Anda di halaman 1dari 145

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

FARMASI RUMAH SAKIT

di

RSUP H. ADAM MALIKMEDAN

Disusun Oleh:
Resi Ema Damayanti, S.Farm.
NIM 222130015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI RUMAH SAKIT

di

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sari Mutiara Indonesia

Disusun oleh:
Resi Ema Damayanti, S.Farm.
NIM 222130015

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN


Pembimbing,

apt. Jon Kenedy Marpaung, S.Si apt. Dra. Marlina Silitonga


NIDN 0108097707 NIP: 196111011989112001
Staf Pengajar Fakultas Farmasi dan Pembimbing Klinik RSUP Haji
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Adam Malik Medan
Indonesia Medan

Program Studi Pendidikan Profesi


Medan, April 2023 Apoteker Fakultas Farmasi Dan Ilmu
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Univers Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indo
itas Sari Mutiara Indonesia Dekan, nesia
Ketua,

Taruli Rohana Sinaga, S.P., M.KM. NIDN 01 apt. Dra. Modesta Tarigan, M.Si. NIDN 0
16107103 119036501

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktik Kerja

Profesi (PKP) dan laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi di

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Laporan ini ditulis

berdasarkan teori dan hasil pengamatan selama melakukan PKPA di rumah sakit.

PKPA ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Program Studi

Pendidikan Profesi Apoteker (PSPA) di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara untuk mencapai gelar apoteker.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak dr. Zainal Safri,

Sp.PD-KKV, Sp.JP (K)., selaku Direktur Utama RSUP H. Adam Malik, Ibu Dr.

dr. Fajrinur, Sp.P (K), M.Ked (Paru), selaku Direktur Pelayanan Medik,

Keperawatan, dan Penunjang RSUP H. Adam Malik, Bapak Supomo, SE.,

M.Kes., selaku Direktur Perencanaan, Keuangan dan Barang Milik Negara RSUP

H. Adam Malik, Bapak apt. Drs. Jintan Ginting, M.Kes., selaku Direktur

Sumber Daya Manusia, Pendidikan, dan Umum RSUP H. Adam Malik, Ibu apt.

Dra.Marlina Silitonga, selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik,

Ibu apt. Agustina, S.Si., selaku Kasub. Instalasi Farmasi Klinis RSUP H. Adam

Malik, Ibu apt. Grace Natasha Pestana Sibarani, S.Farm, selaku Kasub.

Pengelolaan Sediaan Farmasi RSUP H. Adam Malik, Bapak Junedi Pardamean

Jawak, S.T, selaku Kasub. Instalasi Gas Medis, Seluruh Apoteker, Tenaga Teknis

Kefarmasian, Staf Instalasi Farmasi, Dokter serta Perawat yang telah banyak

membantu penulis selama melakukan Praktik Kerja Profesi di RSUP H. Adam

Malik Medan.

ii
Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada Ibu

Taruli Rohana Sinaga, SP.,MKM selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sari Mutiara Indonesia yang telah memberikan Fasilitas dan masukan selama

masa pendidikan, kepada Ibu apt. Dr. Modesta Tarigan, M.Si selaku Ketua

program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak apt. Jon

Kenedy Marpaung, S.Si,M.Farm dan Ibu Dra. Marlina Silitonga, Apt. yang telah

membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama PKPA

hingga selesainya penulisan laporan ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih

serta penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada Keluarga atas doa,

motivasi, nasehat dan dukungan baik moril maupun materil. Tak lupa juga kepada

saudara dan teman-teman satu tim dalam melaksanakan praktik kerja profesi

yang telah bekerja sama dengan baik selama masa praktik kerja profesi di RSUP

H. Adam Malik. Terakhir penulis mengucapkan terimakasih kepada

kakak-kakak Farmasi Klinis yang telah memberikan arahan dan saran kepada

penulis. Penulis berharap semoga laporan Praktik Kerja Profesi ini dapat

menambah ilmu pengetahuan di bidang farmasi, khususnya farmasi rumah sakit

dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Februari 2023 Penulis

Resi Ema Damayanti, S.Farm.


NIM 222130015

iii
RINGKASAN

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan pada 13 Februari-15

April 2023 di RSUP. H. Adam Malik Jalan Bunga Lau nomor 17 Medan yang

dilaksanakan selama 8 jam per hari dimulai dengan pukul 07.45-16.45 WIB.

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan dengan baik dan turut secara

langsung dalam pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai dan pelayanan farmasi klinis di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bertujuan agar calon apoteker

dapat memahami peran apoteker di rumah sakit dalam menunjang pelayanan

Kesehatan kepada masyarakat di rumah sakit. Kegiatan Praktik Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) meliputi memahami fungsi dan tugas rumah sakit dalam

pelayanan Kesehatan kepada masyarakat, memahami peran Instalasi Farmasi

Rumah Sakit (IFRS) dalam menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit,

mengetahui peran apoteker dalam mengelola sed iaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai mulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,

pengendalian dan administrasi serta pelayanan farmasi klinis yang berorientasi

kepada pasien.

iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
RINGKASAN.................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1 Latar Belakang.................................................................... 1
1.2 Tujuan Kegiatan ................................................................. 3
1.3 Manfaat Kegiatan ............................................................... 3
1.4 Pelaksanaan Kegiatan......................................................... 4

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT......................................... 5


2.1 Rumah Sakit ....................................................................... 5
2.1.1 Definisi Rumah Sakit........................................... 5
2.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit .................................. 5
2.1.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ........................... 5
2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit ...................................... 6
2.1.5 Struktur Organisasi Rumah Sakit ........................ 9
2.2 Komite/Tim Farmasi dan Terapi (TFT) ............................. 10
2.3 Komite dan Tim Lain yang Terkait .................................... 11
2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit........................................... 12
2.4.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah
Sakit ..................................................................... 12
2.4.1.1 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit.... 12
2.4.1.2 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit .. 13
2.4.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah
Sakit ..................................................................... 15
2.4.3 Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi Rumah
Sakit ..................................................................... 15
2.4.3.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia ........ 16
2.4.3.2 Persyaratan Sumber Daya Manusia........ 17
2.4.3.3 Beban Kerja dan Kebutuhan .................. 17
2.4.4 Sarana dan Peralatan Instalasi Farmasi Rumah
Sakit ..................................................................... 19
2.4.4.1 Sarana .................................................... 19
2.4.4.2 Peralatan................................................. 25
2.4.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit .. 28
2.4.5.1 Pemilihan................................................ 30
2.4.5.2 Perencanaan............................................ 31
2.4.5.3 Pengadaan .............................................. 33
2.4.5.4 Penerimaan ............................................. 35
2.4.5.5 Penyimpanan .......................................... 35
2.4.5.6 Pendistribusian ....................................... 36

v
2.4.5.7 Pemusnahan dan Penarikan.................... 37
2.4.5.8 Pengendalian........................................... 38
2.4.5.9 Administrasi ........................................... 39
2.4.6 Pelayanan Farmasi Klinis ..................................... 39
2.4.6.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep .......... 39
2.4.6.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
(RPO)..................................................... 40
2.4.6.3 Rekonsiliasi Obat .................................. 41
2.4.6.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO) ........... 41
2.4.6.5 Konseling................................................ 42
2.4.6.6 Visite ...................................................... 44
2.4.6.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO) ............ 44
2.4.6.8 Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) ................................................. 45
2.4.6.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) ......... 46
2.4.6.10 Dispensing Sediaan Steril ...................... 46
2.4.6.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD) ................................................. 47
2.4.7 Gas Medis ............................................................ 47
2.4.7.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Gas Medis .. 50
2.4.7.2 Struktur Instalasi Gas Medis.................. 50
2.4.7.3 Sumber Daya Manusia Instalasi Gas
Medis ..................................................... 50
2.4.7.4 Sarana dan Prasarana Sub. Instalasi
Gas Medis .............................................. 51
2.5 Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB) .................. 51
2.5.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Sterilisasi Sentral
dan Binatu............................................................. 51
2.5.2 Struktur Organisasi Instalasi Sterilisasi Sentral
dan Binatu (ISSB)................................................ 53
2.5.3 Sumber Daya Manusia Instalasi Sterilisasi
Sentral dan Binatu (ISSB) ................................... 53
2.5.4 Sarana dan Prasarana Instalasi Sterilisasi Sentral
dan Binatu (ISSB)................................................ 54
2.5.5 Pelayanan Instalasi Sterilisasi Sentral dan
Binatu (ISSB) ...................................................... 56

BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK ...................... 58


3.1 Sejarah RSUP H. Adam Malik........................................... 58
3.2 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik ................................. 60
3.3 Tugas dan Fungsi RSUP H. Adam Malik .......................... 61
3.4 Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik ....................... 62
3.5 Tim Farmasi dan Terapi (TFT) .......................................... 62
3.6 Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik ........................... 63
3.6.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi RSUP H.
Adam Malik ......................................................... 63
3.6.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H.
Adam Malik ......................................................... 64

vi
3.6.3 Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi RSUP
H. Adam Malik .................................................... 66
3.6.4 Sarana dan Prasarana Instalasi Farmasi RSUP
H. Adam Malik .................................................... 67
3.6.4.1 Sarana .................................................... 67
3.6.4.2 Prasarana ................................................ 68
3.6.5 Sub Instalasi Pengelolaan Persediaan ................................ 68
3.6.5.1 Tugas dan Fungsi Sub Instalasi Pengelolaan
Persediaan ............................................................ 68
3.6.5.2 Sumber Daya Manusia Sub Instalasi
Pengelolaan Persediaan........................................ 69
3.6.5.3 Sarana dan Prasarana Sub Instalasi Pengelolaan
Persediaan ............................................................ 70
3.6.5.4 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai ............................. 71
3.6.5.4.1Pemilihan................................................ 71
3.6.5.4.2Perencanaan............................................ 72
3.6.5.4.3Pengadaan .............................................. 73
3.6.5.4.4Penerimaan ............................................. 75
3.6.5.4.5Penyimpanan .......................................... 77
3.6.5.4.6Pendistribusian ....................................... 83
3.6.5.4.7Penarikan dan Pemusnahan .................... 84
3.6.5.4.8Pengendalian........................................... 85
3.6.5.4.9Administrasi ........................................... 86
3.6.6 Instalasi Farmasi Klinis ...................................................... 88
3.6.6.1 Tugas dan Fungsi Sub Instalasi Pelayanan
Farmasi Klinis ...................................................... 88
3.6.6.2 Sarana dan Prasarana Sub Instalasi Pelayanan
Farmasi Klinis ...................................................... 89
3.6.6.3 Pelayanan Farmasi Klinis ..................................... 89
3.6.6.3.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep ........ 89
3.6.6.3.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan
Obat (RPO) ......................................... 90
3.6.6.3.3 Rekonsiliasi Obat ................................ 91
3.6.6.3.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)......... 92
3.6.6.3.5 Konseling ............................................. 93
3.6.6.3.6 Visite .................................................... 94
3.6.6.3.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO).......... 95
3.6.6.3.8 Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) ............................................... 96
3.6.6.3.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) ...... 97
3.6.6.3.10 Dispensing Sediaan Steril.................... 98
3.6.6.3.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD) ............................................... 99
3.6.7 Sub Instalasi Gas Medis....................................... 99
3.6.7.1 Tugas dan Fungsi Sub Instalasi Gas
Medis ................................................... 99
3.6.7.2 Struktur Sub Instalasi Gas Medis ........ 100

vii
3.6.7.3 Sumber Daya Manusia ......................... 100
3.6.7.4 Sarana dan Prasarana........................... 100
3.6.7.5 Pelayanan Sub Instalasi Gas Medis..... 101
3.7 Instlasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB) .................... 104
3.7.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Sterilisasi Sentral
dan Binatu (ISSB)................................................ 104
3.7.2 Struktur Organisasi Instalasi Sterilisasi Sentral
dan Binatu (ISSB)................................................ 104
3.7.3 Sarana dan Prasarana Instalasi Sterilisasi Sentral
dan Binatu (ISSB)................................................ 105
3.7.4 Pelayanan di Instalasi Sterilisasi Sentral dan
Binatu (ISSB) ...................................................... 106
3.7.5 Monitoring Mutu Sterilisasi.................................. 109

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 113


4.1 Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik ........................... 113
4.1.1 Sub Instalasi Pengelolaan Sediaan Farmasi ......... 116
4.1.1.1 Pemilihan................................................ 117
4.1.1.2 Perencanaan............................................ 117
4.1.1.3 Pengadaan .............................................. 118
4.1.1.4 Penerimaan ............................................. 119
4.1.1.5 Penyimpanan .......................................... 119
4.1.1.6 Pendistribusian ....................................... 120
4.1.1.7 Pemusnahan dan Penarikan.................... 122
4.1.1.8 Pengendalian........................................... 123
4.1.1.9 Administrasi ........................................... 124
4.1.2 Sub Instalasi Farmasi Klinis ................................. 124
4.1.2.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep .......... 124
4.1.2.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
(RPO)..................................................... 125
4.1.2.3 Rekonsiliasi Obat .................................. 125
4.1.2.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO) ........... 126
4.1.2.5 Konseling................................................ 127
4.1.2.6 Visite ...................................................... 127
4.1.2.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO) ............ 127
4.1.2.8 Monitoring Efek Samping Obat
(MESO) ................................................. 128
4.1.2.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) ......... 128
4.1.2.10 Dispensing Sediaan Steril ...................... 129
4.1.2.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD) ................................................. 129
4.1.3 Sub Instalasi Gas Medis....................................... 129
4.2 Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB) .................. 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 131


5.1 Kesimpulan ......................................................................... 131
5.2 Saran .................................................................................. 132
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 133

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sarana dan Prasarana di Sub Instalasi Gas Medis ............................ 101

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik .. 65

Gambar 3.2 Penyimpanan Gas Medis........................................................... 102

Gambar 3.3 Alur Pemesanan Gas Medis dari RSUP H. Adam Malik
ke Rekanan ................................................................................ 103

Gambar 3.4 Alur Pemesanan Gas Medis dari Ruangan ke RSUP H. Adam
Malik ......................................................................................... 103

Gambar 3.5 Tangki Gas O2 di RSUP H. Adam Malik ................................. 104

Gambar 3.6 Struktur Organisasi Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu ...... 105

Gambar 3.7 Alur Sterilisasi ........................................................................... 107

Gambar 3.8 Indikator Eksternal Sebelum dan Sesudah Sterilisasi................ 111

Gambar 3.9 Indikator Kimia ......................................................................... 111

Gambar 3.10 Indikator Internal dengan Uji Bowiedick .................................. 111

Gambar 3.11 Indikator Biologi........................................................................ 112

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Presiden RI, 2009). Salah satu

pelayanan yang dilakukan di rumah sakit yaitu pelayanan kefarmasian yang

merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

berkaitan dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan

pasien (Menkes RI, 2016).

Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Pengaturan standar

pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu

pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan

melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional

dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes RI, 2016).

Sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya hal-hal:

a. Mengidentifikasi pasien dengan benar

b. Meningkatkan komunikasi yang efektif

c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai

d. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan

e. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,

pembedahan pada pasien yang benar

f. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh (Menkes RI, 2017).

1
Peranan Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi 2

kegiatan, terdiri dari kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan

medis habis pakai dan farmasi klinis. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan

dan bahan medis habis pakai, meliputi: pemilihan, perencanaan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,

pengendalian, dan administrasi (Menkes RI, 2016).

Pelayanan farmasi klinis merupakan pelayanan langsung yang diberikan

Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan

meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat untuk tujuan

keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)

terjamin. Pelayanan farmasi klinis yang dilakukan meliputi: pengkajian dan

pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsilisasi obat,

pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite, pemantauan terapi obat (PTO),

monitoring efek samping obat (MESO), evaluasi penggunaan obat (EPO),

dispensing sediaan steril, dan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)

(Menkes RI, 2016).

Gas Medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk

pelayanan medis pada fasilitas pelayanan kesehatan. Vakum Medis adalah alat

dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk menghisap cairan tubuh pada

pelayanan medis di fasilitas pelayanan kesehatan. Sistem Inhalasi Gas Medis dan

Vakum Medis adalah seperangkat sentral gas medis dan vakum medis, pipa, katup

penutup dan alarm gas medis sampai ke titik outlet medis dan inlet medis

(Menkes RI, 2016).

Instalasi Sterilisasi Pusat atau Instalasi Pelayanan Sterilisasi merupakan

2
satu unit atau departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses

pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang

membutuhkan kondisi steril (Depkes RI, 2009).

Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan

rumah sakit, setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi

Standar Akreditasi. Semua kegiatan kefarmasian sudah sesuai atau sudah

berpedoman pada Undang Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Berdasarkan hal tersebut, maka PSPA Fakultas Farmasi melakukan

kegiatan PKPA dengan tujuan agar calon apoteker memiliki keahlian serta mampu

bekerja secara langsung dalam pengelolaan dari apotek dan melakukan

pelaksanaan kegiatan pelayanan kefarmasian yang bersifat manajerial dan

pelayanan farmasi klinis sesuai dengan peraturan perundang- undangan secara

tepat dan profesional. Pelaksanaan PKPA ini dilakukan di Rumah Sakit Umum

Pusat H. Adam Malik yang berlokasi di Jalan Bunga Lau nomor 17 Kota Medan

Sumatera Utara pada tanggal 12 Januari - 28 Februari 2023.

1.2 Tujuan Kegiatan

 Untuk mengetahui peranan Apoteker dalam menjalankan pelayanan

kefarmasian di Rumah Sakit

 Untuk membandingkan pelayanan kefarmasian dalam praktik kerja dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

1.3 Manfaat Kegiatan

 Mengetahui dan memahami tugas serta tanggung jawab Apoteker dalam

menjalankan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit

3
 Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di rumah

sakit

 Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi Apoteker yang professional

1.4 Pelaksanaan Kegiatan

Praktik Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan pada 12 Januari hingga 28

Februari 2023 di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik di jalan Bunga Lau

nomor 17, Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan

Sumatera Utara.

4
BAB II
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2021

Tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan Pasal 1, rumah sakit adalah

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan

dan gawat darurat (Presiden RI, 2021).

Tujuan pengaturan penyelenggaraan rumah sakit adalah:

a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit

c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit

d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit (Presiden RI, 2009).

2.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit

Setiap rumah sakit memiliki struktur organisasi sendiri. Organisasi Rumah

Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi Rumah Sakit, dan

dengan cara menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate

Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance)

(Presiden RI, 2009).

2.1.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

a. Tugas Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3 Tahun 2020, bahwa

5
rumah sakit mempunyai tugas di bidang Kesehatan, atau insta lasi tertentu

dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum

Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan (Menkes RI,

2020).

b. Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, rumah sakit mempunyai beberapa fungsi yaitu:

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan Rumah Sakit

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis

3. Penyelanggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Presiden RI,

2009).

2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 tahun 2014, berdasarkan

jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit

umum dan khusus. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan

pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit, sedangkan rumah

sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu

6
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,

organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya (Menkes RI, 2014).

Penetapan klasifikasi rumah sakit berdasarkan pada pelayanan, sumber

daya manusia, peralatan, bangunan dan prasarana. Berdasarkan jenis pelayanan

dan sumber daya manusia, rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi Rumah

Sakit Umum Kelas A, Kelas B, Kelas C dan Kelas D (Menkes RI, 2014).

a. Rumah sakit umum kelas A

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2020, rumah sakit

kelas A paling sedikit memiliki 250 (dua ratus lima puluh) tempat tidur.

Rumah sakit umum kelas A terdiri dari pelayanan paling sedikit meliputi:

pelayanan medik (tenaga medis paling sedikit terdiri dari 18 dokter umum

pelayanan medik dasar, 4 dokter gigi umum pelayanan medik gigi mulut, 6

dokter pelayanan medik spesialis dasar, 3 dokter spesialis penunjang, 3 dokter

spesialis lain, 2 dokter subspesialis dan 1 dokter spesialis gigi mulut),

pelayanan kefarmasian (tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri dari 15

Apoteker dan 24 TTK), pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan

penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik, pelayanan rawat inap

(Menkes RI, 2020).

b. Rumah sakit umum kelas B

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Rumah

Sakit, rumah sakit kelas B paling sedikit 200 (dua ratus) tempat tidur. Rumah

sakit yang memiliki pelayanan paling sedikit meliputi: pelayanan medik

(tenaga medis paling sedikit terdiri dari: 12 dokter umum, 3 dokter gigi

umum, 3 dokter spesialis, 2 dokter spesialis penunjang, 1 dokter spesialis lain,

7
1 dokter subspesialis dan 1 dokter gigi spesialis), pelayanan kefarmasian

(tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri dari 13 Apoteker dan 20 TTK),

pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik,

pelayanan penunjang nonklinik, pelayanan rawat inap (Menkes RI, 2020).

c. Rumah sakit umum kelas C

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Rumah

Sakit, rumah sakit kelas C paling sedikit 100 (seratus) tempat tidur. Rumah

sakit yang memiliki pelayanan paling sedikit meliputi: pelayanan medik

(tenaga medis paling sedikit terdiri dari 9 dokter umum pelayanan medik

dasar, 2 dokter gigi, 2 dokter spesialis dasar, 1 dokter spesialis penunjang, 1

dokter gigi spesialis gigi mulut), pelayanan kefarmasian (tenaga kefarmasian

paling sedikit terdiri dari 8 Apoteker dan 12 TTK), pelayanan keperawatan

dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang non klinik,

pelayanan rawat inap (Menkes RI, 2020).

d. Rumah sakit umum kelas D

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Rumah

Sakit, rumah sakit kelas D paling sedikit 50 (lima puluh) tempat tidur. Rumah

sakit yang memiliki pelayanan paling sedikit meliputi: pelayanan medik

(tenaga medis paling sedikit terdiri dari 4 dokter umum, 1 dokter gigi, 1

dokter spesialis), pelayanan kefarmasian (tenaga kefarmasian paling sedikit

terdiri dari 3 Apoteker dan 2 tenaga teknis kefarmasian), pelayanan

keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan

penunjang nonklinik, pelayanan rawat inap (Menkes RI, 2020).

Menurut Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2021, rumah sakit

8
khusus diklasifikasikan menjadi rumah sakit ibu dan anak, mata, otak, gigi

dan mulut kanker, jantung dan pembuluh darah, jiwa, infeksi, paru,

telinga-hidung- tenggorokan dan bedah kepala leher, bedah, orthopedic,

ketergantungan obat dan ginjal. Rumah sakit khusus harus mempunyai

fasilitas dan kemampuan, paling sedikit meliputi pelayanan medik dan

penunjang medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan

kebidanan, pelayanan penunjang (Presiden RI, 2021).

Sumber daya manusia, paling sedikit terdiri dari:

a. Tenaga medis, yang memiliki kewenangan menjalankan praktik kedokteran di

rumah sakit yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perunda ng-

undangan

b. Tenaga kefarmasian, dengan kualifikasi Apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan

kefarmasian rumah sakit

c. Tenaga keperawatan, dengan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan

kebutuhan pelayanan rumah sakit

d. Tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan, sesuai dengan kebutuhan

pelayanan rumah sakit (Menkes RI, 2014).

2.1.5 Struktur Organisasi Rumah Sakit

Pengorganisasian rumah sakit harus dapat menggambarkan pembagian

tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab rumah sakit (Menkes

RI, 2016).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2020 Pasal

48, setiap Rumah Sakit harus memiliki peraturan internal dan organisasi yang

9
efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit

atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur

penunjang medis, komite medis dan satuan pemeriksaan internal serta

administrasi umum dan keuangan. Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga

medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang rumah sakit. Tenaga

struktural yang menduduki jabatan sebagai pemimpin harus berkewarganegaraan

Indonesia (Menkes RI, 2020).

2.2 Komite/Tim Farmasi dan Terapi (TFT)

Menurut Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit, dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Tim

Farmasi dan Terapi (TFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan

rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan obat

di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua

spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker instalasi farmasi, serta tenaga

kesehatan lainnya apabila diperlukan. Tim Farmasi dan Terapi harus dapat

membina hubungan kerja dengan tim lain di dalam Rumah Sakit yang

berhubungan/berkaitan dengan penggunaan obat.

Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang

Apoteker, apabila diketuai oleh seorang dokter maka sek retarisnya adalah seorang

Apoteker, namun apabila diketuai oleh seorang Apoteker, maka sekretarisnya

adalah dokter. Tim Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur,

minimal 2 (dua) bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar rapat diadakan sekali

dalam satu bulan. Rapat Tim Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar dari

10
dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi

pengelolaan. Tim Farmasi dan Terapi, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-

keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi Tim Farmasi dan Terapi

(Menkes RI, 2016). TFT mempunyai tugas:

a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di Rumah Sakit

b. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam

Formularium Rumah Sakit

c. Mengembangkan standar terapi

d. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat

e. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional

f. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki

g. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error

h. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah

sakit (Menkes RI, 2016).

2.3 Komite dan Tim Lain yang Terkait

Peran Apoteker dalam Komite/Tim lain yang terkait penggunaan obat di

Rumah Sakit antara lain:

a. Pengendalian Infeksi Rumah Sakit

b. Keselamatan Pasien Rumah Sakit

c. Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit

d. Perawatan Paliatif dan Bebas Nyeri

e. Penanggulangan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndromes)

f. Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS)

g. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)

h. Transplantasi

11
i. Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)

j. Terapi Rumatan Metadon (Menkes RI, 2016).

2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Permenkes RI Nomor 72 tahun 2016, tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit, instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional

yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit

(Menkes RI, 2016).

2.4.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.4.1.1 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit

 Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh

kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai

prosedur dan etik profesi

 Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien

 Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaa n Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek

terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko

 Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) serta memberikan

rekomendasi kepada dokter, perawat, dan pasien

 Berperan aktif dalam tim farmasi dan terapi (TFT)

 Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan

kefarmasian Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan

dan Formularium Rumah Sakit (Menkes RI, 2016).

12
2.4.1.2 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat dibagi menjadi dua bagian

utama yaitu pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai, pelayanan farmasi klinis (Menkes RI, 2016).

Adapun sub fungsi masing- masing yaitu:

a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai, antara lain:

 Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit

 Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal

 Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan

 Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit

 Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu

 Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku

 Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian

 Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit

 Melaksanakan pelayanan obat secara “unit dose”/dosis sehari

 Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

13
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah memungkinkan)

 Mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah yang terkait

dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

 Melakukan pemusnahan dan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat digunakan

 Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

Bahan Medis Habis Pakai

 Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

danBahan Medis Habis Pakai; (Menkes RI, 2016).

b. Pelayanan farmasi klinis, antara lain:

 Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat

 Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat

 Melaksanakan rekonsiliasi obat

 Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan

resep maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien

 Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain

 Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait

dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

 Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya

 Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO)

 Pemantauan efek terapi obat

 Pemantauan Efek Samping Obat

 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

 Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).

14
 Melaksanakan dispensing sediaan steril.

 Melakukan pencampuran obat suntik

 Menyiapkan nutrisi parenteral

 Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik

 Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil

 Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan

lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit.

 Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) (Menkes RI,

2016).

2.4.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016,

Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung

oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi

kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional. Pengorganisasian

menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta hubungan

koordinasi Pelayanan Kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit

(Menkes RI, 2016).

2.4.3 Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian

yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran

dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker

dan tenaga teknis kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan

klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh menteri (Menkes RI,

2016).

15
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016,

perhitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada pelayanan

kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan

pelayanan farmasi klinis, dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat

penggunaan obat, rekonsiliasi obat, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Pemberian

Informasi Obat (PIO), konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga

Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien (Menkes RI, 2016).

Uraian tugas tertulis dari masing- masing staf Instalasi Farmasi harus ada

dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun

sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Penilaian

terhadap sumber daya manusia setidaknya meliputi:

2.4.3.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi sumber daya manusia

di Instalasi Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:

 Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian (TTK).

 Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari operator komputer/teknisi yang

memahami kefarmasian, tenaga administrasi dan pekarya/pe mbantu

pelaksana (Menkes RI, 2016).

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam

penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang

disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung

jawabnya (Menkes RI, 2016).

16
2.4.3.2 Persyaratan Sumber Daya Manusia

Pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan TTK. TTK

yang melakukan pelayanan kefarmasian harus di bawah supervisi Apoteker.

Apoteker dan TTK harus memenuhi persyaratan administrasi seperti yang tela h

ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku. Ketentuan terkait

jabatan fungsional di Instalasi Farmasi Rumah Sakit diatur menurut kebutuhan

organisasi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Instalasi Farmasi Rumah

Sakit harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan Apoteker

penanggung jawab seluruh pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala

Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga) tahun (Menkes RI, 2016).

2.4.3.3 Beban Kerja dan Kebutuhan

a. Beban Kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor- faktor yang

berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:

 Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR);

 Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen,

klinik danproduksi)

 Jumlah Resep atau formulir permintaan obat (floorstock) per hari, dan

 Volume sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

(Menkes RI, 2016).

b. Perhitungan Beban Kerja

Perhitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada

pelayanan kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi

17
manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep,

penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, Pemantauan Terapi

Obat (PTO), Pemberian Informasi Obat (PIO), konseling, edukasi dan visite,

idealnya dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30

pasien (Menkes RI, 2016).

Perhitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan

Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan

pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penyerahan obat,

Pencatatan Penggunaan Obat (PPO) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga

Apoteker dengan rasio 1 apoteker untuk 50 pasien (Menkes RI, 2016).

Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat inap dan

rawat jalan, maka kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk pelayanan

farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit produksi

steril/aseptic dispensing, unit Pelayanan Informasi Obat dan lain- lain tergantung

pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan oleh Instalasi

Farmasi (Menkes RI, 2016).

Selain kebutuhan Apoteker untuk pelayanan kefarmasian di rawat inap dan

rawat jalan, diperlukan juga masing- masing 1 (satu) orang Apoteker untuk

kegiatan Pelayanan Kefarmasian di ruang tertentu, yaitu:

 Unit Gawat Darurat

 Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)

 Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU)

 Pelayanan Informasi Obat (PIO) (Menkes RI, 2016).

Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada Unit Rawat Intensif

18
dan Unit Gawat Darurat, maka diperlukan pedoman teknis mengenai Pelayanan

Kefarmasian pada Unit Rawat Intensif dan Unit Gawat Darurat yang akan diatur

lebih lanjut oleh Direktur Jenderal (Menkes RI, 2014).

2.4.4 Sarana dan Peralatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung

oleh sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan perundang- undangan

kefarmasian yang berlaku. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan Rumah

Sakit, dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan

langsung kepada pasien, peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang

dilengkapi penanganan limbah (Menkes RI, 2016).

Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus dilakukan

kalibrasi alat dan peneraan secara berkala oleh balai pengujian kesehatan dan/atau

institusi yang berwenang. Peralatan dilakukan pemeliharaan, didokumentasikan,

serta dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan (Menkes RI, 2016).

2.4.4.1 Sarana

Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat

menunjang fungsi dan proses Pelayanan Kefarmasian, menjamin lingkungan

kerja yang aman untuk petugas, dan memudahkan sistem komunikasi Rumah

Sakit (Menkes RI, 2016).

a) Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri dari:

1. Ruang Kantor/Administrasi: ruang pimpinan. Ruang staf, uang

kerja/administrasi tata usaha, ruang pertemuan (Menkes RI, 2016).

2. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai

19
Rumah Sakit harus mempunyai ruang penyimpanan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disesuaikan dengan

kondisi dan kebutuhan, serta harus memperhatikan kondisi sanitasi,

temperatur, sinar/cahaya, kelembapan, ventilasi, pemisahan untuk

menjamin mutu produk dan keamanan petugas, terdiri dari:

 Kondisi umum untuk ruang penyimpanan: obat jadi, obat

produksi, bahan baku obat, alat kesehatan

 Kondisi khusus untuk ruang penyimpanan: Obat Termolabil, Bahan

Laboratorium dan Reagensia, Sediaan Farmasi yang Mudah

Terbakar, Obat/Bahan Obat Berbahaya (narkotika/psikotropika)

(Menekes RI, 2016).

3. Ruang Distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai

Ruang distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai terdiri dari distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai rawat jalan (apotek rawat jalan) dan rawat inap

(satelit/depo farmasi). Ruang distribusi harus cukup untuk melayani

seluruh kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai. Ruang distribusi terdiri dari:

 Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan, di mana ada ruang

khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan peracikan

 Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap, dapat secara

sentralisasi maupun desentralisasi di masing- masing ruang rawat inap

(Menkes RI, 2016).

20
4. Ruang Konsultasi/Konseling Obat

Ruang konsultasi/konseling obat harus ada sebagai sarana untuk

Apoteker memberikan konsultasi/konseling pada pasien dalam rangka

meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien. Ruang konsultasi/

konseling harus jauh dari hiruk pikuk kebisingan lingkungan rumah sakit

dan nyaman sehingga pasien maupun konselor dapat berinteraksi dengan

baik. Ruang konsultasi/konseling dapat berada di instalasi farmasi rawat

jalan maupun rawat inap (Menkes RI, 2016).

5. Ruang Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan Informasi Obat dilakukan di ruang tersendiri dengan

dilengkapi sumber informasi dan teknologi komunikasi, berupa bahan

pustaka dantelepon (Menkes RI, 2016).

6. Ruang produksi

Persyaratan bangunan untuk ruangan produksi harus memenuhi kriteria:

 Lokasi: Lokasi jauh dari pencemaran lingkungan (udara, tanah dan

air tanah)

 Konstruksi, terdapat sarana perlindungan terhadap cuaca, banjir,

rembesan air, binatang/serangga.

Rancang bangun dan penataan gedung di ruang produksi harus

memenuhi:

 Disesuaikan dengan alur barang, alur kerja/proses, alur orang/pekerja

 Pengendalian lingkungan terhadap udara, permukaan langit- langit,

dinding, lantai dan peralatan/sarana lain, barang masuk dan petugas

yang di dalam

21
 Luas ruangan minimal 2 (dua) kali daerah kerja + peralatan,

dengan jarak setiap peralatan minimal 2,5 m

 Di luar ruang produksi ada fasilitas untuk lalu lintas petugas dan

barang. Pembagian ruangan:

 Ruang terpisah antara Obat jadi dan bahan baku

 Ruang terpisah untuk setiap proses produksi

 Ruang terpisah untuk produksi Obat luar dan Obat dalam

 Gudang terpisah untuk produksi antibiotik (bila ada)

 Tersedia saringan udara, efisiensi minimal 98%

 Permukaan lantai, dinding, langit- langit dan pintu harus kedap air,

tidak terdapat sambungan, tidak merupakan media pertumbuhan

untuk mikroba, mudah dibersihkan dan tahan terhadap bahan

pembersih/desinfektan

 Daerah pengolahan dan pengemasan, hindari bahan dari kayu,

kecuali dilapisi cat epoxy/enamel.

Persyaratan ruang produksi dan ruang peracikan harus memenuhi kriteria

sesuai dengan ketentuan cara produksi atau peracikan obat di Rumah

Sakit. Rumah Sakit yang memproduksi sediaan parenteral steril dan/atau

sediaan radiofarmaka harus memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik

(CPOB) (Menkes RI, 2016).

7. Ruang Aseptic Dispensing

Ruang aseptic dispensing harus memenuhi persyaratan:

 Ruang bersih: kelas 10.000 (dalam Laminar Air Flow = kelas 100)

 Ruang/tempat penyiapan: kelas 100.000

22
 Ruang antara: kelas 100.000

 Ruang ganti pakaian: kelas 100.000

 Ruang/tempat penyimpanan untuk sediaan yang telah disiapkan.

Tata ruang harus menciptakan alur kerja yang baik sedangkan luas

ruangan disesuaikan dengan macam dan volume kegiatan. Ruang aseptic

dispensing harus memenuhi spesifikasi:

 Lantai: Permukaan datar dan halus, tanpa sambungan, keras, resisten

terhadap zat kimia dan fungi, serta tidak mudah rusak

 Dinding: Permukaan rata dan halus, terbuat dari bahan yang keras,

tanpa sambungan, resisten terhadap zat kimia dan fungi, serta tidak

mudah rusak

 Sudut-sudut pertemuan lantai dengan dinding dan langit- langit

dengan dinding dibuat melengkung dengan radius 20 – 30 mm.

Colokan listrik datar dengan permukaan dan kedap air dan dapat

dibersihkan

 Plafon: Penerangan, saluran dan kabel dibuat di atas plafon, dan

lampu rata dengan langit- langit/plafon dan diberi lapisan untuk

mencegah kebocoran udara

 Pintu: Rangka terbuat dari stainles steel. Pintu membuka ke arah

ruangan yang bertekanan lebih tinggi

 Aliran udara: Aliran udara menuju ruang bersih, ruang penyiapan,

ruang ganti pakaian dan ruang antara harus melalui HEPA filter dan

memenuhi persyaratan kelas 10.000. Pertukaran udara minimal 120

kali per jam

23
 Tekanan udara: Tekanan udara di dalam ruang bersih adalah 15

Pascal lebih rendah dari ruang lainnya sedangkan tekanan udara

dalam ruang penyiapan, ganti pakaian dan antara harus 45 Pascal

lebih tinggi dari tekanan udara luar

 Temperatur: Suhu udara diruang bersih dan ruang steril, dipelihara

pada suhu 16- 25° C

 Kelembaban: Kelembaban relatif 45 – 55% (Menkes RI, 2016).

Ruang bersih, ruang penyangga, ruang ganti pakaian steril dan ruang

ganti pakaian kerja hendaknya mempunyai perbedaan tekanan udara 10-

15 pascal. Tekanan udara dalam ruangan yang mengandung risiko lebih

tinggi terhadap produk hendaknya selalu lebih tinggi dibandingkan ruang

sekitarnya. Sedangkan ruang bersih penanganan sitostatika harus

bertekanan lebih rendah dibandingkan ruang sekitarnya (Menkes RI,

2016).

8. Laboratorium Farmasi

Dalam hal Instalasi Farmasi melakukan kegiatan penelitian dan

pengembangan yang membutuhkan ruang laboratorium farmasi, maka

harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Lokasi

 Lokasi terpisah dari ruang produksi

 Konstruksi bangunan dan peralatan tahan asam, alkali, zat

kimia dan pereaksi lain (harus inert), aliran udara, suhu dan

kelembaban sesuai persyaratan

b. Tata ruang disesuaikan dengan kegiatan dan alur kerja

24
c. Perlengkapan instalasi (air, listrik) sesuai persyaratan

9. Ruang produksi Non Steril

10. Ruang Penanganan Sediaan Sitostatika

11. Ruang Pencampuran/Pelarutan/Pengemasan Sediaan yang Tidak Stabil

12. Ruang Penyimpanan Nutrisi Parenteral (Menkes RI, 2016).

b) Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi

 Ruang tunggu pasien

 Ruang penyimpanan dokumen/arsip Resep dan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang rusak

 Tempat penyimpanan Obat di ruang perawatan

 Fasilitas toilet, kamar mandi untuk staf (Menkes RI, 2016).

2.4.4.2 Peralatan

Fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk perlengkapan

peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk

obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran

dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap

tahun (Menkes RI, 2016).

Peralatan yang paling sedikit harus tersedia:

 Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik steril

dannonsteril maupun aseptik/steril

 Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip

 Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan Pelayanan Informasi Obat

 Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika

 Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk obat yang termolabil

25
 Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik

 Alarm (Menkes RI, 2016).

Macam-macam Peralatan sebagai berikut:

a. Peralatan Kantor:

 Mebeulair (meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet)

 Komputer/mesin tik

 Alat tulis kantor

 Telepon dan faksimili (Menkes RI, 2016).

b. Peralatan Sistem Komputerisasi

Sistem komputerisasi harus diadakan dan difungsikan secara optimal untuk

kegiatan sekretariat, pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Sistem informasi

farmasi ini harus terintegrasi dengan Sistem Informasi Rumah Sakit untuk

meningkatkan efisiensi fungsi manajerial dan agar data klinik pasien mudah

diperoleh untuk monitoring terapi pengobatan dan fungsi klinik lainnya.

Sistem komputerisasi meliputi: jaringan, perangkat keras, perangkat lunak

(program aplikasi) (Menkes RI, 2016).

c. Peralatan Produksi

 Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan obat, baik

nonsteril maupun steril/aseptik

 Peralatan harus dapat menunjang persyaratan keamanan cara pembuatan

obat yang baik (Menkes RI, 2016).

d. Peralatan Aseptic Dispensing

 Biological Safety Cabinet/Vertical Laminar Air Flow Cabinet (untuk

26
pelayanan sitostatika)

 Horizontal Laminar Air Flow Cabinet (untuk pelayanan pencampuran

obat suntik dan nutrisi parenteral)

 Pass-box dengan pintu berganda (air-lock)

 Barometer, Termometer, Wireless intercom (Menkes RI, 2016).

e. Peralatan Penyimpanan

1. Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum

 Lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu

 Kelembaban dan cahaya yang berlebihan

 Lantai dilengkapi dengan palet.

2. Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus

 Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil

 Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi secara

berkala

 Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat psikotropika

 Peralatan untuk penyimpanan obat, penanganan dan pembuangan

limbah sitotoksik dan obat berbahaya harus dibuat secara khusus

untuk menjamin keamanan petugas, pasien dan pengunjung.

3. Peralatan Pendistribusian/Pelayanan: Pelayanan rawat jalan (Apotek);

Pelayanan rawat inap (satelit farmasi); Kebutuhan ruang perawatan/unit

lain.

4. Peralatan Konsultasi : buku kepustakaan bahan-bahan leaflet, brosur,

meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari untuk

menyimpan profil pengobatan pasien, komputer, telepon, lemari arsip,

27
arsip.

5. Peralatan Ruang Informasi Obat: kepustakaan yang memadai untuk

melaksanakan pelayanan informasi obat, peralatan meja, kursi, rak

buku, kotak, komputer, telpon- faxcimile, lemari arsip, kartu arsip, TV

dan VCD player.

6. Peralatan Ruang Arsip: kartu arsip, lemari/ rak arsip (Menkes RI, 2016).

2.4.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Bahan Medis Habis

Pakai di Rumah Sakit

Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit untuk menjamin seluruh

rangkaian kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan

kualitas, manfaat dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan,

dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan

administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian (Menkes RI,

2016).

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan

proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Berdasarkan

ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit menyatakan bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi

28
Farmasi dengan sistem satu pintu. Sistem satu pintu adalah satu kebijakan

kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan dan pendistribusian

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan

untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

Instalasi Farmasi dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu merupakan satu-

satunya penyelenggara pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Berdasarkan hal di

atas, Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:

a. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

b. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

c. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai

d. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai

e. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien)

f. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai yang akurat

g. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit

h. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai

(Presiden RI, 2009).

Rumah sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen penggunaan

obat yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang-kurangnya

sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami

29
kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan

obat yang berkelanjutan (Menkes RI, 2016).

2.4.5.1 Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan

kepada:

a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi yang

sudah ditetapkan di Rumah Sakit

b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang

telah ditetapkan

c. Pola penyakit

d. Efektivitas dan keamanan

e. Pengobatan berbasis bukti

f. Mutu

g. Harga

h. Ketersediaan di pasaran (Menkes RI, 2016).

Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada formularium nasional.

Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis,

disusun oleh Komite/Tim Farmasi Terapi yang ditetapkan pimpinan Rumah

Sakit. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis resep,

pemberi obat dan penyedia obat di rumah sakit. Evaluasi terhadap formularium

Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan

kebutuhan Rumah Sakit (Menkes RI, 2016).

30
2.4.5.2 Perencanaan

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah

dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya

kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan

untuk menghindari kekosongan obat dengan metode yang dapat

dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan

antara lain: Metode Konsumsi, Metode Epidemiologi, dan disesuaikan dengan

anggaran yang tersedia (Menkes RI, 2016).

Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:

 Anggaran yang tersedia

 Penetapan prioritas

 Sisa persediaan

 Data pemakaian periode yang lalu

 Waktu tunggu pemesanan

 Rencana pengembangan (Menkes RI, 2016).

Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat:

a. Metode konsumsi: secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi

sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan individual dalam memproyeksikan

kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisa data konsumsi obat tahun

sebelumnya.

b. Metode ABC (Analisis ABC (Always, Better, Control)/Pareto Analysis)

untuk menentukan jumlah item obat dari yang akan direncanakan

pengadaannya berdasarkan prioritas. Cara pengelompokkannya adalah:

31
 Kelompok A: Persediaan yang jumlah unit uang per-tahunnya tinggi

(60- 90%), tetapi biasanya volumenya (5-10%)

 Kelompok B: Persediaan yang jumlah nilai uang per-tahunnya sedang

(20- 30%), tetapi biasanya volumenya sedang (20-30%)

 Kelompok C: Persediaan yang jumlah nilai uang per-tahunnya rendah

(10- 20%), tetapi biasanya volumenya besar (60-70%).

c. Metode VEN (Vital, Essensial, Non-Essensial) analisis perencanaan

menggunakan semua jenis perbekalan farmasi yang tercantum dalam daftar

yang dikelompokkan ke dalam 3 bagian sebagai berikut:

 Kelompok Vital adalah kelompok obat yang sangat utama (pokok/vital)

antara lain : obat penyelamat jiwa, obat untuk pelayanan kesehatan

pokok, obat untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar,

dibutuhkan sangat cepat, tidak dapat digantikan obat lain

 Kelompok Essensial, adalah kelompok obat yang bekerja pada sumber

penyebab penyakit, tidak untuk mencegah kematian secara

langsung/kecacatan

 Kelompok Non Essensial, merupakan obat penunjang yaitu obat yang

kerjanya ringan dan biasa digunakan untuk menimbulkan kenyamanan

atau untuk mengatasi keluhan ringan.

d. Metode morbiditas (epidemiologi), memperkirakan kebutuhan obat

berdasarkan jumlah kehadiran pasien, waktu tunggu pasien (lead time),

kejadian penyakit yang umum, dan pola perawatan standar dari penyakit yang

ada (Rusli, 2016).

32
2.4.5.3 Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan

perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,

jumlah dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar

mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari

pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan

dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi

kontrak, pemantauan proses pengadaan dan pembayaran (Menkes RI, 2016).

Memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses

pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar instalasi farmasi harus

melibatkan tenaga kefarmasian (Menkes RI, 2016).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:

 Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa;

 Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);

 Sediaan farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai harus

mempunyai Nomor Izin Edar; dan

 Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan

Farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai tertentu (contoh: vaksin,

reagensia) atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan

(Menkes RI, 2016).

Rumah sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok

obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan obat saat

33
Instalasi Farmasi tutup (Menkes RI, 2016).

Pengadaan dapat dilakukan melalui beberapa hal, antara lain:

a. Pembelian

Hal-hal yang diperhatikan dalam pembelian adalah:

 Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

 Persyaratan pemasok

 Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

 Pemantauan pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

b. Produksi Sediaan Farmasi

Produksi Sediaan Farmasi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk,

dan pengemasan kembali Sediaan Farmasi untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Instalasi farmasi dapat memproduksi

sediaan tertentu apabila:

 Sediaan Farmasi tidak tersedia di pasaran

 Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri

 Sediaan Farmasi formula khusus

 Sediaan Farmasi kemasan yang lebih kecil/repacking.

 Sediaan Farmasi untuk penelitian

 Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru.

c. Sumbangan/dropping/hibah

Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai

dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan

34
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis dapat membantu pelayanan

kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit (Menkes RI,

2016).

2.4.5.4 Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam

kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen

terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik (Menkes RI, 2016).

2.4.5.5 Penyimpanan

Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan penyimpanan

sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas

dan keamanan sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian

yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,

kelembaban, ventilasi dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai (Menkes RI, 2016).

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk

sediaan dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out

(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.

Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA/Look Alike Sound Alike) tidak

ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah

terjadinya kesalahan pengambilan obat (Menkes RI, 2016). Lemari khusus

35
penyimpanan Narkotika dan Psikotropika harus mempunyai 2 (dua) buah kunci

yang berbeda, satu kunci dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab dan satu

kunci lainnya dipegang oleh pegawai lain yang dikuasakan (BPOM, 2018).

2.4.5.6 Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka

menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien

dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah dan ketepatan waktu.

Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin

terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan (Menkes RI, 2016).

Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:

a. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)

 Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh

instalasi farmasi

 Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang

disimpan di ruang rawat dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan

 Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang

mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan

kepada penanggung jawab ruangan

 Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor

stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan

 Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan

36
interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.

b. Sistem resep perorangan

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui

instalasi farmasi.

c. Sistem unit dosis

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal

atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini

digunakan untuk pasien rawat inap.

d. Sistem kombinasi

Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a

+ b atau b + c atau a + c.

Sistem distribusi unit dose dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien

rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian obat

dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor

stock atau resep individu yang mencapai 18% (Menkes RI, 2016).

2.4.5.7 Pemusnahan dan Penarikan

Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara

yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Pemusnahan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai dilakukan bila terjadi beberapa hal, yaitu:

37
 Produk tidak memenuhi persyaratan mutu

 Telah kadaluarsa

 Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan

atau kepentingan ilmu pengetahuan

 Dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan obat terdiri dari:

 Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai yang akan dimusnahkan

 Menyiapkan berita acara pemusnahan

 Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada

pihak terkait

 Menyiapkan tempat pemusnahan

 Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta

peraturan yang berlaku (Menkes RI, 2016).

Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat

dan Makanan (BPOM). Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah Sakit harus

mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan (Menkes RI, 2016).

2.4.5.8 Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan

penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan

38
Komite/Tim Farmasi Terapi di Rumah Sakit (Menkes RI, 2016).

Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:

 Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)

 Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan

berturut-turut (death stock)

 Stock opname yang dilakukan secara periodik dan berkala (Menkes RI, 2016).

2.4.5.9 Administrasi

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk

memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi

terdiri dari pencatatan dan pelaporan, administrasi keuangan dan administrasi

penghapusan (Menkes RI, 2016).

2.4.6 Pelayanan Farmasi Klinis

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi

klinis merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien

dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya

efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)

sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin (Menkes RI, 2016).

2.4.6.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,

pengkajian resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai

pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya

39
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error) (Menkes RI,

2016).

Kegiatan ini untuk menganalisis adanya masalah terkait obat, bila

ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis

resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan

administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat

inap maupun rawat jalan (Menkes RI, 2016).

1. Persyaratan administrasi meliputi:

 nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien

 nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter

 tanggal resep dan ruangan/unit asal resep.

2. Persyaratan farmasetik meliputi:

 nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan

 dosis dan jumlah obat

 stabilitas, aturan dan cara penggunaan.

3. Persyaratan klinis meliputi:

 ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat

 duplikasi pengobatan

 alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)

 kontraindikasi dan interaksi obat (Menkes RI, 2016).

2.4.6.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat (RPO)

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk

mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau Sediaan Farmasi lain yang

pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari

40
wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien (Menkes

RI, 2016).

Kegiatan penelusuran riwayat penggunaan obat, yaitu:

 Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya

 Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.

Informasi yang harus didapatkan, antara lain:

 Nama obat (termasuk obat non-resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi

penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat;

 Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi

 Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa)

(Menkes RI, 2016).

2.4.6.3 Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan pengobatan yang

akan dilakukan dengan obat yang telah didapat pasien sebelumnya. Rekonsiliasi

dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah terkait obat (drug related

problem). Drug related problem rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu

Rumah Sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan serta pada pasien yang

keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya, sebab dalam

proses tersebut pasien sering mendapatkan jenis obat yang berbeda sehingga

dikhawatirkan dapat terjadi interaksi obat (Menkes RI, 2016).

2.4.6.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan

pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak biasa,

terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker,

41
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit

(Menkes RI, 2016).

PIO bertujuan untuk:

 Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di

lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit

 Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan

obat atau Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai,

terutama bagi TFT

 Menunjang penggunaan obat yang rasional (Menkes RI, 2016).

2.4.6.5 Konseling

Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran

terkait terapi obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan keluarganya.

Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas

kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan

pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan

kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker (Menkes RI, 2016).

Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,

meminimalkan Risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) dan

meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan

penggunaan obat bagi pasien (patient safety) (Menkes RI, 2016).

Secara khusus konseling obat ditujukan untuk:

 Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien

 Menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap pasien

 Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa minum obat

42
 Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat

dengan penyakitnya

 Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan

 Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat

 Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi

 Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan

 Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat

mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien

(Menkes RI, 2016).

Kegiatan dalam konseling obat meliputi:

 Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien

 Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat

melalui Three Prime Question

 Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada

pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat

 Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

penggunaan obat

 Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien

 Dokumentasi (Menkes RI, 2016).

Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling:

a. Kriteria Pasien

 Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu

hamil dan menyusui)

 Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (tuberkulosis,

43
diabetes melitus, epilepsi)

 Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus

(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off)

 Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit

 Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).

 Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.

b. Sarana dan Peralatan: ruangan atau tempat konseling, alat bantu

konseling (kartu pasien/catatan konseling) (Menkes RI, 2016).

2.4.6.6 Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang

dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk

mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait

obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan

terapi obat yang rasional dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien

serta profesional kesehatan lainnya. Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang

sudah keluar rumah sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan

program rumah sakit yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah

(Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus

mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien

dan memeriksa terapi obat dari rekam medik atau sumber lain (Menkes RI, 2016).

2.4.6.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup

kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi

pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan

44
risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) (Menkes RI, 2016).

Kegiatan dalam PTO meliputi:

 Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, Reaksi

Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)

 Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat

 Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat (Menkes RI, 2016).

Tahapan Pemantauan terapi Obat (PTO):

 Pengumpulan data pasien

 Identifikasi masalah terkait obat

 Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat

 Pemantauan dan tindak lanjut (Menkes RI, 2016). Faktor yang harus

diperhatikan:

 Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini

dan terpercaya (Evidance Best Medicine)

 Kerahasiaan informasi

 Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat) (Menkes RI,

2016).

2.4.6.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan

setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim

yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek

samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja

farmakologi (Menkes RI, 2016).

Tujuan MESO adalah:

45
 Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang

berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang

 Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang

baru saja ditemukan

 Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/

mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO

 Meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.

 Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki

(Menkes RI, 2016).

2.4.6.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi

penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan

kuantitatif.

Tujuan EPO, yaitu:

 Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat

 Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu

 Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat

 Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat (Menkes RI, 2016).

2.4.6.10 Dispensing Sediaan Streil

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan

teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas

dari paparan zat berbahaya serta menghindari kesalahan pemberian obat.

Dispensing sediaan steril bertujuan untuk:

 Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan

46
 Menjamin sterilitas dan stabilitas produk

 Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya

 Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat (Menkes RI, 2016).

2.4.6.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi

hasil pemeriksaan kadar obat atas permintaan dari dokter yang merawat karena

indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. Tujuan

PKOD adalah mengetahui kadar obat dalam darah dan memberikan rekomendasi

kepada dokter yang merawat (Menkes RI, 2016).

2.4.7 Gas Medis

Gas Medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan

untuk pelayanan medis pada fasilitas pelayanan kesehatan. Vakum Medis adalah

alat dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk menghisap cairan tubuh

pada pelayanan medis di fasilitas pelayanan kesehatan. Sistem Instalasi Gas

Medis dan Vakum Medis adalah seperangkat sentral gas medis dan vakum medis,

pipa, katup penutup dan alarm gas medis sampai ke titik outlet medis dan inlet

medis. Oksigen Konsentrator adalah mesin pemisah Oksigen diudara (21%)

dengan Nitrogen diudara (78 %) dan gas lainnya (1%). Keluaran mesin ini adalah

Oksigen dengan konsentrasi minimal 90% (Menkes RI, 2016).

a. Jenis Gas Medis dan Vakum Medis

Gas Medis terdiri atas Gas Medis murni dan Gas Medis campuran. Gas Medis

murni meliputi: oksigen (O2 ), dinitrogen oksida/nitrous oxide (N2 O), nitrogen

(2 2), karbondioksida (CO 2 ), helium (He), argon (Ar), udara tekan medis

(medical compressed air), dan udara tekan alat (instrument air)

47
Gas Medis campuran merupakan campuran dari Gas Medis murni. Vakum

Medis meliputi sebuah rakitan dari peralatan vakum secara sentral dan

jaringan pemipaan untuk pemakaian penghisapan cairan tubuh pada pasien

secara medis, bedah medis, dan buangan sisa gas anestesi. Buangan sisa gas

anestesi merupakan proses penangkapan dan penyaluran gas yang dibuang

dari sirkit pernapasan pasien selama operasi normal gas anastesi atau peralatan

analgesik (Menkes RI, 2016).

b. Penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis

Penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis di fasilitas pelayanan kesehatan

dilakukan melalui:

 Sistem Unit Gas Medis dan Vakum Medis

 Tabung Gas Medis

 Oksigen Konsentrator Portabel

 Alat Vakum Medis Portabel (Menkes RI, 2016).

Dalam hal penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis pada fasilitas pelayanan

kesehatan di ruang operasi, ruang intensif, dan ruang gawat darurat harus

dilakukan melalui penyaluran pada Sistem Instalasi Gas Medis dan Vakum

Medis. Dalam penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis wajib dioperasikan

oleh petugas fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki kompetensi di

bidang Gas Medis dan Vakum Medis atau menunjuk pihak yang

berkompeten. Pengoperasian Gas Medis dan Vakum Medis pada fasilitas

pelayanan kesehatan oleh petugas harus sesuai dengan ketentuan dalam

Peraturan Menteri ini dan Standar Prosedur Operasional. Penggunaan Gas

Medis dan Vakum Medis pada fasilitas pelayanan kesehatan harus

48
didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan. Unit

Gas Medis dan Vakum Medis harus diuji dan diperiksa sebelum

dioperasionalkan untuk pertama kali (Menkes RI, 2016).

c. Pengujian

Selain diuji dan diperiksa sebelum dioperasionalkan untuk pertama kali,

Instalasi Gas Medis dan Vakum Medis harus diuji dan diperiksa secara

berkala paling sedikit 1 kali dalam 3 tahun. Tabung gas medis, oksigen

konsentrator portabel dan alat vakum medis portabel harus diuji dan/atau

dikalibrasi secara periodik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Pengujian dilakukan oleh institusi penguji yang berwenang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Instalasi Gas Medis dan

Vakum Medis yang dinyatakan lulus pengujian dan pemeriksaan harus

diberikan sertifikat laik operasi

yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Instalasi Gas Medis dan

Vakum Medis yang dinyatakan belum lulus pengujian dan pemeriksaan

harus diberikan surat keterangan atau rekomendasi dilakukan perbaikan

dengan jangka waktu tertentu (Menkes RI, 2016).

d. Pembimbingan dan Pengawasan

Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan

terhadap pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini sesuai dengan

kewenangan masing- masing. Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota dalam

melakukan pembinaan dan pengawasan dapat dilakukan melalui advokasi dan

sosialisasi, pemberian bimbingan, supervisi, monitoring dan evaluasi,

konsultasi, dan/atau pendidikan dan pelatihan. Dalam rangka pengawasan,

49
Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-

masing dapat memberikan tindakan administratif berupa: teguran lisan,

teguran tertulis, pencabutan izin. Pengenaan tindakan administratif

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(Menkes RI, 2016).

2.4.7.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Gas Medis

Tugas dan fungsi Pelayanan gas medis adalah pemberian gas medis kepada

pasien oleh pelaksana tugas/tenaga medis di pelayanan kesehatan (Menkes RI,

2016).

2.4.7.2 Struktur Instalasi Gas Medis

Struktur organisasi Instalasi Gas Medis disesuaikan dnegan kebijakan

rumah sakit masing- masing (Menkes RI, 2016).

2.4.7.3 Sumber Daya Manusia Instalasi Gas Medis

Dalam hal penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis pada

fasilitaspelayanan kesehatan di ruang operasi, ruang intensif, dan ruang gawat

darurat harus dilakukan melalui penyaluran pada Sistem Instalasi Gas Medis dan

Vakum Medis. Dalam penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis wajib

dioperasikan oleh petugas fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki

kompetensi di bidang Gas Medis dan Vakum Medis atau menunjuk pihak yang

berkompeten. Pengoperasian Gas Medis dan Vakum Medis pada fasilitas

pelayanan kesehatan oleh petugas harus sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan

Menteri ini dan Standar Prosedur Operasional. Penggunaan Gas Medis dan

Vakum Medis pada fasilitas pelayanan kesehatan harus didokumentasi dan

dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan. Instalasi Gas Medis dan Vakum

50
Medis harus diuji dan diperiksa sebelum dioperasionalkan untuk pertama kali

(Menkes RI, 2016).

2.4.7.4 Sarana dan Prasarana Sub Intalasi Gas Medis

Sarana dan prasarana Sub Instalasi Gas Medis tidak ada ditentukan

didalam PMK Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penggunaan Gas Medis Dan Vakum

Medis pada fasilitas pelayanan kesehatan. Kelengkapan sarana dan prasana

Instalasi Gas Medis disesuaikan dengan kebijakan rumah sakit (Menkes RI,

2016).

2.5 Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)

Instalasi Sterilisasi Pusat atau Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi

merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan

proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang

membutuhkan kondisi steril (Depkes RI, 2009).

2.5.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)

a. Tugas Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu

Instalasi Sterilisasi Pusat mejamin sterilitas alat perlengkapan medik sebelum

dipakai dalam melakukan tindakan medik. Tugas utama pusat sterilisasi di

rumah sakit adalah:

 Menyediakan peralatan medis untuk perawatan pasien

 Melakukan proses sterilisasi alat/bahan

 Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruang perawatan,

kamar operasi, dan ruang lain yang membutuhkan

 Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman,

efektif danbermutu

51
 Mempertahankan stok inventory yang memadai untuk keperluan

perawatan

 Mempertahankan standar yang ditetapkan

 Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, desinfeksi maupun

sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu

 Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka

pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia

pengendalian infeksi nasokomial

 Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan

masalah sterilisasi

 Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi ISSB

baik yang bersifat intern dan ekstern

 Mengevaluasi hasil sterilisasi (Depkes RI, 2009).

b. Fungsi Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu Beberapa fungsi pusat sterilisasi

antara lain:

 Memberikan suplai barang dan instrumen ke area yang membutuhkan

 Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan servis yang akurat

Memberikan suplai barang steril meliputi linen, instrumen dan barang-

barang steril lainnya

 Melakukan pencatatan yang akurat terhadap kegiatan dekontaminasi,

pencucian, sterilisasi dan pengiriman barang steril

 Melakukan pengetatan keseragaman dan kemudahan dalam rak

instrumen danset operasi di seluruh lingkungan rumah sakit

 Mempertahankan jumlah inventaris barang dan instrument

52
 Melakukan monitoring dan kontrol terhadap tindakan pengendalian

infeksi sesuai dengan arahan komite pengendalian infeksi

 Membuat dan mempertahankan standart sterilisasi dan distribusinya

 Beroperasi secara efisien dalam rangka pengurangan biaya operasional

 Melakukan pengembangan sesuai dengan metode yang terbaru dan

peraturan yang berlaku

 Melakukan evaluasi berkala untuk meningkatkan kualitas pelayanan

 Memberikan pelayanan konsultasi kepada bagian lain yang

membutuhkan pemrosesan dan sterilisasi instrumen. Meliputi penjelasan

peraturan dan prosedur yang digunakan dan implementasi metode baru

(Depkes RI, 2009).

2.5.2 Struktur Organisasi Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)

Instalasi Sterilisasi Pusat dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi (dalam

jabatan fungsional) dan bertanggung jawab langsung kepada Wakil Direktur

Penunjang Medik. Untuk rumah sakit swasta, struktur organisasi dapat mengacu

pada struktur organisasi pemerintah. Hal- hal yang perlu dilaksanakan agar

instalasi pusat sterilisasi dapat berjalan sebagaimana mestinya adalah perlunya

pembagian pekerjaan dalam jabatan fungsional (Depkes RI, 2009).

2.5.3 Sumber Daya Manusia Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)

Sumber daya manusia di Intalasi Sentralisasi Pusat memiliki persyaratan

khusus dalam kesehatan yaitu sebagai berikut:

a. Data kesehatan yang harus dimiliki oleh petugas di pusat sterilisasi rumah

sakit yaitu surat pernyataan sehat jasmani dan rohani secara rutin serta ca tatan

fisik X-Ray untuk mengidentifikasi penyakit TBC (Tuberculosis). Tes ini

53
dilakukan minimal satu kali dalam setahun

b. Status imunisasi sebagai persyaratan SDM di pusat sterilisasi harus

memenuhi minimal imunisasi hepatitis B, tetanus, dan demam tipoid

c. Laporan mengenai status penyakit yang dialami petugas selama bekerja di

pusat sterilisasi. Penyakit tersebut misalnya infeksi saluran pernafasan,

infeksi kulit, infeksi gastrointestinal, dan infeksi pada mata. Laporan

mengenai penyakit dilakukan minimal sekali dalam setahun setahun (Depkes

RI, 2009).

2.5.4 Sarana dan Prasarana Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)

Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP) merupakan jantung rumah sakit dimana

tugas pokok pusat sterilisasi adalah menerima bahan dan alat medik dari semua

unit-unit di rumah sakit untuk diproses menjadi alat/bahan medik dalam kondisi

steril dan selanjutnya mendistribusikan kepada unit lain yang membutuhkan

kondisi steril, maka dalam menentukan lokasi pusat sterilisasi perlu diperhatikan

beberapa hal berikuti:

a. Bangunan

Pembangunan Instalasi Sterilisasi Pusat harus sesuai dengan kebutuhan

bangunan pada saat ini serta kemungkinan perluasan sarana pelayanan di

masa datang serta didesain menurut tipe dan atau kapasitas rumah sakit.

b. Lokasi

Lokasi Instalasi Sterilisasi Pusat sebaiknya berdekatan dengan ruangan

pemakai alat atau bahan steril terbesar di rumah sakit. Penetapan atau

pemilihan lokasi yang tepat berdampak pada efisiensi kerja dan meningkatkan

pengendalian infeksi, yaitu dengan meminimumkan resiko terjadinya

54
kontaminasi silang serta mengurangi lalu lintas transportasi alat steril. Untuk

rumah sakit yang berukuran kecil, lokasi pusat sterilisasi sebaiknya berada

dekat/di wilayah kamar operasi sesuai fungsinya dan diupayakan lokasinya

dekat dengan laundry.

c. Pembangunan dan Persyaratan Ruang Sterilisasi

Pada prinsipnya, desain ruang pusat sterilisasi terdiri dari ruang bersih dan

ruang kotor yang dibuat sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya

kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih. Selain itu, pembagian

ruangan disesuaikan dengan alur kerja. Ruang pusat sterilisasi dibagi atas 5

ruang:

1. Ruang Dekontaminasi

Pada ruang ini, terjadi proses penerimaan barang kotor, dekontaminasi

dan pembersihan. Ruang dekontaminasi harus direncanakan, dipelihara

dan dikontrol untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan

untuk melindungi pekerja dari benda-benda yang dapat menyebabkan

infeksi, racun dan hal-hal berbahaya lainnya. Syarat-syarat ruang

dekontaminasi antara lain:

a) Ventilasi: Sirkulasi udara yang dilengkapi dengan filter,pergantian

udara 10 kali/jam, tekanan udara negatif, tidak dianjurkan

menggunakan kipas angin.

b) Suhu dan kelembaban: Suhu 18-22°, Kelembaban antara 35-75%.

2. Ruang Pengemasan Alat

Ruang pengemasan alat merupakan tempat pengemasan ala t, bongkar

pasang alat, dan penyimpanan barang bersih.

55
3. Ruang Prosesing Linen

Di ruang ini dilakukan pemeriksaan, pelipatan dan pengemasan linen

yang akan disterilisasi. Di ruang ini juga terdapat tempat tertutup untuk

menyimpan barang. Selain itu di ruangan ini juga dilakukan persiapan

untuk bahan seperti kasa, kapas, dan cotton swab.

4. Ruang Sterilisasi

Di ruang ini dilakukan proses sterilisasi alat atau bahan. Untuk sterilisasi

etilen oksida, sebaiknya dibuatkan ruang tersendiri dan dilengkapi

dengan saluran pembuangan (exhaust).

5. Ruang Penyimpanan Barang Steril

Syarat-syarat ruang penyimpanan barang steril antara lain : dekat dengan

ruang sterilisasi, suhu 18-22°C, kelembaban 35-75%, ventilasi

menggunakan tekanan positif, efisiensi partikulat 90-95% (untuk partikel

berukuran 0,5 μm), jauh dari lalu lintas utama, dinding terbuat dari bahan

yang kuat, halus dan mudah dibersihkan (Depkes RI, 2009).

2.5.5 Pelayanan Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)

Pelayanan Intalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB) dapat dilihat dari

alur aktivitas fungsional yang secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Pembilasan: pembilasan alat-alat yang telah digunakan tidak dilakukan di

ruang perawatan

b. Pembersihan: semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan secara baik

sebelum dilakukan proses disinfeksi dan sterilisasi

c. Pengeringan: dilakukan sampai kering

d. Inspeksi dan Pengemasan: unit ini melakukan pengecekan barang dan

instrumen mengenai kelayakan barang tersebut serta melakukan pengemasan

56
agar sterilitas dapat terjaga Pengemasan yang dimaksudkan disini yaitu semua

material yang tersedia untuk fasilitaskesehatan yang sudah didesain untuk

membungkus, mengemas, dan menampung alat-alat yang dapat dipakai ulang untuk

sterilisasi, penyimpanan dan pemakaian. Tujuan pengemasan adalah agar dapat

berperan terhadap keamanan dan efektivitas perawatan pasien yang merupakan

tanggung jawab utama ISSB.

e. Pelabelan: setiap kemasan harus mempunyai label yang menjelaskan isi dari

kemasan, cara sterilisasi, tanggal sterilisasi dan kadaluarsa proses sterilisasi

f. Pembuatan: membuat dan mempersiapkan kapas serta kasa balut, yang

kemudian akan disterilkan

g. Sterilisasi: melakukan sterilisasi barang dan instrumen yang telah dikemas

menggunakan metode yang tepat agar mencapai sterilisasi yang optimal dan

sebaiknya diberikan tanggung jawab kepada staf terlatih. Metode sterilisasi

terdiri dari:

 Sterilisasi dengan suhu tinggi: sterilisasi uap (steam heat) dan sterilisasi

panas kering (dry heat)

 Sterilisasi dengan suhu rendah: etilen oksida, sterilisasi plasma hidrogen

peroksida, dan formaldehid

 Sterilisasi dengan cairan kimia: hidrogen peroksida

 Sterilisasi dengan radiasi: sinar gamma, sinar X, dan sinar UV.

h. Penyimpanan: unit penyimpanan melakukan penyimpanan barang steril dan

melakukan penjaminan kualitas barang dan instrumen steril. Harus diatur

secara baik dengan memperhatikan kondisi penyimpanan yang baik

i. Distribusi: unit distribusi mengirimkan suplai kepada kustomer yang

membutuhkan barang tersebut (Depkes RI, 2009).

57
BAB III

TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK

3.1 Sejarah RSUP H. Adam Malik

RSUP Haji Adam Malik adalah rumah sakit umum milik pemerintah

pusatyang secara teknis berada dibawah Direktorat Jenderal Bina Upaya

Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, berlokasi di Jl. Bunga Lau No.17 Medan

Tuntungan. RSUP Haji Adam Malik merupakan pusat rujukan kesehatan regional

untuk wilayah Sumatera bagian Utara dan Bagian Tengah yang meliputi Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau, dan

Provinsi Sumatera Barat.RSUP Haji Adam Malik dibangun secara bertahap

dimana pembangunan tahap pertama meliputi gedung poliklinik, gedung CMU

(Central Medical Unit), rawat inap dengan kapasitas 300 tempat tidur, gedung

farmasi, dapur dan cuci, kamar jenazah, ME utility dan asrama perawat.

Pembangunan gedung berikutnya dilaksanakan berlanjut setiap tahun

yaitu:

1. Tahun1992/1993, pembangunan gedung instalasi gawat darurat 1000M

2. Tahun 1993/1994, pembangunan gedung administrasi.

3. Tahun 1994/1995, pembangunan gedung rawat inap terpadu -B (150 TT)

danselasar penghubung.

4. Tahun 1997/1998, pembangunan lanjutan gedung rawat inap terpadu - B

(150 TT lagi) dalam bentuk rangka/konstruksi bangunan saja.

5. Tahun 1999/2000, pembangunan gedung administrasi lantai II dan III

6. Tahun 2004, pembangunan lanjutan gedung rawat inap terpadu – B.

7. Tahun 2005, pembangunan gedung rawat inap terpadu – B untuk

58
pelayanan jantung, anak dan VIP, sehingga jumlah tempat tidur berjumlah

450 unit.

8. Tahun 2006 s/d 2009, jumlah tempat tidur bertambah sesuai dengan

kebutuhan pasien rawat inap menjadi 600 TT.

9. Tahun 2010 bulan Maret jumlah tempat tidur bertambah menjadi 650 TT

sesuai dengan SK Dirut No. YM.00.03/IV.2.1/3258a/2010 dan pembangunan

gedung gawat darurat dengan luas area 4000 m2 telah selesai dilaksanakan.

10. Tahun 2011, pembangunan gedung Cardiac Center dengan luas area 7000

m2 /7 lantai termasuk basement telah selesai dilaksanakan dan dimulainya

pembangunan gedung rawat inap seluas 20.000 m2.

11. Tahun 2012, gedung rawat inap.

12. Tahun 2013, diharapkan pembangunan gedung rawat inap yang baru

dilanjutkan.

13. Tahun 2014, juga direncanakan dimulainya Operasional gedung Cardiac

Center 7 lantai, termasuk lantai basement dan direncanakan operasional

gedung gawat unit darurat 4 lantai akan dilaksanakan penggunaannya

Berikut adalah Surat Keterangan yang ada di Adam Malik:

2010 : SK Kemenkes RI No. YM.01.10/III/3696/10 tanggal 20 Juli 2010 RSUP

H. Adam Malik Kembali terakreditasi untuk 16 Pelayanan Periode Juli

2010- Juli 2013.

2014 : SK Menkes RI No. HK.02.02/MENKES/390/2014 tanggal 14 Oktober

2014 Tentang Pedoman Penetapan Rumah Sakit Rujukan Nasional.

2015 : Keputusan Menkes RI No. HK.02.03/I/0913/2015 tanggal 27 Maret 2015

Tentang Izin Operasional RSUP H. Adam Malik Medan sebagai Rumah

59
Sakit Umum Kelas A.

2015 : SK Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) No. KARS-

SERT/138/IX/2015 RSUP H. Adam Malik telah memenuhi Standar

Akreditasi Rumah Sakit dan dinyatakan Lulus Tingkat Paripurna.

2022 : No. KARS-SERT/398/XI/2022 RSUP H. Adam Malik telah memenuhi

Standar Akreditasi Rumah Sakit dan dinyatakan Lulus Tingkat Paripurna.

3.2 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik

Visi RSUP H. Adam Malik adalah Menjadi Rumah Sakit Pendidikan

dan Pusat Rujukan Nasional yang Bermutu dan Unggul Pada Tahun 2024.

Visi tersebut diwujudkan melalui Misi RSUP H. Adam Malik yaitu:

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang paripurna dan bermutu,

berorientasi kepada keselamatan pasien dan kepuasan pelanggan

2. Melaksanakan pendidikan, pelatihan dan penelitian dengan berbasis

kerjassama dalam konteks Academic Health System (AHS) dalam era

Universal Health Coverage (UHC)

3. Meningkatkan kemitraan dengan RS jejaring dan institusi pendidikan

4. Menyelenggarakan tata kelola keuangan yang sehat.

Motto RSUP H. Adam Malik adalah mengutamakan keselamatan pasien

dengan pelayanan PATEN:

Pelayanan Cepat Akurat Terjangkau Efisien Nyaman Falsafah RSUP H.

Adam Malik adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan

masyarakat secara profesional, efisien dan efektif sesuai standar pelayanan yang

bermutu.

60
3.3 Tugas dan Fungsi RSUP H. Adam Malik

a. Tugas RSUP H. Adam Malik

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

244/Menkes/PER/III/2008, yang telah dirubah dengan Surat Keputusan

Direktur Utama Nomor OT.01.02/ XV.4.2.1/565/2018 tentang Organisasi

dan Tata kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik mempunyai tugas

menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan secara paripurna,

pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan secara serasi, terpadu

dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan lainnya serta

melaksanakan upaya rujukan.

b. Fungsi RSUP H. Adam Malik

Menurut Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik No.OT.

01.02/XV.4.2.1/565/2018 tentang Organisasi dan Tata kerja Rumah Sakit

Umum Pusat H. Adam Malik, RSUP H. Adam Malik menyelenggarakan

fungsi:

1. Pelayanan medis

2. Pelayanan dan asuhan keperawatan

3. Penunjang medis dan non medis

4. Pengelolaan sumber daya manusia

5. Pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang profesi

kedokteran danpendidikan kedokteran berkelanjutan

6. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lainnya

7. Penelitian dan pengembangan

8. Pelayanan rujukan

9. Administrasi umum dan keuangan.

61
3.4 Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia

Nomor 244/Menkes/PER/III/2008, yang telah diubah dengan Surat Keputusan

Direktur Utama Nomor OT.01.02/XV.4.2.1/10040/2020 tentang Struktur

Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, susunan

organisasi RSUP H. Adam Malik terdiri dari:

a. Direktur Utama

b. Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan, dan Penunjang

c. Direktur SDM, Pendidikan dan Umum

d. Direktur Perencanaan, Keuangan dan BMN

e. Unit-unit Non Struktural.

3.5 Tim Farmasi dan Terapi (TFT)

Menurut Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Surat

Nomor OT.01.01/IV/2.1/6495/2019 tentang Pembentukan Tim Farmasi dan

Terapi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, TFT mempunyai tugas,

wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit

2. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk kedalam

Formularium Rumah Sakit

3. Mengembangkan standar terapi

4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat

5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional

6. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki

7. Mengkoordinir penatalaksanaan pencegahan medication error

62
8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah

sakit.

Susunan anggota TFT terdiri dari perwakilan Staf Medis Fungsional

(SMF) yang ada di rumah sakit dengan ketua seorang dokter dan sekretarisnya

adalah Apoteker Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang bertanggung jawab kepada

Direktur Utama melalui Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang

RSUP H. Adam Malik. TFT mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya 1 bulan

sekali guna membahas implementasi dari kebijakan tentang pengelolaan dan

penggunaan obat di RSUP H. Adam Malik (Dirut, 2018).

3.6 Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik dipimpin oleh seorang Apoteker

yang berada dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Medik dan

Keperawatan. Menurut Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik

No. OT.01.02/XV.4.2.1/565/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit

Umum Pusat H. Adam Malik Medan menyatakan bahwa instalasi farmasi adalah

unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan

kefarmasian di Rumah Sakit. Seperti kegiatan pelayanan peracikan, penyimpanan,

penyediaan dan penyaluran sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai (Dirut, 2018).

3.6.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

a. Tugas Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

Instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas membantu direktur

pelayanan, medik, keperawatan dan penunjang untuk menyelenggarakan,

mengkoordinasikan, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh

63
kegiatan pelayanan kefarmasian di RSUP H. Adam Malik.

b. Fungsi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

Adapun fungsi instalasi farmasi di RSUP H. Adam Malik sebagai berikut:

 Melaksanakan kegiatan tata usaha untuk menunjang kegiatan instalasi

farmasi dan melaporkan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian

 Melaksanakan perencanaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai untuk kebutuhan RSUP H. Adam Malik serta

melaksanakan evaluasi dan Sistem Informasi Rumah Sakit (STARS)

instalasi farmasi

 Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai ke seluruh satuan kerja/instalasi di lingkungan RSUP H.

Adam Malik untuk kebutuhan pasien rawat jalan, rawat inap, gawat

darurat dan instalasi- instalasi penunjang lainnya

 Melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinis dan melaksanakan

pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang farmasi

 Melaksanakan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di

gudang instalasi farmasi dan memproduksi obat-obat sesuai dengan

kebutuhan RS.

3.6.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

Struktur organisasi instalasi farmasi di RSUP H. Adam Malik terlihat pada

Gambar 3.1 di bawah ini:

64
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

65
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik

tentang Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Nomor OT. 01.02/XV.4.2.1/10040/2020 susunan organisasi instalasi

farmasi RSUP H. Adam Malik terdiri dari Kepala Instalasi Farmasi yang dibantu

oleh tata usaha dan 3 bagian Instalasi Farmasi, yaitu:

a. Sub Instalasi Farmasi Klinik

 Ka. Sub instalasi farmasi klinis dan apoteker farmasi klinis

 PJ Klinis, PJ Depo Farmasi (IGD, IPI dan IBP, Rindu A, Rindu B,

Paviliun, Rawat Jalan, PJT, Depo Farmasi Pencampuran Kemoterapi)

dan Ka. Tim depo farmasi

 Staf Depo Farmasi.

b. Sub Instalasi Pengelolaan Persediaan

 Ka. Sub. Perbekalan

 Ka. Tim Perencanaan, Pelaporan dan Evaluasi (P2E); Ka. Tim

Perbekalan

 Staf Perencanaan, Pelaporan dan Evaluasi; Staf Perbekalan.

c. Sub Instalasi Gas Medis

 Ka. Sub. Instalasi gas medis

 Staf unit gas medis

3.6.3 Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

Jumlah sumber daya manusia di instalasi farmasi sebanyak 126 orang yang

terdiri dari 26 Apoteker yang terdiri dari 1 Apoteker sebagai Kepala Instalasi

Farmasi, Apoteker Ka. Sub. Instalasi yang terdiri dari Sub. Instalasi Farmasi

Klinis, Sub. Instalasi Gas Medis, Sub. Instalasi Pengelolaan Persediaan yang

66
terdiri dari 1 Apoteker Pj. Perbekalan, 1 Apoteker Pj. Perencanaan Pelaporan dan

Evaluasi (P2E)), Apoteker Farmasi Klinis, dan Apoteker sebagai

penanggungjawab. Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) sebanyak 70 orang dan

tenaga non medis sebanyak 30 orang. Pelayanan kefarmasian di rawat inap dan

rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan dilaksanakan oleh apoteker. Pelayanan

kefarmasian untuk pasien rawat inap dilaksanakan oleh 1 apoteker yang melayani

± 68 pasien. Sedangkan pelayanan kefarmasian rawat jalan dilaksanakan oleh 1

Apoteker yang melayani ± 200 resep perhari.

3.6.4 Sarana dan Peralatan Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

3.6.4.1 Sarana

a. Ruang Kantor/Administrasi

Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik memiliki ruang kantor/administrasi

yang terdiri dari ruang pimpinan, ruang staf, ruang tata usaha.

b. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai

Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik memiliki ruang penyimpanan khusus

untuk sediaan termolabil, bahan laboratorium dan reagensia, bahan mudah

terbakar, dan bahan beracun dan berbahaya. Juga untuk penyimpanan obat

jadi, sediaan produksi sendiri, bahan baku obat, serta alat kesehatan disimpan

terpisah.

c. Ruang Konseling

Ruang konseling RSUP H. Adam Malik terdapat di bagian rawat jalan

terutama untuk konseling pasien kemoterapi, geriatri dan obat pemakaian

khusus, sedangkan ruang konseling untuk rawat inap belum tersedia dan

67
apoteker rawat inap memberikan konseling pada saat visite dilakukan

langsung kepada pasien/keluarga pasien dibantu oleh tim farmasi klinis.

3.6.4.2 Prasarana

Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik memiliki peralatan:

 Peralatan untuk penyimpanan, peracikan, dan pembuatan obat baik steril

dannonsteril maupun aseptik/steril

 Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip

 Kepustakaan untuk melaksanakan PIO yang belum memadai

 Lemari penyimpanan khusus narkotika

 Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk obat termolabil

 Penerangan, sarana air, ventilasi, dan sistem pembuangan limbah.

3.6.5 Sub Instalasi Pengelolaan Persediaan

3.6.5.1 Tugas dan Fungsi Sub Instalasi Pengelolaan Persediaan

Tugas dan Fungsi Sub Instalasi Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai, antara lain:

 Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit

 Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai secara efektif, efisien dan optimal

 Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai berpedoman pada perencanaan sesuai ketentuan yang berlaku

 Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit

 Melaksanakan pelayanan farmasi sistem satu pintu

68
 Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku

 Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian

 Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit

 Melaksanakan pelayanan obat secara “unit dose”/dosis sehari

 Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

danbahan medis habis pakai (apabila sudah memungkinkan)

 Mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah yang terkait dengan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

 Melakukan pemusnahan dan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai yang sudah tidak dapat digunakan

 Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai

 Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai.

3.6.5.2 Sumber Daya Manusia Sub Instalasi Pengelolaan Persediaan

Sub Instalasi Pengelolaan Persediaan terdiri dari, PJ Perbekalan:

 Ka. Tim Perencanaan, Pelaporan dan Evaluasi (P2E)

 Staf Perencanaan, Pelaporan dan Evaluasi (P2E)

 Ka. Tim Perbekalan

 Staf Perbekalan

69
3.6.5.3 Sarana dan Prasarana Sub Instalasi Pengelolaan Persediaan

Sarana dan prasarana di rumah sakit meliputi fasilitas ruang harus

memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat menunjang fungsi dan

proses pelayanan kefarmasian, menjamin lingkungan kerja yang aman untuk

petugas, dan memudahkan sistem komunikasi Rumah Sakit.

a. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri dari:

1. Ruang Kantor/Administrasi

2. Ruang pimpinan

3. Ruang staf

4. Ruang kerja/administrasi tata usaha

5. Ruang pertemuan

6. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai.

Rumah Sakit harus mempunyai ruang penyimpanan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan, kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya, kelembapan,

ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan

petugas.

 Kondisi umum untuk ruang penyimpanan: obat jadi, obat

produksi, bahan baku obat, alat kesehatan

 Kondisi khusus untuk ruang penyimpanan: obat termolabil, bahan

laboratorium dan reagensia, sediaan farmasi yang mudah terbakar,

obat/ bahan obat berbahaya (narkotika/ psikotropika)

7. Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

70
Habis Pakai

Ruang distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan media habis

pakai terdiri dari distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai rawat jalan (apotek rawat jalan) dan rawat inap

(depo farmasi). Ruang distribusi harus cukup untuk melayani seluruh

kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

rumah sakit. Ruang distribusi terdiri dari:

 Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan, di mana ada ruang

khusus/ terpisah untuk penerimaan resep dan peracikan

 Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap, dapat secara

sentralisasi maupun desentralisasi di masing- masing ruang rawat

inap.

3.6.5.4 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai di RSUP H. Adam Malik meliputi serangkaian kegiatan yang dimulai dari

pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,

penarikan dan pemusnahan, pengendalian, dan administrasi serta pemantauan dan

evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

3.6.5.4.1 Pemilihan

Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

dilaksanakan secara kolaborasi oleh instalasi farmasi dengan TFT yang dijadikan

dasar revisi Formularium Rumah Sakit setiap 2 tahun sekali.

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik

71
Nomor FP. 01. 01/XV.1.4.6/1021/2018 tentang Kebijakan Pelayanan Kefarmasian

di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, pemilihan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai berdasarkan:

a. Formularium

b. Pola penyakit

c. Efektivitas dan keamanan

d. Pengobatan berbasis bukti (Evidence based medicine)

e. Mutu

f. Harga

g. Ketersediaan di pasaran

Pemilihan di RSUP H. Adam Malik Medan dilakukan berdasarkan obat

yang ditetapkan Tim Farmasi dan Terapi dalam formularium rumah sakit, direvisi

secara berkala (2 tahun) mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi di bidang kedokteran dan farmasi, perubahan pola penyakit, trend

penulisan resep, serta sesuai dengan Panduan Praktik Klinis/Clinical Pathway.

3.6.5.4.2 Perencanaan

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik

Nomor FP. 01. 01/XV.1.4.6/1021/2018 tentang Kebijakan Pelayanan Kefarmasian

di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, perencanaan kebutuhan merupakan

kegiatan untuk menentukan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai dengan melibatkan seluruh Kelompok Staf Medis (KSM) serta

pemantauan periode pengadaan yang sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan

untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan

efisien yang mengacu kepada Formularium Nasional dan Formularium RS yang

72
ditetapkan oleh Direktur Utama RSUP H. Adam Malik.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan

menggunakan metode konsumsi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:

a. Anggaran yang tersedia

b. Penetapan prioritas

c. Sisa persediaan

d. Data pemakaian periode yang lalu

e. Waktu tunggu pemesanan

f. Rencana pengembangan.

Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

(melalui E- Katalog) merujuk kepada harga E-katalog yang dikeluarkan oleh

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Proses pengadaannya dilakukan secara E-Purchasing oleh Unit Layanan

Pengadaan (ULP) RSUP H. Adam Malik. Perhitungan kebutuhan sediaan farmasi,

alat kesehatan dan, bahan medis habis pakai berdasarkan metode kombinasi

konsumsi. Perencanaan obat disusun berdasarkan daftar obat formularium

nasional dan permohonan penggunaan obat non- formularium nasional, dan non

formularium rumah sakit dilakukan dengan mengisi Formulir Permintaan Khusus

Penggunaan Obat Non Formularium.

3.6.5.4.3 Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan

perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,

jumlah, waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.

73
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,

penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,

pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,

pemantauan proses pengadaan dan pembayaran.

Pengadaan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dapat dilakukan

melalui 3 cara:

a. Pembelian

Pembelian dilakukan melalui 2 metode yaitu:

 E-catalog untuk perbekalan e-purchasing

 Non-ecatalog dilakukan melalui kontrak dengan menggunakan 3 cara

yaitu lelang, pembelian langsung, dan pemilihan langsung.

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:

 Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai,

yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat

 Persyaratan pemasok

 Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai

 Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

b. Produksi

Produksi sediaan farmasi sediaan yang dibuat di RSUP H. Adam Malik harus

memenuhi persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan di RSUP H. Adam Malik. Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

memproduksi kloralhidrat, repacking alkohol dari kemasan besar ke kemasan

kecil.

74
c. Sumbangan/Dropping/Hibah

Hibah dapat diberikan dari program penanggulangan HIV/AIDS, TB,

hepatitis, dan malaria, progam Dinkes, Litbang, Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),

Yayasan. Instalasi Farmasi melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap

penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai sumbangan/dropping/hibah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai antara lain:

 Bahan baku obat harus disertai Sertifikat Analisa

 Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS)

 Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus

mempunyai Nomor Izin edar.

3.6.5.4.4 Penerimaan

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik

Nomor FP.01.01/XV/1.4.6/1021/2018 tentang Kebijakan Pelayanan Kefarmasian

di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik yang berisi Penerimaan merupakan

kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu

penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan, dengan

kondisi fisik yang diterima dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai dilaksanakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen

(PPK). Setelah penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai selesai dilakukan kemudian dibuat Berita Acara Serah Terima

75
(BAST) oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Hal- hal yang diperhatikan

dalam penerimaan adalah:

 Kesesuaian faktur dengan surat pesanan (SP) dan kontrak/Surat Perintah

Kerja (SPK)

 Kondisi fisik barang, jumlah dan tanggal kadaluarsa

 Memastikan tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun. Bila tanggal kadaluarsa

di bawah 2 tahun harus melampirkan surat pernyataan dari distributor bahwa

obat bisa diretur/diganti dengan tanggal kadaluarsa yang lebih lama. Dalam

hal ini distributor memberikan produk dengan waktu kadaluarsa di bawah 2

tahun karena hanya produk tersebut yang memiliki tanggal kadaluarsa yang

paling lama

 Bahan baku disertai sertifikat analisa

 Bahan berbahaya dan beracun menyertakan Material Safety Data Sheet

(MSDS).

Sebelum dilakukan penerimaan oleh petugas gudang dari tim teknis, PPK

melakukan serah terima sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai yang kemudian dibuat Berita Acara Serah Terima (BAST) oleh tim teknis

melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Tahapan penerimaan sebagai berikut:

1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menunjuk tim teknis untuk melakukan

penerimaan

2. Tim teknis bersama petugas perbekalan instalasi farmasi mencocokkan

kesesuaian faktur sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai dengan surat pesanan dan kontrak/Surat Perintah Kerja, serta mengecek

tanggal kadaluarsa dan memastikan bahwa sistem pengangkutan memenuhi

76
syarat untuk perbekalan farmasi khususnya perbekalan farmasi termolabil

yang harus disimpan pada suhu dingin yaitu harus disimpan di dalam cool

box dan dilengkapi dengan kontrol suhu

3. Bila sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

diterima telah sesuai dengan faktur, Surat Pesanan (SP) dan Surat

Perjanjian Kerjasama (SPK), maka Tim Teknis PPK menerima sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai tersebut dan

membubuhkan tanda tangan dan tanggal penerimaan barang pada faktur

4. Tim teknis menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai yang diterima kepada petugas gudang. Didokumentasikan dengan

tanda tangan pada faktur

5. Petugas gudang mencatat data penerimaan dan menginput ke dalam STARS

dan Sistem Informasi Manajemen Akutansi Keuangan Barang Milik Negara

(SIMAK BMN)

6. Tim teknis membuat berita acara hasil pemeriksaan dan berita acara serah

terima.

3.6.5.4.5 Penyimpanan

Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik menerima barang perlu dilakukan

penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusiaan. Penyimpanan yang dilakukan

harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan

kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,

sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

77
Penyimpanan di RSUP H. Adam Malik dilakukan di gudang instalasi

farmasi, depo farmasi, kamar obat pasien, dan troli emergensi. Area penyimpanan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai hanya boleh

dimasuki oleh petugas yang diberi wewenang. Pengamanan di semua area rumah

sakit harus diberi kunci dan CCTV.

Komponen yang harus diperhatikan antara lain:

a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label

yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasaan dibuka,

tanggal kadaluarsa dan peringatan khusus

b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di ruang rawat kecuali di OK

(kamar operasi), ruangan intensif, dan UPK2J (Unit Pelayanan Khusus

Kegawatdaruratan Jantung)

c. Konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien disimpan di

lemari khusus (lemari high alert) dengan diberi garis merah (red line), harus

diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted)

untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati

d. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.

Instalasi Farmasi memastikan bahwa obat disimpan secara benar dan

diinspeksi secara periodik. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai yang harus disimpan terpisah yaitu bahan yang mudah terbakar,

disimpan di dalam lemari tahan api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya.

Metode penyimpanan dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan jenis

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun

78
secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO)

disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaannya

mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan (tidak

berdampingan) dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya

kesalahan pengambilan obat.

RSUP H. Adam Malik menyediakan penyimpanan obat emergensi untuk

kondisi kegawatdaruratan yang disimpan dalam troli emergensi. Tempat

penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan

pencurian. Pengaturan tata ruang penyimpanan sangat diperlukan untuk

mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan

pengawasan perbekalan farmasi.

Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai disimpan

pada suhu kamar yang terkendali dengan suhu antara 15°C sampai 25°C, dan

untuk obat-obat termolabil disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 2°C

sampai 8°C.

a. Penyimpanan Obat High Alert

 Obat High Alert ditandai dengan penempelan label High Alert berwarna

merah, khusus untuk obat kemoterapi ditempel label “Cytotoxic Drug

Handle With care” berwarna ungu

 Pelabelan dilakukan di kemasan terkecil setiap sediaan

 Penyimpanan obat High Alert di gudang/depo/troli emergensi terlokalisir

dari sediaan lain dan ditandai dengan garis merah (red line) disekeliling

obat High Alert tersebut

79
 Penyimpanan Obat High Alert harus dikunci

 Khusus untuk obat kemoterapi disimpan di tempat terpisah dari obat lain

 Obat High Alert milik pasien di ruang perawatan disimpan bersama-sama

dengan obat lain di lemari obat pasien dengan label stiker High Alert

warna merah.

b. Penyimpanan obat dengan nama obat dan rupa mirip (Look Alike Sound

Alike/LASA)

 Ketegori obat LASA di RSUP H. Adam Malik ditulis dalam daftar obat

LASA

 LASA ditandai dengan penempelan label LASA berwarna kuning

 Penyimpanan obat LASA di gudang farmasi dan depo farmasi disimpan

ditempat yang tidak berdampingan

 Pelabelan dilakukan di kotak terluar obat

 Penyimpanan obat kategori LASA milik pasien diruang perawat disimpan

bersama- sama dengan obat lain di kotak pasien dilemari obat. Contoh :

eFEDrine- EPINEfrin , DOPamin-DOBUTamin

c. Penyimpanan Obat Narkotika di depo dan Instalasi Farmasi

 Obat-obat narkotika disimpan di lemari khusus yang dilengkapi dengan

dua kunci (double lock) yang berbeda, sesuai dengan Undang-Undang

tentang Narkotika

 Kunci lemari narkotika dipegang oleh dua orang yang berbeda

 Penanggung jawab terhadap kunci lemari narkotika pada jam kerja

diserahkan kepada TTK dan Ketua Tim sesuai dengan jadwal dinas

 Pada saat diluar jam kerja penanggungjawab kunci lemari narkotika

80
diserahkan kepada TTK yang berbeda yang berdinas pada saat itu.

d. Penyimpanan Obat Psikotropika di depo dan Instalasi Farmasi

 Obat psikotropika harus disimpan di tempat terpisah dari obat-obat lain

 Obat disimpan di lemari khusus yang dilengkapi dengan dua kunci

(double lock) yang berbeda.

e. Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

 Bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sediaan farmasi yang bersifat

mudah menyala atau terbakar, eksplosif, radioaktif, oksidator/reduktor,

racun, korosif, karsinogen, teratogenik, mutagenik, dan iritasi

 Bahan berbahaya dan beracun (B3) harus disimpan pada lemari yang

terbuat dari bahan yang tahan api, di tempat terpisah dan disertai tanda

bahan berbahaya sesuai sifat fisika kimia bahan yang tercantum dalam

MSDS.

f. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

di Troli Emergensi

 Troli emergensi adalah sarana penyimpanan alat kedokteran dan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan

untuk menyelamatkan jiwa pasien (life saving) pada kasus henti napas

dan henti jantung

 Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai troli

emergensi disimpan pada tempat khusus, bersegel dan bisa

dibawa/didorong dengan cepat ke ruangan perawatan/tempat tindakan

pasien

 Obat High Alert pada troli emergensi disimpan terlokalisir dan diberi

81
tanda garis merah dan diberi stiker high alert

 Pengelolaan obat harus menjamin:

1. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergency yang

ditetapkan

2. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain

3. Bila dipakai untuk keperluan emergency harus segera diganti

4. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluarsa dan

5. Dilarang dipinjam untuk kebutuhan lain

g. Sediaan Farmasi, Alkes dan Bahan Medis Habis Pakai di troli/lemari

persediaan ruangan

 Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

tersimpan di troli persediaan ruangan harus disepakati jenis dan

jumlahnya dengan perawatan dan disiapkan oleh tenaga teknis

kefarmasian

 Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di dalam

troli persediaan ruangan selalu tersedia dengan jenis dan jumlah sesuai

daftar yang telah ditetapkan

 Troli/lemari persediaan ruangan diletakkan ditempat yang telah

disepakati danmudah dijangkau

 Troli/lemari persediaan ruangan hanya boleh diisi dengan sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, untuk persediaan di

ruangan tidak boleh dicampur dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai

 Troli/lemari persediaan ruangan yang belum menggunakan kunci

82
disposable, kepala ruangan menunjukan petugas yang bertanggung jawab

terhadap troli tersebut

 Petugas depo melakukan pemantauan/pengawasan terhadap troli/lemari

persediaan rutin setiap pagi pukul 08.30-09.30 WIB untuk mengecek

kesesuaian isi troli/lemari persediaan ruangan dengan daftar yang telah

ditetapkan.

3.6.5.4.6 Pendistribusian

Distribusi di RSUP H. Adam Malik dilakukan secara desentralisasi

melalui Depo Farmasi Rindu A, Rindu B, IGD (Instalasi Gawat Darurat), IBP

(Instalasi Bedah Pusat), IPI (Instalasi Perawatan Intensif), PJT (Pusat Jantung

Terpadu), Paviliun, Rawat Jalan, Pencampuran Kemoterapi dalam rangka

menyalurkan dan menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai dari tempat penyimpanan sampai unit pelayanan pasien dengan tetap

menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah dan ketepatan waktu.

Beberapa metode yang digunakan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit Haji

Adam Malik dalam mendistribusikan perbekalan farmasi:

a. Floorstock digunakan untuk pendistribusian ke setiap unit seperti kebutuhan

dasar setiap ruangan, troli emergency dan troli persediaan di ruang UPK2J

(Unit Pelayanan Khusus Kegawatdaruratan Jantung)

b. Unit dose dispensing, yang digunakan untuk pendistribusian pada kegiatan

rawat inap. Sediaan farmasi dan BMHP disiapkan dalam sistem one daily

dose dispensing (ODD) dan dikemas per unit dose dispensing (UDD)

c. Resep perseorangan adalah resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien. Dalam

sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan sesuai yang

83
tertera pada resep. Metode perseorangan ini digunakan untuk pasien rawat

jalan

d. Pendistribusian ke tiap depo dilakukan dengan amprahan. Dimana tiap depo

mengajukan surat permintaan (amprahan) barang ke instalasi farmasi

kemudian instalasi farmasi menyiapkan sediaan farmasi dan bahan medis

habis pakai yang tertera pada surat permintaan barang. Setelah sediaan

farmasi dan bahan medis habis pakai disiapkan, kemudian akan diantar

ke depo masing-masing. Pendistribusian pada depo masing-masing dilakukan 1

minggu 2 kali.

3.6.5.4.7 Penarikan dan Pemusnahan

Keputusan Direktur Utama Nomor HK. 02.03/XVIII/3.3.1/6777/2022

tentang kebijakan pelayanan kefarmasian di RSUP H. Adam Malik, penarikan dan

pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

tidak dapat digunakan dilakukan oleh Tim Penghapusan Barang. Penarikan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dikarenak an adanya

instruksi dari pemerintah (BPOM) atau inisiatif dari pemilik izin edar karena

alasan tertentu. Obat yang sudah ditarik ke instalasi farmasi kemudian dicatat

untuk dikembalikan ke distributor.

Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

mendekati tanggal kadaluarsa ditarik kembali oleh instalasi farmasi dan

dikembalikan ke distributor sesuai waktu yang telah disepakati untuk melakukan

pengembalian barang (retur). Apabila Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai masih bisa digunakan oleh pasien maka digunakan terlebih

dahulu, dan apabila tidak bisa digunakan lagi, maka akan dikumpulkan untuk

84
dikembalikan/retur ke Pedagang Besar Farmasi. Sediaan Farmasi yang tidak bisa

dikembalikan langsung dimusnahkan dan dibuat berita acara pemusnahan. Acara

pemusnahan disaksikan oleh Tim Pemusnahan didampingi Dinas Kesehatan

Provinsi, Balai POM, perwakilan dari instalasi farmasi, bagian keuangan RSUP

H. Adam Malik. Laporan pemusnahan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan

Provinsi dan Balai POM, serta disimpan sebagai data arsip rumah sakit.

a. Pemusnahan

Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang kadaluarsa

atau rusak akan dimusnahkan oleh panitia penghapusan barang

milik/kekayaan negara disaksikan oleh Badan POM.

b. Penarikan

Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di

gudang dan depo dilakukan terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah,

distributor atau pabrik pembuatnya. Semua sediaan farmasi, alat kesehatan

dan bahan medis habis pakai yang kadaluarsa atau rusak dikumpulkan di

gudang farmasi dan dilaporkan ke direktur utama. Sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang mendekati kadaluarsa,

dilakukan proses pengembalian (retur) kepada distributor sesuai waktu yang

telah disepakati. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

yang tidak terpakai oleh pasien dapat dikembalikan ke Depo.

3.6.5.4.8 Pengendalian

Pengendalian di RSUP H. Adam Malik dilakukan terhadap jenis dan

jumlah persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

85
Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan perbekalan farmasi dilakukan oleh

Instalasi Farmasi bersama Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit.

Pengawasan untuk mencegah kehilangan dengan pemasangan CCTV dan perlu

teralis besi di gudang farmasi, key lock serta akses terbatas.

Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:

a. Penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit

b. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi

c. Memastikan persediaan efektif dan efesien atau tidak terjadi kelebihan dan

kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, dan kehilangan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai di RSUP H. Adam Malik adalah:

a. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu 6 bulan

berturut-turut (death stock)

b. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)

c. Melakukan evaluasi persediaan yang sering digunakan (fast moving)

d. Stok opname sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai dilakukan di depo setiap bulan dan dan gudang farmasi setiap 3 bulan.

e. Pencatatan laporan pemasukan dan pengeluaran obat setiap hari pada

kartu stok dan sistem STARS.

3.6.5.4.9 Administrasi

Administrasi di RSUP H. Adam Malik dilakukan dengan pencatatan dan

pelaporan secara periodik terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

86
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dalam periode waktu tertentu (bulanan,

triwulan dan tahunan). Pelaporan narkotika dan psikotropika dilakukan setiap

bulan, pengarsipan surat masuk/keluar, pengarsipan resep, orientasi pegawai baru

di instalasi farmasi, evaluasi absensi, penilaian kinerja.

Kegiatan administrasi terdiri dari:

a. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang meliputi

perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian,

pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Pelaporan dibuat secara

periodik yang dilakukan instalasi farmasi dalam periode waktu tertentu

(bulanan, triwulan, semester atau pertahunan). Jenis-jenis pelaporan yang

dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Tujuan dari pelaporan

adalah:

 Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi

 Tersedianya informasi yang akurat

 Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan

 Mendapatkan data yang lengkap untuk membuat perencanaan.

Jenis laporan yang dibuat oleh instalasi farmasi adalah: Narkotika dan

Psikotropika, Mutasi Perbekalan Farmasi, Stock Opname (SO), Jumlah Resep,

Kepatuhan terhadap Formularium Nasional, Waktu Tunggu Pelayanan Resep

dirawat jalan.

Pelaporan yang harus dilakukan:

87
a. Laporan bulanan pelayanan farmasi dilaporkan oleh Kepala Instalasi

Farmasi ke Direktur Medik dan Keperawatan

b. Laporan triwulanan pelayanan farmasi dilaporkan oleh Kepala Instalasi

Farmasi ke Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang

c. Laporan tahunan pelayanan farmasi dilaporkan oleh Kepala Instalasi

Farmasi ke Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang

d. Narkotika:

 Dibuat setiap bulan oleh Kepala Instalasi Farmasi dan dilaporkan ke

Direktur Medik dan Keperawatan

 Laporan diteruskan ke Dinas Kesehatan Kota, Dinas Kesehatan Provinsi

dan Badan POM.

e. Standar Pelayanan Minimal (SPM) waktu tunggu pelayanan obat dan

peresepan sesuai formularium dilaporkan setiap bulan oleh Kepala Instalasi

Farmasi ke bagian Komite Mutu dan Keselamatan Pasien

f. Laporan pemakaian obat-obat ARV (Anti Retro Viral) dikirim setiap bulan ke

Dinas Kesehatan Provinsi. Laporan pemakaian obat TB-DOTS (TB-Directly

Observed Treatment Shortcourse) dan TB-MDR (TB-Multy Drug Resisten)

dikirim setiap bulan ke Dinas Kesehatan Provinsi.

3.6.6 Instalasi Farmasi Klinis

3.6.6.1 Tugas dan Fungsi Sub Instalasi Pelayanan Farmasi Klinis

Pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

oleh Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan

meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan

keselamatan pasien sehingga kualitas hidup pasien terjamin.

88
3.6.6.2 Sarana dan Prasarana Sub Instalasi Pelayanan Farmasi Klinis

a. Peralatan Konsultasi: buku kepustakaan, leaflet, brosur, meja, kursi, lemari

penyimpan profil pengobatan pasien, komputer, telepon, lemari arsip, arsip

b. Peralatan Ruang Informasi Obat: kepustakaan yang memadai, meja, kursi, rak

buku, komputer, telpon, lemari arsip, kartu arsip

c. Peralatan Ruang Arsip: kartu arsip, lemari/ rak arsip.

3.6.6.3 Pelayanan Farmasi Klinis

Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan RSUP H. Adam Malik

meliputi: Pengkajian dan Pelayanan Resep, Penelusuran Riwayat Penggunaan

Obat (RPO), Rekonsiliasi Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), Konseling,

Visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO),

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Dispensing sediaan steril.

3.6.6.3.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pelayanan resep di RSUP H. Adam Malik dimulai dari penerimaan

pemeriksaan ketersedian, pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi

termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.

Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya

kesalahan pemberian obat (medication error). Kegiatan ini untuk menganalisa

adanya masalah terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus

dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.

Apoteker dan Tenaga Teknis Farmasi melakukan pengkajian resep sesuai

persyaratan admnistratif, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk

pasien rawat inap maupun rawat jalan. Pesyaratan administratif sudah dipenuhi

melalui Sistem Terintegrasi Aplikasi Rumah Sakit (STARS), dimana persyaratan

89
administratif seperti nama, umur, nomor ijin, tanggal resep sudah terdata dengan

baik sehingga apoteker langsung melakukan pengkajian farmasetik dan pengkajian

klinis.

Ketentuan Penulisan Resep:

 Resep manual digunakan bila resep online bermasalah

 Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, meggunakan istilah dan singkatan yang

lazim atau yang sudah ditetapkan sehingga tidak menimbulkan salah

pengertian

 Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium Nasional dan

Formularium RSUP H. Adam Malik

 Penulisan resep antibiotika di rumah sakit berdasarkan pedoman penggunaan

antibiotika yang dikeluarkan rumah sakit

 Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) harus mengenali obat-obatan

yang masuk dalam daftar Look ALike Sound Alike (LASA) yang diterbitkan

oleh Intalasi Farmasi, untuk menghindari kesalahan pembacaan tenaga

kesehatan lain.

3.6.6.3.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat (RPO)

Penelusuran riwayat penggunaan obat (RPO) di RSUP H. Adam Malik

dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi

mengenai seluruh obat atau sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang

digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam

medik/pencatatan penggunaan obat pasien.

Kegiatan penelusuran riwayat penggunaan obat meliputi:

a. Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya

90
b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.

Informasi yang harus didapatkan, antara lain:

 Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi

penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat

 Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi

 Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).

3.6.6.3.3 Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat di RSUP H. Adam Malik dilakukan pada saat admisi,

transfer antar ruangan di rumah sakit dan discharge planning dengan kolaborasi

antara dokter, perawat dan apoteker. Obat yang dibawa pasien dapat digunakan di

rumah sakit selama pasien dirawat yang telah diidentifikasi oleh apoteker dan

dilakukan penilaian dari DPJP. Apabila obat pada pasien dilanjutkan

pemakaiannya (obat rekonsiliasi), maka obat dibawa perawat ke ruangan

perawatan untuk diserahkan kepada petugas depo dan disimpan di depo farmasi,

dengan sistem pendistribusian obat pasien rawat inap dilakukan dengan one daily

dose dan dikemas dengan unit dose dispensing.

Untuk obat yang tidak digunakan, maka obat tersebut akan disimpan di

depo farmasi sebagai obat karantina dan dikembalikan kepada pasien ketika

pasien pulang. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum masuk rumah

sakit (obat rekonsiliasi) harus dicatat pada rekam medik dan diketahui oleh

Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian dan perawat, serta dapat diakses oleh

petugas kesehatan lain yang terkait. Rekonsiliasi dilakukan untuk

membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien.

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi terhadap obat di RSUP H Adam Malik

91
adalah:

 Membandingkan antara daftar obat yang sedang digunakan pasien dan

obat yang diresepkan

 Mencegah agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya suatu terapi obat

 Mencegah terjadinya gagal terapi.

Tahap proses rekonsiliasi obat di RSUP H Adam Malik meliputi kegiatan

pengumpulan data, komparasi, melakukan konfirmasi kepada dokter jika

menemukan ketidaksesuaian dokumentasi, dan melakukan komunikasi dengan

pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang

terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi obat yang diberikan.

3.6.6.3.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informai Obat (PIO) di RSUP H. Adam Malik masih dilakukan

secara sederhana dengan menggunakan buku-buku, jurnal, aplikasi, STARS serta

dapat dilakukan dengan mengisi format lembaran pelayanan informasi obat di

RSUP H. Adam Malik terkait penggunaan obat. PIO dimaksudkan untuk

menyediakan dan memberikan informasi, rekomendasi obat yang independen,

akurat, tidak biasa, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada

dokter, perawat, dan profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain diluar

Rumah sakit. Informasi yang diberikan oleh apotek er ditulis dilembar kerja

apoteker.

Kegiatan PIO yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik meliputi:

a. Menjawab pertanyaan dari dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya,

direksi, pasien dan pihak lain di RSUP H. Adam Malik

b. Bekerja sama dengan tim penyuluhan kesehatan di rumah sakit dalam

92
menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter

c. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)

melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap

d. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga

kesehatan lainnya melakukan penelitian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO adalah sumber daya

manusia, tempat, perlengkapan.

3.6.6.3.5 Konseling

Konseling di RSUP H. Adam Malik dilakukan untuk pasien rawat jalan

(ruang konseling) dan rawat inap (bed side) di semua fasilitas kesehatan dapat

dilakukan atas inisiatif apoteker kepada pasien yang dinilai membutuhkan

konseling dan bisa menerima konseling. Konseling yang diberikan konseling,

dicatat di lembar kerja apoteker. Konseling adalah suatu aktivitas pemberian

nasihat atau saran terkait obat dari apoteker kepada pasien dan/atau keluarganya.

Pemberian konseling obat di RSUP H. Adam Malik bertujuan untuk

mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak

dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya

meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).

Kriteria pasien yang dapat dikonseling di RSUP H. Adam Malik adalah:

 Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu

hamil dan menyusui);

 Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (tuberkulosis,

diabetes melitus, epilepsi);

 Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan intruksi khusus

93
(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off);

 Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (misalnya

digoksin, teofilin);

 Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi); dan

 Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.

Secara khusus konseling obat ditujukan untuk:

 Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien

 Menunjukan perhatian serta kepedulian terhadap pasien

 Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat yang

diresepkan/digunakan

 Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat

dengan penyakitnya

 Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan

 Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat

 Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalah dalam hal terapi

 Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan

 Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga

dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan

pasien.

3.6.6.3.6 Visite

Visite RSUP H. Adam Malik dilakukan oleh apoteker ke pasien rawat inap

secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan dengan tujuan untuk mengamati

kondisi klinis pasien secara langsung, mengkaji masalah terkait obat, memantau

terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang

94
rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional

kesehatan lainnya. Visite merupakan salah satu penunjang untuk melakukan

kegiatan PTO (Pemantauan Terapi Obat), dimana data/informasi yang diperoleh

dari visite akan digunakan dalam pengisian SOAP (Subjective, Objective,

Assesment, dan Plan).

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit

baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang

biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).

Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri

dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa

terapi obatdari rekam medik atau sumber lain.

3.6.6.3.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) di RSUP H. Adam Malik dilakukan di

ruang perawatan oleh farmasi klinik. Hasil PTO (Pemantauan Terapi Obat) dicatat

dalam lembar kerja apoteker, apabila ditemukan reaksi obat yang tidak

diinginkan, maka ditulis pada form terintegrasi di rekam medik dan lembar kerja

apoteker. Tujuan pemantauan terapi obat di RSUP H. Adam Malik adalah untuk

memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Pemantauan

terapi obat dilaksanakan untuk seluruh pasien dengan prioritas diagnosa pasien

yang memiliki clinical pathway dalam bentuk pengkajian farmasi diikuti dengan

penulisan SOAP di Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)

Dalam melakukan PTO di RSUP H. Adam Malik dilakukan assesment

mengenai drug related problem seperti obat digunakan tanpa indikasi klinis,

kondisi medis tidak terobati, duplikasi terapi, alergi obat, reaksi obat yang tidak

95
diharapkan, interaksi, benturan finansial dan pengetahuan pasien terhadap terapi

obat.

Kegiatan PTO di RSUP H. Adam Malik meliputi:

1. Mengidentifikasi Subject: berisi Keluhan yang dirasakan pasien

2. Mengidentifikasi Object : memuat terkait Hasil pemeriksaan fisik, tanda-

tanda vital, hasil laboratoium

3. Melakukan Assesment : dapat memuat Pengkajian pemilihan obat, dosis,

cara pemberian obat, respons terapi, Reaksi obat yang Tidak Dikehendaki

(ROTD))

4. Membuat Planning: memuat Pemberian rekomendasi penyelesaian

masalah terkait obat, pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.

3.6.6.3.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) di RSUP H. Adam Malik

dilakukan oleh dokter, perawat, apoteker, tenaga teknis kefarmasian, tenaga

kesehatan lainnya dan pasien/keluarga pasien. Apabila ditemukan efek samping

obat yang tidak diinginkan maka dilakukan assesment dan evaluasi terhadap

penyebab efek samping obat, kemudian dicatat pada rekam medik serta

menempelkan stiker alergi pada obat penyebab efek samping obat di SOAP

farmasi pada lembar Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) dan

dilaporkan ke MESO Nasioal Pusat oleh Tim Farmasi Terapi. Pelaporan ESO

dilakukan 2 x 24 jam setelah ditemukan.

MESO di RSUP H. Adam Malik bertujuan:

 Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat,

tidak dikenal, frekuensinya jarang

96
 Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah

dikenal yang yang baru saja ditemukan

 Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/

mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat

 Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki

 Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.

Kegiatan pamantauan dan pelaporan efek samping obat di RSUP H. Adam

Malik meliputi:

1. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki

2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi

mengalami efek samping obat

3. Mengevaluasi laporan efek samping obat dengan Algoritme Naranjo

4. Mendiskusikan dan mendokumentasikan efek samping obat di Tim/Sub

Tim Farmasi dan Terapi

5. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

3.6.6.3.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) di RSUP H. Adam Malik bertujuan

untuk sebagai dasar kebijakan dalam penggunaan obat di RSUP H. Adam Malik.

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Nomor

HK.02.03/XVIII/3.3.1/6777/2022 tentang Kebijakan Pelayanan Kefarmasian di

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Evaluasi Penggunaan Obat dilakukan

oleh Apoteker yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan

kuantitatif dilaporkan kepada TFT. Kajian penggunaan obat di RSUP H. Adam

Malik merupakan pengkajian sistematik terhadap seluruh aspek penggunaan obat

97
yang bertujuan untuk menjamin penggunaan obat yang aman dan cost-effective

serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Obat-obat yang diprioritaskan

untuk ditinjau meliputi:

 Obat yag diduga banyak digunakan secara tidak rasional,

 Obat mahal dan obat yang sedang dievaluasi apakah akan dimasukkan,

dikeluarkan atau dipertahankan sebagai obat formularium.

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) dilakukan setiap tiga bulan dan

dilaporkan kepada Tim Farmasi dan Terapi setiap tahun. Tujuan EPO di RSUP H

Adam Malik yaitu:

 Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat

 Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu

 Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat

 Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.

Kegiatan praktik EPO di RSUP H. Adam Malik terdiri dari:

1. Mengevaluasi penggunaan Obat secara kualitatif

2. Mengevaluasi penggunaan Obat secara kuantitatif (Evaluasi Penggunaan

Antibiotik).

3.6.6.3.10 Dispensing Sediaan Steril

Kegiatan dispensing sediaan steril di RSUP. H. Adam Malik, meliputi:

 Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus dan melarutkan sediaan

intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut didelegasikan ke perawat yang

sudah mendapatkan pelatihan,

 Pengenceran elektrolit pekat (KCl 7,4%) dilakukan oleh Apoteker/TTK yang

sudah terlatih, pencampuran obat kemoterapi, penyiapan nutrisi parenteral.

98
Dispensing sediaan steril di RSUP. H. Adam Malik dilakukan di ruang

pencampuran kemoterapi untuk obat-obat sitostatika dengan teknik Handling

sitostoksik dan pencampuran sediaan steril parenteral dilakukan dengan tek nik

aseptis untuk menjamin sterilisasi dan stabilitas produk agar pasien menerima

obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan dan melindungi petugas dari paparan

zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat yang

dilakukan oleh TTK yang terlatih.

Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatika secara akurat di RSUP.

H. Adam Malik, meliputi:

 Melakukan perhitungan dosis secara akurat

 Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai

 Mencampurkan sediaan obat kanker sesuai dengan protokol terapi

 Mengemas dalam kemasan tertentu

 Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku

 Penanganan tumpahan sediaan sitostatika dilakukan oleh petugas yang

terlatih.

3.6.6.3.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Kegiatan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dilakukan untuk

mengetahui kadar obat dalam darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter

yang menangani. Di RSUP H. Adam Malik belum dilaksanakan dikarenakan

biaya dan sumber daya yang belum memadai.

3.6.7 Sub Instalasi Gas Medis

3.6.7.1 Tugas dan Fungsi Sub Instalasi Gas Medis

Sub Instalasi Gas Medik di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik sejak bulan 7 tahun 2019 telah diganti dari Unit Gas Medik menjadi Sub

99
Instalasi Gas Medik. Sub Instalasi Gas Medik di RSUP H. Adam Malik berfungsi

untuk menyediakan dan mengendalikan seluruh kebutuhan gas medik di RSUP

H. Adam Malik.

3.6.7.2 Struktur Sub Instalasi Gas Medis

Struktur Organisasi dari Unit Gas Medik di RSUP H. Adam Malik

terdiri dari:

a. Kepala Sub. Instalasi Gas Medik

b. Tata Usaha

c. Staf Perbekalan dan Pendistribusian Gas Medis

d. Staf Pelayanan dan Pemantauan Penggunaan Gas Medis.

3.6.7.3 Sumber Daya Manusia

Instalasi Gas Medis di RSUP H. Adam Malik dibawahi langsung oleh

Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan 1 orang kepala Sub. Instalasi yang

merupakan seorang apoteker. Dalam hal penggunaan Gas Medis dan Vakum

Medis di RSUP H. Adam malik wajib dioperasikan oleh petugas fasilitas

pelayanan kesehatan yang memiliki kompetensi di bidang Gas Medis dan Vakum

Medis atau menunjuk pihak yang berkompeten. Pengoperasian Gas Medis dan

Vakum Medis di RSUP H. Adam malik oleh petugas sesuai dengan ketentuan

dalam Peraturan Menteri ini dan Standar Prosedur Operasional.

3.6.7.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di Sub Instalasi Gas Medis RSUP H.

Adam Malik dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini:

100
Tabel 3.1 Sarana dan Prasarana di Sub Instalasi Gas Medis

1 Regulator Gas N2O 12 Regulator Gas O2 23 Sentral GasPaviliun


dan UT Sentral & Tabung
2 Ruang Kepala 13 Threeway O2 danNO2 24 Sentral Vacuum dan
Instalasi UT CMU
3 Gudang 14 Adaptor O2, N2O, UT 25 Sentral Vacuum dan
PenyimpananTabung dan Suction UT IGD
4 Gas Oksigen 15 Mesin Vacum 26 Sentral N2O CMU
Silinder
5 Gas Argon 16 Alarm 27 Sentral N2O IGD
6 Gas Nitrogen 17 Tangki O2 Cair
7 Gas N2O 18 Troley
8 Gas CO2 19 Ruang Staff
9 Pipa Instalasi 20 Gas Udara Tekan
10 Bedhead 21 Sentral Gas PJT
11 Outlet O2 22 Mesin Udara Tekan

3.6.7.5 Pelayanan Sub Instalasi Gas Medis

Pelayanan Gas Medis yang tersedia di RSUP H. Adam Malik terdiri atas

Gas Medis murni dan Gas Medis campuran. Gas Medis murni terdiri dari:

Oksigen, Dinitrogen okdida/ nitrous oxide (N 2O), Nitrogen (N2), Karbon

dioksida (CO 2), Helium, Argon, Udara tekan medik (medical compressed air).

Gas Medis campuran yang terdapat di RSUP H. Adam Malik adalah Vakum

Medis rakitan dari peralatan vakum secara sentral dan jaringan pemipaan untuk

pemakaian penghisapan cairan tubuh pada pasien secara medis, bedah medis,

dan buangan sisa gas anestesi. Pendistribusian gas medis di RSUP H. Adam Malik

dilakukan dengan sistem sentral dan per tabung/silinder:

a. Sistem Sentral

Sistem sentral gas medis mendistribusikan O 2 , Vakum, N 2 O melalui pipa

yang telah memenuhi standar yang ditetapkan. Pipa tersebut diberikan warna

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

b. Sistem Per tabung

101
Untuk penggunaan distribusi tabung dipakai jenis tabung 6m3 , 2m3 , dan 1m3 .

Gas yang didistribusikan dengan tabung yaitu: Argon, N 2 O, O 2 , CO2 , N2 ,

Helium. Gas O2 yang didistribusikan dengan tabung digunakan untuk untuk

transport pasien HD (hemodialisa), ruang PJT (Pusat Jantung Terpadu), ICU

(Intensive Care Unit), MCU (Medical Care Unit), serta pasien pindah

ruangan yang membutuhkan oksigen.

Gambar 3.2 Penyimpanan Gas Medis A: Tabung Gas N 2 O dan O 2 (kiri-kanan);


B: Penyimpanan Tabung Gas O2 dengan cara dirantai. C: Tabung
Gas O 2

102
Gambar 3.3 Alur Pemesanan Gas Medis dari RSUP H. Adam Malik ke Rekanan

Gambar 3.4 Alur Pemesanan Gas Medis dari Ruangan ke RSUP H. Adam Malik

103
Gambar 3.5 Tangki Gas O2 di RSUP H. Adam Malik

3.7 Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)

3.7.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)

Tugas dan Fungsi Sterilisasi Sentral di RSUP H. Adam Malik sebagai

berikut:

 Melakukan sterilisasi instrument dan linen untuk kebutuhan kamar operasi

 Melakukan sterilisasi untuk kebutuhan unit yang membutuhkan

 Melakukan sterilisasi untuk kebutuhan catheterisasi/bedah jantung

 Melakukan Reuse dengan gas Etilen Oksida.

3.7.2 Struktur Organisasi Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)

Instalasi Sterilisasi Sentral di RSUP H. Adam Malik merupakan suatu

instalasi atau bagian/unit kerja penunjang medis yang tidak menjadi bagian dari

Instalasi Farmasi. Instalasi Sterilisasi Sentral mempunyai tugas dan tanggung

jawab dalam pelaksanaan pengelolaan (sterilisasi dan inventarisasi) set instrument

dan linen untuk tindakan pembedahan di IBP, OK IGD, dan instalasi lain yang

104
membutuhkan. Ruang lingkup atau jangkauan dari pelayanan Instalasi Sterilisasi

Sentral mencakup seluruh ruangan atau unit yang membutuhkan pelayanan

sterilisasi.

Struktur organisasi pada Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu terdiri atas

Kepala Instalasi Sentral dan Binatu, Wakil Kepala, Kepala Devisi Administrasi

dan Logistik, Kepala Divisi Pengelolaan Sterilisasi, dan Kepala Divisi

Pengelolaan Linen yang dapat dilihat pada Gambar 3.6 di bawah ini:

Gambar 3.6 Struktur Organisasi Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu

3.7.3 Sarana dan Prasarana Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu

(ISSB)

a. Sarana dan Prasarana di Instalasi Sterilisasi Sentral di RSUP H. Adam Malik

terdiri dari:

 Bangunan dan Lokasi

 Ruangan-ruangan di Instalasi Sterilisasi Sentral RSUP H. Adam Malik

antara lain: Ruang Dekontaminasi, Ruang Pengemasan (pengemasan

105
alat/instrument dan pengemasan linen), Ruang Sterilisasi, Ruang Antara,

Ruang Penyimpanan Bahan dan Instrumen Steril, dan Ruang Distribusi

 Sterilisator yang digunakan di Instalasi Sterilisasi Sentral RSUP HAM

ada 2 macam yaitu Sterilisator Suhu Tinggi (autoclave single door,

autoclave double door) dan Sterilisator Suhu Rendah (plasma,

formaldehyde).

b. Prasarana yang ada di Sterilisasi Sentral RSUP H. Adam Malik antara

lain:

Water heater; Mesin sealing; Mesin cutting; Spray Gun; Label gun; dan

Table top.

3.7.4 Pelayanan di Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)

Dalam melakukan pelayanan sterilisasi, Instalasi Sterilisasi Sentral RSUP

H. Adam Malik memiliki alur proses sterilisasi, yang bisa dilihat di Gambar 3.7 di

bawah ini:

106
Gambar 3.7 Alur Sterilisasi

Alur Sterilisasi Sentral di RSUP H. Adam Malik memiliki 5 tahapan yaitu:

1. Tahap Dekontaminasi, yaitu tahap terjadi proses penerimaan barang

kotor, melakukan dekontaminasi dan pembersihan. Tahap pembersihan ada

dua yaitu precleaning dan cleaning

2. Tahap Pengemasan, yaitu tahap melakukan pengemasan dan penyimpanan

alat/barang bersih

107
3. Tahap Sterilisasi, yaitu tempat dimana proses sterilisasi dilakukan. Ada 3

metode sterilisasi yang digunakan yaitu, Sterilisasi Suhu Tinggi pada suhu

121ᵒC-134ᵒC, Sterilisasi Suhu Rendah dengan suhu 70ᵒC dengan

menggunakan sterilen agent dan sterilisasi desinfektan tingkat tinggi

4. Ruang Penyimpanan, ruang ini dekat dengan ruang sterilisasi dan

memiliki dua pintu, pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang

penyimpanan

5. Tahap Pendistribusian, pada tahap ini barang yang sudah steril dapat diambil

kembali oleh user yang menggunakan.

Alur kegiatan di Instalasi Sterilisasi Sentral dimulai dengan serah terima

dan pencatatan barang kotor yang akan disterilkan oleh user dan petugas pada

ruang dekontaminasi yang memiliki suhu 18-22°C dan kelembapan 35-75%.

Selanjutnya petugas akan melakukan proses pre-cleaning yaitu membersihkan

barang kotor dengan menggunakan air yang mengalir untuk menghasilkan barang

yang bersih secara visual. Selanjutnya yaitu tahap cleaning dilakukan

pembersihan enzimatik dengan menggunakan larutan alkazyme untuk

membersihkan barang dari lemak, protein, dan darah. Selanjutnya dilakukan

permbersihan dengan menggunakan larutan bakterisida untuk membersihkan

barang dari bakteri kemudian dikeringkan. Untuk bahan linen seperti jas operasi

diserahkan ke bagian laundry rumah sakit. Setelah didapatkan barang yang bersih

selanjutnya dilakukan proses pengemasan di ruang pengemasan.

Ruang pengemasan memiliki suhu 20-24°C dan kelembapan 35-75%. Pada

proses pengemasan, alat kemas yang digunakan yaitu kain/linen, kertas/wrapping

paper, pouches/plastik dan container rigit. Pada tahap pengemasan diletakkan

108
indikator eksternal pada bagian luar kemasan yang memiliki keterangan nama set

barang, nama ruangan, inisial petugas, serta tanggal kadaluarsa dan diletakkan

indikator internal pada bagian dalam kemasan untuk menyatakan bahwa barang

sudah melalui proses sterilisasi jika terjadi perubahan warna pada indikator. Pada

bagian luar kemasan diletakkan label sebagai penanda sudah disterilisasi atau

belum yang nantinya label tersebut akan diletakkan pada status pasien untuk

menjamin bahwa alat-alat yang digunakan sudah steril. Keterangan pada label

meliputi tanggal pengemasan, tanggal kadaluarsa, dan inisial petugas Sterilisasi

Sentral yang melakukan.

Selanjutnya dilakukan sterilisasi dengan menggunakan mesin sterilisator,

untuk barang yang ingin disterilisasikan dengan suhu tinggi menggunakan

sterilisator autoclave dan untuk barang yang ingin disterilisasikan dengan suhu

rendah menggunakan sterilisator plasma.

3.7.5 Monitoring Mutu Sterilisasi

Monitoring mutu sterilisasi bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa

peralatan medis yang disediakan benar-benar steril. Memberikan jaminan bahwa

parameter-parameter yang ditentukan dalam proses sterilisasi sudah dipenuhi

dengan baik dan benar. Dapat diketahui sedini mungkin apabila terjadi kegagalan

pada proses sterilisasi (tindak lanjut dapat dilakukan secepatnya). Monitoring

proses sterilisasi secara rutin dengan mempergunakan indikator sebagai berikut:

a. Indikator Mekanik

Indikator mekanik adalah bagian dari instrumen sterilisasi seperti gauge,

tabel dan indikator suhu, waktu maupun tekanan yang menunjukkan apakah

alat sterilisasi bekerja dengan baik. Tujuan:

109
 Memberikan informasi mengenai temperatur, tekanan, waktu, dan

fungsi mekanik lainnya berfungsi dengan baik

 Memberikan indikasi adanya masalah apabila alat rusak dan memerlukan

perbaikan

 Memberikan informai secara cepat tentang fungsi dari alat sterilisasi.

b. Kontrol Kualitas Secara Visual

Kontrol kualitas dengan cara melihat bentuk dan keadaan fisik barang, bila

terdapat kerusakan pada pembungkus/adanya perubahan fisik barang maka

barang tersebut tidak dapat digunakan lagi/harus dikemas dan disteril ulang.

c. Indikator Kimia

Indikator yang menandai terjadinya paparan sterilisasi baik uap panas/gas

Ethylene oxide pada objek yang dihasilkan dengan adanya perubahan warna.

1. Indikator Eksternal

Autoclave tape (di bagian luar kemasan). Tujuannya:

 Memberikan informasi bahwa bagian luar kemasan benda yang

disterilkan telah melewati proses sterilisasi

 Membedakan antara benda yang sudah dan belum disterilkan

 Berfungsi sebagai segel/ pengaman kemasan, biasanya diletakkan

di tengah-tengah bagian luar kemasan.

110
Gambar 3.8 Indikator Eksternal Sebelum dan Sesudah Sterilisasi

2. Indikator Internal

Kertas Bowiedick (dimasukkan ke dalam kemasan). Tujuannya:

 Memberikan informasi bahwa benda di dalam kemasan telah

melewati proses sterilisasi (dilihat dari perubahan warna)

 Menunjukkan bahwa kondisi sterilisasi telah tercapai.

Gambar 3.9 Indikator Kimia. A: Label gun (atas-bawah, suhu tinggi-suhu


rendah); B: Indikator dalam untuk suhu tinggi; C: Indikator dalam untuk
suhu rendah; D: Indikator luar (Autoclave tape)

Gambar 3.10 Indikator Internal dengan Uji Bowiedick

111
d. Indikator Biologi

Indikator biologi adalah indikator yang berisi populasi mikroorganisme

spesifik dalam bentuk spora yang bersifat resisten terhadap beberapa

parameter yang terkontrol dan terukur dalam suatu proses sterilisasi tertentu.

Prinsip kerjanya yaitu dengan mensterilkan spora hidup mikroorganisme yang

non patogenik dan sangat resisten dalam jumlah tertentu. Apabila selama

proses sterilisasi spora-spora tersebut terbunuh, maka dapat dikatakan bahwa

mikroorganisme lainnya juga ikut terbunuh, dan benda yang disterilkan bisa

disebut steril. Indikator biologi dapat dilihat pada Gambar 3.11 di bawah ini:

Gambar 3.11 Indikator Biologi

e. Uji Kultur Laboratorium

Uji kultur laboratorium secara acak dilakukan 6 bulan sekali Barang yang

sudah steril, dimasukkan ke ruang tunggu/ruang karantina ± 1 jam, kemudian

disimpan pada ruang penyimpanan alat steril dan disusun berdasarkan nama

alat secara alfabetis, nama ruangan serta FEFO (First Expired First Out) dan

FIFO (First In First Out).

112
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelayanan Kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

dilakukan secara langsung dan bertanggung-jawab terhadap pasien yang berkaitan

dengan sediaan farmasi guna mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan yang bertujuan untuk

mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan permasalahan obat. Untuk

meningkatkan mutu dalam pelayanan kefarmasian terikat pada tuntutan pasien,

perlu adanya perluasan pola pikir lama dari yang hanya mengarah pada produk

(Drug Oriented) menjadi pandangan yang mengarah kepada pasien (patient

oriented) tentang teori pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) (Puspasari,

dkk., 2021).

4.1 Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

Instalasi Farmasi di RSUP H. Adam Malik telah memiliki

pengorganisasian yang mencakup penyelenggaraan pengelolaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Farmasi Klinis

sesuai dengan Permenkes Nomor 72 tahun 2016. Jumlah seluruh tempat tidur di

RSUP H. Adam Malik terdapat 808 tempat tidur. Menurut Peraturan Presiden

Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, bahwa

rumah sakit tipe A minimal memiliki 250 tempat tidur, dengan demikian Rumah

Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan telah memenuhi standar sebagai rumah

sakit tipe A.

RSUP H. Adam Malik Medan telah mencapai tingkat Bed Occupancy Rate

(BOR) periode Januari - Desember 2022 yaitu 58,85% dimana BOR adalah

113
presentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini

memberikan gambaran tinggi-rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah

sakit, nilai BOR yang ideal yaitu 75%-85% (Syaidah dan Syaikhul, 2022).

Berdasarkan Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 tenta ng klasifikasi dan

perizinan Rumah Sakit, Rumah Sakit tipe A harus memiliki 15 Apoteker. Rumah

Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan merupakan Rumah Sakit tipe A yang

sudah memenuhi standar dengan jumlah Apoteker sebanyak 26 orang dimana 24

orang bertugas di instalasi farmasi dan 2 orang bertugas di luar instalasi farmasi.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit berdasarkan beban kerjanya,

rasio perbandingan antara apoteker dan pasien untuk pelayanan kefarmasian

pelayanan kefarmasian di RSUP H. Adam Malik Medan untuk pasien rawat inap

1 apoteker melayani ± 68 pasien sedangkan untuk pasien rawat jalan 1 apoteker

melayani ± 200 pasien.

Sumber daya kefarmasian yang harus terdapat di rumah sakit selain

sumber daya manusia, sarana dan peralatan juga diperlukan demi mendukung

terselenggaranya pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Sarana dan peralatan

yang terdapat di RSUP H. Adam Malik diantaranya:

1. Sarana

a. Ruang kantor/administrasi

Instalasi farmasi IGD RSUP H. Adam malik telah memenuhi standar

Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 karena telah tersedia ruang

kantor/administrasi yang terdiri dari ruang pimpinan untuk kepala

instalasi dan kepala farmasi klinis, ruang staf P2E dan perbekalan, dan

114
ruang pertemuan yang juga merangkap ruang administrasi tata

usaha/penyimpanan berkas.

b. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, BMHP, dan alat kesehatan

Ruang penyimpanan yang terdapat di Instalasi Farmasi RSUP H. Adam

Malik berupa kamar-kamar dengan penyimpanan sediaan farmasi,

BMHP, dan alat kesehatan yang berbeda-beda menyesuaikan kondisi

khusus dan umum. Untuk kondisi khusus seperti ruang penyimpanan

untuk sediaan termolabil, misalnya insulin dan vaksin, sediaan ini harus

disimpan pada suhu 2-8˚C sehingga disimpan dalam kulkas yang dapat

menjaga kestabilan suhu tersebut. Selain itu, Instalasi Farmasi RSUP H.

Adam Malik juga memiliki ruang penyimpanan khusus Bahan

Berbahaya dan Beracun (B3) di mana ruang ini terdiri dari pintu besi

tahan api dan ditempeli stiker dari sifat bahan B3 tersebut. Sedangkan

pada kondisi umum, ruang penyimpanan yang tersedia terdiri dari

ruang penyimpanan sediaan oral (tablet, kapsul), injeksi, larutan

elektrolit, BMHP dan alat kesehatan.

Pada depo farmasi IGD, ruang penyimpanan yang tersedia adalah ruang

penyimpanan sediaan tablet, injeksi, BMHP, dan alat kesehatan. Selain

itu tersedia juga ruang penyimpanan B3 (berupa lemari besi tahan api

yang terdiri dari 8 pintu, dilengkapi kunci. Pintu 1 berisi alkohol swab

dan sterione wipe bersifat mudah terbakar. Pintu 2 berisi alkohol 70%

bersifat mudah terbakar.Pintu 3 berisi handrub dan bersifat mudah

terbakar. Pintu 4 berisi povidone iodine, bahan ini bersifat toksik, Pintu

5 berisi desinfektan spray. Pintu 6 berisi killbac dan handwash. Pintu 7

115
formalin dan ventisorb dan pintu 8 berisi H2 O2 3% dan klorin 0,5%,

bahan ini bersifat iritan.

Sistem penyimpanan obat, BMHP, serta alat kesehatan yang terdapat di

depo farmasi IGD secara keseluruhan telah memenuhi standar

Permenkes 72 tahun 2016.

2. Peralatan

Peralatan yang terdapat Pada Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik ialah

sebagai berikut:

- Peralatan untuk penyimpanan, peracikan, dan pembuatan obat baik

steril, nonsteril atau aseptik;

- Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip;

- Kepustakaan untuk melaksanakan PIO;

- Lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika;

- Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk Obat termolabil;

- Bio Safety Cabinet

- Penerangan, sarana air, ventilasi, dan sistem pembuangan limbah.

4.1.1 Sub Instalasi Pengelolaan Sediaan Farmasi

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai di RSUP. HAM sudah memenuhi Permenkes 72 Tahun 2016 dengan siklus

kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,

pengendalian dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan

kefarmasian.

116
4.1.1.1 Pemilihan

Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

di RSUP H. Adam Malik sudah sesuai dengan Permenkes nomor 72 Tahun 2016.

Formularium rumah sakit disusun dengan mengacu kepada Formularium

Nasional. Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf

medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi Terapi yang ditetapkan pimpinan rumah

sakit (Menkes, 2016).

Pemilihan di RSUP H. Adam Malik dilakukan oleh Tim Farmasi dan

Terapi (TFT) yang merupakan kolaborasi apoteker dengan dokter-dokter yang

mewakili setiap spesialisasi. TFT menghasilkan formularium rumah sakit yang

diperbaharui setiap 2 tahun sekali. Pada periode Januari-Desember 2022

kepatuhan penggunaan formularium nasional mancapai rata-rata sebesar 98,85%.

4.1.1.2 Perencanaan

Perencanaan kebutuhan merupakan langkah awal dalam proses

pengelolaan obat. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016

menyebutkan bahwa perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk

menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin

terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan

menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan (Amalia dan Dicky,

2020).

Rencana kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai di RSUP H. Adam Malik Medan dilakukan dengan metode konsumsi.

117
Pemesanan yang dilaksanakan menggunakan situs e-catalogue, oleh pejabat

pengadaan rumah sakit yang ditujukan kepada prinsipal/pabrik penyedia,

kemudian pabrik mengonfirmasi kepada distributor untuk menyediakan barang

sesuai yang dipesan oleh rumah sakit. Rumah sakit membuat dokumen Surat

Perintah Kerja (SPK) dan Surat Pemesanan (SP) serta menyerahkannya kepada

distributor penyedia barang e- catalogue. Pada realisasinya, terkadang masih

terjadi kekosongan barang di gudang, hal ini dapat disebabkan karena sering

terdapat kebutuhan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.

4.1.1.3 Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi dan sumbangan.

Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga

yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu,

proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan

(Amalia dan Dicky, 2020).

Pengadaan yang dilakukan dengan kegiatan pembelian sudah memenuhi

Peraturan Menteri kesehatan Nomor 5 tahun 2019 untuk seluruh sediaan farmasi,

alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang tercantum di e- catalogue dan

Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021 untuk sediaan farmasi, alat kesehatan

dan bahan medis habis pakai untuk non-catalogue.

Pengadaan melalui kegiatan produksi dilakukan dengan memproduksi

kloral hidrat di setiap depo masing- masing dan repacking alkohol dari kemasan

besar ke kemasan kecil. Pengadaan yang diperoleh dari sumbangan/ dropping/

hibah adalah obat yang disediakan untuk keperluan program kesehatan pemerintah

118
seperti program penanggulangan HIV/AIDS, TB, hepatitis, dan malaria. Barang

sumbangan/dropping/hibah digunakan bagi pasien tertentu sesuai kriteria program

dan tidak boleh diperjualbelikan.

4.1.1.4 Penerimaan

Pada proses penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Bahan

Medis Habis Pakai di RSUP H. Adam Malik dilakukan oleh petugas gudang

instalasi farmasi dari tim teknis yang merupakan perpanjang tangan dari Pejabat

Pembuat Komitmen (PPK) dengan memperhatikan syarat-syarat penerimaan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, seperti kesesuaian

faktur dan surat pesananan, jumlah, kadaluwarsa, menyertakan Material Safety

Data Sheet (MSDS) untuk B3, dan Sertifikat Analisa untuk bahan baku. Setelah

proses penerimaan, tim teknis melakukan serah terima sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai kepada petugas perbekalan instalasi

farmasi.

4.1.1.5 Penyimpanan

Metode penyimpanan di RSUP. H. Adam Malik sudah sesuai dengan

Permenkes Nomor 72 tahun 2016 yaitu berdasarkan bentuk sediaan dan jenis

sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dan disusun secara alfabetis dengan

menerapkan prinsip FEFO, disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan

sediaan Farmasi dan perbekalan kesehatan, yang penampilan dan penamaan yang

mirip (LASA/Look Alike Sound Alike/NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan

Mirip)) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus berupa

stiker LASA untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.

Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

119
di RSUP H. Adam Malik terdapat pada beberapa tempat yaitu di lingkungan

Instalasi Farmasi pada bagian Perbekalan dan Depo Farmasi yang dipantau

langsung oleh tenaga farmasi serta di unit pelayanan pada kamar obat pasien dan

troli emergency di bawah pengawasan/supervisi farmasis.

Penyimpanan yang dilakukan di Depo IGD RSUP H. Adam Malik

Medan sudah sesuai dengan standar penyimpanan yang tercantum dalam

Permenkes Nomor 72 tahun 2016 baik untuk penyimpanan di depo, troli

emergensi tiap ruangan maupun kamar obat pasien. Namun, terkadang masih

dijumpai kunci lemari narkotika tergantung di lemari dan tidak dipegang oleh

pegawai yang dikuasakan. Untuk penyimpanan di depo dilakukan berdasarkan

stabilitas obat, bentuk sediaan, disusun secara alfabetis dengan prinsip First

Expired First Out (FEFO) disertai sistem informasi manajemen (STARS).

Penyimpanan obat di troli emergensi tiap ruangan telah sesuai dengan denah letak

obat yang telah disepakati.

4.1.1.6 Pendistribusian

Distribusi merupakan kegiatan untuk menyalurkan sediaan farmasi di

rumah sakit untuk pelayanan pasien pada proses terapi baik pasien rawat jalan

maupun pasien rawat inap sebagai penunjang pelayanan medis (Puspasari dkk,

2021).

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai di RSUP H. Adam Malik Medan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 yaitu dilakukan untuk memenuhi pelayanan

pasien gawat darurat, rawat inap dan rawat jalan yang dilaksanakan dengan

sistem:

120
a. Floorstock, yang digunakan untuk pendistribusian ke setiap unit seperti

kebutuhan dasar tiap ruangan misalnya handrub dan masker, troli emergency

tiap ruangan dan troli persediaan yang berada di ICU, OK, VK, dan triase

b. Unit dose dispensing, yang digunakan untuk pendistribusian pada kegiatan

rawat inap. Pada depo farmasi IGD, pendistribusian sistem ini dilakukan

pada pasien rawat inap di ruang ICU IGD dimana sediaan farmasi dan BMHP

disiapkan dalam sistem one daily dose dispensing (ODD) dan dikemas per

unit dose dispensing (UDD)

c. Resep perseorangan, pada depo farmasi IGD, resep perorangan ditujukan

padaPasien Berobat Jalan (PBJ).

Kegiatan pendistribusian dari Instalasi Farmasi Pusat ke depo IGD RSUP

H. Adam Malik Medan melalui sistem desentralisasi dengan melakukan

pengamprahan. Pengamprahan di depo farmasi IGD RSUP H. Adam Malik

Medan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016

dimana pengamprahan dilakukan sesuai jadwal satu (1) minggu dua (2) kali pada

hari selasa dan jumat. Tetapi pada kondisi tertentu seperti kekosongan stok dan

sediaan tersebut diperlukan cepat, memungkinkan bagi depo IGD untuk

melakukan permintaan (amprahan) sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai

kepada depo lainnya.

Setelah pengamprahan ke depo, dilakukan penerimaan sediaan farmasi dan

bahan medis habis pakai di depo farmasi IGD RSUP H. Adam Malik Medan.

Penerimaan dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian bentuk fisik barang

dengan surat permintaan barang (amprahan).

121
4.1.1.7 Pemusnahan dan Penarikan

Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat

dan Makanan (BPOM). Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah sakit harus

mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan (Menkes RI, 2016).

Penarikan sediaan farmasi yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik

Medan yaitu pada produk Antasida DOEN sirup pada November tahun 2022.

Penarikan produk dilakukan sesuai dengan informasi yang dirilis oleh Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan produk Antasida DOEN sirup

dilakukan karena mengandung cemaran etilen glikol (EG) atau dietilen glikol

(DEG) yang melebihi batas ambang. Kandungan zat ini diduga menjadi penyebab

kasus gagal ginjal akut pada anak-anak (Wikanto dan Susanto, 2022).

Pemusnahan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai dilakukan bila terjadi beberapa hal, yaitu:

 Produk tidak memenuhi persyaratan mutu

 Telah kadaluwarsa

 Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau

kepentingan ilmu pengetahuan

 Dicabut izin edarnya.

Pemusnahan dilakukan untuk menjamin sediaan farmasi, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai yang kadaluarsa dan rusak ataupun yang tidak memenuhi

syarat tidak dipakai dan tidak ada didalam STARS sehingga tidak beredar lagi di

RSUP H. Adam Malik Medan untuk keselamatan pasien dan mengurangi beban

122
penyimpanan gudang. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai yang ditarik dari peredaran karena instruksi dari pemerintah (BPOM), atau

inisiatif dari pemilik izin edar karena alasan tertentu, ditarik dari instalasi farmasi,

dicatat dan dikembalikan ke distributor.

Pemusnahan yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan dilakukan

pada oktober 2022. Pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga dikarenakan

insenerator RSUP H. Adam Malik Medan mengalami kerusakan. Produk yang

dimusnahkan merupakan produk yang kadaluarsa atau rusak dan tidak bisa

diretur.

4.1.1.8 Pengendalian

Pengendalian merupakan kegiatan memastikan tercapainya sasaran yang

diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan jadi tidak

terjadi kekosongan ataupun kelebihan obat di rumah sakit (Puspasari dkk, 2021).

Pengendalian di RSUP H. Adam Malik Medan dilakukan untuk

mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan,

melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan

pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan,

kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, kehilangan serta pengembalian

pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik

dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat

nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa

persediaan.

Upaya pengendalian di RSUP H. Adam Malik Medan dilakukan dengan

kegiatan stock opname. Pada depo IGD, kegiatan stock opname dilakukan setiap

123
tanggal 27 tiap bulannya. Tujuannya untuk memastikan tidak ada

kekosongan/kelebihan obat di gudang maupun depo dan tersedianya data yang

akurat (kesesuaian real stock/stok fisik dibandingkan dengan data yang ada dalam

Sistem Terintegrasi Aplikasi Rumah Sakit (STARS) untuk sediaan far masi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai. Selain itu, upaya pengendalian lainnya

dengan melakukan pengawasan untuk mencegah kehilangan dengan pemasangan

CCTV dan perlu dipasang tralis besi di gudang farmasi, key lock, dan akses

terbatas. Kegiatan pengendalian di RSUP H. Adam Malik Medan termasuk di

depo farmasi IGD sudah sesuai dimana menyesuaikan stok obat dengan

menggunakan stock opname dan Sistem Terintegrasi Aplikasi Rumah Sakit

(STARS) serta adanya pemasangan CCTV dan key lock.

4.1.1.9 Administrasi

Kegiatan administrasi di RSUP. H. Adam Malik terdiri dari Pencatatan dan

Pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai dilakukan setiap hari dan diinput datanya ke dalam

Sistem Informasi Rumah Sakit kemudian dilaporkan ke kepala Instalasi Farmasi.

Untuk pelaporan sediaan narkotika/psikotropika melalui sistem pelaporan

narkotika/psikotropika (SIPNAP).

4.1.2 Sub Instalasi Farmasi Klinis

Kegiatan pelayanan farmasi klinis sesuai dengan Permenkes No. 72 tahun

2016 antara lain:

4.1.2.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pengkajian dan pelayanan resep di RSUP H. Adam Malik sudah dilakukan

secara elektronik melalui STARS (Sistem Terintegrasi Aplikasi Rumah Sakit)

124
pada pasien rawat inap maupun rawat jalan. Pengkajian resep meliputi

administratif, farmasetik dan klinis. Pengkajian resep di depo farmasi IGD RSUP

H. Adam Malik sudah sesuai dengan kebijakan Permenkes No.72 tahun 2016

yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Apoteker dibantu oleh Tenaga Teknis

Kefarmasian yang sudah terlatih.

4.1.2.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat (RPO)

Penelusuran riwayat penggunaan obat (RPO) dilakukan ketika pasien

masuk rumah sakit dan didokumentasikan di lembar rekam medis pasien

(pengkajian awal medik). Penelusuran riwayat penggunaan obat bisa dilakukan

oleh apoteker maupun dokter serta perawat. Penelusuran riwayat penggunaan obat

di depo farmasi IGD RSUP H. Adam Malik sudah sesuai dengan kebijakan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 dimana penelusuran riwayat

penggunaan obat dilakukan dengan menelusuri dari berkas-berkas pasien seperti

rekam medis, resep pasien, lembar catatan farmasi klinis termasuk formulir

rekonsiliasi obat.

4.1.2.3 Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat di RSUP H. Adam Malik dilakukan tiga tahap, yaitu:

1. Ketika pasien masuk rumah sakit dilakukan di IGD didokumentasikan

dalam lembar rekam medik pasien awal masuk (RM 1.1)

2. Pindah antar ruangan di dokumentasikan dalam lembar rekam medik

(RM 7.2)

3. Pada saat pasien keluar/pulang dari rumah sakit didokumentasikan dalam

lembar rekam medik (RM 12.1)

Rekonsiliasi obat di depo IGD RSUP H. Adam Malik dilakukan tiga tahap

125
yaitu saat pasien masuk melalui IGD, saat pasien pindah ruangan (ke ICU IGD

ataupun ruang rawat inap (RA atau RB)), dan saat pasien pulang, tenaga

kesehatan seperti dokter dan perawat akan menanyakan kepada pasien atau

keluarga pasien tentang obat yang sedang digunakan dan dibawa oleh pasien saat

masuk ke rumah sakit. Dokter akan menentukan apakah obat akan diteruskan,

dikurangi dosis atau dihentikan pemakaiannya. Obat yang disetujui oleh dokter

untuk diteruskan pemakaiannya akan diberikan kepada perawat dan selanjutnya

diserah terima ke depo farmasi.

Obat rekonsiliasi di depo farmasi akan disimpan di lemari khusus dan akan

dibungkus secara unit dose dispensing setelah diresepkan oleh dokter. Apabila

obat tersebut tidak disetujui oleh dokter untuk diteruskan pemakaiannya (obat

karantina), maka obat tersebut akan disimpan di depo farmasi dan akan

dikembalikan ke pasien saat pulang disertai dengan informasi penggunaan obat.

Rekonsiliasi yang dilakukan di depo IGD RSUP H. Adam Malik sudah sesuai

dengan standar pelayanan kefarmasian. Kegiatan rekonsiliasi dilakukan dengan

mengisi form rekonsiliasi obat yang berisi daftar obat rekonsiliasi. Kemudian

dokter melakukan penilaian terhadap obat rekonsiliasi. Obat dapat diteruskan,

dihentikan, atau diteruskan dengan perubahan dosis. Setelah itu apoteker akan

mengisi form kartu obat pasien bagi obat rekonsiliasi yang digunakan dan form

penilaian kelayakan obat rekonsiliasi.

4.1.2.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) di depo farmasi IGD RSUP H. Adam

Malik Medan dapat dilakukan pada Pasien Berobat Jalan (PBJ), pasien rawat

inap, dokter, perawat dan orang yang membutuhkan informasi tentang obat di

126
RSUP H. Adam Malik Medan. Pelayanan informasi obat dilakukan oleh seluruh

apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Pelayanan informasi obat bisa berupa

informasi seputar obat berupa leaflet dan pelayanan informasi obat via Whatsapp

yang dapat dihubungi setiap waktu.

4.1.2.5 Konseling

Konseling di RSUP H. Adam Malik Medan dilakukan pada pasien rawat

inap dan rawat jalan berdasarkan kriteria pasien (pediatri, geriatri, pasien yang

menggunakan obat jangka panjang dan terapi sempit) dimana apoteker yang

menjadi konselor. Pada pasien rawat inap dilakukan di bedside pasien bersamaan

dilakukannya visite dan pasien rawat jalan dilakukan bersamaan saat obat

diberikan kepada pasien. Konseling pada pasien rawat jalan biasanya dilakukan

untuk pasien yang membutuhkan penanganan khusus seperti pemakaian

antibiotik, penggunaan insulin, dan obat suppositoria.

4.1.2.6 Visite

Visite di depo farmasi IGD RSUP H. Adam Malik Medan dilakukan oleh

apoteker farmasi klinis dengan melakukan kunjungan setiap bedside pada pasien

ICU IGD untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung. Apoteker

farmasi klinis dapat melaksanakan visite secara mandiri maupun visite tim seperti

visite bersama dengan tenaga kesehatan lain di RSUP H. Adam Malik Medan.

Kegiatan Visite di depo IGD RSUP H. Adam Malik Medan sudah sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016.

4.1.2.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) di depo farmasi IGD RSUP H. Adam

Malik Medan meliputi: pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat,

127
respon terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), pemberian

rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat, serta melakukan pemantauan

efektivitas dan efek samping terapi obat. Pemantauan terapi obat dimulai dengan

pengumpulan data pasien kemudian dilakukan identifikasi masalah terkait obat

(jika ditemukan masalah), rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat,

kemudian dilakukan pemantauan; dan tindak lanjut sesuai dengan keadaan pasien.

Pemantauan terapi obat dapat dilakukan saat apoteker melakukan visite pada

pasien rawat inap dan pada rawat jalan dilakukan saat pemberian obat.

4.1.2.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) di depo farmasi IGD RSUP H.

Adam Malik Medan dilakukan pada pasien rawat inap dan rawat jalan terkait

reaksi obat yang tidak dikehendaki. Monitoring efek samping obat ini dilakukan

seiring dengan visite dan pemantauan terapi obat. Monitoring efek samping obat

ini dilakukan baik yang lazim maupun serius oleh apoteker.

4.1.2.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) di Instalasi Farmasi RSUP H. Ada m

Malik Medan sudah dilakukan secara kualitatif dengan metode Gyssens dan

kuantitatif dengan metode DDD (Defined Daily Dose). Evaluasi yang dilakukan

secara kualitatif adalah evaluasi antibiotik oleh Tim PPRA, sedangkan untuk

evaluasi secara kuantitatif adalah adalah data statistik evaluasi pemakaian

antibiotik oleh Farmasi Klinis, kegiatan ini dilakukan setiap 6 bulan sekali dan

data terakhir adalah periode Juli-Desember 2022. Kegiatan ini sudah sesuai

dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016.

128
4.1.2.10 Dispensing Sedian Steril

Pelayanan dispensing sediaan steril di RSUP H. Adam Malik adalah

pencampuran obat-obat sitostatika di ruang pencampuran kemoterapi sudah

sesuai. Tetapi pencampuran obat non sitostatika seperti larutan elektrolit pekat

seperti KCl 7,46% yang dilakukan di depo farmasi IGD belum sesuai karena

belum ada ruangan khusus (clean room) sehingga sterilitas sediaan steril tidak

sepenuhnya terjaga. Hal ini juga menyebabkan Beyond Use Date (BUD) sediaan

lebih singkat hanya sekitar 1 jam.

4.1.2.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dilakukan untuk obat yang

memiliki indeks terapi sempit. Obat-obat yang memiliki indeks terapi sempit

adalah obat-obat dengan batas keamanan yang sempit, dimana perubahan

sejumlah kecil dosis obat tersebut menyebabkan efek samping yang tidak

diinginkan atau bahkan efek toksik. Pemantauan kadar obat dalam darah di RSUP

H. Adam Malik Medan belum dilakukan karena belum tersedianya alat khusus,

sebagai solusinya analisa dapat dilakukan dari hasil laboratorium, efek terapi, dan

efek samping yang terjadi.

4.1.3 Sub Instalasi Gas Medis

Berdasarkan pedoman gas medis, pelayanan gas medis di RSUP H. Adam

Malik Medan telah sesuai dengan aturan yang berlaku, dimana penggunaan gas

medis dan vakum medis di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan melalui sistem

unit gas medis dan vakum medis, tabung gas medis, oksigen konsentrator

portabel, dan/atau alat vakum medis.

129
4.2 Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)

Berdasarkan pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi di Rumah Sakit

(Departemen Kesehatan RI Tahun 2009) untuk alur sterilisasi di Sterilisasi Sentral

RSUP H. Adam Malik Medan telah sesuai yaitu meliputi tahap dekontaminasi,

pengemasan, sterilisasi, penyimpanan dan pendistribusian.

130
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Peran apoteker dalam menjalankan pelayanan kefarmasiaan di rumah sakit

meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai; serta pelayanan farmasi klinis telah sesuai dengan standar pelayanan

kefarmasian menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016,

namun masih terdapat beberapa kegiatan yang perlu ditingkatkan konsistensi

pelaksaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun

2016 diantaranya penyimpanan, konseling dandispensing sediaan steril.

b. Kegiatan pelayanan kefarmasian di ICU IGD RSUP H. Adam Malik:

 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

di depo farmasi IGD RSUP H. Adam Malik Medan secara umum sudah

baik hanya saja terkadang kunci lemari narkotika dan psikotropika masih

tergantung di lemari dan tidak dipegang oleh pegawai yang dikuasakan

 Pelayanan farmasi klinis yang ada di depo farmasi IGD RSUP H. Adam

Malik Medan sudah baik, namun terdapat pelayanan farmasi klinis belum

ada fasilitas seperti pencampuran obat non sitostatika seperti cairan KCl

7,46% yang dilakukan di depo farmasi IGD belum sesuai karena belum

ada ruangan khusus (clean room) sehingga sterilitas sediaan steril tidak

sepenuhnya terjaga

5.2 Saran

 Sebaiknya kunci lemari narkotika dipegang oleh dua orang berbeda yang

dikuasakan di depo farmasi IGD RSUP H. Adam Malik Medan

131
 Sebaiknya disediakan clean room dan dilakukan secara aseptik untuk

kegiatan pencampuran sediaan steril non sitostatika untuk menjaga

sterilitas sediaan (menghindari kontaminasi dari mikroba)

 Sebaiknya pada proses pendistribusian sediaan farmasi dari instalasi

farmasi ke depo farmasi IGD yang bersifat termolabil agar menggunakan

cool box saat pendistribusiannya agar stabilitas sediaan farmasi tersebut

terjamin.

132
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, T., dan Dicky, K. R. (2020). Analisis Kegiatan Pengelolaan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai Berdasarkan
PERMENKES RI Nomor 72 Tahun 2016 di RS X Kabupaten Bekasi.
Jurnal Inkofar. 1(2): 14.

Badan POM. (2018). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 34
tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM.

Badan POM. (2018). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 4
tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. Jakarta: Badan
POM.

Depkes RI. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile Supply
Department/CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.

Dirut RSUP H. Adam Malik. (2018). Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H.
Adam Malik Nomor OT.01.01/IV/2.1/6495/2019 tentang Pembentukan Tim
Farmasi dan Terapi di RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H. Adam
Malik.

Dirut RSUP H. Adam Malik. (2018). Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H.
Adam Malik Nomor OT.01.02/ XV.4.2.1/ 565/ 2018 tentang Organisasi
dan Tata Kerja RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H. Adam Malik.

Dirut RSUP H. Adam Malik. (2018). Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H.
Adam Malik Nomor OT.01.02/ XV.4.2.1/ 565/ 2018 tentang Struktur
Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H.
Adam Malik.

Dirut RSUP H. Adam Malik. (2022). Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H.
Adam Malik Nomor HK.012.03/XVIII/3.3.1/6777/2022 tentang Kebijakan
Pelayanan Kefarmasian. di RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H.
Adam Malik.

Https://nasional.kontan.co.id/news/bukan- lagi-69-kini-ada-73-obat-sirup -yang-


dilarang-beredar-bpom

Komite Akreditasi Rumah Sakit. (2017). Standar Nasional Akreditasi Rumah


Sakit. Edisi 1. Jakarta: Komite Akreditasi Rumah Sakit.

Menkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56


tentang Klasifikasi dan perizinan rumah sakit. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 63/MENKES/PER/2014

133
tentang Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 72


tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 4


tentang Penggunaan Gas Medik dan Vakum Medik pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Menkes RI. (2020). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 3
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI. (2020). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 12


tentang Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Presiden RI. (2009). Peraturan Presiden RI No. 44 tentang Rumah Sakit. Jakarta:
Presiden Republik Indonesia.

Presiden RI. (2015). Peraturan Presiden RI No. 4 tentang Pengadaan


Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Presiden RI. (2020). Undang-Undang Republik Indonesia No.11 tentang Cipta


Kerja. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Presiden RI. (2021). Undang-Undang Republik Indonesia No. 47 tentang


Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan. Jakarta: Presiden Republik
Indonesia.

Puspasari, D. H, Yulian, W. P, dan Wirasti. (2021). Evaluasi Manajemen Logistik


Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Berdasarkan Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Tahun 2019. Kajen. 5(2):
125-129.

Rusli. (2016). Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia. Halaman 24-29, 33-35, 39-44.

Syaidah E.W dan Syaikhul W. (2022). Analisa Efisiensi Penggunaan Tempat


Tidur Berdasarkan Indikator Departemen Kesehatan di Ruang Rawat Inap
RS Bhayangkara Sartika Asih TK II Bandung Periode TW 1 2021. Jurnal
Wiyata. 9(1): 31

134

Anda mungkin juga menyukai