hidup
manusia.

(5) Pemahaman Tentang Etika


Bagi setiap orang Kristen, standar etika yang
digunakan adalah Firman Allah. Nilai-nilai etika
yang benar untuk setiap tindakan haruslah selalu
berdasarkan pada Firman Allah dan pada karakter
Yesus. Dalam etika Kristen juga dikembangkan
norma-norma yang bertujuan bisa mengoptimalkan
karakter Yesus dalam hidup seorang Kristen. Etika
Kristen juga mengembangkan sikap dalam hal-hal
prinsip atau pokok, agar terdapat kesatuan dalam
hal-hal yang tidak prinsip atau pokok ini, sehingga
terdapat kebebasan dalam segala hal dan perkara
yang berlandaskan kasih. Karenanya, maka etika
pelayan Kristen harus bertumpu pada pemahaman
yang benar tentang panggilan pelayanan.

28
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Kelima pemahaman diatas dapat dihubungkan


dengan komponen dalam praktek penyelenggaraan
PAK di sekolah.

(a) Sifat Dasar Siswa


Siswa adalah manusia berdosa yang juga butuh
penebusan dan pendamaian dari Allah. Sehingga
siswa dalam hal ini harus lebih dahulu dibimbing
untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan
kelahiran baru. Dengan kelahiran baru siswa akan
lebih mudah (walaupun tetap dengan perjuangan
dan anugerah Tuhan) mengetahui, memahami, dan
menerapkan dan mengimplementasikan kebenaran
yang sebenarnya yaitu kebenaran Allah. Siswa
diciptakan oleh Tuhan dengan unik dan istimewa,
sehingga setiap siswa berbeda-beda. Setiap siswa
selalu memiliki kemampuan, kecerdasan, bakat,
minat, dan gaya belajar yang berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya.

(b) Peran Guru PAK


Integritas pelayan Kristen (guru PAK) tidaklah
sederhana atau seotomatis apa yang dipikirkan.
Standar kesempurnaan moral pelayan, dalam hal
ini guru PAK, adalah integritasnya sendiri. Setiap
pelayan Kristen harus bertanya pada diri sendiri:

29
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

siapa yang kulayani, Kristus atau jemaat/siswa?


Atau dengan bentuk rumusan lainnya, yaitu:
apakah dengan melayani jemaat/siswa, saya sudah
melayani Kristus?
Membangun pelayanan yang berintegritas akan
mensyaratkan tentang panggilan pelayan dan
konsep pelayanan yang bersifat alkitabiah, etis dan
serupa dengan Kristus. Prasyarat penting dari
pelayanan yang etis adalah pemahaman yang jelas
tentang panggilan pelayan (Trull Joe & James
Carter, 2012:17-19). Peran guru PAK disini merujuk
pada asas bahwa guru adalah manusia berdosa.
Sebab itu guru harus terlebih dahulu mengalami
perjumpaan dengan Tuhan dan kelahiran baru,
setelah itu barulah dia dapat melakukan peran
sebagai guru PAK.
Adapun peran sebagai guru Pendidikan Agama
Kristen (PAK) adalah sebagai:
Pembimbing, guru PAK disini harus senantiasa
membimbing siswa untuk mengalami perjumpaan
dengan Tuhan dan kelahiran baru. Guru Kristen
membimbing siswa mengenal Allah dalam setiap
kegiatan pembelajaran dan memuliakan Allah.
Guru Kristen juga harus dapat membimbing siswa
untuk memahami kebenaran yang sejati, serta

30
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

membimbing mereka kepada tujuan utama, yakni


hidup di dunia dengan menjadikan Alkitab sebagai
pedoman dalam setiap aspek kehidupan.
Pelatih, guru PAK harus berperan sebagai
pelatih. Ia harus dapat melatih siswa untuk terus
bergantung penuh kepada Allah dalam kehidupan
yang penuh dengan dosa. Guru Kristen harus
melatih siswa untuk menemukan dan memahami
kebenaran yang sejati (kebenaran dalam Kristus),
serta bersaksi tentang kebenaran tersebut. Selain
itu, guru Kristen harus melatih siswa bagaimana ia
dapat berjuang untuk tetap hidup di dalam Kristus
di tengah dunia yang penuh dengan dosa.
Perancang, seorang guru PAK harus berperan
sebagai perancang, seperti misalnya arsitek. Guru
Kristen harus merencanakan kurikulum dengan
terarah, yaitu berdasarkan pada kebenaran Alkitab.
Guru Kristen dalam hal ini harus bisa membuat
perencanaan baik dalam pembelajaran. Setelah
merencanakan, maka setiap guru Kristen harus
dapat melakukan perencanaan itu.
Teladan, guru PAK harus menjadi teladan yang
baik bagi para siswanya. Seorang siswa terutama
yang masih kecil adalah seorang yang mudah
percaya, sekaligus mudah disesatkan oleh ajaran

31
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

yang salah. Karena itu, guru PAK harus berhati-hati


membimbing dan mengajarkan siswa. Pengajaran
kepada siswa harus disesuaikan dengan tingkat
kebutuhan belajar yang sesuai dengan fase-fase
perkembangannya (usia, lingkungan, karakter
pertumbuhannya, dll). Karena siswa akan mudah
menyerap teladan yang dilihatnya. Guru Kristen
harus berperan sebagai teladan (role model) bagi
siswanya dalam segala hal (perkataan, pikiran,
perbuatan, iman, dan lian-lain).
Mitra kerja Allah, bahwa sebagai mitra Allah,
guru PAK harus menyadari bahwa dirinya adalah
rekan kerja Allah dalam mengajar dan mendidik
siswa. Guru Kristen harus menyadari hak mengajar
dan mendidik yang telah diberikan oleh Allah,
sehingga dia harus bertanggung jawab kepada
Allah. Guru Kristen haruslah berusaha sungguh-
sungguh mengajar dan mendidik siswanya dengan
menyadari bahwa segala sesuatunya adalah milik
dan pemberian Allah. Oleh sebab itu, guru juga
harus berdoa, bekerja sungguh-sungguh dan
menjalin kerja sama yang baik dengan Allah.

(c) Penekanan Kurikulum PAK


Kurikulum bertindak sebagai desain atau blue
print dari proses pembelajaran dan keseluruhan

32
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

kegiatan pendidikan. Kurikulum dibuat sedemikian


rupa dengan diwarnai oleh nilai-nilai Kristen.
Kurikulum juga harus bisa melakukan integrasi
antara Firman Allah sebagai kebenaran, dengan
ilmu dan pengetahuan yang diajarkan. Berikut ini
beberapa mandat yang harus diperhatikan dalam
menyusun Kurikulum PAK:
Mandat penyembahan, bahwa segala sesuatu,
termasuk manusia, adalah ciptaan Allah untuk
memuliakan-Nya dalam roh dan kebenaran. Segala
bentuk dan model pendidikan, tujuan akhirnya
adalah membawa siswa memuliakan Allah sebagai
pencipta yang berpusat kepada Kristus.
Mandat penciptaan, Allah menciptakan segala
sesuatu dengan baik dan memelihara kelanjutan
ciptaan-Nya dengan memberikan tanggung jawab
kepada manusia untuk memeliharanya. Proses
pendidikan harus mencantumkan tanggungjawab
manusia memelihara ciptaan Allah.
Mandat kasih, sebelum manusia itu berdosa,
diketahui bahwa hubungan antara Allah dengan
manusia dan hubungan manusia dengan manusia
terjalin baik. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa
pun, Allah tetap mengasihi manusia melalui kasih
dalam diri Yesus. Karenanya, proses pendidikan

33
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

haruslah mengembangkan sikap mengasihi Allah


melalui pribadi Yesus, dan juga mengasihi sesama
manusia sebagai cermin kasih kepada Allah.
Mandat kesaksian, ketika seorang Kristen di
tebus, didamaikan dan diselamatkan, maka dia
mengalami pengalaman yang menakjubkan. Ketika
menjalani kehidupan sebagai orang Kristen, ia juga
mengalami tuntunan dan penyertaan Allah dalam
menjalani kehidupan yang penuh dosa. Seorang
Kristen yang atas anugerah Allah itu haruslah juga
memahami kebenaran yang sejati di dalam Kristus.
Proses pendidikan haruslah memberikan kesaksian
kepada dunia yang penuh dengan dosa tentang
kebenaran sejati dalam Yesus Kristus. Agar melalui
kesaksian itu maka banyak jiwa dimenangkan.

(d) Metode Pembelajaran


Dalam pemahaman tentang diri siswa sebagai
seorang manusia yang terdiri dari berbagai ciri dan
kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan
lainnya, metodologi pembelajaran yang digunakan
PAK harus mencakup aspek afektif, psikomotorik
dan aspek kognitif. Metode pembelajaran tidak
hanya mencapai segi kognitif dan tidak memberikan
pengetahuan semata saja, tetapi juga mengajarkan
dan mengoptimalkan aspek sikap dan keterampilan

34
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

siswa serta membuat siswa tidak hanya memiliki


pengetahuan semata tetapi harus pula memiliki
keterampilan-keterampilan menjalani kehidupan di
dunia fana ini. Selain itu, metodologi pembelajaran
harus membawa siswa untuk memuliakan Allah.

(e) Fungsi Sosial Sekolah PAK


PAK dalam lingkup sekolah harus membentuk
komunitas alternatif untuk masyarakat yang berada
di sekelilingnya. Dalam hal ini ajaran Kristen harus
menjadi terang dan garam bagi sekelilingnya. Pada
sekolah Kristen harus dikembangkan nilai-nilai
Kristen yang sebenarnya. Sehingga masyarakat
sekitar dapat melihat perbedaan yang ada dan
mereka menjadi tertarik lalu percaya kepada Yesus.
Individu-individu sekolah Kristen dalam hal ini
harus mempengaruhi masyarakat, dan bukan
sebaliknya. Komunitas Kristen dalam sekolah harus
membentuk dan mempengaruhi masyarakat dengan
tindakan-tindakan yang nyata. Tindakan-tindakan
yang nyata dapat berupa kegiatan sosial kepada
masyarakat sekelilingnya maupun dengan teladan
yang diberikan individu-individu sekolah Kristen
ketika mereka bermasyarakat.
Berdasarkan poin diatas, maka mendidik bisa
diumpamakan seperti seorang petani yang menabur

35
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

benih. Pendidikan Kristen harus menabur benih-


benih yang sesuai nilai-nilai Kristiani. Untuk
menjadi penabur benih, sangat membutuhkan kerja
keras, perencanaan yang matang, proses panjang,
kesabaran, dan lain-lainnya. Sehingga hasil yang
nantinya diperoleh dari pendidikan Kristen tidaklah
secepat kilat dan instan saja, tetapi di dalammya
Allah akan turut berperan dalam pertumbuhan
benih yang ditaburkan itu.

36
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

2
Antitesis Pendidikan Kristen
dan Non-Kristen

C. J. F Williams (1976) dalam karyanya berjudul


―What Is Truth‖, berpendapat bahwa tidak ada yang
namanya pembawa kebenaran. Pandangan jenis ini
dianut orang-orang yang menerima tesis deflasioner
dengan mengklaim tidak ada properti (atribut) yang
dinamakan kebenaran dan kesalahan. Jika tidak
ada properti seperti itu, maka tidak ada satupun
yang bisa membawa nilai-nilai kebenaran. Sehingga
jawaban terhadap pertanyaan: kepada apakah
kebenaran sedang ditetapkan dalam penetapan
kebenaran? adalah ‗tidak satupun‘.
Tidak satupun yang adalah benar ataupun
salah. Tidak ada sesuatupun yang dapat memiliki
dan benar-benar mempunyai nilai-nilai kebenaran.
Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan: hal

37
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

jenis apa yang membawa kebenaran? Juga ‗tidak


satupun‘, atau seperti apa yang Williams senang
katakan bahwa pertanyaannya ―tidak muncul‖.
Karena ‗meja itu ungu‟ maka dalam ‗meja itu ungu‘
adalah benar tanpa terbantahkan adalah nama
sebutan, dimana argumen William bergantung
penetapan tidak membabi buta (blind ascription),
bahwa hal jenis apa yang membawa kebenaran
haruslah memiliki jawaban yang sama dengan
jawaban kepada hal jenis apakah kebenaran
ditetapkan dalam penetapan terhadap kebenaran
itu sendiri? (istilah ‗penetapan kebenaran‘ untuk
menyebutkan ucapan-ucapan yang tata bahasa
permukaannya menjadikan mereka tampak sebagai
penetapan kebenaran). Sehingga menurut Williams,
bahwa penetapan kebenaran yang paling umum
didapatkan bukan dengan penetapan pada kalimat,
pernyataan, keyakinan, dan proposisi tertentu atau
apapun yang dimiliki seseorang secara eksplisit
diidentifikasi, seperti dalam kalimat ―Meja itu ungu‖
adalah benar.
Kirkham Richard (2013:106) meringkas bahwa
epistemologis mencoba mengevaluasi kelayakan
teori-teori kebenaran dengan cara membalik urutan
prioritas dan mendefinisikan kebenaran sebagai

38
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

gagasan sebelumnya dijajaki, yang terkait, yaitu


bahwa pembenaran adalah: (1) melingkar, tidak
bisa dimengerti, (2) bertumpu di atas klaim yang
meragukan, karena memiliki sebuah konsep
pembenaran yang primitif dan tak teranalisis atau
prinsip pembenaran yang tepat, (3) semata cara
metaforis dalam menolak kebenaran sebagai
sebuah nilai. Dari spekulasi ini, dapat dipertegas
bahwa di luar dari Kekristenan, pendidikan hanya
bermula dari menyalahkan apa yang salah.
Setiap orang akan memulai proses pendidikan
ketika ingin mencari apa yang salah dan kemudian
menyalahkan apa yang salah tersebut. Setelah itu
dilakukan upaya untuk memperbaiki kesalahan
serta menyalahkan apa yang salah. Dalam upaya
memperbaiki kesalahan inilah yang dinamakan
pendidikan luar Kekristenan. Artinya bahwa dalam
pendidikan non-Kristen tidak terdapat kebenaran
absolut. Semuanya dimulai dari kesalahan dan
keinginan untuk menemukan penyebab-penyebab
kesalahan. Sehingga dalam prosesnya, pendidikan
berlangsung secara terus menerus, yaitu dalam
suatu perjalanan dan peziarahan yang panjang
tanpa menemukan kebenaran yang pasti, hingga
sang petualang berujung pada kematian.

39
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Di dalam pendidikan non-Kristen, orang bisa


percaya bahwa alam semesta dapat menciptakan
allah. Sehingga arah dan tujuan pendidikan dalam
konsep ini hanya ditujukan pada dunia dan segala
macam isinya tanpa harus memperdulikan siapa
pencipta dan bagaimana terjadinya penciptaan atas
dunia ini dan segala isinya serta seperti apa
membangun hubungan dengan oknum allah yang
di yakini tersebut.
Dari gambaran ini, dapat dipahami pendidikan
non-Kristen adalah pendidikan yang dilakukan
tanpa kehadiran Allah (Godless education). Tentu
konsepsi tentang Allah disini sangatlah terbatas.
Karena pendidikan tanpa Allah menolak manusia
diciptakan untuk bertanggung jawab kepada Allah.
Implikasinya adalah dosa bukanlah pelanggaran
terhadap hukum Allah, sehingga Yesus Kristus
yang adalah Tuhan dan Juruselamat manusia itu
dianggap tidak perlu mati diatas kayu salib untuk
menebus dosa-dosa manusia lagi.
Dapat ditarik pemahaman bahwa pendidikan
non-Kristen adalah pendidikan yang humanistik,
yaitu berpusat pada manusia. Sebab segala sesuatu
menjadikan akal dan pemikiran manusia sebagai

40
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

the main control, dengan tanpa kehadiran Allah di


dalamnya.
Prinsip hidup dari orang-orang percaya (Kristen)
berlawanan total dengan prinsip hidup orang tidak
percaya (non-Kristen). Hal ini juga terjadi dalam
dunia pendidikan. Dalam pendidikan Kristen yang
berpangkal kepada Iman dan kebenaran Allah,
manusia harus melakukan apa yang dikehendaki
Allah, sebagaimana yang tercermin dalam pribadi
Yesus Kristus. Stephen Thong (2011:6) menegaskan
bahwa yang membedakan agama Kristen dengan
semua agama, adalah secara kualitatif, bukan
secara kuantitatif. Dalam artian bahwa di dalam
Kristus yang dituntut adalah ―peniadaan jasa‖,
sedangkan diluar Kristen adalah pengadaan Jasa
yang tidak terlepas dari usaha dan inisiatif manusia
mengadakan jasa memadai untuk diterima Allah.
Hal mengusahakan jasa dan meniadakan jasa
adalah dua hal yang antitesis, serta mengandung
perbedaan yang lebih bersifat kualitatif. Kualitas
pendidikan Kristen adalah kualitas penuh di dalam
Kristus. Sedangkan di luar kekristenan, hanya
memiliki kualitas dari penegakkan jasa manusia
sampai manusia itu memiliki cukup syarat untuk
diterima oleh Tuhan. Berkaitan dengan itu, Berkhof

41
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

& Til (2010:3) lebih mempertegas lagi bahwa untuk


bisa membedakan pendidikan Kristen dan
pendidikan non-Kristen, terlebih dahulu dipahami
―Antitesis‖ yang merupakan dasar dari Sintesis.
Antitesis yang dimaksudkan disini, terdapat dalam
3 (tiga) hal yang mewakili keseluruhan bidang
pendidikan. Hal pertama, bermula dalam bidang
filsafat. Kemudian akan muncul dalam materi yang
disampaikan, yakni kurikulum, lalu berakhir pada
naradidik (siswa). Dengan demikan, antitesis pada
pendidikan Kristen dan non-Kristen dapat dilihat
pada gambar berikut:

Antitesis

Pendidikan Pendidikan
Kristen nonkristen

Filsafat Absolut Filsafat Relatif

Otoritas Alam
Kurikulum Kurikulum Semesta
Allah

Siswa Otoritas
Siswa Yesus Ahli

Gambar 2.1
Antitesis Pendidikan Kristen & Pendidikan
non-Kristen

42
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

A. Filsafat
Sebagaimana nampak pada gambar, bahwa
dalam Pendidikan Kristen terdapat kebenaran yang
mutlak (absolute), yaitu kebenaran Allah melalui
Yesus Kristus. Dalam hal ini filosofi PAK menjadi
dasar Alkitabiah, dan iman kepada Kristus dapatlah
dijadikan sebagai fondasi membangun Kekristenan.
Sedangkan pendidikan non-Kristen dalam semua
kajiannya tidak terdapat kebenaran absolut dan
pencarian kebenarannya relatif atau dimulai
dengan kesalahan serta keingintahuan tentang apa
yang salah, lalu menyalahkan apa yang salah.

B. Kurikulum
Pada prinsipnya, di dalam Pendidikan Agama
Kristen (PAK), kurikulum dibuat serta disusun
berpusat kepada Allah di dalam diri Yesus Kristus
dengan semua ajaran-Nya. Sedangkan kurikulum
pendidikan non-Kristen, kurikum berpusat pada
alam semesta.

C. Siswa
Sebagaimana nampak dalam penjelasan gambar
diatas, dapat dipahami bahwa dalam Pendidikan
Agama Kristen, siswa dibimbing untuk menemukan
pencitraan akan otoritas Allah sebagai Pencipta

43
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

(Penyelamat manusia dalam diri Yesus Kristus).


Sedangkan dalam kajiannya, pendidikan non-
Kristen sama sekali tidak melibatkan Allah, tetapi
cenderung pada otoritas ahli dalam bidangnya
masing-masing.

44
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

3
Identitas Pendidikan Agama Kriten

Identitas dan ciri khas Pendidikan Kristen adalah


berpusat dalam Alkitab yang adalah sumber dan
dasar kebenaran dari Allah melalui Yesus Kristus.
Melalui Alkitab, maka Pendidikan Agama Kristen
(PAK) dikembangkan dalam dunia ini.
Pendidikan Agama Kristen merupakan proses
pengajaran dan pembelajaran berdasarkan Alkitab
yang berpusat pada ajaran Kristus untuk membina
kepribadian menuju pada kedewasaan iman.
Dengan demikian, maka secara garis besarnya,
Alkitab sebagai firman Allah yang hidup dapatlah
melandasi penemuan identitas dan ciri dari PAK itu
sendiri, sebagaimana nampak dalam gambar
‗segitiga kasih‘ di bawah ini. Hal yang membedakan
kehidupan kekristenan dan kehidupan duniawi
adalah Kasih Kristus yang mengorbankan nyawa-
Nya untuk menebus dosa manusia.

45
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Percaya

ALKITAB

KRISTUS

Berbuah, Pendidikan Agama Kristen (PAK)


Membawa Jiwa Mengikuti

Gambar 3.1
Identitas & Ciri Khas PAK

A. Percaya Kepada Yesus (Iman)


Dengan menjadikan Alkitab sebagai pedoman di
dalam PAK, maka pendidikan dapat mengarahkan
para peserta didik yang secara implicit menemukan
kebenaran Alkitabiah melalui perjumpaan dengan
Allah dalam Kristus dengan iman, pengharapan,
dan kasih. Pertemuan seperti ini terjadi ketika dia
(naradidik/siswa) bisa secara pribadi menerima
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat
pribadinya sehingga Allah berbicara padanya, dan
ia pun merespon sesuai apa yang Allah inginkan

46
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, tanpa iman dan


pengalaman pribadi dengan Allah maka PAK hanya
akan berujung pada kemungkinan-kemungkinan
yang berujung pada ketidakpastian.

B. Meneladani Kehidupan Yesus (Mengikut)


Dengan menjadikan Alkitab sebagai dasar dan
pedoman dalam PAK, maka siswa atau naradidik
dapatlah belajar dan meneladani pribadi Yesus
Kristus, yakni setiap apa yang sudah diperintahkan
Tuhan harus dilakukan dengan mengikuti teladan
dan petunjuk dalam diri Yesus Kristus. Sehingga
siswa dapat bertumbuh dan menemukan hal-hal
baru untuk melangsungkan kehidupan di dunia ini.

C. Berbuah, Lalu Membawa jiwa


Ada dua hal yang perlu dipahami disini, yaitu
berbuah lalu membawa jiwa. Dengan menjadikan
Alkitab sebagai dasar dan pedoman dalam PAK,
maka naradidik dapat berbuah melalui ―buah-buah
Roh‖ yaitu suatu manifestasi fisik dari transformasi
kehidupan seorang Kristen. PAK dituntut menjadi
penjala manusia (Injil Matius 4:19), yaitu membawa
jiwa-jiwa baru untuk datang kepada Kristus.
Untuk lebih dewasa sebagai orang percaya,
maka siswa juga harus mempelajari dan mengerti

47
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

apa itu The Nine Biblical Attributes atau kesembilan


simbol-simbol Alkitabiah (Fruit of the Spirit) yang
nyata dalam pribadi Yesus Kristus, seperti yang
terdapat dalam kitab Galatia 5:22-23, yaitu gaya
hidup tulus ikhlas yang disebut "buah Roh".
Gaya hidup tulus ikhlas ini dihasilkan dari
kepribadian anak Tuhan sewaktu mengizinkan Roh
menuntun dan mempengaruhi hidup mereka
sedemikiannya sehingga bisa membinasakan kuasa
dosa, khususnya dalam perbuatan tabiat berdosa
dan hidup dalam persekutuan Allah (lihat. Roma
8:5-14; Roma 8:14; atau Roma 8:5-14; 8:14)
(bandingkan. 2 Korintus 6:6; Efesus 4:2-3; 5:9;
Kolose 3:12-15; 2 Petrus 1:4-9). Sembilan buah Roh
itu adalah:
(1) Kasih (Yunani: agape), adalah memperhatikan
dan mencari yang terbaik bagi orang lain tanpa
alasan pamrih (Rom 5:5; 1 Kor 13:1-13; Efesus
5:2; Kolose 3:14).
(2) Sukacita (Yunani: chara) yaitu perasaan senang
berlandaskan kasih, kasih karunia, berkat,
janji, dan kehadiran Allah yang dimiliki orang
yang percaya pada Kristus (Mazmur 119:16; 2
Korintus 6:10; 12:9; 1 Petrus 1:8; lihat catatan
Filipi 1:14; Filipi 1:14).

48
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

(3) Damai sejahtera (Yunani: eirene), adalah


ketenangan hati dan pikiran yang berlandaskan
pengetahuan. Semua beres diantara orang
percaya dengan Bapanya di sorga (Roma 15:33;
Filipi 4:7; 1 Tesalonika 5:23; Ibrani 13:20).
(4) Kesabaran (Yunani: makrothumia), ketabahan,
panjang sabar, tidak mudah marah atau putus
asa (Efesus 4:2; 2 Timotius 3:10; Ibrani 12:1).
(5) Kemurahan (Yunani: chrestotes) yaitu tidak
mau menyakiti orang lain atau menyebabkan
penderitaan (Efesus 4:32; Kolose 3:12; 1 Petrus
2:3).
(6) Kebaikan (Yunani: agathosune) yaitu bergairah
akan kebenaran dan keadilan serta membenci
kejahatan; dapat terungkap dalam perbuatan
baik (Lukas 7:37-50) atau menegur dan
memperbaiki kejahatan (Matius 21:12-13).
(7) Kesetiaan (Yunani: pistis) yaitu kesetiaan yang
teguh dan kokoh terhadap orang yang telah
dipersatukan dengan kita oleh janji, komitmen,
sifat layak dipercayai dan kejujuran (Matius
23:23; Roma 3:3; 1 Timotius 6:12; 2 Timotius
2:2; 4:7; Titus 2:10).
(8) Kelemahlembutan (Yunani: prautes), adalah
pengekangan yang berpadu dengan kekuatan

49
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

dan keberanian seorang; seorang bisa marah


saat diperlukan dan tunduk dengan rendah hati
bila diperlukan (2 Timotius 2:25; 1 Petrus 3:15;
mengenai kelembutan diri Yesus, bandingkan
Matius 11:29 dengan Matius 23:1-36 dan
Markus 3:5; dalam Paulus, bandingkan 2
Korintus 10:1 dengan 2 Korintus 10:4-6 dan
Galatia 1:9; dalam Musa, bandingkan Bilangan
12:3 dan Keluaran 32:19-20).
(9) Penguasaan diri (Yunani: egkrateia), yaitu
menguasai keinginan dan nafsu diri sendiri,
termasuk kesetiaan pada ikrar pernikahan; juga
kesucian (1 Korintus 7:9; 9:25; Titus 1:8; 2:5).

Rasul Paulus menegaskan buah Roh dengan


menunjukkan bahwa gaya hidup seperti ini tidak
bisa dibatasi. Orang Kristen harus mempraktikkan
sifat-sifat baik ini berkali-kali; mereka tidak akan
menemukan hukum yang melarang mereka hidup
menurut prinsip-prinsip ini. Sebab buah-buah yang
dihasilkan oleh Roh merupakan kewajiban atau
ibadah bagi setiap orang Kristen.

50
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

4
Dasar Hukum dan Tujuan PAK

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun


2007 yang tertuang dalam pasal dua, ayat satu
(pasal 2, ayat 1) tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan, disebut tentang pendidikan
agama yang berfungsi untuk membentuk manusia
Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia serta
mampu menjaga kedamaian dan kerukunan
hubungan inter dan antara umat beragama.
Selanjutnya pasal dua ayat dua (pasal 2, ayat 2),
dan disebutkan bahwa pendidikan agama bertujuan
mengembangkan kemampuan siswa memahami,
menghayati dan dapat mengamalkan nilai-nilai
agama yang juga menyerasikan penguasaannya
dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Dengan berlandaskan Peraturan Pemerintah ini,

51
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

maka sebagai dasar-dasar hukum dan tujuan dari


praktek penyelenggaraan Pendidikan Agama Kristen
di sekolah formal terdapat dalam tiga acuan dasar,
yaitu: Undang-undang Dasar 1945, UU SISDIKNAS,
serta Tujuan utama PAK itu sendiri.

A. Undang-Undang Dasar 1945


Selain pasal implisit yang berhubungan dengan
Pendidikan Agama Kristen (PAK), berikut pasal-
pasal yang eksplisit yang menunjuk kepada:
Pasal 28 E, ayat 1, 2
 Setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan
dan memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara meninggalkannya, serta
kembali.
 Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap
sesuai hati nuraninya

Pasal 29 ayat 2
 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan keyakinannya itu.

52
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

B. Undang-Undang RI: SISDIKNAS


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas menjelaskan bahwa:
Pasal 3:
 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Pasal 12 ayat 1 a:
 Setiap peserta didik di setiap satuan pendidikan
berhak:
a. Mendapatkan pendidikan agama sesuai
dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
oleh pendidik yang seagama
Pasal 30 ayat 2, 3
 Pendidikan agama berfungsi mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran
agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

53
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

 Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan


pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan
informal.
Pasal 37 ayat 1 a:
 Kurikulum pendidikan dasar dan menengah
wajib memuat:
a. Pendidikan agama: Mengacu kepada dasar-
dasar tersebut, maka Pendidikan Agama
Kristen dalam Sistem Pendidikan Nasional
diselenggarakan dan wajib dilaksanakan.
Artinya jaminan perwujudannya menjadi
formal di Indonesia.

C. Tujuan Pendidikan Agama Kristen (PAK)


Groome Thomas (2009) menyatakan tujuan PAK
adalah agar supaya manusia mengalami hidupnya
sebagai respon terhadap kerajaan Allah di dalam
Yesus Kristus. Dalam konteks negara Indonesia
melalui UU Sisdiknas, Pendidikan Agama Kristen
(PAK) bertujuan untuk menumbuhkan iman siswa
dalam memahami dan menghayati kasih Allah di
dalam Kristus yang dinyatakan melalui kehidupan
sehari-hari.
Secara teknis operasional, dapat dijabarkan
secara bertahap dalam tujuan dan fungsinya, yaitu
sebagai berikut:

54
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

1) Tujuan
a) Tujuan Umum
 Memperkenalkan Tuhan, Bapa, Putera, dan
Roh Kudus dan karya-karya-Nya.
 Menghasilkan manusia-manusia yang mampu
menghayati imannya secara bertanggungjawab
di tengah masyarakat yang pluralistik.
b) Tujuan Khusus
 Dapat menanamkan pemahaman tentang
Tuhan dan karnyaNya kepada siswa, sehingga
mampu memahami dan menghayati karya
Tuhan dalam hidup manusia.
2) Fungsi
a) Memampukan anak didik memahami kasih dan
karya Tuhan dalam hidupsehari-hari
b) Membantu anak didik mentransformasikan
nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan sehari-
hari.

Sedangkan dalam satuan pendidikan, tujuan


Pendidikan Agama Kristen (PAK) di sekolah formal
dapatlah dijabarkan sesuai tingkatannya dari SD-
SMP-SMU, yaitu sebagai berikut:
Sekolah Dasar (SD). Siswa bisa mengenal Allah
beserta sifat-sifat-Nya yang maha kasih sehingga
mereka lebih mengasihi dan memuji Dia, serta

55
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

menunjukkan kasih-Nya terhadap manusia dalam


kehidupan sehari-hari. Ruang lingkupnya mengenal
kasih dan ketaatan kepada Tuhan dalam Yesus
Kristus serta penerapannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
Siswa dapat memahami dan menyadari tugas dan
tanggungjawabnya sebagai murid Yesus Kristus
serta menerapkannya di kehidupan bermasyarakat.
Ruang lingkupnya adalah mengerti kesetiaan Allah,
kegagalan manusia, penggenapan janji, dan rasa
syukur, iman, negara serta penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Sekolah Menengah Umum (SMU)/Sekolah
Kejuruan. Siswa dapat memperdalam pengetahuan
tentang pokok-pokok ajaran iman kristen dan
menerapkan dalam kehidupan pribadi, keluarga,
gereja dan masyarakat. Disamping itu siswa dapat
melatih kepekaan terhadap masalah-masalah etis
atau moral masa kini. Ruang lingkupnya adalah
pendalaman ajaran Kristen tentang Allah, manusia
dan hidup kristen dalam Alkitab. Penerapannya
bisa dilakukan dalam kehidupan pribadi, keluarga,
gereja, masyarakat dan negara, serta masalah etis
atau moral masa kini.

56
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Berdasarkan pada uraian diatas, maka tujuan


pembelajaran adalah muara yang menjadi arah
kegiatan pembelajaran dan menjadi tolak ukur
utama menentukan keberhasilan pembelajaran. Hal
ini dapat membantu guru-guru merencanakan atau
mempersiapkan bahan pengajaran, dan mengetahui
arah kegiatan belajar. Perubahan yang tercapai
dalam diri peserta didik baik dari segi pengetahuan,
segi pemahaman, segi keterampilan, maupun dari
segi karakter, merupakan sasaran atau target
perubahan yang harus dicapai oleh seorang guru.
Nainggolan Jhon (2007) membagi 4 (empat)
tujuan utama dalam pembelajaran PAK, yaitu:
Pertama. Mengajarkan Firman Tuhan—disini
guru PAK senantiasa mengajarkan firman Allah
agar siswa/i memiliki patokan dalam realita
kehidupannya yang akhirnya mengalami perubahan
dari hari ke hari karena firman Allah bermanfaat
untuk mengajar, menyatakan kesalahan serta
memperbaiki kelakuan dan mendidik dalam
kebenaran (II Timotius 3:16)
Kedua. Dapat membawa sebuah perjumpaan
dengan Yesus Kristus—perjumpaan pribadi individu
dengan Yesus menyebabkan suatu hubungan
berubah antara manusia dengan Allah dan antar

57
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

sesamanya serta menghasilkan cara hidup yang


benar.
Ketiga. Guru harus berperan membantu siswa
untuk bisa mengalami perjumpaan secara pribadi
dengan Yesus Kristus. Apabila siswa mengalami
perjumpaan dengan Yesus, maka ia akan memiliki
sikap mengasihi Allah yang diwujudkan melalui
tutur kata, perilaku, pola pikir, dan gaya hidup
yang benar, serta dia bisa hidup dalam iman dan
ketaatannya kepada Tuhan
Keempat. Guru harus memiliki kemampuan
dan keterampilan melalui empat prinsip utama
dalam PAK, yaitu sebagai berikut:
Learning to know—yang berhubungan dengan
kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotorik dari
peserta didik. Dimana ketiga ranah yang dimiliki
peserta didik ini, haruslah dirangsang untuk dapat
memproses, merasakan, berpikir, menganalisa, dan
menginterpretasikan. Dalam kaitan dengan PAK,
pendidik bertugas membuat bahan pembelajaran
dari Alkitab yang merangsang kemampuan siswa,
sehingga akhirnya nanti bisa menginterpretasikan
dalam kehidupannya. Peserta didik dimampukan
untuk mengetahui segala sesuatu tentang dirinya

58
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

sendiri, dunianya, sesama, lingkungannya, dan


pengetahuan akan Allah serta segala firman-Nya.
Learning to do—semua pengetahuan peserta
didik yang sudah diperoleh melalui proses belajar,
akan terus diarahkan untuk mengaplikasikannya.
Mereka harus belajar untuk melakukan firman
Tuhan. Dengan demikian peserta didik dapat
menjadi garam bagi dunia sebagai orang beriman.
Learning to be—menekankan pengembangan
potensi peserta didik dalam kepribadiannya. Peserta
didik diarahkan untuk memiliki integritas hidup
ditengah masyarakat. Sebagi murid Kristus, peserta
didik atua siswa diharapkan mampu hidup seperti
karakter Tuhan Yesus.
Learning to life together—peserta didik adalah
makhluk individu yang hidup ditengah makhluk
sosial. Berhubung karena mereka hidup ditengah
makhluk social, maka peserta didik membutuhkan
orang lain. Orang lain dalam hal ini merupakan
objek pengaplikasian kasih Allah dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam makhluk sosial inilah siswa
mengaktualisasikan dirinya karena disitu tempat ia
bertumbuh, berkembang, bahagia, tabah, dan lain
sebagainya.

59
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Pembentukan Spiritualitas—peserta didik yang


memiliki spiritualitas yang bagus, tentunya ia akan
mampu memahami makna keberadaannya dan
bagaimana ia berperan menjadi berkat bagi bagi
orang lain serta memuliakan Allah.

60
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

5
Interaksi Guru dan Siswa dalam PAK

Hedricks G Howard (1987:47) menyatakan bahwa


sebagai pengajar efektif, seseorang bukan hanya
mengetahui apa yang diajarkan saja (isi pengajaran)
tetapi siapa orang-orang yang akan di ajar. Tentu
pengajar dalam hal ini adalah guru, tidak bisa
hanya tertarik menyampaikan prinsip pembelajaran
semata, tetapi yang diutamakan adalah bagaimana
mempengaruhi orang yang di didik.
Karena itu prinsip paling terpenting adalah
―bagaimana cara siswa belajar akan menentukan
bagaimana seorang guru mengajar”. Inilah hukum
pendidikan (hukum proses mengajar). Fungsi yang
utama dari guru dan siswa dalam Pendidikan
Agama Kristen adalah merupakan ‗panggilan‘ untuk
dapat menjalin interaksi dalam komunikasi yang
baik di dalam dan oleh Kristus. Di dalam menjalin

61
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

segala bentuk interaksi yang baik, sebagai guru


(pengajar) dan siswa (naradidik) dalam PAK, maka
segala hal yang harus dilakukan haruslah bermula
dengan takut akan Tuhan dan melakukan perintah-
perintah Tuhan Yesus. Karena takut akan Tuhan
adalah awal mula dari segala pengetahuan yang
dimiliki seseorang. Dengan kata lain bahwa untuk
memperoleh ilmu sejati, pertama-tama seseorang
harus mempunyai rasa hormat dan takut kepada
Tuhan. Sedangkan orang bodoh tidak menghargai
hikmat dan tidak mau di ajar sebagaimana tertulis
dalam kitab Amsal 1:7: “Takut akan Tuhan adalah
permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh
menghina hikmat dan didikan“.
Lebih lanjut Hedricks (1987:48) memberikan
definisi menarik di dalam membangun interaksi
antara seorang guru dan siswanya, yaitu dengan
mengatakan: “yang penting adalah bukanlah apa
yang Anda lakukan sebagai pengajar, tetapi apa
yang dilakukan pembelajar sebagai hasil ajaran
Anda‖. Definisi ini sebenarnya membawa sebuah
pemahaman yang sangat mendasar bahwa guru
sebagai pengajar, maupun siswa-siswi sebagai
pembelajar, harus bisa memahami peran mereka
masing-masing, yaitu sebagai berikut:

62
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

a) Guru sebagai pengajar, adalah stimulator dan


motivator. Dengan kata lain bahwa guru disini
bukan pemain tetapi wasit yang menyemangati
dan mengarahkan pemain
b) Siswa sebagai pembelajar, adalah investigator,
penemu dan pelaku. Artinya, siswa adalah
pemain berkompetensi dalam sebuah kompetisi

Dengan demikian maka interaksi yang terjadi


antara guru dan siswa dalam pembelajaran PAK,
dapat dilakukan dengan mengarahkan siswa untuk
belajar mandiri. Karena yang terpenting adalah, apa
yang dilakukan siswa sebagai hasil dari proses
pembelajaran itu, sehingga guru tidak hanya
terfokus pada apa yang guru lakukan saja, tetapi
sebaliknya, guru lebih terfokus pada apa yang
sedang dilakukan murid-muridnya (siswa), sehingga
melalui pembelajaran PAK, Allah dalam Yesus
Kristus semakin dimuliakan.
Tobias Ulrich Cynthia (2013), dalam karyanya
berjudul ―The Way They Learn‖, menyatakan bahwa
tak ada guru yang murni global dan murni analitis.
Ditegaskan lagi oleh Tobias, bahwa orang tua dan
anak-anak mungkin beranggapan bahwa yang
terbaik adalah apabila guru dan siswa mempunyai

63
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

gaya belajar dominan yang sama. Sebetulnya, tidak


perlu harus seperti itu.
Kadangkala, bahkan yang terbaik adalah bahwa
apabila siswa global mendapat guru yang analitis.
Guru tipe ini mampu memberikan siswa global
pengertian tentang kerapian. Tetapi tidak menutup
kemungkinan juga, bahwa terkadang siswa analitis
justru berhasil dengan guru yang global, karena ia
akan mendapat gambaran secara menyeluruh,
bukan hanya hal-hal rinci semata. Jadi, perilaku
dan selera guru pada umumnya merupakan
campuran dari global dan analitis, yang berperan
penting untuk mengenali gaya belajar apa yang
menjadi tuntutan agar guru memahami siswa-
siswinya. Karena memahami tuntutan guru lebih
penting daripada mengetahui gaya dominan guru
tersebut (Tobias, 2013:117).
Untuk itu seorang guru dalam pengajaran PAK,
berperan sebagai penolong pribadi siswa atau
peserta didik dalam perkembanganya yang sudah
direncanakan Allah dalam hidup mereka. Guru
merupakan profesional dalam bidangnya untuk
mengajar peserta didik, dan sumber pengajarannya
adalah Alkitab. Dengan demikian guru PAK harus
membantu peserta didik dalam perkembangannya

64
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

memasuki persekutuan iman dengan Kristus


sehingga menjadi pribadi bertanggungjawab, baik
kepada Allah maupun sesamanya manusia.
Beberapa poin penting yang harus diperhatikan
dalam pengajaran PAK tekait guru PAK adalah
sebagai berikut ini:
Pertama. Guru PAK adalah seorang profesional
dalam bidangnya, dengan tugas utama adalah
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
dan melatih, serta menilai, juga mengevaluasi.
Sumber pengajarannya adalah dalam Alkitab. Jika
dijadikan kata benda, maka guru merupakan
pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih,
dan penilai.
Kedua. Guru PAK sebagai pendidik, dia harus
memiliki standar kualitas integritas mencakup
tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.
Tugas guru adalah dengan mendidik, dan
mengembangkan sikap, watak, nilai moral, serta
mampu mengembangkan potensi anak didik
menuju pada kedewasaan rohani yang beriman dan
taat kepada Tuhan Yesus.
Ketiga. Guru PAK adalah sebagai pengajar yang
melaksanakan pembelajaran yang adalah tugas
utamanya membantu para anak didik yang sedang

65
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

berkembang, dengan menyampaikan sejumlah


pengetahuan tentang iman Kristen.
Keempat. Guru PAK sebagai pembimbing,
mengetahui apa yang diketahui anak didik sesuai
dengan latar belakang kemampuan tiap anak didik,
serta kompetensi apa yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan PAK. Anak didik harus dibimbing
untuk mendapatkan pengalaman rohani dan
memiliki kompetensi yang akan mengantar mereka
menjadi seorang dewasa Kristen.
Kelima. Guru PAK berperan sebagai pengarah
dalam mengarahkan anak didiknya untuk bisa
berperilaku sesuai dengan ajaran agama Kristen.
Misalnya di awal dan akhir pembelajaran diajarkan
doa dalam mendekatkan diri kepada Tuhan Yesus
sehingga anak didik akan selalu teringat dan
mengandalkan Tuhan dalam hidupnya.
Keenam. Guru PAK berperan sebagai pelatih
dalam mengembangkan keterampilan siswa baik
kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Dengan
demikian anak didik menjadi pribadi yang mampu
merefleksikan diri sebagai murid Tuhan Yesus.
Ketujuh. Guru PAK sebagai penilai, yaitu dia
menilai sejauh mana anak didik memahami dan
melaksanakan mata pelajaran PAK

66
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

A. Kedudukan Guru PAK dalam UU SISDIKNAS


Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(UU Sisdiknas) menegaskan tentang dua jenis
tenaga kependidikan, yakni:
Pertama. Tenaga kependidikan merupakan
anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk bisa menunjuang penyelenggaraan
pendidikan. Hal kedua bahwa tenaga kependidikan
bertugas melaksanakan administrasi, pengolaan,
pengembangan dan pengawasan serta pelayanan
teknis untuk menunjang proses pendidikan pada
satuan pendidikan, yang meliputi antara lain:
kepala sekolah, direktur, dekan dan rektor, penilik,
pengawas, peneliti dan pengemban dalam bidang
pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi
sumber belajar.
Kedua. Pendidik adalah merupakan tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan berbagai sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta dapat
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional, guru PAK juga memiliki kedudukan sama
dengan guru-guru bidang studi atau mata pelajaran

67
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

lainnya. Guru PAK harus profesional dibidangnya


dan berkewajiban memberikan keteladanan dan
menjaga nama baik lembaga, profesi, serta
kedudukan sesuai kepercayaan yang diberikan
kepadanya.
Untuk menjadi guru PAK, perlu diperhatikan
beberapa prinsip dalam membelajarkan PAK, yaitu:
 Keyakinan akan imannya yang menunjukkan
penguasaan sikap yang utuh sebagai pengikut
Kristus. Ya diatas ya, dan tidak diatas tidak.
 Guru PAK harus memiliki kualifikasi minimum,
standar strata 1 PAK dari Sekolah Tinggi Teologi
(STT).
 Guru PAK profesional. Profesional mencangkup
tiga hal, punya keahlian kualifikasi, kompetensi
atau kemampuan pedagogis dan didaktis, dan
karya pelayanannya diakui.
 Guru PAK di lingkungan sekolah, seharusnya
bersikap seperti dikemukakan Homrighausen
dan Enklaar (2004), yang menegaskan bahwa
guru PAK adalah penafsir iman. Guru yang
menguraikan dan menerangkan kepercayaan
Kristen harus mengambil dari pernyataan Tuhan
dalam diri Kristus, sebagaimana sudah tertulis
dalam Alkitab kepada para peserta didiknya.

68
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

 Gembala bagi peserta didiknya. Ia bertanggung


jawab atas hidup rohani mereka; ia wajib
membina dan memajukan hidup rohani peserta
didik
 Pedoman dan Pemimpin. Ia hendaknya menjadi
teladan yang menarik orang kepada Kristus,
mencerminkan Kristus dalam sejarah pribadinya.
Ia tidak bisa memaksakan peserta didiknya
untuk masuk kepercayaan Kristen, melainkan
membimbing mereka dengan lemah lembut.
 Penginjil. Ia bertanggung jawab atas penyerahan
diri setiap peserta didiknya kepada Yesus.
Artinya peserta didik menjadi murid Tuhan
Yesus yang taat dan setia kepadaNya.

B. Integritas dan Standar Kompetensi Guru PAK


Untuk menjadi guru PAK, setidaknya memiliki
integritas yang tinggi seperti Yesus yang juga
memiliki standar kompetensi. Yesus mempunyai
integritas yang sangat tinggi. Semua kata-kata
Yesus selalu sinkron atau selaras dan sejalan
dengan perbuatan-Nya. Karena itu, pribadi Yesus
dijadikan sebagai ‗pedoman utama‘ guru PAK dalam
mengembangkan integritas dan sandar kompetensi
pembelajaran PAK disekolah.

69
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Price (2010) mengatakan, syarat terpenting bagi


guru adalah kepribadiannya sendiri. Semua teladan
lebih berharga daripada seratus kali kata nasehat.
Artinya bahwa perbuatan seseorang lebih banyak
berpengaruh daripada perkataannya. Kompetensi
diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai dasar yang bisa direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi yang
dimiliki guru menunjukkan bagaimana kualitas
guru yang sebenarnya. Kompetensi terwujud dalam
bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan
profesional menjalankan fungsi sebagai guru.
Dengan pengertian itu, Standar Kompetensi
guru PAK adalah merupakan suatu ukuran yang
ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk
penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan
seorang guru, agar layak untuk menduduki jabatan
fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan
jenjang pendidikan.
Standar Kompetensi seorang guru bertujuan
untuk memperoleh acuan baku dalam pengukuran
kinerja guru mendapatkan jaminan kualitas guru
yaitu dengan cara meningkatkan kualitas proses
pembelajaran. Standar Kompetensi guru berfungsi
sebagai berikut:

70
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Pertama. Tolok ukur semua pihak yang


berkepentingan dalam bidang pendidikan melalui
pembinaan, peningkatan kualitas dan penjenjangan
karir guru.
Kedua. Meningkatkan kinerja para guru dalam
kreatifitas, inovasi, keterampilan, kemandirian, dan
tanggung jawab sesuai dengan jabatan profesional.
Guru PAK harus membuat terobosan dalam
banyak hal sehingga mampu mengambil bagian
dalam berperan aktif untuk memecahkan berbagai
permasalahan pendidikan, sosial, budaya, hukum,
politik dan keamanan bangsa Indonesia. Sehingga
untuk mendapat warga gereja yang demikian, maka
guru PAK wajib untuk mempersiapkan-membina-
membimbing muridnya dengan berbagai program
kegiatan belajar yang mengacu teladan Kristus.
Peran guru PAK adalah membimbing siswa
mengenal Allah di dalam Yesus Kristus, serta
bertumbuh dalam iman juga dalam karakter
Kristus, berikut ini sejumlah peran dan kompetensi
yang harus ia kembangkan, yaitu:
 Pengajar. Guru PAK selain memahami kurikulum
dan silabus, dalam rangka menyiapkan bahan
penganjaran dengan baik, maka ia berperan

71
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

sebagai fasilitator, motivator, teman belajar dan


inspirator
 Pelatih. Guru PAK melatih membaca Alkitab,
mamahami isi Alkitab, berdoa, bernyanyi,
menulis puisi, mengarang, dll.
 Penginjil. Bila memperhatikan isi dari Alkitab,
penginjilan bukan suatu yang bisa disingkirkan.
 Pemimpin. Mengembangkan persahabatan dalam
ketegasan (disiplin)
 Komentator, evaluator dan komunikator.
 Sebagai agen sosialisasi, sehingga terwujudnya
fungsi sosial sekolah sebagai pilar belajar yakni
―learning to know, learning to be, learning to do,
learning to live together‖.
 Pelajar, guru tidak berhenti belajar.
 Imam, nabi dan konselor.
 Teolog. Guru PAK harus memiliki pemahaman
Theologis.

72
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

6
Landasan Dasar Kurikulum PAK

Kurikulum hanyalah sebuah alat untuk mencapai


tujuan dan bukanlah tujuan itu sendiri. Kurikulum
yang ada, harus benar-benar menolong anak didik
(siswa) maupun guru untuk mencapai maksud dan
apa yang disebutkan sebagai tujuan bersama.
Kurikulum sekolah adalah hasil keputusan seputar
apa yang akan diajarkan kepada murid, dan apa
yang perlu ditekankan serta apa yang tidak perlu
ditekankan. Penekanan ini harus merupakan hasil
keputusan bersama dari pihak sekolah, sehingga
menghasilkan sebuah kurikulum.
Prinsipnya kurikulum haruslah direncanakan
dengan baik dan benar dan sesuai dengan konteks
kebutuhan dan lingkungan yang ada. Dalam hal ini
guru atau keseluruhan sistim pembelajaran di
sekolah harus memahami dan mengerti alasan apa

73
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

yang dipilih untuk mengajarkan hal-hal tertentu.


Sebab sebuah tindakan mengajar dihasilkan dari
pemikiran mendalam dan jelas akan sasaran-
sasarannya. Bukan hanya sekedar mengajar saja
seperti mengajar sebagaimana mereka dulunya
diajar dan menerapkan kebiasaan-kebiasaan apa
yang mendarah daging tanpa direnungkan dan
diperbudak adat istiadat dan tanpa memutuskan
apa yang akan diajarkan serta apa yang seharusnya
akan ditekankan. Karena kurikulum seperti ini
tidak dapat dibenarkan.
Disamping itu, pada kenyataannya bahwa guru
seringkali mengajarkan hal yang menarik minat
tanpa memperdulikan hasilnya apakah berdampak
bagi siswa. Jelas hal ini tidak dapat dibenarkan dan
tidak bertanggung jawab. Intinya bahwa pengajaran
harus dilakukan dengan lebih memperhatikan apa
yang nantinya menjadi kebutuhan para siswa atau
naradidik dan yang memberikan pengaruh positif
terhadap siswa tersebut. Karena itu kurikulum
yang disepakati harus merujuk pada konsepsi
tentang kapan seseorang bisa dikatakan berhasil
mengajar dan kapan dia gagal, kapan sasaran
tercapai dan kapan belum tercapai, kapan hasil
yang diharapkan terwujud dan apakah masih jauh

74
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

dari harapan. Lalu seperti apakah kurikulum


pendidikan Kristen? Prinsipnya, PAK di sekolah
tidak hanya mempelajari tentang kemanusian atau
agama semata, dan langsung menempatkan ilmu
pengetahuan dan matematika ke dalam posisi
nomor dua atau menghapus semua pelajaran
olahraga dan seni atau yang lainnya. Menurut
Wolterstorff (2007), beberapa ciri utama kehidupan
Kristen yang menjadi implikasi bagi pembentukan
kurikulum sekolah Kristen, yaitu sebagai berikut:
Pertama. Kehidupan Kristen lebih merupakan
kehidupan seorang pribadi—seorang manusia.
Kehidupan Kristen bukan merupakan kehidupan
dari suatu jiwa yang bersifat spiritual yang terjadi
secara kebetulan—bukan secara akal budi dan
prinsip moral yang terkurung dalam daging. Tetapi
kehidupan Kristen adalah kehidupan dari jiwa dan
tubuh, tidak ada satupun dari perspektif Alkitab
yang mengatakan kita adalah malaikat-malaikat
yang dilekatkan pada tubuh. Tetapi orang percaya
(Kristen) adalah makhluk jasmani dan rohani yang
merupakan makhluk berpribadi yang memiliki
kesadaran. Oleh karena itu pendidikan Kristen
jangan dipandang sebagai pengembangan kapasitas
rohani dan intelektual dalam diri murid tetapi

75
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

pendidikan Kristen harus mendidik untuk


kehidupan seutuhnya dari setiap pribadi
Kedua. Kehidupan Kristen adalah kehidupan
iman. Kurikulum pendidikan Kristen bertujuan
membekali murid menempuh kehidupan iman.
Objek iman bukanlah proposisi-proposisi melainkan
Allah yang berpribadi. Mempunyai iman kepada
Allah yang berpribadi tidak akan sama dengan
mempunyai proposisi mengenai Allah. Ini berarti
memberikan kepada Allah kesetiaan pengabdian
kita, pelayanan dan ketaatan kita. Bagi kita
sekarang panggilan beriman adalah panggilan
untuk menjadi murid Yesus dalam segenap hidup
kita, yaitu suatu panggilan menjadi teladan dalam
seluruh eksistensi kita. Dalam setiap karya kita
biarlah semua ditinjau dari segi perspektif Kristen.
Ketiga. Kehidupan Kristen adalah kehidupan
komunitas Kristen. Pendidikan Kristen bertujuan
melengkapi siswa menjadi anggota komunitas orang
percaya yang menjadikan Kristus sebagai Tuhan.
Mereka mengakui dalam kasih dan persekutuan,
manusia menyadari naturnya yang sejati dan
menemukan pemuasan. Mereka harus menyadari
bahwa mereka sendiri dipersatukan oleh tugas yang
harus dilaksanakan sendiri yaitu menjadi terang di

76
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

dalam dunia. Dalam komunitas Kristen tidak ada


pekerjaan interior dan superior. Setiap pekerjaan
adalah panggilan.
Keempat. Kehidupan Kristen adalah kehidupan
yang dijalankan ditengah masyarakat umum
(Komunitas Kristen). Komunitas Kristen tidak dapat
melarikan diri dari masyarakat dimana komunitas
itu berada. Komunitas Kristen harus menerapkan
iman mereka dalam kehidupan sosial masyarakat.
Jadi dapat dipahami bahwa yang menjadi sasaran
pendidikan Kristen adalah mempersiapkan murid
untuk menjalani setiap aspek kehidupan Kristen
dalam masyarakat yang kontemporer. Pendidikan
Agama Kristen (PAK) harus bisa memperkenalkan
kepada dunia dimana mereka menjalani kehidupan.

A. Ciri Khas Kurikulum PAK


Dengan mengkaji keempat poin dari Wolterstorff
diatas, dapat ditarik pemahaman bahwa kurikulum
Pendidikan Kristen adalah kehidupan untuk orang
kristen itu sendiri, karena internalisasi nilai-nilai
kekristenan yang ada dalam kurikulum Kristen
harus mengandung keteladanan pribadi Yesus,
demi mewujudkan kehadiran kerajaan Allah dalam
masyarakat kontemporer. Dengan demikian, secara
umum ciri khas kurikulum PAK adalah:

77
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

1) Alkitabiah, bahwa Alkitab harus menjadi text-


book dan isi.
2) Berpusat pada Kristus. Firman yang tertulis
menyatakan Firman Yang Hidup, yaitu Tuhan
Yesus (Yohanes 1:1) dan harapan kita adalah
agar anak didik bertumbuh menjadi seperti
Yesus serta mengalami kebesaran Allah di dalam
Dia (Efesus. 4:15, Kolose 1:28 dan Efesus 1:19,
Roma 8:29)
3) Sesuai prinsip-prinsip pendidikan, yang artinya
sesuai dengan kebutuhan, perkembangan jiwa,
dan kemampuan anak didik, dengan metode-
metode yang tepat.
4) Bisa menolong guru, dalam hal ini mudah diikuti
oleh guru yang kurang pengalaman sekalipun.

B. Pengembangan Kurikulum PAK


Berdasarkan pemahaman tentang ciri khas PAK
diatas, isi dan tujuan kurikulum sekolah untuk
PAK adalah mencakup ruang lingkup yang sangat
luas untuk dipelajari. Untuk bisa mengembangkan
kurikulum PAK ini maka tolok ukurnya adalah
Alkitab sebagai suatu gambaran keteladan Yesus
bagi kehidupan umat manusia. Dan yang dimaksud
gambaran keteladanan Yesus Kristus adalah soal
bagaimana berpikir dan berbuat yang sama seperti

78
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Yesus Kristus Sang Guru Agung. Menurut seorang


Wright Norman (dalam Wright & Oliver, 2013:53-60)
ada tiga prinsip utama dalam mengikuti teladan
Yesus, dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini:

Kehendak
1

2
Pembaharuan

Siap Siaga
3

Gambar 6.1 Prinsip Teladan Yesus

(1) Kehendak
Prinsip awal disini adalah kehendak. Ini dapat
dijumpai dalam perintah Kitab Kolose 3:2 yang
berbunyi: ―.. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan
yang di bumi..‖ Implikasinya bagaimana kurikulum
PAK mampu mengarahkan pembelajaran untuk
menemukan inisiatif. Jika hal ini bisa dilakukan,
maka kehendak tidak akan bisa mengesampingkan
naluri atau perasaan. Pada dasarnya, kehidupan
manusia berada bersama Kristus di dalam surga
(ayat Kolose 3:3), maka kurikulum PAK harus fokus

79
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

kepada perkara-perkara diatas dan membiarkan


sikapnya ditentukan oleh Tuhan.
Kurikulum Pendikan Agama Kristen atau PAK,
harus bisa menilai dan mempertimbangkan serta
memikirkan segala hal berdasarkan sudut pandang
kekekalan dan surga. Tujuan dan sasaran
kurikulum PAK hendaknya mencari hal-hal rohani
(Kolose 3:1-4), melawan dosa (ayat Kolose 3:5-11),
dan mengenakan watak Kristus (ayat Kolose 3:12-
17). Semua sifat yang baik, kuasa, pengalaman,
dan berkat rohani, ada bersama Kristus di dalam
surga. Ia memberikan hal-hal itu kepada sekalian
orang yang sungguh-sungguh meminta dengan
tekun mencari dan terus-menerus mengetok (Lukas
11:1-13; 1 Korintus 12:11; Efesus 1:3; 4:7-8).
Sebagaimana dalam konteks taman Getsemani,
Yesus Kristus merasakan kesedihan seperti tertulis
dalam Injil Matius 26:37, yang berbunyi: ―Dan Ia
membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus serta-
Nya. Maka mulailah Ia merasa sedih dan gentar”,
kemudian dilanjutkan pada ayat 26:38: “lalu kata-
Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti
mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-
jagalah dengan Aku‖. Dan selanjutnya ayat 26:39:
―Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-

80
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin,


biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah
seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang
Engkau kehendaki " (lihat. Markus 14:36). Semua
penderitaan rohani dan jasmaniah yang dialami
oleh Kristus bermula di taman Getsemani. "Peluh-
Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan
ke tanah" (Lukas 22:44). Di bawah suatu tekanan
hebat, pembuluh darah halus dalam kelenjar-
kelenjar keringat mulai pecah sehingga keringat
bercampur dengan darah (lihat.Matius 26:39 dan
Matius 26:39); untuk memperoleh pengertian lebih
lanjut mengenai tahapan ini dalam penderitaan
Kristus; untuk tahap kedua penderitaan Kristus,
lihat Matius 26:67 atau Matius 26:67. Disini jelas
bahwa Yesus menyelaraskan kehendak-Nya sesuai
keinginan Allah. Artinya, menolong anak berkata
―tidak‖ untuk tidak menyerah pada dorongan hati,
dan menunda kepuasan hati adalah contoh-contoh
untuk memperkuat kehendak.

(2) Pembaharuan
Prinsip kedua seperti yang sudah tertulis dalam
Kitab Roma 12:2, yang menegaskan: ―Janganlah
kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi
berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga

81
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:


apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan
yang sempurna‖. Seperti di kutip dari pendapat TW
Hunt (dalam Wright & Oliver, 2013:54) bahwa
dalam perintah untuk ‗berubah‘ oleh pembaharuan
budi, ditemukan prinsip lainnya yang disebutkan
prinsip sungai, bahwa dalam pertumbuhannya,
manusia akan mengalir seperti aliran sungai yang
mengalirkan air kehidupan, seperti kata Yesus:
‖Siapa saja yang percaya kepada-Ku, seperti yang
dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan
mengalir aliran-aliran air hidup‖.
Masalahnya disini adalah sebagian orang tidak
menerapkan prinsip sungai, tetapi justru ―prinsip
kolam”. Tentu prinsip kolam berbeda dengan sungai
yang mengalir, sebab kolam tidaklah mengalirkan
airnya. Kolam hanya menjadi genangan air saja,
tetapi sungai akan selalu mengalir menjadi luasnya
lautan. Maka kurikulum PAK harus ditetapkan
untuk tumbuh dan berkembang terus-menerus
seperti air sungai yang selalu mengalir dan bukan
menjadi statis seperti genangan air di dalam kolam.
Sebagaimana Yesus terus bertumbuh, dalam Lukas
2:52 dikatakan bahwa: ―Yesus makin dewasa dan
bertambah hikmat-Nya, dan makin dikasihi oleh

82
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Allah dan manusia‖. Demikian juga penerapan


kurikulum yang seharusnya bertumbuh sesuai
tuntutan perkembangan zaman. Sebab Menurut
Wright (2013:54-55), istilah ―pembaharuan‖ secara
harafiah berarti membuat sesuatu menjadi baru,
segar dan kuat. Dalam Alkitab bahasa Inggris,
istilah berubahlah dalam Roma 12:2 digunakan
dengan istilah transformed yang diambil dari
metamorphosis (metamorfosis) yaitu perubahan
bentuk atau susunan. Sehingga perubahan dapat
dilihat jelas.

(3) Siap siaga


Prinsip yang terakhir adalah hal yang berkaitan
dengan apa yang tertulis dalam 1 Petrus 1:13, yang
menyatakan: ―Sebab itu siapkanlah akal budimu,
waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu
seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan
kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus”.
Dalam ayat ini, Petrus menggambarkan pikiran
sebagai pinggang yang harus disabuki. Latar
belakang kalimat dalam ayat ini adalah pakaian
orang Timur yang longgar sehingga untuk bisa
bergerak dengan cepat, maka pada bagian pinggang
harus diketatkan dengan sabuk. Bandingkan 1
Raja 18:46: ―Tetapi kuasa TUHAN berlaku atas Elia.

83
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Ia mengikat pinggangnya dan berlari mendahului


Ahab sampai ke jalan yang menuju Yizreel”.
Kemudian Kitab II Raja-Raja 4:29 menyatakan:
―Maka berkatalah Elisa kepada Gehazi: „Ikatlah
pinggangmu, bawalah tongkatku di tanganmu dan
pergilah. Apabila engkau bertemu dengan seseorang,
janganlah beri salam kepadanya dan apabila
seseorang memberi salam kepadamu, janganlah
balas dia, kemudian taruhlah tongkatku ini di atas
anak itu‖. Dan dalam Injil Lukas 12:35: ―Hendaklah
pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap
menyala‖. Jadi mempersiapkan adalah memperkuat
pikiran atau membuang dari pikiran segala sesuatu
yang akan menghalangi perjalanan Kekristenan.
Artinya, kurikulum PAK perlu untuk selalu berjaga-
jaga dan siap siaga sehingga tiga tahapan berpikir
seperti Yesus dapat terimplikasi dengan baik

84
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

7
PAK dalam Lingkungan Sekolah

Terkait konteks keberadaan PAK dalam lingkungan


sekolah, Sukarman Timotius (2012:52) mengatakan
PAK di sekolah dapat digolongkan ke dalam dua
aspek, dan sekaligus ke dalam dua aliran pemikiran
yang berhubungan satu dengan yang lainnya yaitu
sebagai berikut:
Mengutamakan aspek pengajaran—dalam hal
ini pemikirannya bahwa PAK disekolah harus
ditempatkan sebagai Pendidikan dan pengajaran
Agama, atau lebih tepatnya sebagai iman Kristen.
Hal-hal mengenai landasan, cara kerja, dan misinya
haruslah berakar pada nilai-nilai iman Kristen
sebagaimana diajarkan Alkitab.
Mengutamakan aspek pengalaman rohani—
dimana aliran pemikirannya adalah bahwa PAK
harus mampu untuk meneladani semua pola

85
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

kehidupan Yesus sebagai Guru Agung dan dengan


demikian PAK turut terpanggil untuk mewujudkan
‗Inkarnasi‘, artinya selain peka terhadap kebutuhan
dan pola pikir dalam budaya yang ada, maka PAK
juga harus menjadi ‗seperti‘ murid yaitu hadir
dalam pribadi murid ikut bergaul dan menjadi
bagian dari mereka.

A. Dampak Penyelenggaraan PAK


Keberadaan Pendidikan Agama Kristen (PAK) di
sekolah tentu saja tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Dalam hal ini Homrighausen &
Enklaar (2004:151-153) menegaskan keberadaan
PAK di sekolah dapatlah berdampak positif dan
berdampak negatif. Berikut penjelasannya.

(1) Positif
Dalam hal positif pengajaran PAK di sekolah-
sekolah tentu mempunyai manfaat besar seperti
yang terjadi di Indonesia. Manfaat-manfaatnya
adalah sebagai berikut:
Pertama. Dengan jalan ini gereja akan dapat
menyampaikan Injil pada anak-anak dan pemuda-
pemuda yang biasanya sulit dikumpulkan dalam
PAK (Pendidikan Agama Kristen) yang diadakan
oleh gereja seperti dalam Sekolah Minggu atau

86
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

katekisasi. Sekolah-sekolah umum itu merupakan


lapangan penginjilan yang penting.
Kedua. Anak-anak yang menerima PAK di
sekolah akan merasakan bahwa pendidikan umum
dan pendidikan agama bukanlah dua hal yang tidak
berhubungan satu dengan lainnya, melainkan
sebaliknya, harus berjalan bersama-sama. PAK juga
memiliki tempatnya dalam lingkungan pendidikan
umum. Tuhan Allah dan gereja kristen erat sangkut
pautnya dengan kehidupan dan ilmu pengetahuan
manusia umumnya.
Ketiga. Jika gereja tidak mampu membiayai
pekerjaan Sekolah Minggu dan Sekolah Kristen
secara besar-besaran, maka PAK di sekolah-sekolah
negeri banyak menolong gereja yang lemah secara
keuangan tersebut. Di Amerika gereja-gereja tidak
dapat mengajarkan agamanya masing-masing di
sekolah-sekolah umum, sehingga mereka perlu
menanggung segala kebutuhan PAK itu sendiri,
dengan memikul setiap beban berat berhubung
dengan pembiayaan pekerjaan itu.
Keempat. Pada akhirnya keuntungan yang
didapatkan dengan masuknya pengajaran agama
dalam rencana pelajaran umum, maka agama
dengan sendirinya mulai menempatkan dirinya

87
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

sebagai bagian mutlak dari kebudayaan segenap


rakyat. Sekolah-sekolah bermaksud mendidik anak-
anak agar supaya menjadi warga negara yang
bertanggung jawab. Sekarang, pengajaran agama
itu membantu negara dalam tugas ini karena
pengaruh agama Kristenlah yang paling banyak
sumbangannya untuk mencapai maksud tersebut.

(2) Negatif
Terdapat aspek negatif yang menjadi masalah-
masalah yang dihadapi oleh penyelenggaraan PAK
di sekolah-sekolah negeri, yaitu sebagai berikut:
Pertama. Pengajaran agama biasa dijadikan
bagian yang resmi dari seluruh rencana pelajaran di
sekolah-sekolah. Dalam hal ini siswa diharuskan
mengikuti mata pelajaran agama sama seperti
mereka diwajibkan mengikuti pelajaran yang lain
(pelajaran umum). Namun seperti yang kita ketahui
bahwa orang muda jika diharuskan berbuat
sesuatu pasti akan kurang menyukainya. Sayang
sekali jika mereka harus dipaksakan menerima
PAK, karena mungkin segala usaha akan kurang
berhasil. Mustahil kita menawan jiwa anak-anak
dengan paksaan. Sebaiknya mereka memeluk
agama Kristen dengan sukarela dan supaya mereka
sendiri ingin mengikuti pelajaran-pelajaran itu.

88
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Kedua. Apabila PAK diberikan dalam suasana


sekolah umum, besarnya nilai dari pokok-pokok
agama yang diajarkan akan sama seperti pokok-
pokok pelajaran lain yang ada di dalam sekolah itu.
Jika demikian pengajaran PAK kehilangan sifatnya
yang istimewa. Pada hakekatnya pelajaran agama
tidak bisa disamaratakan dengan pelajaran lain
karena isi dan maksudnya berbeda. PAK adalah
kepercayaan perseorangan tiap-tiap murid sehingga
hendaknya nanti jangan dibawakan seakan-akan
bersifat ilmu pengetahuan yang bersifat umum.
Ketiga. Sebab itu perlu waspada agar supaya
jangan sampai hal tersebut mengubah wujud PAK.
Dalam jam-jam pelajaran lainnya barangkali guru
hanya dituntut untuk menyampaikan pengetahuan
dan memberi pelbagai keterangan yang perlu
dimengerti dan diingat oleh otak saja. Tetapi PAK
bukan hanya mengajarkan pokok-pokok pelajaran
untuk dipahami sebatas akal para murid, tetapi
yang terutama adalah untuk menyampaikan Injil
Yesus Kristus tentang jalan keselamatan bagi
manusia berdosa agar supaya Injil disambut dan
dialami oleh batin murid-murid.
Keempat. Boleh saja siswa berpendapat bahwa
PAK yang telah diterima di sekolah sudah cukup,

89
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

sehingga tidak perlu mereka mengikuti pelajaran


agama yang diselenggarakan gereja atau melalui
cara lain seperti di sekolah minggu dan katekisasi.
Intinya PAK di sekolah negeri walaupun mempunyai
manfaat yang besar namun tetap perlu ditambah
dan digabungkan dengan PAK dalam lingkungan
gereja sendiri.
Kelima. Akhirnya jangan lupa bahwa menerima
bantuan dari negara selalu ada bahayanya. Gereja
berdiri di dunia ini atas kehendak Tuhan dan
bukan karena izin negara. Gereja harus menjaga
PAK di sekolah agar tidak tunduk pada campur
tangan negara. Isi dan suasanannya ditentukan
gereja. Negara tidak dapat menetapkan rencana dan
coraknya. Tidak menjadi masalah jika pemerintah
menawarkan bantuan berupa uang dan pertolongan
lain tapi bantuan itu tak boleh menjadi rantai halus
yang bisa mengikat gereja. Guru PAK harus merasa
diri bebas yang hanya ditugaskan gereja meski gaji
atau honorarium dibiayai oleh negara.

B. Metode Penyelenggaraan PAK


Dalam penerapan metode PAK yang digunakan
dalam setiap lingkungan sekolah, Homrighausen &
Enklaar (2004:154) memberi enam pokok pemikiran
terkait penyelenggaraan PAK, yaitu sebagai berikut:

90
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Pertama. PAK tidak dapat diajarkan hanya


beberapa metode saja, seperti metode menguraikan
dan menerangkan, karena kepercayaan Kristen
bukan hal yang perlu dimengerti dengan akal
melainkan suatu hubungan pribadi dengan Allah
yang berhubungan dengan seluruh kehidupan kita.
Kedua. PAK diharapkan bisa untuk membina
persekutuan pribadi antara murid-murid dengan
Tuhan Yesus, oleh sebab itu pengajaran agama
seharusnya merangkum baik itu pengajaran ibadah
bersama, persekutuan Kristen satu dengan yang
lain, maupun kesempatan melayani Tuhan dan
sesama manusia. Justru karena itu mengajarkan
PAK di sekolah-sekolah umum menjadi tidak
mudah, malah merupakan suatu masalah berat,
sebab hampir mustahil mewujudkan segala cita-cita
ke dalam jam pelajaran yang ada di sekolah saja.
Ketiga. Keadaan dan peraturan sekolah-
sekolah umum, mengikat dan merintangi. Terikat
pada lamanya jam pelajaran di sekolah. Suasana
sekolah umumnya memberi corak lain kepada jam
pelajaran itu. Dalam lingkungan gereja sendiri,
semua tentu akan bebas terhadap persoalan
metode, dan suasananya lebih menyenangkan

91
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Keempat. Sekurang-kurangnya harus mampu


mengisi waktu pendek dengan sebaik mungkin (40
atau 45 menit saja). Guru akan mulai dengan
ibadah pendek, berupa nyanyian rohani dan doa.
Selanjutnya, memakai beberapa menit untuk
mendengar hapalan siswa mengenai pokok-pokok
pelajaran lalu. Bagian ini tidak bersifat formal, agar
hapalan sedapat mungkin diberikan arti rohani dan
bersuasana ramah-tamah. Waktu sisa digunakan
bercerita atau memulai pelajaran baru. Atau jika
guru sudah menyuruh siswa untuk membaca satu
pasal dari Alkitab atau buku pegangannya yang
lain, maka ia bisa mengadakan tanya jawab tentang
isi buku tersebut. Pada murid di sekolah lanjutan
atas, kita dapat menggunakan metode diskusi.
Kelima. Pada tiap jam pelajaran mempunyai
satu pokok tertentu yang terbatas dan bulat. Pada
akhir jam itu ada baiknya jikalau dengan ringkas
kita ikhtisarkan pula apa yang telah dibicarakan
selama jam pelajaran itu. Tentu saja kita akan
mengakhiri dengan doa pendek pula, supaya
suasana ibadah tetap terpelihara.
Keenam. Jika diperlukan, bisa menambahkan
PAK lain disamping pengajaran yang sudah
diberikan dalam sekolah. Pengajaran agama di

92
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

sekolah itu memang belum cukup dan sebab itu


gereja belum dapat dilepaskan dari tanggung
jawabnya untuk menyelenggarakan PAK yang lebih
luas dan mendalam lagi di dalam lingkungan dan
suasananya sendiri.
Dari dasar-dasar permikiran diatas, PAK dalam
lingkup sekolah adalah PAK yang harus menjalin
relasi, yaitu menjalin hubungan dengan Allah dan
dengan sesama manusia. Sehingga relasi adalah
segalanya—PAK di sekolah adalah relasi itu sendiri.
Tidak banyak siswa-siswi dari non-Kristiani yang
paham bahwa sebenarnya Kristianitas (christianity)
menempatkan suatu ―relasi‖ dan bukan aturan-
aturan agama sebagaimana bagian dari ibadah
yang paling utama. Dengan pemahaman bahwa
dalam lingkungan sekolah, penyelenggaraan PAK
harus meyakini hubungan pribadi melebihi filosofi
dan aktifitas keagamaan. Relasi manusia dengan
sesamanya, dan relasi manusia dengan Allah yang
menciptakan manusia, adalah segala-galanya.
Yesus berkata bahwa "hukum" yang paling utama
adalah mengasihi Allah, lalu diikuti mengasihi
sesama. Tiada lain lagi hukumnya selain dari
―relasi‖. Demikian dengan ibadahnya, ia bukan
ritus dan aturan, tapi relasi kasih diantara

93
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

makhluk dan Khaliknya. Inilah "aturan" terutama,


yang ditekankan PAK dalam kehidupan di sekolah.
Karena aspek kehidupan manusia sekolah yang
penting adalah relasi siswa dengan orang-tua, siswa
dengan guru, siswa dengan teman-teman.

94
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

8
Wujud Hubungan PAK dengan Gereja

Jika seorang berkata gereja seharusnya memimpin


kita, tentu hal ini bisa benar, tetapi bisa juga salah.
Dalam artian benar jika apa yang dimaksudkan itu
benar, dan salah jika apa yang dimaksudkan itu
salah. Lewis (2007:124-125) dalam karya berjudul
Mere Christianity, menyatakan bahwa ―yang mereka
maksudkan dengan gereja seharusnya adalah
seluruh kesatuan yang terdiri dari orang Kristen
yang terlibat aktif. Sebaliknya, jika dikatakan gereja
seharusnya memimpin kita, maka semestinya yang
dimaksudkan adalah beberapa orang Kristen, yaitu
orang Kristen yang memiliki talenta yang tepat,
yang harus menjadi para ekonom dan politikus, dan
bahwa semua ekonom dan politikus itu haruslah
menjadi orang-orang Kristen, dan bahwa seluruh
jerih payah mereka dalam bidang politik dan

95
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

ekonom diarahkan untuk mempraktekkan prinsip:


‗Perbuatlah kepada orang lain apa yang kau
inginkan untuk diperbuat pula oleh orang lain
kepadamu‘. Jika hal ini terjadi dan jika benar-benar
siap melaksanakannya, maka umat Kristen akan
cepat menemukan solusi Kristen terhadap masalah-
masalah sosial dalam Kekristenan itu sendiri.
Namun di dalam realitas yang sesungguhnya
justru kebanyakan gereja tidak memahami yang
sebenarnya apa arti memiliki hidup Kekristenan.
Kebanyakan gereja tidak memahami janji
fundamental yang terdapat dalam Perjanjian Baru
(PB) bahwa kehidupan Ilahi dipulihkan dalam diri
manusia (Yohanes 5:11-13) sebagaimana maksud
dan inti kehidupan gereja. Demikian setidaknya hal
ini diingatkan kembali Farley Andrew (2013:191-
192) dalam karyanya berjudul ―The Naked Gospel‖.
Farley mengajukan sebuah pertanyaan ―siapa satu-
satunya pribadi yang hidupnya tidak memiliki awal?
Jika manusia memiliki hidup yang kekal, hidup
siapa yang manusia miliki tersebut?” Dengan tegas
Farley menyataka bahwa hidup kekal tidak semata-
mata melibatkan surga, ibadah-ibadah gereja, atau
bahkan Alkitab. Hidup yang kekal bukan sekedar
sebuah hidup yang lebih baik untuk kehidupan.

96
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Hidup yang kekal adalah kehidupan yang sama


sekali ―berubah‖. Itulah kehidupan Allah yang tidak
bisa merujuk pada formalisasi agama. Karena inti
kehidupan gereja adalah menjalin relasi apa adanya
dengan lingkungan sekitar—terutama melalui PAK
di sekolah sebagai implikasi dari kehidupan kekal
dalam Kristus dengan menanggalkan kesombongan
rohani. Tentu saja Allah akan semakin bertambah-
tambah dalam kepribadian PAK, demi untuk
menghadirkan Kerajaan Allah yang terus mengalir
dalam setiap pribadi orang percaya, demi membawa
jiwa-jiwa datang dan semakin banyak mengenal
Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat manusia.
Mempertegas apa yang sudah dijelaskan Farley,
Blamires Harry (2010:43) menegaskan bahwa faktor
penting yang juga berperan dalam hilangnya moral
mental dari gereja adalah konsep kemurahan hati
yang salah kaprah. Ada banyak anggapan yang
menyatakan seorang yang murah hati seperti ia
menomorduakan kepentingan pribadinya. Imajinasi
ini banyak membelenggu orang Kristen. Mereka
berpikir seperti orang yang tidak egois yang harus
menahan diri untuk tidak merenggut sepotong kue
yang lain, dan mereka harus menahan diri untuk
tidak menyatakan pandangan mereka. Seperti hal

97
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

membanggakan harta milik/keberhasilan pribadi,


adalah sikap yang buruk, demikian pula dengan
mengumandangkan apa yang menjadi keyakinan
seseorang. Dengan menganalogikan kemurahan
hati yang tidak pernah meminta dan menuntut, tapi
yang selalu memberi, seseorang telah menghasilkan
kemurahan hati yang sangat keliru dalam bentuk
pemikiran dan pendirian yang tidak tetap dan yang
menyerah dengan sekelilingnya. Artinya bahwa
mendahulukan kepentingan orang lain adalah tepat
maka mendahulukan ide-ide orang lain juga tepat.
Karena itu salah satu tugas penting menyusun
ulang pemikiran Kristen adalah menghidupkan
kembali kedudukan dari kebenaran objektif sebagai
hal berbeda dari opini pribadi; untuk membedakan
pengetahuan dan kebijaksanaaan dari kegemaran
dan insting. Masalah ini adalah tugas gereja dalam
membangun relasinya dengan PAK di sekolah.

A. Teladan Jemaat Efesus


Hammond Jeff (2012:185-187), menekankan
bahwa dalam dunia Perjanjian Baru (PB), sidang
jemaat di Efesus adalah simbol ‗gereja teladan‘. Pola
mereka telah menjadi blueprint gereja yang lengkap
dan diterapkan dalam gereja mula-mula. Memang
semua jemaat Perjanjian Baru (PB) memberikan

98
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

kontribusi pengilhaman tentang berbagai bagian


blueprint Tuhan, tetapi di Efesus terlihat gambar
struktur Ilahi yang terlengkap dan berfungsi dalam
jemaat lokal. Sidang-sidang jemaat lainnya juga
mempunyai keistimewaan tersendiri tapi jemaat
Efesus merupakan mahkota pelayanan Rasul
Paulus karena menggunakan pola seluruh tubuh
Yesus Kristus secara proporsional.
Pada prinsipnya Jemaat Efesus adalah ciri
jemaat penuh kasih, iman, kebenaran, pelayanan
para penatua, lima jawatan, dan dimana setiap
orang percaya menjadi imamat rajani. Dan inilah
jemaat yang pantas dijadikan teladan bagi zaman
gereja. Meskipun diberitakan bahwa pada akhirnya
mereka juga meninggalkan kasih mula-mula karena
doktrin, organisasi, dan kehendaknya sendiri.

B. PAK Sebagai Tanggung Jawab Gereja


Berdasarkan penjelasan diatas, Pendidikan
Agama Kristen (PAK) di sekolah pada hakikatnya
adalah tanggung jawab gereja. Dalam hal ini PAK
harus menjadi bagian integral dari kehidupan
bergereja. Hal ini berarti bahwa pelayanan gereja
dalam bidang PAK dalam lingkup lembaga sekolah,
memiliki bobot yang sama dengan pelayanan gereja
di bidang yang lainnya juga. Artinya bahwa PAK

99
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

dapatlah difungsikan sebagai wadah berinteraksi,


antara gereja dengan masyarakat luas. Karena dari
masa ke masa, PAK tentunya akan banyak sekali
membantu dalam hal membentuk pola pikir,
wawasan, sikap, perilaku para peserta didik.
Sehingga, ketika mereka-siswa/i menjadi pemimpin
dalam suatu organisasi atau komunitas dalam
kemasyarakatan, mak wawasan dan kebijakan
mereka amat dipengaruhi oleh proses pendidikan
yang telah mereka alami dari lembaga sekolah,
khususnya dalam bidang studi pembelajaran PAK.
Sekolah berlabel negeri maupun swasta, yang
didalamnya terdapat pembelajaran PAK, merupakan
‗wahana‘ paling strategis yang tidak saja dalam hal
konteks pencerdasan kehidupan bangsa, tetapi juga
dalam hal memperkenalkan dan membagikan serta
mentransfer nilai-nilai Kristiani yang berporos pada
ajaran Kristus kepada para siswa, hingga ke
seluruh penjuru dunia (masyarakat luas). Sehingga
kenyataannya akan banyak lutut bertekuk dan
banyak lidah mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan.
Dalam membangun relasi antara gereja dengan
sekolah, sangatlah dibutuhkan pembinaan yang
dikembangkan secara terus menerus. Tidak ada
alasan lain untuk gereja bersikap apatis dan

100
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

membiarkan sekolah berjalan sendiri serta terlepas


dari visi dan misi yang diemban oleh gereja sebagai
persekutuan yang sudah diberikan mandat oleh
Tuhan untuk mewujudkan ‗syalom‘ Allah di muka
bumi ini. Karena segenap manajemen sekolah,
proses belajar-mengajar, sarana dan prasarana,
pengorganisasian serta persoalan kesejahteraan
guru dan pegawai non-kependidikan, harus menjadi
perhatian serius gereja sehingga tercipta iklim
kondusif mengupayakan pencerdasan kehidupan
bangsa yang terwujud secara optimal melalui PAK
di sekolah. Dalam relasi gereja dengan keluarga dan
sekolah, sekolah memiliki keterbatasan. Sekolah
bukan segalanya bagi peningkatan kualitas hidup
siswa. Sekolah bukan institusi sempurna yang
serba bisa. Pemikiran bahwa sekolah nanti yang
bertanggungjawab melengkapi anak di masa datang
haruslah disingkirkan jauh-jauh dari kehidupan
kekristenan, khususnya gereja.

C. Panggilan Hubungan Gereja-Sekolah PAK


Sekolah dengan gereja haruslah terpanggil
memperlengkapi siswa dalam hal-hal berikut ini:
Pertama. Mengembangkan talenta dan karunia
di dalam diri masing-masing siswa yang relevan
dengan kebutuhan dan tuntutan zaman demi

101
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

pelayanan dan kemuliaan Kristus di muka bumi ini,


agar banyak jiwa diselamatkan.
Kedua. Menyadari panggilan hidup dalam iman
Kristus dalam implikasinya sebagai warga negara
yang bertanggung jawab. Karena sekolah Kristen
adalah bagian dari negara
Ketiga. Membekali sekaligus membentuk siswa
dalam integritas yang cerdas dan bijaksana, untuk
terjun dalam lingkungan masyarakat, khususnya
kehidupan bergereja yang proporsional dengan
lebih menekankan pada ‗hubungan‘ yang harmonis
dan terjalin secara terus-menerus antara gereja dan
sekolah. Sehingga Pendidikan Agama Kristen (PAK)
pada esensinya bisa menggambarkan karakter
Kristus sebagai Kepala Gereja di tengah kehidupan
berbangsa dan bernegara
Keempat. Mempersiapkan siswa untuk bisa
menghadapi tantangan zaman yang semakin jauh
dari kehidupan rohani, sehingga tidak terperangkap
dalam arus globalisasi yang berdampak negatif dan
yang menyimpang dari prinsip Kristiani. Sehingga
dinamika perkembangan PAK menjadi lebih sinkron
dengan kehidupan majemuk (plural).
Gereja dapat membantu pengajaran PAK di
sekolah agar tidak terpenjara pada kekristenan

102
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

simbolik serta berwujud kekristenan ornamental.


Artinya konsep kekristenan yang dipresentasikan
tidak hanya dengan melalui pengadaan kebaktian
semata, tetapi harus Kekristenan yang menjadi
norma, standar, dan roh dari kehidupan dalam PAK
ketika diimplementasikan dengan benar di sekolah.
Mempersiapkan para pemimpin bangsa serta
pemimpin umat, dan berbagai macam pekerjaan
lainnya, bukan saja menjadi bagian dari agenda
sekolah dalam membelajarkan PAK, tapi lebih dari
pada usaha bersama yang harus dilakukan pihak
gereja dan pihak sekolah untuk meningkatkan
mutu pembelajaran PAK di sekolah di era kompetisi
dan liberalisasi seperti sekarang ini. Karena tatkala
mutu menjadi andalan utama, maka masyarakat
tidak akan mempersoalkan lembaga mana yang
menjadi penyelenggara lembaga pendidikan, tetapi
sebaliknya, masyarakat justru berlomba-lomba
memasuki sekolah-sekolah yang bermutu dengan
tanpa mempersoalkan siapa penyelenggaranya.
Prinsipnya bahwa gereja dan PAK disekolah
harus dapat bersama-sama memecahkan masalah
krusial yang terkait dengan pendidikan dan soal
belajar-mengajar di sekolah, yaitu dengan upaya
mengembangkan berbagai macam cara dan metode

103
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

yang tentunya lebih efektif dan efesien, sehingga


peran sekolah sebagai wahana pencerdasan serta
tempat penumbuhan nilai-nilai Kristiani tetap akan
dapat terwujud. Jika gereja mampu mewujudkan
peranannya dalam penyelenggaraan PAK di sekolah,
maka guru PAK sebagai pelaksana PAK di sekolah
akan terbantu dalam pelaksanaan tugasnya untuk
meningkatkan kesadaran akan keberadaan diri
sebagai alat pelayanan dan kesaksian Allah dalam
wujud nyata melalui diri Yesus Kristus.

D. Tujuan PAK di Sekolah dan Gereja


Homrighausen & Enklaar (2004) mengatakan
bahwa pada hakikatnya arti tujuan PAK di sekolah
tidak berbeda dengan PAK yang juga dilaksanakan
di gereja dan keluarga, yaitu memberitakan tentang
kasih Allah yang dinyatakan dalam segala
perbuatan. Tujuannya agar semua orang mengenal
kasih Allah yang nyata dalam diri (teladan) Yesus
Kristus, dan dengan pimpinan Roh yang Kudus,
mereka dapat memasuki persekutuan iman yang
hidup bersama Tuhan.

E. Gereja Sebagai Penyedia Pengajar PAK


Pada kenyataannya PAK yang berlangsung di
sekolah-sekolah kebanyakan diajarkan guru-guru

104
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

PAK yang berstatus guru tidak tetap, yang upah


dari jasanya setidaknya dapat diambil-alih oleh
gereja. Sehingga hal ini dapat dijadikan acuan
untuk lebih meningkatkan pelayanan gereja dalam
hal penyelenggaraan PAK di sekolah. Karena itu,
PAK di sekolah haruslah diajarkan oleh guru-guru
yang dididik sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki sebagai guru PAK dengan prinsip-prinsip
yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
bergereja. Sebagaimana keberhasilan dalam hal
pembelajaran di sekolah sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain: guru, siswa, sarana dan
prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum.
Dan sebenarnya, ditengah kurangnya sarana dan
prasarana, khususnya bagi pembelajaran PAK ini,
maka peranan gereja dalam pengadaan guru
semakin penting. Dengan demikian maka semua
guru PAK harus bisa memenuhi kualifikasi yang
dipersyaratkan sebagai standar minimal yang
dibutuhkan guru PAK, sebagaimana yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI pasal
42 yang disebutkan bahwa pendidik harus memiliki
kualifikasi minimum dalam sertifikasi yang sesuai
dengan kewenangan pengajar yang dihasilkan oleh

105
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Perguruan Tinggi yang terakreditasi., yaitu D II/D


III untuk TK, dan S1 untuk SD-SMA/AMK, dan S2
untuk program S1, dan S3 untuk program
pascasarjana. Peraturan ini berlaku untuk guru
PAK pada semua tingkat pendidikan yang ada.
Jadi perlu diperhatikan kualifikasi akademik
dan kompetensi seorang guru dalam meningkatkan
mutu pembelajaran PAK kepada siswa. Karena
kenyataannya sebagian besar sekolah di Indonesia
belum sepenuhnya memiliki guru tetap sebagai
pengajar PAK (Pendidikan Agama Kristen). Hal ini
tidak sesuai dengan Undang-undang Pendidikan
mengenai kualifikasi guru. Pertanyaan penting yang
harus direnungkan oleh pihak gereja disini adalah
bagaimana PAK dapat diserap oleh siswa, sehingga
dapat memberikan teladan berperilaku di sekolah?
Jika di setiap sekolah tidak memiliki guru yang
berkualifikasi dan berkompetensi pada bidangnya?
Sekiranya berdasarkan pertanyaan diatas maka
sudah saatnya membangun hubungan kualifikasi
akademik antara gereja dan PAK di sekolah, sebagai
upaya meningkatkan kompetensi pembelajaran PAK
(khususnya guru PAK) dengan upaya meningkatkan
daya serap pembelajaran kepada siswa sehingga
siswa dapat memperoleh kebebasan dalam belajar.

106
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

F. Pemahaman Keliru
Kenyataan lainnya bahwa sering dijumpai gejala
tentang bergesernya tanggung jawab gereja dalam
penyelenggaraan PAK di sekolah-sekolah, dimana
hal seperti ini dimungkinkan karena gereja memiliki
pemahaman keliru bahwa PAK di sekolah sudah
ditangani lembaga tertentu, misalnya Kementerian
Agama dalam hal pengadaan dan pembinaan semua
guru PAK; Kementerian Pendidikan yaitu dalam hal
pengangkatan guru PAK berstatus PNS; Yayasan
dalam hal pengangkatan guru PAK berstatus guru
yayasan dan sekolah yang secara langsung
mengangkat guru PAK itu. Sebenarnya keberadaan
lembaga-lembaga tersebut harus dipahami sebagai
wujud kerjasama yang hanya sebatas mendukung
penyelenggaraan PAK di sekolah saja sehingga tidak
menggeser tanggungjawab gereja. Pada fungsinya
lembaga gereja sebagai persekutuan orang beriman
juga terpanggil untuk mewujudkan Amanat Agung
Allah dan memiliki tanggungjawab besar dalam
penyelenggaraan PAK di sekolah. Seperti menurut
Wirowidjojo (1978), gereja memperoleh kemajuan
dalam pertumbuhannya ketika gereja juga bisa
mengelola dengan baik sistem penyelenggaraan PAK
di sekolah. Karena mengingat penyelenggaraan PAK

107
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

di sekolah dari masa ke masa haruslah mengalami


perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman.
Senada dengan kenyataan ini, Homrighausen &
Enklaar (2004) menegaskan dalam mengalami
perubahan dari waktu ke waktu, PAK harus bersifat
―ke-gerejaan‖, dimana sifat dan karakter Allah
sebagai kepala gereja harus nyata dalam kehidupan
PAK dibawah pengawasan gereja. Karena meskipun
disampaikan di sekolah, tetap merupakan bagian
dari tanggungjawab gereja untuk bisa memelihara
dan mengolahnya. Sehingga guru PAK sebagai alat
pelayanan dan kesaksian gereja bidang pendidikan
dapat betul-betul bertanggungjawab meneruskan
ajaran gereja pada siswa. Agar guru PAK dapat
mengaplikasikan dengan baik ajaran-ajaran dan
kebenaran Firman Tuhan itu maka sudah menjadi
tanggung jawab gereja terhadap ―pembinaan iman‖
guru dan siswa dalam pembelajaran PAK di
sekolah. Karena ajaran yang disampaikan guru PAK
adalah juga ajaran gereja, maka pengawasan ajaran
yang diberikan oleh guru PAK juga harus menjadi
tanggungjawab ―sepenuhnya‖ dari gereja.

G. Bentuk Hubungan PAK dengan Gereja


Gereja yang hidup adalah gereja yang bersaksi
tentang Yesus Kristus di dunia (Kisah Para Rasul

108
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

1:8). Sebab esensi pokok gereja terpanggil adalah


untuk melaksanakan Amanat Agung Yesus Kristus
(Matius 28:16-20; Markus 16:15). Menjadi saksi
Kristus adalah tugas gereja dan jemaatnya yang
berlaku sepanjang masa. Tentunya bukan hanya
bersaksi (Marturia), tetapi juga bersekutu (Koinonia)
dan melayani (Diakonia). Inilah yang disebutkan stri
tugas gereja. Untuk mengimplementasikan ajaran
PAK pada pendidikan formal, maka gereja bisa
memfungsikan perannya sebagai lembaga Allah di
bumi melalui tiga bentuk pelayanannya, yaitu:
pelayanana Diakonia, Marturia dan Koinonia.

(1) Diakonia (Melayani)


Istilah diakonia berasal dari kata „diakonein‟
yang artinya melayani. Dalam Perjanjian Baru (PB),
istilah ini merupakan pandangan Yesus terhadap
bentuk-bentuk pelayanan yang berasal dari titah
dalam Perjanjian Lama (PL), yaitu tentang kasih
terhadap sesama manusia. Jadi diakonein artinya
melayani di meja (selewir).
Dalam Perjanjian Baru (PB), arti sebenarnya
istilah diakonein adalah ‗melayani di meja‘ (Lukas
17:8; Yohanes 12:2). Biasanya di sekitar meja
terasa perbedaan tingkatan antara mereka yang
sementara makan, yaitu ―orang besar‖ dan mereka

109
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

yang menanggalkan jubahnya atau ―orang yang


melayani‖ meja. Dengan kehadiran Yesus ke dalam
dunia ini, Yesus merubah secara total esensi dari
―melayani‖ dengan membalikkan hubungan antara
melayani dan dilayani (Lukas 22:26-30). Ini
nampak jelas dimana saat itu diantara murid-
murid-Nya, yang melayani adalah Yesus sendiri,
sekaligus menjadi Diakonos (pelayan mereka).
Pengertian diakonein sebagai melayani meja
kemudian diperluas menjadi mengumpulkan bahan
makanan serta menyiapkan makanan (Kisah Para
Rasul 6:2). Disini istilah diakonein merupakan
kondisi yang memperhambakan diri atau mengabdi.
Pemahamannya diperluas Yesus dalam Injil Matius
25:42-44, yaitu merujuk pada perbuatan, seperti:
memberikan makan, menjamu minum, memberikan
penginapan, memberikan pakaian, mengunjungi
orang sakit dan orang yang berada di penjara.
Sehingga diakonein adalah “pelayanan‖. Hal ini
bertujuan agar umat Kristen melayani sesamanya
manusia sekaligus menggambarkan bagaimana
cara mengikut Yesus. Sebagaimana pandangan
mendasar Yesus sehubungan dengan sifat-Nya
sendiri yang dikatakan dalam Injil Markus 19:43-45
dan Matius 20:26-28, bahwa ―Anak Manusia tidak

110
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

datang untuk dilayani, melainkan untuk melayani


dan memberi nyawa-Nya sebagai tebusan bagi
banyak orang‖. Jadi diakonein lebih kepada cara
hidup jemaat Kristus untuk melayani sesama dan
melayani Tuhan. Sehingga dengan apa yang
dipahami dari bahasan diatas, menjadi jelaslah
maksud dari melayani di dalam jemaat. Setiap
karunia atau kharisma menurut I Petrus 4:10
merupakan pemberian yang dipercayakan kepada
setiap orang percaya agar supaya mereka yang
mendapatkan karunia itu bisa memanfaatkannya
dan menggunakan karunia yang Tuhan berikan
semata-mata untuk melayani Tuhan dan sesama.
Dalam perkembangannya dikenal pula istilah
diakonein sebagai persembahan khusus yang
artinya pengumpulan persembahan atau kolekte
pelayanan khusus yang berperan penting di dalam
kehidupan Paulus sebagai pengumpulan dan
penyerahan kolekte bagi orang-orang kudus di kota
Yeruselem. (lihat 2 Korintus 8:19). Biasanya dikenal
dengan istilah ―Pelayanan kasih‖ yang merupakan
teladan umat Kristen saling membantu berdasarkan
Kasih Kristus. Diakonein untuk pelayanan jabatan
khusus terdapat dalam I Timotius 3:10,13 yang

111
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

mana kata kerja diakonein digunakan untuk nama


jabatan seorang syamas-syamaset-diaken.
Berdasarkan penjelasan diatas, terdapat dua
cara orang percaya untuk berdiakonia, yaitu:
Diakonia sebagai pertolongan secangkir air
atas nama Yesus, yang terdiri dari berbagai cara
orang Kristen atau badan-badan gereja, serta
lembaga Kristen di dalam pelayanan pada sesama.
Pelayanan ini adalah pengaktaan kasih Kristus
(contohnya dengan membagi-bagi bahan makanan,
pakaian, obat dll). Prinsip motivasinya yaitu dengan
mendemonstrasikan kasih Kristus dalam perbuatan
―nyata‖ atau realitas yang nyata. Pertolongan ini
disebutkan dengan diakonia kharitatif. Teologia
secangkir air ini dianggap penting dalam rangka
diakonia jemaat. Tetapi hal itu hanya salah satu
unsur saja dalam berdiakonia. Karena pemahaman
diakonia memiliki pengertian luas dan berdasarkan
konteks tertentu pula. Ketaatan dan kerendahan
hati gereja yang terdiri dari persekutuan orang
percaya hendaknya terwujud dalam pola pelayanan
yang tertata baik berdasarkan pada prinsip-prinsip
karakteristik Kristus sebagai kepala gereja, dan
tidak dianggap sebagai ―tuan‖ yang hanya dilayani
saja, melainkan pola yang selalu menggambarkan

112
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

―hamba‖—pola melayani. Dalam pemahamannya


bahwa, Yesus menghendaki pelayanan kepadaNya
terwujud melalui pelayanan kepada orang-orang
yang paling hina sebab terhadap merekalah gereja
harus melayani.
Diakonia dan Pembangunan, yang juga sering
sekali muncul dalam pelayanan-pelayanan jemaat
di gereja. Istilah ini merupakan pelayanan diakoni,
yaitu diakonia sosial yang berupa upaya dalam
membangun suatu masyarakat yang bertanggung
jawab. Pelayanan ini menuntut keterlibatan jemaat
dalam hal pembangunan. Sehingga diakonia berarti
pada bagaimana sikap kritis kenabian gereja
memulihkan dan memperbaiki pembangunan yang
keliru, dan mengangkat mereka yang tersisih dan
terlupakan dalam pembangunan.
Dari kedua hal di atas, dapat dipahami bahwa
diakonia bukan jalan mencapai suatu kesuksesan
duniawi melainkan pelayanan yang berjalan,
berbicara dan berbuat bersama-sama dengan
mereka yang terluka, tersisih dan terlupakan,
bahkan mereka yang dianggap hina oleh dunia.
Jelaslah esensi diakonia yaitu belajar dan sambil
berbuat di tengah-tengah kehinaan. Dan di dalam
penjelasan Garis-Garis Besar Program Pengajaran

113
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

(Depdikbud, 1987) dirumuskan bahwasanya PAK


merupakan mata pelajaran yang bersumber pada
Firman Allah dalam Alkitab (Depdikbud,1987). PAK
disini berfungsi menjabarkan maksud diberikannya
Firman, dan Firman itu bermakna menghadirkan
kehendak Allah ke dalam kehidupan manusia.
Semua tercermin dalam tata dan aturan serta
tujuan gereja sebagai lembaga Allah dimuka bumi.
Karena itu, maka melalui tugas diakonianya,
gereja-gereja terpanggil untuk bisa menjalankan
perannya sebagai suatu lembaga Kristen yang
sesungguhnya, yang dapat memberikan arah dalam
menuntun warganya menjawab realitas dunia tanpa
harus kehilangan jati dirinya sebagai umat Tuhan—
juga membawa perubahan hakiki—yakni perbaikan,
transfomasi, kemajuan dan peningkatan peran di
tengah hidup berjemaat dan bermasyarakat. Untuk
itulah maka menjadi urgen untuk disikapi dan
diberikan perhatian bersama oleh semua pihak agar
melalui hubungan relasi yang baik antara gereja
dan lembaga pendidikan formal yaitu sekolah,
dapatlah muncul Pendidikan Agama Kristen yang
mencerminkan integritas unggul, tapi santun dan
lebih berkarakter Kristus.

114
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Peran diakonia gereja dalam hal hubungannya


dengan Pendidikan Agama Kristen (PAK) di sekolah-
sekolah, dapat dilakukan dengan membentuk relasi
dalam beberapa bidang pembinaan sebagai berikut:
Pembinaan Iman Kristen—gereja disini, harus
bisa meletakkan ajaran teologia dalam mengajarkan
prinsip-prinsip iman Kristen dengan sasarannya
untuk membangun kehidupan rohani dan jasmani
manusia yang seutuhnya, yaitu sebagai dasar bagi
kehidupan sekarang dan yang akan datang. Sebagai
sarana pembinaan iman, PAK di sekolah akan
bekerja sama dengan gereja dalam mengupayakan
integritas dari iman Kristen dengan ilmu-ilmu
pengetahuan yang dipelajari, misalnya melalui
seminar-seminar dalam berbagai bidang, festifal-
festifal bernuansa Kristen, atau dalam kebangunan
rohani dan lain sebagainya, yang prinsipnya
menyoroti semua ilmu dari sudut pandang Alkitab.
Pembinaan Etika—hal yang perlu dibangun
antara sekolah dan gereja adalah soal bagaimana
menyediakan pengarahan etika Kristen yang baik.
Ini berarti bahwa dalam tindakan gereja tetap
mengatur sekolah-sekolah Kristen agar pendidiknya
mengajarkan etika Kristen dengan proporsional,
disamping mengajar integrasi yang tepat antara

115
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

iman Kristen dan ilmu pengetahuan umum. Jika


tidak dilakukan maka akan menimbulkan dampak
dan pengaruh negatif dalam masyarakat bahkan
dalam kehidupan Kristen yang bergereja dan
berjemaat dalam masyarakat plural.
Pembinaan Sosial—penting untuk di bangun
hubungan antara sekolah dan gereja ini melalui
kehidupan sosial. Tujuannya untuk mencegah
sekolah dikategorikan sebagai lembaga bisnis yang
mementingkan oknum pribadi. Bukan hanya itu
saja tapi hubungan gereja−sekolah bersama-sama
membantu masyarakat di sekitar sambil terus
memberitakan Injil Kabar Baik.
Dengan demikian, PAK di sekolah merupakan
bagian pelayanan diakonia dari gereja. Sekolah
bagi gereja harus dipahami sebagai sekolah yang di
dalamnya ada terdapat kegiatan belajar-mengajar,
kurikulum, administrasi, interaksi dan komunikasi
serta tata tertib dan disiplin. Dengan adanya
pembelajaran PAK, maka sekolah bersangkutan
diharapkan dapat mempunyai warna tersendiri
yang landasannya adalah iman Kristen.

(2) Koinonia (Bersekutu)


Secara etimologi, istilah “koinonia” berasal dari
bahasa Yunani yaitu koinon yang merupakan kata

116
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

dasar istilah koinonein, yang artinya ―bersekutu‖.


Sementara kata koinonos artinya adalah teman dan
sekutu. Sehingga koinonia artinya ―persekutuan‖.
Kemudian istilah koinonia baik itu dalam Alkitab
maupun dalam masyarakat Yunani saat itu, tidak
terbatas pada salah satu pengertian saja melainkan
mempunyai arti yang luas sesuai dengan keadaan
yang berlaku pada waktu itu dan situasi tertentu.
Dalam konteks bangsa Yunani, istilah dari koinonia
seringkali digunakan untuk bisa mengambarkan
bagaimana hubungan manusia dengan ilah-ilah.
Hubungan itu diandaikan sebagai hubungan antar
teman (koinonos). Kata koinonein artinya bergaul
akrab dengan ilah-ilah dengan tujuan mencapai
hubungan mistik yang membawa kebahagiaan luar
biasa—hebat. Itu sebabnya dalam Septuaginta
(Perjanjian Lama yang diterjemahkan dari bahasa
Ibrani ke dalam bahasa Yuniani), kata koinonia
tidak pernah mengambarkan hubungan antara
Allah dengan manusia.
Dalam Perjanjian Lama (PL), kata ‗hamba‘ yang
dalam bahasa Ibraninya adalah ebed, seringkali
menggambarkan tentang hubungan Allah dengan
manusia (disini manusia merupakan hamba Allah)
sehingga Allah sebagai Khalik, dan manusia sebagai

117
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

mahluk. Namun dalam Perjanjian Baru (PB) terjadi


perubahan, dimana melalui diri Yesus Kristus,
manusia kemudian dipersatukan kembali dengan
Allah. Sehingga dalam diri Kristus ini Allah datang
dan menemui manusia ke dalam kefanaan dunis.
Dalam dunia Perjanjian Baru (PB), kata ‗koinonia‘
juga mempunyai tiga pengertian utama, yaitu:
Pertama. Mengambil bagian bersama-sama
dengan orang lain dalam hakl melakukan sesuatu.
Seperti dalam Injil Lukas 5:10, sewaktu Yesus
menyuruh murid-murid untuk menjala ikan dan
mereka pun bisa melaksanakan perintah Tuhan itu.
Lalu mereka mendapatkan banyak ikan. Karena
banyaknya ikan, mereka semua harus mengambil
bagian di dalam menarik jala. Maka kata koinonia
berfungsi sebagai persekutuan dari para pekerja.
Dalam kitab I Korintus 10:16 dapatlah diartikan
bahwa persekutuan (koinonia) adalah mengambil
bagian dalam penderitaan dan kematian Yesus
Kristus—dalam persekutuan ―Perjamuan Kudus‖.
Kedua. Memberikan bagian kepada seseorang.
Untuk memahami pengertian kononia konteks ini,
kitab Filipi 4:15 menggunakan kata ―mengadakan
perhitungan‖—terjemahan kata koinonein—artinya
adalah ―memberi bagian‖. Rasul Paulus memberikan

118
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

jemaat di Filipi bagian dalam mengabarkan Injil,


sedangkan jemaat Filipi tanpa dimintai mereka juga
memberi Paulus bagian untuk penghidupannya.
Itulah salah satu segi persekutuan yang dimaknai
dengan terciptanya rasa saling memberi bagian
kepada sesama manusia—orang lain.
Ketiga. Koinonia sebagai persekutuan penuh
(absolut); terdapat dalam Galatia 2:9, digambarkan
bahwa Paulus dan Barnabas dengan berjabatan-
tangan sebagai tanda persekutuan diterima secara
penuh, yaitu dalam persekutuan yang dijadikan
oleh iman bersama-sama kepada Kristus. Tanda
hubungan erat kedua belah pihak menggambarkan
kondisi bahwa mereka bersekutu dalam Kristus.
Jadi koinonia (persekutuan) mempunyai dasar
dan tujuan yang berasal dari Yesus Kristus. Dasar
dan tujuan ini tidak dapat diganti dengan dasar
dan tujuan yang berasal dari dunia ini atau dasar
yang lain. Jika dasar yang sudah diletakkan oleh
Yesus Kristus diganti, persekutuan ini akan
kehilangan hakikatnya dan bukan lagi merupakan
persekutuan (koinonia) di dalam Kristus. Karena
koinonia adalah persekutuan jemaat dalam Kristus,
walaupun banyak anggota namun membentuk satu
tubuh Kristus. Di dalam koinonia, maka umat

119
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Kristen tidak hanya sekedar bersekutu, tetapi lebih


menggambarkan esensi Injil Kerajaan Allah melalui
perkataan dalam kesaksian (Marturia), tetapi juga
melalui perbuatan, serta pelayanan (Diakonia)
dimana saja, dan kapan saja umat Kristen berada.

(3) Marturia (Kesaksian-Bersaksi)


Secara etimologis, istilah marturia berasal dari
bahasa Yunani, yaitu dari kata ―marturia” yang
berarti ―kesaksian‖—kata yang sama ―marturein”
yang artinya bersaksi. Di dalam konteks Perjanjian
Baru (PB), istilah marturein merujuk pada tiga
pemahaman dasar yaitu: Pertama. Memberikan
kesaksian tentang fakta atau kebenaran (Lukas
24:48; Matius 23:31). Kedua. Memberi kesaksian
baik tentang seseorang (Lukas 4:22; Ibrani 2:4);
Ketiga. Membawa khotbah untuk pekabaran Injil
(Kisah para rasul 23:11). Disini bersaksi sebagai
istilah untuk ‗pengutusan‘ atau pekabaran Injil.
Umat Kristen yang menjalani kehidupannya
sekarang ini memang bukanlah saksi mata dari
karya penyelamatan Kristus pada masa-Nya, tetapi
lebih kepada saksi keyakinan iman di dalam
mentransformasikan prinsip-prinsip ajaran Kristus,
sehingga kehidupan manusia diwarnai keyakinan.
Artinya bahwa di dalam bentuk suatu pengajaran,

120
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

umat Kristen dapat memberi kesaksian, tetapi lebih


dari itu, bahwa kehidupan orang percaya adalah
ajaran yang hidup. Allah mengutus anak-Nya Yesus
Kristus, lalu Kristus pun mengutus murid-murid-
Nya dalam dunia (Yohanes 20:21) agar kabar
keselamatan (Injil) dapat diproklamirkan ke seluruh
penjuru dunia. Tugas ini kemudian diberikan Allah
kepada setiap orang yang percaya. Dengan
berdasarkan karunia masing-masing yang terdapat
dalam diri orang percaya, maka kabar keselamatan
itu diwujudkan dalam perkataan dan perbuatan.
Dengan demikian maka Pendidikan Agama
Kristen (PAK) harus mampu memahami tugas
panggilan gereja di dalam kehadirannya di dunia
fana ini, yakni Koinonia, Marturia dan Diakonia.
Dimana ketiganya saling behubungan satu dengan
yang lainnya--tidak dapat dipisahkan. Tugas yang
satu akan menjadi sempurna ketika berada di
dalam keterkaitannya dengan tugas lainnya, begitu
pun juga sebaliknya. Sehingga Koinonia sebagai
persekutuan yang hidup di dalam dunia, haruslah
menjalankan peran Marturia dan Diakonianya.

121
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

“Kristen bukanlah tentang doktrin atau segala sesuatu yang


dilakukan oleh orang-orang Kristen. Tetapi orang-orang dapat
disebut Kristen karena mempunyai hubungan atau relasi
dengan Yesus Kristus” (Busthan Abdy, 2023)

122
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

9
Etika Kristen

Etika Kristen merupakan cabang ilmu teologi yang


membahas tentang perilaku yang baik dari sudut
pandang Kekristenan. Apabila dilihat dari sudut
pandang hukum taurat dan Injil, maka etika
Kristen adalah segala sesuatu yang dikehendaki
Allah yang berhubungan dengan kebaikan. Etika
Kristen merupakan tindakan yang jika di ukur
secara moral, maka akan menghasilkan sesuatu
yang baik (hal baik; kebaikan). Sehingga etika
Kristen merupakan kelompok ilmu normatif yang
menguraikan ragam persoalan tentang ―kebaikan‖.
Dalam konteks iman Kristen, ukuran tentang
―apa yang baik‖ adalah segala sesuatu yang
dilakukan seseorang yang sesuai dengan kehendak
Allah. Pada titik ini etika merupakan kesadaran
penuh dalam diri seseorang untuk bisa melakukan
perbuatan baik yang dikehendaki Allah. Sehingga

123
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

tugas utama etika adalah menyelidiki, mengontrol,


mengoreksi, dan bisa mengarahkan cara-cara yang
baik, yang seharusnya dilakukan. Ukuran apa yang
baik dalam etika adalah yang sesuai tuntutan
masyarakat umum, kata hati, dan keputusan batin
untuk melakukan hal baik. Titik tolak berpikir
dalam kajian etika Kristen adalah iman kepada
Allah yang menyatakan diri-Nya dalam pribadi
Yesus Kristus, sehingga melalui etika Kristen,
terjadi tanggapan akan kasih Allah yang telah hadir
untuk menyelamatkan manusia dari kebinasaan
(bandingkan 1 Yohanes 4:19). Jadi kehidupan etis
merupakan cara hidup dalam persekutuan dengan
Tuhan—yang dalam etika Kristen, kewibawaan
Yesus Kristus sebagai pembawa kebaikan diakui
dan dijunjung tinggi.

A. Substansi Etika Kristen


Kata ―etika‖ berasal dari bahasa Yunani, yaitu
ethos, yang berarti tempat tinggal dan kebiasaan
(Lukas 22:39, Kisah Para Rasul 25:16), adat istiadat
(Kisah Para Rasul 16:20-21, I Korintus 16:33),
sifat, karakter, cara berpikir, dan cara bertindak.
Ethos juga berhubungan dengan keberadaan dan
tempat tinggal manusia. Dalam bahasa Indonesia,
istilah etika cenderung merujuk kepada sebuah

124
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

konsep untuk bisa menjelaskan apakah tindakan


seseorang itu baik atau buruk, dan norma-norma
apa yang digunakannya. Dalam menjelaskan suatu
tindakan dari seseorang (yang baik atau buruk),
maka etika adalah studi kritis moralitas manusia.
Moralitas bergantung sepenuhnya pada standar
yang dimiliki setiap manusia yang mempengaruhi
hal baik dan buruk yang akan dilakukannya. Studi
etika berasumsi bahwa dalam melibatkan diri
ditengah masyarakat, manusia sebagai makhluk
sosial harus memiliki seperangkat kebebasan moral
dan bertanggung jawab atas tindakannya dalam
mengambil keputusan etis. Hal seperti kebebasan
moral, pilihan mengambil keputusan moral, serta
tanggung jawab moral dan standar nilai dan menilai
sesuatu dalam hubungan sosial, tidak dapat
dipisahkan dari latarbelakang budaya seseorang
dan pengaruh dari lingkungan masyarakat dimana
ia berada. Dalam hal ini manusia sebagai makhluk
sosial memiliki keinginan bebas-terbatas.

(1) Pengertian Etika dan Moral


Kata moral berasal dari bahasa Latin, yaitu Mos
(jamak: Mores) yang artinya sama dengan Ethos.
Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral), sedangkan moral merupakan ajaran

125
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

tentang hal baik-buruk perbuatan dan kelakuan


seseorang. Menurut asal-usul penggunaan kata dari
kedua kata: moral dan etika, keduanya memiliki
pengertian yang hampir sama tetapi sebenarnya
berbeda dalam penggunaan katanya. Moral adalah
segala kesusilaan (kesopanan atau adat istiadat
yang baik) yang berlaku. Sedangkan etika adalah
pertimbangan kesusilaan

(2) Etika Sebagai Ilmu Normatif


Pada prinsipnya etika selalu bergerak dalam
kawasan kesusilaan yang berhubungan dengan
norma-norma kebaikan yang berlaku di kehidupan
sosial dengan ketaatan batiniah kepada norma-
norma kebaikan itu. Sehingga etika disini termasuk
dalam rumpun ilmu pengetahuan normatif. Sebagai
golongan ilmu pengetahuan normatif, etika masa
kini dibedakan atas empat jenis yaitu:
 Etika Deskriptif, untuk memberikan keterangan
tentang kesusilaan dan norma-norma dalam
bermacam-macam kebudayaan sepanjang segala
abad
 Etika Normatif, menggunakan norma-norma atau
ukuran-ukuran yang menunjuk dogma dan
mempunyai sisi etis bagaimana sepatutnya
manusia hidup atau berkelakuan.

126
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

 Etika Khusus, etika normatif bidang khusus,


disebut juga etika terapan, etika medis, etika
tekhnis dan etika ekonomi, dan sebagainya.
 Etika Kritis, nama modern untuk yang dulu
disebut etika kritis, etika filsafat atau etika
formal.

(3) Pandangan Jenis Etika Filsafat


Dalam hal ini terdapat enam jenis perbandingan
landasan etis filsafat, yaitu sebagai berikut:
Antinomianisme. Memandang segala sesuatu
terus berubah, dan kenikmatan berperan sebagai
esensi dari kebaikan. Penilaian ditangguhkan atas
masalah dan setiap pertanyaan dapat dibantah
karena tidak terdapat kebenaran mutlak (absolut)
atau kesepakatan akhir dari jawaban. Oleh sebab
itu mereka berpendapat bahwa: 1) Tidak ada
hukum moral yang ditentukan Allah; 2) Tidak ada
hukum moral yang subyektif; 3) Tidak ada hukum
moral yang abadi; 4) Tidak ada hukum yang
menentang hukum; 5) Menekankan tanggung jawab
individu; 6) Unsur emotif dalam pengambilan suatu
keputusan; 7) Menekankan hubungan pribadi.
Situasionisme. Etika situasi adalah etika
tanpa peraturan atau hukum-hukum yang benar
pada perilaku seseorang yang mencari jawaban

127
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

konkrit dan praktis. Seperti bunuh diri untuk


berkorban dan perbuatan aborsi bisa diterima.
Generalisme. Memandang perlunya norma-
norma atau aturan-aturan dalam kehidupan. Tetapi
norma-norma dapat dilanggar demi kepentingan
dan kesempatan (berbohong untuk menyelamatkan
orang lain dibenarkan). Tujuan utamanya adalah
demi kebaikan besar (bersama).
Absolutisme. Beberapa hal penting di dalam
konsep ini adalah: 1) Menekankan kebenaran moral
dan natur Allah secara mutlak tidak berubah; 2)
Menekankan peraturan; 3) Keyakinan dan
provedensia Allah yang selalu terbuka jalan keluar
menghindarkan dosa.
Absolutisme Bertentangan. Beberapa yang
penting adalah: 1) Hukum Allah mutlak; 2) Tugas
untuk melakukan yang jahat (ada dosa besar dan
dosa kecil); 3) Pengampunan tersedia; 4) Konflik-
konflik dasar tidak dapat dihindarkan karena
manusia berdosa; 5) Mengusahakan kebaikan.
Absolutisme Bertingkat. Beberapa hal penting
disini adalah: 1) Terdapat hukum moral yang lebih
tinggi; 2) Ada konflik-konflik yang tidak dapat di
elakkan; 3) Tidak ada kesalahan yang disalahkan
untuk dapat dielakkan; 4) Mengasihi Allah daripada

128
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

manusia, mentaati Allah daripada pemerintah,


belas kasihan melebihi kejujuran

B. Pandangan Etika Agama Suku


Beberapa pandangan tentang manusia dari
agama-agama yang berpengaruh, sebagai berikut.
Pandangan Tentang Manusia Menurut Agama
Suku. Bahwa dalam pandangan primitif tentang
manusia dari agama suku, tidak ada tempat bagi
kesusilaan dalam arti yang khusus. Karena itu,
tidak ada lagi tempat bagi etika secara radikal, tapi
seluruh orang dapat memilih terang dan bukan
gelap, kebaikan dan bukan kejahatan, Allah dan
bukan setan.
Pandangan Tentang Manusia Menurut Agama
Hindu. Bahwa dalam kepercayaan agama Hindu-
Brahman, kenyataan dipandang sebagai satu-
satunya pandangan tentang manusia. Agama Hindu
tidak pernah mengenal kepercayaan tentang Allah
sebagai pencipta. Karena itu tidak ada kepercayaan
terhadap penciptaan manusia menurut gambar
Allah. Agama Hindu disini tidak melihat garis batas
antara Allah dan ciptaan, sehingga tidak ada etika
dalam arti yang sesungguhnya.
Pandangan Tentang Manusia Menurut Agama
Budha. Bahwa dalam pandangan agama Budha,

129
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

ada konsep ‗Bhava‘ yang artinya bahwa segala


perkataan dan perbuatan manusia akan binasa.
Inti proses kebinasaan yang terdalam adalah Sukha
(sengsara). Orang arif (arhat) tahu, proses bhava
yang hina ini sebabnya yang terdalam ialah
keinginan atau nafsu (tanha). Keinginan atau nafsu
hidup haruslah dilenyapkan sampai keakar-
akarnya. Barulah proses kebinasaan yang tidak ada
artinya dapat berhenti. Manusia dapat disebutkan
dengan ―nama rupa‖ yang terdiri dari nama (roh)
dan rupa (tubuh). Nama rupa ini dipandang bekerja
dengan skandha-skandha (perasaan, pengertian,
kesadaran dll). Tetapi nama rupa yang disebutkan
sebagai manusia tidak mempunyai kepribadian
yaitu a-natta (tanpa jiwa, sehingga manusia bukan
suatu kenyataan yang tetap). Dalam Budha, Allah
tidak diakui sebagai pencipta. Agama Budha tidak
mengakui bahwa manusia dijadikan menurut
gambar Allah. Etika (dhamma) agama Budha
merupakan cara meluputkan diri dari segala
macam etika. Menurut doktrin Budha, setiap aspek
kehidupan manusia harus berdasarkan sangkaan.
Tidak berarti dan tidak bertujuan. Dan sejarahpun
tidak ada arti dan tujuannya.

130
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Pandangan Tentang Manusia Menurut Agama


Islam. Bahwa dalam Islam, manusia disebut abdy
(hamba). Manusia bagaikan alat yang dipergunakan
Allah. Perbuatan-perbuatan manusia ditakdirkan
oleh Allah. Siapa yang dipimpin Allah di jalan benar
maka dia yang terpimpin baik. Sebaliknya siapa
yang disesatkan oleh Allah, dialah yang akan
binasa. Dalam dogmatika ortodoks agama Islam,
tanggungjawab etis manusia memang tidak tampil
ke depan dengan sewajarnya disebabkan dua hal
mendasar yaitu: (1) Kedaulatan dari Allah hanya
dipandang sebagai kedaulatan kekuasaan-Nya; (2)
Tanggungjawab etis manusia tidak nampak dengan
sewajarnya, karena Islam menganggap hanya ada
satu hubungan antara Allah dan hasil pekerjaan-
Nya yakni hubungan antara Khalik dan makhluk.

C. Prinsip Dasar Etika Kristen


Terdapat beberapa karakteristik dan prinsip-
prinsip yang dapat membedakan konsep etika
Kristen dengan konsep etika kepercayaan lain, yaitu
sebagai berikut.
Etika Kristen adalah Kehendak Allah. Etika
Kristen merupakan salah satu bentuk sikap yang
diperintahkan oleh dan dari Allah sendiri, sehingga
kewajiban etis merupakan hal yang harus

131
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

dilakukan manusia. Kewajiban etis ini adalah


merupakan ketentuan atau perintah etis yang
diberikan Allah sesuai dengan karakter moral-Nya
di dalam pribadi Yesus Kristus. Allah menghendaki
apa yang benar dan yang sesuai dengan sifat-sifat
moral-Nya sendiri. Seperti dikatakan: ―Jadilah
kudus sebab Aku ini kudus‖ (Imamat 11:45); ―Harus
kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di
sorga adalah sempurna‖ (Injil Matius 5:48); ―Allah
tidak mungkin berdusta‖ (Ibrani 6:18); ―Allah adalah
kasih‖ (lihat I Yohanes 4:16); ―Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri‖ (Matius 22:39). Jadi
etika Kristen didasarkan pada kehendak dari Allah
dimana Allah sendiri tidak menghendaki apapun
yang bertentangan dengan karakter moral-Nya yang
tidak berubah.
Etika Kristen Bersifat Mutlak. Oleh karena
karakter moral Allah itu tidak berubah (Matius 3:6
dan Yakobus 1:17), maka kewajiban-kewajiban
moral dari natur-Nya bersifat mutlak. Maksudnya
kewajiban-kewajiban itu mengikat semua orang
dalam keadaan apa saja. Apapun yang ditemukan
dalam moral Allah yang tidak berubah, adalah juga
satu kemutlakan moral. Termasuk di dalamnya

132
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

kewajiban-kewajiban moral seperti kekudusan,


keadilan, kasih, belas kasihan, dll.
Etika Kristen Berdasar Wahyu Allah. Etika
Kristen didasarkan pada perintah-perintah Allah
atau dengan kata lain berdasarkan wahyu Allah
yang bersifat umum (Roma 1:19-20; 2:12-25) dan
khusus (Roma 2:18;3:2). Allah yang adalah Maha
Pencipta telah menyatakan diri-Nya sendiri—baik
melalui alam (Mazmur 19:1-6) dan dalam kitab suci
(Mazmur 19:7-14). Wahyu umum berisi perintah
Allah bagi semua orang, tanpa terkecuali. Wahyu
khusus untuk mendeklarasikan kehendak-Nya
pada orang percaya. Tetapi dalam kedua hal itu,
dasar dari tanggung jawab etis manusia adalah
wahyu Ilahi. Manusia yang gagal mengenal Allah
sebagai sumber kewajiban moral, maka dia tidak
akan mampu untuk membebaskan siapapun juga
dari kewajiban moralnya. Namun apabila bangsa
lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh
dorongan dirinya sendiri melakukan apa pun yang
dikehendaki hukum Taurat, walaupun dia tidak
memiliki hukum Taurat, mereka telah menjadi
hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab
dengan itu mereka menunjukkan bahwa isi hukum
Taurat tertulis dalam hati mereka (Roma 2: 14-15).

133
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Etika Kristen Bersifat Menentukan. Karena


kebenaran moral yang telah ditetapkan Allah
adalah juga kebenaran yang bermoral, maka etika
Kristen dilaksanakan dengan bertanggungjawab
dan apa adanya. Tidak ada hukum moral tanpa
pembuat undang-undang moral. Sebagaimana etika
Kristen sendiri berdasarkan pada naturnya adalah
preskriptif bukan deskriptif. Etika Kristen lebih
berhubungan dengan yang seharusnya dilakukan,
bukan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Orang
Kristen tidak akan menemukan kewajiban etis
dalam standar orang Kristen, tetapi dalam standar
bagi orang Kristen yang tertulis di Alkitab.
Etika Kristen adalah Deontologis. Sistem-
sistem etis umumnya terbagi dua kategori, yaitu: (1)
Deontologis yaitu berpusat pada kewajiban) dan (2)
Teologis yaitu berpusat tujuan. Etika Deontologis
yang berpusat pada kewajiban, adalah hal yang
sangat menentukan hasil. Peraturan adalah dasar
tindakan, peraturan itu baik tanpa menghiraukan
hasil dan hasil harus diperhitungkan berdasarkan
peraturan. Etika Teologis yang berpusat tujuan,
adalah hasil menentukan peraturan sehingga hasil
adalah dasar tindakan. Peraturan itu baik karena

134
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

hasil. Namun terkadang hasil juga bisa melanggar


peraturan.

D. Etika Perjanjian Lama (PL)


Perjanjian lama (PL) merupakan gambaran atau
buku etika yang memperlihatkan kehidupan etis
dari umat Israel sepanjang sejarah kehidupannya.
Titik tolak pelajaran etika dalam Perjanjian Lama
(PL) adalah anugerah Allah terhadap umat-Nya
Israel, dan tuntutan perintah-Nya yang terikat pada
tindakan-Nya demi keselamatan manusia sendiri.
Bentuk etika Perjanjian Lama berkisar pada
tindakan Allah dalam sejarah umat-Nya bangsa
Israel yang menuntut respon serasi (seimbang). Hal
ini menyebabkan konsep etika Perjanjian Lama
selaras dengan etika yang dinamakan etika Teonom
yang berlandaskan hubungan antara Allah dan
umat-Nya. Menurut Verne H. Fletcher (1990) bahwa
dasar-dasar etika Perjanjian Lama (PL) dapat
disoroti dari 4 (empat) sisi, yaitu sebagai berikut:
 Menanggapi perbuatan Allah, dimana bangsa
Israel harus memiliki dorongan untuk bisa
mengarah pada kelakuan etis dalam wujud
tanggapan akan tindakan-tindakan Allah dalam
sejarah kehidupan mereka.

135
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

 Mengikuti teladan Allah, maka bangsa Israel


wajib untuk memperlihatkan sifat Allah melalui
kelakuan mereka.
 Hidup dibawah pemerintahan Allah, maksudnya
kedaulatan dan kewibawaan Allah sebagai Raja
ilahi yang karenanya manusia harus tunduk
sebagai makhluk ciptaan dan hamba.
 Mentaati perintah Allah

(1) Moralitas Manusia Pertama


Etika Perjanjian Lama tidak terlepas daripada
moralitas manusia pertama. Manusia diciptakan
Allah sebagai makhluk yang istimewa, yaitu sebagai
gambar Allah yang dalam bahasa Ibrani disebut
Tselem dan dalam bahasa Latin disebut Imago Dei
(Karel Sosipater. 2010). Tidak sampai situ, manusia
yang diciptakan oleh Allah juga memiliki kesamaan
moral dengan Allah yang Maha Suci yang terjadi
waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa.
Manusia yang diciptakan Allah merupakan
makhluk moral yang diberi kemampuan memilih
apa yang akan dilakukannya: apakah mematuhi
perintah Allah atau menentangnya. Hal ini terjadi
karena manusia adalah pribadi yang bebas, yang
memiliki kehendak bebas. Namun, kehendak bebas
harus disertai dengan tanggung jawab. Pada waktu

136
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Adam dan Hawa telah diciptakan, Allah memberi


perintah kepada Adam berupa larangan memetik
dan memakan buah dari pohon pengetahuan yang
baik dan yang jahat yang berada dalam taman
Eden. Namun perintah Allah tidak dihiraukan oleh
Adam dan Hawa dan mereka mengambil keputusan
etis yaitu memetik dan memakan buah tersebut.
Dan ketika Allah mengetahui perbuatan itu, Allah
bertindak memberi sanksi kepada mereka dan
tindakan Allah ini adalah ethos Allah (ethos: sikap
dasar dalam berbuat).
Karel Sosipater (2010) menegaskan, tindakan
Allah merupakan inisiatif dari Allah sendiri yang
mencerminkan sikap kasih-Nya kepada manusia,
yang mengandung dua hal, yaitu: Pertama. Ketika
manusia pertama jatuh dalam dosa yang kemudian
telanjang dan merasa malu, dan bersembunyi
diantara pohon dalam taman, Allah mencarinya dan
terlebih dahulu menyapa mereka dengan berkata:
dimanakah engkau? (Kejadian 3:9). Kedua. Untuk
menutupi ketelanjangan manusia, Allah membuat
pakaian dari kulit binatang, lalu mengenakannya
pada kedua manusia berdosa: Adam dan istrinya
Hawa (Kejadian 3:21).

137
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Ethos yang sudah terlebih dahulu ditunjukkan


Allah mengandung pemahaman bahwa Allah mau
merendahkan diri-Nya dan memperlihatkan sikap
kasih kepada manusia berdosa. Namun sikap dan
respon manusia pada kebaikan Allah justru
semakin meningkatkan perbuatan dosanya. Hal ini
terlihat pada anak Adam yaitu Kain yang begitu
tega dan kejam membunuh adiknya Habel, hanya
karena iri terhadap soal persembahan. Tidak hanya
itu saja, ketika manusia bertambah banyak, maka
perbuatan mereka justru semakin dipenuhi
kejahatan, sampai Tuhan menyesal telah
menciptakan manusia (Kejadian 6:5-6).

(2) Etika dan Moral Abraham


Etika dan moral Abraham nampak ketika dia
dipanggil Allah dalam usia yang ke-75 tahun. Pada
saat itu Abraham bersama istrinya Sarah beserta
keponakannya Lot menuju ke tanah Kanaan
melalui Sikhem dan Betel, sekitar tahun 2091 SM
(Kejadian 12:1-5) (dalam Karel Sosipater, 2010).
Abraham yang waktu itu bernama Abram, pergi
hanya berbekal iman kepada Tuhan, dan dia sendiri
sama sekali tidak mengetahui pasti bagaimana
sebetulnya daerah Kanaan. Ketika dia sampai di
Kanaan, ternyata negeri itu sedang mengalami

138
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

bencana kelaparan dasyat dan oleh karenanya,


maka Abraham bersama dengan keluarganya pergi
ke Mesir melalui Negep. Menurut Sosipater (2010:9-
21) bahwa peristiwa yang menunjukkan Abraham
yang selalu beriman dan patuh menuruti perintah
Allah sebenarnya memperlihatkan beberapa dari
sikap iman dan moralnya, antara lain:
 Berani melangkah mentaati perintah Tuhan
untuk menuju ke negeri yang belum diketahui
keadaannya.
 Bersedia meninggalkan rumahnya dan pergi
mengembara yang penuh suka duka serta
ancaman bahaya.
 Ketika Abraham mencapai tempat yang ia tuju,
ada bencana kelaparan disana, namun Abraham
tidak meninggalkan tempat itu melainkan tetap
percaya dan setia pada Tuhan.
 Percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikan
yang terbaik dan hal itu terjadi hingga Abraham
menjadi Bapa orang beriman bagi segala bangsa.

Selain sikap iman dan moral yang ditunjukkan


Abraham, terdapat pula moral buruk yang Abraham
tunjukkan ketika dia menghadapi permasalahan
hidupnya, yaitu:

139
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

 Ketika ia berada di Mesir, dia kuatir dirinya akan


dibunuh supaya orang bisa mengambil istrinya.
 Abraham berbohong demi untuk menyelamatkan
dirinya dengan mengakui istrinya sebagai adik.
 Sikap egois dan tidak mengasihi istrinya dimana
Abraham terlihat tidak melindungi istrinya dan
membiarkan istrinya rela diambil orang.
 Abraham tidak menyerahkan perlindungannya
pada Allah, tetapi dia tenggelam pada perasaan
takut yang justru mengancam nyawanya

(3) Konsep Hukum Taurat


Istilah taurat berasal dari bahasa Ibrani yaitu
torah yang artinya ajaran. Asal kata torah ada
hubungannya dengan kata kerja hora yaitu
memimpin, mengajar, mendidik, dan sering
diterjemahkan dengan istilah ‗pengajaran‘. Istilah
torah sebagai suatu pengajaran dapatlah diartikan
sebagai hukum yang berasal dari kata yarah yang
artinya mengarahkan atau mengajar.
Kata torah ini kemudian digunakan juga untuk
menyebutkan Pentateuch (lima kitab pertama dalam
Alkitab). Hukum Taurat Musa yang tertulis dalam
kelima kitabnya, selanjutnya dapat dibagi dalam
tiga kelompok, yaitu: Pertama. Hukum Moral, yang
membicarakan peraturan-peraturan Allah bagi

140
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

bangsa Israel untuk hidup kudus, mengasihi Allah


dan mengasihi sesama yang prinsip dasarnya
tertulis dalam sepuluh perintah Tuhan (Kel 20:1-
17). Kedua. Hukum perdata atau hukum sosial,
yaitu hukum yang membicarakan serta membahas
kehidupan hukum dan sosial kemasyarakatan
bangsa Israel (Kitab Keluaran 21:1-23:33). Ketiga.
Hukum peribadatan, membicarakan bentuk dan
upacara penyembahan umat Israel kepada Tuhan,
juga mengenai sistem pesembahan korban dan
kehidupan keagamaan (Keluaran 24:12-31:18)
Para tokoh etika kemudian melihat Perjanjian
Lama (PL) dari beragam pandangan bahwa sejarah
kehidupan bangsa Israel dan kehadiran Allah tidak
dapat dipisahkan. Beberapa hal penting adalah
sebagai berikut.
 Tingkah laku bangsa Israel berada dalam
pengawasan YHWH sendiri, baik hubungannya
dengan Allah maupun dengan sesama manusia
 Allah Israel adalah penuntun dalam kehidupan
etis umat sangat bergantung pada Allah sebagai
penuntun.
 Status kehidupan umat Israel ditengah-tengah
masyarakat mempengaruhi kehidupan etika
mereka.

141
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

 Kesetiaan dan ketaatan kepada YHWH sebagai


pemberi hukum dan peraturan adalah landasan
bagi umat dalam tingkah laku etis mereka.
 Umat PL berasal dari Perjanjian Allah kepada
umat menjadi landasan dari standar moral
mereka.
 Etika PL adalah etika agama Yudaisme yang
berasal dari kebenaran Firman Allah atau
pernyataan Allah secara pribadi.
 Hukum kasih kepada Allah dan kepada sesama
dalam hukum Taurat adalah landasan etika
umat Israel.
 Hukum Taurat dan kitab para nabi adalah buku
etika yang berhubungan dengan perjanjian,
kekudusan/moral, dan kasih.
 Yesus Kristus dan para Rasul menggunakan PL
sebagai landasan pengajaran yakni memberi
pengertian yang benar mengenai etika PL dan
memberikan tafsiran yang benar mengenai etika
PL kedalam PB.

(4) Pendekatan Etis Perjanjian Lama


Pendekatan dalam mempelajari etika Perjanjian
Lama (PL) sebagai buku etis atau buku norma-
norma kehidupan dengan melihat PL sebagai:

142
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

 a book of rule, yaitu berupa prinsip-prisip


ketaatan sebagai kehidupan etis umat israel.
 a book of principles, yaitu prinsip-prisip etis yang
terkandung dalam hukum taurat.
 a patten of life, yaitu gambaran kehidupan etis
umat sebagai standar kehidupan dan standar
pengambilan keputusan. Namun banyak hal
yang aneh dan harus diteliti kembali.
 a book of character bulding, yaitu memberikan
suatu contoh karakter serta landasan dalam hal
pembentukan karakter. Dalam pemahaman
bahwa, hubungan dengan sesama dalam
masyarakat sosial akan bertambah baik, apabila
seseorang mengembangkan karakternya.

(5) Aplikasi Etis Sejarah PL dalam Kehidupan


Masa Kini
Untuk bisa mempresentasikan narasi generasi
umat yang saat itu hidup dalam sepanjang sejarah
Perjanjian Lama (PL) terkait konsep etika, serta
bagaimana mengaplikasikannya dalam konteks
kehidupan saat ini, maka dapat dilihat pada poin-
poin penting sebagai berikut
 Penciptaan kehidupan, implikasinya bahwa Allah
sebagai pemberi kehidupan, sehingga manusia
harus memelihara kehidupan ciptaan-Nya.

143
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

 Kain dan Habel, implikasinya adalah bagaimana


memelihara hubungan dengan sesama.
 Rahab adalah perempuan yang menyembunyikan
pengintai, implikasinya apakah manusia boleh
berbohong?
 Menara Babel, yaitu suatu hubungan dan kerja
sama dalam komunitas bahasa diserahkan.
Implikasinya bagaimana manusia bekerja sama
dengan sesama.
 Perjanjian Allah dengan Abraham, implikasinya
adalah bahwa tujuan dari perjanjian ini bukan
untuk pribadi, tetapi demi kepentingan banyak
orang, khususnya orang percaya.
 Sepuluh Hukum taurat, implikasinya dalam
empat hukum pertama berbicara tanggungjawab
kepada Allah, sedangkan dalam enam hukum
berikutnya berbicara soal tanggungjawab kepada
sesama.
 Pembebasan dari Mesir dan pengembaraan di
padang gurun. Kehidupan bukan milik pribadi,
sehingga hidup hanya dapat bergantung pada
pribadi saja, tetapi hidup adalah milik Allah dan
bergantung pada Allah. Implikasinya, manusia
berusaha hidup mengontrol hidupnya daripada
hidup dalam memberi kehidupan.

144
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

 Memasuki tanah kanaan, implikasinya adalah


isu-isu etis dari Pacifism atau ―A just War”
(paham damai-perdamaian)
 Pada zaman Hakim-hakim: zaman kegelapan,
implikasinya adalah isu-isu etis dan keagamaan.
 Pada zaman raja-raja, implikasinya isu-isu etis
mengenai keadilan pajak dan budak, dan contoh
kehidupan etis yang buruk dari Daud, Bertsyeba,
Uria, Ahab, Izebel dll.
 Kitab nabi-nabi kecil dalam pembuangan,
implikasinya adalah isu-isu mengenai keadilan,
belas kasihan, politik dll.
 Kitab-kitab puisi, implikasinya isu-isu moral etis,
ibadah dan pelayanan yang etis, penyebakan
yang paling benar? Dan dialog iman dalam kitab
mazmur. Mempelajari etika dari dasar PL pada
umumnya adalah: sosial etis dalam kehidupan
iman dan penyembahan kepada Allah.

E. Etika Perjanjian Baru (PB)


Perjanjian Baru (PB) adalah buku etika yang
berperan sebagai kelanjutan dari etika Perjanjian
Lama (PL) yang diajarkan oleh Yesus maupun para
Rasul. Dalam Perjanjian Baru (PB), Yesus memberi
pengertian etika Perjanjian Lama (PL), sedangkan

145
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Rasul Paulus memberikan tafsiran yang benar


mengenai etika dalam Perjanjian Lama (PL).
Etika Perjanjian Baru (PB) adalah gambaran
sebuah petunjuk sikap dan kelakuan orang-orang
Kristen. Oleh karena itu etika Perjanjian Baru
memang saling terkait dengan sikap dan kelakuan
umat Kristen yang pertama dan dengan kehidupan
mereka sehari-hari (Henk ten Napel, 1991). Dalam
mempelajari Perjanjian Baru (PB) sebagai buku
etika, terdapat beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan, yaitu sebagai berikut.
 Perjanjian Baru (PB) dikategorikan sebagai kitab
hukum untuk membimbing kehidupan manusia.
 Perjanjian Baru (PB) sebagai koleksi prinsip
moral universal.
 Perjanjian Baru (PB) menekankan keputusan etis
dimana terdapat peranan Roh Kudus. Di sini Roh
Kudus sebagai yang memimpin ke dalam etika
yang dapat diterima.
 Menekankan soal pengambilan keputusan etis
didasarkan kasih di tengah-tengah situasi yang
sedang berlangsung.
 Anugerah dalam Yesus Kristus sebagai landasan
etika Kristen.

146
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Terdapat pula makna etika dalam hubungannya


dengan anugerah Allah sebagai landasan dan
tindakan etis etika Kristen melalui hubungannya
dengan PB, yaitu:
Pertama. Etika Kristen dilandasi tindakan Allah
di dalam dan oleh anugerah-Nya. Anugerah Allah
mempengaruhi orang percaya secara etis termasuk
―social action‖ dengan kuasa Roh-Nya, sehingga
etika Kristen adalah respon orang percaya kepada
anugerah Allah yang dapat memperbaharui sikap
hidup dan menjadi ‗immitators of god‟. Kita manusia
mengasihi karena Allah lebih dulu mengasihi kita.
Kedua. Etika Kristen selalu dilandasi tindakan
sosial dari anugerah. Dalam kehidupan etis, orang
percaya mempunyai tanggungjawab sosial, seperti
yang dilakukan oleh Allah, maka demikianlah
dilaksanakan orang Kristen karena Kristus telah
berkorban bagi orang percaya, maka pengorbanan
Kristus harus mewarnai hubungan kemanusiaan
terhadap sesama dalam perbuatan.
Ketiga. Aplikasi dari kehidupan etis orang-orang
percaya, harus menciptakan komunitas etis dalam
lingkungan orang percaya maupun orang yang
tidak percaya. Namun komunitas etis orang percaya

147
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

akan membawa dampak dalam komunitas orang


yang tidak percaya.

(1) Etika Khotbah di Bukit


Disamping hal yang diuraikan di atas, terdapat
pula hal penting lainnya dalam PB, yaitu ajaran
etika Yesus Kristus, yang diantaranya terdapat
dalam Injil-injil Sinoptis (Matius, Markus, Lukas).
Salah satu ajaran tersebut adalah Khotbah di Bukit
(Matius 5-7; Lukas 6:20-49). Khotbah Yesus di
bukit, mempermasalahkan etika orang farisi yang
sangat berpegang teguh pada pelaksanaan hukum
taurat tetapi tidak mengarah kepada kegenapan
hukum taurat dan kitab para Nabi (Richard
Burridge, 2007:40). Yesus berkata: "Jika hidup
keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup
keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam
kerajaan surga" (Matius 5:20), karena Kerajaan
Allah sudah dekat kepadamu (Lukas 10:9). Ajaran
dari etika Yesus juga meminta manusia untuk
menjadi manusia yang bersifat ilahi. Kata ilahi ini
memiliki arti menjadi seorang yang lebih baik dari
yang lain. Misalnya Yesus mengajarkan: "Janganlah
melawan orang yang berbuat jahat kepadamu,
melainkan siapapun menampar pipi kananmu,

148
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

berilah juga kepadanya pipi kirimu‖; ―dan kepada


orang yang hendak mengadukan engkau karena
mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu‖
(Bernhard Kieser, 1987: 54). Dan siapa pun yang
menyuruh engkau berjalan sejauh satu mil, maka
berjalanlah bersama dia sejauh dua mil (Injil Matius
5:39-41).

(2) Yesus dan Hukum Taurat


Pada zaman Yesus di dunia, banyak orang
Farisi yang menganggap isi taurat sebagai sejumlah
tuntutan beserta larangan yang harus dipatuhi.
Semua peraturan berjumlah 613. Masing-masing
peraturan ditambah dengan sejumlah petunjuk-
petunjuk dan nasihat-nasihat yang menentukan
situasi dan waktu peraturan tersebut dilaksanakan.
Petunjuk dan nasihat yang ditambahkan berfungsi
sebagai pagar keliling taurat dan dikenal dengan
sebutan halakha (=jalan). Halakha merupakan
penjelasan taurat sekaligus juga hukum adat
berdasarkan taurat (Henk ten Napel, 1991:5-7).
Oleh karena tindakan yang dilakukan orang Farisi,
maka ada sebuah sikap etis yang dilakukan oleh
Yesus yang terdapat dalam keempat Injil. Sikap
Yesus terhadap hukum Taurat juga berhubungan
dengan pengajaran-pengajaran yang Ia lakukan.

149
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Salah satu sikap yang ditunjukkan Yesus


terdapat dalam Injil Matius 5:17, yang menegaskan:
"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang
untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para
nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya,
melainkan untuk menggenapinya". Maksud daripada
penggunaan istilah menggenapi adalah memenuhi
atau menyempurnakan (Verne Fletcher, 1990). Tapi
pertanyaannya bagaimana cara Yesus menggenapi
hukum Taurat itu?
Pertama. Yesus dalam hal ini mensyaratkan
sesuatu yang lebih mendasar daripada hukum
Taurat. Yesus dengan segenap hatiNya tunduk
kepada tuntutan-tuntutan Hukum Taurat, kerena
menurutNya tiada kehendak yang berlaku kecuali
kehendak Bapa yang dinyatakan dalam Hukum
Taurat. Dengan kata lain Yesus tidak mengartikan
kehendak Allah atas dasar hukum taurat,
melainkan hukum taurat atas dasar kehendak
Allah. Sebagai contoh Markus 2:23-28, "Pada suatu
kali, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang
gandum, dan sementara berjalan murid-murid-Nya
memetik bulir gandum. Maka kata orang-orang Farisi
kepada-Nya: "Lihat! Mengapa mereka berbuat
sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"

150
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Jawab-Nya kepada mereka: "Belum pernahkah


kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan
mereka yang mengikutinya kekurangan dan
kelaparan, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah
Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar
lalu makan roti sajian itu yang tidak boleh dimakan
kecuali oleh imam-imam dan memberinya juga
kepada pengikut-pengikut. Lalu kata Yesus kepada
mereka: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan
bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia
adalah juga Tuhan atas hari Sabat."
Kedua. Yesus Kristus bertindak dengan wibawa
terhadap hukum taurat. Sebagai contohnya dalam
hukum Taurat (Imamat 11-15) dikatakan mengenai
peraturan tentang hal yang tahir dan yang najis,
tentang makanan yang halal dan haram, tetapi
Yesus mmengatakan bahwa apa yang masuk ke
dalam tubuh seseorang tidak dapat menajiskannya
tetapi apa yang keluar dari tubuh tersebut itulah
yang menajiskannya. Yesus ingin mengatakan
bahwa semua makanan halal (Markus 7:15,19).
Seluruh pelayanan dan kehidupan dari Yesus
adalah cermin dari perbuatan yang berorientasi
pada substansi etika yang sesungguhnya. Dalam
injil Sinoptik, Dia menekankan soal pengampunan.

151
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Sementara teladan etis yang paling baik adalah


teladan dari karakter Allah. Umat Kristen harus
sama seperti Kristus dalam etika ketaatan-Nya.
Sebagaimana khotbah Yesus di bukit adalah
khotbah etika yang lebih berhubungan dengan hal-
hal sosial, budaya dan ekonomi dalam masyarakat,
maka hal ini merefleksikan etika dalam hukum
Taurat dengan pengertian benar. Prinsip etika
Yesus disini adalah prinsip ketaatan dan anugerah
karena Ia bukan yang legalistik tanpa praktis.
Yesus tidak menolak tuntutan moral dari hukum
taurat, tetapi Ia menolaknya apabila tidak mewakili
kehendak Allah. Sehingga Yesus menggenapinya.
Etika Yesus di tulis Yohanes dengan istilah etika:
kasih, kehidupan, terang, dan kebenaran. Istilah ini
digunakan dalam kitab I, II, dan III Yohanes.

(3) Etika Gereja Mula-mula


Pada masa patristik, yakni zaman yang dikenal
dengan zaman para Bapak Gereja, adalah juga
masa etika gereja mula-mula. Perkembangan etika
masa itu banyak dipengaruhi keadaan ekonomi,
dimana hak milik pribadi dan hak milik bersama
selalu diperdebatkan menjadi masalah yang cukup
besar. Oleh karena permasalahan ini, muncul
pendapat dari beberapa Bapak Gereja, seperti St

152
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Klemens dari Roma, St Ignatius dari Antiokhia, dan


St Agustinus (Philip Wogaman, 1993).
Santo Klemens dari Roma (Paus Klemens I),
biasanya disebut Paulus sebagai sahabat yang setia
dalam perjuangan pemberitaan Injil (Filipi 4:3).
Klemens dikenal juga memiliki hubungan dengan
surat Paulus kepada jemaat di Korintus. Pada saat
di Korintus, terjadi kericuhan yaitu presbiter yang
tua dipecat oleh presbiter yang muda. Klemens
menasihatkan jemaat, agar mereka selalu hidup
dalam persekutuan yang rukun, dalam kasih,
rendah hati, dan hidup suci meniru teladan
Kristus, dan teladan Paulus dan Petrus. Ia meminta
presbiter yang dipecat kembali dipulihkan lagi
kedudukannya, serta para jemaat haruslah lebih
menghormati pemimpin-pemimpinnya. Klemens
menyatakan bahwa Allah membenci kekacauan,
dan Allah sendiri menghendaki ketertiban. Dalam
pandangan teologinya, Klemens mengikuti teologi
Paulus terutama mengenai pembenaran oleh iman.
Ia mengatakan bahwa semua orang besar dan
mulia bukan karena diri mereka sendiri atau pun
oleh pekerjaan mereka, tetapi karena kehendak
Allah (F. D. Wellem, 1993: 82-83). Dalam pemikiran
Klemens tentang etika, ia menyatakan bahwa sikap

153
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

hidup jemaat mula-mula seharusnya tidak terfokus


pada materi. Ini dikatakannya untuk menentang
pengajaran kaum gnostik yang menganggap tingkat
kekayaan dapat dijadikan tolok ukur menentukan
tingkat kehidupan sosial seseorang. Permasalahan
moral tentang kepemilikan kekayaan, Klemens
tuliskan dalam sebuah tulisannya yang berjudul
Who Is The Rich Man That Shall Be Saved? Tulisan
Klemens ini mencoba untuk menyelidiki maksud
cerita orang kaya yang sulit masuk kerajaan Allah
(Markus 10:17-27). Menurut Klemens, tidak ada
masalah kekayaan, yang menjadi masalah yang
sebenarnya adalah sikap kita terhadap kekayaan
(Philip Wogaman, 1993).
Ignatius dari Antiokhia. Santo Ignatius dari
Antiokhia adalah seorang yang berasal dari Siria. Ia
dilahirkan sekitar tahun 35. Sebelum menjadi
Kristen, ia adalah seorang kafir yang diduga turut
menganiaya orang Kristen. Menurut tradisi,
Ignatius adalah Uskup yang berasal dari Antiokhia
yang merupakan murid rasul Yohanes. Dia hidup
pada masa pemerintahan kaisar Trajanus. Pada
masa itu kaisar sempat mengunjungi Antiokhia dan
mengancam orang-orang yang ada di sana untuk
mempersembahkan kurban pada dewa-dewa, dan

154
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

apabila ada yang tidak melakukan hal itu maka ia


dihukum mati. Perintah kaisar ini kemudian tidak
didengarkan Ignatius, ia tetap mempertahankan
imannya dan menolak mempersembahkan korban
pada dewa-dewa, karena ia tidak ingin menyangkal
Yesus (F. D Wellem, 1993: 82-83). Oleh karena
tindakannya ini, Ignatius dijatuhi hukuman mati
dengan di buang ke dalam Koloseum di kota Roma
untuk menjadi mangsa dari singa-singa. Menurut
Ignatius, permasalahan etika yang muncul pada
masa gereja mula-mula adalah tentang banyaknya
orang yang tidak memperhatikan hal kasih, dimana
orang kaya pada saat itu tidak memperhatikan
janda-janda, orang-orang yang di penjara, orang-
orang yang lapar, maupun orang-orang yang haus
(Philip Wogaman, 1993).
Agustinus dari Hippo. St. Agustinus dari Hippo
dikenal sebagai pelawan para penyesat-penyesat
yang sangat berani. Dalam perlawanannya dengan
Donatisme, Agustinus menguraikan pandangannya
tentang gereja dan sakramen. Dasar pemikiran etis
Agustinus yang paling khusus adalah mengenai
seksualitas dan materi. Pemikiran etis Agustinus
mengenai seksualitas diawali dengan pemahaman
etika individu dan sosialnya mengenai pertikaian

155
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

kebaikan (virtue). Menurut Agustinus, kebaikan


akan memimpin orang ke dalam hidup yang
bahagia dan kehidupan bahagia ini didapatkan oleh
tiap orang melalui cinta kasih yang sempurna dari
Allah (George Wolfgang Forell, 1979:165). Agustinus
menyatakan bahwa baik atau buruknya moral
seseorang, sangat ditentukan oleh cinta kasihnya
pada orang lain—sesamanya manusia. Sementara
permasalahan materi, Agustinus berpikir bahwa
kekayaan bukanlah hal yang salah jika kekayaan
dipergunakan untuk memuliakan Allah, maka hal
itu adalah hal yang baik. Namun apabila motivasi
manusia menyembah Allah hanya untuk kekayaan,
maka itulah yang salah (Philip Wogaman, 1993).

(4) Etika Protestan


Dalam abad pertengahan, segala sesuatu yang
berhubungan dengan etika diterangkan melalui
kumpulan-kumpulan tulisan yang disebut sebagai
kitab-kitab pengakuan dosa. Tokoh-tokoh yang
berperan saat itu adalah Luther, Calvin, Zwingli,
dan Beza. Tokoh-tokoh ini sering menulis tulisan
tentang permasalahan etika yang saat itu muncul
seperti masalah: kesusilaan, perang, etika politik,
etika jabatan, serta pengajaran iman yang terdapat
dalam hukum taurat.

156
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Salah satu tokoh dalam perkembangan etika


abad ke-20 adalah Reinhold Niebuhr. Niebuhr
memberikan sebuah ajaran etis mengenai dosa asal
atau dosa warisan yang berpendapat bahwa dosa
warisan adalah sifat universal manusia yang
cenderung memilih untuk berdosa. Ini dikarenakan
manusia itu kekurangan kebebasannya dalam
mengambil keputusan yang bermoral. Selain itu,
Karl Barth juga memberi pandangannya mengenai
etika Kristen yang menyatakan bahwa, etika Kristen
bersumber dari kasih karunia Tuhan yang
ditunjukkan melalui Yesus Kristus. Karena itu,
manusia tidak dapat menghindar dari keputusan
bebas dari kasih Allah yang meletakkan Yesus
Kristus ke dalam hubungan dengan manusia.

(5) Etika Paulus


Dalam surat-surat Paulus, nampak prinsip-
prinsip etika Kristen yang dibuatnya sebagai
penuntun kehidupan. Berikut pemaparannya.
 Dipraktekkan dengan melihat kepada kondisi
lingkungan Krsten dan non Kristen.
 Diantara komunitas gereja kristen, Rasul Paulus
menggunakan istilah ketergantungan, gontong
royong dari jemaat sebagi anggota tubuh Kristus

157
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

satu sama lain. Tujuannya untuk kepntingan


bersama secara sosial.
 Standar nilai dan ukuran etis Paulus adalah
dalam Kristus (in Chist) yang menjadi teladan
dari etika dalam keluarga dan dalam pekerjaan.
 Sikap pengambilan keputusan etis harus ada di
dalam pimpinan Roh Kudus, yang berbicara
mengenai hati nurani.
 Orang kristen tidak boleh berkompromi dengan
dunia dan tidak boleh menjadi penghalang bagi
orang kafir untuk mengenal Yesus. Tindakan
yang bijaksana harus diambil seperti mengenai
makanan dan minuman dan penggunaan-
penggunaan karunia.
 Hubungan suami-istri, tuan dan hamba, negara
dan rakyat, melibatkan prinsip spiritual dari
tubuh Kristus dan Kepala (Petrus juga memiliki
prinsip etika ini). Prinsip ini sangat mendalam
dan berhubungan dengan etika sosial dan etika
politik yang ada dalam masyarakat dan harus
diperhatikan
 Prinsip-prinsip etis kerja kemudian dinyatakan
oleh Paulus dalam mengadakan rekonsiliasi
Onesimus dan Filemon.

158
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

 Sikap etis diajarkan Paulus untuk memelihara


keindahan dalam hal penyembahan, pelayanan,
dan juga penggunaan-pengguanaan karunia
dalam jemaat. Dalam surat Korintus, Paulus
tegas dan mendetail menekankan etika
pelayanan dan ibadah mencerminkan kehidupan
orang percaya yang hidup dalam anugrah dan
displin Allah.
 Ketegasan sikap etis Paulus diwujudkan dalam
penerapan disiplin terhadap pelanggaran moral.

Pendekatan Rasul Paulus terhadap perubahan


sosial, yaitu mengadakan perubahan itu sendiri.
Pendekatan Paulus mengarah pada rekonsiliasi
atau perubahan hubungan sosial antara orang
Yahudi dan Yunani, budak dan orang merdeka,
orang bar-bar dan sakit. Paulus mengadakan
beberapa pendekatan sosial renewal, yaitu:
 Analogi yang digunakan: Tubuh Kristus
 Sakramen Baptisan: di baptis dalam satu tubuh
 Penyataan Paulus: tidak ada orang Yahudi dan
Yunani. Bar-bar dan sakit, budak atau orang
merdeka.
 Istilah Agape digunakan untuk membedakan
etika Kristen dan etika non Kristen. Nilai Agape

159
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

adalah standar nilai etis yang paling utama (I


Korintus 13)
 Etika pembebasan, yaitu gaya Paulus yang
tranformatif sebagai landasan dan pembebasan
hak, sosial renewal, dan justice suport.
 Tanggung jawab hukum dan politik yaitu dengan
mentaati hukum, membayar harga pajak dll.
 Etika moral Paulus menggunakan dua istilah,
yaitu Sarx dan pneuma, kedua hal ini merupakan
kontras antara moral dan Immoral.

F. Etika Muda-Mudi (Cinta, Pacaran, dan Sex)


Etika pergaulan dalam kehidupan muda-mudi,
adalah bagian hidup dalam bermasyarakat. Hidup
manusia dibatasi jaringan norma berupa larangan,
ketentuan, kewajiban, dan lain sebagainya, demi
keselarasan kehidupan bersama. Etika sendiri
merupakan penyelidikan filsafat tentang bidang
moral, mengenai kewajiban manusia tentang hal
yang baik dan buruk. Jadi etika muda-mudi adalah
norma-nirma kebaikan yang berlaku di dalam
pergaulan muda-mudi (wanita dan pria).
Etika dalam Alkitab selalu menitikberatkan
bukan hanya pada ekspresi lahiriah, melainkan
juga pada pikiran dalam hati, motivasi, perasaan,
imajinasi, dan lain sebagainya. Etika sendiri tidak

160
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

mempersoalkan ―apa‖ atau ―siapa‖ manusia itu,


tetapi bagaimana manusia seharusnya bertindak
atau berbuat. Sehingga etika adalah pertimbangan
tingkah laku yang bertanggungjawab terhadap
Allah dan sesama manusia, terkait bagaimana
berbuat dan bertindak menurut Firman Tuhan. Ada
beberapa prinsip dasar dalam memahami secara
lebih baik tentang etika muda-mudi, yaitu sebagai
berikut.
Mengerti Diri (Mazmur 71:2). Terkait mengerti
diri, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama,
peran orang tua yang harus bertanggungjawab
dalam pembinaan pengetahuan seksuil anak-
anak. Tugas pembinaan mencakup semua bidang
kehidupan, termasuk dalam hal seks. (Kejadian
1:28; I Timotius 3:2-4 ‗beranak cucu,‘ ‗menguasai
diri‘). Kedua, mengerti diri dan tubuhnya (Mazmur
139:13-14). Beberapa penggolongan umur antara
lain sebagai berikut:
 Umur 4-11 Tahun = masa anak banyak bertanya
dan orang tua wajib memberikan jawaban sesuai
kemampuan berpikir anak, contoh jawaban: dari
mana datangnya adik?
 Umur 12-14 Tahun = masa remaja, anak di sini
ingin tahu masalah seksuil dan ini adalah wajar

161
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

masa ini disebut masa puber. Pria mimpi basah


dan wanita dengan datangnya haid inilah masa
yang paling mudah dipengaruhi.
 Umur 15-17 Tahun = masa ketidakseimbagan
tubuh dan jiwa. Laki-laki pada tubuhnya, wanita
pada jiwanya.
 Umur 18-21 Tahun = masa pemuda-pemudi
yaitu masa untuk kemantapan mengerti diri dan
lawan jenisnya.
 Umur 22-30 Tahun = masa dewasa dan berani
mengambil resiko. Dan umur 31-mati = Masa
dewasa penuh.
Menerima Diri (Yeremia 1:5). Ada empat hal
dalam soal menerima diri. Pertama. Allah adalah
pencipta (Kejadian 1:27), dan kita perlu
berterimakasih kepada Allah untuk tubuh atau diri
kita (Mazmur 139:14) ‗kejadianku ajaib‘. Kedua.
Yesus adalah penebusku. Bagaimana jika terdapat
noda dan aib pada tubuh kita? (I Petrus 1:18) darah
Yesus sanggup dan sudah menebus kita. Ketiga.
Roh Kudus adalah pembimbingku (Galatia 4:6-7)
Roh Kudus mengangkat kita sebagai anak-anak
Allah. Keempat. Mengasihi diri sendiri artinya
menerima diri sendiri dengan merasa bangga dan
puas. Mengapa? Karena banyak pemuda pemudi

162
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

yang tidak puas dengan keberadaan dirinya sendiri


lalu menempuh jalan lain yaitu melakukan hal-hal
yang tidak berkenan kepada Allah. Maka sebagai
anak Tuhan tidak boleh melakukannya karena itu
adalah dosa.
Menguasai Diri (Titus 2:26). Terkait persoalan
menguasai diri, ada dua hal penting yang perlu
diperhatikan. Menguasai daya seksuil. Masa puber
terjadi pada umur 12-21 tahun, masa ini penuh
ketegangan. Terdapat perbedaan organ sex laki-laki
dan perempuan. Sex laki-laki itu seperti kuda liar
yang perlu dijinakkan. Sedangkan sex perempuan
itu seperti senar gitar yang perlu disetem. Terletak
pada jiwanya dan perasaannya. Menjiwai tubuh
(Mazmur 119:37a) artinya manusia bisa menguasai
tubuh, tangan, mata, lidah, mulut, telinga, dsb.
Pemahaman Sex. Dalam hal ini sex dengan
mudah bisa dijelaskan dengan dua perbandingan
berikut. Pertama. Kidung Agung 8:6: ―cinta kuat
seperti maut”. Artinya cinta itu persis dengan maut.
(cinta = maut). Bahwa cinta tidak dapat di coba-
coba lebih dahulu, sama halnya dengan kematian
atau maut: orang tidak dapat mencoba mati dengan
cara tidur nyenyak. Kedua. Seks dalam hubungan
dengan cinta sama halnya dengan terjun payung.

163
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Orang tidak akan naik bumbungan rumah dengan


perasut (payung udara), tetapi dia harus naik ke
pesawat udara, lalu dari ketinggian tertentu dia
dapat terjun. Ketinggian tertentu ini adalah suatu
perkawinan. Sementara persoalan cinta dan seks
harus dilihat dalam hubungan perkawinan (dalam
Kejadian 2:21-25), yaitu: (1) Bahwa prinsip
dasar perkawinan adalah lembaga pertama yang
dibentuk Allah; (2) Pemahaman terhadap Kejadian
2:24 ada tiga kata kunci, yaitu: meninggalkan,
bersatu dan menjadi satu daging. Lalu bagaimana
seorang yang sudah terlanjur? Yesus adalah
Juruselamat yang mengampuni kesalahan (Mazmur
103:1-3; Yeremia 31:34; Mikha 7:19).
Berpacaran. Soal berpacaran berarti menjadi
pemelihara tanaman, yaitu memelihara, memupuk
dan menjaganya. Juga menanti dengan sabar dan
memiliki iman bahwa Tuhan yang menumbuhkan
dan akan mengembangkan segala sesuatunya.
Kapankah seseorang dapat memulai berpacaran?
Mungkin persoalan umur sedikit relatif, tetapi yang
terpenting adalah mempertimbangkan kedewasaan
fisik, mental, emosi, rohani, sosial, dan ekonomi.
Jika pada waktu berpacaran merupakan persiapan
ke arah perkawinan, maka persiapan itu mencakup

164
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

persiapan fisik, persiapan mental, persiapan sosial-


ekonomi, dan persiapan rohani. Pemuda dan
pemudi yang berpacaran sebelum mengadakan
perjanjian bahwa mereka akan menikah, memang
menjadi hal yang biasa dimana-mana. Berpacaran
adalah hal wajar, tetapi berpeluk-pelukan dan
bercumbu-cumbuan, juga rangkulan-rangkulan,
ciuman-ciuman, dan memanja-manjakan yang
semuanya dilakukan di luar ikatan pernikahan,
merupakan tingkah laku yang tidak etis, apalagi di
tempat umum (orang banyak). Sebab menjadi hal
berbahaya dan tidak kudus bagi orang muda.
Beberapa pelukan cinta kasih murni diizinkan
tetapi harus ada batasan dan etika serta ketertiban.
Sebagai orang Kristen sejati harus memiliki etika
berpacaran, etika berpakaian, etika berjalan, etika
berbicara, dll, agar menghindari pacaran bebas.
Sebab pacaran bebas sebelum perkawinan,
cenderung mengarah pada perceraian sesudah
pernikahan. Pacaran bebas mengakibatkan seorang
gadis dapat kehilangan kesempatan yang baik
untuk menikah dengan kebahagiaan. Tentu saja
seorang gadis yang baik hati pasti merasa jijik jika
laki-laki melakukan sentuhan-sentuhan yang tak
wajar dan tidak sopan pada tubuhnya. Demikian

165
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

dengan laki-laki yang baik hati akan pula merasa


jijik melihat gadis-gadis yang mengizinkan dirinya
untuk disentuh-sentuh dengan sengaja.
Pedoman Berpacaran. Dalam berpacaran, ada
pedoman yang perlu diperhatikan, yaitu waktu yang
tepat, seperti: (1) bisa menggunakan waktu untuk
bertemu secara baik dan harus disiplin dalam hal
waktu; (2) hindari sikap ingin pamer. Tempat yang
tepat seperti: (a) memilih tempat mendukung
supaya tidak tergoda oleh hal-hal yang tidak
diinginkan; (b) cinta itu adalah sesuatu yang
bersifat pribadi, membutuhkan kehalusan dan
apresisasi. Pengertian yang tepat, yaitu: (a) kedua
pihak harus saling mengerti, bahwa ciuman
misalnya, pernyataan ‗terbatas‘ dari cinta dan
bersifat pribadi; (a) haruslah menyadari bahwa
berciuman merangsang dorongan seksuil dan itulah
sebabnya membutuhkan penguasaan diri kedua
pihak. Penguasaan diri secara tepat, seperti dengan:
(a) hindari keinginan ‗berduaan‘ tanpa orang lain,
karena orang yang kuat imannya sekalipun, dapat
lupa daratan; (b) penguasaan diri tidak mencegah
sesuatu yang sudah berlangsung, karena hal itu
merupakan usaha yang sia-sia, sukses dalam

166
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

penguasaan diri ketika langkah pertama berhasil


digagalkan.
Berpacaran dengan orang tepat. Masalah ini
lebih menyangkut kebijakan dalam memilih. Ujilah
pilihan dengan mengajukan pertanyaan pada diri
sendiri. Misalnya berikut:
 Apakah dia seorang yang mengasihi Tuhan dan
taat kepada firman-Nya?
 Apakah dia seorang yang mendorong untuk
bersaksi bagi Tuhan?
 Apakah dia seorang yang memberi inspirasi
untuk maju dan menambah kegairahan untuk
bekerja dan belajar?
 Dapatkah saya berpacaran dengan dia, pada hal
hati kecil saya mengakui bahwa kami tidak
mungkin hidup bersama karena alasan-alasan
tertentu?
 Dapatkah saya mampu memberikan pengaruh
positif dalam hidupnya? Begitupun sebaliknya?
 Apakah kami berdua selalu saling menghargai,
seperti layaknya penghargaan terhadap seorang
pribadi?
 Dapatkah kami berdua dapat saling ‗berbagi
pengalaman‘ untuk memperkaya kehidupan

167
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

rohani dan mengembangkan ‗berbagai potensi‘


yang dianugerahkan Allah kepada kami?
Iman dalam Berpacaran. Harus diperhatikan
kedua hal berikut. Pertama, bahwa kehidupan
Kristen adalah kehidupan berdasarkan iman (Ibrani
11:6 ; I Petrus 5:7). Kedua, dan iman berarti setia
dalam menantikan waktu Tuhan yang indah pada
waktunya (Pengkhotbah 3:11). Sebagaimana juga
kitab Mazmur 37:7 berkata ―Berdiam dirilah di
hadapan Tuhan dan nantikanlah Dia; jangan marah
karena orang yang berhasil dalam hidupnya, karena
orang yang melakukan tipu daya‖. Dalam penantian
ada beberapa hal yang perlu untuk dipahami, yaitu:
 Biarkan Tuhan menyelenggarakan hidup kita.
Hanya ada seorang yang mampu menjalankan
kehidupan Kristen yaitu Tuhan kita Yesus
Kristus. Karena itu biarkan Kristus hidup di
dalam dan melalui hidup kita.
 Sambil menanti, dapat pula menggunakan waktu
untuk pelayanan gerejani. Pikirkan orang-orang
lain yang perlu mendengarkan injil dan perlu
dibina dalam kehidupan Rohani dan kia dapat di
Pakai Tuhan, agar orang-orang lain khususnya
pemuda-pemudi mendengarkan kasih kristen,
serta mengalami kasih dan pengampunan Allah.

168
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

 Apabila waktu Tuhan tiba, kita akan bersyukur


bahwa kita telah sabar menanti waktu itu. Kita
akan puas karena pilihan kita adalah Tuhan.
Kita akan keluar sebagai pemenang terhadap
keinginan – keinginan kita

169
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Referensi

Alkitab. (1997). Alkitab, Cetakan ke-159. Jakarta:


Lembaga Alkitab Indonesia
Alkitab Sabda. (2012). Yayasan Lembaga Sabda.
Tafsiran/Catatan.http://alkitab.sabda.org/comme
ntary.php?book=20&chapter=1&verse=7/diakses
tanggal 27 Januari 2014, pada pukul 02.19 Wita
Berkhof Lois. & Til van, Cornelius,. (1990).
Foundations Of Christian Education. New
Jersey: Phillipsburg
Bernhard Kieser. (1987). Moral Dasar: Kaitan Iman
dan Perbuatan. Yogyakarta: Kanisius
Blamires Harry. (2010). The Christian Mind.
Terjemahan: Tjulianto Irwan. Surabaya:
Penerbit Momentum
Busthan, Abdy. (2014). Pendidikan Kristen yang
Membebaskan: Partisipatif Pendidikan Agama
Kristen (PAK) Sebagai Wawasan Belajar &
Pembelajaran Dalam Kristus. Kupang: Inara
Publishing
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,. (1987).
Garis-garis Besar Program Pengajaran.
Jakarta.
F. D. Wellem. (1993). Riwayat Hidup Singkat Tokoh-
tokoh Dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Farley Andrew,. (2013). The Naked Gospel; Injil Yang
Tidak Ditutup-tutupi (Edisi Terjemahan).
Diterjemahkan: Wong, Hartono, Michael.
Michigan; Light Publishing
George Wolfgang Forell. (1979). History of Christian
Ethics. Minneapolis: Augsburg Publishing
House.

170
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Groome Thomas, H,. (2010). Christian Religious


Education. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Hammond Jeff,. (2012). New Wine (Menjadi Jemaat
Serupa Kristus). Jakarta: Metanoia Publishing
Hendricks G, Howard. (1987). Teaching to Change
Lives. Colorado: Multnomah Books.
Henk ten Napel. (1991). Jalan yang Lebih Utama
Lagi: Etika Perjanjian Baru. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Homrighhausen G, G & Enklaar I, H,. (2004).
Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: Gunung
Mulia
Homrighhausen, G, G & Enklaar, I, H. (2004).
Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: Gunung
Mulia
Iris V, Cully. (1989). Dinamika Pendidikan Kristen
(Ed. Terj.) Penerbit BPK Gunung Mulia
Jakarta.
J.A.B. Jongeneel. (1980). Hukum Kemerdekaan:
Buku Pegangan Etik Kristen, Jilid 1: Bagian
Umum. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
J. Philip Wogaman. (1993). Christian Ethics: A
Historical Introduction. USA:
Westminster/John Knox Press.
J. Verkuyl. (1993). Etika Kristen: Bagian Umum.
Terjemahan Sugiarto. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Karel Sosipater. (2010). Etika Perjanjian Lama.
Jakarta:Suara Harapan Bangsa.
Kirkham Richard,. (2013). Theories of Truth: a
Critical Introduction: Teori-Teori
Kebenaran:Pengantar Kritis dan Kompherensif.
Terjemahan: Khozim, M. Bandung: Penerbit
Nusa Media

171
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Lewis C, S,. (2007). Mere Christianity. Terjemahan:


Christian, Grace, P. Bandung: Pionir Jaya
Nainggolan John, M., (2007). Menjadi Guru Agama
Kristen. Bandung: Generasi Info Media,
Norman L. Geisler. (2000). Etika Kristen. Malang:
Seminari Alkitab Asia Tenggara.
Pazmino Robert, W,. (2012). Fondasi Pendidikan
Kristen (cetakan 1). Bandung: Sekolah Tinggi
Teologi Bandung; Bekerja Sama, Jakarta: PT
BPK Gunung Mulia
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Pasal
2 Ayat 1 Tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan
Piper Jhon,. (2010). Penderitaan Yesus Kristus; The
Passion of Jesus Christ. Surabaya: Penerbit
Momentum
Price J, M,. (2011). Jesus The Teacher (Yesus Guru
Agung). Terjemahan: Karuniadi Jachin.
Bandung: Lembaga Literatur Babtis
Richard A. Burridge. (2007). Imitating Jesus: an
Inclusive approach to New Testament Ethics.
Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans.
Santoso Pranata, Magdalena,.(2009). Filsafat
Agama. Yogyakarta: Graha Ilmu
Tobias Ulrich, Cynthia., (2013). The Way They
Learn. Terjemahan:Yohanan Kwee Han Tong.
Bandung: Penerbit Pionir Jaya.
Tong Stephen,. (2011). From Faith to Faith: Dari
Iman kepada Iman. Surabaya: Penerbit
Momentum
Trull Joe, E & James, Carter, E,. (2012). Etika
Pelayan Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Towns Elmer, (2011). Inti Kekristenan: Core
Christianity: What Is Christianity All About?.
Jakarta: Nafiri Gabriel

172
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang


SISDIKNAS
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 E, Ayat 1, 2
dan Pasal 29 Ayat 2 Tentang Kebebasan
Beragama
Verne H. Fletcher. (1990). Lihatlah Sang Manusia.
Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Williams C, J, F (1976). What Is Truth?. Cambridge:
Cambridge University Press
Wirowidjojo S,. (1978). Sekolah Kristen di Indonesia.
Salatiga: Dinas Sekolah GKJ dan GKI Jawa
Tengah.
Wolterstorff Nicholas, P,. (2007). Mendidik Untuk
Kehidupan: Refleksi Mengenai Pengajaran dan
Pembelajaran Kristen. Surabaya: Penerbit
Momentum
Wommack Andrew,. (2012). Filsafat Kristen
(Christian Philosophy). Terjemahan: Siregar,
Irwan,. England: Light Publishing
Wright Norman, H. & Oliver Gary, J., (2013).
Raising Kids to Love Jesus. Yogyakarta: Gloria
Graffa

173
Pendidikan Agama Kristen (PAK)

174

Anda mungkin juga menyukai