Anda di halaman 1dari 169

LAPORAN TUGAS AKHIR

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN DESA WISATA


DI KABUPATEN JEPARA
(Dengan Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular)

Oleh :
Alvin Septian Purba
NIM. 2270.127.004

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
JAKARTA 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Jepara adalah kota kecil di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang


terkenal dengan industri mebelnya. Terdapat banyak UMKM (Usaha Mikro
Kecil dan Menengah) di Jepara yang berkaitan dengan industri mebel,
seperti pengrajin kayu, tukang ukir, dan pengrajin finishing.(BPS Kabupaten
Jepara)

Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara potensi daya tarik
wisata alam, wisata budaya, dan wisata hasil buatan manusia dalam satu
kawasan tertentu dengan didukung oleh atraksi, akomodasi, dan fasilitas
lainnya sesuai kearifan lokal masyarakat. (Perda Jateng Nomor 2 Tahun
2019)

Dengan membangun desa wisata, UMKM di daerah sekitar dapat


berkembang bersama dengan pariwisata yang ada di desa tersebut.
Pemerintah setempat dapat berperan sebagai fasilitator dalam
pengembangan desa wisata dan memberikan dukungan yang dibutuhkan
bagi pengembangan UMKM di daerah tersebut.

Desa wisata dengan konsep neo-vernakular dan fasilitas penangkaran


penyu di kota Jepara merupakan destinasi wisata yang menarik untuk
dikunjungi. Desa wisata ini menampilkan suasana pedesaan yang asri dan
tradisional dengan sentuhan modern yang nyaman.

Fasilitas utama yang menjadi daya tarik dari desa wisata ini adalah
penangkaran penyu. Pengunjung dapat melihat langsung proses
penangkaran dan pelepasan penyu ke laut yang dilakukan secara teratur.
Selain itu, pengunjung juga dapat belajar tentang kehidupan penyu dan
upaya konservasi yang dilakukan untuk melestarikan spesies tersebut.

I-1
Menurut Buku Pedoman Desa Wisata 2021, desa wisata di Kabupaten
Jepara ini direncakanan masuk kedalam kriteria Desa Wisata Maju, karena
didukung oleh sarana dan prasarana yang sudah memadai. Selain itu
masyarakat juga sudah berkemampuan untuk mengelola usaha pariwisata
dan pengembangan desa wisata sehingga nantinya berdampak pada
peningkatan ekomoni daerah. Desa wisata ini dilengkapi dengan berbagai
fasilitas pendukung lainnya, seperti akomodasi yang nyaman, restoran
dengan menu makanan khas daerah, dan berbagai aktivitas wisata lainnya,
seperti bersepeda, dan trekking.

Arsitektur bangunan-bangunan di desa wisata ini mengusung konsep


neo-vernakular yang menampilkan kesan alami dan tradisional, namun tetap
modern dan nyaman. Bangunan-bangunan ini dibangun dengan
menggunakan material-material alami seperti kayu, bambu, dan batu alam
yang memberikan kesan alami dan pedesaan.

Desa wisata dengan konsep neo-vernakular dan fasilitas penangkaran


penyu di kota Jepara sangat cocok untuk pengunjung yang ingin menikmati
suasana pedesaan yang asri namun tetap dilengkapi dengan fasilitas
modern dan berbagai aktivitas wisata yang menarik. Selain itu, pengunjung
juga dapat belajar tentang kehidupan penyu dan upaya konservasi yang
dilakukan untuk melestarikan spesies tersebut. Destinasi ini sangat cocok
untuk dikunjungi bersama keluarga atau teman-teman.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan


dapat di tuangkan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perencanaan Desa Wisata yang dapat menunjang


UMKM di daerah tersebut?
2. Bagaimanakah perencanaan Desa Wisata dengan pendekatan
arsitektur Neo-Vernakular di Kabupaten Jepara ?

I-2
1.3.Tujuan
1. Menjadikan Desa Wisata sebagai daya Tarik wisata yang dapat
menunjang UMKM di daerah tersebut dengan memberikan sarana
dan prasarana yang memadai.
2. Membuat perencanaan dan perancangan Desa Wisata dengan
pendekatan arsitektur Neo-Vernakular yang memiliki unsur budaya
khas Kabupaten Jepara.

1.4.Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan adalah :

1. Perencanaan Desa Wisata di Pantai Jepara diharapkan dapat


menambah wawasan dan pengetahuan tentang Desa Wisata
dengan pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular.
2. Penulisan ini dapat dipakai oleh pemerintah sebagai acuan dalam
upaya peningkatan pelayanan dalam sektor UMKM dan
diharapkan dapat dikelola dengan baik karena pantai di jepara
memiliki potensi yang cukup besar untuk hal tersebut.
3. Sebagai tempat Wisata dimana program dan fasilitas yang ada
pada Desa Wisata ini dapat menunjang kegiatan UMKM di daerah
sekitar.

1.5.Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup yang akan dibahas mencakup aspek-aspek


perencanaan Desa Wisata dan cara penerapan terhadap alam yang
menjadi potensi disekitar. Penyelesaian masalah dibatasi pada :

1. Subtansial

a. Pembahasan mengenai definisi Desa Wisata, UMKM, dan


perencanaan Arsitektur Neo Vernakular di Kabupaten Jepara.

I-3
b. Pembahasan mengenai tinjauan Kabupaten jepara dan Peraturan
Daerah di Kabupaten Jepara.

2. Spasial

a. Perencanaan meliputi penataan makro yang berbuhungan dengan


lokasi, pola sirkulasi, pola massa, orientasi, zoning, dan segi iklim.
b. Program ruang yang meliputi program ruang untuk mendapatkan
jenis ruang, hubungan antar ruang, pengelompokan ruang.
c. Desain bangunan yang meliputi bentuk massa bangunan, pola
sirkulasi dalam bangunan, orientasi, penentuan system struktur,
system utilitas, pemilihan bahan bangunan yang semuanya
berdasarkan bentuk site dan keadaan iklim.

1.6.Metode Pembahasan

Jenis kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data melalui:

1. Studi Observasi, dengan melakukan pengumpulan data ke lapangan


secara langsung ke objek perencanaan di jepara, untuk mengetahui
karakteristik, lingkungan sekitar, keadaan lokasi dan keunggulan
daerah sekitar tapak. Dan termasuk didalamnya peta kawasan dan
RTRW untuk menunjang fungsi – fungsi yang direncanakan dalam
mendesain Desa Wisata.
2. Studi banding, pengamatan terhadap Desa Wisata yang sudah ada
untuk mendapatkan gambaran yang obyektif secara umum sebagai
arahan dalam perancangan.
3. Studi literature
a. Studi literature dengan mengumpulkan sumber data berupa buku,
literature , serta data dari internet yang membahas tertulis tentang
data arsitektur, fasilitas, dan standar yang dibutuhkan dalam
merancang sebuah Desa Wisata.
4. Analisis, dengan mengurai dan mengkaji hasil data-data yang
didapatkan, kemudian dibandingkan dengan studi literatur. Setelah itu

I-4
diambil prinsip-prinsip, persyaratan bangunan, standar-standar dan
kesimpulan.

1.7.Sistematika Penulisan & Kerangka Berpikir

Sistematika penulisan dalam penyusunan Perencanaan Desa Wisata


di Kota Jepara adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan,


manfaat penulisan, ruang lingkup pembahasan, metode pembahasan,
sistematika penulisan dan kerangka berpikir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tinjauan atau kajian pustaka yang berupa tinjauan
literature yang berisi pengertian, tinjauan UMKM, tinjauan Arsitektur
Neo-Vernakular, tinjauan Desa Wisata dan tinjauan studi banding.

BAB III TINJAUAN KHUSUS

Bab ini membahas tentang gambaran umum pemilihan tapak berupa


data fisik dan non fisik, potensi dan kebijakan tata ruang pemilihan tapak,
gambaran khusus berupa data tentang batas wilayah dan karakteristik tapak
terpilih.

BAB IV PEMBAHASAN

Bab ini berisi pemaparan mengenai pendekatan konsep Desa Wisata


berupa analisis pelaku, kegiatan, besaran ruang, utilitas, analisis struktur dan
konstruksi, serta analisis perencanaan yang terkait dengan pendekatan
desain yang digunakan.

BAB V KONSEP PERENCANAAN

Bab ini berisi tentang konsep detail secara keseluruhan dari


perencanaan Desa Wisata yang ditarik berdasarkan analisis yang telah
dilakukan.

I-5
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan hasil dari pembahasan


yang menyatakan hasil perbandingan atau kajian terhadap studi kasus
dikaitkan dengan teori-teori yang digunakan dan saran yang memberikan
usulan terhadap perencanaan Desa Wisata di Kota Jepara.

I-6
KERANGKA BERPIKIR

Fenomena Aktualita Problematika Urgensi Originalitas

Dalam rangka a. Potensi wisata alam 1. Bagaimanakah Belum banyaknya desa 1. Menjadikan Desa
mewujudkan dampak di Jepara. perencanaan Desa wisata di Kabupaten Wisata sebagai
ekonomi pada skala b. Didukung oleh Wisata yang dapat Jepara. Maka penting daya Tarik wisata
desa yang pemerintah melalui mewadahi UMKM di adanya sebuah fasilitas yang dapat
terkait dengan sektor Perda Jateng No. 2 daerah tersebut? baru untuk mewadahi meningkatkan
pariwisata, Pemerintah Tahun 2019 2. Bagaimanakah kegiatan wisatawan UMKM di daerah
Provinsi Jawa Tengah Tentang perencanaan Desa yaitu dengan tersebut.
memandang perlu untuk Pemberdayaan Wisata dengan dibangunnya Desa 2. Membuat
memberdayakan Desa Wisata Di pendekatan Wisata di Kabupaten perencanaan dan
seluruh potensi wisata Provinsi Jateng. arsitektur Jepara. Dengan perancangan Desa
di Desa c. Belum banyaknya Neo-Vernakular di hadirnya desa wisata Wisata dengan
dengan membentuk dan fasilitas yang Kabupaten Jepara? juga dapat pendekatan
mengembangkan Desa mewadahi untuk meningkatkan UMKM di arsitektur
Wisata. (Perda Jateng kegiatan UMKM di daerah sekitar dan Neo-Vernakular
No. 2 Tahun 2019) Jepara. mengenalkan budaya yang memiliki unsur
d. Belum banyak Desa Jepara kepada budaya khas

I-7
Wisata di sekitar wisatawan. Kabupaten Jepara.
Kab. Jepara.

Tinjauan Pustaka Bencmark/Studi Pembahasan


Tinjauan Khusus Konsep Perencanaan
Banding
1. Tinjauan tentang Membandingkan 1. Tinjauan tentang 1. Data Site terpilih Konsep dasar, tata
Desa Wisata dengan Desa Wisata Kabupaten Jepara. 2. Analisis fungsional ruang, dan program
2. Usaha Mikro Kecil lain yang sudah ada, 2. Kebijakan dan 3. Analisis spasial perencanaan Desa
Menengah yang memiliki fungsi Rencana 4. Analisis Wisata dengan
3. Perencanaan Desa serupa. Yaitu : Pengembangan kontekstual pendekatan Arsitektur
Wisata dengan a. Ekowisata dari hasil 5. Analisis arsitektural Neo-Vernakular di
pendekatan Kampung Blekok di pengamatan dan 6. Analisis struktur Kabupaten Jepara.
Neo-Vernakular Situbondo RTRW Kabupaten 7. Analisis utilitas
b. Desa Wisata Jepara.
Ponggok di Klaten 3. Penentuan lokasi
c. Desa Wisata Pulau tapak yang akan
Kelapa di dijadikan lokasi
Kepulauan Seribu perencanaan Desa
Wisata.
I-8
I-9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Desa Wisata

2.1.1. Pengertian Desa Wisata

Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara potensi


daya tarik wisata alam, wisata budaya, dan wisata hasil buatan
manusia dalam satu kawasan tertentu dengan didukung oleh
atraksi, akomodasi, dan fasilitas lainnya sesuai kearifan lokal
masyarakat. (Perda Jateng No. 2 Tahun 2019)

Desa memiliki potensi sebagai destinasi wisata yang


berbasis komunitas dan berlandaskan pada kearifan lokal
kultural masyarakatnya dan juga dapat sebagai pemicu
peningkatan ekonomi yang berprinsip gotong royong dan
berkelanjutan. (Pedoman Desa Wisata, 2021)

Hal ini sesuai dengan konsep membangun dari pinggiran


atau dari desa untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia
dengan menggali potensi lokal dan pemberdayaan
masyarakatnya yang dicanangkan oleh Pemerintah sebagai
program prioritas UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang
menjelaskan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak
tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita
kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah tingkat desa
memiliki otonomi sendiri untuk mengelola sumber daya dan arah
pembangunannya.

Desa wisata adalah kawasan yang memiliki potensi dan


keunikan daya tarik wisata yang khas yaitu merasakan

II-1
pengalaman keunikan kehidupan dan tradisi masyarakat di
perdesaan dengan segala potensinya. Desa wisata dapat dilihat
berdasarkan kriteria:

a. Memiliki potensi daya tarik wisata (Daya tarik wisata alam,


budaya, dan buatan/karya kreatif);

b. Memiliki komunitas masyarakat;

c. Memiliki potensi sumber daya manusia lokal yang dapat


terlibat dalam aktivitas pengembangan desa wisata;

d. Memiliki kelembagaan pengelolaan;

e. Memiliki peluang dan dukungan ketersediaan fasilitas dan


sarana prasarana dasar untuk mendukung kegiatan wisata;
dan

f. Memiliki potensi dan peluang pengembangan pasar


wisatawan.

2.1.2. Klasifikasi Desa Wisata

Menurut Perda Jateng No. 53 Tahun 2019, Pengembangan


Desa Wisata dapat dijabarkan dalam 3 kategori, yaitu Rintisan,
Berkembang, dan Maju. Penentuan klasifikasi Desa Wisata
(atau sebutan lainnya) dapat dilakukan selambat-lambatnya 2
(dua) tahun oleh Perangkat Desa yang membidangi pariwisata
bersama dengan OPD yang membidangi pemberdayaan
pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat Desa. Ketentuan
lebih lanjut untuk tata cara perhitungan dan evaluasi dalam
penentuan klasifikasi desa wisata di Indonesia akan diatur
secara terpisah dalam petunjuk teknis penentuan klasifikasi
Desa Wisata.

II-2
1. Rintisan

Desa Wisata Rintisan adalah Desa Wisata yang


berpotensi dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata
dengan sarana, prasarana dan fasilitas wisata yang terbatas,
serta kesadaran masyarakat terhadap potensi wisata mulai
tumbuh, mulai dikunjungi wisatawan dan sudah ada
pengelolanya.

2. Berkembang

Desa Wisata Berkembang adalah Desa Wisata yang


mengintregasikan berbagai potensi alam, budaya dan hasil
buatan menjadi destinasi wisata, sudah mulai dikenal dan
dikunjungi wisatawan dengan sarana dan prasarana yang
perlu dikembangkan serta telah menciptakan aktifitas
ekonomi masyarakat setempat dan memiliki tatakelola
lembaga yang baik.

3. Maju

Desa Wisata Maju adalah Desa Wisata yang sudah


menjadi destinasi wisata yang dikenal dan banyak
dikunjungi masyarakat dengan sarana, prasarana dan
fasilitas pariwisata memadai dan mampu melakukan
aktifitas pengembangan kapasitas (SDM, Usaha Priwisata,
Kelembagaan, Produk)

2.2. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Untuk membahas tentang Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)


akan dijelaskan tentang definisi UMKM, prinsip dan tujuan
pemberdayaan UMKM, dan kriteria UMKM.

2.2.1. Pengertian Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

II-3
Definisi UMKM menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan
Menengah, pasal 1 ayat 1, 2 dan 3 adalah sebagai berikut:

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan


dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri


sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau
usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang


berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau
usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.

2.2.2. Prinsip dan Tujuan Pemberdayaan UMKM

Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah


sesuai Undang-Undang RI tentang UMKM ini adalah:

a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan


Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan
prakarsa sendiri;

b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan


berkeadilan;

II-4
c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan
berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah;

d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;


dan

e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan


pengendalian secara terpadu.

Sedangkan tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan


Menengah adalah:

a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,


berkembang, dan berkeadilan;

b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha


Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan
mandiri; dan

c. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam


pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja,
pemerataan pendapatan, partumbuhan ekonomi, dan
pengentasan rakyat dari kemiskinan.

2.2.3. Kriteria UMKM

Untuk menetapkan kriteria UMKM termasuk dalam usaha


mikro, kecil maupun menengah dilihat dari kekayaan bersih
maupun besarnya penjualan tahunan dari usaha tersebut. Adapun
kriterianya adalah sebagai berikut:

a. Usaha Mikro adalah sebagai berikut: 1). memiliki kekayaan


bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2).

II-5
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

b. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: 1). memiliki


kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau 2). Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

c. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: 1).


Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000, 00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau 2). memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar
rupiah).

2.2.4. Kesadaran Masyarakat

Kesadaran adalah tingkat psikologis seseorang dalam


mengenali, memahami serta menyikapi peristiwa-peristiwa yang
terjadi, baik peristiwa di lingkungannya maupun peristiwa yang
terjadi di dalam dirinya. Seperti definisi Solso (2009:114)
mengenai kesadaran, “kesiagaan (awareness) seseorang
terhadap peristiwa-peristiwa di lingkungannya (seperti
pemandangan dan suara-suara dari lingkungan sekitarnya) serta
peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi memori, pikiran,
perasaan dan sensasisensasi fisik.” Setiap manusia memiliki
tingkat kesadaran berbeda-beda, tingkat kesadaran bisa timbul
secara naluriah maupun karena pengaruh dari luar diri.

II-6
2.3. Arsitektur Neo-Vernakular

2.3.1. Latar Belakang Munculnya Arsitektur Neo-Vernakular

Istilah arsitektur Vernakular yang berkembang di dunia


konstruksi pada dasarnya merupakan pengembangan dari
arsitektur Tradisional yang terbentuk oleh tradisi turun-temurun,
tanpa adanya pengaruh dari luar.

Vernakular memiliki pengertian sebagai bahasa setempat.


Pada lingkup Arsitektur, Vernakular digunakan sebagai istilah
untuk mendefinisikan bentuk-bentuk yang menerapkan
unsur-unsur budaya setempat maupun lingkungan sekitar
termasuk iklim yang diungkapkan dalam bentuk arsitektural baik
fisik maupun non fisik (zonasi, blockplan, struktur, detail, ornamen
dan lain-lain) (Sumalyo, 2005).

Seiring berkembangnya teknologi dalam dunia konstruksi


pada era arsitektur Modern, karya arsitektural pun mulai
mengedepankan nilai fungsional dari sebuah bangunan dan tidak
lagi menggunakan unsur-unsur budaya setempat seperti pada
arsitektur Vernakular. Namun arsitektur Modern justru
menghasilkan karya arsitektural yang monoton dan tidak memiliki
karakter yang mampu membedakan bangunan yang satu dengan
yang lainnya, seperti misalnya bentuk-bentuk Kubisme dan
International style yang cenderung kotak-kotak. Kondisi ini
kemudian menyebabkan timbulnya suatu sikap dalam bentuk
protes dari para arsitek, sehingga muncul paham baru yaitu
arsitektur Post-Modern.

Menurut Charles Jenks, terdapat beberapa penyebab yang


mendasari munculnya era Post Modern diantaranya,
perkembangan teknologi dan komunikasi yang menyebabkan
kehidupan ikut berkembang dari terbatas menjadi tidak terbatas.

II-7
Namun pada era ini, perkembangan tersebut tetap diikuti oleh
kecenderungan manusia untuk menoleh kebelakang, sehingga
terdapat nilai-nilai tradisional atau daerah setempat di dalamnya.

Dalam perkembangan arsitektur Post-Modern (pertengahan


tahun 1960-an), terdapat 6 (enam) aliran yang muncul diantaranya,
Historiscism, Contextualism, Straight Revivalism, Methapor,
Neo-Vernacular, dan Post Modern Space (Jencks, 1984).
Terdapat suatu bentuk yang mengacu pada istilah “bahasa
setempat” dengan mengambil elemen-elemen arsitektur yang
sudah ada ke dalam bentuk baru yang lebih modern disebut Neo-
Vernacular.

Neo-Vernacular adalah suatu penerapan elemen arsitektur


yang telah ada, baik fisik (bentuk, konstruksi) maupun non fisik
(konsep, filosofi, tata ruang) dengan tujuan melestarikan
unsur-unsur lokal yang telah terbentuk secara empiris oleh sebuah
tradisi yang kemudian sedikit atau banyaknya mengalami
pembaruan menuju suatu karya yang lebih modern atau maju
tanpa mengesampingkan nilai-nilai tradisi setempat (Tjok Pradnya
Putra, 2014)

Berdasarkan definisi tersebut, terdapat beberapa kriteria yang


mempengaruhi arsitektur Neo-Vernacular, diantaranya :

1. Penerapan unsur budaya dan lingkungan setempat pada


elemen fisik bangunan (zonasi, blockplan, detail, struktur, dan
ornamen).

2. Penerapan elemen non-fisik seperti budaya pola pikir,


kepercayaan, dan tata letak yang mengacu pada makro kosmos.
Elemen non-fisik ini biasanya diimplementasikan ke dalam konsep
perancangan.

3. Prinsip-prinsip bangunan Vernakular tidak diterapkan


secara murni, melainkan mengalami pengaruh perkembangan

II-8
teknologi yang menghasilkan karya baru dengan mengutamakan
penampilan visualnya.

2.3.2. Kriteria Arsitektur Neo-Vernakular

Menurut Charles Jenks, terdapat beberapa kriteria Arsitektur


Neo- Vernakular sebagai berikut :

1. Menggunakan atap bubungan, atap memiliki


tritisan yang memanjang ke arah permukaan tanah yang
menutupi dinding, sehingga diibaratkan sebagai elemen pelindung
dan penyambut.

2. Penggunaan batu bata.

3. Menggunakan bentuk-bentuk tradisional yang ramah


lingkungan dengan proporsi yang lebih vertikal.

4. Kesatuan antara interior dengan ruang luar yang ada


disekitarnya.

5. Warna-warna yang kuat dan kontras.

2.3.3. Prinsip-Prinsip Perancangan Arsitektur Neo-Vernakular

Arsitektur Neo-Vernakular memiliki beberapa


prinsip-prinsip perancangan sebagai berikut :

1. Hubungan Langsung, hubungan dengan arsitektur setempat


yang disesuaikan dengan nilai-nilai atau fungsi dari bangunan
sekarang.

2. Hubungan Abstrak, meliputi interprestasi ke dalam bentuk


bangunan yang dapat dipakai melalui analisa tradisi budaya dan
peninggalan arsitektur.

3. Hubungan Lansekap, merupakan hubungan dengan


lingkungan sekitar seperti kondisi fisik termasuk topografi dan
iklim.

II-9
4. Hubungan Kontemporer, meliputi pemilihan penggunaan
teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pada masa sekarang.

5. Hubungan Masa Depan, merupakan perancangan yang


memiliki keberlanjutan atau bersifat sustainable dalam
mengantisipasi kondisi yang akan datang.

Table 3.1 Perbandingan Arsitektur Tradisional, Vernacular, dan


Neo-Vernacular

No Perbandingan Tradisional Vernakular Neo-Vernakular


.

1. Ideologi Terbentuk Terbentuk Penerapan


oleh tradisi oleh tradisi elemen arsitektur
yang turun-temurun yang sudah ada
diwariskan tetapi Terdapat dan kemudian
secara pengaruh dari sedikit atau
turun-temuru luar baik fisik banyaknya
n maupun non- mengalami
berdasarkan fisik, bentuk pembaruan
budaya dan perkembangan menuju suatu
kondisi arsitektur karya yang
daerah. tradisional. modern.

2. Prinsip Tertutup Berkembang Arsitektur yang


dari setiap waktu bertujuan untuk
perubahan untuk melestarikan
zaman, merefleksikan unsur-unsur lokal
terpaut pada lingkungan, yang telah
satu kultur budaya dan terbentuk secara
kedaerahan, sejarah dari empiris oleh
dan daerah asal tradisi dan
mempunyai arsitektur mengembangkann
peraturan tersebut berada. ya menjadi suatu

II-10
maupun Transformasi Langgam yang
norma-norma dari situasi kultur modern.
keagamaan homogen Merupakan
yang kental. ke situasi yang pengembangan
lebih heterogen. dari arsitektur
Vernacular.

3. Ide Desain Lebih Ornamen Bentuk desain


mementingka sebagai lebih modern.
n fasade atau pelengkap, tidak
bentuk, meninggalkan
ornamen nilai-nilai
sebagai setempat tetapi
suatu dapat melayani
keharusan. aktifitas
masyarakat di
dalamnya.

(Sumber : Sony Susanto, Joko Triyono, Yulianto Sumalyo, 2005)

2.3.4. Metode Eksplorasi untuk Pembaharuan dalam Arsitektur Neo-


Vernakular

Menurut Deddy Erdiono dalam Jurnal Sabuah Vol.3,


No.3:32-39, 2011 berjudul Arsitektur ‘Modern’ (Neo) Vernacular di
Indonesia, menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) pendekatan
yang harus diperhatikan terkait dengan bentuk dan makna dalam
merancang bangunan yang mengambil elemen-elemen fisik
maupun non-fisik dari bangunan tradisional dalam konteks modern
atau ke-kini-an, sebagai berikut :

1. Bentuk dan maknanya tetap.

2. Bentuk tetap dengan makna baru.

3. Bentuk baru dengan makna tetap.

II-11
4. Bentuk dan maknanya baru.

Pendekatan pada point nomor 3 (tiga), arsitektur


Neo-Vernacular dapat menghadirkan bentuk baru dalam
pengertian unsur-unsur lama mengalami pembaharuan. Hal ini
dapat disebabkan oleh penyesuaian terhadap kebutuhan pada
masa kini maupun keinginan untuk melakukan transformasi bentuk
pada bentuk lama, namun tidak lepas sama sekali dengan makna
maupun unsur-unsur sebelumnya, sehingga tidak terjadi kejutan
budaya (culture shock).

2.4. Studi Banding (Benchmark)

2.4.1. Ekowisata Kampung Blekok di Situbondo

Gambar 2.2 Ekowisata Kampung Blekok

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Kampung Blekok dengan Branding Wisata "Harmony of Life"


merupakan salah satu wisata baru yang ada di Kabupaten serta
dikembangkan menjadi ekowisata dalam rangka konservasi
keanekaragaman hayati dan meningkatkan kepedulian
masyarakat akan alam.

Letaknya di Dusun Pesisir, Desa Klatakan, Kecamatan Kendit,


Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Suasana nyaman kental

II-12
terasa, begitu kita menginjakkan kaki di kampung yang berjarak 10
kilometer dengan waktu tempuh 15 menit dari Kota Situbondo.
Tidak hanya laut yang indah, hijaunya mangrove yang merupakan
habitat beragam burung air membuat kita betah selama mungkin
di daya tarik wisata ini.

Disebut Kampung Blekok dikarenakan banyak sekali species


burung air yang terdapat di kawasan ekowisata ini antara lain
blekok sawah [Ardeola speciosa], kuntul kecil [Egretta garzetta],
kuntul kerbau [Bubulcus ibis], kowak-malam abu [Nycticorax
nycticorax], cangak abu [Ardea cinerea], cangak merah [Ardea
purpurea], dan kokokan laut [Butorides striatus].

Kampung blekok merupakan kawasan wisata berbasis


konservasi mangrove dan burung air. Terletak di kawasan pesisir
dengan jumlah KK sebanyak 260. Kawasan ini didominasi oleh
hutan mangrove sebesar 60%. Daya tarik utama dari kawasan
wisata ini adalah para wisatawan dapat berinteraksi langsung
dengan tanaman mangrove dan burung air. Interaksi dengan
tanaman mangrove dapat dilakukan mulai dari pembibitan,
penanaman hingga perawatan, lalu untuk interaksi dengan burung
wisatawan dapat melakukan pengamatan, dan pemotretan.

1. Perkampungan Handycraft

Gambar 2.3 Perkampungan Handycraft

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

II-13
Merupakan penghasil kerajinan tangan meliputi kerajinan
kayu dan kerajinan kerang di area wisata kampung Blekok.
Para pengunjung dapat melihat kerajinan baik dari kayu
bintaos, kerang maupun botol plastik bekas yang merupakan
hasil kreasi dari masyarakat setempat.

2. Taman

Gambar 2.4 Taman Kampung Blekok

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Terdapat taman dengan fasilitas gratis wifi yang dapat


digunakan sebagai tempat bermain dan beraktivitas lainnya,
terdapat juga gazebo, tempat bermain anak, toilet umum, dan
mushola pada area taman ini.

3. Penangkaran Burung Blekok

Gambar 2.5 Penangkaran Burung Blekok

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

II-14
Merupakan tempat untuk merawat burung blekok yang
sakit atau terjatuh dari pohon, hingga bis a dilepas lagi ke
alam liar.

4. Teras BRI Nusantara

Gambar 2.6 Teras BRI Nusantara

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Menyediakan berbagai macam kuliner makanan dan


minuman yang bisa dinikmati dengan suasana alam kampung
blekok.

5. Konservasi Mangrove

Gambar 2.7 Konservasi Mangrove

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Wisatawan akan dikenalkan dengan jenis-jenis serta


karkterisitik mangrove yang terdapat di kampung blekok.
Dalam kegiatan ini, wisatawan juga mendapatkan edukais

II-15
mengenai bagaimana proses penanaman mangrove secara
langsung.

6. Program Edukasi

Gambar 2.8 Program Edukasi

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Pada setiap program edukasi, peserta nantinya akan


mendapatkan :

a. Edukasi kerajinan: pada program ini, wisatawan akan


diperkenalkan dengan salah satu hasil kerajinan tangan
berbahan dasar kayu bintaos atau kerang. Tidak cukup
sampai disini, nantinya peserta juga dapat mengetahui mulai
dari proses pembuatan, perawatan serta dapat berkreasi
menggunakan kayu bintaos yang telah disediakan.

b. Edukasi mangrove dan burung air : para wisatawan akan


mendapatkan edukasi mengenai ekosistem mangrove dan
burung air seperti karakteristik, spesies, hingga habitat setiap
spesies melalui pemutaran video, games mangrove, dan
proses penanaman mangrove.

c. Edukasi Botani : wisatawan akan diperkenalkan dengan


berbagai macam jenis sayuran yang terdapat di sepanjang

II-16
jalan menuju kawasan wisata kampung blekok disertai dengan
penjelasan mengenai jenis dan manfaat. Nantinya, para
engunjung juga akan mendapatkan edukasi mengenai cara
pembibitan, penanaman hingga perawatan sayuran.

d. Edukasi hot bottle dan ecobricks : Pengunjung


mendapatkan edukasi mengenai pemanfaatan limbah botol
plastik yang meliputi proses Reuse, Reduce dan Recycle.
Para wisawatan juga dapat meningkatkan kreativitas dengan
memanfaatkan limbah plastik menjadi kerajinan tangan yang
dapat dibawa pulang.

7. Pemandangan Sunset

Gambar 2.9 Pemandangan Sunset

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Pengunjung akan disuguhkan dengan indahnya


pemandangan matahari terbenam di area kampung wisata
blekok serta dengan coffeshop, sehingga para pengunjung
dapat menikmati nikmatnya minuman dingin maupun hangat.

II-17
8. Wisata Perahu

Gambar 2.10 Wisata Perahu

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Pengunjung dapat explore lebih jauh kawasan wisata


kampung blekok menggunakan perahu didampingi dengan
tourguide yang akan menjelaskan serta menunjukkan
keanekaragaman flora dan fauna yang terdapat di area
kawasan wisata. Pengunjung dapat memancing ikan dengan
menggunakan perahu, jenis ikan yang banyak terdapat di
kawasan wisata adalah ikan kakap.

2.4.2. Desa Wisata Ponggok di Klaten

Desa Ponggok adalah desa wisata yang berada di Kecamatan


Polanharjo Kabupaten Klaten yang memiliki potensi alam berupa
sumber mata air jernih, segar dan melimpah dengan Umbul
Ponggok sebagai objek wisata andalan. Desa Ponggok memiliki
beberapa objek wisata, antara lain Umbul Ponggok, Umbul Besuki,
Umbul Sigedhang, dan Waduk Galau. Selain itu, Desa Ponggok
juga menawarkan wisata edukasi terkait tata kelola desa dan
BUMDes, pengelolaan wisata, budidaya perikanan, budidaya
maggot, ketahanan pangan, pertanian, pengelolaan sampah, dan
UMKM.

II-18
Desa Ponggok memiliki beberapa fasilitas dan atraksi wisata
untuk daya tarik pengunjung yang ingin datang ke desa ini,
diantaranya :

1. Umbul Ponggok

Gambar 2.11 Umbul Ponggok

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Umbul Ponggok merupakan objek wisata unggulan di


Desa Ponggok. Pengunjung dapat menikmati kesegaran air
Umbul Ponggok dengan berbagai aktivitas bawah air seperti
berenang bersama ikan, foto di dalam air menggunakan
bermacam properti seperti laptop, TV, sepeda dan sepeda
motor. Pengunjung juga dapat melakukan walking, snorkeling
dan diving di air tawar.

a. Berenang bersama ikan. Pengunjung dapat menikmati


kesegaran sumber mata air Umbul Ponggok dengan berenang
bersama ikan.

b. Foto Underwater. Pengunjung dapat mengabadikan


momen berpose di bawah air menggunakan laptop, TV,
sepeda dan sepeda motor.

c. Walking. Pengunjung dapat merasakan sensasi berjalan di


dasar kolam dengan helm khusus walker seperti Sandy dalam
kartun Spongebob.

II-19
d. Snorkeling and Diving. Pengunjung dapat merasakan
serunya snorkeling dan diving di dalam air tawar.

2. Umbul Besuki

Gambar 2.12 Umbul Besuki

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Umbul Besuki merupakan salah satu objek wisata air di


Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten
yang mengusung konsep wisata alam. Kawasan Umbul
Besuki dikelilingi pepohonan yang rindang sehingga membuat
suasana menjadi sejuk dan asri.

Di Umbul Besuki, pengunjung dapat melakukan berbagai


aktivitas berikut:

a. Berenang. Umbul Besuki memiliki enam kolam untuk


berenang, dua diantaranya adalah kolam anak. Seluruh kolam
yang ada, terisi oleh air yang bersumber dari mata air Umbul
Besuki. Jangan khawatir, pengunjung dapat menyewa
pelampung dan ban yang disediakan oleh pengelola.

b. Family Gathering. Umbul Besuki juga menyediakan banyak


space untuk pengunjung yang ingin datang berwisata
bersama keluarga. Sambil menjaga anak anak berenang,
pengunjung dapat menikmati suasana sejuknya Umbul Besuki

II-20
dengan keluarga sambil menikmati kuliner khas Umbul Besuki
yang pastinya ramah kantong.

c. Piknik/Tamasya/Family Gathering/Reuni/Pengajian/dll.
Bagi pengunjung yang memiliki rencana mengadakan
pertemuan dan berbagai acara lainnya, pengunjung dapat
menyewa Joglo Sasono Rinenggo yang berada di atas area
Umbul Besuki, yang dikelilingi oleh hutan jati. Suasana sejuk
dan asri membuat acara semakin menyenangkan.

d. Outbound dan Camping. Pengunjung yang memiliki


rencana untuk Camping dan Outbound, Umbul Besuki menjadi
salah satu pilihan tepat. Memiliki area yang cukup luas dengan
berbagai fasilitas yang ada, akan mempermudah
terlaksananya agenda.

3. Umbul Sigedhang

Gambar 2.13 Umbul Sigedhang

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Berikut beberapa aktivitas yang bisa dilakukan di Umbul


Sigedhang:

Berenang. Pengunjung dapat berenang di dua umbul


sekaligus, karena di area Umbul Sigedhang juga terdapat
Umbul Kapilaler yang dikelilingi beberapa pohon rindang

II-21
sehingga menambah sensasi sejuk dan segarnya alam Umbul
Sigedhang-Kapilaler.

Outbound. Bagi pengunjung yang memiliki rencana untuk


outbound bersama rekan atau teman-teman sekolah, Umbul
Sigedhang bisa menjadi alternatifnya,

4. Waduk Galau

Gambar 2.14 Waduk Galau

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Dengan tiket masuk yang cukup murah, pengunjung dapat


memancing sepuasnya tanpa batasan waktu. Di sekitaran
waduk juga terdapat banyak warung makan yang
menyuguhkan berbagai menu lezat. Selain itu juga terdapat
toko alat pancing bagi pengunjung yang membutuhkan
berbagai alat pancing tambahan.

II-22
5. Homestay

Gambar 2.15 Homestay Tirta Mandiri

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Penginapan yang bersih, bersebelahan dengan Umbul


Ponggok dan mudah diakses dari arah manapun. Dengan
biaya menginap mulai dari Rp 100.000,- an ini, pengunjung
dapat bermalam dengan fasilitas antara lain :

a. Queen Bed

b. Kamar mandi dalam

c. Free Wifi

d. LED TV

e. Amenities

f. Air Mineral

g. Parkir Mobil

II-23
2.4.3. Desa Wisata Pulau Kelapa di Kepulauan Seribu

Gambar 2.16 Desa Wisata Pulau Kelapa

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Pulau Kelapa adalah salah satu kelurahan di kecamatan


Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta,
Indonesia. Terdapat 36 pulau di kelurahan ini, 2 pulau dihuni dan
34 pulau tidak berpenghuni. Populasi penduduk berjumlah 6.661
jiwa, Rt berjumlah 31 sedangkan Rw berjumlah 5 dengan jumlah
KK 1.865.

Keberagaman budaya Desa Wisata Pulau Kelapa baik dari


kuliner,religi,suku,bahasa,dan adat istiadat menjadi daya tarik
tersendiri maka tak heran banyak yang bilang bahwa pulau kelapa
adalah miniaturnya Indonesia. Percampuran budaya di pulau
kelapa menghasilkan budaya baru tentu saja tanpa
menghilangkan budaya asalnya, salah satu contohnya adalah
prosesi pernikahan.

Keunggulan lainnya adalah kawasan Desa Wisata Pulau


Kelapa berada di kepulauan Seribu sesuai Peraturan Pemerintah
sebagai KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) dan

II-24
mendapatkan penghargaan Asian Heritage Park serta
satu-satunya Taman Nasional Laut yang berada di Ibu Kota
Negara Indonesia.

Pelabuhan kaliadem dan Pelabuhan Marina Ancol adalah


pelabuhan yang sering dikunjungi wisatawan untuk menyebrang
ke Pulau Seribu,pelabuhan ini pun sangat dekat dengan bandara
Soekarno-Hatta,cengkareng yang hanya waktu tempuh 15 menit
ke bandara. Jarak menuju ke Desa Wisata berkisar 40 mil atau
sekitar 3 Jam menggunakan kapal Tradisional dari Pelabuhan
kaliadem, dan berkisar 1,30 menit menggunakan kapal speed boat
dari pelabuhan Marina Ancol.

Desa Wisata Pulau Kelapa memiliki beberapa fasilitas dan


atraksi wisata untuk daya tarik pengunjung yang ingin datang ke
desa ini, diantaranya :

1. Wisata Snorkeling

Gambar 2.17 Wisata Snorkling

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Keindahan Alam akan keberagaman Biota Laut dan


Ekosistemnya serta ke eksotisannya tentu saja sangat
terkenal dan me-legenda bagi wisatawan baik lokal maupun
Internasional sehingga menambah daya tarik setiap
pengunjung yang datang ke Desa Wisata Pulau Kelapa. Maka

II-25
dari itu banyak pengunjung yang ingin melakukan snorkling di
pulau Kepala ini.

2. Wisata Mancing

Gambar 2.18 Wisata Mancing

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Pengunjung banyak yang antusias untuk memancing di


perairan Pulau Kelapa. Seringkali dilakukan perlombaan
memancing untuk memeriahkan dan meningkatkan daya tarik
pengunjung untuk datang memancing ke Pulau Kelapa.

3. Wisata Camping

Gambar 2.19 Wisata Camping

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

II-26
Pengunjung bisa mendirikan tenda di pinggir pantai Pulau
Kelapa untuk melakukan kegiatan camping dan lainnya.

4. Penangkaran Penyu Sisik

Gambar 2.20 Penangkaran Penyu Sisik

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Penyu Sisik saat ini di observasi dan dirawat sementara


hingga beranjak dewasa dalam pengawasan Balai Taman
Nasional Kepulauan Seribu Seksi 1, Kelurahan Pulau Kelapa.
Wisatawan dapat menyaksikan baby Penyu Sisik dengan
nama Tukik setelah telur menetas atau ketika didalam kolam
anakan dan jika petugas mengijinkan tukik tersebut bisa dapat
dilepas ke lautan oleh wisatawan.

5. Eduwisata Adopsi Karang

Gambar 2.21 Eduwisata Adopsi Karang

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

II-27
Wisatawan diajak untuk mendapatkan pengalaman dalam
mempelajari dan memahami pentingnya menjaga kelestarian
ekosistem Terumbu Karang dan biota laut lainnya. Dalam
program Adopsi Karang wisatawan berdonasi cukup 100000
untuk mendukung program Konservasi dalam tiap donasi
mendapatkan;

a. Ilmu Pengetahuan

b. Wadah / Substrat

c. Anakan/bibit Karang

d. Perekat/semen

e. Tagging Nama personal atau instansi

f. Entrance fee PNBP

6. Landmark Desa Wisata Pulau Kelapa

Gambar 2.22 Landmark Desa Wisata Pulau Kelapa

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Landmark Desa Wisata Pulau Kelapa dapat digunakan


pengunjung untuk :

a. Tempat Selfi atau Wefi

II-28
b. Taman Terbuka dan Interaksi

c. Hunting Sunset dan Sunrise

d. Terdapat beberapa gajebo/saung untuk bersantai bersama


keluarga atau kerabat

7. Pencak Silat Kembang Kelapa

Gambar 2.23 Pencak Silat Kembang Kelapa

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Pencak Silat Kembang Kelapa biasanya diadakan untuk ;

a. Penyambutan Tamu

b. Pementasan secara berkelompok

c. Dapat diselengarakan diruang terbuka atau tertutup

d. Bisa Requets untuk "Debus"

e. Pencampuran unsur budaya kental

II-29
8. Wisata Bersepeda

Gambar 2.24 Wisata Sepeda

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Wisatawan dapat menyewa sepeda untuk Berkegiatan di


waktu Pagi atau Sore hari.Bersepeda di lokasi langsung
berkeliling pulau sesuai rute lokasi untuk hunting sunset dan
sunrise

9. Seni Tari Bugis

Gambar 2.25 Seni Tari Bugis

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Kesenian Tari Bugis di Pulau Kelapa :

II-30
a. Dilakukan saat perayaan adat besar atau penyambutan
Tamu Kehormatan

b. Wisatawan dapat berfoto dan belajar dalam pelatihan tarian


tersebut

c. Dapat dipentaskan sertiap kegiatan resmi

d. Durasi Waktu Penampilan sebanyak 2 kali Penampilan

10. Homestay

Gambar 2.26 Homestay Pulau Kelapa

(Sumber : Survey Pribadi, 2023)

Terdapat beberapa tipe homestay dipulau Kelapa dengan


biaya mulai dari Rp. 400.000 /malam hingga Rp. 3.000.000
/malam, diantaranya :

a. Homestay Daniella

b. Homestay Rizal

c. Homestay Simpink

d. Homestay Fahri

e. Homestay Bojes

f. Homestay Marullah

g. Homestay Tauhida

h. Homestay Royal Island

II-31
BAB III

TINJAUAN KHUSUS

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Jepara

3.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi

Kabupaten Jepara memiliki wilayah seluas 1.020,25 km2.


Kecamatan terluas adalah Keling yaitu 121,09 km2 dan
kecamatan yang terkecil adalah Kalinyamatan 25,03 km2.
Kabupaten Jepara menempati 3,09% dari wilayah Provinsi Jawa
Tengah dengan batas-batas wilayah Kabupaten Jepara secara
administrasif adalah :

Sebelah Utara : Laut Jawa,

Sebelah Selatan : Kabupaten Demak,

Sebelah Barat : Laut Jawa,

Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Pati.

Gambar 3.1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Jepara

Sumber : RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031

III-1
3.1.2. Letak dan Kondisi Geografis

Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi


110o 9’ 48,02” sampai 110o 58’ 37,40” Bujur Timur, 5o 43’
20,67” sampai 6o 47’ 25,83” Lintang Selatan, sehingga
merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi
Jawa Tengah. Kabupaten Jepara terbagi menjadi 16 Kecamatan
dan ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara
dan barat, Kabupaten Demak di sebelah selatan, serta
Kabupaten Kudus dan Pati di sebelah timur.

3.1.3. Topografi

Kabupaten Jepara yang merupakan daerah di kawasan


utara Jawa ini secara topografi dapat dibagi dalam empat
wilayah yaitu:

a. Wilayah pantai di bagian pesisir Barat dan Utara

b. Wilayah dataran rendah di bagian Tengah dan Selatan

c. Wilayah pegunungan di bagian Timur yang merupakan lereng


Barat dari Gunung Muria

d. Wilayah perairan atau kepulauan di bagian Utara yang


merupakan serangkaian Kepulauan Karimunjawa

III-2
Gambar 3.2 Peta Kelerengan Kabupaten Jepara
Sumber : RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031

Kabupaten Jepara memiliki variasi ketinggian antara 0 m


sampai dengan 1.301 m dpl (dari permukaan laut), daerah
terendah adalah Kecamatan Kedung antara 0 – 2 mdpl yang
merupakan dataran pantai, sedangkan daerah tertinggi adalah
Kecamatan Keling antara 0 – 1.301 mdpl merupakan perbukitan.
Variasi ketinggian tersebut menyebabkan Kabupaten Jepara
terbagi dalam empat kemiringan lahan, yaitu datar 41.327,060
ha, bergelombang 37.689,917 ha, curam 10.776 ha dan sangat
curam 10.620,212 ha.

III-3
3.1.3. Klimatologi

Gambar 3.3 Banyaknya Curah Hujan di Kabupaten Jepara


Sumber : Stasiun Klimatologi Kelas I Semarang (BMKG)

Selama tahun 2022, curah hujan tertinggi ada di bulan


desember sebanyak 520 mm dengan 20 hari hujan.

Kabupaten Jepara beriklim tropis dengan pergantian musim


penghujan dan kemarau. Musim penghujan antara bulan
Januari-Juni dipengaruhi oleh musim Barat, sedangkan musim
kemarau antara bulan Juli-Desember yang dipengaruhi oleh
angin musim Timur. (RTRW Kabupaten Jepara 2011-2031).

III-4
Gambar 3.4 Peta Curah Hujan Kabupaten Jepara
Sumber : RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031

3.1.4. Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Jepara pada tahun 2022


berdasarkan data BPS Kabupaten Jepara, penduduk tercatat
sebanyak 1.192.800 orang. Tidak jauh berbeda dari tahun-tahun
sebelumnya, jumlah penduduk perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah penduduk lakilaki. Jumlah
penduduk perempuan ada sebanyak 630.905 orang sedangkan
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 627.007 orang.
Perbandingan antara jumlah penduduk lakilaki dan perempuan
tersebut dinyatakan dalam rasio jenis kelamin yaitu sebesar
99,38. Artinya, 99 penduduk laki-laki berbanding dengan 100
penduduk perempuan. (BPS Kabupaten Jepara).

III-5
Tabel 3.1 Karakteristik Demografi Kabupaten Jepara, 2021-2022

Indikator 2021 2022

Penduduk (jiwa) 1.188.500 1.192.800


Rasio Jenis Kelamin (%) 99,40 99,38
Kepadatan (jiwa/km2) 1.184 .1.201
Pertumbuhan penduduk (%) 0,22 0,27
(Sumber : BPS Kabupaten Jepara 2023)

3.1.5. Pariwisata

Jepara adalah salah satu daerah tujuan wisata, baik wisata alam
maupun wisata sejarah. Jepara dengan daya tarik pantainya dan
sejarahnya sebagai tanah kelahiran RA Kartini, pahlawan emansipasi
wanita, menjadikan Jepara banyak dikunjungi wisatawan baik
wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara.

Pada tahun 2022, tingkat hunian kamar untuk hotel berbintang


dan hotel non bintang masing-masing sebesar 37,69 persen dan
12,72 persen. Mengalami kenaikan baik untuk hotel berbintang
maupun hotel non bintang. Sejalan dengan kenaikan tingkat hunian
kamar hotel, rata-rata lama menginap juga mengalami kenaikan,
khususnya untuk wisatawan nusantara. Rata-rata lama menginap di
sarana akomodasi meningkat dari 1,28 hari menjadi 1,44 hari.
Sebaliknya ratarata lama menginap menurun untuk wisatawan
mancanegara, yaitu dari 2,41 hari menjadi 2,06 hari.

Banyaknya pengunjung objek wisata di Kabupaten Jepara pada


tahun 2022 tercatat sebanyak 1.792.518 pengunjung yang mayoritas
adalah wisatawan nusantara yaitu sebanyak 1.787.208 orang,
sedangkan wisatawan mancanegara hanya sebanyak 5.310 orang.

III-6
Tabel 3.2 Statistik Pariwisata Kabupaten Jepara, 2021-2022
Uraian 2021 2022
Objek Wisata 39 32
(Unit)
Wisatawan 50 5.310
Mancanegara
Wisatawan 289.409 1.787.208
Nusantara
Total 289.459 1.792.518
(Sumber : Kabupaten Jepara Dalam Angka 2023)

3.2 Gambaran Umum UMKM di Kabupaten Jepara

3.2.1. UMKM

Terdapat beberapa lembaga atau instansi yang memberikan


definisi mengenai usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sesuai
dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah, UMKM didefinisikan sebagai berikut:

‘Pasal 6

(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima


puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak


Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima


puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak

III-7
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00


(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar rupiah).

(3) Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima


ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00


(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)’.

Sementara itu, Rahmana (2009) mengungkapkan batasan


pengertian UMKM yang ditetapkan oleh BPS berdasarkan jumlah
tenaga kerja, untuk usaha kecil berjumlah lima sampai dengan
sembilan belas orang, sementara usaha menengah berkisar
antara dua puluh sampai dengan sembilan puluh sembilan tenaga
kerja. Batasan pengertian UMKM diatas sesuai dengan defiinisi
UMKM yang

diberlakukan bagi Asian Development Bank (ADB) yang dikutip


oleh Eva (2007).

3.2.2. Sentra UMKM dan UMKM Center Kabupaten Jepara

Kurangnya informasi tentang lokasi sentra industri dan juga


UMKM di setiap sentra industri yang tersebar di Kabupaten Jepara
membuat industri mikro kecilatau menengah tidak memiliki pamor
yang bagus di masyarakat global.

Dibandingkan dengan sentra industri dan UMKM yang sudah


mempunyai pamor di masyarakat global, sentra industri dan

III-8
UMKM yang baru berdiri memiliki kesulitan dalam mendapatkan
customer, padahal barang yang mereka produksi juga berkualitas.
Ini semua terjadi karena masih digunakannya metode promosi
lama dengan menggunakan brosur dan pamflet, jadi jangkauan
pasarnya hanya di daerah lokal saja. Dampaknya perkembangan
yang tidak seimbang antara sentra industri dan UMKM yang sudah
memiliki pamor di masyarakat luas dengan yang baru berdiri tidak
bisa terhindarkan.

Pemetaan yang jelas dan terstruktur terhadap UMKM pada


sentra industri di Jepara perlu dilakukan dalam upaya
memperkenalkan sentra-sentra industri tersebut kepada
masyarakat. Diharapkan dengan adanya pemetaan tersebut akan
mendorong mengalirnya para pembeli ke sentra-sentra industri
yang nantinya akan meningkatkan penjualan UMKM yang ada
sehingga berdampak pada keberlangsungan hidup UMKM. UMKM
yang sehat dan produktif tentunya akan berdampak positif bagi
kehidupan masyarakat di daerah sekitar industri.

3.2.3.1. Sentra UMKM Kabupaten Jepara

Sentra merupakan unit kecil kawasan yang memilik ciri


tertentu dimana didalamnya terdapat kegiatan proses produksi
dan merupakan area yang lebih khusus untuk suatu komoditi
kegiatan ekonomi yang telah terbentuk secara alami yang
ditunjang oleh sarana untuk berkembangnya produk atau jasa
yang terdiri dari sekumpulan pengusaha mikro, kecil dan
menengah. Di area sentra tersebut terdapat kesatuan fungsional
secara fisik: lahan, geografis, infrastruktur, kelembagaan dan
sumberdaya manusia, yang berpotensi untuk berkembangnya
kegiatan ekonomi dibawah pengaruh pasar dari suatu produk yang
mempunyai nilai jual dan daya saing tinggi. Sentra UMKM di
Jepara masih berbentuk kawasan atau lokasi kumpulan unit

III-9
UMKM belum berbentuk organisasi sebagai wadah perkumpulan
satu jenis UMKM. Berikut daftar lokasi sentra UMKM:

Tabel 3.3 Daftar Nama dan lokasi Sentra UMKM Kabupaten


Jepara

No. Nama Sentra UMKM Lokasi

1. Sentra Kerajinan Ukir Gebyok Desa Blimbingrejo, Kecamatan


Nalumsari

2. Sentra Kerajinan Mainan Desa Karanganyar, Kecamatan


Anak-anak Welahan

3. Sentra Kerajinan Kreneg (Alat Desa Gidangelo, Kecamatan


Memasak Tradisional) Welahan

4. Sentra Kerajinan Anyaman Desa Kendengsidialit dan


Bambu Sidigede, Kecamatan Welahan

5. Sentra Industri Batu Bata Desa Kalicupang Kulon,


Kecamatan Welahan

6. Sentra Kerajinan Rotan Desa Telukwetan, Kecamatan


Mayong

7. Sentra Kerajinan Gerabah Desa Mayong Lor, Kecamatan


Mayong

8. Sentra Kerajinan Genteng Desa Mayong Kidul, Kecamatan


Kalinyamatan

9. Sentra Konveksi Desa Sendang, Desa Jebol, Desa


Pendosawalan, Kecamatan
Kalinyamatan

10. Sentra Kerajinan Perhiasan Desa Margoyoso, Kecamatan


Emas Kalinyamatan

III-10
11. Sentra Kerajinan Monel Desa Kriyan, Kecamatan
Kalinyamatan

12. Sentra Kerajinan Tenun Ikat Desa Troso, Kecamatan


Troso Pecangaan

13. Sentra Industri Telur Asin Desa Gerdu, Kecamatan


Pacangaan

14. Sentra Industri Ikan Kering Desa Kedungmalang, Kecamatan


Kedung

15. Sentra Kerajinan Ukir Patung Desa Mulyoharjo, Kecamatan


Jepara

16. Sentra Kerajinan Ukir Seni Desa Senenan, Kecamatan


Relief Tahunan

17. Sentra Kerajinan Ukir Meubel Desa Petekeyan, Kecamatan


Tahunan

18. Sentra Kerajinan Ukir Bambu Desa Suwawal Timur, Kecamatan


Pakis Aji

19. Sentra Kerajinan Batik Jepara Desa Slagi, Kecamatan Pakis Aji

20. Sentra Industri Benang Sutra Desa Damarwulan, Kecamatan


Keling

Sumber : Profil Produk Unggulan UMKM Kabupaten Jepara 2022,


Dinas Koperasi UKM Tenagakerja dan Transmgras Kab. Jepara

3.3 Kebijakan dan Peraturan Daerah

3.3.1. Kebijakan Desa Wisata


Sebagai salah satu Provinsi yang mempunyai potensi
wisata alam, budaya maupun buatan, Jawa Tengah bertekad

III-11
mengembangkan pariwisata sebagai salah satu penggerak
perekonomian daerah baik pada skala provinsi hingga skala
Pemerintah Desa.
Dalam rangka mewujudkan dampak ekonomi pada skala
desa yang terkait dengan sektor pariwisata, Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah memandang perlu untuk
memberdayakan seluruh potensi wisata di Desa dengan
membentuk dan mengembangkan Desa Wisata.
Kehadiran Desa Wisata diharapkan mampu memberikan
dampak ganda (multiplier effect) dan sekaligus membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat Desa Wisata tersebut.
Pada sisi yang lain, keberadaan Desa Wisata merupakan
salah satu jawaban dari perkembangan kecenderungan pasar
wisata, dimana orientasi pilihan wisatawan telah mengalami
pergeseran pada pilihan-pilihan wisata yang menyajikan
keasrian wilayah pedesaan, pola hidup masyarakat pedesaan,
wisata kembali ke alam (back to nature), akomodasi yang
mampu memberikan interaksi dengan penduduk setempat
(homestay) dan produk yang berskala kecil namun unik.
Dengan Desa Wisata ini produk wisata akan lebih bernuansa
natural (alami) sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan, sehingga
dapat mengembangkan pariwisata berdampingan dengan
kebudayaan tanpa merusak kebudayaan yang ada. Disisi lain
pranata sosial kepariwisataan dan pengelolaan juga menjadi
sangat vital, dimana desa wisata diharapkan dapat menjadi
alat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menjadi
agen perubah bagi kemajuan pengembangan suatu
wilayah/daerah.
Melihat pada hal-hal di atas perlu mengikuti kebijakan dari
Peraturan Daerah dalam pelaksaan pembangunan Desa
Wisata agar terwujud desa wisata yang diharapkan. Dalam hal
ini, mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah

III-12
No. 2 Tahun 2019 tentang Pemberdayaan Desa Wisata Di
Provinsi Jawa Tengah.

Basis Pemberdayaan pada Pasal 6 :


(1) Basis pemberdayaan Desa Wisata meliputi:
a. wisata alam yang meliputi daya tarik wisata berbasis
sumber daya alam perdesaan antara lain hutan,
perkebunan rakyat, bahari, gas bumi dan/ atau sumber air
panas dalam model pengembangan wisata agro;
b. wisata budaya yang meliputi daya tarik wisata berbasis
tradisi budaya dan kearifan lokal seperti upacara adat,
musik tradisional, tari tradisional, situs/cagar budaya, religi,
arsitektur lokal, kerajinan lokal dan kuliner serta kekhasan
budaya lainnya;
c. wisata hasil buatan manusia yang meliputi daya tarik
wisata berbasis kreasi dan kreatifitas orang perorangan
maupun kelompok seperti kerajinan tangan dalam bentuk
seni rupa, seni lukis, taman rekreasi, galeri dan sanggar
budaya setempat.
(2) Selain basis pemberdayaan Desa Wisata sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) dapat dikembangkan perpaduan
antara basis wisata alam, wisata budaya, dan wisata hasil
buatan manusia.

Penilaian Desa Wisata pada Pasal 9 :


(1) Gubernur melakukan penilaian usulan permohonan
penetapan Desa Wisata lintas wilayah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3).
(2) Pengajuan permohonan penetapan Desa Wisata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur melakukan:
a. sosialisasi kepada masyarakat yang memuat
pengetahuan rencana dan pembangunan Desa Wisata;

III-13
b. inventarisasi dan penggalian potensi daya tarik wisata
yang harus dipertahankan;
c. manajemen pemasaran pariwisata; dan
d. penilaian kelayakan sebagai Desa Wisata.
(3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
meliputi:
a. atraksi wisata yang paling menarik dan atraktif di Desa;
b. kondisi geografis Desa menyangkut masalah-masalah
jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas
wilayah desa yang berkaitan dengan daya dukung
kepariwisataan pada suatu Desa;
c. sistem kepercayaan dan kemasyarakatan yang
merupakan aspek khusus pada komunitas sebuah Desa;
d. ketersediaan infrastruktur meliputi fasilitas dan pelayanan
transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase,
pengolahan limbah, telepon dan sebagainya; dan
e. perkembangan jumlah pengunjung Desa Wisata;
f. rencana kelembagaan pengelola Desa Wisata;
g. analisis kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah;
h. analisis rencana mitigasi bencana.

Berdasarkan pada Pasal 17 Pengembangan infrastruktur


Desa Wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a,
meliputi:
a. pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana sentra
industri Desa;
b. pembangunan infrastruktur industri kreatif dan industri
rumah tangga Desa;
c. pembangunan infrastruktur transportasi dan komunikasi;
dan
d. pembangunan infrastruktur lainnya sesuai kebutuhan.

III-14
Berdasarkan pada Pasal 24, meliputi :
(1) Pengembangan daya tarik Desa Wisata meliputi:
a. pengembangan dan pengemasan potensi alam, budaya,
dan buatan berbasis masyarakat;
b. pengembangan fasilitas pendukung daya tarik Desa
Wisata;
c. paket wisata yang terpadu dengan wisata lainnya; dan
d. penggunaan bangunan, bahasa, aksara dan sastra lokal
setempat yang menjadi ciri khas Desa Wisata.
(2) Pengembangan daya tarik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didukung dengan kegiatan promosi wisata.

Berdasarkan pada Pasal 27 tentang Usaha Pariwisata pada


Desa Wisata meliputi :
(1) Guna memberikan perlindungan bagi pengelolaan Desa
Wisata, Pemerintah Daerah dapat membatasi usaha
pariwisata yang ada.
(2) Pembatasan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pembatasan jenis usaha tertentu yang dianggap
bertentangan dengan nilai-nilai budaya masyarakat Desa
wisata dan/atau jenis usaha yang tidak sesuai dengan
konsep Desa Wisata yang ditetapkan; dan
b. pembatasan skala usaha pariwisata dalam rangka
memberikan perlindungan bagi pengusaha pariwisata
skala mikro, kecil, menengah.
(3) Pembatasan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Kemudian pada Pasal 29 juga diatur mengenai jenis usaha


pariwisata yaitu :

III-15
(1) Jenis usaha pariwisata Desa Wisata antara lain:
a. jasa makanan dan minuman;
b. penyediaan akomodasi;
c. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
d. daya tarik wisata;
e. kawasan pariwisata;
f. jasa transportasi wisata;
g. jasa perjalanan wisata;
h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi, dan pameran;
i.jasa pramuwisata;
j.wisata tirta;
k. jasa informasi pariwisata;
l.jasa konsultan pariwisata; dan
m. spa.

3.3.2. Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara

Berdasarkan kebijakan sistem perkotaan dalam RTRW


Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Jepara termasuk dalam Pusat
Kegiatan Lokal (PKL). Selain itu juga termasuk dalam sistem
perwilayahan WANARAKUTI (Juwana-Jepara-Kudus-Pati). Untuk
mendukung perkembangan Kabupaten Jepara, maka dalam
bidang trasportasi akan dikembangkan Terminal Tipe A,
pengembangan pelabuhan penyeberangan dan pengembangan
pelabuhan pengumpan di Jepara dan Karimunjawa. Selain itu juga
akan dikembangkan bandar udara Dewandaru.
Penataan ruang Kabupaten Jepara harus selaras dengan
tujuan dan kebijakan pembangunan Kabupaten Jepara.
Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penataan ruang Kabupaten
Jepara adalah mewujudkan perkembangan kabupaten yang
bertumpu pada sektor industri pengolahan, pertanian dan
pariwisata berbasis pada potensi lokal yang berkelanjutan.

III-16
Gambar 3.5 Pola Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Jepara
Sumber : RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031

Gambar 3.6 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Jepara


Sumber : RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031

III-17
Gambar 3.7 Peta Rencana Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Jepara
Sumber : RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031

Dalam mengarahkan pembangunan Desa Wisata di


Kabupaten Jepara dengan memanfaatkan ruang wilayah secara
berdaya guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertahanan keamanan, perlu mengacu pada Rencana Tata
Ruang Wilayah;
Tujuan Penataan Ruang pada Pasal 4 :
Penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan perkembangan
kabupaten yang bertumpu pada sektor industri pengolahan,
pertanian dan pariwisata berbasis pada potensi lokal yang
berkelanjutan.
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang pada Pasal 5 :
Kebijakan penataan ruang kabupaten meliputi:
a. pengembangan dan pemberdayaan industri mikro, kecil
dan menengah dengan titik berat pada pengolahan hasil

III-18
pertanian, kehutanan, bahan dasar hasil tambang, dan
perikanan;
b. pengembangan pertanian untuk mendukung
pengembangan perekonomian kabupaten;
c. pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dengan
bertumpu pada budaya lokal;
d. pengembangan pelayanan perkotaan dan pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan
berhierarki;
e. pengembangan prasarana dan sarana transportasi
kabupaten yang terkoneksi dengan prasarana dan sarana
transportasi nasional, regional, dan lokal untuk
mendukung potensi wilayah;
f. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana energi, telekomunikasi, sumber daya air, dan
lingkungan yang dapat mendukung peningkatan dan
pemerataan pelayanan masyarakat, serta pelestarian
lingkungan;
g. pengembangan manajemen resiko berbasis masyarakat
pada kawasan rawan bencana;
h. pemantapan kawasan lindung untuk mendukung
perkembangan kabupaten secara berkelanjutan;
i.pengembangan kawasan budi daya untuk mendukung
perkembangan dan pertumbuhan kabupaten sesuai daya
dukung lingkungan; dan
j.penetapan dan pengembangan kawasan strategis untuk
mendukung perkembangan kabupaten yang merata dan
berkelanjutan.

Pasal 37
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 huruf f

III-19
meliputi:
a. sentra industri menengah; dan
b. sentra industri mikro dan kecil.

(2) Kawasan peruntukan industri sedang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pembangunan
Kawasan Industri Mulyoharjo di Kecamatan Jepara dengan
luas kurang lebih 28 ha;
(3) Kawasan sentra industri mikro dan kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. sentra industri kerajinan mebel di Kecamatan Tahunan,
Jepara dan Kedung;
b. sentra industri ukir akar dan patung di Desa Mulyoharjo
Kecamatan Jepara;
c. sentra industri kerajinan monel dan emas di Desa Kriyan
Kecamatan Kalinyamatan;
d. sentra industri kerajinan keramik di Desa Pelemkerep,
Mayong Lor dan Mayong Kidul Kecamatan Mayong
e. sentra industri tenun ikat troso di Desa Troso Kecamatan
Pecangaan;
f. sentra industri kerajinan anyaman rotan di Desa Teluk
Wetan Kecamatan Welahan;
g. sentra industri kue dan roti di Desa Bugo Kecamatan
Welahan;
h. industri rokok kretek di Kecamatan Kalinyamatan,
Nalumsari, Mayong dan Welahan;
i.sentra industri konveksi di kecamatan Kalinyamatan, Mayong
dan Nalumsari; dan
j.sentra industri anyaman bambu di desa Buaran kecamatan
Mayong.

III-20
Pasal 38
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 huruf g meliputi :
a. kawasan pariwisata alam; dan
b. kawasan pariwisata budaya.
(2) Kawasan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. Pantai Kartini di Kecamatan Jepara;
b. Pantai Tirto Samudro di Kecamatan Jepara;
c. Wisata Kepulauan Karimunjawa di Kecamatan
Karimunjawa;
d. Pulau Panjang di Kecamatan Jepara;
e. Pulau Mandalika di Kecamatan Donorojo;
f. Pantai Pailus di Kecamatan Mlonggo;
g. Pantai Pungkruk di Kecamatan Mlonggo;
h. Pantai Bondo di Kecamatan Bangsri;
i.Pantai Banyutowo di Kecamatan Kembang;
j.Sonder Kalinyamat di Kecamatan Donorojo;
k. Kluster Buah Belimbing di Kecamatan Welahan;
l.Kluster Buah Durian di Kecamatan Pecangaan;
m. Kluster Buah Jeruk Siam di Kecamatan Nalumsari;
n. Air Terjun Songgolangit di Kecamatan Kembang;
o. Desa Wisata Tempur di Kecamatan Keling;
p. Wana Wisata Sreni Indah di Kecamatan Nalumsari;
q. Wana Wisata Desa Tanjung di Kecamatan Pakisaji;
r. Wana Wisata Desa Sumanding di Kecamatan Kembang;
s. Wana Wisata Desa Damarwulan di Kecamatan Keling;
t. Gua Tritip di Kecamatan Donorojo;
u. Bumi Perkemahan di Kecamatan Pakisaji;
v. Kluster Kambing PE di Kecamatan Donorojo;
w. Air Terjun Suroloyo di kecamatan Mayong;
x. Pantai Empurancak di kecamatan Mlonggo; dan

III-21
y. Pantai Suweru di kecamatan Kembang.

(3) Kawasan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf b meliputi:
a. Benteng Portugis di Kecamatan Donorojo;
b. Makam dan Masjid Mantingan di Kecamatan Tahunan;
c. Museum Kartini di Kecamatan Jepara;
d. Benteng VOC di Kecamatan Jepara;
e. Pendopo Kabupaten di Kecamatan Jepara;
f. Klenteng Hian Thian Siang Tee di Kecamatan Welahan;
dan
g. Monumen Ari-Ari Kartini di Kecamatan Mayong.

3.3.3. Garis Sempadan Bangunan


Dalam rangka perencanaan pembangunan Daerah sebagai
pedoman bagi semua kegiatan pemanfaatan Sempada secara
optimal, serasi, seimbang, terpadu, tertib, lestari dan
berkelanjutan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah
menetapkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2004 tentang
Garis Sempadan;
Pasal 3
Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari
tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
Pasal 4
Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan
perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari
tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
Pasal 5
(1) Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam
kawasan
perkotaan ditentukan:

III-22
a. paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga)
meter;
b. paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam
hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai
dengan 20 (dua puluh) meter; dan
c. paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri
dan
d. kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.

Pasal 55
(1) Garis Sempadan Bangunan terhadap Jalan Arteri Primer
ditentukan paling sedikit 20,5 (dua puluh koma lima) meter
dari as jalan.
(2) Garis Sempadan Bangunan terhadap Jalan Arteri
Sekunder ditentukan paling sedikit 20,5 (dua puluh koma lima)
meter dari as jalan.
(3) Khusus Garis Sempadan Bangunan Industri dan
pergudangan terhadap Jalan Arteri Primer ditentukan 40
(empat puluh) meter dari as jalan.
(4) Khusus Garis Sempadan Bangunan Industri dan
pergudangan terhadap Jalan Arteri Sekunder ditentukan 40
(empat puluh) meter dari as jalan.

Pasal 56
(1) Garis Sempadan Bangunan terhadap Jalan Kolektor
Primer ditentukan paling sedikit 14,5 (empat belas koma lima)
meter dari as jalan.

III-23
(2) Garis Sempadan Bangunan terhadap Jalan Kolektor
Sekunder ditentukan paling sedikit 9,5 (sembilan koma lima)
meter dari as jalan.
(3) Khusus Garis Sempadan Bangunan Industri dan
Pergudangan terhadap Jalan Kolektor Primer dan terhadap
Jalan Kolektor Sekunder ditentukan 30 (tiga puluh) meter dari
as jalan.

Pasal 57
(1) Garis Sempadan Bangunan terhadap Jalan Lokal Primer
ditentukan paling sedikit 10,75 (sepuluh koma tujuh puluh lima)
meter dari as jalan.
(2) Garis Sempadan Bangunan terhadap Jalan Lokal
Sekunder ditentukan paling sedikit 6,75 (enam koma tujuh
puluh lima) meter dari as jalan.
(3) Khusus Garis Sempadan Bangunan Industri dan
pergudangan terhadap Jalan Lokal Primer dan terhadap Jalan
Lokal Sekunder ditentukan 20 (dua puluh) meter dari as jalan.

Pasal 68
(1) Daerah Sempadan Jalan dapat dimanfaatkan oleh
Masyarakat/Instansi /Badan untuk penempatan :
a. Perkerasan jalan;
b. Trotoar;
c. Jalur hijau;
d. Jalur pemisah;
e. Alat-alat perlengkapan jalan;
f. Jaringan utilitas;
g. Sarana umum;
h. Parker;
i.Daluran air hujan.

III-24
(2) Pemanfaatan tingkungan dalam untuk
tanaman/tumbuh-tumbuhan tingginya tidak boleh lebih dari 1
(satu) meter, diukur dari bagian terendah perkerasan jalan
pada tikungan tersebut apabila jari-jari dari as jalan kurang
dari 6 kali lebar sempadan jalan.
(3) Pemanfaatan ruang di atas jalan untuk bangunan umum
benda yang melintas di atas jalan paling rendah 5 (lima) meter,
diukur dari bagian badan jalan yang tertinggi sampai bagian
bawah bangunan/benda tersebut.
(3a) Pemanfaatan ruang di bawah jalan untuk bangunan
umum benda yang melintas di bawah jalan paling rendah 1,5
(satu koma lima) meter, diukur dari bagian jalan yang terendah
sampai bagian atas bangunan/benda tersebut.
(4) Pemanfaatan daerah sempadan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak boleh mengganggu fungsi jalan,
pandangan pengemudi dan tidak merusak konstruksi jalan.
(5) Penetapan pemanfaatan daerah sempadan harus seizin
pembina jalan.

3.4 Penentuan Lokasi Tapak

3.4.1. Kriteria Penentuan Lokasi


Pemilihan lokasi tapak berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a. Orientasi bangunan dari koridor-koridor dekat dengan
pemandangan (view) yang langsung terhadap suasana
lingkungan seperti sungai, pantai, gunung, danau, atau
bangunan-bangunan bersejarah.
b. Penjagaan rona lingkungan yang spesifik meliputi rona-rona
alam yang menarik seperti pohon-pohon besar, tanaman
khas kawasan, atau formasi geologis (bukit-bukit dan
kontur)

III-25
c. Adanya hubungan yang erat antara sarana akomodasi dan
atraksi yang utama. Kriteria ini meliputi penataan tapak
desa wisata yang menghasilkan akses yang sangat baik
terhadap zona atraksi yang utama, misalnya pantai atau
kolam.
d. Akses ke lingkungan desa wisata membatasi jumlah
kendaraan dan mengurangi kemungkinan terjadinya
masalah-masalah lalu lintas kendaraan. Biasanya satu atau
dua jalan masuk (access point) sudah cukup, ditambah satu
jalan terpisah untuk kendaraan servis jika diperlakukan.
e. Lokasi desa wisata mudah dicapai terutamanya kendaraan
darat motor, mobil. Kendaraan laut seperti perahu, langsung
ke area desa wisata. Desa Wisata harus terhindar dari
pencemaran yang diakibatkan gangguan luar yang berasal
dari suasana bising, bau tidak enak, debu asap, serangga,
dan binatang pengerat.

III-26
3.4.2. Alternatif Lokasi Tapak
Lokasi tapak untuk Perancangan Desa Wisata dengan
Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular di Kabupaten Jepara
terdiri dari 3 alternatif lokasi yang berada di kecamatan Jepara
dan Kecamatan Mlonggo.
1. Alternatif 1

Gambar 3.8 Peta Lokasi Tapak Alternatif 1


(Sumber : google.maps.com)
Pantai Kartini adalah objek wisata pantai di Bulu, Jepara,
Jawa Tengah. Pantai ini terletak 2,5 km arah barat dari
pendopo Kantor Bupati Jepara. Kawasan dengan luas lahan
3,5 ha ini merupakan kawasan yang strategis, karena sebagai
jalur transportasi laut menuju objek wisata Taman laut Nasional
Karimunjawa dan Pulau Panjang. Peruntukan tapak
merupakan Kawasan peruntukan pariwisata pantai yang sudah
banyak dikunjungi oleh wisatawan dan juga lokasi berada di
dekat pusat kota Jepara.

III-27
Gambar 3.9 Pantai Kartini, Jepara
(Sumber : merahputih.com)

2. Alternatif 2

Gambar 3.10 Peta Lokasi Tapak Alternatif 2


(Sumber : google.maps.com)
Pantai Pungkruk adalah tempat wisata kuliner terbesar di
Jawa Tengah, karena tempatnya wisata kuliner luas berada di
pantai. Pantai Pungkruk merupakan wisata kuliner yang
dipadukan dengan wisata pantai Jepara, Pantai Pungkruk
menjadi tujuan favorit penggemar wisata kuliner. Wisatawan
mengunjungi pantai biasanya tujuan utamanya untuk bersantai,
bermain air. Berbeda dengan Pantai Pungkruk, wisatawan

III-28
yang datang ke Pantai Pungkruk tujuan utamanya bukan untuk
bermain air di pantai, melainkan untuk makan (berwisata
kuliner) memanjakan lidah dengan menyantap masakan khas
Jepara.
Pantai Pungkruk memiliki aksesbilitas yang mudah, berada
di Desa Mororejo Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara.
Berjarak 3 km dari Pantai Tirto Samodra (Pantai Bandengan).
Pantai Pungkruk ini berada 7 km dari pusat kota Jepara, Waktu
tempuh untuk menuju Pantai Pungkruk sekitar 15 menit dari
pusat kota Jepara. Pantai Pungkruk keadaan pantainya datar
dan berkarang, di lokasi ini terdapat banyak rumah makan
tradisional yang menyajikan masakan laut (seafood) dengan
menu andalan ikan bakar dan pindang serani. Beberapa rumah
makan tertata cukup rapi, bahkan ada gazebo di atas air Pantai
Pungkruk. Peruntukan tapak merupakan kawasan peruntukan
pariwisata pantai dan lokasi memiliki potensi yang cukup bagus
serta belum terlalu berkembang.

Gambar 3.11 Pantai Pungkruk, Mlonggo, Jepara.


(Sumber : Jekaktrip.com)

III-29
3. Alternatif 3

Gambar 3.12 Peta Lokasi Tapak Alternatif 3


(Sumber : google.maps.com)
Pantai Tirto Samudro atau Pantai Klein Scheveningen
atau yang dikenal oleh masyarakat umum dengan sebutan
Pantai Bandengan. Alamat Pantai Bandengan Jepara berada di
Desa Bandengan, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara,
Provinsi Jawa Tengah. Berjarak kurang lebih 7 km dari pusat
kota. Arahkan kendaraan menuju ke Jl. Jepara-Bangsri. Pantai
berpasir putih ini banyak dikunjungi untuk melihat matahari
terbit dan matahari terbenam. Pantai ini juga sering digunakan
untuk acara tingkat nasional maupun internasional berupa
festival layang-layang dan ajang motor kross. Peruntukan tapak
merupakan Kawasan Peruntukan Pariwisata Pantai dan sudah
banyak dikelilingi oleh hotel-hotel dan penginapan serta
permukinan memiliki potensi yang cukup bagus.

III-30
Gambar 3.13 Pantai Bandengan, Jepara
(Sumber : disparbud.jepara.go.id)

3.4.3. Penilaian Lokasi Tapak

Tabel analisis SWOT pada setiap alternatif lokasi tapak dibuat


perbandingan untuk menentukan alternatif yang digunakan.
Perbandingan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.4 Penilaian Alternatif Lokasi

Alternatif Kekuatan Kelemahan Kesempatan Ancaman


Tapak (Strength) (Weekness) (Opportunity) (Threats)

Alternatif 1 - Akses langsung - Rentan - Pengembangan - Dampak


ke pantai yang terhadap fasilitas olahraga perubahan
indah. risiko air dan rekreasi iklim pada
- Keberadaan bencana alam pantai. kualitas dan
potensi untuk seperti badai - Penyelenggaraan keamanan
kegiatan tropis. acara dan pantai.
olahraga air - Kurangnya festival yang - Persaingan
seperti selancar infrastruktur menarik dengan
atau menyelam. yang wisatawan. destinasi
- Ketersediaan memadai di wisata sejenis
lahan yang luas sekitar lahan. - Peluang di daerah

III-31
untuk - Diperlukan kerjasama sekitar.
pengembangan pemeliharaan dengan
fasilitas wisata. intensif untuk komunitas lokal
menjaga dalam
keindahan pengelolaan
pantai. desa wisata.

Alternatif 2 - Lokasi strategis - Risiko banjir - Potensi - Perubahan iklim


yang mudah atau erosi pengembangan yang dapat
dijangkau oleh pantai. destinasi wisata mengancam
wisatawan. Keterbatasan yang menarik keberlanjutan
- Pemandangan infrastruktur bagi pengunjung. lahan dan
pantai yang seperti jalan - Ekowisata yang infrastruktur.
menakjubkan. akses yang berfokus pada - Persaingan
- Ketersediaan buruk. keindahan alam dengan
sumber daya alam - Kurangnya sekitar dan destinasi
yang melimpah. fasilitas dan pelestarian wisata lain di
layanan lingkungan. sekitar area
publik. - Kemitraan pantai.
dengan operator
tur dan penyedia
layanan
petualangan.

Alternatif 3 - Akses mudah ke - Persaingan - Menawarkan - Perubahan iklim


pantai dan bisnis yang pengalaman dapat
infrastruktur tinggi di liburan yang mempengaruhi
yang baik. daerah lengkap dengan keberlanjutan
- Potensi untuk tersebut. fasilitas rekreasi lahan dan daya
mengembangka - Potensi risiko yang beragam. tarik wisata.
n resor atau bencana alam - Potensi - Regulasi
fasilitas rekreasi seperti badai pertumbuhan lingkungan
yang luas. atau kenaikan pasar pariwisata yang ketat

III-32
Pemandangan permukaan air yang tinggi di dapat
menarik dan laut. daerah tersebut. membatasi
lokasi yang - Dibutuhkan Peluang untuk jenis
strategis. investasi yang menarik pengembanga
besar untuk pengunjung n yang
membangun internasional
dan dengan layanan
mengelola yang berkualitas.
lahan.

(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Berdasarkan tabel kesimpulan alternatif tapak diatas,


maka tapak yang paling sesuai yakni Alternatif 1. Alternatif
tapak ini akan diolah sedetail mungkin, sehingga lebih
maksimal menjadi Desa Wisata Di Kabupaten Jepara dengan
pendekatan Arsitektur Neo-Vernakular.

Tabel 3.3 Penilaian Alternatif Lokasi

Alternatif Alternatif Alternatif


No. Kriteria 1 2 3
Nilai Nilai Nilai
1. Aksesibilitas 5 4 5
Jaringan transportasi 5 4 4
Transportasi umum 4 4 4
Jalur pejalan kaki 3 3 2
2. Area pelayanan tidak 5 5 3
berdekatan dengan
fasilitas sejenis
3. Area dekat dengan 5 5 5
pusat air
4. Ketenangan intensitas 5 4 5

III-33
kemacetan dan geologi
5. Tingkat polusi udara 4 4 4
rendah
6. Ketersediaan sarana air 5 5 4
7. Ketersediaan jaringan 4 4 3
listrik dan telepon
8. Sarana dan prasarana 4 4 3
permukiman
9. Topografi lahan relatif 5 4 5
datar
10. Kondisi tanah cukup 4 4 4
subur (untuk vegetasi)
11. Lokasi tidak rawan 4 3 4
bencana alam dan banjir
12. Bentuk lahan 4 3 4
13. Kepadatan relatif 5 3 5
sedang
14. Kondisi lingkungan 4 4 4
teratur
Total 75 67 68
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Berdasarkan penilaian tabel diatas dari perbandingan


ketiga alternatif lokasi yang dinilai dari beberapa faktor penting,
didapat total nilai tertinggi yaitu pada alternatif 1 dengan
perolehan skor 75. Maka dapat disimpulkan bahwa, alternatif 1
terpilih menjadi lokasi yang dipilih dalam perencanaan dan
perancangan Desa Wisata di Kabupaten Jepara.

3.4.4. Lokasi Tapak Terpilih


Lokasi terpilih yaitu alternatif 1 berdasarkan hasil penilaian
lokasi yang berada di Desa Mulyoharjo Kecamatan Jepara
Kabupaten Jepara Jawa Barat.

III-34
A. Data Tapak
Lokasi perancangan Desa Wisata dapat dilihat pada gambar
3.14.

Gambar 3.14 Peta Kawasan dan Lokasi Site


(Sumber : RTRW Kabupaten Jepara & google.maps.com)
Perencanaan Desa Wisata dengan pendekatan
arsitektur neo-vernakular ini berlokasi di Jl. Anton Soedjarwo,
Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara. Lokasi berada di
kawasan peruntukan pariwisata, karena letaknya berbatasan
dengan laut Jawa, maka kawasan tersebut dapat
dikembangkan dan dibangun Desa Wisata untuk wisatawan
yang berkunjung.

Gambar 3.15 Existing Tapak Terpilih


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Batas-batas tapak, yaitu :

III-35
a. Utara : Permukiman & Sungai Wiso
b. Timur : Perkebunan
c. Selatan : Lahan Kosong
d. Barat : Laut Jawa

Sesuai peraturan daerah, tapak sudah memenuhi syarat dan


sesuai dengan peruntukan, yaitu :

a. Peruntukan : Kawasan Pariwisata


b. Luas Lahan : ± 46.500 m2 / 4,6 Ha
c. KDB : 45%
d. Lebar Jalan :6m
e. GSB : 10 m
f. KLB : 1.75
g. Garis Sempadan Pantai : 100 m
h. Garis Sempadan Sungai :3m

B. Potensi Tapak

Gambar 3.16 Peta Potensi Site


(Sumber : Open Street Map, Analisis Pribadi, 2023)

III-36
a. Orientasi bangunan dari koridor-koridor dekat dengan
pemandangan (view) yang langsung ke Laut Jawa dan
Sungai Wiso.
b. Adanya hubungan yang erat antara sarana akomodasi dan
atraksi resort di sekitar tapak. Diantaranya :
1) Pantai Kartini
2) Benteng V.O.C
3) Stadion Gelora Kartini
4) Pendopo Kabupaten Jepara
5) Museum R.A Kartini
6) Pulau Panjang
c. Akses ke lingkungan desa wisata membatasi jumlah
kendaraan dan mengurangi kemungkinan terjadinya
masalah-masalah lalu lintas kendaraan seperti macet.
d. Lokasi tapak mudah dicapai terutamanya kendaraan darat
motor dan mobil dengan kondisi jalan yang sudah memadai
dan berjarak 2 km dari jalan kolektor serta hanya butuh
waktu tempuh sekitar 5 menit dari pusat kota. Selain itu,
Kendaraan laut seperti perahu sangat mudah untuk
langsung ke area tapak karena sangat dekat dengan
Pelabuhan Jepara.

III-37
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1.Analisis Umum
Pada beberapa tahun terakhir ini perkembangan sektor
pariwisata di Indonesia telah tumbuh menjadi suatu industri yang
mempunyai sumbangsih cukup besar dalam menghasilkan devisa
bagi negara. Hal ini tidak terlepas dari usaha pemerintah dalam
mengambil langkah-langkah dan kebijakan pembangunan pariwisata.
Berbagai usaha telah diupayakan untuk menumbuh kembangkan
industri pariwisata di tanah air, seperti kemudahan transportasi dan
akomodasi, strategi komunikasi pemasaran dan promosi, fasilitas
yang memadai, penambahan dan pengembangan kawasan pariwisata
serta terus mengupayakan produk-produk wisata baru.

4.1.1. Analisis Kelayakan Ekonomi


Salah satu indikator tingkat kemakmuran penduduk di suatu
wilayah dapat dilihat dari nilai PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto) per kapita, yang merupakan hasil bagi antara
nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi
dengan jumlah penduduk. PDRB per kapita atas dasar harga
berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu
orang penduduk.
Nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) per kapita
jepara atas dasar harga berlaku sejak tahun 2018 hingga 2022
senantiasa mengalami kenaikan. Pada tahun 2018, PDRB per
kapita tercatat sebesar 22,57 juta rupiah. Secara Nominal terus
mengalami kenaikan hingga tahun 2022 mencapai 29,34 juta
rupiah.

IV-1
4.2.Analisis Pemilihan Tapak
Pemilihan lokasi tapak berdasarkan kriteria :
a. Orientasi bangunan dari koridor-koridor dekat dengan
pemandangan (view) yang langsung terhadap suasana lingkungan
seperti sungai, pantai, gunung, danau, atau bangunan-bangunan
bersejarah.
b. Penjagaan rona lingkungan yang spesifik meliputi rona-rona alam
yang menarik seperti pohon-pohon besar, tanaman khas kawasan,
atau formasi geologis (bukit-bukit dan kontur)
c. Adanya hubungan yang erat antara sarana akomodasi dan atraksi
wisata yang utama. Kriteria ini meliputi penataan tapak desa
wisata yang menghasilkan akses yang sangat baik terhadap zona
atraksi yang utama, misalnya pantai atau kolam.
d. Akses ke lingkungan desa wisata membatasi jumlah kendaraan
dan mengurangi kemungkinan terjadinya masalah-masalah lalu
lintas kendaraan. Biasanya satu atau dua jalan masuk (access
point) sudah cukup, ditambah satu jalan terpisah untuk kendaraan
servis jika diperlakukan.
e. Lokasi desa wisata mudah dicapai terutamanya kendaraan darat
motor, mobil. Kendaraan laut seperti perahu, langsung ke area
resort. Resort harus terhindar dari pencemaran yang diakibatkan
gangguan luar yang berasal dari suasana bising, bau tidak enak,
debu asap, serangga, dan binatang pengerat.

4.3.Analisis Potensi Tapak


Tapak berada di kawasan strategis sehingga memiliki banyak potensi
yang menjadi nilai tambah bagi Desa Wisata. Potensi tersebut
diantaranya :
a. Orientasi bangunan dari koridor-koridor dekat dengan
pemandangan (view) yang langsung ke Laut Jawa dan Sungai
Wiso.

IV-2
b. Adanya hubungan yang erat antara sarana akomodasi dan atraksi
di sekitar tapak. Diantaranya :

Gambar 4.1 Potensi di Sekitar Tapak


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)
 Pantai Kartini
 Benteng V.O.C
 Stadion Gelora Kartini
 Pendopo Kabupaten Jepara
 Museum R.A Kartini
 Pulau Panjang

c. Akses ke lingkungan resort membatasi jumlah kendaraan dan


mengurangi kemungkinan terjadinya masalah-masalah lalu lintas
kendaraan seperti macet.
d. Lokasi resort mudah dicapai terutamanya kendaraan darat motor
dan mobil dengan kondisi jalan yang sudah memadai dan berjarak
2 km dari jalan kolektor serta hanya butuh waktu tempuh sekitar 5
menit dari pusat kota. Selain itu, Kendaraan laut seperti perahu
sangat mudah untuk langsung ke area tapak karena sangat dekat
dengan Pelabuhan Jepara.

IV-3
4.4.Analisis Tapak
4.4.1. Data Tapak
Lokasi perencanaan berada di pesisir pantai Jepara,
Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara. Lokasi ini dipilih karena
daerah ini memiliki banyak potensi terutama dibidang wisata
pantai. Potensi wisata pantai tersebut diantaranya Pantai
Kartini, Pulau Panjang, Pantai Bandengan, dan Pantai
Pungkruk.

Gambar 4.2 Lokasi Tapak


(Sumber : Google Earth, 2023)
a. Peruntukan : Kawasan Pariwisata
b. Luas Lahan : 60.000 m2
c. KDB : 45%
d. GSB : 10 m
e. KLB : 1.00
f. Garis Sempadan Pantai : 100 m
g. Garis Sempadan Sungai :3m

Adapun Batas-batas tapak yaitu :


a. Sebelah Utara : Permukiman & Sungai Wiso
b. Sebelah Timur : Perkebunan

IV-4
c. Sebelah Selatan : Lahan Kosong
d. Sebelah Barat : Laut Jawa

Pada sebelah selatan tapak terdapat lahan kosong,


menurut warga sekitar lahan kosong tersebut kedepannya
kemungkinan akan ada pembangunan berupa villa dan
restoran tetapi belum ada informasi lebih lanjut siapa dan
kapan pembangunan tersebut dilaksanakan. Selain itu, area
pada lokasi tersebut termasuk peruntukan pariwisata
berdasarkan RTRW Kabupaten Jepara.

Tabel 4.1 Kebijakan Tata Ruang


No. Kebijakan Keterangan Dampak pada
Tata Ruang Rancangan
1. Garis 100 meter dari titik Bangunan akan
Sempadan pasang tertinggi air dibangun di area
Pantai laut yang agak jauh dari
bibir pantai
sehingga
terpenuhinya GSP
sejauh 100 meter
2. Garis 3 meter dari tanggul Bangunan akan
Sempadan luar sungai dibangun di area
Sungai yang agak jauh dari
sungai sehingga
terpenuhinya GSS
sejauh 3 meter
2. Koefisien KDB pada lokasi Penerapan KDB
Dasar tapak yaitu 45% sesuai yang
Bangunan ditentukan.
(KDB) KDB = koefisien x
luas tapak

IV-5
= 45% x 60.000 m2
= 27.000 m2 (max)
3. Koefisien KLB pada lokasi Penerapan KLB
Lantai tapak yaitu 1.00 sesuai yang
Bangunan KLB = koefisien x ditentukan
Luas Tapak
= 1.00 x 60.000 m2
= 60.000 m2 (max)

4. Ketinggian 4 lantai sesuai Bangunan akan


Bangunan persyaratan RTRW terdiri dari 4 lantai
Kabupaten Jepara dan untuk
memenuhi fasilitas
yang diperlukan
akan didesain
secara horizontal
5. RTH RTH = luas tapak – Menerapkan pola
KDB RTH yang
= 60.000 – 27.000 mengelilingi
= 33.3000 m2 (min) bangunan agar
suhu bangunan
lebih sejuk.
Sumber : RTRW Kabupaten Jepara 2011 - 2031

4.4.2. Analisis Geologi


Analisis geologi dilakukan untuk mengetahui kelayakan
kondisi tanah tersebut yang akan dibangun. Analisis tanah
bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen yang tergantung
dalam tanah, seperti jenis tanah, kandungan air, kualitas tanah,
kekerasan dan lain sebagainya.
Kondisi kawasan pada tapak berdasarkan RTRW
Kabupaten Jepara Tahun 2011 – 2031 merupakan dataran

IV-6
alluvial yang tersusun oleh endapan lumpur yang berasal dari
sungai-sungai yang bermuara di pesisir pantai dan terbawa
oleh arus sepanjang sungai. Kondisi geologi tersebut dapat
disimpulkan, bahwa struktur tanah di daerah perencanaan
tergolong tanah yang memiliki daya dukung lahan sedang
sampai tinggi. Dengan demikian kawasan tapak tersebut
merupakan tapak yang cocok difungsikan untuk kawasan
pariwisata dan perkebunan.

4.4.3. Analisis Topografi


Analisis kontur dipergunakan untuk mengetahui kemiringan
tanah pada tapak. Tapak berada di lahan seluas 46.500 m2
dengan eksisting tapak berupa pepohonan, semak, pohon liar
dll. Keadaan topologi tanah relative datar yaitu ketinggian dari
daerah pesisir ke tanah sekitar lebih kurang 1 m. Lokasi tapak
merupakan lahan kosong.

Gambar 4.3 Analisis Topografi


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

IV-7
Respon yang dapat diberikan :
1. Memanfaatkan potensi kondisi bentukan alam seperti
bangunan menghadap ke daerah perairan laut, dengan
daerah cottage ke pesisir pantai jepara dan dermaga
berada di karang dangkal dengan memanfaatkan kondisi
alam sekitar tapak.

4.4.4. Analisis Vegetasi


Penataan vegetasi pada kawasan mempunyai peranan
penting untuk mendukung fungsi bangunan dalam tapak.
Penaatan maupun pengolahan vegetasi sebagai elemen
landscape yang baik akan memberikan kenyamanan bagi para
pengunjung maupun pengelola kawasan tersebut.

Gambar 4.4 Analisis Vegetasi pada Tapak


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)
Vegetasi yang terletak pada tapak hanya dominan pada
bagian sisi barat tapak. Sehingga dalam perancangannya
diperlukan sebuah perencanaan landscape dalam penataan
vegetasi.
Penataan vegetasi yang dapat digunakan pada desa wisata
adalah :

IV-8
a. Pohon Pinus nantinya di tempatkan di area outbound untuk
karena dapat dimanfaatkan sebagai tempat outbound.
b. Rumput gaja mini akan menjadi dasar pada taman,
dikarenakan rumput ini memiliki kualitas yang baik berupa
ketahanan dalam cuaca, tidak mudah rusak serta biaya
pemeliharaan yang cenderung lebih murah.
c. Bunga Lantana Cemara, Bunga ini tumbuh didaerah tropis
yang memiliki macam warna yang atraktif serta sangat
mudah tumbuh ketika mendapatkan air dan matahari.
d. Pohon Terambesi, Pohon ini banyak ditanam sebagai
peneduh jalan. Pohonnya besar seperti payung. Akar,
batang, dan dahannya sangat besar seperti raksasa. Usia
pohon trembesi bisa mencapai ratusan tahun. Naungan
daun pohon trembesi bisa menurunkan suhu udara
sekitarnya.
e. Pohon Palm Raja, pohon ini merupakan jenis pohon yang
banyak ditemui di daerah tropis, penempatan pohon palm
raja pada sepanjang jalan entrance masuk Kawasan di
gunakan sebagai pengarah jalan.
f. Pohon tanjung merupakan salah satu jenis pohon yang
banyak digunakan sebagai tanaman peneduh khusunya
pada area parkiran dan pedesterian serta memiliki buah
yang sangat harum.
g. Pohon bambu kuning merupakan jenis bambu yang di
pelihara (budidaya) dengan ciri pohon yang tinggi serta
berwarna kuning hidup di wilayah tropis, penempatan
bambu kuning nantinya pada kawasan di fungsikan sebagai
pembatas kawasan ( sebagai dinding pembatas).

4.4.5. Analisis Klimatologi


4.4.5.1. Matahari

IV-9
Analisis matahari ini berfungsi untuk memperoleh posisi
bangunan yang ideal dengan arah matahari, hal ini
dilakukan untuk mendaptakan kenyamanan pengunjung
yang berada dalam bangunan dan kesesuaian fungsi dari
bangunan tersebut. Berikut gambaran kondisi pergerakan
matahari pada tapak, yaitu :

Gambar 4.5 Analisis Matahari


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Respon yang dapat diberikan :


1. Bukaan yang maksimal pada sisi utara dan selatan
untuk mendapatkan pencahayaan alami karena sinar
matahari tidak langsung masuk ke dalam bangunan.
2. Pada sisi bagian barat dapat diberi vegetasi seperti
pepohonan peneduh dan kanopi untuk mencegah
dan meminimalisir cahaya matahari sore untuk
masuk kedalam bangunan.
3. Pengaplikasian sun shading pada sisi barat
bangunan untuk meminimalisir sinar matahari yang
menyilaukan masuk ke dalam bangunan. Sedangkan
untuk sisi bagian timur, sun shading dapat diterapkan
untuk mengurangi sinar panas pada siang hari.

IV-10
Gambar 4.6 Penerapan Sun Shading
(Sumber : ArchDaily.com, 2023)

4.4.5.2. Angin
Analisis angin ini berfungsi untuk memperoleh posisi
bangunan yang ideal dengan arah angin yang berada di
lokasi tapak, hal ini dilakukan untuk menanggulangi
beban angin yang diterima pada bangunan dan
mengoptimalkan angin yang menjadi sumber
penghawaan alami yang efisien. Arah angin pada siang
hari didominasi oleh angin laut yaitu berhembus dari
arah barat laut kearah timur tenggara, sedangkan pada
malam hari angin berhembus dari selatan ke barat laut.
Berikut gambaran kondisi arah angin pada tapak, yaitu :

IV-11
Gambar 4.7 Analisis Angin
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Respon yang dapat diberikan :

Gambar 4.8 Pemanfaatan Penghawaan Alami


(Sumber : www.rumah-arta.com, 2023)

1. Memanfaatkan arah angin yang berhembus dengan


membuat salah satu tempat aliran udara segar
melalui ventilasi atap.

IV-12
2. Vegetasi sebagai penyaring gelombang suara dan
aliran udara dapat dimanfaatkan sebagai pengatur
arah angin pada lokasi tapak.
3. Mengoptimalkan bukaan yang cukup untuk
memaksimalkan angin masuk ke dalam bangunan
sebagai penghawaan alami yang efisien.

4.4.6. Analisis Hidrologi


Tujuan analisis hidrologi adalah untuk memahami dan
menganalisis kondisi sistem perairan di desa wisata. Berikut
adalah beberapa kondisi dan solusi yang diterapkan :

Gambar 4.7 Analisis Angin


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

1. Kondisi Banjir
Saluran drainase di tapak terlalu kecil atau tidak
memadai untuk menampung aliran air hujan yang tinggi,
mengakibatkan genangan air dan banjir. Solusinya adalah
Memperbesar saluran drainase yang ada atau
membangun saluran drainase baru yang memadai sesuai
dengan volume dan intensitas curah hujan. Membangun
area resapan air seperti kolam retensi, tandon

IV-13
penampung air hujan, atau daerah resapan air di sekitar
tapak.
2. Kondisi Penyusupan Air Asin
Tapak menghadapi masalah penyusupan air asin ke
dalam sumber air tanah, mengurangi ketersediaan air
tawar. Solusinya adalah menggunakan teknik pengolahan
air laut menjadi air tawar, seperti desalinasi, untuk
memenuhi kebutuhan air desa wisata.
3. Kondisi Kualitas Air
Kualitas air di tapak resiko tercemar oleh limbah
domestik atau aktivitas pariwisata, mengancam
keberlanjutan ekosistem pesisir. Maka perlu
Mengimplementasikan sistem pengolahan air limbah yang
memadai, seperti instalasi pengolahan air limbah (IPAL),
untuk membersihkan limbah sebelum dibuang ke
lingkungan

4.4.7. Analisis Aksesbilitas

Gambar 4.9 Analisis Aksesibilitas


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

IV-14
Tapak dapat diakses melalui jalan di area tapak yaitu Jl.
Anton Soedjarwo yang ditandai warna merah dari arah utara,
arah timur, maupun arah selatan dapat langsung masuk ke
dalam tapak. Dengan lebar sekitar 6 meter dan kondisi jalan
yang sudah di aspal beton memberikan kemudahan
pencapaian yang baik untuk kendaraan seperti mobil, motor,
dan kendaraan darat lainnya.

Gambar 4.10 Jalan Akses Menuju Tapak


(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2023)
Tapak berada di kawasan yang sedang berkembang
dan dekat dengan pusat kota Jepara, sehingga akses ke
pelayanan umum dan fasilitas penting lainnya mudah dicapai.
Berikut beberapa pencapaian pelayanan umum menuju tapak
dapat dilihat pada gambar :

IV-15
Gambar 4.11 Aksesibilitas Fasilitas Umum
(Sumber : Google Maps, 2023)

Pencapaian dari Ibukota Jawa Tengah yaitu Kota


Semarang dapat ditempuh dengan kendaraan mobil ataupun
bus dan waktu tempuh hanya sekitar 1 jam 45 menit.

IV-16
Gambar 4.12 Pencapaian Tapak dari Semarang
(Sumber : Google Maps, 2023)

4.4.8. Analisis Sirkulasi


Pada kondisi tapak saat ini, sirkulasi kendaraan hanya
berkisar di Jalan Anton Soedjarwo dari arah selatan ke utara,
sedangkan sirkulasi pejalan kaki masih menggunakan jalan
setapak yang terbentuk secara alami karena sering dilalui oleh
masyarakat sekitar.

Gambar 4.13 Analisis Sirkulasi Tapak


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

IV-17
Dalam perancangan, sirkulasi pejalan kaki lebih
mendominasi dibandingkan sirkulasi kendaraan. Sirkulasi
kendaraan hanya diperbolehkan berada di bagian depan tapak.
Adapun respon yang dapat diberikan dari sirkulasi tersebut
adalah :
a. Sirkulasi Kendaraan
Sirkulasi kendaraan memiliki porsi yang lebih kecil,
dalam perancangan sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki
dipisah agar tidak terjadi cross. Sirkulasi kendaraan tidak
diperbolehkan berada dalam lingkungan tapak, hanya
diperbolehkan melalui area entrance utama untuk drop area
dan ke area parkir.
b. Sirkulasi Utilitas
Sirkulasi kendaraan utilitas dibuat terpisah dan memiliki
jalurnya sendiri sehingga tidak akan mengganggu sirkulasi
kendaraan lainnya.
c. Sirkulasi Pejalan Kaki
Sirkulasi pejalan kaki mendapatkan porsi yang lebih
besar daripada sirkulasi kendaraan. Untuk sirkulasi di dalam
tapak secara umum sirkulasi yang diterapkan difokuskan
satu arah terhadap massa bangunan yang ada, tetapi pada
titik tertentu terdapat percabangan.

4.4.9. Analisis Kebisingan


Kondisi penduduk dan aktifitas pada daerah tapak masih
tergolong rendah yang menjadikan daerah sekitar masih
tergolong tenang dan tidak menimbukan kebisingan yang besar.
Sumber kebisingan pada tapak berada pada sebelah timur
tapak yaitu Jalan Anton Soedjarwo sedangkan untuk
kebisingan yang berasal dari arah laut tidak cukup
mengganggu, karena gelombang laut masih tergolong tenang,

IV-18
sehingga tidak menimbulkan deburan ombak yang berpotensi
menimbulkan kebisingan. Penggunaan pepohonan pada tapak
untuk meredam kebisingan dari luar yang masuk ke dalam
tapak.

Gambar 4.14 Analisis Kebisingan


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Selain dengan vegetasi seperti yang disebutkan di atas,


terdapat solusi lain yaitu dengan pola penataan massa
bangunan. Pola penataan massa tersebut adalah memberikan
ruang yang cukup terbuka dengan bertujuan memberikan jarak
antara sumber bising ke bangunan. Semakin jauh sumber
bising kebangunan maka semakin berkurang intensitas bising
yang sampai ke bangunan.

4.4.10. Analisis View


Lokasi tapak berada di pesisir pantai dengan demikian
lokasi tapak memiliki potensi view keluar bangunan yang bagus

IV-19
sehingga sangat bermanfaat bagi pengunjung selain menikmati
tempat wisata tetapi juga bisa melihat pemandangan laut.
Berikut gambaran view yang terdapat di lokasi tapak :

BEST VIEW

Gambar 4.15 Analisis View Keluar


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)
Dengan pemandangan terbaik melihat pemandangan laut, maka
orientasi bangunan dapat dimaksimalkan mengarah ke
pemandangan laut agar pengunjung dapat menikmati
pemandangan yang memanjakan mata serta meningkatkan nilai
jual desa wisata.

IV-20
Gambar 4.16 Analisis View Ke Dalam
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Pemandangan ke dalam tapak masih berupa tanah kosong


yang cukup luas. Dapat dilakukan penataan bangunan yang baik
sehingga view kedalam tapak akan mudah dilihat dan dapat
menarik perhatian pengunjung.

4.5. Analisis Ruang


4.5.1. Analisis Fungsi
Analisis fungsi bertujuan untuk mengklasifikasikan
ruang berdasarkan kegiatan yang dilakukan, sehingga
nantinya dapat dibedakan macam-macam ruang
berdasarkan sifat dan karakteristik dari masing-masing
ruang tersebut. Dalam perancangan ini, fungsi dalam
Desa Wisata dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Fungsi Primer
Merupakan fungsi utama pada Desa Wisata, yaitu
sebagai tempat menikmati atraksi wisata, edukasi,

IV-21
dan menginap bagi wisatawan yang berkunjung ke
area Pesisir Pantai Jepara dan sekitarnya. Fungsi
primer lainnya.
b. Fungsi Sekunder
Merupakan fungsi yang muncul sebagai pendukung
atau pelengkap fungsi utama Desa Wisata. Apabila
fungsi sekunder ini tidak ada, maka fungsi utama
Desa Wisata tidak akan terganggu dan masih dapat
berjalan dengan baik karena fungsi sekunder ini
hanya bersifat pendukung. Pada perancangan ini,
terdapat fungsi sekunder diantaranya seperti fasilitas
untuk kegiatan acara (Pernikahan, seminar, Study
Tour, Dll.), menyediakan dan memenuhi kebutuhan
wisatawan, meyediakan fasilitas olahraga dan
kebugaran.
c. Fungsi Penunjang
Merupakan fungsi pendukung agar fungsi primer dan
sekunder dapat berjalan dengan baik tanpa kendala,
misalnya seperti menjaga keamanan Desa Wisata,
memarkir kendaraan, beribadah, menyimpan barang
dan peralatan, dan lain sebagainya.

4.5.2. Analisis Pelaku Kegiatan


Perencanaan Desa Wisata di Kabupateni Jepara
ditujukan untuk semua golongan masyarakat baik
menengah ke bawah maupun menengah ke atas
dengan tersedianya fasilitas untuk mengakomodasi
pengunjung. Pelaku kegiatan didalam Desa Wisata
yaitu :
1. Pengunjung

IV-22
Berdasarkan kegiatannya, pengunjung desa
wisata umumnya dapat dikategorikan ke dalam
beberapa kelompok berikut:
a. Pecinta Alam
Pengunjung ini datang untuk menikmati
keindahan alam dan melakukan aktivitas terkait
seperti hiking, trekking, bersepeda, atau
menikmati pemandangan laut.
b. Budaya dan Sejarah
Pengunjung ini tertarik untuk mempelajari
budaya dan sejarah lokal. Mereka mengunjungi
desa wisata untuk melihat atraksi budaya
seperti pertunjukan tari, musik, seni, dan
kerajinan tradisional.
c. Pendidikan dan Penelitian
Kategori ini melibatkan pengunjung yang
memiliki minat dalam penelitian atau pendidikan
di bidang tertentu. Mereka mungkin
mengunjungi desa wisata untuk mempelajari
flora dan fauna setempat, geologi, ekosistem,
atau melakukan penelitian dalam bidang-bidang
tersebut.
d. Rekreasi Keluarga
Pengunjung dalam kategori ini adalah
keluarga yang mencari tempat rekreasi dan
hiburan. Mereka biasanya mencari tempat yang
ramah keluarga, seperti taman bermain, kolam
renang, atau aktivitas lain yang cocok untuk
anak-anak.
Beberapa pengunjung dapat termasuk dalam
beberapa kategori sekaligus, karena minat dan

IV-23
kegiatan mereka mungkin melintasi beberapa area
tersebut.

2. Pengelola
Manajemen pengelola di desa wisata
melibatkan berbagai pihak yang terlibat dalam
mengelola dan mengembangkan potensi Desa
Wisata Di Kabupaten Jepara. Berikut adalah
beberapa peran dalam manajemen pengelola di
desa wisata:
a. Kepala Desa: Kepala desa memiliki peran
penting dalam mengawasi dan
mengoordinasikan kegiatan pengembangan
wisata di desa. Mereka bertanggung jawab atas
pengambilan keputusan strategis dan
pelaksanaan kebijakan terkait dengan
pengelolaan desa wisata.
b. Badan Usaha Milik Desa : Badan ini biasanya
terdiri dari beberapa anggota yang ditunjuk
untuk merencanakan dan mendanai
pengembangan desa wisata. Mereka
bertanggung jawab untuk memastikan
pelaksanaan proyek-proyek pengembangan
desa wisata sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
c. Kelompok Masyarakat Lokal: Kelompok
masyarakat lokal seperti lembaga adat,
kelompok tani, kelompok perempuan, atau
organisasi komunitas lainnya juga dapat terlibat
dalam manajemen pengelola desa wisata.
Mereka dapat berperan dalam mengelola

IV-24
atraksi wisata, menjaga kebersihan, serta
memberikan layanan kepada wisatawan.
d. Tim Pengelola Desa Wisata: Tim pengelola desa
wisata adalah kelompok yang ditunjuk khusus
untuk mengelola operasional sehari-hari desa
wisata. Mereka bertanggung jawab atas
pemasaran, promosi, administrasi, kebersihan,
keamanan, serta memastikan kenyamanan dan
kepuasan wisatawan.
e. Koperasi atau Lembaga Keuangan: Dalam
beberapa desa wisata, koperasi atau lembaga
keuangan sering berperan dalam mengelola
aspek keuangan dan investasi terkait dengan
pengembangan desa wisata. Mereka dapat
membantu dalam mengumpulkan dan
mengelola dana untuk proyek-proyek
pengembangan dan memastikan keberlanjutan
ekonomi desa wisata.
f. Pihak Eksternal: Pihak eksternal seperti
pemerintah daerah, lembaga pendidikan,
organisasi non-pemerintah, atau konsultan
pariwisata juga dapat terlibat dalam manajemen
pengelola desa wisata. Mereka dapat
memberikan bantuan teknis, pelatihan, atau
sumber daya lainnya untuk membantu
pengembangan desa wisata.

4.5.3. Analisis Kegiatan dan Kebutuhan Ruang


Analisis kegiatan bertujuan untuk mengetahui kegiatan apa
saja yang nantinya akan terjadi pada Perencanaan Desa
Wisata di Pesisir Pantai Jepara. Berikut merupakan penjelasan
lebih detail terkait analisis kegiatan berdasarkan pelaku :

IV-25
Tabel 4.2 Kegiatan dan Kebutuhan Ruang Pengunjung
Pelaku Kegiatan Utama Kebutuhan Ruang
Pengunjung Memarkir Kendaraan Area Parkir
Pecinta Alam Lobby
Duduk, menunggu
Lounge
Menukarkan uang Money Changer
Istirahat / bermalam Penginapan
Makan, minum Restoran dan Café
Berenang Kolam Renang
1. Bersepeda
Berolahraga
2. Jogging Track
Bermain Outbound Area Outbound
Menikmati rekreasi air
laut :
1. Snorkeling 1. R. Penyewaan Alat
2. Diving 2. Dermaga
3. Tracking
4. Memancing
Beribadah Musholla
Membersihkan Diri Toilet
Pengunjung Memarkir Kendaraan Area Parkir
Budaya & Lobby
Duduk, menunggu
Sejarah Lounge
Menukarkan uang Money Changer
Istirahat / bermalam Penginapan
Makan, minum Restoran dan Café
Berenang Kolam Renang
Melihat acara, pameran
budaya, pertunjukan Exhibition Hall
seni

IV-26
Bermain Outbound Area Outbound
Beribadah Musholla
Membersihkan Diri Toilet
Edukasi Kerajinan
Workshop
Kreatif
Pengunjung Memarkir Kendaraan Area Parkir
Pendidikan & Lobby
Duduk, menunggu
Penelitian Lounge
Menukarkan uang Money Changer
Istirahat / bermalam Penginapan
Makan, minum Restoran dan Café
Melihat acara, pameran
budaya, pertunjukan Exhibition Hall
seni
Beribadah Musholla
Membersihkan Diri Toilet
Edukasi Kerajinan
Workshop
Kreatif
Melihat Konservasi
Penangkaran Penyu
Penyu
Pengunjung Memarkir Kendaraan Area Parkir
Rekreasi Lobby
Duduk, menunggu
Keluarga Lounge
Melihat Penyu Penangkaran Penyu
Menukarkan uang Money Changer
Memesan tiket
Biro Perjalanan
perjalanan
Istirahat / bermalam Penginapan
Makan, minum Restoran dan Café
Berenang Kolam Renang
Berolahraga 3. Bersepeda

IV-27
4. Jogging Track
Bermain Outbound Area Outbound
Menonton pertunjukan
Area Pertunjukan outdoor
seni dan tari
Menikmati rekreasi air
laut :
1. Snorkeling 1. R. Penyewaan Alat
2. Diving 2. Dermaga
3. Tracking
4. Memancing
Berbelanja Toko Souvenir
Beribadah Musholla
Membersihkan Diri Toilet
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Tabel 4.3 Kegiatan dan Kebutuhan Ruang Pengelola


Pelaku Kegiatan Utama Kebutuhan Ruang
Memberikan arahan serta
Pembina mengawasi pelaksanaan R. Pembina
seluruh kegiatan
Rapat R. Rapat
Memberikan nasehat
Penasehat dalam pengambilan R. Penasehat
keputusan
Mengendalikan Desa
Ketua/Wakil R. Ketua/Wakil
Wisata
Membantu Pekerjaan
Sekretaris R. Sekretaris
Ketua
Mengatur keuangan Desa
Bendahara S. Bendahara
Wisata
Seksi Ketertiban & Keamanan

IV-28
Kepala
Memimpin Anggota R. Security
Keamanan
Rapat R. Rapat
Menjaga ketertiban dan
Anggota R. Security
keamanan di Desa Wisata
Seksi Pengembangan Usaha
Kepala Memimpin Anggota R. Kepala
Pengembangan
Rapat R. Rapat
Usaha
Mengelola dan
meningkatkan
Anggota pengembangan usaha R. Anggota
serta mengatur UMKM di
desa wisata
Seksi Kebersihan & Keindahan
Kepala
Kebersihan & Memimpin Anggota R. Kepala
Keindahan
Rapat R. Rapat
Menjaga kebersihan dan
R. Anggota
Anggota Keindahan area Desa
Gudang Alat
Wisata
Seksi Daya Tarik Wisata & Kenangan
Kepala DTWK Memimpin Anggota R. Kepala
Rapat R. Rapat
Mengelola dan
Anggota mempromosikan Atraksi R. Anggota
Wisata
Seksi Humas & SDM
Kepala Humas
Memimpin Anggota R. Kepala
& SDM

IV-29
Rapat R. Rapat
Membangun & Menjaga
citra baik pada masyarakat
Anggota S. Anggota
Mengelola Acara
Mengelola SDM
(Sumber : Pedoman Desa Wisata, 2023)

IV-30
4.5.4. Alur Sirkulasi Pelaku
Pada gambar dibawah, akan dijelaskan aliran sirkulasi
pelaku berdasarkan fungsi dan kegiatannya, yaitu :

IV-31
Gambar 4.21 Pola Sirkulasi Pelaku

(Sumber : Analisa Pribadi, 2023)

IV-32
4.5.5. Program Ruang
Sirkulasi didalam sebuah ruangan sangat diperlukan dan
diperhitungkan untuk kenyamanan dan keamanan pengguna
bangunan. Perhitungan sirkulasi menggunakan acuan :
Tabel 4.6 Presentase Sirkulasi
No. Presentase Keterangan
1. 5 – 10 % Standar minimum
2. 20 % Kebutuhan keluasan sirkulasi
3. 30 % Kebutuhan kenyamanan fisik
4. 40 % Tuntutan kenyamanan psikologis
5. 50 % Tuntutan spesifik kegiatan
6. 70 – 100 % Keterkaitan dengan banyak kegiatan
(Sumber : Time Saver Standart of Building, 1973)

Besaran ruang yang direncakan dalam Desa Wisata di


Kabupaten Jepara Jepara yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.7 Besaran Ruang
Nama Ruang Jumlah Kapasitas Perhitungan Sumber Luas
Ruang Total
Penginapan
Cottage 12 2 orang 48 m2 Asumsi 576 m2
kamar
Total Luas 576 m2
Sirkulasi 30% 172.8
m2
Jumlah 748.8
m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 748.8
m2
Exhibition Center
Exhibition 2 1500 1.5 m2 per orang Data 4.500
Hall orang Total= 1500x1.5 Arsitek m2
= 2.250 m2
Outdoor 1 500 orang 1.5 m2 per orang Data 750 m2
Exhibition Total= 500x1.5 Arsitek
= 750 m2
Auditorium 1 1000 1.5 m2 per orang Data 1500 m2
orang Total= 1000x1.5 Arsitek
= 1500 m2

IV-33
Backstage/ 1 30 orang 1.5 m2 per orang Data 45 m2
Ruang Total= 30x1.5 Arsitek
Persiapan = 45 m2
Meeting 100 2 1.5 m2 per orang Data 300 m2
Room Besar Total= 100x1.5 Arsitek
= 150 m2
Meeting 50 4 1.5 m2 per orang Data 300 m2
Room Total= 50x1.5 Arsitek
Sedang = 75 m2
Meeting 25 4 1.5 m2 per orang Data 150 m2
Room Kecil Total= 25x1.5 Arsitek
= 37.5 m2
Pre-Function 2 350 1.5 m2 per orang Data 525 m2
Area Total= 350x1.5 Arsitek
= 525 m2
Ruang VIP 2 12 2 m2 per orang Data 48 m2
Total= 12x2 Arsitek
= 24 m2
Ruang Panitia 4 12 2 m2 per orang Data 96 m2
Total= 12x2 Arsitek
= 24 m2
Function 6 12 2 m2 per orang Data 144 m2
Room Total= 12x2 Arsitek
= 24 m2
Ruang 2 4 45m2 Asumsi 90 m2
Kontrol
Loading Dock 1 30 15x30 m Asumsi 450 m2
Lobby 1 500 1.5 m2 per orang Data 750 m2
Total= 1500x1.5 Arsitek
= 2.250 m2
Information 1 3 3x5 15 m2
Center
VIP Lounge 1 65 2 m2 per orang Data 130 m2
Total= 12x2 Arsitek
= 130 m2
Medical 4 1 3x5 = 15 m2 Asumsi 15 m2
Room
Ruang 5 10 1.5 m2 per orang Data 150 m2
Pengelola Total= 10x1.5 Arsitek
= 15 m2
Ruang Rapat 1 20 1.5 m2 per orang Data 30 m2
Total= 20x1.5 Arsitek
= 30 m2
Ruang Arsip 4 1 5x10 m Asumsi 50 m2
Ruang 1 10 1.5 m2 per orang Data
Karyawan Total= 10x1.5 Arsitek
= 15 m2

IV-34
Ruang Tamu 1 6 2 m2 per orang Data 12 m2
Total= 6x2 Arsitek
= 12 m2
Toilet Pria 4 10 Ukuran satu Data 120 m2
kamar mandi Arsitek
standar: 2x1.5 = 3
m2
Toilet Wanita 4 10 Ukuran satu Data 120 m2
kamar mandi Arsitek
standar: 2x1.5 = 3
m2
Toilet Disabel 4 1 Ukuran satu Data 16 m2
kamar mandi Arsitek
standar: 2x2 = 4
m2
R. Laktasi 4 4 2 m2 per orang Data 32 m2
Total= 4x2 Arsitek
= 8 m2
Pantry 3 2 2 m2 per orang Data 12 m2
Total= 2x2 Arsitek
= 4 m2
Gudang 6 2 5x10 m Asumsi 300 m2
Parkir 100 mobil 100 mobil: 1.690
Basement 200 motor 100x(5x2.5)= m2
1.250 m2
200 motor: 100 x
(2.2 x 1) =
440 m2
Total Luas 12.340
m2
Sirkulasi 50% 6.170
m2
Jumlah 18.510
m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 9.180
m2
Wisata Pantai
Ruang 2 10 Standar 0.16 m2 Data 100 m2
Persiapan per loker Arsitek
Luas 3.25 m2
R. Pemandu 1 10 Standar 8 m2 per Data 120 m2
orang = 8x10 = 80 Arsitek
m2
R. 1 10 Standar 8 m2 per Data 80 m2
Penyewaan orang = 8x10 = 80 Arsitek
peralatan m2
Dermaga 1 100 1.5 m2 per orang Data 150 m2

IV-35
Total= 100x1.5 Arsitek
= 150 m2
Total Luas 450 m2
Sirkulasi 30% 135 m2
Jumlah 585 m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 585 m2
Restoran
Restoran 1 100 2.25 m2 per orang Data 225 m2
= 100 x 2.25 = 225 Arsitek
m2
Dapur 1 8 13.2 x 6 = 79.2 m2 Data 80 m2
Arsitek
R. 1 2 Manusia: Data
Administrasi 2x(0.6x1.2)=1.44 Arsitek
Dapur m 2

2 meja: 2x(2x1)= 4
m2
4 kursi:
4x(0.5x0.5)= 1 m2
2 lemari:
2x(0.6x1.5)= 1.8
m2

R. Pegawai 1 25 Manusia: 1.5 x 25 Data 43 m2


= 37.5 m2 Arsitek
Kursi:
25x(0.5x0.5)= 6.25
R. Manajer 1 2 Manusia: 2.25 x 2 Data 9 m2
= 4.5 m2 Arsitek
2 meja: 2x(2x1)= 4
m2
4 kursi:
4x(0.5x0.5)= 1 m2
2 lemari:
2x(0.6x1.5)= 1.8
m2
R. Kepala 1 2 Manusia: 2.25 x 2 Data 9 m2
Chef = 4.5 m2 Arsitek
2 meja: 2x(2x1)= 4
m2
4 kursi:
4x(0.5x0.5)= 1 m2
2 lemari:
2x(0.6x1.5)= 1.8
m2
R. 2 5 5x5 m Asumsi 50 m2
Penyimpanan

IV-36
bahan dapur
Gudang 1 5 5x5 m Asumsi 25 m
R. Cuci piring 1 2 3 x 5 = 15 m2 Asumsi 15 m2
Toilet Pria 2 1 Ukuran satu Data 8 m2
kamar mandi Aristek
standar: 2x1.5 = 3
m2
Toilet Wanita 2 1 Ukuran satu Data 8 m2
kamar mandi Aristek
standar: 2x1.5 = 3
m2
Ruang 1 2 4x4 m Asumsi 16 m2
pengolah
an
sampah
Total Luas 488 m2
Sirkulasi 30% 146 m2
Jumlah 634 m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 634 m
Area Outbound
Area 1 300 2.25 m2 per orang Data 675 m2
Outbound = 300 x 2.25 = 675 Aristek
Dewasa m2
Area 1 300 2.25 m2 per orang Data 675 m2
Outbound = 300 x 2.25 = 675 Aristek
Anak m2
Aula 1 150 2.25 m2 per orang Data 337.5
= 150 x 2.25 = Aristek m2
337.5 m2
Ruang 1 20 2.25 m2 per orang Data 45 m2
Penyimpanan = 20 x 2.25 = 45 Aristek
Alat m2
Ruang 1 5 2.25 m2 per orang Data 11.25
Informasi = 5 x 2.25 = 11.25 Aristek m2
m2
Ruang Staff 1 10 2.25 m2 per orang Data 22.5 m2
= 10 x 2.25 = 22.5 Aristek
m2
Lobby 1 20 2.25 m2 per orang Data 45 m2
= 20 x 2.25 = 45 Aristek
m2
Resepsionis 1 4 0.36 m2 per orang Data 1.44 m2
= 4 x 0.36 = 1.44 Aristek
m2
Toilet Pria 2 1 Ukuran satu Data 8 m2
kamar mandi Aristek
standar: 2x1.5 = 3

IV-37
m2
Toilet Wanita 2 1 Ukuran satu Data 8 m2
kamar mandi Aristek
standar: 2x1.5 = 3
m2

Total Luas 4.866


m2
Sirkulasi 30% 1.459
m2
Jumlah 6.325
m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 6.325
m2
Penangkaran Penyu
Bak 12 1 9 m2 Asumsi 108 m2
Penampung
Pasir 1 54.6 m2 Asumsi 54.6 m2
Penetasan
Telur
Kolam 1 54.6 m2 Asumsi 54.6 m2
Pendaratan
Kolam Pasir 1 19 30 m2 Asumsi 30 m2
Kolam Air 1 19 30 m2 Asumsi 30 m2
Ruang Pakan 1 9 m2 Asumsi 9 m2
Mes 2 4 9 m2 Asumsi 9 m2
Karyawan
Pria
Mes 2 4 9 m2 Asumsi 9 m2
Karyawan
Wanita
Toilet Pria 2 1 Ukuran satu Data 8 m2
kamar mandi Aristek
standar: 2x1.5 = 3
m2
Toilet Wanita 2 1 Ukuran satu Data 8 m2
kamar mandi Aristek
standar: 2x1.5 = 3
m2
Dapur 2 1 4 m2 Data 8 m2
Arsitek
Aula 1 20 40 m2 Asumsi 40 m2
Gudang 1 9 m2 Asumsi 9 m2
Total Luas 377.2
m2
Sirkulasi 30 % 113.16
m2

IV-38
Jumlah 490.4
m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 490.4
m2
Kolam Renang
Kolam 1 area 100 orang 500 m2 Asumsi 500 m2
Renang
Dewasa
Kolam 1 area 30 anak 50 m2 Asumsi 50 m2
Renang Anak
R. Ganti dan 1 ruang 8 orang Ruang ganti Data 20 m2
loker pria partisi: Arsitek
= 8x(1x1.5)= 12
m2
loker: 1x(2.1x0.5)=
1.05 m2
R. Ganti dan 1 ruang 8 orang Ruang ganti Data 20 m2
loker wanita partisi: Arsitek
= 8x(1x1.5)= 12
m2
loker: 1x(2.1x0.5)=
1.05 m2
R. Bilas Pria 1 ruang 8 orang Ruang bilas Data 18 m2
partisi: Arsitek
= 8x(1x1.5)= 12
m2
R. Bilas 1 ruang 8 orang Ruang bilas Data 18 m2
Wanita partisi: Arsitek
= 8x(1x1.5)= 12
m2
Toilet Pria 2 1 Ukuran satu Data 8 m2
kamar mandi Aristek
standar: 2x1.5 = 3
m2
Toilet Wanita 2 1 Ukuran satu Data 8 m2
kamar mandi Aristek
standar: 2x1.5 = 3
m2
Total Luas 1.212
m2
Sirkulasi 30% 363,6
m2
Jumlah 1.575,6
m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 1.575,6
m2
Workshop

IV-39
Workshop 5 4 4x4 m Asumsi 16 m2
Gudang 1 2 4x4 m Asumsi 16 m2
Total Luas 32 m2
Sirkulasi 30% 9.6 m2
Jumlah 41,6 m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 41,6 m2
Souvenir & Oleh-oleh
Toko 5 4 4x4 m Asumsi 16 m2
Souvenir
Gudang 1 2 4x4 m Asumsi 16 m2
Total Luas 32 m2
Sirkulasi 30% 9.6 m2
Jumlah 41,6 m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 41,6 m2
Mushola
Musholla 2 ruang 50 orang = 50x(1.2x0.6)= 36 Asumsi 72 m2
m2
Tempat 1 ruang 6 orang = 3 x 3 = 9 m2 Asumsi 9 m2
Wudhu pria
Tempat 1 ruang 6 orang = 3 x 3 = 9 m2 Asumsi 9 m2
Wudhu
Wanita
Total Luas 90 m2
Sirkulasi 50% 45 m2
Jumlah 135 m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 135 m2
Ruang Penerimaan & Area Parkir
Area Parkir 1 5 bus, 100 5 bus : 5 x (3,5 x Data 1552.5
mobil, 100 11) = 192.5 m2 Arsitek m2
sepeda 100 mobil:
motor 100x(5x2,5)=
1.250 m2
50 motor: 50 x (2.2
x 1) =
110 m2
Drop Off 1 25 m2 Asumsi 25 m2
Front Desk 1 2 9 m2 Asumsi 9 m2
Lobby 1 50 1.5 m2 per orang Data 75 m2
Total= 50x1.5 Aristek
= 75 m2
Tempat 1 1 16 m2 Data 16 m2
Penitipan Aristek
Barang
Toilet Pria 2 1 Ukuran satu Data 8 m2
kamar mandi Aristek
standar: 2x1.5 = 3
m2

IV-40
Toilet Wanita 2 1 Ukuran satu Data 8 m2
kamar mandi Aristek
standar: 2x1.5 = 3
m2
Total Luas 1.693.5
m2
Sirkulasi 50% 846.75
m2
Jumlah 2.540.25
m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 141 m2
Utilitas
R. Kontrol 1 ruang 2 orang 6 x 3 = 18 m2 Asumsi 18 m2
Panel
R. Genset 1 ruang 20 m2 / unit Asumsi 20 m2
R. Trafo 1 ruang 12 m2 / unit Asumsi 12 m2
R. PLN 1 ruang 10 m2 / unit Asumsi 10 m2
R. Pompa 1 ruang 50 m2 / unit Data 50 m2
Arsitek
Tandon Air 80 m2 / unit Asumsi 80 m2
Total Luas 190 m2
Sirkulasi 30% 57 m2
Jumlah 247 m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 247 m2

IV-41
Tabel 4.8 Rekapitulasi Besaran Ruang
Kelompok Ruang Luas Ruang
Penginapan 748.8 m2
Exhibition Center 18.510 m2
Wisata Pantai 585 m2
Restoran 634 m2
Area Outbound 6.325 m2
Penangkaran Penyu 490.4 m2
Kolam Renang 1.575,6 m2
Workshop 41,6 m2
Souvenir & Oleh-oleh 41,6 m2
Mushola 135 m2
Area Parkir 2.540.25 m2
Utilitas 247 m2
Total Luas (KLB) 31.875 m2
Luas Lantai Dasar (KDB) 20.145 m2
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)
Dari besaran ruang diatas, maka dapat diperhitungkan total
luas yang direncanakan, yaitu :
Tabel 4.9 Jumlah Batasan Perencanaan Desa Wisata
No. Kriteria Batasan Rencana
1. Luas Lahan 60.000 m2 60.000 m2
2. KDB 45% = 27.000 m2 20.145 m2 (33%
(max) dari luas lahan)
(75% dari batasan
KDB)
3. KLB 1.00 x 60.000 = 31.875 m2 (53%
60.000 m2 (max) dari batasan KLB)
4. KB 4 Lt (14 m) 4 Lt (14 m)
5. RTH 60.000 – 27.000 = 39.855 m2 (67%
33.000 m2 (min) dari luas lahan)
(Analisis Pribadi, 2023)

IV-42
4.6.Analisis Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko yang
ditimbulkan oleh bencana (jika terjadi bencana) sehingga dampak
negatif yang ditimbulkan akan berkurang. Salah satu tindakan
pencegahan dalam mitigasi yaitu Pembuatan bangunan struktur yang
berfungsi untuk mencegah, mengamankan, dan mengurangi dampak
yang ditimbulkan bencana seperti: tanggul, dam, bangunan tahan
gempa dan sejenisnya.
Berdasarkan data dari BPBD Kabupaten Jepara, Kawasan Rawan
Bencana di Kecamatan Jepara yaitu :
1. Rawan Gempa Bumi

Gambar 4.33 Peta Rawan Gempa Bumi Jawa Tengah


(Sumber : BPDP Jawa Tengah, 2023)
Solusi Mitigasi bencana alam gempa bumi dapat dilakukan dengan
cara :
a. Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi
tahan getaran atau gempa
b. Mengikuti standard kualitas bangunan untuk Memastikan
bangunan kuat terhadap getaran atau gempa
c. Membuat fasilitas umum dengan standard kualitas yang tinggi
d. Merencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi
tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana.

IV-43
2. Rawan Abrasi

Gambar 4.34 Peta Rawan Bencana Abrasi


(Sumber : BPBD Kabupaten Jepara, 2023)

Kabupaten Jepara sebagai salah satu daerah yang memiliki


risiko tinggi terhadap abrasi perlu adanya upaya mitigasi.
Kabupaten Jepara sebagai salah satu daerah yang memiliki resiko
tinggi terhadap abrasi telah menerapkan beberapa bentuk upaya
mitigasi struktural. Solusi Mitigasi struktural merupakan
pembangunan fisik seperti talud, bronjong, dan lain sebagainya.

IV-44
4.7.Analisis Sistem Struktur dan Material
4.7.1. Sistem Struktur
Analisis ini bertujuan untuk menentukan jenis struktur
apa yang sesuai pada objek rancangan. Faktor yang harus
diperhatikan meliputi kondisi tanah pada tapak, besaran ruang,
lebar bentang bangunan, fungsi bangunan itu sendiri serta
material yang akan digunakan.
Dalam penerapan konsep Neo-Vernakular pada
bangunan Desa Wisata di Pesisir Pantai Jepara meliputi
penggunaan struktur bangunan dan bahan bangunan.
Sistem struktur bangunan akan mempengaruhi
terbentuknya bangunan, sehingga akan mempengaruhi
penampilan bangunan tersebut. Ada beberapa persyaratan
pokok struktur sesuai prinsip arsitektur Neo-Vernakular antara
lain :
a. Fungsional, agar sesuai dengan fungsinya yang didasarkan
atas tuntutan besaran ruang, fleksibilitas terhadap
penyusunan unit-unit hunian. Pola sirkulasi, dan lain lain.
b. Estetika struktur dapat merupakan bagian integral dengan
ekspresi arsitektur yang serasi dan logis.
c. Keseimbangan, agar massa bangunan tidak bergerak.
d. Kestabilan, agar bangunan tidak goyah akibat gaya luar dan
punya daya tahan terhadap gangguan alam, seperti gempa,
angin, dan kebakaran.
e. Kekuatan, berhubungan dengan kesatuan seluruh struktur
yang menerima beban
f. Ekonomis, baik dalam pelaksanaan maupun pemeliharan.

Dalam sistem struktur terdiri tiga bagian struktur bangunan


yaitu diantaranya :
1. Sub Structure (Struktur Bawah)

IV-45
Bagian sub structure, yaitu segala bagian bangunan
yang berada didalam atau dibawah tanah, yaitu pondasi
tempat seluruh bangunan itu bertumpu dan tanah tempat
pondasi bertumpu. Pondasi berfungsi untuk menahan
seluruh beban bangunan dan meneruskan beban tersebut
ke dalam tanah. Suatu sistem pondasi harus dapat
menjamin, harus mampu mendukung beban bangunan
diatasnya, termasuk gaya-gaya luar seperti gaya angin,
pergerakan tanah, dan lain sebagainya. Untuk itu pondasi
harus kuat, stabil, aman, agar tidak mengalami penurunan
dan tidak mengalami pematahan.
Sistem pondasi yang digunakan pada Desa Wisata di
pesisir pantai Jepara adalah :
a. Pondasi Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang adalah sebuah bagian struktural
dari sebuah bangunan yang membagi tekanan gravitasi
secara merata pada tanah dan berfungsi agar bangunan
yang dibangun bisa menjadi kuat dan berdiri dengan
kokoh. Pondasi tiang pancang umumnya digunakan
apabila struktur tanah yang akan dibangun mempunyai
kemungkinan untuk bergeser atau labil. Selain itu juga
pondasi jenis ini biasa digunakan apabila terdapat
sebuah drainase dibawah tanah. Pondasi ini cocok
digunakan pada tapak yang berada di pesisir pantai
karena sangat kokoh dan kuat terhadap erosi air laut
serta digunakan pada bangunan utama.

IV-46
Gambar 4.40 Pondasi Tiang Pancang
(Sumber : Gambar Google. 2023)

Tabel 4.10 Kelebihan dan Kekurangan Pondasi Tiang


Pancang
Kelebihan Kekurangan
1. Daya dukung tinggi 1. Bobotnya sangat berat
2. Meminimalisir galian 2. Memakan waktu lama
3. Awet dan tahan lama 3. Proses produksi rumit
4. Lebih tahan korosi 4. Biaya relatif mahal
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

b. Pondasi Foot Plat


Pondasi Foot Plat adalah satu jenis pondasi
dangkal yang bekerja menahan beban secara terpusat
(dari kolom) sehingga penempatannya sama persis
pada titik-titik penempatan kolom bangunan. Pondasi
foot plat terbuat dari beton bertulang dengan bentuk
pelat persegi empat atau persegi panjang.

IV-47
Gambar 4.41 Pondasi Foot Plat
(Sumber : Gambar Google, 2023)

Tabel 4.11 Kelebihan dan Kekurangan Pondasi Foot Plat


Kelebihan Kekurangan
1. Harga relatif murah 1. Diperlukan manajemen
2. Daya dukung pondasi waktu yang baik dalam
cukup besar pelaksanaannya
3. Dapat dikombinasikan 2. Pelaksanaannya cukup
dengan pondasi jenis lain rumit karena banyaknya
untuk meningkatkan item pekerjaan
daya dukungnya.
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

c. Pondasi Batu Kali


Pondasi batu kali merupakan jenis pondasi yang
terbuat dari struktur batu kali yang disusun sehingga
menjadi bangunan yang lebih kokoh untuk menopang
beban diatasnya seperti hunian atau rumah. Cara
membangun pondasi batu kali mempunyai kedalaman
antara 60 sampai 80 cm dengan lebar yang disesuaikan
dengan keladalam pondasi

IV-48
Gambar 4.42 Pondasi Batu Kali
(Sumber : Gambar Google, 2023)

Tabel 4.12 Kelebihan dan Kekurangan Pondasi Batu Kali


Kelebihan Kekurangan
1. Kebutuhan anggaran 1. Tidak cocok diterapkan
biaya rendah untuk bangunan
2. Waktu pengerjaan relatif bertingkat
cepat 2. Daya dukung tidak terlalu
3. Memiliki model konstruksi kuat
sederhana
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

2. Middle Structure (Struktur Tengah)


Middle Structure merupakan struktur tengah bangunan berupa
kolom, balok, plat lantai, dan dinding sebagai penutup. Middle
structure yang digunakan diantaranya :
a. Kolom
Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang
memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga
keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang
dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang
bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh

IV-49
struktur. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban ke
pondasi. Untuk kolom pada bangunan ada dua jenis yaitu
kolom utama dan kolom praktis.
b. Balok
Balok adalah kayu, beton, maupun baja yang dipasang
didalam ruangan untuk menahan rangka langit-langit plafon.
Selain itu balok lantai juga berfungsi sebagai pengaku
utama bangunan atau struktur. Beban-beban yang dipikul
oleh balok adalah plat lantai, dinding dan beratnya sendiri.
Balok menerima beban horizontal akibat adanya gaya angin
dan gaya gempa yang didistribusikan juga ke kolom.
c. Plat Lantai
Plat lantai adalah lantai yang tidak terletak diatas tanah
langsung, jadi merupakan lantai bertingkat. Plat lantai ini
didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada
kolom-kolom bangunan. Ketebalan plat lantai ditentukan
oleh :
1) Besar lendutan yang diizinkan
2) Lebar bentangan atau jarak antara balok-balok
pendukung
3) Bahan konstruksi dan plat lantai
d. Dinding
Dinding adalah bagian dari bangunan yang dipasang secara
vertikal dengan fungsi sebagai pemisah antar ruang, baik
antara ruang dalam maupun ruang luar.

3. Upper Structure (Struktur Atas)


Upper structure merupakan struktur bagian atas yang
merupakan struktur atap dan penutup atap.
a. Struktur atap
Struktur atap merupakan struktur yang menopang beban
dari penutup atap yang nantinya akan diteruskan ke dalam

IV-50
kolom. Pada umumnya material yang digunakan adalah
kayu dan baja konvensional. Pada saat ini penggunaan
kayu lebih sedikit dikarenakan harga kayu yang mahal dan
persediaan kayu di hutan semakin sedikit. Untuk struktur
baja konvensional merupakan struktur yang cocok
digunakan untuk bentang lebar serta mudah dalam
pengerjaan. Dalam hal estetika, struktur baja juga dapat
diekspos.
b. Penutup atap
Penutup atap adalah bagian paling atas dari suatu
bangunan yang melindungi bangunan dan penghuninya
secara fisik. Sebagai lapisan terluar, penutup atap
merupakan material yang bersinggungan langsung dengan
sinar matahari, angin, dan hujan. Dalam perencanaan Desa
Wisata ini menggunakan genteng metal berpasir. Genteng
metal ini bebannya lebih ringan dan kuat dibangin material
lain serta bersifat lentur dan tahan air.

4.7.2. Material
Bahan bangunan adalah setiap bahan yang digunakan
untuk tujuan konstruksi. Bahan bangunan dapat didefinisikan
sebagai salah satu elemen pokok yang menentukan kualitas
bangunan, murah atau mahal, dan sederhana atau mewah.
Bahan bangunan juga dapat diartikan pemegang peranan
penting dalam suatu konstruksi bangunan seperti menentukan
kekuatan, keamanan, keselamatan, dan keawetan suatu
bangunan.
Bahan bangunan ditinjau dari penggunaan, reaksi
terhadap iklim, ketahanan dan resiko biologis dari daerah
tropis.

IV-51
Tabel 4.13 Bahan Bangunan
Bahan Gambar Penggunaan Reaksi Ketahanan
terhadap dan resiko
iklim biologis
Kayu Dipergunakan Jenis kayu Tidak tahan
untuk keras memiliki terhadap
bangunan ketahanan rayap dan
kecil dan yang tinggi jamur perusak
menengah, terhadap kayu.
baik untuk pengaruh Pencegahan
konstruksi iklim. Dengan dilakukan
maupun perawatan dengan
elemen yang baik pengecatan,
bangunan serta perendaman,
lainnya penggunaan atau difusi
yang tepat dengan
sangat tahan bahan kimia
terhadap anti rayap.
hujan
Batu alam Tidak Tahan Ketahanan
memegang terhadap tinggi
peranan angin dan terhadap
utama dalam cuaca kerusakan
konstruksi , mekanis
biasa
digunakan
sebagai
dekoratif
dinding

IV-52
Batu bata Digunakan Bila diolah Tahan
bakar untuk semua secara tepat terhadap
konstruksi akan tahan kerusakan
dinding. terhadap mekanis
Sangat cuaca,
bervariasi penyerapan
dalam panas baik,
ukuran, kemampuan
bentuk, penyaluran
komposisi panas
bahan dan rendah.
kualitas
Beton Dapat Tahan hujan, Tahan api dan
bertulang digunakan penyerapan tahan
untuk panas sangat terhadap
berbagai tinggi gangguan
metode mekanis
konstruksi
Baja Konstruksi Tahan angin Mudah
bangunan dan air. terkena korosi
atap Kemampuan di daerah
penghantaran lembab.
listrik besar Tahan
terhadap
rayap, daya
tahan
terhadap api
kecil jika tidak
menggunakan
pelapis

IV-53
Aluminium Bahan Tahan Tahan api dan
konstruksi terhadap gempa
hujan dan air,
penghantaran
panas tinggi,
kemampuan
pemantulan
sangat baik
Kaca Dipakai untuk Kemampuan Bahaya
konstruksi penghantaran pecah pada
biasa panas kecil saat gempa,
angin topan,
kebakaran
dan benturan
Cat Digunakan Tergantung Dapat dirusak
untuk melapis komposisinya, oleh radiasi
dinding, atap, ada yang ultraviolet,
atau elemen tahan/larut kelembaban,
bangunan dalam air, hujan dan
lainnya. tahan gosok udara.
atau tahan
cuaca
Metal Untuk Sangat cocok Tahan
Berpasir penutup atap untuk daerah gempa, tidak
tropis, kedap tahan api,
angin, kuat terhadap
pengecatan benturan
dengan cat
dapat
menambah
pemantulan
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

IV-54
BAB V
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

5.1.Konsep Arsitektur Neo-Vernakular


Neo-Vernacular adalah suatu penerapan elemen arsitektur yang
telah ada, baik fisik (bentuk, konstruksi) maupun non fisik (konsep,
filosofi, tata ruang) dengan tujuan melestarikan unsur-unsur lokal yang
telah terbentuk secara empiris oleh sebuah tradisi yang kemudian
sedikit atau banyaknya mengalami pembaruan menuju suatu karya
yang lebih modern atau maju tanpa mengesampingkan nilai-nilai
tradisi setempat (Tjok Pradnya Putra, 2014).
Berdasarkan definisi tersebut, terdapat beberapa kriteria yang
mempengaruhi arsitektur Neo-Vernacular, diantaranya :

1. Penerapan unsur budaya dan lingkungan setempat pada elemen


fisik bangunan (zonasi, blockplan, detail, struktur, dan ornamen).

2. Penerapan elemen non-fisik seperti budaya pola pikir, kepercayaan,


dan tata letak yang mengacu pada makro kosmos. Elemen
non-fisik ini biasanya diimplementasikan ke dalam konsep
perancangan.

3. Prinsip-prinsip bangunan Vernakular tidak diterapkan secara murni,


melainkan mengalami pengaruh perkembangan teknologi yang
menghasilkan karya baru dengan mengutamakan penampilan
visualnya.

Dalam penerapan konsep arsitektur Neo-Vernakular pada


bangunan, ada beberapa solusi yang bisa diterapkan, diantaranya :
1. Menggunakan atap bubungan, atap memiliki tritisan
yang memanjang ke arah permukaan tanah yang menutupi
dinding, sehingga diibaratkan sebagai elemen pelindung dan
penyambut.

V-1
Gambar 5.1 Rencana Model Atap
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

2. Penggunaan batu bata dan ornamen khas daerah.

Gambar 5.2 Rencana Finishing Dinding


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

V-2
Gambar 5.3 Rencana Motif Ornamen yang Digunakan
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

3. Menggunakan bentuk-bentuk tradisional yang ramah


lingkungan dengan proporsi yang lebih vertikal.

Gambar 5.4 Rencana Bentuk Bangunan


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

V-3
4. Kesatuan antara interior dengan ruang luar yang ada disekitarnya.

Gambar 5.5 Rencana Interior Bangunan


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

5. Warna-warna yang kuat dan kontras seperti warna kayu


dikombinasikan dengan warna-warna netral.

Gambar 5.6 Rencana Penggunaan Warna


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

V-4
5.2.Konsep Perancangan Tapak
Menurut pakar Arsitektur Hamid Shirvani (1985) dalam bukunya
“the Urban Design Process”, memiliki 8 elemen yang membentuk fisik
kawasan yakni Tata Guna Lahan (Land Use), Tata Massa Bangunan
(Building Form and Mass Building), Sirkulasi dan Parkir (Circulation
and Parking), Ruang Terbuka (Open Space), Penanda (Signages),
Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian), Aktifitas pendukung (Support Activity),
Preservasi (Preservation).

Berdasarkan teori tersebut, maka akan menggunakan


elemen-elemen perancangan kawasan yang ada di Desa Wisata
diKabupaten Jepara berdasarkan teori Hamid Shirvani.

Gambar 5.7 Rencana Tapak


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

5.4.1. Tata Guna Lahan (Land Use)


Tata guna lahan bertujuan untuk mengetahui dan
menentukan letak beberapa zona pada Desa Wisata di
Kabupaten Jepara. Dibawah ini merupakan penempatan

V-5
masing-masing lahan pada tapak berdasarkan analisis
sebelumnya.

Gambar 5.7 Rencana Zoning Tapak


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

a. Zona Publik
Untuk perletakan zona public diletakan pada area depan
tapak untuk dapat diakses oleh setiap pengunjung yang
datang. Pada area publik meliputi tempat parkir, taman, dan
Lobby.
b. Zona Semi Publik
Zona semi public diletakkan berdekatan dengan zona public
dan servis di bagian selatan tapak agar dapat dijadikan
hirarki ruang. Pada zona semi publik meliputi Gedung
Exhibition Center, Penangkaran Penyu, Workshop,Toko
Souvenir, Kolam Renang, Restoran, dan Area Outbound.
c. Zona Privat
Untuk zona privat diletakkan di bagian yang memberikan
kenyamanan view, keamanan, dan kemudahan sirkulasi.
Pada zona ini terdiri dari hunian berupa cottage.

V-6
d. Zona Servis
Untuk zona servis diletakan di bagian belakang agar tidak
mengganggu kegiatan ruang lainnya dan memiliki jalannya
sendiri. Pada zona ini terdiri dari ruang genset, ruang pompa,
ruang trafo, dan tandon air.

5.4.2. Tata Massa Bangunan (Building From Massing)

Gambar 5.8 Rencana Pola Massa Bangunan


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Penguatan image dan karakter pada kawasan Desa


Wisata melalui penataan massa bangunan yang baik
seperti pada tapak menggunakan konsep dari bentuk motif
ukiran Jepara. Motif Ukir Jepara merupakan stilasi dari
bentuk tumbuhan menjalar, antara lain tangkainya kecil
memanjang, daunnya lebar, dan ujung daunnya runcing.
Bentuk tersebut diterapkan pada penataan tapak yaitu pola
jalannya sebagai tangkainya yang menjalar dan bangunan
sebagai daunnya yang lebar. Konsep ini diterapkan pada
keseluruhan tapak

V-7
Gambar 5.9 Rencana Penataan Massa
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Pada Desa Wisata Kabupaten Jepara terdapat Gedung


Exhibition Center sebagai bangunan utama, Kantor
Pengelola, Penangkaran Penyu, Restoran, Penginapan,
Workshop dan Toko Souvenir hasil kerajinan masyarakat
lokal sehingga terdapat beberapa massa bangunan pada
kawasan Desa Wisata.

5.4.3. Sirkulasi dan Parkir (Sirculation and Parking)


Sirkulasi dan parkir (Sirculation and Parking) pada Desa
Wisata merupakan elemen yang menyusun lingkungan
desa wisata yang berbentuk jalan dan parkir. Adapun
Sirkulasi dan Parkir pada Desa Wisata ini yaitu sebagai
berikut :

V-8
Gambar 5.10 Rencana Sirkulasi Tapak
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)
Adapun respon yang dapat diberikan dari sirkulasi tersebut
adalah :
a. Sirkulasi Kendaraan
Sirkulasi kendaraan memiliki porsi yang lebih kecil,
dalam perancangan sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki
dipisah agar tidak terjadi cross. Sirkulasi kendaraan tidak
diperbolehkan berada dalam lingkungan tapak, hanya
diperbolehkan melalui area entrance utama untuk drop area
dan ke area parkir.
b. Sirkulasi Utilitas
Sirkulasi kendaraan utilitas dibuat terpisah dan memiliki
jalurnya sendiri sehingga tidak akan mengganggu sirkulasi
kendaraan lainnya.
c. Sirkulasi Pejalan Kaki
Sirkulasi pejalan kaki mendapatkan porsi yang lebih
besar daripada sirkulasi kendaraan. Untuk sirkulasi di dalam
tapak secara umum sirkulasi yang diterapkan difokuskan
satu arah terhadap massa bangunan yang ada, tetapi pada
titik tertentu terdapat percabangan.

V-9
5.4.4. Ruang Terbuka (Open Space)

Gambar 5.11 Rencana Ruang Terbuka


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Ruang terbuka pada kawasan sebagai ruang untuk


menikmati potensi alam dan menghilangkan kejenuhan.
Ruang terbuka yang berada pada Desa Wisata meliputi
area outbound, Kolam Ikan, Air Mancur, Sclupture, Kolam
Renang, Taman, dan Dermaga.

Gambar 5.12 Konsep Taman


(Sumber : Gambar Google, 2023)

V-10
Gambar 5.13 Rencana Sclupture
(Sumber : Gambar Google, 2023)

Gambar 5.14 Rencana Kolam Ikan


(Sumber : Gambar Google, 2023)

Gambar 5.15 Rencana Area Outbound


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

V-11
5.4.5. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)
Area pejalan kaki merupakan hal yang sangat penting
dan wajib ada pada tapak. Hal ini dikarenakan lokasi tapak
yang berada di daerah pesisir pantai yang memungkinkan
pengunjung untuk berjalan kaki sambil menikmati suasana
pantai dan air laut. Area pejalan kaki bisa digunakan juga
dalam kegiatan seperti jogging dan bersepeda. Letak
pedestrian berada pada sepanjang jalan tapak yang
menghubungkan antara ruang yang satu dengan yang
lainnya.

Gambar 5.16 Rencana Jalur Pedestrian dan Ramp


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Menghadirkan ramp dan jalur pejalan kaki yang


memberikan kenyamanan penggunanya serta ramah
terhadap disabilitas/difabel. Selain menjadi penghubung
antara fasilitas-fasilitas yang ada, jalur pedestrian dapat
digunakan sebagai tempat peneduh dengan pepohonan
dan beristirahat.

V-12
5.4.6. Penanda (Signage)
Penanda (Signage) pada Desa Wisata merupakan
media komunikasi visual arsitektural sebagai bagian dari
sistem informasi Desa Wisata. Berdasarkan posisi tapak
yang berada di area dataran rendah maka setiap jalur
kendaraan dan pedestrian akan terpasang penanda jalan
pada setiap pintu masuk dan pertigaan jalur serta penanda
ruang yang terdapat pada tapak.

Gambar 5.17 Rencana Penanda pada Tapak


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

5.4.7. Aktivitas Pendukung (Activity Support)


Kegiatan Pendukung (Activity Support) pada Desa
Wisata di Kabupaten Jepara membantu memperkuat
ruang-ruang publik yang ada. Beberapa aktifitas pendukung
pada desa wisata ini antara lain workshop, kolam renang,
pameran outdoor, dan toko souvenir. Workshop digunakan
untuk membantu usaha pengrajin lokal dan edukasi bagi
wisatawan yang ingin belajar kerajinan khas jepara.
Pameran outdoor disiapkan untuk pameran serta
pertunjukan tari Tayub Jepara sehingga dapat

V-13
memperkenalkan budaya jepara. Toko Souvenir di siapkan
untuk para pengunjung yang ingin membeli oleh-oleh khas
Jepara yang telah di olah maupun yang belum di olah.

Gambar 5.18 Tari Tayub Jepara


(Sumber : Gambar Google, 2023)

Gambar 5.19 Rencana Kolam Renang


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

5.3.Konsep Bentuk dan Gubahan Massa


Tujuan utama dari gubahan massa arsitektur neo-vernakular
adalah menciptakan bangunan yang berfungsi dengan baik, ramah
lingkungan, dan memiliki identitas budaya yang kuat. Desain-desain ini
mencoba untuk menghormati dan menghargai tradisi lokal, sambil
tetap menghadirkan inovasi dan kualitas arsitektur yang dapat
bersaing dengan bangunan modern lainnya.

V-14
Gambar 5.20 Rencana Gubahan Massa
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Ada beberapa ciri khas dalam desain arsitektur neo-vernakular.


Berikut adalah beberapa elemen, bentuk dan gubahan massa yang
diterapkan pada bangunan Desa Wisata ini :
1. Desain arsitektur neo-vernakular sering mengacu pada proporsi
dan skala yang ditemukan dalam arsitektur tradisional setempat.
Proporsi yang harmonis dan penyesuaian dengan lingkungan

V-15
sekitarnya menjadi fokus utama. Bangunan dapat memiliki bentuk
yang sederhana dan simetris, dengan penggunaan
dinding-dinding tebal dan atap dengan sudut kemiringan yang
khas.
2. Penggunaan bahan-bahan alami dan lokal adalah salah satu ciri
khas arsitektur neo-vernakular. Ini dapat mencakup penggunaan
batu, kayu, tanah liat, atau material alami lainnya dalam konstruksi
bangunan. Material tersebut sering diperoleh dari daerah sekitar
proyek, sehingga mencerminkan identitas lokal dan meminimalkan
dampak lingkungan.
3. Gubahan massa neo-vernakular sering mengintegrasikan
elemen-elemen tradisional dalam fasad bangunan. Ini bisa berupa
penggunaan pola-pola dekoratif, detail ornamen, atau penggunaan
jendela-jendela dan pintu-pintu dengan desain khas yang
mencerminkan budaya setempat. Fasad bangunan mungkin
memiliki struktur yang kuat dengan penggunaan bahan dan warna
yang terkait dengan lingkungan sekitarnya.

5.4.Konsep Vegetasi Pada Tapak


Pada konsep vegetasi ini banyak manfaat dan fungsi dari vegetasi
itu sendiri. Dimana peletakan vegetasi juga menentukan kenyamanan
bagi semua pelaku pada bangunan.

V-16
Gambar 5.21 Rencana Penataan Vegetasi
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Pemanfaatan vegetasi untuk menciptakan bangunan yang baik


antara lain :
Tabel 5.1 Vegetasi Pada Tapak
Vegetasi
No Kawasan
Gambar 3D Gambar 2D
1. Area Outbound

Pohon Pinus
Pohon Pinus nantinya di tempatkan di area
outbound untuk karena dapat dimanfaatkan
sebagai tempat outbound.

V-17
2. Taman

Rumput Gajah Mini


Rumput gaja mini akan menjadi dasar pada
taman, dikarenakan rumput ini memiliki
kualitas yang baik berupa ketahanan dalam
cuaca, tidak mudah rusak serta biaya
pemeliharaan yang cenderung lebih murah.

Bunga Lantana Cemara


Bunga ini tumbuh didaerah tropis yang
memiliki macam warna yang atraktif serta
sangat mudah tumbuh ketika mendapatkan air
dan matahari.

Pohon Terambesi
Pohon ini banyak ditanam sebagai peneduh
jalan. Pohonnya besar seperti payung. Akar,
batang, dan dahannya sangat besar seperti
raksasa. Usia pohon trembesi bisa mencapai
ratusan tahun. Naungan daun pohon trembesi

V-18
bisa menurunkan suhu udara sekitarnya.
Pohon trembesi mampu menyerap gas karbon
dioksida di udara. Biji buah pohon trembesi
yang disangrai bisa dijadikan camilan.
3. Entrance Masuk
Kawasan

Pohon Palm Raja


Pohon Palm Raja merupakan jenis pohon yang
banyak ditemui di daerah tropis, penempatan
pohon palm raja pada sepanjang jalan entrance
masuk Kawasan di gunakan sebagai pengarah
jalan
4. Parkir dan
Pedestrian

Pohon Tanjung
Pohon tanjung merupakan salah satu jenis
pohon yang banyak digunakan sebagai
tanaman peneduh khusunya pada area parkiran
dan pedesterian serta memiliki buah yang
sangat harum

V-19
Pohon Bambu Kuning
Pohon bambu kuning merupakan jenis bambu
yang di pelihara (budidaya) dengan ciri pohon
yang tinggi serta berwarna kuning hidup di
wilayah tropis, penempatan bambu kuning
nantinya pada kawasan di fungsikan sebagai
pembatas kawasan ( sebagai dinding
pembatas).
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

5.5.Konsep Struktur dan Material


Untuk konsep perancangan struktur di bagi menjadi tiga point :
1. Sub Structure, menggunakan pondasi tiang pancang pada
bangunan utama dan bangunan penunjang serta cottage
menggunakan pondasi foot plat dan batu kali.

V-20
Gambar 5.24 Pondasi Tiang Pancang, Pondasi Batu Kali, Pondasi
Foot Plat
(Sumber : Gambar Google, 2023)

2. Middle Structure, menggunakan kolom yang berdimensi 60x60 cm


dengan jarak bentang kolom yaitu 6 meter dan balok utama
berdimensi 40x60 cm. Sedangkan untuk perencanaan dinding
bangunan menggunakan bata ringan dan kaca, untuk lantai
menggunakan lantai plat dengan ketebalan 12 cm
3. Upper Structure, struktur atap menggunakan rangka baja
konvensional untuk bangunan utama yang ditutup dengan atap
metal berpasir dan bagian yang tidak tertutup atap menggunakan
dack plat beton dengan kemiringan 3 derajat dengan lapisan
bondek sebagai antisipasi kebocoran dan untuk bangunan lainnya
menggunakan rangka kayu.

Konsep material pada desa wisata ditekankan pada penggunaan


material modern namun tidak terlepas dari material alami seperti kayu

V-21
dan batu. Selain itu material dengan bahan alami juga mampu
menghadirkan suasana alami yang memberi kesan tradisional khas
daerah setempat. Material tersebut akan berpengaruh terhadap setiap
pelaku dalam menerjemahkan kesan yang ingin ditunjukkan oleh
setiap massa bangunan desa wisata.
1. Material Lantai
Untuk material lantai menggunakan keramik porselin. Keramik ini
merupakan jenis keramik bakaran suhu tinggi yang dibuat dari
bahan lempung murni yang tahan api, seperti kaolin, alumina, dan
silica.
2. Dinding
Untuk material dinding menggunakan bata ringan dan untuk partisi
menggunakan material kaca dan kalsiboard.
3. Plafond
untuk material plafond menggunakan kalsiboard dan gypsum.
4. Batu Alam
Untuk menampilkan kesan alami, maka perlu penggunaan material
berupa batu.
5. Fasade
Untuk fasad pada bagian depan dan belakang bangunan
menggunakan material aluminium composite panel dengan rangka
hollow 5 cm yang dilas mengait dengan dinding dan kolom pada
bangunan. Untuk fasad bagian dalam menggunakan curtain wall
dengan material kaca 6mm.

5.6.Konsep Utilitas
5.6.1. Sistem Komunikasi
Sistem jaringan komunikasi pada desa wisata di Kabupaten
Jepara menggunakan beberapa alat komunikasi, yaitu :
a. Telepon, dengan beberapa nomor ekstensi untuk
mempermudah komunikasi antar bangunan dan ruang

V-22
b. Faksimile, dengan beberapa nomor ekstensi untuk
menghindar jaringan sibuk, sehingga pelayanan tetap
berjalan lancer.
c. LAN (Local Area Network) sebagai jaringan komunikasi antar
computer staf
d. Jaringan internet yang dilengkapi dengan server untuk
mengatur bandwith pemakaian setiap computer dan router
untuk penentuan area hot-spot wifi sebagai sarana
penunjang pengunjung untuk menikmati layanan gratis.

5.6.2. Sistem Air Bersih


Dalam perancangan desa wisata di Kabupaten Jepara,
system distribusi air bersih yang dipilih adalah down feed
system. Pemilihan tersebut didasari dengan pertimbangan
bahwa ssstem pemompaan air ke menara air kemudian
didistribusikan ke bangunan dengan memanfaatkan gaya
gravitasi sehingga system ini lebih efektif dan efisien. Selain itu,
lebih menghemat listrik karena pompa tidak bekerja terus
menerus, melaikan air ditampung pada tangki penampungan
air sebagai pasokan utama. Berikut merupakan cara kerja down
feed system.

Gambar 5.22 Down Feed System


(Sumber : Gambar Google, 2023)

V-23
PDAM Meteran Air Ground Wate
r Tank

Pompa

Roof Tank

Titik-titik pendistribusian Air


Gambar 5.23 Skema Sistem Air Bersih
(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

5.6.3. Sistem Jaringan Air Kotor


Sistem jaringan air kotor pada desa wisata di Kabupaten
Jepara menggunakan system pembuangan secara langsung
yang dapat dilihat pada skema berikut ini :

Gambar 5.24 Sistem Pembuangan Air Kotor


(Sumber : Buku Panduan Sistem Bangunan Tinggi)

Terdapat perbedaan perlakuan terhadap air kotor, yaitu air


hujan, air sabun, air berlemak, dan juga kotoran.

V-24
5.6.4. Sistem Pencahayaan
Sistem pencahayaan pada desa wisata di Kabupaten
Jepara menggunakan pencahayaan alami dan buatan. Sistem
pencahayaan alami ialah menggunakan material kaca pada
dinding sekaligus menjadi fasad bangunan di desa wisata demi
memaksimalkan cahaya matahari. Mengantisipasi cahaya
langsung masuk kedalam bangunan secara berlebihan dengan
memberikan shading pada bagian yang memiliki radiasi tinggi.
Penerapan skylight pada bangunan demi menghemat
penggunaan pencahayaan buatan pada siang hari.
Pencahayaan buatan menggunakan lampu sesuai dengan
fungsinya untuk membentuk ruang-ruang artistic yang
menambah daya Tarik bagi pengunjung. Pencahayaan buatan
yang digunakan sebagai penerangan utama menggunakan
fluorescent lamp yang menimbulkan cahaya cool-white.

Gambar 5.25 Konsep Pencahayaan Utama Ruang


(Fluorescent)
(Sumber : insights.regencylighting.com, 2023)

V-25
Pada sudut ruang tertentu, menggunakan jenis lampu
downlight yang memberi kesan eksotis dengan cahaya yang
ditimbulkan adalah bewarna putih kekuningan dengan teknik
sorot pada dinding.

Gambar 5.26 Konsep Pencahayaan Utama Ruang (Downlight)


(Sumber : cdn.webshopapp.com, 2023)

5.6.5. Sistem Penghawaan


Penghawaan pada desa wisata di Kabupaten Jepara
menggunakan penghawaan alami dan buatan. System
penghawaan secara alami dilakukan dengan pengaturan layout,
system bukaan, luas pembukaan, letak pembukaan dan
konstruksi bangunan atas dasar sifat jalan dan arus udara
melalui prinsip utama yaitu udara mengalir dengan sendirinya
dari bagian-bagian yang bertekanan tinggi kearah yang
bertekanan rendah sebagai aplikasi aliran angin. Untuk itu
diperlukan penempatan bukaan-bukaan dengan system
mekanis agar pertukaran suhu dalam bangunan menjadi
optimal.
Sistem penghawaan buatan menggunakan Air Conditioner
(AC) dengan jenis AC Split.

V-26
Gambar 5.27 Konsep Penghawaan Ruang
(Sumber : Gambar Google, 2023)

5.6.6. Sistem Jaringan Listrik


Sumber utama untuk mensuplai listik ke dalam bangunan
adalah tenaga listrik dari PLN.

Gambar 5.28 Skema Jaringan Listrik


(Sumber : Analisis Pribadi, 2023)

Kapasitas sumber listrik dari generator set (genset)


disesuaikan dengan kebutuhan bangunan. Genset memiliki
sistem otomatis yang dapat mengalihkan pasokan listrik dari
PLN apabila terjadi pemadaman listrik. Cara kerja dari genset
dapat dilihat pada skema di atas.

5.6.7. Sistem Penangkal Petir


Perancangan system penangkal petir menggunakan system
sangkar faraday. Penangkal petir diletakkan pada bangunan

V-27
yang cenderung lebih tinggi sehingga seluruh bangunan
terlindungi. Tinggi tiang penangkal petir 60cm.

Gambar 5.29 Sistem Penangkal Petir Faraday


(Sumber : Gambar Google, 2023)

5.6.8. Sistem Kebakaran


Fire Protection sangat diperlukan untuk mengantisipasi
terjadinya kebakaran. System penanggunalan kebakaran yang
digunakan pada desa wisata di Kabupaten Jepara, adalah :
a. Pintu Darurat
Digunakan pada saat keadaan darurat untuk mencapai
ruang luar dengan lebih cepat, peletakkannya pada transisi
antara bangunan dengan ruang luar.

Gambar 5.30 Pintu Darurat


(Sumber : Gambar Google, 2023)

b. Tanda “EXIT” atau “KELUAR”

V-28
Tanda ”EXIT” dilengkapi dengan lampu berwarna merah
yang menyala saat darurat serta tanda panah yang
menunjukkan pintu keluar terdekat; diletakkan pada setiap
lokasi pintu keluar.

Gambar 5.31 Tanda Exit


(Sumber : Gambar Google, 2023)

c. Smoke Detector
Pada saat terdapat asap, maka alarm dari smoke detector
akan berbunyi, peletakkannya pada ruang-ruang semi
terbuka seperti lobby yang merupakan kawasan “dilarang
merokok”.

Gambar 5.32 Smoke Detector


(Sumber : Gambar Google, 2023)

d. Sprinkler
Sprinkler merupakan alat penyemprot yang dapat
memancarkan air dengan cara melakukan pengabutan dan
bekerja secara otomatis; dipasang dengan jarak normal 6-9
meter.

V-29
Gambar 5.33 Sistem Pencegah Kebakaran Sprinkler
(Sumber : Gambar Google, 2023)

e. Hydrant Bangunan
Diletakkan dalam bangunan untuk menyemprotkan air
dengan selang dengan jarak efektif adalah 35 meter.
Diletakkan pada setiap lantai pada massa utama dan massa
pengelola serta area servis.

Gambar 5.34 Hydrant Bangunan


(Sumber : Gambar Google, 2023)

f. Hydrant Halaman
Diletakkan di luar bangunan pada titik-titik tertentu yang
dapat menjangkau semua bangunan dengan massa yang
kecil seperti cottage atau outdoor restaurant.

V-30
Gambar 5.35 Hydrant Halaman
(Sumber : Gambar Google, 2023)

5.6.9. Sistem Pembuangan Sampah


Sistem pembuangan sampah menggunakan sistem
penampungan yang disesuaikan dengan jenis sampah, yaitu
sampah kering, sampah basah, dan sampah plastic. Pusat
pembuangan sampah terdapat di area servis yang secara
berkala dilakukan pembuangan dengan menggunakan truk
sampah. Tempat sampah yang disediakan ada dua jenis, yaitu
tempat sampah umum dan tempat sampah internal. Tempat
sampah umum terdapat pada ruang-ruang public seperti lobby,
taman, dan sebagainya; sedangkan tempat sampah internal
terdapat pada ruangruang privat seperti kamar.

V-31
Gambar 5.36 Skema Pembuangan Sampah
(Sumber : Gambar Google, 2023)

5.10. Konsep Mitigasi Bencana


Konsep Mitigasi Bencana bertujuan untuk mengurangi risiko
yang ditimbulkan oleh bencana (jika terjadi bencana) sehingga
dampak negatif yang ditimbulkan akan berkurang. Oleh sebab itu,
tindakan pencegahan yang digunakan yaitu :
a. Rawan Abrasi
Upaya mitigasi struktural dengan revetment juga dapat dilakukan
dengan melakukan penataan Batuan Andesit. Strategi mitigasi
dengan penataan batuan Andesit dilakukan pada bibir pantai yang
memiliki tipologi pantai berpasir. Upaya mitigasi dengan batuan
andesit dipilih karena mudah ditemukan di sekitar Kabupaten
Jepara. Contoh aplikasi mitigasi abrasi dengan batuan andesit
dapat dilihat pada gambar dibawah.

V-32
Gambar 5.37 Reveatment Batuan Andesit
(Sumber : Gambar Google, 2023)

b. Rawan Angin Topan


Mitigasi bencana alam angin topan dapat dilakukan dengan cara :
1) Memastikan struktur bangunan kuat serta memenuhi syarat
teknis agar mampu bertahan terhadap gaya angin yang
kencang.
2) Melakukan penghijauan dengan cara menanam pohon untuk
meredam gaya angin.

Gambar 5.38 Penghijauan Meredam Gaya Angin


(Sumber : Gambar Google, 2023)

V-33
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Dengan meningkatkan daya tarik wisata, desa wisata di Jepara
dengan pendekatan neo-vernakular dapat menarik lebih banyak
wisatawan. Hal ini akan membuka peluang baru bagi UMKM setempat
untuk memasarkan produk mereka kepada wisatawan. Contohnya,
kerajinan kayu khas Jepara, seperti ukiran dan mebel, dapat dijual
sebagai suvenir atau diintegrasikan dalam desain bangunan wisata. Ini
akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan membantu UMKM
untuk berkembang.

Arsitektur neo-vernakular juga memiliki keunggulan dalam hal


keberlanjutan lingkungan. Dalam perencanaan desa wisata di Jepara,
pendekatan ini dapat mempromosikan penggunaan bahan bangunan
lokal yang ramah lingkungan, seperti kayu dari hutan yang dikelola
secara berkelanjutan. Selain itu, penggunaan energi terbarukan dan
praktik-praktik ramah lingkungan lainnya dapat diintegrasikan dalam
desain bangunan dan infrastruktur desa wisata. Dengan mengadopsi
pendekatan arsitektur neo-vernakular, perencanaan desa wisata di
Jepara dapat memberikan dampak positif bagi UMKM sekitar. Melalui
pelestarian warisan budaya, peningkatan pemasaran produk lokal,
keterlibatan masyarakat, dan keberlanjutan lingkungan, desa wisata
dapat menjadi magnet pariwisata yang kuat dan menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan untuk masyarakat Jepara.

6.2. Saran
Dengan semakin tingginya pengunjung yang datang ke Kabupaten
Jepara maka sangat berpeluang baik untuk membangun desa wisata
di Kabupaten Jepara. Pada Perencanaan dan Perancangan Desa

VI-1
Wisata di Kabupaten Jepara diharapkan dapat direalisasikan dan
pemerintah dapat lebih memperhatikan rencana ini, sehingga dapat
meningkatkan nilai UMKM sekitar dan meningkatkan pariwisata di
Kabupaten Jepara.

VI-2
DAFTAR PUSTAKA

Jencks, Charles, 1984, The Languange of Post Modern Architecture, New.


York : Rizzoli International Publications, INC.
Jurnal Sabua Deddy Erdiono Vol.3, No.3:32-39, November 2011 ISSN.
TINJAUAN ARSITEKTUR MODERN (NEO) VERNAKULAR di
INDONESIA . Universitas Sam Ratulangi Manado
Kemenpakref, 2021. Pedoman Desa Wisata Edisi 2. Jakarta: Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia
Made Antara dan I Nyoman Sukma Arida, 2015. Panduan Pengelolaan
Desa Wisata Berbasis Lokal. Denpasar: Pustaka Larasan
Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Neufert, Ernst. 2002. Data Arsitek Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2019 Tentang
Pemberdayaan Desa Wisata Di Provinsi Jawa Tengah
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 53 Tahun 2019 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Pemberdayaan Desa Wisata di
Provinsi Jawa Tengah
Putra, Tjok P. (2014). Pengertian Arsitektur Neo Vernakular [Online].
Docslide.
https://dokumen.tips/documents/pengertian-arsitektur-neovernakular.
html [Diakses pada 12 Juni 2023].
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah
Shirvani, Hamid. 1985. The Urban Design Process. Van Nostrand Reinhold:
New York. Trancik, Roger. 1986.
Solso, Robert L, Otto H. Maclin dan M. Kimberly Maclin. 2009. Psikologi
Kognitif. Jakarta: Erlangga.
Sumalyo, yulianto. 2005. Arsitektur modern akhir abab XIX dan abab XX .
Jogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai